Upload
agus-aan-adriansyah
View
17
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
E
Citation preview
6
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pemasaran
Pemasaran dalam pengertian sederhana berarti pemenuhan
kepuasan pelanggan demi suatu keuntungan. Menurut Kotler (2001),
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat
individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan
inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai
dengan orang lain.
Menurut Lamb (2001), Pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan
menjalankan konsep, harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide,
barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu
memuaskan tujuan individu dan organisasi. Lebih jauh lagi,
pemasaran tidak hanya suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh
orang-orang di bagian pemasaran saja. Pemasaran merupakan bagian
dari pekerjaan setiap orang dalam organisasi. Pemasaran juga
memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Konsumen
berpartisipasi dalam proses pemasaran sebagai seorang konsumen atas
produk dan jasa.
Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan
manusia. Kebutuhan (needs) adalah pernyataan dari perasaan
kekurangan. Kebutuhan tidak hanya fisik tapi juga kebutuhan individu
meliputi ekspresi dan emosi. Keinginan (wants) adalah kebutuhan
manusia yang dibentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang.
7Manusia meiliki keinginan yang hampir tidak terbatas tetapi hanya
memiliki sumber daya terbatas. Jadi, mereka memilih produk yang
8
memberi nilai dan kepuasan terbesar dari uang mereka. Ketika didukung
oleh daya beli, keinginan menjadi permintaan (demands).
2.1.2. Experiential Marketing
Menurut Bernd Schmitt (1999), Experiential marketing is a new
approach for the branding and information age. It deals with
customer experiences and is quite different from tranditional form of
marketing, which focus on functional features and benefits of
product. Selain itu, experiential marketing merupakan perpaduan
praktek antara pemasaran non tradisional yang terintegrasi untuk
meningkatkan pengalaman pribadi dan emosional yang berkaitan
dengan merek produk.
Experiential marketing sangat penting dalam merefleksikan adanya bias
dari otak kanan karena menyangkut aspirasi pelanggan untuk memperoleh
pengalaman yang berkaitan dengan perasaan tertentu
kenyamanan dan
kesenangan di satu pihak dan penolakan atas ketidaknyamanan dan
ketidaksenangan di lain pihak. Dapat diketahui bahwa experiential
marketing merujuk pada pengalaman nyata pelanggan terhadap
merek, produk, service untuk meningkatkan penjualan. Experiential
marketing adalah lebih dari sekedar memberikan informasi dan
peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman atas
keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga
membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak terhadap
pemasaran.
Menurut Kartajaya (2006), Experience marketing menjelaskan bagaimana
9menciptakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan pada
service yang ditawarkan perusahaan. Pengalaman yang tak terlupakan
itu adalah nilai yang berupa emosional benefit (manfaat emosional)
yang ditawarkan kepada
konsumen. Dengan kata lain tidak hanya produk yang berupa
functional benefit (manfaat fungsional) yang ditawarkan, tetapi juga
service experience kepada pelanggan.
Lagi menurut Kartajaya (2006), Untuk meningkatkan sebuah service
oriented marketing, tidak hanya sekedar kepuasan. Sebab, walaupun
pelanggan puas, biasanya tetap ada pengorbanan yang di sebabkan oleh
tidak cocoknya produk yang di dapat dengan kebutuhan yang
sebenarnya. Hanya dengan customization, service-oriented marketing
bisa berubah menjadi experiential marketing.
2.1.3. Pendekatan Experiential Marketing
Menurut Bernd Schmitt (1999), Dalam pendekatan experiential
marketing, pemasar menawarkan produk atau jasanya dengan
merangsang unsur-unsur emosi konsumen yang menghasilkan berbagai
pengalaman bagi konsumen.
Di dalam experiential marketing, terdapat dua bagian penting, yaitu
strategic experiential modules (SEMs) dan experiences providers (ExPros).
1. Strategic Experiential Modules (SEMs) yaitu modul yang dapat
digunakan oleh pemasar untuk menciptakan jenis-jenis pengalaman
yang berbeda bagi konsumen perusahaan. Didalam SEMs ini
berisikan lima (5) jenis pengalaman konsumen yaitu :
(a). Sense
Sense marketing ditujukan terhadap rasa dengan tujuan
menciptakan pengalaman melalui pengliatan (sight), suara
(sound), sentuhan (touch), rasa (taste), dan bau (smell). Ini
berhubungan dengan bagaimana agar produk atau jasa bisa
dirasakan oleh panca indra. Ini adalah unsur yang
paling sederhana yang bisa diterapkan. Semakin banyak indra
yang bisa merasakannya, maka semakin besar kemungkinan
produk menjadi diingat dalam memori konsumen.
Sense juga berkaitan dengan gaya (styles) dan simbol-simbol
verbal dan visual yang mampu menciptakan keutuhan sebuah
kesan. Perpaduan antara bentuk, warna, dan elemen-elemen
yang lain membentuk berbagai macam styles antara lain
minimalis, ornamentalis, dinamis, dan statis juga sangat penting.
Hal ini disebabkan karena setiap orang memiliki preferensi yang
berbeda dalam menyampaikan informasi ke otak lewat panca
indra. Dalam NLP (Neuro Linguistic Programming), dikenal ada
orang yang bertipe visual (lebih peduli pada apa yang dilihat),
auditory (lebih peduli pada apa yand didengar), dan kinestetik
(lebih peduli pada apa yang mereka sentuh atau rasakan). Jadi
dengan melibatkan semakin banyak indra, maka semakin banyak
orang yang bisa dijangkau untuk bisa masuk ke memori mereka
dalam hal ini konsumen.
Menurut Kartajaya (2006), Sense meliputi panca indra yang merupakan
pintu masuk ke dalam diri seorang manusia harus di
rangsang secara benar.
