Upload
rizka-febriyanti
View
686
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jantung kura
Citation preview
JANTUNG KURA
Adinda Zuricha P. 021211131029
Aulia Agile F. 021211131030
Netty Sulis K. 021211131031
Mohd. Dwira Wardhani 021211131032
Anggreta Galuh A. 021211131034
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Teori
Jantung merupakan organ berongga, disusun oleh otot jantung yang
berukuran sebesar kepalan tangan. Jantung bertanggung jawab dalam
memompa darah melalui pembuluh darah secara berulang, kontraksi ritmik.
Otot jantung memiliki sifat self-exciting, berarti memiliki sistem konduksi
sendiri. Kontraksi ritmik jantung terjadi secara spontan, meskipun frekuensi
atau detak jantung dapat berubah saat keadaan gugup atau pengaruh hormonal
seperti latihan atau persepsi bahaya (Provophys, 2006). Proses memompa
jantung secara efektif dikontrol oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis.
Stimulasi saraf simpatis dapat menaikkan kontraksi jantung hingga dua kali
normal oleh karena itu volume pemompaan darah meningkat dan menaikkan
tekanan ejeksi. Stimulasi kuat saraf parasimpatis pada nerves vagus sampai
jantung dapat menghentikan denyut jantung dalam beberapa detik (Guyton,
2006).
Sifat-sifat utama jantung meliputi, inotropik (contractility), chronotropik
(rhytmicity), bathmotropik (exitability), dromotropik (conductivity). Sifat-sifat
tersebut akan diamati dalam percobaan. Praktikum yang akan dilakukan
menggunakan jantung kura-kura. Kura-kura merupakan hewan poikilotermik,
dimana suhu tubuh mereka cocok dengan suhu lingkungannya. Berbeda
dengan mamalia yang termasuk hewan homoeotermik (James, 2011).
Begitupun anatomi jantungnya berbeda dengan anatomi jantung mamalia.
Anatomi jantung kura-kura terdiri dari dua atrium dan satu ventrikel.
Pada praktikum ini akan diamati kontraksi normal jantung kura-kura,
pengaruh temperatur terhadap kontraksi jantung, beberapa pengaruh obat
terhadap kontraksi jantung, blok pada jantung, dan otomasi jantung.
1.2 Masalah
a. Bagaimana pengaruh temperatur terhadap kontraksi jantung kura-
kura ?
b. Bagaimana pengaruh obat terhadap kontraksi jantung kura-kura ?
c. Bagaimana pengaruh blok parsial dan blok total terhadap kontraksi
jantung kura-kura ?
d. Bagaimana pengaruh kontraksi jantung setelah jantung dipisahkan
dari jaringan sekitarnya ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengaruh temperatur terhadap kontraksi jantung kura-
kura.
b. Mengetahui pengaruh obat terhadap kontraksi jantung kura-kura.
c. Mengetahui pengaruh blok parsial dan blok total terhadap kontraksi
jantung kura-kura.
d. Mengetahui pengaruh kontraksi jantung setelah jantung dipisahkan
dari jaringan sekitarnya
2. METODE KERJA
2.1 Alat
a. Papan fiksasi kura-kura.
b. Stimulator listrik.
c. Statis.
d. Pencatat kontraksi.
e. Pencatat waktu.
f. Kimograf.
g. Penjepit Gaskell.
h. Benang.
i. Alat-alat untuk preparasi: gunting, scalpel, pinset, penjepit arteri.
2.2 Bahan
a. Kura-kura.
b. Adrenalin 1/10.000.
c. Acetylcholine 1/10.000.
d. Larutan Ringer.
2.3 Tata Kerja
2.3.1 PERSIAPAN PREPARAT
Persiapan (dikerjakan oleh laboran):
1. Kepala kura-kura ditarik keluar.
2. Otak dirusak dengan penusuk melalui foramen occipital magnum,
dikorek otaknya hingga kura-kura benar mati.
3. Perisai dada kanan dan kiri digergaji, jaringan lemak dipisahkan dengan
pisau, maka jantung dapat dilihat.
Pemasangan alat:
1. Kura-kura diletakkan terlentang diatas papan fiksasi dan ke empat
kakinya diikat pada papan. Kura-kura diusahakan agar tertarik sehingga
secara reflex tidak dapat bergerak lagi.
2. Perikardium yang membungkus jantung dipotong dengan irisan
berbentuk Y terbalik.
