Upload
tata-suharta
View
292
Download
31
Embed Size (px)
Citation preview
Model Evaluasi Program Pengembangan Kirkpatrick (Reaction, Learning, Behavior, Result & ROI)
by: Jack J. Phillips
Oleh:
Aris Try Andreas Putra
Mahasiswa Program Penelitian & Evaluasi Pendidikan PPs Universitas Negeri Jakarta Angkatan
2011, email: [email protected]
A. Pengantar
Pelatihan merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi
keberlangsungan sebuah institusi/ lembaga. Beberapa alasan yang mendasari hal
ini adalah adanya pandangan dan hasil-hasil penelitian yang mengatakan bahwa
pelatihan dapat meningkatkan nilai tambah bagi seorang dan bukan saja menjadi
suatu tujuan untuk mempengaruhi kinerja jangka pendek. Selain itu masyarakat
dibeberapa negara, termasuk indonesia berpandangan bahwa terdapat hubungan
positif antara pelatihan dengan pendidikan. Institusi-institusi pendidikan juga
sering memilih pelatihan sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas
kinerja pendidik dalam tenaga kependidikan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
Sayangnya investasi yang besar untuk program pelatihan terkadang tidak
diikuti dengan efektifitas dan evaluasi pelatihanya itu sendiri. Secara khusus,
Kirkpatrick (2006) mengemukakan alasan mengapa suatu pelatihan perlu
dievaluasi. Pertama, evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah pelatihan dapat
memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi atau tidak. Kedua,
pelatihan juga perlu dievaluasi untuk memutuskan apakah program pelatihan
tersebut perlu dilanjutkan atau tidak. Ketiga, evaluasi pelatihan digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai bagaimana peningkatan dan pengembangan
program pelatihan yang akan datang. Oleh karena itu, dana yang telah
diinvestasikan dalam jumlah besar untuk suatu program pelatihan mendorong
munculnya suatu kebutuhan akan proses evaluasi terhadap keefektifan program
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 1
pelatihan yang dilaksanakan. Untuk tujuan evaluasi ini, pengukuran menjadi
sesuatu yang penting.
Untuk mengevaluasi program pelatihan yang telah dilakukan oleh suatu
lembaga atau institusi, banyak model yang dipakai oleh para evaluator seperti,
evaluasi program model CIRO, model Kirkpatrick, model pengembangan kirkptrick
dan sebagainya. Namun dalam paper ini, penulis hanya akan menyajikan evaluasi
program pelatihan pengembangan kirkpatrick yang dirumuskan oleh Jack J.
Phillips beserta implementasinya dalam dunia pendidikan.
B. Pengertian dan Dasar Perlunya Evaluasi Pelatihan
1. Pengertian
Menurut Noe (2002) Evaluasi pelatihan merupakan proses mengumpulkan
hasil-hasil yang diperlukan untuk menentukan apakah suatu pelatihan efektif atau
tidak. Alvarez, evaluasi pelatihan adalah teknik pengukuran untuk mengetahui
sejauh mana mana program pelatihan memenuhi tujuan-tujuan yang diinginkan.
sBerdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi pelatihan
berfokus pada hasil-hasil pelatihan yang kemudian dibandingkan dengan tujuan
awal penyelenggaraan program pelatihan.
2. Dasar Perlunya Evaluasi Pelatihan
Menurut Jack J. Phillips (1997), ada beberapa alasan mengapa sebuah
perusahaan melakukan evaluasi pelatihan. Pertama, evaluasi program pelatihan
dapat memberikan diagnostik kepada institusi/organisasi tentang bentuk revisi
yang harus dilakukan terhadap program pelatihan yang telah berjalan agar
mampu untuk mencapa tujuan yang diinginkan. Kedua, evaluasi program
pelatihan dapat memeberikan keuntungan yang positif, dan ketiga evaluasi
program pelatihan akan mempengaruhi keputusan untuk menentukan alternatif
program dan peserta yang akan dipersiapkan untuk masa yang akan datang.
Singkatnya adalah, evaluasi pelatihan memberikan sebuah cara untuk memahami
investasi yang dihasilkan dari pelatihan dan memberikan informasi yang
diperlukan untuk meningkatkan pelatihan. Jika instutusi tertentu tidak
mendapatkan tingkat pengembalian yang cukup dari investasi itu, maka
perusahaan berkemungkinan mengurangi investasi program pelatihan itu atau
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 2
mencari cara lain untuk memperbaiki program pelatihan tersebut. Dengan
demikian penyelenggaraan pelatihan tidak hanya sekedar pelatihan saja, tetapi
dengan jutaan dana yang telah dikeluarkan pelatihan dapat meberikan manfaat
bagi individu dan perusahaan.