(b). Feel
Feel marketing ditujukan terhadap perasaan dan emosi
konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang
dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang
kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan. Ini berhubungan
dengan bagaimana menciptakan perasaan
enak (feel good) bagi para customers, yaitu dengan melibatkan
mood dan emosi secara lebih intens lagi karena hal ini berkaitan
dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan
sekedar menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi
jiwa yang mampu membangkitkan kebahagiaan atau bahkan
kesedihan.
Usahakan supaya pelanggan feel good, karena jika tidak feel good, maka
pelanggan akan sulit berfikir positif. Di dalam mengelola perasaan
ini, ada dua hal yang mesti di perhatikan, yaitu mood dan
emotion. Yang pertama masih bersifat ringan dan tidak spesifik,
sedangkan yang kedua sudah jadi berat dan spesifik. Seorang
experiential marketer yang berhasil bisa membuat mood dan
emotion pelanggan sama dengan apa yang diinginkannya.
(c). Think
Think marketing ditujukan terhadap intelektual dengan tujuan
menciptakan kesadaran (cognitive), pengalaman untuk
memecahkan masalah didalamnya. Ini berhubungan dengan
upaya yang perlu diciptakan agar konsumen mau berpositif
thinking terhadap produk atau jasa perusahaan setelah
konsumen merasa baik (feel good). Ini dapat menciptakan
kepuasan konsumen yang lebih berjangka panjang. Dengan
demikian diharapkan akan timbul word of mouth (promosi dari
mulut ke mulut) yang baik bagi produk perusahaan karena
dengan berfikir (think) dapat merangsang kemampuan
intelektual dan kreatifitas seseorang. Menurut Kartajaya (2006),
Ada dua pola berfikir, yang pertama divergent- thingking atau
pola pikir menyebar, dan yang kedua adalah convergent-
thinking atau pola piker menyatu. Kalau seseorang sedang
mencari solusi atas masalahnya, biasanya mereka mencari
beberapa alternatif. Ini lah divergent-thingking. Ketika seseorang
sudah mulai mengevaluasi untuk kemudian menyempitkan
alternative dan menyatukan pilihan, itulah convergent-thinking.
(d). Act
Act marketing ditujukan untuk mempengaruhi pengalaman
jasmaniah, gaya hidup (life style), dan interaksi nyata. Act Ini
adalah upaya yang diarahkan bagi terciptanya pengalaman
melalui perilaku tertentu dari customers, baik berupa tindakan
individual maupun gaya hidup seseorang. Tindakan yang diambil
seseorang dipengaruhi oleh faktor luar dan opini didalam dirinya.
Tugas seorang experiential marketer adalah menggabungkan
pengaruh eksternal dengan feel dan think agar konsumen
melakukan tindakan dan punya pengalaman sendiri.
Orang betindak karena pengaruh luar dan opini dalam. Tugas
experiential marketer adalah melakukan pengaruh eksternal
untuk di gabungkan dengan kondisi feel dan think yang ada di
dalam pelanggan untuk menjadi suatu aksi yang akan
menghasilkan sebuah memorable experience.
Ada berbagai cara untuk mengkomunikasikan act. Dapat melalui web atau
iklan pendek di televisi. Tetapi, media cetak bukanlah pilihan
yang baik untuk ini. Pemilihan sarana harus hati-hati dan tepat
sehingga dapat membangkitkan pengalaman yang diinginkan.
(e). Relate
Relate marketing berisikan aspek-aspek dari sense, feel, think, dan act
marketing. Ini adalah bagaimana sensasi, feeling, thinking,
dan action
seseorang, jauh diperbesar lagi ke arah konteks social dan
budaya. Relate berkaitan dengan budaya seseorang dan
kelompok referensinya yang dapat menciptakan identitas sosial.
Seorang pemasar harus mampu menciptakan identitas sosial
(generasi, kebangsaan, etnis) bagi pelanggannya dengan produk
atau jasa yang ditawarkan. Pemasar dapat menggunakan simbol
budaya dalam kampanye iklan dan desain web yang mampu
mengidentifikasikan kelompok pelanggan tertentu. Jadi relate
menghubungkan konsumen secara individual dengan masyarakat
atau budaya tertentu. Ini merupakan daya tarik yang paling
mendalam bagi konsumen.
Manusia adalah bagian dari kelompok sosial tertentu. Karena itu,
buatlah supaya mereka bangga dan bisa merasa di terima di
komunitasnya. Kalau sense adalah pintu masuk . Maka relate
adalah pintu keluar di dalam manusia. Sense - Fell- Think- Act-
Relate.
Seorang pemasar harus hati-hati dalam menentukan pendekatan yang
akan dipilihnya karena masing-masing pendekatan mempunyai
dampak yang berbeda. Dengan pemilihan pendekatan yang tepat
atas produk dan jasa yang dijual, pelanggan akan memperoleh
pengalaman seperti yang diharapkan pemasarnya.
2. Experiences Providers (ExPros) merupakan cara
mengimplementasikan strategic experiential modules (SEMs).
Pemasar selalu mempunyai maksud dalam pemasarannya. Dimana
pemasar menginginkan konsumen mengetahui apa yang akan
disampaikan pada konsep pemasarannya. Percepatan strategi
indra (sense), perasaan (feel), berfikir (think), tindakan (act) dan hubungan
(relate) muncul melalui alat yang disebut experience providers
atau ExPros. (1). Komunikasi
ExPros komunikasi meliputi periklanan, eksternal, dan internal
komunikasi perusahaan seperti brosur dan buletin
sebagaimana yang banyak dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan saat ini. ExPros komunikasi yang paling penting bagi
perusahaan adalah iklan dan iklan dapat menciptakan strategi
yang berbeda untuk masing-masing SEMs.
