Upload
vuongminh
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PENGRAJIN
SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL (PIK)
PENGGILINGAN KECAMATAN CAKUNG
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM)
Disusun Oleh:
AHMAD RIFQI FUADY
NIM: 109101000076
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H / 2013 M
ii
iii
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan , Agustus 2013
Ahmad Rifqi Fuady
iii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Agustus 2013
Ahmad Rifqi Fuady, NIM : 109101000076
Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013.
xvi + 105 halaman, 16 tabel, 2 bagan, 11 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis
yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang
mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral.
MSDs umumnya terjadi karena faktor pekerjaan, faktor individu (usia, masa kerja,
status merokok, dan IMT), dan faktor lingkungan (Suhu dan Pencahayaan). Aktifitas
pembuatan sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK), memiliki potensi untuk
kejadian MSDs pada pekerjanya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan menggunakan
kuesioner Nordic Body Map yang melibatkan 12 responden, ditemukan 83%
responden mengalami Musculoskeletal Disorders (MSDs).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan kecamatan Cakung. Penelitian
dilakukan pada bulan Mei – Juli 2013, dengan Jenis penelitian kuantitatif dan
menggunakan desain Cross Sectional Study. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan total sempel yaitu berjumlah 63 pengrajin. Untuk pengumpulan data,
peneliti menggunakan kuesioner (Data Individu), Nordic Body Map (Data Keluhan
MSDs, bersifat subjektif), WBGT Quest Temp 36 (data Suhu), dan Luksmeter
costom Luks -204 (Data Pencahayaan). Analisis uji statistik menggunakan uji Chi-
Square, T-test independent dan Mann Whitney dengan CI 95% dan alpha 5%.
Pada penelitian ini, dari 63 responden pengrajin sepatu diperoleh 29
responden (46 %) mengalami MSDs berat dan sebanyak 34 responden (54 %)
mengalami MSDs ringan. Secara statistik faktor pekerjaan berhubungan dengan
MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung (P=0,003). Faktor lainnya tidak memiliki hubungan secara
statistik, yaitu faktor : Individu (usia, masa kerja, status merokok, dan IMT), dan
Faktor Lingkungan (Suhu dan Pencahayaan). Peneliti selanjutnya disarankan dapat
melakukan diagnosis secara klinis untuk mengetahui kejadian MSDs, serta meneliti
variabel-variabel lain yang kemungkinan memiliki hubungan dengan kejadian MSDs,
iv
seperti variabel jenis kelamin, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, getaran dan
psikososial (kepuasaan kerja, stress dan organisai kerja).
Kata kunci : Musculoskeletal Disorders (MSDs), Faktor Pekerjaan.
Daftar bacaan : (46)1979-2013
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduate thesis, August 2013
Ahmad Rifqi Fuady, NIM : 109101000076
FACTORS ASSOCIATED WITH MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS)
COMPLAINTS ON CRAFTSMAN SHOES IN PERKAMPUNGAN INDUSTRI
KECIL (PIK) PENGGILINGAN, CAKUNG DISTRICT IN 2013.
xvi + 105 pages, 16 tables, 2 charts, 11 images, 5 attachments
ABSTRACT
Musculoskeletal Disorders (MSDs) is a group of pathological conditions that
affect the normal function of soft tissue musculoskeletal system that includes the
nerves, tendons, muscles, and supporting structures such as intervertebral discus.
Generally, MSDs occurs because of occupational factors, individual factors (age,
years of service, smoking status, and BMI), and environmental factors (temperature
and lighting). Shoe manufacturing activity in Perkampungan Industri Kecil (PIK), has
the potential of MSDs incidents for worker. Based on the results of preliminary
studies using Nordic Body Map questionnaire involving 12 respondents, was found
83% of respondents suffered Musculoskeletal Disorders (MSDs).
The purpose of this study was to determine the factors are related
Musculoskeletal Disorders (MSDs) in the shoe craftsmen in Perkampungan Industri
Kecil (PIK) at penggilingan village, Cakung district. the research was conducted in
May-July 2013. The type of research is a quantitative research using a cross sectional
study design. In this study, the researchers used a total sample amounted to 63
craftsmen. Data collection using questionnaires, Nordic Body Map, WBGT Quest 36
Temp, and Luksmeter costom Luks -204. Statistical analysis using Chi-Square test,
independent T-test and Mann Whitney with 95% confidence level and alpha 5%.
In this study, of the 63 respondents shoe craftsman obtained 29 respondents
(46%) suffered severe MSDs and as many as 34 respondents (54%) suffered mild
MSDs. Statistically the work factor is related with the MSDs with shoe craftsmen in
perkampungan Industri Kecil (PIK) at Penggilingan Village, Cakung District. Other
factors did not have a statistically relation, ie factors: Individuals (age, duration of
v
work, smoking status, and body mass index), and Environmental Factors
(Temperature and Illumination).
For further research is expected to examine other variables that may have a
significant relations with MSDs were not examined in this study, such as the labor
variables (gender, physical fitness, and physical strength), environmental factors
(vibration) and psychosocial factors (job satisfaction, stress and work organizations).
Keywords : Musculoskeletal Disorders (MSDs), Work Factors.
Reading list : (46) 1979-2012
CURRICULUM VITAE
A. Data Pribadi
Nama : Ahmad Rifqi Fuady
TTL : Ponorogo, 30 September 1991
Alamat : Komplek SMP N 1 Puding Besar, Bangka Belitung
Telp/HP : 0857-1815-8839
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Email : [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
2009-Sekarang : Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
2006-2009 : MA Sabilul Hasanah Palembang.
2003-2006 : Mts Islamic Centre Bahrul Ulum Sungailiat, Bangka
1997-2003 : SDN 388, Puding Besar
C. Pengalaman Kerja
2011 dan 2012 : Ketua Praktek Belajar Lapangan (PBL) I dan II di
Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Jagung.
vi
2013 : Kerja Praktek Bidang HSE di PT. Pertamina EP Field
Jatibarang.
D. Pengalaman Organisasi
2010- 2011 : Koordinator Media Komisariat Dakwah Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah
Jakarta
2009-2011 : Anggota Santri Jadi Dokter (SJD) Diknas Palembang.
2008-2009 :Koordinator Lembaga Pengembangan Bahasa MA Sabilul
Hasanah.
E. Pengalaman Kepanitiaan
2013 : Ketua pelaksana Workshop Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) “Contractor Safety Management System and
Work Permit”.
2013 : Anggota Pelaksanaan Seminar Profesi K3 “Tanggap
Darurat Gedung Bertingkat” FKIK 2013.
2012 : Ketua Pelaksana rangkaian Kegiatan Hidup Bebas
Hipertensi Pondok Jagung Timur.
F. Seminar dan Pelatihan
2013 : Training Integrated Management System (ISO 9001:
2008, ISO 14001 : 2004 & OHSAS 18001 : 2007).
2013 : Anggota Pelaksanaan Seminar Profesi K3 “Tanggap
Darurat Gedung Bertingkat” FKIK 2013.
2011 : Seminar Profesi K3 „Aman Berkendara”
2012 : Seminar Profesi dengan Tema “Lalai Listrik Waspadalah
Kebakaran”
2012 : Seminar Profesi K3 “Tanggap Darurat, Waspada Banjir”
vii
G. Kemampuan Komputer
1. Epi data danSPSS
2. Desain Grafis (Corel Draw, Photoshop, and Ulead Video)
3. Microsoft Office (Word, Excell, Presentation and Project)
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT karena atas sifat
Rahmaan dan Rahiim-Nya, penulis diberi kesehatan dan kemudahan dalam
menjalankan segala aktivitas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) Pada Pengrajin Sepatu Di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung Tahun 2013”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW juga kepada para keluarganya, para
shahabatnya, para tabi‟ut-tabi‟innya dan kepada para pengikutnya yang senantiasa
dalam kebaikan hingga akhir zaman.
Untuk penyusunan skripsi ini tidak lupa saya ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada berbagai pihak, antara lain :
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Aminuddin As. dan Mariatul Kibtiyah yang
telah berikhtiar, sabar, dan tawakal dalam mendidik anaknya dan memberi
dukungan serta selalu mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan kesehatan.
3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
sekaligus Staf Dosen yang telah dengan sabar mendidik dan mengajarkan
ilmu dan pengetahuan yang berguna bagi masa depan penulis..
ix
4. Ibu Yuli Amran, MKM, dan Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang telah bersabar dalam membimbing,
mendukung dan mengizinkan penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
5. Ibu Meilani Anwar, Kak Nur Najmi, kak Ica, Kak Iqbal, Kak sekar, dan
Muhammad Fahad yang telah membantu dalam pelaksanaan studi
pendahuluan sehingga mendukung terhadap penyelesaian skripsi ini.
6. Mahasiswa Santri Jadi Dokter Sumatra Selatan 2009 yang telah bersama-sama
berjuang di ibu kota tercinta.
7. Rekan-rekan seperjuangan Kesehatan Masyarakat angkatan 2009, khususnya
rekan-rekan peminatan K3 2009 : Fadil, Defri, Fiqi, Dio, Novan, Reza, Ubay,
Vj, Denisa, Nia, Sandy, Selisca, Lina, Arifah, Diana, Henny, Amel, Desi, dan
Fil, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, berdiskusi, menjadi teman yang
baik danmemberi dukungan terhadap penulisan skripsi ini.
Semoga ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan, bimbingan dan petunjuk
yang telah disampaikan serta dukungan yang telah diberikan dari berbagai pihak
terhadap penulis mendapatkan ganjaran pahala dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun skripsi ini.
Tangerang Selatan, Agustus 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
CURRICULUM VITEA .................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
C. Pertanyaan Penelitian ......................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian................................................................................ 8
1. Tujuan Umum ................................................................................ 8
2. Tujuan Khusus ............................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian.............................................................................. 10
1. Manfaat Bagi Pengelola Industri ................................................... 10
2. Manfaat Bagi Peneliti .................................................................... 10
3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan ................................................ 10
F. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 10
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Ergonomi ............................................................................................ 12
1. Definisi Ergonomi ......................................................................... 12
2. Manfaat Ergonomi ......................................................................... 13
B. Metode Pengukuran Ergonomi ......................................................... 15
1. Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA) ............................ 15
xi
C. Pengendalian Bahaya Ergonomi ........................................................ 22
D. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ................................................. 24
1. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs) ............................... 24
2. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) ................................ 25
3. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs) ................................... 26
4. Dampak Musculoskeletal Disorders (MSDs) ................................ 27
5. Faktor Resiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) ....................... 28
E. Kerangka Teori ................................................................................... 41
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangaka Konsep ............................................................................. 43
B. Definisi Operasional ........................................................................... 46
C. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 49
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................................ 50
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 50
C. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 50
D. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data ............................................. 51
E. Instrumen Penelitian ........................................................................... 54
F. Managemen Data................................................................................ 55
1. Pengolahan Data ............................................................................ 55
2. Analisis Data ................................................................................. 56
BAB V HASIL
A. Hasil Analisis Univariat ..................................................................... 59
1. Gambaran Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung. ..................................................................... 59
2. Gambaran Risiko Pekerjaan pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung ...................................................................... 61
xii
3. Gambaran Status Merokok pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung. ..................................................................... 62
4. Gambaran Usia pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ............. 63
5. Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung. ..................................................................... 64
6. Gambaran lama kerja pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ............. 64
7. Gambaran Pencahayaan Area KerjaPengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung. ..................................................................... 65
8. Gambaran Suhu Lingkungan pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung. ..................................................................... 66
B. Hasil Analisi Bivariat ......................................................................... 67
1. Hubungan Antara Faktor Resiko Pekerjaan dengan Keluhan
MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. .................................... 67
2. Hubungan Antara Faktor Jumlah Konsumsi Rokok dengan
Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ............. 68
3. Hubungan Antara Faktor usia dengan Keluhan MSDs pada
Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung................................................ 69
4. Hubungan Antara Faktor Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan
Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ............ 70
5. Hubungan Antara Faktor Lama Kerja dengan Keluhan MSDs
pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
xiii
Penggilingan Kecamatan Cakung................................................ 71
6. Hubungan Antara Faktor Intensitas Cahaya dengan Keluhan
MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. .................................... 72
7. Hubungan Antara Faktor Suhu Area Kerja dengan Keluhan
MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. .................................... 73
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 75
B. Gambaran Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
Cakung. .............................................................................................. 76
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs pada
Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung. ..................................................... 79
1. Hubungan Antara Resiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs .... 79
2. Hubungan Antara Jumlah Konsumsi Rokok dengan Keluhan
MSDs. .......................................................................................... 86
3. Hubungan Antara Faktor usia dengan Keluhan MSDs. .............. 88
4. Hubungan Antara Faktor Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan
Keluhan MSDs. .......................................................................... 91
5. Hubungan Antara Lama Kerja dengan Keluhan MSDs . ........... 93
6. Hubungan Antara Intensitas Cahaya dengan Keluhan MSDs. .... 95
7. Hubungan Antara Suhu Area Kerja dengan Keluhan MSDs. .... 99
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan............................................................................................. 102
B. Saran ................................................................................................... 105
1. Bagi Perusahaan . .......................................................................... 105
xiv
2. Bagi Pekerja .................................................................................. 106
3. Bagi Peneliti Berikutnya ............................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1 Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan
dan Tangan Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. 51/KEP/1999
38
5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013.
59
5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko
Pekerjaan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
2013
61
5.3 Distribusi Responden Berdasarka Status Merokok pada
Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
62
5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
63
5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa
Tubuh (IMT) Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri
Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
64
5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja
Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
64
5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pencahayaan Area Kerja Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013.
65
5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suhu Area
Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
xvi
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
66
5.9 Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan
Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
2013.
67
5.10 Analisis Hubungan Antara Status Merokok dengan
Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
2013.
68
5.11 Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs
pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
69
5.12 Analisis Hubungan antara IMT dengan Keluhan MSDs
pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
70
5.13 Analisis Hubungan Antara Lama Kerja dengan Keluhan
MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri
Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
71
5.14 Analisis Hubungan antara intensitas Pencahayaan Area
Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013.
72
5.15 Analisis Hubungan antara suhu area kerja dengan
Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
2013.
73
xvii
DAFTAR BAGAN
No. Bagan
Judul Bagan Halaman
2.1 Kerangka Teori. 42
3.1 Kerangka Konsep 45
xviii
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar
Judul Gambar Halaman
2.1 Postur Janggal Pada Punggung 29
2.2 Postur Janggal Pada Leher 31
4.1 Area Heatstress Monitor WBGT Quest Temp 36 55
4.2 Luksmeter Costom luks 204 55
5.1 Postur Janggal Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK)Penggilingan Kecamatan Cakung
2013
62
6.1 (a) Posisi janggal pada bagian penjahitan bahan, (b)
salah satu contoh desain kursi yang digunakan
pengrajin.