C. Kriteria yang Digunakan untuk Evaluasi dan Efektivitas Pelatihan
1. Kriteria Evaluasi Pelatihan
Training outcome atau kriteria merujuk pada ukuran-ukuran yang pelatih
gunakan untuk mengevaluasi suatu program pelatihan. Banyak praktisi dan
peneliti yang berpendapat bahwa kriteria yang ada dalam model evaluasi empat
level kirkpatrick terlalu sederhana. Untuk itu dikembangkan beberapa kriteria
tambahan seperti motivasi dan Return of Investment (ROI) sebagai pelengkap
kriteria dasar yang sudah ada dalam model awal evaluasi pelatihan kirkpatrick,
yang dirumuskan oleh Jack J. Phillips. Berikut ini beberapa kriteria yang
digunakan untuk mengukur pelatihan:
1. Affective out come, yang meliputi motivasi, reaksi dan keputusan partisipan
akan program pelatihan
2. Cognitive outcome, yaitu perolehan pengetahuan akibat pelatihan
3. Skill-based outcome, yaitu peningkatan perilaku juga kemampuan serta
keterampilan akibat pelatihan
4. Result, hasil-hasil bisnis yang dicapai oleh organisasi
5. Return of Investment (ROI), merujuk pada perbandingan manfaat moneter
dari suatu pelatihan dengan biaya pelatihan.
Dengan mengetahui hasil-hasil pelatihan dari evaluasi pelatihan maka
dapat diketahui sampai sejauh mana pelatihan memberikan keefektivisannya.
2. Evektivitas Pelatihan
Pada umumnya suatu program pelatihan dikatakan efektif jika hasil dari
pelatihan itu dapat memberikan manfaat bagi peserta dan perusahaan. Manfaat
bagi peserta pelatihan dapat mencakup pembelajaran, keahlian, perubahan
perilaku baru, sedangkan manfaat bagi perusahaan adalah dapat mencakup
peningkaan penjualan dan peningkatan kepuasan konsumen. Namun pencapaian
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 3
keefektivitasan dari pelatihan tidak hanya sampai disitu. Menurut Alvarez et. Al,
efektivitas dari suatu pelatihan merupakan pendekatan teoritikal untuk memahami
hasil yang diperoleh akibat suatu program pelatihan. Fokus efektivitas pelatihan
terletak pada sistem pembelajaran secara keseluruhan, sehingga temuan-temuan
dalam keefektivitasan dalam pelatihan menunjukan bahwa mengapa ada hasil-
hasil yang dapat mencapai tujua pelatihan dan mengapa ada hasil yang tidak
mencapai tujuan.
Efektivitas pelatihan tidak hanya dilihat dari hasil pelatihan yang dirasakan
individu ataupun bagi organisasi. Efektivitas pelatihan dipengaruhi oleh proses
sebelum diselenggarakannya pelatihan selama penyelenggaraan sampai sesudah
pelatihan. Dengan demikian langkah awal dalam proses penyelenggaraan
pelatihan, yaitu analisis kebutuhan pelatihan merupakan faktor penting bagi
efektivitas pelatihan. Berangkat dari analisis kebutuhan pelatihan tersebut
selanjutnya dapat menentukan materi, metode pelatihan yang tepat.
D. Model Evaluasi Pengembangan Kirkparick oleh Jack J Phillips (Reaction, Learning, Behavior, Result & ROI)
1. Model Pengembangan Krikpatrick
Model evaluasi pengembangan kirkpatrick yang dirumuskan oleh Jack J.
Philips memuat komponen-komponen sebagai berikut:
1. Reaction (reaksi) adalah level pertama dari evaluasi pelatihan
pengembangan krikpatrick, yang berguna untuk mengetahui tingkat
kepuasan dan reaksi dari peserta pelatihan, antara lain berkenaan dengan:
penyelenggaraan pelatihan, proses pelatihan dan materi pelatihan.
2. Learning (belajar) adalah level ke dua evaluasi pengembangan kirkpatrick,
yang merupakan tahapan di mana peserta diuji secara tertulis untuk
mengetahui sejauh mana materi pelatihan telah diterima oleh mereka.
Dengan kata lain, evaluasi terhadap hasil pelatihan yang diantaranya:
pengetahuan, perubahan sikap dan psikomotorik peserta pelatihan.
Pengukuran dapat dilakukan selama atau setelah pelatihan.