(2). Identitas Verbal
Seperti komunikasi dan ExPros lainnya, identitas verbal dapat
juga digunakan untuk menciptakan SEMs yang berupa nama dan
logo.
o Nama : Ada begitu banyak nama produk (merek) yang
dapat memberikan pengalaman bagi konsumennya. Sebuah
nama produk biasanya tidak sama dengan nama produsennya,
karena nama produsen bisa saja merupakan inisial pemilik,
akronim atau nama
gabungan.
o Logo dan tanda : Dapat berbentuk suatu memori tertentu
dalam banak konsumen, sehingga hanya dengan melihat
sekilas saja konsumen sudah dapat mengasosiasikan
perusahaan dengan produk yang dijualnya.
Identitas verbal merupakan suatu alat utama untuk menciptakan
identitas perusahaan.
(3). Tampilan Produk
Kehadiran produk dapat juga digunakan untuk mempercepat
suatu pengalaman. Kehadiran produk yang meliputi desain
produk, kemasan ,
penataan tampilan produk, dan karakter merek yang dapat
digunakan sebagai bagian dari kemasan dan materi penjualan.
o Desain produk : Desain yang khusus sesuai dengan target
pemasar dan fungsinya dapat menimbulkan asosiasi dalam
benak konsumen.
o Kemasan : Konsumen belakangan ini menjadi lebih
perhatian pada bentuk kemasan produk dan terlebih lagi,
konsumen memiliki harapan akan kemasan yang lebih baik
sehingga tak jarang konsumen lebih mementingkan kemasan
yang menark daripada kegunaan inti produk.
o Karakter merek: Penempatan sebuah produk dalam etalase
menjadi hal yang penting bagi konsumen. Begitu juga cara
bagaimana sebuah produk memilih juru kampanye produk
untuk mengikuti acara-acara khusus yang terjadi.
(4). Perwakilan Merek (Co-Branding)
Perwakilan merek meliputi kegiatan pemasaran, sponsor,
kemitraan, lisensi, penempatan produk di bioskop atau tempat
lain. Secara umum peristiwa khusus mengarah kepada
efektivitas dan efisiensi dibanding media periklanan.
(5). Lingkungan (Spatial Environtment)
Lingkungan meliputi gedung, kantor, pabrik, dan kios-kios
penjualan. Lingkungan adalah hal yang paling komprehensif untuk
menggambarkan budaya merek, nilai-nilai dan perilaku manajer di
balik merek tersebut.
(6). Situs Internet dan Media Elektronik
Kemampuan interaktif dari internet menyediakan suatu forum
yang ideal bagi perusahaan untuk menciptakan
pengalaman-pengalaman bagi
Com
munic
ati
on Id
enti
ties
Pro
duct
Co-
bra
ndin
g
Envir
onm
ent
Web s
ite
People
SENSE
FEEL Strategic Planning Of Exp. Marketing
THINK
RELATE
konsumen. Internet juga dapat mengubah komunikasi, interaksi
dan pengalaman bertransaksi.
(7). Orang (people)
ExPros yang terakhir adalah orang-orang yang dapat menjadi
sarana yang baik untuk kelima SEMs. Orang termasuk
tenaga penjual, kantor perwakilan penjualan, kantor pelayanan,
pekayanan konsumen, dan siapapun yang dapat dihubungkan
dengan perusahaan atau merek.
Dalam experiential marketing, SEMs dan ExPros merupakan
dua aspek yang saling berkaitan. SEMs tidak dapat diwujudkan tanpa
ExPros. Namun penting untuk diingat bahwa tidak semua ExPros
cocok digunakan bagi semua SEMs, masing-masing SEMs memiliki
pasangan ExPros tersendiri yang lebih cocok
digunakan dalam penerapan experiential marketing.
S
E
M
ACT
Gambar 2.1. Experiential Grid
SEMs dan ExPros dapat membentuk experiential grid yang
merupakan kunci perencanaan strategi dari experiential marketing.
Ada empat pokok strategi dari experiential grid , yaitu :
a) Intensitas pengalaman
Pemasar harus memutuskan apakah intensitas pengalaman
konsumen dipadatkan (intensitying) atau dikurangi (diffusing).
b) Keluasan pengalaman
Perusahaan memutuskan untuk memperkaya pengalaman
permirsanya dengan cara menambah ExPros lain yang dapat
menyediakan pengalaman yang sama, atau dengan
menyederhanakan pengalaman konsumen dengan cara
mengkonsentrasikan pada satu jenis ExPros saja.
c) Kedalaman pengalaman
Disini pemasar harus memutuskan untuk memperluas pengalaman
konsumennya menjadi beberapa pengalaman yang berbedas (misal
pemasar menggabungkan bebrapa pendekatan SEMs sekaligus)
atau hanya fokus kepada satu jenis pengalaman saja.
d) Keterkaitan pengalaman
Pemasar harus memperhatikan hubungan antara SEMs begitu juga
dengan ExPros. Terkadang dalam penerapannya ada SEMs dan
ExPros yang tidak bisa berdiri sendiri untuk menciptakan suatu
experiential marketing sehingga harus dihubungkan dengan SEMs
dan ExPros, tetapi ada juga beberapa kasus dimana tiap-tiap
SEMs dan ExPros tidak dapat digabungkan dengan yang lain karena
pengalaman konsumen akan menjadi terlalu luas dan pada akhirnya
menjadi tidak berkesan dan unik di mata konsumen.