82
6.2 Ilustrasi contoh desain kerja dan sikaf kerja dinamis
(duduk di suatu saat dan berdiri atau duduk-berdiri
pada saat lainnya) (Tarwaka, 2011)
84
6.3 Ilustrasi contoh desain kursi sadel untuk sikaf kerja
duduk disuatu saat dan berdiri atau duduk-berdiri pada
saat lainnya. Ketinggian sadel dapat distel sesuai
dengan ketinggian kaki penggunanya (Tarwaka, 2011)
85
6.4 Kondisi ruang kerja pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK)
88
6.5 (a). Ilustrasi Desain Penerangan Umum Di Tempat
Kerja, (b) Ilustrasi Desain Penerangan Lokal Ditempat
Kerja (Tarwaka, 2011)
98
6.6 Ilustrasi penerangan kombinasi di tempat kerja
(Tarwaka, 2011)
98
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah Ergonomi dapat diartikan sebagai suatu kajian ilmu, seni dan
penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala
fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun beristirahat dengan
segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik
maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang
lebih baik. Penerapan Ergonomi pada berbagai bidang pekerja merupakan suatu
keharusan, hal ini didasari oleh penelitian yang menunjukkan bahwa setiap
aktifitas atau pekerjaan yang dilakukan, apabila tidak dilakukan secara
Ergonomis akan mengakibatkan ketidaknyamanan, biaya tinggi, kecelakaan dan
penyakit akibat kerja meningkat, performa kerja menurun sehingga berakibat
kepada penurunan efisiensi dan daya kerja (Tarwaka, 2013).
Ergonomi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mengatur sikap atau postur
kerja, tata cara kerja, perencanaan yang tepat dan pencegahan penyakit akibat
kerja seperti nyeri pinggang dan gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
karena pada dasarnya pekerjaan akan mempengaruhi kesehatan dengan berbagai
cara (Pheasant, 1991). Selain itu penerapan Ergonomi, dapat meningkatkan
produktifitas kerja sebesar 10% atau lebih (Kroemer dan Grandjean, 1997).
2
The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan
MSDs sebagai cidera dan gangguan pada otot, saraf, tendon, ligamen, sendi,
tulang rawan, pembuluh darah, dan cakram tulang belakang. Mereka tidak
termasuk cidera akibat slip, perjalanan, jatuh, atau kecelakaan serupa. Contoh
MSDs adalah termasuk Carpal Tunnel Syndrome, tendonitis, linu panggul.
Penggunaan yang paling umum dari istilah MSDs adalah untuk gangguan tangan,
pergelangan tangan, siku, lengan, atau bahu. Namun, suatu MSDs dapat
mempengaruhi bagian lain dari tubuh seperti leher, punggung, atau bahkan lutut.
MSDs tentunya lebih banyak terjadi pada sektor industri. Risiko juga tinggi
terjadi pada perawat rumah sakit, pekerja sektor transportasi udara,
pertambangan, proses pembuatan makanan, penyamakan kulit dan sektor
pembuatan/manufaktur seperti alat berat, kendaraan, perabotan, alat rumah
tangga, elektronik, tekstil, pakaian, dan sepatu (Susan Stock et.al, 2005).
Menurut Self- Reported Work- Related Illness (SWI) di UK, Melaporkan bahwa
pada tahun 2009-2010 diperkirakan prevalensi 572.000 orang di Inggris
menderita gangguan Musculoskeletal yang disebabkan atau diperburuk dengan
pekerjaannya dimasa lalu.
Laporan perusahaan asuransi terkemuka di U.S menunjukkan peregangan
otot yang berlebihan (overexertion) merupakan penyebab tertinggi kecelakaan
kerja (26%), dengan total kompensasi $13.4 milyar pada tahun 2003 (Tim
Ergoinstitute, 2008). Sementara itu berdasarkan Laporan Kesehatan Dunia
(2002) faktor risiko kerja terhadap penyakit tulang belakang adalah 37%,
3
sedangkan berdasarkan WA State Fund (2003) penyakit cidera gangguan otot
rangka berhubungan dengan pekerjaan disebabkan oleh kegiatan mengangkat dan
membawa sebesar 32% (Depkes 2007).
Sementara itu di indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Nurliah (2012),
pada penelitiannya terkait Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)
pada Operator Forklift di PT. LLI, didapatkan angka kejadian MSDs cukup
tinggi, dari semua operator forklift yang menjadi responden, 87% mengalami
MSDs, titik keluhan yang dirasakan antara lain pinggang (65%), leher atas
(60%), leher bawah (60%), punggung (48%) dan bahu kanan (45%). Selain itu
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010) pada Welder di bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia didapatkan pekerja dengan tingkat keluhan
MSDs ringan sebanyak 58 orang (77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7
orang (9,3%).
Di wilayah Jakarta, pembinaan pengusaha industri kecil untuk meningkatkan
kualitas dan produktivitas telah dilakukan pemerintah melalui pembangunan
suatu tempat usaha industri kecil yang menyediakan sarana usaha, tempat tinggal
serta prasarana penunjang yang memadai dan ramah lingkungan. Salah satu pusat
pengembangan industri kecil yang ada di Jakarta adalah Perkampungan Industri
kecil (PIK) Pulogadung di Panggilingan – Cakung Jakarta Timur, dimana
perkampungan industri kecil (PIK) ini merupakan pusat industri terbesar yang
ada dijakarta, luas area pusat industri ini lebih dari 44 hektar dan memfasilitasi
4
lebih dari 465 UKM dari 5 sentra produksi dan memiliki lebih dari 6000 tenaga
kerja (Profil perusahaan, 2012).
Dibawah pengelolaan Badan Pengelola Lingkungan Industri dan Pemukiman
(BPLIP) Pulogadung, pengembangan PIK Pulogadung diarahkan menjadi suatu
lingkungan serba lengkap yang mendukung kegiatan industri, niaga dan
pemukiman bagi para pengusaha industri kecil. Sesuai dengan perkembangan
kompetisi bisnis global, BPLIP Pulogadung telah memiliki masterplan
pengembangan PIK Pulogadung dari sebuah kawasan industri dan pemukiman
menjadi sebuah kawasan terpadu yang didalamnya terdapat Areal Wisata Belanja
dan Industri. Pengembangan tersebut menjadikan PIK Pulogadung tidak hanya
sebagai satu-satunya kawasan industri dan pemukiman bagi UKM tetapi juga
sebagai kawasan industri, pemukiman, promosi kebudayaan dan wisata belanja
pertama, unik dan satu-satunya di Indonesia.
Berbagai produk industri kecil telah mampu memenuhi pasar lokal bahkan
beberapa produk telah berhasil menumbus pasar ekspor. Jenis produk yang
dihasilkan dapat dimasukkan kedalam beberapa katagori produk antara lain :
Komoditi Garmen (pakaian jadi), Komoditi Kulit (tas, sepatu, bola), komoditi
Logam (kompor, onderdil), Produk Furniture dan produk aneka komoditi
lainnya.
Home industri sepatu merupakan salah satu contoh komoditi industri rumah
tangga yang cukup di minati oleh warga Perkampungan Industri Kecil (PIK), hal
ini dikarenakan kebutuhan akan sepatu mengalami peningkatan yang cukup
5
signifikan. Dalam proses pembuatan sepatu yang dilakukan, ada beberapa
kegiatan yang harus dilakukan oleh pengrajin, mulai dari pengukuran,
menggambar pola, menggunting, menjahit, membuat alas, pengeleman dan
finishing. Kegiatan-kegiatan tersebut berpotensi mengakibatkan postur janggal
saat melakukan pekerjaannya.
Postur janggal atau sikap kerja yang tidak alamiah merupakan sikaf kerja
yang menyebabkan posisi-posisi bagian tubuh menjauhi posisi alamiahnya,
misalnya pergerakan lengan pekerja terlalu terangkat, posisi punggung yang
membungkuk, posisi leher mendongak keatas, dan posisi-posisi tidak Ergonomis
lainnya (Tarwaka, 2013). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan
dengan sikap kerja tubuh dalam melakukan pekerjaan. Dalam bekerja hendaknya
pekerjaan dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara bergantian, posisi
punggung tegak lurus, selain itu semua sikap tubuh yang tidak alami harus
dihindari, seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar
beban statik diperkecil (Anies, 2005).
Dari hasil pengamatan sebelumnya, ditemukan postur-postur janggal yang
secara tidak sadar dilakukan oleh para pengrajin, hal ini tentunya dapat berakibat
buruk pada kesehatan pekerja yang pada akhirnya dapat menurunkan
produktifitas mereka. Diantara postur janggal yang dilakukan oleh pengrajin
yang bekerja di Perkampungan Industri Kecil (PIK) adalah posisi leher >200
kedepan (66,67 %), posisi punggung > 200
kedepan (33,33%) dan posisi duduk
statis ketika melakukan pengeleman, pemotongan, dan finishing. Postur kerja
6
yang dilakukan pengrajin tersebut tentunya memiliki potensi untuk teradinya
MSDs. Selain itu tata ruang kerja yang sempit, panas, pencahayaan kurang dan
desain tempat kerja yang tidak Ergonomis lainnya tentunya juga mempengaruhi
postur kerja yang mereka lakukan, apabila hal ini terjadi secara terus menerus
maka akan berakibat terjadinya MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Selain itu dari hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner Nordic Body
Map yang melibatkan 12 responden, ditemukan 10 responden yang mengalami
MSDs. Melalui identifikasi dan penilaian risiko diharapkan peneliti mampu
menilai pekerjaan yang dilakukan oleh penegerajin termasuk pekerjaan yang
berbahaya atau tidak, guna mengetahui secara dini risiko kejadian suatu penyakit,
sehingga dapat diambil suatu tindakan pencegahan dan perbaikan sedini
mungkin untuk mengurangi terjadinya MSDs. Dari hal tersebut, peneliti ingin
mengetahui lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) penggilingan
kecamatan Cakung.
B. Rumusan Masalah
Industri kerajinan sepatu merupakan salah satu sumber ekonomi yang cukup
banyak digeluti oleh warga Perkampungan Industri Kecil (PIK) penggilingan
kecamatan Cakung. Berdasarkan observasi yang dilakukan terdapat kegiatan
atau postur kerja janggal yang secara tidak sadar dilakukan oleh para pengrajin
tersebut, diantara postur janggal yang dilakukan antara lain posisi leher > 200
7
kedepan (66,67%), posisi punggung > 200
kedepan (33,33%) dan posisi duduk
statis ketika melakukan pengeleman, pemotongan, dan finishing. Postur kerja
yang dilakukan pengrajin tersebut tentunya memiliki potensi untuk terjadinya
Musculoskeletal Disorders (MSDs) hal ini juga didukung dengan hasil studi
pendahuluan menggunakan kuesioner Nordic Body Map yang melibatkan 12
responden dan ditemukan 83% responden yang mengalami keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs).
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan pada pengrajin sepatu Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, masa kerja, status merokok, dan
IMT) pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan (Suhu, Pencahayaan) pada industri
rumahan pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
5. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin
sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
Cakung ?
8
6. Apakah ada hubungan antara faktor individu atau pekerja (usia, masa kerja,
status merokok, dan IMT) dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
7. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (Suhu, pencahayaan) dengan
MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
Musculoskeletal Disorder (MSDs) pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran MSDs pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
b. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
c. Diketahuinya gambaran faktor individu atau pekerja (usia, masa kerja,
status merokok, dan IMT) pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
d. Diketahuinya hubungan antara risiko pekerjaan dengan MSDs pada
pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung ?
9
e. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan MSDs pada pengrajin
sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung ?
f. Diketahuinya hubungan antara faktor masa kerja dengan MSDs pada
pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung ?
g. Diketahuinya hubungan antara faktor banyaknya jumlah rokok yang
dikonsumsi dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
h. Diketahuinya hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) responden
dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung dengan MSDs ?
i. Diketahuinya hubungan antara faktor IMT dengan MSDs pada pengrajin
sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung ?
j. Diketahuinya hubungan antara faktor suhu lingkungan dengan MSDs
pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
k. Diketahuinya hubungan antara faktor pencahayaan dengan MSDs pada
pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
10
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Pengelola Industri
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
pemahaman pekerja atau pengelola industri mengenai faktor-faktor yang
dapat mengakibatkan MSDs di tempat kerja di Industri Sepatu, sehingga
pengelola secara mandiri dapat melakukan upaya-upaya perlindungan
terhadap kesehatan pekerja dan meningkatkan produktivitas kerja.
2. Manfaat Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan memberikan pengalaman khususnya
dalam hal kajian faktor risiko MSDs, dan sebagai bentuk penerapan teori
identifikasi risiko penyakit akibat kerja serta sebagai pemantapan keilmuan
yang diperoleh selama ini.
3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai
kejadian musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja, khususnya pekerja
pembuatan sepatu.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penilaian untuk mengetahui faktor-faktor yang
dapat mengakibatkan MSDs yang dilakukan pada pengrajin sepatu di daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Penelitian
dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 dengan menggunakan metode observasi,
wawancara menggunakan kuesioner Nordic Body Map serta alat bantu kamera
11
dan handycam untuk merekam pergerakan yang dilakukan pekerja. Analisis
faktor risiko Ergonomi dengan metode REBA untuk mendapatkan tingkat risiko
MSDs yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan (postur Kerja, Durasi, Beban
Kerja, Gerakan Repatitif dan genggaman).
12
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Ergonomi
1. Definisi Ergonomi
Kata Ergonomi berasal dari bahasa yunani: ergon (kerja) dan nomos
(peraturan, hukum). Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda seperti
Arbeitswissenchaft di Jerman, Human Factors Engineering atau personal
Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah penerapan ilmu biologis tentang
manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai
penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya,
yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja
(Suma‟mur, 2009).
Menurut OSHA (2000) Ergonomi didefinisikan sebagai suatu ilmu dalam
merancang peralatan dan rincian pekerjaan sesuai dengan postur dan kapabilitas
pekerja dengan tujuan untuk mencegah dan menimalisir cidera pada pekerja.
Selain itu, International Ergonomic Association (IEA) menyebutkan bahwa
Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari anatomi dan aspek psikologi dari
manusia dalam lingkungan kerja, dimana hal tersebut bertujuan untuk
mendapatkan efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan untuk orang,
baik saat bekerja, di rumah, ataupun saat bermain. Intinya, ilmu ini mempelajari
interaksi manusia dengan elemen lainnya di dalam sebuah sistem, dan profesi
13
yang mengaplikasikan prinsip-prinsip teori, data dan metode untuk mendesain
kerja yang mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja sistem secara
keseluruhan. ilmu ini mempelajari tentang interaksi antara manusia, mesin dan
lingkungan serta efek yang diakibatkan oleh interaksi tersebut.