3. Frenulum cordis (jaringan ikat yang menghubungkan apex cordis
dengan perikardium) diikat dengan seutas benang dan dihubungkan
dengan pencatat jantung.
4. Bagian jantung kura-kura serta pembuluh darahnya dipelajari secara
seksama dengan bantuan gambar jantung kura-kura dalam buku
praktikum ini.
5. Pencatat waktu dipasang dan ujung kedua pencatat ini diusahakan agar
menyinggung trombol sehingga akan tergambar garis sinkron (satu garis
tegak).
6. Kimograf dijalankan dengan kecepatan optimal (tidak terlalu cepat
ataupun lambat, menyesuaikan kontraksi jantung kura) sehingga dapat
memisahkan kontraksi satu dengan berikutnya.
`
2.3.2 PERCOBAAN YANG DILAKUKAN
a. Pencatatan Kontraksi Normal Jantung Kura
Cara kerja:
1. Kontraksi normal jantung dicatat sebanyak ±15 kontraksi.
2. Gambaran kontraksi atrium, ventrikel, gambaran sistole dan diastole
diperhatikan.
3. Lama kontraksi masing-masing macam denyutan tersebut
diperhatikan.
4. Frekuensi dan amplitudo denyut jantung diperhatikan.
b. Pengaruh Suhu
Cara kerja:
1. Kontraksi normal jantung kura dibuat sebagai control sebelum
perlakuan.
2. Larutan Ringer suhu 37o C dituangkan, kemudian diperhatikan dan
dicatat.
3. Jantung kura dibilas dengan larutan Ringer.
4. Setelah denyut jantung kembali normal, kontraksi jantung dibuat
sebagai control.
5. Kemudian larutan Ringer dituang dengan suhu 5o C, diperhatikan
dan dicatat.
c. Pengaruh Obat-obat
Cara kerja:
1. Setelah denyut jantung kembali normal, kontraksi normal dibuat.
Larutan adrenalin diteteskan 1/10.000, kemudian diperhatikan dan
dicatat apa yang terjadi.
2. Setelah terjadi perubahan kontraksi, jantung kura-kura dicuci dengan
larutan Ringer sehingga pengaruh obat bisa dihilangkan.
3. Percobaan seperti no. 1 diakukan, tetapi menggunakan acetylcholine
1/10.000, kemudian diperhatikan dan dicatat apa yang terjadi.
4. Percobaan seperti no. 2 dilakukan.
d. Blok pada Jantung
Cara kerja:
1. Kontraksi normal jantung dibuat sebagai control sebelum perlakuan.
2. Jepit Gaskell/arteri klem dipasang pada daerah batas antara atrium-
ventrikel.
Kimograf dihentikan, kemudian jepit Gaskell disempitkan, ditunggu
kira-kira 1(satu) menit sambil memperhatikan denyut atrium dan
ventrikel.
3. Bila irama denyut atrium dan ventrikel sudah berlainan (blok
parsial), kimograf dijalankan lagi.
4. Tindakan no. 2 dan 3 dilakukan dengan menjepitkan jepit Gaskell
kuat-kuat sehingga denyut atrium tidak lagi diikuti oleh denyut
ventrikel (blok total).
5. Hasil-hasil yang didapat diperhatikan dan dicatat.
e. Otomasi Jantung
Cara kerja:
1. Jantung dibebaskan dari alat-alat yang melekat padanya.
2. Pembuluh aorta dijepit dengan arteri klem, kemudian jantung
dipotong dan dipisahkan dari jaringan sekitarnya (benang pengikat
penulis sebaiknya tidak dipotong). Jantung diangkat dan diletakkan
di atas papan fiksasi serta selalu dibasahi dengan Ringer.
3. Sifat otomasi jantung diperhatikan meskipun sudah diisolir (sedapat
mungkin dilakukan pencatatan pada kertas kimograf).
3. HASIL
No Jenis Perlakuan
Pengamatan Kontraksi Jantung
Frekuensi/10
detik
Amplitudo
(cm)Keterangan
1 Normal 10 1,5
2 Suhu
37oCK 10 1,5 F : naik ; A: turun
P 13 1,4
5oCK 10 1,6
F : turun ; A: naik P 8 1,8
3 Obat
AdrenalinK 10 1,8
F : naik ; A: turun P 12 1,7
AcetylcholinK 10 1,7
F : turun ; A: naik P 3 2
4 Blok
ParsialK 10 1,6
F : turun ; A: naikP 4 1,9
TotalK 10 1,7
F : turun ; A: naikP 3 0
5 Otomasi + -
Atrium masih
berkontraksi ;
Ventrikel sudah tidak
berkontraksi
4. PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Suhu
Pada percobaan ini ada perbedaan besar frekuensi dan amplitudo antara
kontrol dan perlakuan pada suhu hangat 370 C dan suhu dingin 50 C.