2.1.4. Pemahaman Konsep Experiential Marketing
Beberapa karakteristik dari experiential
marketing, yaitu : a) Focus on customer
/consumer experiences
Pengalaman terjadi sebagai akibat dari menghadapi (encountering), menjalani
(undergoing), atau mengalami (living) suatu situasi. Hal-hal
tersebut merupakan pemicu terhadap perasaan, kehendak dan
pikiran. Pengalaman juga menghubungkan perusahaan dan merek
kepada gaya hidup konsumen dan media perilaku konsumen serta
acara pembelian dalam konteks sosial yang lebih luas.
b) Examining the consumption situation
Pemasar experiential meyakini bahwa kesempatan yang paling
besar untuk mempengaruhi sebuah merek muncul pada saat
post-purcase, selama konsumsi. Pengalaman selama mengkonsumsi
merupakan kunci penentu dari kepuasan palanggan dan loyalitas
merek nantinya.
c) Customer are rational and emotional animal
Bagi seorang pemasar experiential, konsumen merupakan makhluk
emosional sebagaimana juga ia bertindak rasional. Oleh Karena itu
ketika konsumen secara teratur memilih menggunakan akalnya
pada saat yang sama hal itu juga didorong oleh emosinya,
karena pengalaman konsumsi seringkali “ diarahkan pada
pencapaian fantasi, perasaan, dan kesenangan”.
d) Methods and tools are eclectic
Metode dan alat analisa dari experiential marketing bermacam-
macam dan beraneka segi tidak dibatasi oleh satu metodologi
ideologi tertentu sehingga bersifat eclectic.
Experiential marketing digunakan manfaatnya dalam beberapa situasi termasuk :
o Untuk mengembangkan sebuah merek yang sedang menurun
o Untuk mendiferensiasikan produk dari pesaing
o Untuk menciptakan sebuah image dan identitas bagi perusahaan
o Untuk mengembangkan inovasi
o Untuk memicu adanya pencobaan, pembelian, dan yang lebih
penting, konsumen yang setia.
2.1.5. Pengertian Pengalaman Konsumen
Menurut (Mohammed, 2003) Secara umum, “customer
experience refers to a target customers perception and interpretation
of all the stimuli encountered while interacting with a firm.”.
Perusahaan-perusahaan besar banyak melakukan
pengembangan, pemeliharaan, dan memanen pelanggan dasar secara
internal dan mempersonalisasikan arti pengalaman menurut
pelanggannya sendiri. Konsumen dapat mengenali dan memberi
penilaian terhadap perusahaan. Hal itu dapat terlihat dari tindakan
sebelum pembelian, pembelian, dan paska pembelian.
Menurut Schmitt (2002), sebuah pengalaman konsumen memberi lebih
daripada keuntungan fungsional tradisional seperti mengirim produk
pada waktu dan harga yang tepat. Ketika konsumen memulai
mengembangkan suatu
hubungan melebihi transaksi ekonomi
dengan kata lain, ketika konsumen
menghubungkan emosi mereka secara simbolik, dan pengalaman
kepada perusahaan, perusahaan dapat mencapai lebih daripada sekedar
keuntungan yang di targetkan atau loyalitas yang tinggi. Sebagai
tambahan, perusahaan dapat
mencari konsumen baru berdasar pada semangat konsumen
lama yang melindungi, menyebarkan dan menjaga merek. Terdapat
keuntungan besar bagi konsumen dan perusahaan.
2.1.6. Pentingnya Pengalaman
Menurut Schmitt (2002), Tren Consumer Experience ini lebih
cenderung kepada sektor pelayanan. Dari hotel sampai restoran dan
maskapai penerbangan, pelanggan mencari perusahaan yang bisa
memenuhi lebih dari sekedar kebutuhan dasar menjadi kebutuhan yang
unik. Konsumen mencari suatu pengalaman yang memungkinkan
mereka untuk mencapai mimpi dan hasrat akan lifestyle mereka.
Konsumen akan mencari perusahaan yang memberi lebih dari kebutuhan
dasar kepada keinginan mereka yang unik. Mereka mencari apa yang
disebut Branded customer experience, sebuah layanan pengalaman
yang meliputi intensional, konsisten, diferensiasi, dan valuable. Dan
untuk memenangkan konsumen, perusahaan membangun dan
mendukung pengalaman yang unik akan merek dan untuk mengukur
dan memonitor apa yang menjadi persoalan bagi konsumen. Perusahaan
hendaknya memiliki suatu tingkatan eksekutif yang bertanggung jawab
pada pengalaman konsumen akan produk dan saluran distribusinya.
Menciptakan suatu pengalaman konsumen bersinonim dengan
meningkatkan pengenalan akan merek perusahaan sebagai sebuah
penggerak penting dari kinerja perusahaan.
Di perlukan waktu untuk dapat menggapai konsumen
sasaran. Kenyamanan selama proses tersebut akan menjadi semakin
dihargai nantinya. Konsumen ingin menyatu dengan jiwa mereka,
tetapi dengan pengalaman yang
cepat dan konsumen adalah orang yang tidak sabaran. konsumen
menginginkan semua hal dan mereka menginginkan itu secepatnya.
Setiap generasi dari konsumen telah terjadi peningkatan
pengalaman pembelian mereka. Para konsumen akan bersedia
membayar harga yang lebih tinggi (premium) untuk suatu nilai lebih dari
produk.
2.1.7. Mengembangkan The Branded Customer Experience
Secara umum, Branded customer experience ini akan menjadi
sebuah penggerak yang akan berakhir menuju ke loyalitas konsumen
akan produk. Terdapat beberapa poin inti dari branded customer
experience, yaitu :
(1) Konsistensi, dalam hal ini adalah menyangkut pemberian pengalaman
sepanjangi waktu dan di mana saja.
(2) Intensional, dalam hal ini adalah memberi konsumen suatu
pengalaman yang turut mendukung merek.
(3) Diferensiasi, adalah hal berbeda untuk bersaing dengan pesaing.
(4) Valuabel (bernilai), dalam hal ini adalah menawarkan
konsumen suatu pemenuhan akan kebutuhan mereka.
Menciptakan the branded customer experience memerlukan
pemahaman baru dan peningkatan pemahaman dari konsep apakah
merek itu dan hal apa yang melibatkan merek dan yang tidak.