2. Manfaat Ergonomi
Tujuan atau manfaat dari ilmu Ergonomik adalah membuat pekerjaan
menjadi aman bagi pekerja/manusia dan meningkatkan efisiensi kerja untuk
mencapai kesejahteraan manusia. Keberhasilan aplikasi ilmu Ergonomik dilihat
dari adanya perbaikan produktivitas, efisiensi, keselamatan dan dapat
diterimanya sistem disain yang dihasilkan (mudah, nyaman, dan sebagainya)
(Pheasant, 2003). Keuntungan yang dapat diperoleh jika memanfaatkan ilmu
Ergonomi adalah (Pheasant, 2003):
a. Menurunnya probabilitas terjadinya kecelakaan, yang berarti:
1) Dapat mengurangi biaya pengobatan yang tinggi. Hal ini cukup berarti
karena biaya untuk pengobatan lebih besar daripada biaya untuk
pencegahan.
2) Dapat mengurangi penyediaan kapasitas untuk keadaan gawat darurat
b. Dengan menggunakan antropometri dapat direncanakan/ didesain:
1) Pakaian kerja
2) Workspace
3) Lingkungan kerja
4) Peralatan/ mesin
14
5) Consumer product
c. Peningkatan hasil produksi, yang berarti menguntungkan secara ekonomi.
Hal ini antara lain disebabkan oleh:
1) Efisiensi waktu kerja yang meningkat
2) Meningkatnya kualitas kerja
3) Kecepatan pergantian pegawai (labour turnover) yang relatif rendah
Di sisi lain, jika kita mengabaikan faktor Ergonomik, maka akan timbul
beberapa masalah dan kerugian, antara lain (Pulat 1997):
a. Tingginya biaya material
b. Peningkatan angka absensi
c. Kualitas kerja yang rendah
d. Meningkatnya probabilitas terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan injury
to personal
e. Penurunan hasil produksi
f. Meningkatnya kecepatan pergantian pegawai (labour turnover)
g. Dibutuhkan kapasitas (waktu, tempat, tenaga medis, dll) yang lebih banyak
untuk menanggulangi masalah emergency/ gawat darurat.
h. Banyaknya waktu kerja yang terbuang
i. Tingginya biaya pengobatan/ medis
j. Meningkatnya kecepatan pergantian pegawai (labour turnover)
k. Dibutuhkan kapasitas (waktu, tempat, tenaga medis, dll) yang lebih banyak
untuk menanggulangi masalah emergency/ gawat darurat.
15
B. Metode Pengukuran Ergonomi
Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi
Ergonomi untuk mengetahui hubungan antara postur tubuh saat bekerja dengan resiko
keluhan otot skeletal. Metode tersebut diantaranya adalah : OWAS(Ovako Working
Postural Analysis system), Ergonomic Assesment Survey Method (EASY), Metode
Survey Baseline risk Identification of Ergonomic Factors (BRIEF), Metode Rapid
Upper Limb Assesment (RULA )dan Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA).
Pada penelitian ini, dalam menganalisis postur kerja, peneliti menggunakan metode
REBA. Berikut ini akan dibahas tentang metode REBA.
1. Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA)
Rapid Entire Body Assesment (REBA) dikembangkan untuk mengkaji
postur bekerja yang dapat ditemukan pada industri pelayanan kesehatan dan
industri pelayanan lainnya (Highnett and McAtamney, 2000). Sistem penilaian
REBA digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang dapat terjadi sehubungan
dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan MSDs dengan menampilkan
serangkaian tabel-tabel untuk melakukan penilaian berdasarkan postur-postur
yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat beban atau tenaga yang
dikeluarkan serta aktivitasnya.
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode REBA untuk
menilai risiko pekerjaan yang dilakukan oleh pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung, selain pengukuran
16
menggunakan metode REBA cukup mudah dan tidak membutuhkan alat lain
selain kamera dan busur (MB-Ruler) hal ini juga dikarenakan Metode REBA
merupakan metode yang menerapkan pengukuran pada seluruh titik besar bagian
pergerakan tubuh saat pekerja melakukan aktifitas pekerjaannya. Pekerjaan
membuat sepatu merupakan pekerjaan yang membutuhkan pergerakan hampir
seluruh tubuh, hal inilah yang menjadikan metode REBA sesuai dengan
pekerjaan membuat sepatu.
a. Aplikasi REBA
Metode REBA dapat digunakan pada penilaian Ergonomi tempat kerja
yang memiliki postur kerja seperti :
1) Seluruh anggota tubuh digunakan/digerakkan
2) Postur dinamis, mobilitas tinggi atau postur yang tidak stabil, postur
janggal dan ekstrim terutama ketika menggunakan gaya yang
dikeluarkan sekuat-kuatnya.
3) Postur yang paling sering diulang-ulang (repetitif)
4) Postur yang dipertahankan paling lama/statis
5) Postur yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja.
6) Mengangkat beban barang/benda mati maupun makhluk hidup
(manusia, hewan dan tumbuhan), baik sering dilakukan maupun
jarang.
17
7) Untuk memonitor/membandingkan postur/perilaku pekerja yang
berisiko sebelum dan sesudah adanya modifikasi tempat kerja,
peralatan dan pelatihan Ergonomi.
b. Prosedur Penilaian REBA
Langkah-langkah penilaian postur tubuh, metode REBA membagi
penilaian postur tubuh menjadi 2 kelompok, kelompok A dan B. Kelompok
A terdiri dari anggota tubuh punggung, leher dan kaki. Sedangkan kelompok
B terdiri dari anggota tubuh bagian kiri dan kanan pada lengan atas, lengan
bawah dan pergelangan tangan. Berikut ini adalah langkah-langkah
penilaiannya, yaitu:
1. Kelompok A
a) Observasi dan tentukan postur punggung sesuai dengan katagori
metode REBA:
(1) Skor 1, posisi punggung yang baik adalah pada posisi tegak
(00) karena posisi ini memiliki skor terendah
(2) Skor 2, posisi punggung yang berisiko terkena MSDs adalah
pada saat fleksi/ekstensi 0-200
(3) Skor 3, posisi punggung fleksi 20-600 dan ekstensi lebih dari
200
(4) Skor 4 (skor tertinggi), posisi punggung fleksi >600.
18
(5) Skor ini bertambah nilai 1 bila punggung miring ke
samping/berputar. Semakin besar skor yang didapat maka
semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
b) Observasi dan tentukan postur leher sesuai dengan katagori metode
REBA:
(1) Skor 1, posisi leher yang baik adalah saat fleksi 0-200 karena
posisi ini memiliki skor terendah
(2) Skor 2 (skor tertinggi), posisi leher fleksi/ekstensi >200.
(3) Skor ini bertambah nilai 1 bila leher miring ke
samping/berputar. Semakin besar skor yang didapat maka
semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
c) Observasi dan tentukan postur kaki sesuai dengan katagori metode
REBA:
(1) Skor 1, posisi kaki yang baik adalah ketika kedua kaki
menopang tubuh karena posisi ini memiliki skor terendah
(2) Skor 2, posisi tubuh yang ditopang dengan salah satu kaki atau
tidak stabil
(3) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila lutut fleksi 30-60o atau
ditambah nilai 2 bila lutut fleksi >60o (hanya untuk postur
berdiri). Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar
postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
19
d) Masukkan setiap skor yang didapat (skor punggung, leher dan kaki)
ke dalam tabel A untuk mendapatkan Skor Kelompok A.
e) Observasi dan tentukan skor gaya/beban yang dikeluarkan untuk
mengangkat/mendorong objek kerja yang sesuai dengan katagori
tabel gaya/beban metode REBA:
(1) Skor 0, pada gaya/beban <5 kg
(2) Skor 1, pada gaya/beban 5-10 kg
(3) Skor 2, pada gaya/beban >10 kg.
(4) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila gaya/beban yang
digunakan secara cepat/terdesak.
f) Jumlahkan Skor tabel A dengan skor gaya/beban yang didapat
sehingga didapatkan Skor A.
2. Kelompok B
a) Observasi dan tentukan postur lengan atas bagian kanan dan kiri
sesuai dengan katagori metode REBA:
(1) Skor 1, posisi lengan atas yang baik adalah saat fleksi/ekstensi
0-200 karena posisi ini memiliki skor terendah
(2) Skor 2, posisi lengan atas saat fleksi 20-450 atau ekstensi >20
0.
(3) Skor 3, posisi lengan atas saat fleksi 45-900.
(4) Skor 4, posisi lengan atas saat fleksi >900
(5) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila lengan abduksi/rotasi dan
bertambah nilai 1 lagi bila bahu terangkat. Namun dapat
20
berkurang nilai 1 bila terdapat penopang lengan. Semakin besar
skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut berisiko
menimbulkan MSDs.
b) Observasi dan tentukan postur lengan bawah bagian kanan dan kiri
sesuai dengan katagori metode REBA:
(1) Skor 1, posisi lengan bawah saat fleksi 60-1000
(2) Skor 2, posisi lengan bawah saat fleksi <600 atau >100
0.
Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut
berisiko menimbulkan MSDs.
c) Observasi dan tentukan postur pergelangan tangan bagian kanan
dan kiri sesuai dengan katagori metode REBA:
(1) Skor 1, posisi pergelangan tangan saat fleksi/ekstensi 0-150
(2) Skor 2, posisi pergelangan tangan saat fleksi/ekstensi >150
(3) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila pergelangan tangan
miring/berputar. Semakin besar skor yang didapat maka
semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
d) Masukkan setiap skor yang didapat (Skor lengan atas, lengan bawah
dan pergelangan tangan bagian kanan dan kiri) ke dalam tabel B
untuk mendapatkan Skor Kelompok B.
e) Observasi dan tentukan besar skor coupling (genggaman tangan
bagian kanan dan kiri) yang sesuai dengan katagori tabel coupling
metode REBA:
21
(1) Skor 0, genggaman tangan yang terasa nyaman dan
memerlukan tenaga yang sedang
(2) Skor 1, genggaman tangan yang dapat diterima atau dilakukan
tapi tidak ideal, nyaman atau genggaman hanya dapat diterima
oleh bagian tubuh lainnya
(3) Skor 2, genggaman tangan yang kurang dapat dilakukan
meskipun masih mungkin dilakukan
(4) Skor 3, genggaman tangan yang janggal, tidak aman, tidak
berpegangan atau genggaman tidak dapat dilakukan oleh
bagian tubuh lainnya
(5) Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur
tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
(6) Jumlahkan Skor Kelompok B dengan skor coupling yang
didapat sehingga didapatkan Skor B bagian kanan dan kiri
anggota tubuh.
3. Masukkan Skor A dan B pada tabel C sehingga didapatkan Skor C
bagian kanan dan kiri anggota tubuh.
4. Observasi dan tentukan skor aktivitas kerja bagian kanan dan kiri
anggota tubuh dengan tabel aktivitas metode REBA:
a) Skor 1, bila satu atau lebih anggota tubuh mengalami postur statis
selama lebih dari 1 menit
22
b) Skor ini dapat bertambah nilai 1 lagi bila terdapat postur repetitif
yang sedang sebanyak 4 x/menit (tidak termasuk berjalan)
c) Skor ini dapat bertambah nilai 1 lagi bila terdapat postur/gerakan
yang dilakukan secara cepat/tidak beraturan. Sehingga Skor
aktivitas kerja memiliki nilai maksimal 3.
d) Jumlahkan Skor C dengan Skor aktivitas sehingga didapatkan Skor
REBA.
e) Setelah mendapatkan nilai akhir Skor REBA, masukkkan nilai pada
katagori risiko untuk mengetahui tingkat risikonya dan level
perubahan untuk menentukan pengendalian yang akan diterapkan.
C. Pengendalian Bahaya Ergonomi
Berdasarkan rekomendasi dari National Institute for Occupational Safety and
Health (NIOSH), ada beberapa cara untuk mengendalikan bahaya Ergonomi yang
terjadi selama pelaksanaan tugas secara manual. Dari sudut pandang Ergonomi,
penekanan pertama menghilangkan atau mengurangi risiko (elimination), design
control, pengendalian administratif (rotasi kerja), dan penggunaan alat pelindung diri
(Janet Torma et al. 2009).
1. Elimination, yaitu menentukan apakah salah satu pekerjaan dengan faktor
risiko Ergonomi dapat dihilangkan. Jika ini mungkin, cara yang paling efektif
ialah dengan memeriksa/mengatur proses produksi dan mengurangi adanya
penanganan ganda.
23
2. Substitution, yaitu mengganti alat atau bahan lama dengan alat atau bahan baru
yang aman dan Ergonomis, menyempurnakan proses produksi dan prosedur
penggunaan peralatan (Tarwaka et al, 2004).
3. Design control atau engineering control, yaitu dengan memodifikasi desain
kerja. Langkah ini paling efektif apabila dilakukan diskusi terlebih dahulu
dengan pekerja. Hal ini dengan dilakukan dengan mempertimbangkan area
kerja, beban atau tugas, dan peralatan yang digunakan pekerja.
4. Administrative control mengandalkan perilaku pekerja dan pengawasan.
Administrative control meliputi perawatan peralatan secara rutin, pengaturan
durasi kerja atau shift kerja, rotasi kerja dan variasi tugas, mengangkat beban
dengan tim atau berkelompok. Selain itu dengan mengadakan pendidikan dan
training berupa teknik manual handling, design tempat kerja, identifikasi faktor
risiko Ergonomi, bagaimana menggunakan perlengkapan dan peralatan masak
dengan aman dan sesuai kaidah Ergonomi, bagaimana menggunakan alat
pelindung diri.
5. Personal Protective Equipment, yaitu menggunakan alat pelindung diri (APD)
untuk mengurangi paparan faktor risiko. Namun, APD hanya penghalang yang
digunakan ketika pengendalian sebelumnya tidak dapat digunakan secara
efektif untuk menghilangkan risiko Ergonomi. Contoh nya seperti safety shoes,
celemek, masker, pakaian anti dingin, dan sarung tangan
24
D. Musculoskeletal Disorders (MSDs)
1. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Studi tentang MSDs pada berbagai macam jenis industri telah banyak
dilakukan, beberapa studi tersebut menunjukkan bahwa otot yang sering kali
dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot-otot leher, bahu,
lengan , tangan, pinggang, jari, punggung dan otot-otot bagian bawah tubuh
lainnya (Tarwaka et al, 2004).
Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi
fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang mencakup
syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. Istilah
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada beberapa negara mempunyai sebutan
berbeda, misalnya di Amerika istilah ini dikenal dengan nama Cumulative
Trauma Disorders (CTDs), di Inggris dan Australia disebut dengan nama
Repetitif Strain Injury (RSI), sedangkan di Jepang dan Skandinavia dikenal
dengan sebutan Occupational Cervicubrachial Disorders (OCD). Istilah lain
yang beredar Overuse Syndrome (Pheasant, 1991).