3. Behavior (Perilaku) adalah level ketiga yang menggambarkan perilaku
peserta pelatihan setelah mengikuti program pelatihan yang ditunjukkan
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 4
pada tempat kerja/ tugas mereka. Pengukuran terhadap behavior biasanya
dilakukan setelah kembali ketempat kerja masing-masing (sekitar 1-3 bulan).
4. Result (hasil) adalah level ke empat, yang menggambarkan dampak
perubahan kinerja peserta pelatihan yang ditunjukkan pada lembaga tempat
kerja baik itu peningkatan produktivitas, prestasi dan sebagainya. Biasanya
pegukuran hasil dari pelatihan membutuhkan selang waktu setelah pelatihan
relatif lama, sesuai dengan dampk apa yang diharapkan oleh institusi.
5. Return On Investment (ROI), adalah suatu ukuran dalam bentuk keuntungan
moneter yang diperoleh oleh suatu organisasi setelah jangka waktu tertentu
sebagai timbal balik terhadap investasi suatu program pelatihan. ROI
dihitung berdasarkan estimasi atau data terhadap biaya maupun keuntungan
yang berhubungan dengan program pelatihan. Dengan memanfaatkan ROI
ini, unit bisnis dapat secara efektif mengalokasikan sumber daya yang ada
untuk meningkatkan kinerja dan mendorong keberhasilan suatu organisasi.
Dalam dunia pendidikan perhitungan ROI dapat dibandingkan dengan
mengkonversi data kinerja peserta pelatihan dengan mengansumsikannya
bahwa peningkatan kinerja merupakan aset yang tidak terhitung kepada nilai
moneter. empat langkah mengukur ROI pelatihan, yaitu: (1) mengisolasi
pengaruh pelatihan terhadap hal-hal diluar pelatihan, (2) mengkonversi
pengaruh-pengaruh pelatihan ke dalam bentuk moneter, (3) menghitung
biaya pelatihan, dan (4) membandingkan biaya pelatihan dengan nilai
tambah moneter yang diperoleh sebagai hasil pelatihan. Berikut ini gambar
Model ROI:
Sumber: Jack J Phillips, 1997
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 5
2. Menghitung Biaya Pelatihan
Tahap ini sering disebut sebagai analisis biaya-manfaat (cost-benefit
analysis). Analisis biaya-manfaat dalam perhitungan ROI adalah proses
menentukan nilai ekonomis dari suatu program pelatihan dengan menggunakan
metode akuntansi. Menentukan nilai ekonomis dari suatu program pelatihan
meliputi perhitungan biaya pelatihan (cost) dan hasil (benefits ) yang didapat
setelah mengikuti program pelatihan.
Dalam menghitung biaya suatu program pelatihan, jangan lupa untuk
memperhitungkan biaya- biaya tidak langsung, seperti penggunaan material,
peralatan, ruangan, dan sebagainya. Contoh biaya yang terlibat dalam program
pelatihan: Pengembangan modul-perancangan, penulisan, ilustrasi, validasi tes
dan instrumen evaluasi.
Membandingkan Biaya Pelatihan dengan Nilai Tambah Moneter, dengan
rumus ROI adalah sebagai berikut:
Keterangan:
1. Net Program Benefits adalah program benefits dikurangi total incurred
costs.
2. Program benefits merupakan sejumlah keuntungan yang diperoleh karena
elakukan investasi.
3. Total incurred costs merupakan biaya yang dikeluarkan sebagai investasi.
Rumus ROI ini diturunkan dari rumus BCR (Benefits/Cost Ratio).
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 6
Nilai ROI yang didapat ini kemudian dianalisis dan dimanfaatkan sebagai
salah satu hal penting dalam pengambilan keputusan maupun perbaikan dan
pengembangan program pelatihan.
Menurut Jack J. Phillips, salah satu metode yang paling mudah digunakan
adalah memperoleh data berdasarkan perkiraan dari participant (eks‐peserta)
training itu sendiri, yaitu dengan menggunakan metode Participant Estimate.
Efektivitas pendekatan ini terletak pada asumsi bahwa participant memiliki
kemampuan untuk menentukan atau memperkirakan seberapa besar
peningkatan kinerja yang dialaminya itu terkait dengan program training
yang diikutinya. Participant seharusnya merupakan pihak yang paling mengetahui
seberapa besar perubahan yang disebabkan oleh pengaplikasian program
training dalam pekerjaannya sehari‐hari.