Merek juga dikatakan sebagai sesuatu yang tidak
dihasilkan oleh periklanan, tetapi merek dibuat oleh apa yang diperbuat
perusahaan. Merek bukanlah suatu pernyataan kosong atau tidak berarti
apa-apa, tetapi berarti tindakan yaitu dengan membangun merek
dengan suatu pengalaman. Dan
sekarang, apa yang dilakukan perusahaan melalui barang atau
layanan khusus yang mereka sediakan merupakan cara dimana
konsumen mengalami suatu merek.
Banyak perusahaan berinvestasi pada layanan pelatihan, standar, dan
proses intensional untuk membentuk pengalaman pelanggan agar lebih
mudah diprediksi dan konsisten dengan merek mereka. mereka
melakukan hal ini karena hal ini penting; kita tahu bahwa salah satu
penyebab terbesar perginya pelanggan adalah ketidakpuasan yang
tidak diperkirakan.
Branded customer experience sengaja di buat dan secara hati-hati
dirancang untuk memenuhi kebutuhan target pelanggan, yang konsisten
dalam memenuhi kebutuhan ini, dan dibedakan dari persaingan
menawarkan produk. Yang membedakannya adalah bahwa Branded
customer experience menciptakan suatu pengalaman berharga di
samping inti produk atau layanan yang ditawarkan.
Model yang digunakan untuk menggambarkan brandedcustomer
experience ditampilkan di bawah
ini.
People
Karakteristik khusus dari masyarakat
Product / ServiceOffering
CustomerExperience
CustomerBehavior
CustomerGrowth Goals
Apa keunikan dari barang dan jasa perusahaan?
Process
Pengalaman apa yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen
Bagaimana perilaku konsumendalam mencapai tujuanperusahaan
Siapa saja konsumen yang menguntungkan perusahaan
Bagaimana proses memberikan produk yang berharga (valuable)
Gambar 2.2 :The Branded Customer Experience
Menurut Schmitt (2002), jalan untuk menciptakan pengalaman
konsumen akan merek dapat dilakukan melalui experiencing the
brand, dimana bagi perusahaan yang ingin membangun merek
dalam pasar yang dewasa, experiencing the brand adalah jalan
untuk mencapai hal tersebut.
Schmitt (2002) mengatakan terkadang merek dapat menjadi sebuah tanggung
jawab karena adanya asosiasi sejarah perusahaan di dalam benak konsumen.
Experiencing the brand pada dasarnya adalah hasil nyata dari
pengalaman konsumen akan merek (branded customer
experience). Organisasi memulai
dengan merek dan apa yang mewakilinya, kemudian secara sengaja
menciptakan pengalaman yang akan memberikan pengalaman kepada
konsumen.
Memiliki pengalaman dengan merek dimulai dengan suatu merek
beserta nilai yang diinginkan, mengarah pada janji bagi target pasar,
dan memberikan janji dengan cara membawa merek yang terpercaya.
Sebuah merek sama seperti
sebuah janji, dan pada akhirnya, perusahaan harus menjaga janji tersebut.
Translates Translates
Branded
Customer
Brand Essence
into Brand Promise
into Experience (BCE)
apa yang anda nilai komitmen untuk memenuihi janji
melalui komunikasikan kepada menepati janji setiap
interaksi konsumen kepada konsumen yang terjadi
antara
konsumen dengan
perusahaan, selama
proses, dan
dengan produk.
Gambar 2.3 : Experiencing The brand
Memenuhi janji diperlukan untuk dapat menarik hati konsumen
dan perlu bekerjasama dengan setiap karyawan, setiap departemen, dan
setiap proses dengan nilai dari sebuah merek tersebut. Hal itu
memerlukan investasi yang penting dalam pendidikan dan pelatihan,
dan system itu akan menyediakan kemampuan dan juga informasi setiap
orang yang dibutuhkan untuk dapat berhasil dalam mewujudkannya.
Perusahaan harus dapat menggambarkan diri mereka sendiri baik secara
internal maupun eksternal, karena mereka tidak lagi cukup terdefinisi
oleh produk yang mereka hasilkan.
Seringkali, organisasi-organisasi yang ada berhenti melihat pada nilai merek
mereka seperti tingkat reaksi, kebenaran, dan keakraban. Dan tanpa
pernah mengucapkan bagaimana para karyawan perlu menyikapi
penepatan janji tersebut. Tetapi, semua nilai-nilai yang ada di dalam
dunia ini adalah seperti dekorasi perusahaan yang tidak berarti kecuali
jika diterjemahkan ke dalam aksi yang konsisten. Pengalaman
konsumen adalah dimana perusahaan membuat hubungan dengan pasar
yang besar.
2.1.8. Pengertian Merek
Menurut American Marketing Association (Kotler, 2006), merek
adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan, atau kombinasi dari
hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau
jasa dari seseorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya
dari produk pesaing.
Menurut Aaker (1991), merek adalah “A distinguishing name and or
symbol (such as logo, trade mark, or package design ) intended to
identify to goods or services of either one seller of a group of seller, and
to differentiate those goods or services from those of competitors.”.
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara
konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada
pembeli. Merek- merek terbaik memberikan jaminan mutu. Akan tetapi,
merek lebih dari sekedar symbol. Merek dapat memiliki enam level
pengertian (kotler, 2000:460) yaitu sebagai berikut.
1. Atribut : merek mengingatkan pada atribut tertentu.
2. Manfaat : bagi konsumen, kadang sebuah merek tidak sekedar
manyatakan atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk tidak
membeli manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk
dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan atau
emosional.
3. Nilai : merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.
4. Budaya : merek juga mewakili budaya tertentu.
5. Kepribadian : merek mencerminkan kepribadian tertentu.
6. Pemakai : merek menunjukkan jenis konsumen yang
membeli atau menggunakan produk tersebut.
Pada intinya merek adalah penggunaan nama, logo, trade mark, serta
slogan untuk membedakan perusahaan-perusahaan dan individu-
individu satu sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan.