Fokus penelitian dari MSDs adalah leher, bahu, punggung, lengan atas,
lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. MSDs pada awalnya menyebabkan
gangguan tidur; mati rasa/sensasi terbakar pada tangan, kekakuan atau
bengkak, nyeri pada pergelangan tangan, lengan, siku, leher atau punggung
yang diikuti dengan rasa tidak nyaman, rasa tegang yang menekan rasa sakit di
25
kepala dan yang berhubungan dengan penyakit, kering, gatal atau nyeri di mata,
penglihatan yang buram/ganda, rasa nyeri atau kaku, kram, kesemutan,
gemetar, lemah dan pucatnya daerah yang terserang; menurunnya daya
genggam tangan dan gerakan pada bahu, leher/punggung, yang pada akhirnya
mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pergerakan dan
koordinasi gerakan anggota tubuh atau ekstrimitas sehingga dapat dilihat
bahwa MSDs akan mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan produktifitas
kerja menurun (Humantech, 1995) , hal ini akan berakibat pada
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan gerakan dan koordinasi gerakan
anggota tubuh sehingga berakibat buruk pada efisiensi kerja dan produktivitas
kerjapun menurun.
2. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu
yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,
ligament, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya
diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau cidera
pada sistem musculoskeletal (Tarwaka et al, 2004).
Secara garis besar keluhan muskuloskeletal dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu ;
26
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan, dan
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut (Tarwaka et al, 2004).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena konstraksi oto yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi
apabila konstraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan oto
maksimum. Namon apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah
ke otot berkurang menurut kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga
yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat
yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (suma‟mur,2009; Garandjean,
1993).
3. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Gejala Musculoskeletal disorders (MSDs) dapat menyerang secara cepat
maupun lambat (berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada 3 tahap
terjadinya MSDs yang dapat diidentifikasi yaitu:
27
a. Tahap 1 : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala
ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak
berpengaruh pada performance kerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat.
b. Tahap 2 : Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah
bekerja. Tidak mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan
berkurangnya performance kerja;
c. Tahap 3 : Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi
ketika bergerak secara repetitive. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan
pekerjaan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja.
4. Dampak Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Dampak yang diakibatkan oleh MSDs pada aspek ekonomi perusahaan
yaitu (Pheasant, 1991) :
a. Pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material, produk
yang akhirnya menyebabkan tidak terpenuhinya deadline produksi,
pelayanan yang tidak memuaskan, dll
b. Biaya yang timbul akibat absensi pekerja yang akan menyebabkan
penurunan keuntungan, biaya untuk pelatihan karyawan baru yang
menggantikan karyawan yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan
atau agensi
c. Biaya pergantian karyawan (turn over) untuk recruitment dan pelatihan
d. Biaya asuransi
e. Biaya lainnya (opportunity cost).
28
5. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Faktor- Faktor penyebab dari timbulnya MSDs memang sulit untuk
untuk dijelaskan secara pasti. Namun penelitian-penelitian sebelumnya
memaparka beberapa faktor risiko yang tertentu selalu ada dan berhubungan
atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Diantara Faktor-faktor tersebut
diklasifikasikan dalam tiga katagori yaitu pekerjaan, manusia atau pekerja,
lingkungan (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan faktor
psikososial (Susan Stock, et al, 2005).
a. Faktor Pekerjaan
1. Postur Kerja
Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi
normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik
lokal pada otot, ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cidera
pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain.
Sikap kerja tidak alamiah menyebabkan bagian tubuh bergerak
menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari
pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap
kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan
dengan kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).
Namun di lain hal, meskipun postur terlihat nyaman dalam
bekerja, dapat berisiko juga jika mereka bekerja dalam jangka waktu
yang lama. Pekerjaan yang dikerjakan dengan duduk dan berdiri,
29
seperti pada pekerja kantoran dapat mengakibatkan masalah pada
punggung, leher dan bahu serta terjadi penumpukan darah di kaki jika
kehilangan kontrol yang tepat.
Postur janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara
signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan
(Department of EH&S, Iowa State University, 2002). Bekerja dengan
posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk
bekerja. Posis janggal menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga
dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah
menimbulkan lelah. Termasuk ke dalam postur janggal adalah
pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar
(twisting), memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam
kondisi statis, dan menjepit dengan tangan. Postur ini melibatkan
beberapa area tubuh seperti bahu, punggung dan lutut, karena bagian
inilah yang paling sering mengalami cidera (Straker, 2000). Diantara
Postur Junggal tersebut dapat dilihat dari gambar-gambar berikut :
a) Postur janggal pada punggung
Membungkuk Memutar Miring
Gambar 2.1 Postur Janggal Pada punggung ( Humantech 1989, 1995)
30
1) Membungkuk, postur punggung yang merupakan faktor risiko
adalah membungkukkan badan sehingga membentuk sudut
fleksi >200 terhadap vertikal dan berputar.
2) Rotasi badan atau berputar (twisting) adalah adanya rotasi
atau torsi pada tulang punggung (gerakan, postur, posisi
badan yang berputar baik ke arah kiri maupun kanan) di
mana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan
beberapa derajat besarnya sudut yang dibentuk, biasanya
dalam arah ke depan atau ke samping.
3) Miring : memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan
sebagai fleksi dari tulang punggung, deviasi bidang median
badan dari garis vertikal tanpa memperhitungkan besarnya
sudut yang dibentuk, biasanya dalam arah ke depan atau
samping (Cohen et al, 1997).
b) Postur janggal pada leher
1) Menunduk, menunduk ke arah depan sehingga sudut yang
dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu ruas tulang leher >
150 (Bridger, 1995).
2) Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongak ke atas
atau ekstensi.
31
3) Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan
maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk
oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher.
4) Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan
dan atau ke kiri, tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi
yang dilakukan.
Menunduk Menoleh Menekukkan Kepala Menengadah
Gambar 2.2 Postur Janggal Pada Leher ( Humantech 1989, 1995)
2. Beban Kerja
Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan
adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2009)
mengangkat beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki
dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg.
Berdasarkan studi oleh (European Campaign On
Musculoskeletal Disordezs) terhadap 235 juta pekerja di beberapa
negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah
32
mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat
dari container setiap harinya.
3. Durasi
Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama
bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan
menurunkan kinerja, kenyamanan dan konsentrasi sehingga dapat
menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi didefinisikan sebagai durasi
singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan
durasi lama yaitu > 2 jam per hari. Durasi terjadinya postur janggal
yang berisiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik
(Brief Survey Methode dalam Humantech, 2003).
Suma‟mur (1989) mengungkapkan bahwa durasi berkaitan
dengan keadaan fisik tubuhpekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan
mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, system pernapasan dan
lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa
istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan
kesakitan pada anggota tubuh. Durasi atau lamanya waktu bekerja
dibagi menjadi durasi singkat yaitu kurang dari 1 jam/hari, durasi
sedang yaitu antara 1-2 jam/hari dan durasi lama yaitu lebih dari 2
jam/hari.
33
4. Gerakan Repetitif/berulang
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa
terlihat pada dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi,
sehingga pekerja harus terus menerus bekerja agar dapat menyesuaikan
diri dengan sistem.
Kekuatan beban dapat menyebabkan peregangan otot dan
ligamen serta tekanan pada tulang dan sendi – sendi sehingga terjadi
kerusakan mekanik badan vertebrata, diskus invertebrate, ligamen, dan
bagian belakang vertebrata. Kerusakan karena beban berat secara tiba
– tiba atau kelelahan akibat mengangkat beban berat yang ilakakn
secara berulang – ulang. Mikrotrauma yang berulang dapat
menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah lumbal. (Riihiimaki,
1988)
5. Genggaman
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak.
Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan
otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari
pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan
rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka et al, 2004). Menurut
Suma‟mur (1989) memegang diusahakan dengan tangan penuh dan
memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan
ketegangan statis lokal pada jari tersebut harus dihindarkan.
34
b. Faktor Pekerja
1. Usia
Gangguan muskuloskeletal adalah salah satu masalah kesehatan
yang paling umum dan dialami oleh usia menengah ke atas
(Buckwalter et al. 1993). Beberapa studi menemukan usia menjadi
faktor penting terkait dengan MSDS (Guo al. 1995, Biering-Sorensen
1983) Prevalensi MSDs meningkat ketika orang memasuki masa kerja
mereka. Pada usia 35, kebanyakan orang mulai merasakan peristiwa
atau pengalaman pertama mereka dari sakit punggung tersebut. (Guo
et al. 1995, Chaffin 1979) Meskipun demikian, kelompok usia dengan
tingkat tertinggi dari nyeri punggung adalah kelompok usia 20-24
untuk pria, dan 30-34 kelompok usia bagi perempuan.
Penelitian rowe 1969 dan snook 1978, memperlihatkan
kelompok yang rentan terhadap nyeri punggung bawah adalah
kolompok dengan usia 31-40 tahun (stover H, 2000).Berdasarkan
penelitian yang dilakukan (Winda 2012 ) pada pekerja angkat-angkut
industri pemecahan batu di kecamatan karangnongko kabupaten
klaten, menyatakan bahwa Ada hubungan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan muskuloskeletal. Usia merupakan faktor risiko keluhan
muskuloskeletal. Pekerja dengan usia = 30 memiliki risiko 4,4 kali
mengalami keluhan muskuloskeletal tingkat tinggi dibanding pekerja dengan
usia < 30 tahun.
35
2. Masa Kerja
Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran
kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai
suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan
tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan
waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat
prestasi tertentu. Berdasarkan penelitian Taufik (2010), dituliskan
bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan MSDs yang dialami
oleh pekerja welder di bagian Fabrikasi.
3. Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat
merokok positif dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu
panggul, atau intervertebral disc hernia (Tarwaka, 2004).
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan
tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi
frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang
dirasakan. Deyo dan Bass (1989) mengamati bahwa prevalensi nyeri
punggung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah Pack-rokok
per tahun dan dengan tingkat merokok terberat. Pekerja yang memiliki
kebiasaan merokok berisiko 2,84 kali mengalami keluhan
muskuloskeletal dibanding dengan pekerja yang tidak memiliki
kebiasaan merokok .(Winda 2012)
36
Selain itu efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit,
mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan
risiko tekanan osteoporosis menghambat penyembuhan luka patah
tulang serta menghambat degenerasi tulang. Adapun katagori merokok
dibagi menjadi 4 katagori yaitu : perokok berat(>20 batang per hari),
perokok sedang (10-20 batang per hari), perokok ringan (< 10 batang
per hari) dan tidak merokok (Bustan 2010).
4. Indeks Masa Tubuh
Walaupun pengaruhnya relatif keci, berat badan, tinggi badan,
dan masa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
keluhan sistem muskuloskeletal (Tarwaka, 2013). Menurut werner
(1994) dalam Terwaka (2004), menyatakan bahwa bagi pasien yang
gemuk (obesitas dengan masa tubuh >29 kg) mempunyai resiko 2,5
lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus (masa tubuh <20),
khususnya untuk otot kaki.
Indeks masa tubuh merupakan indikator yang digunakan untuk
melihat status gizi pekerja. Adapun rumus yang digunakan yaitu BB
(berat badan /tinggi badan (m)2), dari hasil hasil perhitungan rumus
tersebut menurut WHO (2005) dikatagorikan menjadi tiga yaitu kurus
(< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-30) serta obesitas (> 30).
Semakin gemuk seseorang maka akan semakin berisiko untuk
mengalami keluhan muskuloskeletal.
37
Penelitian lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi
umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung, tatapi tubuh
tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu
dan pergelangan tangan. Selain itu tubuh yang tinggi umumnya
mempunyai bentuk tulang yang langsing sehingga secara biomekanik
rentan terhadap beban tekan dan rentan terhadapan tekukan, oleh
karena itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya
keluhan otot skeletal (Tarwak, 2004).
c. Faktor Lingkungan
1. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan meyebabkan kontraksi otot
bertambah, kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah
tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya
menimbulkan rasa nyeri otot (Suma‟mur, 1982). Paparan dari getaran
lokal terjadi ketika bagian tubuh tertentu kontak dengan objek yang
bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang menggunakan tangan. Paparan
getaran seluruh tubuh terjadi ketika berdiri atau duduk dalam
lingkungan atau objek yang bergetar, seperti ketika mengoperasikan
kendaraan mesin yang besar (Cohen et al, 1997).
Respon organ atau jaringan tubuh terhadap getaran vertikal
diantaranya: 3-4 Hz (resonansi kuat pada membran vertebra
cervicalis), 4 Hz (resonansi pada vertebra lumbalis), 4-5 Hz (resonansi
38
pada tangan), dan 4-5 Hz (resonansi sangat kuat pada sendi bahu)
(Pulat, 1997).
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/KEP/1999
2. Suhu
Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan
sebagian energi di dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan
suhu tubuh terhadap lingkungan. Apabila tidak disertai pasokan energi
yang cukup akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot (Tarwaka,
2004).
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya
menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya
kekuatan otot (NIOSH, 1997). Menurut Manuaba (1983) mengatakan
bahwa Keadaan temperatur yang nyaman bagi orang indonesia adalah
22°-28° C. Bila temperatur di ruang kerja jauh di bawah atau di atas
Jumlah waktu per hari kerja Nilai percepatan pada frekuensi dominan
Jumlah waktu per hari kerja
m/det
2
Gram
(1) (2) (3)
4 jam dan kurang dari 8 jam
2 jam dan kurang dari 4 jam
1 jam dan kurang dari 2 jam
kurang dari 1 jam
4
6
8
12
0,4
0,61
0,81
1,22
39
dari suhu normal tersebut, maka akan mengganggu kinerja dari pekerja
yang berada di ruangan tersebut (Charlotte, 2010).
3. Pencahayaan
Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa
kerja. Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh
beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam
waktu yang lama meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh
(Bridger, 1995). Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300-700
luks, pekerjaan di kantor 400-600 luks, pekerjaan yang memerlukan
ketelitian 800-1200 luks dan pekerjaan di gudang 80-170 luks
(NIOSH, 1997).
Standar penerangan di Indonesia telah ditetapkan seperti
tersebut dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun
1964, Tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan dan penerangan di
tempat kerja. Standar penerangan yang ditetapkan untuk di Indonesia
tersebut secara garis besar hampir sama dengan standar internasional.
Sebagai contoh di Australia menggunakan standar AS 1680 untuk
Interior Lighting' yang mengatur intensitas penerangan sesuai dengan
jenis dan sifat pekerjaannya. Secara ringkas intensitas penerangan
yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut (Tarwaka, 2013) :
40
a. Penerangan untuk halaman dan jalan-jalan di lingkungan
perusahaan harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit
20 luks.
b. Penerangan untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membedakan
barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas
penerangan 50 luks.
c. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barang-
barang kecil secara sepintas lalu paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 100 luks.
d. Penerangan untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang kecil
agak teliti Paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 200
luks.
e. Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan dengan teliti dari
barang barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai
intensitas penerangan 300 luks.
f. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang
halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus
mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 500 - 1.000 luks.
d. Faktor Psikososial
Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi
kerja (shift kerja, waktu istirahat) (Dinardi, 1997). Organisasi kerja
didefinisikan sebagai distribusi dari tugas kerja tiap waktu dan diantara
41
para pekerja, durasi dari tugas kerja dan durasi serta distribusi dari periode
istirahat. Durasi kerja dan periode istirahat memiliki pengaruh pada
kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi khusus pada pengaruh organisasi
kerja pada gangguan leher telah dilakukan. Ditemukan bahwa kerja VDU
yang melebihi empat jam per hari berhubungan dengan gejala pada leher
(Riihimaki, 1998).
E. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian teori di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai faktor
risiko Ergonomi yang dapat menyebabkan terjadinya musculoskeletal disorders yaitu,
faktor pekerjaan seperti postur kerja, Beban Kerja, Durasi, Gerakan Repatitif,
Genggaman (Grandjen, 1993; Kuorinka et al, 1995, Cohen et. Al, 1997; NIOSH,
1997; Susan Stock et.al, 2005). Faktor Karakteristik individu atau pekerja seperti
usia, masa kerja, jenis kelamin, status merokok, aktifitas fisik (Tarwaka, 2013;
Pheasant, 1995; Oborne,1995). Faktor lingkungan kerja seperti Getaran, Suhu,
Pencahayaan dan faktor psikososial (Tarwaka, 2013; Susan Stock et.al, 2005).
42
Bagan 2.1
Skema Kerangka teori : (Tarwaka, 2013; Grandjen, 1993; Kuorinka et al, 1995,
Cohen et. Al, 1997; NIOSH, 1997; Pheasant, 1995; Oborne,1995; Susan Stock et.al,
2005).
Faktor Pekerjaan
Postur kerja
Beban Kerja
Durasi
Gerakan Repatitif
genggaman
Musculoskeletal Disorders
(MSDs)
Faktor Psikososial
Karakteristik
Pekerja
Usia
Masa kerja
Status merokok
Aktifitas fisik
Lingkunga Kerja
Suhu
Getaran
pencahayaan
43
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Tujuan Kerangka konsep ini dibuat untuk menjelaskan kaitan antara variabel
MSDs (Dependen) dengan faktor pekerjaan, faktor Pekerja (Usia, Masa kerja,status
merokok, Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Faktor lingkungan kerja (suhu, dan
pencahayaan). Dalam penelitian ini tidak semua variabel diteliti, karena peneliti
hanya memasukkan faktor-faktor yang penting dan perlu diketahui terlebih dahulu
sebagai penyebab MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung. Adapun variabel-variabel yang diteliti dan variabel
yang tidak diteliti adalah sebagai berikut :
1. Faktor usia perlu diteliti karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kekuatan otot maksimal terjadi pada saat usia antara 20-29 tahun. Selanjutnya
terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Pada saat mencapai 60
tahun kekuatan otot menurun sampai 20% dan risiko keluhan otot akan
meningkat.
2. Setatus merokok perlu diteliti karena orang yang merokok akan merasa cepat
lelah saat melakukan aktivitas yang disebabkan kandungan oksigen didalam darah
rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi penumpukkan asam laktat dan
akhirnya timbul rasa nyei otot.
44
3. Faktor pekerjaan perlu diteliti karena pada saat melakukan aktifitas kerja, tanpa
disadari pekerja telah mengalami posisi atau postur kerja yang tidak Ergonomis,
gerakan berulang dan statis, hal ini cendrung membawa pekerja untuk
mengalamin nyeri pada otot.
4. Suhu lingkungan juga berpengaruh, paparan suhu dingin yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan
pakerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya
kekuatan otot.
5. Pencahayaan perlu diteliti karena akan mempengaruhi ketelitian dan performa
kerja. Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh
beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu yang
lama akan meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh.
6. Faktor aktifitas fisik / olahraga tidak diteliti karena hampir semua pekerja tidak
melakukan olah raga khusus.
7. Untuk faktor lingkungan seperti getaran tidak diteliti karena sulit untuk dilakukan
pengukuran, selain itu perlu tenaga ahli yang dapat mengukur besarnya getaran
yang diterima pekerja sehingga diperoleh nilai yang valid.
8. Untuk faktor psikososial seperti kepuasan kerja, stres mental dan organisasi kerja
tidak diteliti karena penelitian ini hanya terfokus terhadap pengukuran postur
kerja pekerjaan, faktor individu pekerja dan lingkungan kerja saja. Faktor
psikososial tidak diteliti karena beberapa penelitian menyatakan bahwa fakor
psikososial hanya memiliki hubungan yang lemah dengan MSDs. Selain itu perlu
45
dilakukan penelitian terlebih dahulu terkait dengan faktor yang menyebabkan
pekerja stress sehingga membutuhkan waktu yang lama. Adapun skema kerangka
konsep dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Musculoskeletal Disorders
(MSDs)
Pencahayaan
Suhu
Status Merokok
IMT
Masa Kerja
Faktor Pekerjaan
(Berdasarkan Skor
Reba)
usia
46
B. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1
MusculoSkeletal
Disorders
(MSDs)
Suatu cidera yang yang
diekspresikan dengan rasa sakit,
kesemutan, pegal pegal, nyeri
tekan, pembengkakan dan
gerakan yang terhambat atau
gerakan minim atau kelemahan
pada anggota tubuh yang terkena
trauma. (Humatech , 1995)
Nordic Body
Map
Mengisi lembar Nordic
Body Map
0. Keluhan berat; jika memiliki
satu gejala atau lebih yang
menetap selama ≥ 3 hari
dalam waktu 7 (tujuh) hari
terakhir.
1. Keluhan ringan; jika memiliki
satu gejala atau lebih yang
menetap selama < 3 hari
dalam waktu 7 (tujuh) hari
terakhir. (Katharine et al.
2005)
Ordinal
2
Faktor
pekerjaan
berdasarkan
REBA
Nilai akhir dari hasil identifikasi
postur pekerja dengan
menggunakan metode REBA
1. Busur
2. Kamera
3. Stopwatch
4. Timbangan
1. Merekam kegiatan
pekerja dengan
menggunakan kamera.
2. Menilai postur pekerja
dengan menggunakan
metode REBA serta
mengukurnya dengan
menggunakan busur.
3. Menghitung lamanya
Skor akhir Reba
Rasio
47
waktu melakukan
suatu pekerjaan.
3 Usia
Jumlah tahun yang dihitung mulai
dari responden lahir sampai saat
pengumpulan data dilakukan
Kuesioner Menyebarkan kuesioner/
wawancara
Tahun
Rasio
4 lama kerja
Waktu kerja responden terhitung
mulai pertama kerja sebagai
pengrajin sepatu sampai dengan
waktu dilakukannya penelitian
Kuesioner Menyebarkan kuesoner/
wawancara
Tahun Rasio
5
Indeks Masa
Tubuh
Kondisi status gizi pekerja saat
dilakukannya penelitian. Diukur
berdasarkan rasio antara berat
badan (kg) dengan tinggi badan
(m) pangkat 2
Pengukuran Timbangan badan dan
meteran
0. Obesitas (IMT > 25,1)
1. Normal (IMT= 18,5-25)
2. Kurus (IMT≤18,4)
Ordinal
6 Status merokok
Banyaknya jumlah rokok yang
dikonsumsi pekerja dalam sehari
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner
Jumlah konsumsi rokok Rasio
7 Suhu Suhu ruangan atau lingkungan Area
Heatstress
Pengukuran, Observasi 0C Rasio
48
lingkungan kerja yang memapar pekerja
selama proses kerja berlangsung.
Monitor
WBGT Quest
Temp 36
9 Pencahayaan
Besarnya intensitas cahaya yang
diterima di lingkungan kerja
Luks Meter Pengukuran, observasi 0. Luks
Rasio
49
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara faktor risiko pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin sepatu
daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
2. Ada hubungan antara faktor usia dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
3. Ada hubungan antara faktor lama kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu
daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
4. Ada hubungan antara faktor banyaknya konsumsi jumlah rokok dengan MSDs
pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung.
5. Ada hubungan antara faktor IMT dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
6. Ada hubungan antara faktor suhu dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
7. Ada hubungan antara faktor pencahayaan dengan MSDs pada pengrajin sepatu
daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
50
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan
desain Cross Sectional Study, dimana proses pengumpulan data variabel dependen
dan independen dilakukan pada waktu yang bersamaan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penilaian untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) yang dilakukan pada
pengrajin informal pembuatan sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juli 2013.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pengrajin sepatu sebanyak 63 orang
yang aktif bekerja di daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung.
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus uji beda dua
proporsi berikut ini:
51
⁄ √ ( ) √ ( ) ( )
( )
Keterangan :
n : Besar sampel
P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}
P1 : Proporsi usia pekerja < 35 tahun terhadap MSDs (5,67%)
(Rajnarayan. 2003)
P2 : Proporsi usia pekerja ≥ 35 tahun terhadap MSDs (36,26%)
(Rajnarayan. 2003)
Z2
1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada uji dua sisi (two tail), α = 5%
Z1-β : Kekuatan uji 90%
Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel yang dibutuhkan sebesar :
√ ( ) √ ( ) ( )
( )
n = 36 x 2
n = 72
Merujuk pada hasil perhitungan sampel di atas yaitu 72 sampel,
disimpulkan bahwa, jumlah sampel melebihi populasi yang ada yaitu sebesar 63
pengrajin, sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik total
sampling dengan jumlah sempel 63 orang.
D. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh melalui metode :
1. Observasi lapangan, bertujuan untuk mendapatkan gambaran lingkungan kerja
(suhu dan pencahayaan ). Adapun langkah-langkah pengukuran lingkungan yang
dilakukan sebagai berikut
52
a) Pengukuran Suhu
(1) Pastikan alat dalam kondisi baik dan berfungsi dengan benar serta masih
dalam masa kalibrasi.
(2) Periksa apakah daya baterai pada alat masih memadai.
(3) Lakukan kalibrasi internal dengan alat kalibrasi yang tersedia. Pastikan
bahwa perbedaan pembacaan dengan ukuran pada kalibrasi tidak lebih
dari 0,5.
(4) Kemudian lakukan pengaturan pada alat dengan mengikuti petunjuk pada
buku manual. Beberapa aspek yang diatur adalah: tanggal, waktu, bahasa,
satuan pengukuran, logging rate, heat index. Pastikan bahwa semua
pengaturan sesuai dengan ketentuan.
(5) Pasang alat pada tripod kamera dan bawa alat ke lokasi atau titik
pengukuran.
(6) Letakkan alat pada titik pengukuran dan sesuaikan ketinggian sensor
dengan kondisi pekerja.
(7) Buka tutup termometer suhu basah alami dan tutup ujung termometer
dengan kain katun yang sudah disediakan. Basahi kain katun dengan
aquadest secukupnya sampai pada wadah tersedia cukup aquadest untuk
menjamin agar termometer tetap basah selama pengukuran.
(8) Nyalakan alat dan biarkan alat selama 10 menit untuk proses adaptasi
dengan kondisi titik pengukuran. Waktu untuk adaptasi terdapat pada
manual.
53
(9) Setelah melewati masa adaptasi, aktifkan tombol untuk logging atau
proses penyimpanan data dan data temperatur lingkungan akan disimpan
di dalam memori alat berdasarkan kelipatan waktu yang digunakan
(logging rate).
(10) Biarkan alat di titik pengukuran sesuai dengan waktu pengukuran yang
diinginkan.
(11) Bila telah selesai, non aktifkan fungsi logging dan kemudian alat bisa
pindah ke titik pengukuran yang lain atau data yang ada sudah bisa
dipindahkan ke komputer atau di cetak/print.
(12) Bila pengukuran dilanjutkan ke titik pengukuran yang lain tanpa harus
melakukan pemindahan data, maka langkah pengukuran diulang dari
langkah ketiga.
b) Pengukuran Pencahayaan
(1) Tentukan titik pengukuran penerangan setempat (meja pekerja).
(2) Pastikan alat ukur yang digunakan (Luksmeter costom Luks -204)
berfungsi dengan baik.
(3) Pada saat pengukuran, pastikan luksmeter/ sensor sejajar dengan posisi
permukaan titik sampling dan mengarah pada sumber cahaya.
(4) Sensor diletakkan sedekat mungkin dengan titik sampling.
(5) Pastikan operator tidak menimbulkan bayangan yang menghalangi
cahaya.
(6) Catat hasil pengukuran yang ditampilkan pada alat.
54
2. Observasi lapangan, bertujuan untuk mendapatkan gambaran tahapan pekerjaan,
postur yang digunakan pekerja, durasi, serta frekuensi menggunakan kamera
digital kemudian dilakukan analisis tingkat risiko Ergonomi dengan
menggunakan form penilaian REBA terkait postur yang digunakan.
3. Wawancara, dilakukan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data
karakteristik individu (Usia, masa kerja, Indeks Masa Tubuh, dan status
merokok).
4. Wawancara, dilakukan menggunakan kuesioner Nordic Body Map digunakan
untuk mendapatkan data bagian tubuh yang mengalami keluhan dan menentukan
tingkat MSDs perbagian tubuh yang dirasakan responden.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kuesioner Nordic Body Map untuk mendapatkan data bagian tubuh yang
mengalami keluhan dan menentukan tingkat MSDs perbagian tubuh yang
dirasakan responden .
2. Lembaran penilaian REBA, untuk mendapatkan tingkat risiko pekerjaan sebagai
salah satu penyebab dari MSDs.
3. Kamera digital untuk mendokumentasikan posisi/postur responden pada saat
kerja.
4. Stopwatch untuk menghitung waktu (durasi/frekuensi)
5. Area Heatstress Monitor WBGT Quest Temp 36, untuk mengukur suhu ruangan
kerja.
55
Gambar 4.1
Area Heatstress Monitor WBGT Quest Temp 36
6. Luksmeter costom Luks -204, untuk mengukur pencahayaan di area kerja.
Gambar 4.2
Luksmeter costom Luks -204
F. Manajemen Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara :
a. Data Coding, merupakan kegiatan megklasifikasi data dan memberi kode
untuk masing-masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data
b. Data Editing, merupakan penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses
pemasukan data
56
c. Data Structure dan Data file merupakan mengembangkan data sesuai
dengan analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang
dipergunakan.
d. Data Entry, merupakan proses memasukkan data ke dalam program atau
fasilitas analisis data yang dalam hal ini mengunakan program aplikasi SPSS
untuk menganalisis data.
e. Data Cleaning, merupakan proses pembersihan data setelah data di entry.
2. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan, diolah, dianalisis, dan diinterpretasikan untuk
dapat menggali dan menjawab masalah yang telah dirumuskan. Data tersebut
diolah dan dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat.