4.1.1 Suhu hangat (370)
Besar frekuensi kontrol = 10/10 denyut/detik dan amplitudo kontrol
1,5 cm. Besar frekuensi dan amplitudo perlakuan adalah 13/10
denyut/detik dan 1,4 cm. Jadi,dalam percobaan ini frekuensi setelah
ditambah larutan ringer meningkat dan amplitudonya turun. Seharusnya,
kenaikan suhu menyebabkan amplitudo juga naik karena permeabilitas sel
meningkat, sehingga mempercepat self excitation process dari SA node.
Kenaikan suhu menyebabkan permeabilitas sel otot terhadap ion
meningkat sehingga ion inflow meningkat. Hal ini mengakibatkan
terjadinya depolarisasi. Saat potensial membran mencapai nilai ambang,
maka akan terjadi potensial aksi yang kemudian dikonduksikan pada SA
node. Dimana SA node yang mempunyai sifat self excitation semakin
dipacu. Implus dari SA node dikonduksikan ke AV node, selanjutnya ke
HIS bundle, kemudian ke saraf purkinje dan akhirnya ke seluruh otot
ventrikel dengan kontraksi sangat cepat. Akibatnya frekuensi dan
amplitudo denyut jantung meningkat.
4.1.2 Suhu dingin (50 C)
Besar frekuensi kontrol = 10/10 denyut/detik dan amplitudo = 1,6 cm.
Besar frekuensi perlakuan = 8/10 denyut/detik dan amplitudo perlakuan
1,8 cm. Jadi frekuensi mengalami penurunan dan amplitude mengalami
kenaikan setelah diberi larutan ringer 50C . Seharusnya, frekuensi dan
amplitudo mengalami penurunan karena penurunan suhu mengakibatkan
penurunan permeabilitas sel otot jantung terhadap ion, sehingga
diperlukan waktu lama untuk mencapai nilai ambang. Jadi, self excitation
juga menurun, akibatnya kontraksi jantung menurun.
Perubahan denyut jantung pada suhu yang berbeda terlihat jelas pada
percobaan ini karena digunakan jantung kura-kura yang bersifat
poikilothermik yang dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan.
4.2 Pengaruh obat
4.2.1 Adrenalin
Dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan bahwa dengan
pemberian adrenalin akan meningkatkan frekuensi dan amplitudo. Namun
dalam percobaan mengalami penurunan amplitudo. Frekuensi dan
amplitudo kontrol adalah 10/10 denyut/detik dan 1,8 cm. Sedangkan
frekuensi dan amplitudo perlakuan adalah 12/10 denyut/detik dan 1,7 mm.
Peningkatan yang seharusnya terjadi,karena adrenalin dapat meningkatkan
permeabilitas membran terhadap Na dan Ca. Di dalam SA node,
peningkatan permeabilitas membran terhadap Na menyebabkan penurunan
potensial membran sampai nilai ambang. Sementara di dalam AV node
peningkatan permeabilitas membran terhadap Na akan mempermudah
sabut otot jantung untuk mengkonduksi implus sabut otot berikutnya
sehingga mengurangi waktu pengkonduksian implus dari atrium ke
ventrikel. Sedangkan peningkatan permeabilitas terhadap Ca akan
meningkatkan kontraksi otot.
4.2.2 Asetilkolin
Dengan penambahan asetilkolin, dari pengamatan didapatkan bahwa
obat itu dapat menurunkan frekuensi dan amplitudo.Namun pada
percobaan terjadi kenaikan amplitudo. Frekuensi dan amplitudo control =
10/10 denyut/detik dan 1,7 cm. Sedangkan frekuensi dan amplitudo
perlakuan adalah 3/10 denyut/detik dan 2 cm. Penurunan yang seharusnya
terjadi karena asetilkolin meningkatkan permeabilitas membran sel
terhadap ion K sehingga menyebabkan hiperpolarisasi, yaitu
meningkatnya permeabilitas negativitas dalam sel otot jantung yang
membuat jaringan kurang peka terhadap rangsang. Di dalam AV node,
hiperpolarisasi menyebabkan penghambatan junctional yang berukuran
kecil untuk merangsang AV node sehingga terjadi perlambatan kontraksi
impuls yang akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan kontraksi.