Penggunaan konsisten suatu merek, simbol, atau logo membuat
merek tersebut dapat segera di kenali oleh konsumen sehingga segala
sesuatu yang berkaitan dengannya tetap di ingat. Dengan demikian,
suatu merek dapat mengandung tiga hal, yaitu sebagai berikut.
1. Menjelaskan apa yang di jual perusahaan
2. Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan
3. Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.
Suatu merek memberikan serangkaian janji yang di dalamnya
menyangkut kepercayaan, konsistensi, dan harapan. Dengan demikian,
merek sangat penting, baik bagi konsumen maupun produsen. Bagi
konsumen, merek bermanfaat untuk mempermudah proses keputusan
pembelian dan merupakan jaminan akan kualitas.
Sebaliknya, bagi produsen, merek dapat membantu upaya-upaya
untuk membangun loyalitas dan hubungan berkelanjutan dengan
konsumen.
Menurut Ferrinadewi (2008), Pemasar dapat menciptakan
hubungan emosional antara merek dan konsumen jika pemasar memiliki
pemahaman bagaimana sebenarnya pengalaman konsumen dengan
merek.
Perusahaan yang memproduksi merek ternama yang bersaing dengan
merek tidak terkenal dan murah dapat meningkatkan pangsa pasar
mereka jika perusahaan dapat mengantisipasi perasaan menyesal
konsumen jika mereka melakukan keputusan pembelian yang keliru.
Misalnkan dalam pembuatan iklan, perusahaan dapat menggambarkan
bagaimana penyesalan yang dirasakan konsumen ketika membeli merek
murah.
Perusahaan juga dapat menciptakan sesuatu untuk meyakinkan
bahwa konsumen tidak akan menyesal pada keputusan pembeliannya.
Perusahaan dapat memberikan jaminan tertentu yang dapat menjadi
kompensasi penyesalan yang ada.
Perlu diperhatikan bahwa merek akan memiliki muatan emosi akan dicintai oleh
konsumen. Orang akan peduli dan percaya pada merek. Selain itu, merek
semacam ini memiliki budaya yang jelas dan terkomunikasikan dengan
jelas pula pada konsumennya, karyawannya menjadi duta nilai-nilai
merek tersebut.
2.1.9. Mengembangkan Merek
Jika kita kembali pada permulaan abad ke-20, merek begitu
sederhana dalam artian bahwa merek tersebut berfungsi untuk
mengidentifikasi suatu barang. Kebutuhan akan keamanan dan
keselamatan diciptakan merek, yang setelah berlalunya waktu, mewakili
kualitas dan keterkaitannya.
Menurut Schmitt (2002), Penggunaan merek sebagai pengertian
dari ekspresi telah berkembang pada beberapa tahun terakhir ini. Dalam
ekonomi saat ini, merek mengemukakan sesuatu tentang apa yang
penting bagi konsumen, mengenai nilai-nilai dan gaya hidup
konsumen. Merek lebih dari sekedar pernyataan dangkal akan suatu
citarasa atau perasaan. Apa yang masyarakat (konsumen) ekspresikan
adalah lebih penting , dan lebih pribadi. Banyak perusahaan seperti
Home depot, amazon.com dan The body shop memiliki merek yang
sengaja menciptakan barang dan layanan yang mengarah pada
konsumen- konsumen tertentu beserta gaya hidup mereka.
Menurut Schmitt (2002, p4), Para konsumen mencari suatu layanan
pengalaman yang dapat melengkapi gaya hidup mereka, dan merek
berbicara sesuatu tentang aspirasi. Tetapi menciptakan hal ini tidaklah
mudah. Keuntungan potensial dari branded customer experience bagi
organisasi adalah munculnya kepercayaan, peningkatan loyalitas
dan margin laba yang lebih besar. Ke depannya, pengembangan
dalam dunia ekonomi akan berbicara tentang menciptakan suatu
persepsi bagi konsumen tentang nilai dari pengalaman. Ke depannya,
merek juga memastikan bahwa suatu pengalaman akan di berikan
secara internal dan eksternal. Jika mengambil satu pendangan mengenai
nilai, pertimbangan, dan manajemen dari merek, kemudian kepentingan
budaya, kepemimpinan, dan focus organisasi dalam memberikan sebuah
pengalaman bagi konsumen adalah suatu hal yang penting untuk
menciptakan dan memelihara nilai merek.
2.1.10. Pengertian kepercayaan
Menurut Ferrinadewi (2008), kepercayaan adalah sejumlah
keyakinan spesifik terhadap integritas (kejujuran pihak yang dipercaya
dan kemampuan menepati janji), benevolence (perhatian dan
motivasi yang dipercaya untuk bertindak sesuai dengan pihak yang
dipercaya untuk melaksanakan kebutuhan yang mempercayai) dan
predictability (konsistensi perilaku pihak yang dipercaya). Sedangkan
menurut Elena Delgado (2005), untuk dapat mempercayai suatu merek
berarti “ there is a high probability or expectancy that the brand
will result in positive outcomes for the consumer”.
Dalam sebuah riset, kepercayaan atau trust didefinisikan sebagai persepsi
akan keandalan dari sudut pandang konsumen didasarkan pada
pengalaman atau lebih pada urutan-urutan transaksi atau interaksi yang
dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan.
Dari sudut pandang konsumen, kepercayaan merek merupakan variable
psikologis yang mencerminkan sejumlah akumulasi asumsi awal yang
melibatkan kredibilitas, integritas, dan benevolence, yang diletakkan
pada merek tertentu (Gurviez dan Gorchia, 2003 dalam Ferrinadewi,
2008).