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variabel
independen dan variabel dependen. Variabel independen terdiri dari faktor
pekerjaan, faktor pekerja (Usia, Masa kerja, indeks masa tubuh, status
merokok) dan faktor Lingkungan (suhu dan pencahayaan) dan variabel
dependen adalah MSDs.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian, diterima
atau tidak. Analisis Uji Chi Square digunakan untuk menganalisis hubungan
antara variabel katagorik dan katagorik dengan batas kemaknaan p value ≤
0,05 yang berarti ada hubungan secara statistik antara variabel independen
57
dengan variabel dependen, dan jika p value > 0,05 berarti tidak ada
hubungan secara statistik antara variabel independen dengan variabel
dependen pada estimasi derajat kepercayaan atau Confidential Interval (CI)
95%. Adapun persamaan Chi-Square sebagai berikut :
X² = (O-E) ²
E
Keterangan :
X² = Chi-Square
O = efek yang diamati
E = efek yang diharapkan
Sedangkan untuk melihat hubungan antara variabel independen
(numerik) dengan variabel dependen (katagorik), terlebih dahulu dilakukan
uji normalitas data numerik, bila hasil tes uji normalitas data berdistribusi
normal, maka dilanjutkan dengan uji t-independent. Setelah didapatkan hasil
uji T-test independen, jika nilai P dari levence teset ≤ 0,05 maka varian
berbeda dan nilai P > 0,05 maka varian sama. Rumus perhitungannya
sebagai berikut :
Akan tetapi jika data tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas data,
maka data selanjutnya akan dilakukan uji dengan menggunakan uji Mann
Whitney.
t =
58
Keterangan :
R1 = Jumlah peringkat sampel pertama
n1 = Jumlah sampel 1
n2 = Jumlah sampel 2
59
BAB V
HASIL
A. Analisis Univariat
1. Gambaran MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Data MSDs diperoleh dengan menggunakan kuesioner (Nordic Body
Map) yang mengkatagorikan MSDs terdiri dari Keluhan berat dan ringan.
Keluhan berat, jika memiliki satu gejala atau lebih yang menetap selama ≥ 3 hari
dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir, sedangkan keluhan ringan, jika memiliki satu
gejala atau lebih yang menetap selama < 3 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari
terakhir.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat MSDs pada Pengrajin
Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013.
Pada tabel 5.1, menunjukkan bahwa dari 63 responden (total sampel )
diperoleh sebanyak 29 responden (46 %) mengalami MSDs berat dan sebanyak
34 responden (54 %) mengalami MSDs ringan.
Indikator MSDs pada penelitian ini berdasarkan pada 28 titik tubuh pada
kuesioner Nordic Body Map , metode ini sangat sederhana, namun kelemahannya
Keluhan Jumlah %
Berat 29 46
Ringan 34 54
Total 63 100
60
keluhan yang dirasakan itu bersifat subjektif. Dari data primer yang dikumpulkan,
distribusi frekuensi responden yang mengalami MSDs berdasarkan bagian tubuh
yang merasakan MSDs seperti nyeri, keram, pegal, dan MSDs lainnya dapat dilihat
pada grafik berikut :
Grafik 5.1
Distribusi Frekuensi MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013
Dari grafik 5.1, diketahui mayoritas pengrajin menglami keluhan pada
bagian pinggang yaitu sebanyak 30 orang (14,02 %), leher bagian atas sebesar
(8,88 %) dan bahu kanan sebesar (8,88%), sementara itu titik keluhan paling
sedikit dirasakan pengrajin pada bagian lengan bawah kanan yaitu sebesar (0,47
%). Untuk tingkat keluhan mayoritas pengrajin hanya mengalami keluhan pada
tingkat nyeri ringan, untuk tingkat nyri ringan paling banyak dirasakan pada
0
5
10
15
20
25
30
35
Leh
er
bag
ian
ata
s
Leh
er
bag
ian
baw
ah
Bah
u k
iri
Bah
u k
anan
Len
gan
ata
s ki
ri
Pu
ngg
un
g
Len
gan
ata
s ka
nan
Pin
ggan
g
Bo
kon
g
Pan
tat
Siku
kir
i
Siku
kan
an
Len
gan
baw
ah k
iri
Len
gan
baw
ah k
anan
Pe
rgel
anga
n t
anga
n k
iri
Pe
rgel
anga
n t
anga
n…
Tan
gan
kir
i
Tan
gan
kan
an
Pah
a ki
ri
Pah
a ka
nan
Lutu
t ki
ri
Lutu
t ka
nan
Be
tis
kiri
Be
tis
kan
an
Pe
rgel
anga
n k
aki k
iri
Pe
rgel
anga
n k
aki k
anan
Kak
i kir
i
Kak
i kan
an
Penderita
61
bagian pinggang yaitu sebesar 13,95 %, sedangkan untuk tingkat nyeri tak
tertahankan dirasakan pada bagian pinggang sebesar 18,75 %. Untuk tingkat
keseringan, mayoritas pengrajin mengalami MSDs sebanyak 1-2 kali dalam
seminggu (13,79 %) pada bagian bahu kanan dan pinggang.
2. Gambaran Risiko Pekerjaan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Hasil penelitian mengenai faktor pekerjaan diperoleh dari pengukuran
dengan metode REBA pada bagian tubuh leher, punggung, bahu, kaki, lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan dengan mempertimbangkan durasi,
frekuensi dan beban pekerjaan yang dilakukan oleh pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Adapun
gambaran distribusi frequensi responden berdasarkan risiko pekerjaan dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Pekerjaan pada Pengrajin
Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013
Variabel Min-Max Mean Median SD 95% CI Mean
Risiko
pekerjaan
3-11 7,16 7,0 2,245 6.59 - 7,72
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 63 responden, gambaran
distribusi risiko pekerjaan dengan nilai tengah skor REBA adalah 7,00 dan
standar deviasi 2,245. Sedangkan skor REBA terkecil adalah 3 dan skor REBA
terbesar adalah 11.
62
Gambar 5.1
Postur Janggal Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
3. Gambaran Status Merokok pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Hasil penelitian terkait status merokok pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Status Merokok pada Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013
Variabel Min-Max Mean Median SD 95% CI Mean
Jumlah
rokok
0-24 10,43 12,00 5,120 9,14 – 11,72
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa variabel status merokok
berdistribusi tidak normal (P= 0,000 ), nilai rata-rata banyaknya jumlah rokok
yang dikonsumsi per hari oleh pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil
300
970
540
63
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 10,43 batang. Sedangkan nilai
tengah banyaknya jumlah rokok yang dikonsumsi per hari oleh pengrajin sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah
12,00 batang dengan standar deviasi 5,120. Dari hasil tersebut diketahui ada
pengrajin yang tidak merokok (Min = 0). Sedangkan batang rokok yang
dikonsumsi oleh pengrajin paling banyak adalah 24 batang per hari.
4. Gambaran Usia pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Hasil penelitian terkait usia pengrajin sepatu di Perkampungan Industri
Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013
Variabel Min-Max Mean Median SD 95% CI Mean
Usia 17-61 33,79 33,0 11,107 31,00 - 36,59
Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa variabel usia berdistribusi normal
(P= 0,200 ), nilai rata-rata usia pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri
Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 34 tahun, nilai tengah usia
pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung adalah 33,0 tahun dengan standar deviasi 11,107. Adapun
usia responden paling muda adalah 17 tahun, dan paling tua adalah 61 tahun.
64
5. Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Hasil penelitian terkait Indeks Masa Tubuh (IMT) pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT)
Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013
IMT Jumlah (n) %
Obesitas (IMT > 25) 10 15,9
Normal (IMT = 18,5 - 25) 50 79,4
Kurus (IMT≤18,4) 3 4,8
Total 63 100 %
Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden yang masuk dalam
katagori obesitas berjumlah 10 pekerja (15,9 %), responden yang masuk dalam
katagori under weight (kurus) berjumlah 3 pekerja (4,8 %) dan pekerja yang
memiliki IMT normal adalah sebesar 50 pekerja (79,4 %).
6. Gambaran Lama Kerja pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri
Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Hasil penelitian terkait lama kerja pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah sebagai berikut:
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013.
Variabel Min-Max Mean Median SD 95% CI Mean
Lama Kerja 0,08-35,00 8,4537 5,8333 8,6033 6,2870-10,6204
65
Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa variabel lama kerja berdistribusi
tidak normal (P= 0,000 ), nilai tengah lama kerja pada pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah
5,8333. Untuk lama kerja paling rendah adalah 0,08 tahun, dan lama kerja paling
lama adalah 35 tahun.
7. Gambaran Pencahayaan pada Area Kerja Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Hasil penelitian terkait lama kerja pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pencahayaan Area Kerja Pengrajin
Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013.
Variabel Min-Max Mean Median SD 95% CI Mean
Pencahayaan 19-830 181,94 145,00 141,218 146,37-217,50
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa variabel Pencahayaan
berdistribusi tidak normal (P= 0,000 ), nilai tengah pencahayaan pada pengrajin
sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
adalah 145,00 Luks, sedangkan nilai rata-rata pencahayaan adalah 181,94 Luks,
Untuk pencahayaan paling rendah adalah 19 luks, dan pencahayaan paling tinggi
adalah 830 Luks.
66
8. Gambaran Suhu lingkungan pada Area Kerja Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Pada penelitian ini, data suhu lingkungan didapatkan dengan
menggunakan Area Heatstress Monitor WBGT Quest Temp 36, adapun
gambaran suhu lingkungan pada area kerja pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah sebagai berikut.
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suhu Area Kerja Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013.
Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa variabel suhu lingkungan
berdistribusi tidak normal (P= 0,000 ), nilai tengah suhu lingkungan pada area
kerja pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung adalah 29.59 0C, sedangkan nilai rata-rata suhu
lingkungannya adalah 29.15 0C, Untuk suhu paling rendah adalah 27.30
0C, dan
suhu paling tinggi adalah 30.55 0C.
Variabel Min-Max Mean Median SD 95% CI Mean
Suhu 27.30-30.55 29.15 29.59 1.07787 28.88-29.42
67
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Faktor Risiko Pekerjaan dengan MSDs pada Pengrajin
Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
Cakung.
Analisis hubungan antara faktor risiko pekerjaan dengan MSDs pada
pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
Cakung, untuk data variabel risiko pekerjaan adalah berdistribusi tidak normal
(P= 0,003) sehingga dilakukan uji mann whitney dan hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 5.9
Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung2013.
Variabel MSDs N Mean Rank P value
Risiko
Pekerjaan
Berat 29 39.29
0,003 Ringan 34 25.78
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji mann whitney,
diperoleh nilai rata-rata rangking risiko pekerjaan dengan MSDs berat adalah
39,29 dan rata-rata rangking risiko pekerjaan dengan MSDs ringan adalah 27,78.
Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,003 (P value < 0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) terdapat hubungan antara risiko pekerjaan
dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
68
2. Hubungan antara Faktor Jumlah Konsumsi Rokok dengan MSDs pada
Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung.
Analisis hubungan antara status merokok dengan MSDs pada pengrajin
sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Pada alpha 0,05 distribusi data status merokok adalah tidak normal. Kemudian
pada tahap selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney, untuk mengetahui hubungan
antara status merokok dengan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.10
Analisis Hubungan antara Status Merokok Dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung2013.
Variabel MSDs N Mean Rank P value
Status Merokok Berat 29 35.03 0,191
Ringan 34 29.41
Berdasarkan tabel hasil analisis di atas dengan menggunakan uji mann
whitney , diperoleh nilai rata-rata rangking status merokok dengan MSDs berat
adalah 35,03 dan rata-rata rangking status merokok dengan MSDs ringan adalah
29.41. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,191 (P value > 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan antara status
merokok dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
69
3. Hubungan antara Faktor Usia dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Analisis responden berdasarkan hubungan antara usia pengrajin dengan
terjadinya MSDs. Untuk variabel usia dan diketahui bahwa variabel usia
berdistribusi normal P value > 0,05 (P value = 0,200), sehingga dilakukan uji t-
test independent, uji tersebut digunakan untuk menguji dua variabel yaitu antara
variabel numerik dan dua variabel kegorik. Pada variabel usia pekerja merupakan
variabel numerik sedangkan MSDs merupakan variabel 2 katagorik.
Adapun hasil uji analisis yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.10
berikut:
Tabel 5.11
Analisis Hubungan antara Usia dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung2013.
Variabel MSDs N Mean Std. Deviation P-value
Usia Berat 29 32.34 11.216 0.343
Ringan 34 35.03 11.027
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-test independent
diperoleh nilai rata-rata usia pada responden keluhan berat adalah 32.34 tahun
dengan standar deviasi 11.216 serta rata-rata responden dengan keluhan ringan
adalah 35.03 dengan standar deviasi 11.027. Dari data tersebut diperoleh p value
0.343 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha (5%) tidak
terdapat hubungan antara rata-rata usia pengrajin dengan MSDs berat dan rata-
70
rata usia pekerja dengan MSDs ringan pada pada pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
4. Hubungan antara faktor Indeks Masa Tubuh dengan MSDs pada pengrajin
sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
Cakung.
Hasil analisis responden berdasarkan hubungan antara Indeks Masa Tubuh
pengrajin dengan terjadinya MSDs dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut:
Tabel 5.12
Analisis hubungan antara IMT dengan MSDs pada pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013.
Variabel
MSDs
Total
P value Berat Ringan
N % N % n %
Obesitas 1 33,3 2 66,7 3 100
0,811 Normal 24 48,0 26 52,0 50 100
Kurus 4 40,0 6 60,0 10 100
Dari hasil uji statistik yang dilakukan, diketahui responden yang masuk
dalam katagori obesitas paling banyak merasakan MSDs ringan yaitu sebanyak 2
orang (66,7 %), responden yang masuk dalam katagori IMT normal paling
banyak juga mengalami MSDs ringan yaitu sebanyak 26 orang (52%), sedangkan
untuk katagori responden dengan IMT kurus, juga banyak mengalami MSDs
ringan yaitu sebanyak 6 orang (60%).
71
Dari hasil tersebut diperoleh nilai P Value sebesar 0,811 (P > 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha (5%) tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara setatus IMT pengrajin dengan MSDs pada pengrajin
sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
5. Hubungan antara faktor lama Kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Analisis hubungan antara Lama Kerja dengan MSDs pada pengrajin
sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Pada tahap awal pengujian dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dan
didapatkan nilai (P = 0,000) sehingga disimpulkan bahwa pada alpha 0,05
distribusi data Lama Kerja adalah tidak normal. Kemudian pada tahap
selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney, untuk mengetahui hubungan antara
Lama Kerja dengan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Lama Kerja dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013.
Berdasarkan tabel analisis di atas dengan menggunakan uji mann whitney ,
diperoleh nilai rata-rata rangking Lama Kerja dengan MSDs berat adalah 30,60
dan rata-rata rangking Lama Kerja dengan MSDs ringan adalah 33,19. Adapun
Variabel MSDs N Mean Rank P value
Lama_kerja2 Berat 29 30.60 0,576
Ringan 34 33.19
72
nilai probabilitas (P value) sebesar 0,576 (P value > 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang signifikan antara
Lama Kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri
Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
6. Hubungan antara Faktor Intensitas Cahaya dengan MSDs pada Pengrajin
Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
Cakung.