4.3 Blok Jantung
Pada percobaan ini dilakukan dua perlakuan terhadap jantung kura yaitu
blok parsial dan blok total.
4.3.1 Blok Parsial
Blok parsial ini tidak menghentikan denyut jantung, hanya
memperlambat saja. Blok parsial ini terjadi bila ada penjepitan pada
berkas AV node. Impuls yang dihantarkan dari berkas AV node akan
berkurang. Sehingga impuls yang dapat diteruskan ke ventrikel juga
berkurang. Ventrikel baru berkontraksi setelah atrium lebih dulu
berkontraksi beberapa kali.
Dari percobaan diketahui bahwa frekuensi kontraksi kontrol 10/10
denyut/detik dengan amplitudo 1,60 cm. Setelah dilakukan blok parsial
pada batas atrium-ventrikel diperoleh frekuensi 4/10 denyut/detik dengan
amplitudo 1,90 cm.
Dari data percobaan diketahui pada percobaan blok parsial setelah
mengalami perlakuan, terjadi penurunan frekuensi kontraksi jantung
karena adanya blok tersebut menyebabkan adanya penekanan pada AV
node, sehingga besar impuls yang dapat diteruskan ke ventrikel menjadi
berkurang. Penurunan frekuensi kontraksi jantung diikuti dengan kenaikan
amplitudo.
4.3.2 Blok Total
Penjepitan dilakukan pada berkas AV node seluruhnya. Dengan
demikian tak terjadi penjalaran impuls dari atrium ke ventrikel. Atrium
masih berkontraksi namun tidak diikuti dengan kontraksi ventrikel karena
tak ada impuls dari atrium ke ventrikel sehingga denyut jantung tak ada
(ventrikel tak berkontraksi).
Tetapi beberapa saat demikian terjadi fenomena ”ventrikular escape”
pada ventrikel, yaitu timbulnya pacu jantung baru pada AV node pada
serat purkinje. Beberapa bagian dari serat purkinje di luar tempat blok,
biasanya pada bagian distal AV node, di luar tempat yang terblok, mulai
bereksitasi secara ritmis dan bertindak sebagai pace maker dari ventrikel.
Inilah yang disebut ventrikular escape. Dari percobaan diperoleh frekuensi
kontraksi 3/10 denyut/detik dengan amplitudo 0,00 cm.
4.4 Otomasi Jantung
Kontraksi jantung tidak semata-mata tergantung dari impuls yang
dihantarkan oleh saraf. Jantung mempunyai kemampuan untuk self excitation
sehingga dapat berkontraksi secara otomatis walaupun telah dilepas dari
tubuh dan semua saraf menuju jantung telah dipotong.
Pada peristiwa self excitation, SA node menghantarkan impuls ke AV
node yang kemudian diteruskan ke serabut purkinje sehingga otot jantung
dapat berkontraksi. Ini menunjukkan bahwa self excitation adalah suatu
sistem konduksi khusus dari SA node sebagai pace maker. Self excitation ini
dilakukan oleh SA node sebagai pace maker karena membran selnya mudah
dilewati ion Na sehingga RMPnya rendah. Selain itu juga karena kebocoran
alamiah ion Na+.
Dalam percobaan kami, data pengamatan otomasi jantung ini diketahui
bahwa atrium masih berdenyut sedangkan ventrikel tidak berdenyut akibat
perlakuan blok total pada percobaan sebelumnya. Dari kejadian tersebut,
maka data yg dapat kami peroleh adalah masih didapatkan frekuensi
kontraksi jantung, tetapi amplitudo tidak terlihat atau tidak ada. Jadi, sifat
otomasi jantung mampu menyebabkan jantung tetap berdenyut meski tanpa
ada impuls dari syaraf.
5. DAFTAR PUSATAKA
Ganong, W.F. 2003 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Edisi 22,
Jakarta : EGC
Guython, A.C., Hall J.E. 2003 . Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Guython, A.C. Medicaka Physiology. 11th ed. USA, Elsevier. 2006:p., 112
Kalat, James W. Biological Psychology, 11th ed. USA, Wadsworth. 2011:p.,
301.
Provophys. Human Physiology Hystology. USA, Wikibooks Contributors.
2006:p., 139.