Lebih jauh lagi, Phillips juga berpendapat bahwa meskipun hanya
merupakan estimasi, nilai yang diperoleh biasanya memiliki kredibilitas
yang tinggi, terutama mengingat participant berada di tengah‐tengah
perubahan atau peningkatan kinerja yang terjadi. Pemikiran ini pula, di
samping pertimbangan faktor biaya dan waktu, yang mendasari pemilihan
metode Participant Estimate. Sementara itu, terdapat pula kelemahan dari
pendekatan ini yaitu adanya unsur subyektivitas responden dalam memberikan
perkiraan besarnya kontribusi masing‐masing faktor. Hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi pengaruh subyektivitas ini adalah dengan
menanyakan seberapa jauh tingkat keyakinan (level of confidence) responden
dalam memberikan perkiraannya tersebut. Namun, sebelum menetapkan metode
mana yang akan digunakan, Phillips juga menekankan perlunya terlebih
dahulu diidentifikasi faktor‐faktor apa saja yang memiliki kontribusi terhadap
perubahan yang terjadi setelah program training diselenggarakan.
3. Mengkonversi Pengaruh-pengaruh Pelatihan ke dalam Nilai Moneter & Tahapannya
a. Mengkonversi Pengaruh-pengaruh Pelatihan ke dalam Nilai Moneter
Pengaruh atau nilai tambah yang diperoleh sebagai hasil dari program
pelatihan harus selalu diidentifikasi, dipilah, dan dikonversikan ke dalam bentuk
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 7
moneter. Perubahan terhadap kinerja karyawan sebaiknya dinilai dengan
melibatkan berbagai pihak seperti supervisor, direktur, manajer, dan pihak lain
dalam organisasi. Keputusan dengan melibatkan berbagai pihak akan jauh lebih
objektif ketimbang menyerahkan semua penilaian kepada Manajer Sumber Daya
Manusia.
Pengaruh dapat bersifat terlihat (tangible) atau tak terlihat (intangible), dan
biasanya disebut sebagai hard data dan soft data. Hard data bersifat kuantitatif,
statistikal, berorientasi angka dan dengan mudah dapat dikonversikan ke dalam
bentuk moneter. Soft data lebih bersifat kualitatif dan lebih sulit diukur dan
dikonversikan ke dalam bentuk uang. Contoh soft data dapat berupa peningkatan
kepuasan kerja, peningkatan komitmen organisasi, peningkatan komunikasi antar
karyawan berbeda lini, dan sebagainya.
b. Tahap Konversi Data Menjadi Monetary Values
Mengonversi data business results ‐ yang diperoleh dari evaluasi Level 4
menjadi monetary values pada dasarnya merupakan tahap awal untuk
mengekspresikan dampak training dalam ukuran finansial. Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, pengekspresian dalam ukuran finansial ini telah
menjadi bahan perdebatan para peneliti mengenai mungkin tidaknya hal
tersebut dilakukan, meskipun pada umumnya mereka sepakat bahwa
evaluasi tentang efektivitas training memang akan memberikan hasil yang
lebih nyata bagi perusahaan apabila dapat diukur secara finansial.
Jack J. Phillips (2002) membedakan business results dalam dua
kategori data, yaitu hard data dan soft data. Hard data merupakan pengukuran‐
pengukuran kinerja usaha yang umum digunakan serta memiliki obyektivitas
yang tinggi dan relatif lebih mudah diukur. Menurutnya, contoh hard data
antara lain output yang dihasilkan, tingkat penjualan, biaya, atau waktu kerja
yang digunakan. Sementara itu, soft data lebih subyektif, sukar untuk
dikuantifisir, dan memiliki tingkat kepercayaan yang lebih rendah dibandingkan
dengan hard data. Contoh soft data antara lain tingkat kepuasan kerja,
loyalitas pegawai, tingkat kehadiran pegawai, dan lain‐lain.
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 8
Lebih jauh lagi, Phillips juga mengemukakan 4 (empat) langkah
konversi data kinerja dinilai penting sebagai data moneter, sebagai berikut:
1. Menentukan ukuran kinerja yang dipengaruhi oleh program training.
2. Menentukan nilai dari setiap unit ukuran tersebut = (V).
3. Menentukan peningkatan/perubahan kinerja yang terjadi = (ΔP).
4. Langkah 4: Menghitung nilai peningkatan kinerja = (V x ΔP).
Adapun tahap-tahap kegiatan evaluasi pelatihan dengan model
pengembangan Kirkpatrick adalah sebagai berikut:
Sumber: Jack J. Phillips
E. Contoh Model Evaluasi Pengembangan Kirkpatrick pada Program Pelatihan penguatan Kinerja Pengawas
Penulis mencontohkan model evalusi pelatihan pengembangan Kirkpatric
pada pelatihan penguatan kinerja pengawas pada Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Adapun evaluasi program
pengawas menggunakan model evaluasi pelatihan pengembangan Kirkpatrick
(dirumuskan oleh Jack J Phillips) sebagai berikut:
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 9
Tingkatan Evaluasi
Komponen Sumber DataTeknik dan Istrumen
pengumpulan DataReaction (Reaksi) Reaksi Peserta
Terhadap:1. Penyelenggaraan
dan pelayanan panitia pelatihan
2. Kurikulum pelatihan
3. Materi, Trainer Pelatihan
4. Sarana dan Media Pelatihan
Peserta Pelatihan (Pengawas)
Quesioner (Daftar Angket)
Learning (Belajar/ Pembelajaran)
Peningkatan terhadap:1. Pengetahuan
(informasi)2. Keteramplan (skill)3. Sikap
Peserta Pelatihan (Pengawas)
Tes:1. Pengetahuan2. Kinerja/
performance3. Sikap
Behavior (Perilaku) Perilaku kerja yang diterapkan pada lingkungan kerja:1. Sikap2. Mental3. Moivasi Kerja
1. Peserta Pelatihan (Pengawas)
2. Atasan peserta3. Rekanan
Peserta
Observasi (lembar observasi)Wawancara (pedoman wawancara)
Result (Hasil) Dampak pelatihan:1. Prestasi2. Peningkatan
Kinerja sekolah
1. Peserta Pelatihan (Pengawas)
2. Atasan peserta3. Rekanan
Peserta
1. Wawancara (pedoman wawancara)
2. Studi Dokumentasi (kearsipan dan dokumen-dokumen)
Return on Investmen (ROI)
Membandingkan biaya pelatihan dengan hasil kinerja pengawas dalam bentuk persentase. Konversi data kinerja kepada data moneter
1. Penyelenggara pelatihan
2. Peserta pelatihan
1. Dokumentasi (daftar kerasipan)
2. Quesioner (Dafar angket)
Selanjutnya model perhitungan dengan model akuntansi (statistik)
F. Penutup
Salah satu model evaluasi program pelatihan adalah dengan
menggunakan model evaluasi pengembangan empat level Kirkpatrick oleh Jack J.
Phillips. Pelatihan pada intinya bertujuan mengoptimalkan karyawan dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari dengan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja melalui proses belajar. Untuk menilai keefektifan
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 10
suatu pelatihan perlu dilakukan evaluasi pelatihan. Terdapat beberapa kriteria
yang dapat digunakan dalam mengevaluasi pelatihan antara lain reaksi,
pembelajaran, perilaku, hasil dan ROI (Return on Investment). Menurut beberapa
literatur, teknik evaluasi dengan kriteria ROI merupakan teknik yang terbaik
dikarenakan teknik tersebut dinilai paling objektif dibanding empat kriteria lainnya
karena dominasi unsur kuantitatif pada metode tersebut. ROI merupakan suatu
ukuran yang diperoleh oleh suatu organisasi setelah jangka waktu tertentu atas
investasi suatu program pelatihan. ROI dihitung berdasarkan estimasi atau data
terhadap biaya ataupun keuntungan atas program pelatihan. Tujuannya agar unit
bisnis dapat mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif agar dapat
meningkatkan kinerja dan keberhasilan suatu organisasi.
Namun, pada akhirnya tidak ada satu pun cara terbaik untuk
mengevaluasi program pelatihan. Yang dapat dan penting dilakukan hanyalah
berusaha mengumpulkan secara lengkap data sebelum dan/atau sesudah
pelatihan agar dapat mengevaluasi program pelatihan secara akurat. Selain itu,
faktor biaya; tujuan pelatihan; waktu yang tersedia; dan tingkat akurasi yang
diinginkan juga perlu menjadi bahan pertimbangan dalam memilih desain evaluasi
pelatihan.
G. DAFTAR REFERENSI
Fitzpatrick, Jody L, Sanders, James R, Worthen, Blaine R, Program Evaluation Alternative Approaches and Practical Guidelines, Pearson Education, 2004
Kirkpatrick, Donald L., and Kirkpatrick, J. D. Evaluating Training Programs. San Francisco: Berrett-Koehle, 2006
Noe, Raymond A. Employee Training and Development. 2nd ed. New York: McGraw-Hill, 2002
Phillips, Jack J., Return on Investment in Training and Performance Improvement Programs. Houston: Gulf Publishing Company, 1997.
Sutikno, Muzayanah, Modul kuliah Evaluasi Program, Jakarta, 2011
Aris Try Andreas Putra@ PPs UNJ – PEP 2012 11