Analisis hubungan antara intensitas cahaya dengan MSDs pada pengrajin
sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Pada tahap awal pengujian dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dan
didapatkan nilai (P = 0,000) sehingga disimpulkan bahwa pada alpha 0,05
distribusi data intensitas cahaya adalah tidak normal. Kemudian pada tahap
selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney, untuk mengetahui hubungan antara
intensitas cahaya dengan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.14 Analisis hubungan antara intensitas pencahayaan area kerja dengan MSDs pada
pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
Berdasarkan tabel analisis di atas dengan menggunakan uji mann whitney ,
diperoleh nilai rata-rata rangking antara intensitas pencahayaan area kerja
Variabel MSDs N Mean Rank P value
Pencahayaan Berat 29 32.34 0,890
Ringan 34 31.71
73
dengan MSDs berat adalah 32,34 dan rata-rata rangking antara intensitas
pencahayaan area kerja dengan MSDs ringan adalah 31,71. Adapun nilai
probabilitas (P value) sebesar 0,890 (P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang signifikan antara intensitas
pencahayaan area kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
7. Hubungan antara Faktor Suhu area kerja dengan MSDs pada Pengrajin
Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
Cakung.
Analisis hubungan antara suhu area kerja dengan kejadian MSDs pada
pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
Cakung. Untuk variabel suhu area kerja merupakan data berdistribusi tidak
normal. sehingga dilakukan uji Mann Whitney, untuk mengetahui hubungan
antara suhu area kerja dengan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Suhu Area Kerja dengan MSDs pada Pengrajin
Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
Berdasarkan tabel analisis 5.15 dengan menggunakan uji mann
whitney , diperoleh nilai rata-rata rangking antara suhu area kerja dengan MSDs
berat adalah 28,74 0C dan rata-rata rangking antara suhu area kerja dengan
MSDs ringan adalah 34,78 0C. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,187
Variabel MSDs N Mean Rank P value
Suhu Berat 29 28,74 0,187
Ringan 34 34,78
74
(P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada
hubungan antara suhu area kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
75
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
1. Pada penelitian ini data MSDs didapatkan dari tabel Nordic Body Map,
melalui metode tersebut dapat diketahui bagian – bagian otot yang
mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman
(agak sakit) sampai pada rasa sangat sakit, dengan melihat dan
menganalisis peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasikan jenis dan
tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Metode ini
sangat sederhana, namun kelemahannya keluhan yang dirasakan itu
bersifat subjektif sehingga akan mempengaruhi pengkategorian MSDs .
2. Terbatasnya area kerja dan tingginya mobilitas pekerja menyulitkan
peneliti dalam mengambil sudut gambar/video proses kerja yang
dilakukan oleh pengrajin, sehingga adakalanya pada suatu tugas kerja,
postur kerja yang diteliti menggunakan beberapa gambar yang
pengambilannya dilakukan pada waktu yang berbeda.
3. Pengukuran suhu lingkungan dilakukan pada titik area ruangan tertentu
atau tempat pekerja sering melakukan pekerjaannya, sehingga
diasumsikan untuk pekerja yang berada di tempat atau ruangan yang sama
memiliki paparan suhu yang sama juga, pengukuran ini memiliki
kelemahan yaitu tidak mampu memperhitungkan panas hasil metabolisme
tubuh dan kecepatan angin yang ada.
76
B. Gambaran MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri
Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Sistem Muskuloskeletal merupakan sistem yang kompleks dan
tersusun atas tulang, sendi, otot, ligamen, tendon, serta jaringan lain yang
menghasilkan struktur dan bentuk tulang. Sistem ini juga melindungi organ-
organ vital, yang memungkinkan terjadinya gerakan, menyimpan kalsium
serta mineral lain di dalam matriks tulang yang dapat dimobilisasi bila terjadi
defisiensi, dan merupakan tempat berlangsungnya hematopoiesis (produksi sel
darah merah) di dalam susmsum tulang (Kowalak et, al 2003). Ketika terdapat
suatu gaya atau kekuatan yang melampaui kekuatan tulang dan otot saat
menahan beban tentunya akan menyebabkan tidak seimbangannya sistem
muskuloskeletal, hal ini akan berdampak pada timbulnya keluhan pada sistem
muskoluskeletal.
Sementara itu keluhan muskoluskeletal itu sendiri merupakan keluhan
rasa tidak nyaman pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh
seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Keluhan
muncul diakibatkan oleh otot menerima beban statis secara berulang dan
dalam waktu yang lama, sehingga dapat menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada ligamen, sendi dan tendon. Ada beberapa cara yang telah
diperkenalkan dalam melakukan evaluasi Ergonomi untuk mengetahui
hubungan antara tekanan fisik dengan risiko keluhan otot skeletal.
Pengukuran fisik ini dapat dilakukan dengan Cheklist, Model Biomekanik,
77
Model Fisik, Model Analitik, Pengamatan Melalui Monitor dan Nordic Body
Map (NBM). Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena
melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan
toleransi dalam bekerja (Waters & Anderson 1996) dalam (Tarwaka 2004).
Pada penelitian ini, digunakan metode Nordic Body Map (NBM),
melalui NBM dapat diketahui bagian-bagian otot mana yang mengalami
MSDs dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit)
sampai sangat sakit (corlett, 1992) dalam (Tarwaka, 2004).
Pada grafik 5.1, diketahui mayoritas pengrajin mengalami keluhan
pada bagian pinggang yaitu sebanyak 14,02 %, leher bagian atas sebesar 8,88
% dan bahu kanan sebesar 8,88%, sementara itu titik keluhan paling sedikit
dirasakan pengrajin pada bagian lengan bawah kanan yaitu sebesar 0,47 %.
Untuk tingkat keluhan, mayoritas pengrajin hanya mengalami keluhan pada
tingkat nyeri ringan. Untuk tingkat nyeri ringan, paling bnyak dirasakan pada
bagian pinggang (13,95 %), sedangkan untuk tingkat nyeri tak tertahankan
paling banyak dirasakan pada bagian pinggang yaitu sebesar 18,75 %.
Berdasarkan studi European Survey on Working Conditions (ESWC
bahwa MSDs yang dirasakan oleh pekerja banyak dirasakan pada tubuh
bagian leher belakang, pinggang, serta otot-otot rangka bagian atas lainnya.
Pada bagian tubuh dengan keluhan sakit punggung atau pinggang serta
anggota tubuh bagian atas, banyak disebabkan oleh adanya pekerjaan berat
pada posisi janggal yang dilakukan berulang-ulang, mengangkat beban yang
78
berat serta postur tubuh yang tidak dapat menyesuaikan dengan posisi obyek
target yang dikerjakan, sehingga tidak terlalu memperhatikan posisi yang
Ergonomis (European Agency for Safety and Health at Work, 2010).
Peneltian lain yang dipublikasikan tahun 2000 dengan desain Cross
Sectional yang dilakukan oleh Picavet HJS et. Al pada 22.415 pekerja di
belanda baik pria maupun wanita, menyatakan bahwa, prevalensi nyeri
pinggang karena membungkuk dan memutar tubuh adalah sebesar 40,6%.
Prevalensi sering pada posisi yang sama (statis) untuk waktu yang lama
sebesar 32,6 %, prevalensi untuk sering membuat gerakan yang tiba-tiba
sebesar 30,2 % dan prevalensi untuk mengangkat, membawa, mendorong dan
menarik sebesar 30,4 %. (Picavet HJS et. Al , 2000)
Berdasarkan Labour Force Survey (LFS) U.K prevalensi kasus
Musculoskeletal Disorders sebesar 1.144.000 kasus dengan menyerang
punggung sebesar 493.000 kasus, anggota tubuh bagian atas atau leher
426.000 kasus, dan anggota tubuh bagian bawah 224.000 kasus (Health and
Safety Commite 2006/2007 dalam Soleha, 2009). Pada 2007/2008
diperkirakan ada 538.000 orang di Britania Raya yang bekerja sejak tahun lalu
menderita Musculoskeletal Disorders yang disebabkan oleh pekerjaannya
(Health and Safety Executive, 2009).
Sementara itu di indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Nurliah
(2012), pada penelitiannya terkait Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada Operator Forklift di PT. LLI, didapatkan angka kejadian MSDs
79
cukup tinggi dari semua operator forklift yang menjadi responden, 87%
mengalami MSDs, titik keluhan yang dirasakan antara lain pinggang (65%),
leher atas (60%), leher bawah (60%), punggung (48%) dan bahu kanan (45%).
Selain itu Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010) yang
dilakukan pada Welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia
didapatkan pekerja dengan tingkat keluhan MSDs ringan sebanyak 58 orang
(77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7 orang (9,3%).
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK).
1. Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan MSDs.
Penilaian risiko pekerjaan dilakukan dengan menggunakan metode
REBA. Metode REBA diperkenalkan oleh Sue Hignett dan Lynn
Mcatammney yang diterbitkan dalam jurnal Apllied Ergonomics tahun
2000. Metode ini merupakan kolaboratif oleh tim Ergonomis, fisioterapi,
ahli okupasi dan para perawat yang mengidentifikasi sekitar 600 posisi di
industri manufakturing. Metode REBA, memungkinkan dilakukan suatu
analisis secara bersamaan dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh
bagian atas (lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan) badan, leher,
dan kaki. Metode ini juga mendefinisikan faktor-faktor lainnya yang
diduga dapat menentukan hasil penilaian akhir dari postur tubuh seperti:
beban atau gaya yang dilakukan, jenis pegangan atau jenis aktifitas otot
yang dilakukan pekerja. Hal ini memungkinkan untuk mengevaluasi baik
80
posisi statis dan dinamis, dan keadaan yang dapat menunjukkan adanya
perubahan secara tiba-tiba pada postur atau posisi tidak setabil (Tarwaka,
2013).
Pada tabel 5.9, diperoleh nilai rata-rata rangking risiko pekerjaan
dengan MSDs berat adalah 39,29 dan rata-rata rangking risiko pekerjaan
dengan MSDs ringan adalah 27,78. Adapun nilai probabilitas (P value)
sebesar 0,003 (P value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α
(5%) terdapat hubungan antara risiko pekerjaan dengan MSDs pada
pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung 2013. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hendra dan Raharjo (2008) bahwa 83,7% pekerja kelapa
sawit merasakan MSDs pada leher dan punggung bawah dengan skor
risiko pekerjaan (REBA) 8-10/high risk.
Pengrajin sepatu merupakan salah satu profesi yang memiliki
potensi untuk terjadinya MSDs, hal ini dibuktikan dengan adanya
beberapa faktor seperti postur janggal pengrajin saat melakukan kegiatan
membuat pola, penjahitan bahan, pengeleman dan perangkain sepatu
hingga menjadi sebuah produk yang siap dipasarkan.
Kesesuaian antara desain kerja dengan pekerja perlu diperhatikan,
seperti halnya posisi tubuh pekerja dalam kondisi duduk cendrung
mengikuti desain kursi yang digunakan, saat ruas-ruas tulang menekuk ke
depan maka otot akan bekerja untuk menopang tulang/rangka bagian atas
81
sampai kepala, sehingga otot akan melentur. Hal tersebut apabila semakin
sering dan semakin lama digunakan dengan berlebihan, maka hal
demikian akan menyebabkan hilangnya kelenturan pada otot tersebut,
dari sudut otot, sikap duduk yang baik adalah sedikit membungkuk.
Namun dari sudut tulang posisi duduk yang baik adalah tegak, agar
punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas, dianjurkan untuk
duduk pada posisi tegak, dan diselingi istirahat dengan melakukan
perenggangan dan sedikit membungkuk (Tarwaka, 2004 ).
Faktor pekerjaan ini juga dipengaruhi oleh tidak sesuainya desain
kerja dengan pekerja, desain kerja sangat ditentukan oleh jenis dan sifat
pekerjaan yang dilakukan. Baik desain kerja untuk posisi duduk maupun
posisi berdiri, keduanya mempunyai keuntungan dan kerugian (Tarwaka,
2013).
Ketidaksesuaian antara desain kerja dengan pekerja, mengakibatkan
posisi tubuh pekerja cendrung tidak Ergonomis. Pada penelitian ini,
ditemukan beberapa kondisi yang mempengaruhi posisi tubuh pengrajin
sepatu, salah satunya adalah desain kursi yang tidak sesuai dengan posisi
kerja pengrajin, posisi duduk saat melakukan pengeleman, pengesolan
dan penjahitan bahan merupakan beberapa temuan yang memungkinkan
untuk memicu MSDs.
Ketidaksesuaian tersebut dibuktikan dengan keadaan kursi yang
hanya terbuat dari kayu atau kaleng bekas kemasan lem yang berbentuk
82
kotak, tidak ada sandaran dan ketinggian kursi tidak dapat diatur, hal ini
mengakibatkan posisi leher yang fleksi 360, posisi punggung fleksi 36
0
dan posisi lengan atas fleksi 610
, sikap kerja pengrajin yang tidak alamiah
ini menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi
alamiah tubuh, apabila kondisi ini terjadi dalam kurun waktu yang lama,
maka akan terjadi akumulasi keluahan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya cidera otot. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh
Tarwaka (2011) bahwa, di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah dalam
bekerja lebih banyak disebabkan oleh tidak sesuainya antara dimensi alat
dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh manusia, kondisi tersebut akan
menyebabkan sikap paksa pada waktu pekerja mengoprasikan mesin.
Gambar 6.1
(a) Posisi janggal pada bagian penjahitan bahan, (b) salah satu contoh
desain kursi yang digunakan pengrajin.
360
360
610
a b
83
Dari keadaan sikap kerja pengrajin tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa, kesesuaian antara pengrajin dengan desain kerja
terutama kursi yang digunakan sangat perlu diperhatikan, hal ini
dikarenakan pekerjaan membuat sepatu kebanyakan dilakukan pada
posisi duduk. Menurut Clark (1996) dalam terwaka (2011), menyatakan
bahwa desain stasiun kerja dengan posisi duduk yang benar mempunyai
derajat stabilitas tubuh yang tinggi, mengurangi kelelahan dan keluhan
subjektif bila bekerja lebih dari 2 jam, disamping itu pekerja juga dapat
mengendalikan kaki untuk melakukan gerakan relaksasi.
Desain kerja pada pekerjaan yang kebanyakan dilakukan dalam
posisi duduk, perlu mempertimbangkan hal-hal antara lain (Tarwaka,
2013; Anies,2005);
a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau
sikap berdiri secara bergantian.
b. Sudut pandang yang netral yang tidak menyebabkan leher
mendongak.
c. Terdapat injakan kaki sebagai sarana relaksasi.
d. Posisi tangan yang netral yang tidak menyebabkan bahu
terangkat.
84
a. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindari, seadainya
hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban
statik diperkecil.
b. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak
membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-
otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak
minimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi
darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan
yang dapat mengganggu aktivitas.