Ketidakpercayaan juga dapat terjadi seiring dengan minimnya
informasi dalam perencanaan dan pengukuran kinerja. Rasa percaya
atau tidak percaya seseorang yang muncul dalam perilakuknya
ditentukan oleh factor- faktor seperti informasi, pengaruh dan
pengendalian. Kepercayaan akan meningkat jika informasi yang diterima
dinilai akurat, relevan, dan lengkap.
Tingkat kepercayaan juga dipengaruhi oleh pengelaman masa
lalu, pengalaman yang konsisten dimasa lalu dengan suatu pihak akan
meningkatkan rasa saling percaya sehingga akan menumbuhkan
harapan akan hubungan yang
baik di masa depan. Menurut (Costabile,2002 dalam Ferrinadewi 2008),
kepercayaan merupakan hasil dari pengalaman konsumen ketika
berinteraksi dengan produk.
Menurut Ferrinadewi (2008), kepercayaan secara umum dipandang
sebagai komponen penting untuk hubungan yang sukses dan
menekankan kepercayaan sebagai percaya terhadap kejujuran dan
integritas kelompok lain, seperti pada seorang penjual. Hal yang lain
diungkapkan dengan menggunakan definisi kepercayaan yang mirip,
mereka menemukan keuntungan psikologis rasa percaya diri dan
kepercayaan lebih penting daripada perlakuan istimewa atau
keuntungan sosial dalam hubungan konsumen dengan jasa firma.
Dalam pandangan klasik dikemukakan bahwa kepercayaan merupakan
harapan umum yang dipertahankan oleh individu yang ucapkan dari satu
pihak ke pihak lainnya dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan
variabel terpenting dalam membangun hubungan jangka panjang antara
satu pihak dengan pihak lainnya.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan
bahwa kepercayaan merupakan salah satu kunci terpenting untuk
menjalin hubungan yang baik dengan konsumen. Hubungan tersebut
dapat berlanjut jika perusahaan yang dipercaya mampu memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.1.11. Kepercayaan Merek
Kepercayaan terbangun karena adanya harapan bahwa pihak lain
akan bertindak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Ketika seseorang telah mempercayai pihak lain, maka mereka yakin
bahwa harapan akan tepenuhi dan tak akan ada lagi kekecewaan.
Menurut Ferrinadewi (2008, p146), berpendapat bahwa sifat dari
sebuah hubungan yang dekat adalah adanya kondisi yang lebih stabil,
lebih mudah saling memprediksi perilaku partner dan usia dari sebuah
hubungan sehingga konsumen menjadi enggan untuk berganti
penyedia produk. Determinasi hubungan yang dekat adalah
kepercayaan. Bagi pemasar, merek mewakili hubungan pemasaran yang
tercipta dengan konsumen.
Hubungan dekat antara penjual dan pembeli semacam ini seharusnya tidak
terbatas pada skala antar perusahaan. Praktek-praktek semacam
ini pun seharusnya juga diterapkan pada hubungan antara merek
dengan konsumen karena merek merupakan salah satu pilar dalam
suatu hubungan jangka panjang antara konsumen dan penjual, di
samping itu tujuan merek adalah untuk menciptakan hubungan dengan
pelanggannya.
Mempertimbangkan definisi sebelumnya, kepercayaan merek mempunyai
peran yang penting bagi merek. Apabila efek dari kepercayaan merek ini
tidak dikendalikan dapat mengakibatkan pertimbangan akan tingkat
kepentingan kepuasan pelanggan yang berlebihan dalam
mengembangkan komitmen konsumen terhadap produk, padahal
menurut teori kepercayaan - komitmen (Morgan dan Hunt,1994 dalam
Ferrinadewi,2008), kepercayaan adalah variabel kunci dalam
mengembangkan keinginan yang tahan lama untuk terus
mempertahankan hubungan jangka panjang, dalam hal ini merek
tertentu, (Garbarino dan Jhonson, 1999, Costabile,2002; dalam
Ferrinadewi,2008) menerangkan bahwa kepuasan dan kepercayaan
memainkan peran yang berbeda dalam memprediksikan intensi
konsumen di masa depan.
Elena Delgado Ballester (2005) menjelaskan bahwa kepercayaan merek
(brand trust) adalah perasaaan aman yang di miliki konsumen akibat dari dari
interaksinya dengan sebuah merek, yang berdasarkan persepsi bahwa
merek tersebut dapat diandalkan dan bertanggung jawab atas
kepentingan dan keselamatan dari konsumen.
Kepercayaan merek juga berhubungan dengan hal-hal penting tentang
kepercayaan di mana para peneliti memasukkannya pada operasional
mereka, seperti kepercayaan tentang proses validasi (fiability) dan
kesengajaan (intentionality).
1. Dimensi Fialibility/ Reliability (proses validasi) pada brand trust mempunyai
persepsi bahwa merek dapat memenuhi atau memberikan
kepuasan akan kebutuhan konsumen dan nilai-nilai yang dijanjikan.
Brand reliability merupakan hal yang esensial bagi terciptanya kepercayaan
terhadap merek karena kemampuan merek memenuhi nilai yang
dijanjikannya akan membuat konsumen menaruh rasa yakin akan
mendapatkan apa yang dibutuhkan dalam hal ini kebutuhan
untuk keluar dari perasaan terancamnya dan akan membuat
konsumen menaruh rasa yakin akan kepuasan yang sama di masa
depan.
2. Dimensi intentionality (kesengajaan), mencerminkan suatu keamanan
emosional pada masing-masing individu, hal ini menggambarkan
aspek kepercayaan yang melalui bukti-bukti yang ada untuk
membuat perasaan individu terjamin.
Brand intention di rasakan pada keyakinan konsumen bahwa merek tersebut
mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah
dalam konsumsi produk muncul secara tidak terduga.
Menurut Ferrinadewi (2008), Kedua komponen kepercayaan merek
bersandar kepada pemilaian konsumen yang subjektif atau didasrkan
pada beberapa persepsi yaitu:
1. Persepsi konsumen terhadap manfaat yang dapat diberikan produk atau
merek (Delgado, 2004).
2. Persepsi konsumen akan reputasi merek, persepsi konsumen akan
kesamaan kepentingan dirinya dengan penjual, dan persepsi
mereka pada sejauh mana konsumen dapat mengendalikan penjual
dan persepsi.
Maka pemasar perlu memperhatikan stimuli-stimuli apa saja yang
harus disediakan agar persepsi yang terbentuk sesuai dengan yang
diharapkan merek. Stimulus tersebut harus disesuaikan dengan
demografi konsumennya karena pembentukan impresi konsumen
ditentukan oleh demografi pemakainya, dalam hal ini status
penggunanya.
Beberapa contoh stimuli yang dapat digunakan pemasar untuk
membangun kepercayaan konsumen diantaranya:
1. Pada kemasan tersedia cara pemakaian dan manfaat produk.
Informasi semacam ini menggambarkan kepedulian perusahaan
kepada konsumen.
2. Merek menyediakan jaminan dalam bentuk tertentu jika terjadi
kinerja dibawah yang dijanjikan. Jaminan semacam ini
menggambarkan niat baik perusahaan pada konsumen sekaligus
menunjukkan pada konsumen bahwa perusahaan memiliki
kepentingan yang sama dengan konsumen yaitu untuk memenuhi
kebutuhan konsumen.
3. Menyediakan informasi tentang efek samping yang mungkin akan
dialami oleh konsumen. Stimuli semacam memberikan kesan bahwa
merek tidak menutup- nutup efek negatif. Penjelasan tentang
informasi ini sebaiknya disampaikan oleh pihak yang netral seperti
dokter atau pihak lain yang berkompeten di luar pemasar karena
informasi dari pihak ini menjadi word of mouth yang dapat lebih
dipercaya konsumen.
4. Menyediakan saluran komunikasi khusus bagi konsumen
yang ingin menyampaikan keluhan atau saran. Sehingga tercipta
kesan bahwa merek sangat memperhatikan dan ingin memenuhi
kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi.
5. Menyediakan sales counter atau advisor yang dapat memberikan penjelasan
secara langsung kepada konsumen, khususnya untuk merek produk
yang sifatnya jasa. Sales counter atau advisor sebaiknya adalah
orang-orang yang dapat memposisikan diri sebagai teman atau
keluarga konsumen karena informasi yang di sampikan oleh teman
atau keluarga akan lebih dipercaya.
Semua bentuk stimuli tersebut haruslah menggambarkan sikap
keterbukaan, kejujuran, dan ketulusan dari merek. Sikap-sikap semacam
ini akan menciptakan kepercayaan konsumen secara alamiah.
Akhirnya yang tidak boleh dilupakan perusahaan adalah kenyataan bahwa
kepercayaan bersumber dari harapan konsumen akan terpenuhinya janji
merek. Ketika harapan mereka tidak terpenuhi maka kepercayaan akan
berkurang bahkan hilang. Ketika kepercayaan konsumen hilang maka
akan sulit bagi perusahaan untuk menumbuhkannya kembali.
+ Trust
Janji kinerja merek
Harapan konsumen
-Distrust
Gambar 2.4 : Alur kepercayaan konsumen pada merek
Berdasarkan diagram diatas, dapat disimpulkan bahwa kunci dari
terciptanya pengalaman atau bahkan runtuhnya kepercayaan terhadap
merek adalah pengalaman konsumen dengan merek. Kepercayaan yang
hilang akan sulit untuk dipuluhkan kembali.
Hal penting bagi pemasar untuk mengetahui apakah konsumen telah
mempercayai mereknya atau belum adalah dengan melihat bagaimana
sikap konsumen yang terbaca dari bagaimana pikiran, perasaan, dan
intensi sikap konsumen. Sikap merupakan pengalaman psikologis
yang terdiri dari tiga komponen sikap yaitu komponen kognitif, afektif
dan konatifnya. Maka pengukuran tingkat kepercayaan konsumen tidak
lepas dari pengukuran sikap konsumen terhadap merek.
Menurut Ferrinadewi (2008), bagi individual, prosesterciptanya
kepercayaan merek di dasarkan pada pengalaman mereka dengan merek
tersebut. Pengalaman dengan merek akan menjadi sumber bagi
konsumen bagi teciptanya rasa percaya pada merek dan
pengalaman ini akan mempengaruhi evaluasi
konsumen dalam konsumsi, penggunaan atau kepuasan secara
langsung dan kontak tidak langsung dengan merek (Costabile,2002
dalam Ferrinadewi, 2008).
Pengalaman merupakan proses belajar bagi konsumen karena
dari pengalaman konsumen memperoleh banyak informasi. Proses
belajar konsumen ini disebut sebagai knowledge by acquaintance,
dimana informasi mengenai produk didapatkan dari pengalaman
langsung dengan produk atau direct contact seperti konsumsi. Artinya
produk dan konsumen berperan sebagai stimulus satu sama lain.
Secara keseluruhan, pengalaman konsumsi merupkan sumber
terpenting terciptanya kepercayaan merek karena melalui pengalaman
terjadi proses pembelajaran yang memungkinkan terbangunnya asosiasi,
pemikiran dan pengambilan kesimpulan yang lebih relevan dengan
pribadi individu/ konsumen.
Kepercayaan konsumen pada merek hanya dapat diperoleh bila
pemasar dapat menciptakan dan mempertahankan hubungan emosional
yang positif dengan konsumen. Hubungan emosional yang positif ini
harus dibangun selama jangka waktu yang tidak pendek, namun harus
dilakukan secara konsisten dan persisten.
2.2. Kerangka Pemikiran
Taman Sari Royal Heritage Spa
Differentiation valuable
Experiential Marketing Consumer experience
Sense
Think
Relate
Feel Act
Brand Trust
Reliability intentionality