Gambar 6.2
Ilustrasi contoh desain kerja dan sikap kerja dinamis (duduk di
suatu saat dan berdiri atau duduk-berdiri pada saat lainnya)
(Tarwaka, 2013)
85
Gambar 6.3
Ilustrasi contoh desain kursi sadel untuk sikap kerja duduk disuatu saat
dan berdiri atau duduk-berdiri pada saat lainnya. Ketinggian sadel
dapat distel sesuai dengan ketinggian kaki penggunanya
(Tarwaka, 2013)
Namun pada kenyataannya memang sulit untuk merubah desain
kerja pada suatu perusahaan, terutama perusahaan sekala industri kecil,
selain biaya yang relatif mahal, kebanyakan pihak pemilik usaha kurang
memperdulikan hal-hal terkait desain kerja yang baik. Menyadari hal
tersebut, salah satu cara terbaik untuk mengurangi kelelahan akibat posisi
duduk adalah dengan berdiri dan berjalan sejenak disekeliling stasiun
kerja setelah mengalami ketegangan otot-otot selama duduk, seperti
bekerja dengan duduk 1 jam, berdiri dan berjalan 5 menit kemudian
melakukan peregangan otot yang mengalami ketegangan (Tarwaka,
2013). Selain relatif mudah dilakukan, kegiatan ini dapat menguragi
86
tegang pada otot sehingga otot yang tegang pun merasakan relaksasi, dan
yang lebih menarik lagi kegiatan ini juga tidak membutuhkan biaya sama
sekali.
2. Hubungan antara Faktor Jumlah Konsumsi Rokok dengan MSDs.
Menurut Terwaka (2011), kebiasaan merokok sangat erat kaitannya
dengan lama dan tingkat kebiasaan rokok. Semakin lama dan semakin
tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang
dirasakan. Penelitian yang dilakukan oleh Boshuizen (1993) menemukan
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot
pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot.
Berdasarkan Annuals of Rheumatic Diseases (Croasmun, 2003)
melaporkan bahwa dari hasil studi yang dilakukan terhadap 13.000
perokok dan non perokok dengan rentang usia antara 16 s.d 64 tahun,
bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk mengalami
MSDs. Hal ini dikarenakan efek rokok akan menciptakan respon rasa
sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium
pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena osteoporosis,
menghambat penyembuhan luka patah tulang serta menghambat
degenerasi tulang. Selain itu, efek rokok akan menciptakan respon rasa
sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium
pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
87
Berdasarkan tabel analisis 5.10 dengan menggunakan uji mann
whitney, diperoleh nilai rata-rata rangking banyaknya batang rokok yang
dikonsumsi dengan MSDs berat adalah 35,03 dan rata-rata rangking
banyaknya batang rokok yang dikonsumsi dengan MSDs ringan adalah
29.41. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,191 (P value > 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang
signifikan antara jumlah batang rokok yang dikonsumsi dengan MSDs
pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Said (2012) pada pekerja mekanik di Electric Truck
Section PT. Kaltim Prima Coal.
Tidak sesuainya antara teori dengan fakta yang ada, dimungkinkan
karena banyaknya pengrajin yang masuk pada katagori tidak merokok
atau prokok ringan juga mengalami MSDs berat. Kondisi ruang kerja
yang sempit dan kurangnya ventilasi ruangan, memungkinkan setatus
pekerja yang tidak merokok menjadi prokok pasif. Menurut Tarwaka
(2011) Kondisi ini juga dapat mengakibatkan penurunan kapasitas paru-
paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan
sebagai akibatnya, daya tahan tubuh juga menurun, hal ini akan
mengakibatkan pekerja mudah lelah sehingga terjadi penumpukan asam
laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada otot.
88
Gambar 6.4
Kondisi ruang kerja pengrajin Sepatu
di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Selain itu penururnan kapasitas paru-paru kemungkinan juga
dipengaruhi oleh paparan zat iritan yang terkandung dalam lem yang
digunakan pengrajin sebagai perekat bahan sepatu, dimana zat perekat
yang digunakan kemungkinan besar mengandung benzen, keton dan
senyawa lainnya yang apabila terpapar secara terus menerus akan
berakibat pada penurunan kapasitas paru-paru, batuk-batuk dan lain
sebagainya. Batuk yang terus menerus kemungkinan akan menyebabkan
tekanan di tulang belakang meningkat, sehingga terjadi kelelahan otot
punggung yang mungkin akan berakibat pada keluahan MSDs.
3. Hubungan antara Faktor Usia dengan MSDs
Pada umumnya MSDs dirasakan pada usia antara 35 - 65 tahun
(Chaffin, 1979). Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 25 tahun
dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya
89
usia. Hal ini terjadi karena pada usia setengah baya, kekuatan dan
ketahanan otot manusia mulai menurun sehingga risiko terjadinya
keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2013). Penelitian lain juga mengatakan
bahwa pada saat usia mencapai 60 tahun, kekuatan otot menurun hingga
20 %, pada saat penurunan kekuatan otot inilah risiko kejadian MSDs
meningkat (Betti‟e, et al, 1989) dalam (Tarwaka, 2013).
Riihimaki et. Al (1989) menjelaskan bahwa usia mempunyai
hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot
leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa usia
merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot.
Pada penelitian ini, berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh nilai
rata-rata usia pada responden keluhan berat adalah 32.34 tahun dengan
standar deviasi 11.216 serta rata-rata responden dengan keluhan ringan
adalah 35.03 dengan standar deviasi 11.027. Dari data tersebut diperoleh
p value 0.343 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada
alpha (5%) tidak terdapat hubungan antara rata-rata usia pengrajin dengan
MSDs berat dan rata-rata usia pekerja dengan MSDs ringan pada pada
pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
Kecamatan Cakung.
Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa, hasil tersebut
tidak sejalan dengan pendapat Bernard (1997) yang mengatakan bahwa
usia merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian
90
gangguan degeneratif, hilangnya kekuatan jaringan dengan bertambahnya
usia mungkin meningkatkan peluang atau keparahan kerusakan jaringan
otot, sehingga dapat menimbulakan gangguan pada sistem
Musculoskeletal. pada penelitian Munir (2012), juga mengatakan bahwa
pada P value 0,012 terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan
kejadian MSDs.
Tidak sesuainya antara teori dan hasil penelitian yang dilakukan
kemungkinan dikarenakan faktor usia bukanlah faktor utama yang
menyebabkan keluahan MSDs, hal ini sesuai yang dikatakan oleh
Tarwaka (2004), bahwasanya usia merupakan faktor kombinasi yang
menyebabkan terjadinya MSDs seperti LBP, CTS dan sebagainya.
Artinya usia tidak bisa berdiri sendiri untuk mengakibatkan terjadinya
gangguan MSDs tersebut, namun ada faktor-faktor lain yang mungkin
lebih dominan.
Bridger (2003) menyatakan bahwa suatu kemungkinan karyawan
atau pekerja senior mempunyai ambang batas nyeri yang lebih tinggi.
Pengalaman kerja yang lama dengan kemungkinan sakit punggung yang
berulang membuat karyawan seniorpun mengabaikan keluhan punggung
yang ringan dan menganggap keluhan tersebut sebagian dari
pekerjaannya yang wajar sehingga tidak melaporkan keluhan nyeri
punggung yang ringan tersebut.
91
4. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan MSDs
Tulang belakang atau lumbal memegang peranan penting dalam
menahan beban tubuh, mereka yeng memiliki propors tubuh yang normal,
maka beban pada tulang belakangnya juga dalam batas yang normal.
Untuk mengukur kesesuaian berat badan seseorang dengan tinggi badan
digunakanlah perhitungan Indeks masa tubuh. Indeks masa tubuh adalah
berat badan dalam kilogram di bagi dengan tinggi badan dalam meter
dikuadratkan. Kemudian dibuat pengkatagorian, kurus ≤ 18,4, normal
18,5-25,0 dan gemuk IMT ≥ 25,1.
Dari hasil uji statistik yang dilakukan, diketahui responden yang
masuk dalam katagori obesitas paling banyak merasakan MSDs ringan
yaitu sebanyak 2 orang (66,7 %), responden yang masuk dalam katagori
IMT normal paling banyak juga mengalami MSDs ringan yaitu sebanyak
26 orang (52%), sedangkan untuk katagori responde dengan IMT kurus,
juga banyak mengalami MSDs ringan yaitu sebanyak 6 orang (60%).
Kondisi badan seseorang yang terlampau gemuk akan semakin
berisiko untuk mengalami keluhan muskuloskeletal. Seseorang dengan
kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari
depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Jika kondisi
tersebut berlanjut terus menerus, maka akan terjadi penekanan pada
bantalan saraf tulang belakang yang menyebabkan hernia nucleus
pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998).
92
Dari hasil uji statistik yang dilakukan, Pada penelitian ini diperoleh
nilai P Value sebesar 0,811 (P > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada alpha (5%) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status
IMT pengrajin dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Munir (2012) yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan kejadian
MSDs (P=0,713) pada pekerja bagian Final Packing pada perusahaan x
tahun 2012.
Tidak sesuainya antara hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil
penelitian sebelumnya, kemungkinan dikarenakan rata-rata IMT pada
pengrajin adalah sebesar 21 Kg/m2 (normal). Selain itu pekerjaan
membuat sepatu merupakan salah satu pekerjaan yang tidak terlalu
membutuhkan tenaga yang kuat karena beban yang diangkat tidak lebih
dari 5 kg. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Tarwaka (2011) yang
mengatakan bahwa keluhan sitem muskuloskeletal yang terkait dengan
ukuran tubuh manusia lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan
struktur rangka dalam menerima beban, baik beban berat tubuh manusia
itu sendiri, maupun beban tambahan lainnya.
93
5. Hubungan Lama Kerja dengan MSDs
Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi
seorang pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya Musculoskeletal
Disorders, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan
kerja yang tinggi. Riihimaki et al. (1989) menjelaskan bahwa masa kerja
mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot. Sama halnya
seperti penelitian yang dilakukan oleh Manuaba yang menyatakan masa
kerja lebih mempengaruhi MSDs pada pekerjaan yang membutuhkan
pengerahan tenaga yang besar (Manuaba, 1996).
Berdasarkan tabel 5.13 dengan menggunakan uji mann whitney ,
diperoleh nilai rata-rata rangking Lama Kerja dengan MSDs berat adalah
30,60 dan rata-rata rangking Lama Kerja dengan MSDs ringan adalah
33,19. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,576 (P value > 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang
signifikan antara Lama Kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
2013.
Gangguan pada sitem Musculoskeletal hampir tidak pernah
dirasakan secara langsung, tetapi merupakan hasil akumulasi dari paparan
atau hal-hal kecil maupun hala-hal besar yang terjadi secara terus
menerus dalam waktu yang lama. Masa kerja seseorang merupakan faktor
pendukung yang berkontribusi sebagai faktor yang cukup mempengaruhi
94
terjadinya MSDs. Usia pekerjaan atau lamanya orang bekerja untuk tugas
yang sama akan terkait dengan kesegaran jasmani dan ketahanan fisik
tubuh seseorang, orang yang pekerjaannya memerlukan energi yang
cukup besar, namun tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat,
maka resiko untuk mengalami keluhan otot akan meningkat.
Selain itu MSDs berdasarkan masa kerja seseorang erat kaitannya
dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, beban kerja yang berat tentunya
akan lebih cepat menimbulkan dampak baik secara fisik maupun mental
dibandingkan beban kerja yang ringan. Contonya pekerjaan mengelem
bahan sepatu tentunya akan lebih cepat mengalami penurunan kapasitas
paru dibandingkan pekerjaan membuat pola. Hal ini dikarenakan
pekerjaan mengelem bahan sepatu terpapar langsung oleh bahan kimia
berbahaya yang mungkin terkandung dalam lem yang digunakan,
penurunan kapasitas paru tersebut akan berdampak pada kemampuan
paru-paru untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya,
daya tahan tubuh juga menurun, sehingga mengakibatkan pekerja mudah
lelah, lalu terjadi penumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri
pada otot. Hal inilah yang menjadi asumsi peneliti mengapa masa kerja
tidak berpengngaruh terhadap MSDs pada pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
95
6. Hubungan Intensitas Pencahayaan dengan MSDs
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan
tenaga kerja dapat melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas,
cepat, dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Suma‟mur 1984).
Penerangan yang cukup dan diatur secara baik juga akan membantu
menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga
dapat memelihara konsentrasi dalam bekerja. Intensitas penerangan yang
sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan jelas akan meningkatkan
produktifitas pekerjaannya. Sanders & Mc Cormic (1987) dalam Terwaka
(2011) menyimpulkan bahwa, dari hasil penelitian pada 15 perusahaan, di
mana seluruh perusahaan yang diteliti menunjukkkan kenaikan hasil kerja
4 - 35 %.
Pada sebagian besar pekerjaan sangat diperlukan suatu kondisi
dimana pekerja harus mampu melihat suatu objek kerja dengan baik. Pada
beberapa situasi intensitas cahaya yang tidak baik dan tidak sesuai akan
menyulitkan seseorang untuk dapat melihat objek dengan baik,
kekurangan intensitas penerangan tersebut bahkan memungkinkan akan
mempengaruhi posisi atau postur kerja untuk membungkuk agar posisi
mata mendekati objek yang dikerjakan. Pada banyak kasus, postur tubuh
akan menyesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan untuk dapat melihat
objek dengan jelas (Tarwaka, 2013 ). Hal ini akan menjadikan tubuh
96
stress, terjadi kelelahan dan kepenatan sehingga memungkinkan untuk
terjadinya MSDs
Pada penelitian ini, diperoleh nilai rata-rata rangking antara
intensitas pencahayaan area kerja dengan MSDs berat adalah 32,34 dan
rata-rata rangking antara intensitas pencahayaan area kerja dengan MSDs
ringan adalah 31,71. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,890 (P
value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada
hubungan yang signifikan antara intensitas pencahayaan area kerja
dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
Secara teori, intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya MSDs, hal ini sesuai dengan pernyataan
Bridger (1995) yang mengatakan bahwa, Intensitas cahaya yang kurang
memiliki potensi untuk mempengaruhi posisi kerja seseorang, jika tingkat
intensitas cahaya atau penerangan pada suatu tempat tidak memenuhi
persyaratan maka hal tersebut dapat menyebabakan postur leher untuk
fleksi ke depan (menunduk) dan postur tubuh untuk fleksi
(membungkuk) yang berisiko mengalami MSDs.
Pada penelitian ini diperoleh hasil yang berbeda, hal ini
kemungkinan dikarenakan rata-rata intensitas cahaya yang digunakan
adalah sebesar 181,94 Luks, sedangkan untuk pekerjaan pembuatan
sepatu merupakan pekerjaan yang digolongkan sebagai pekerjaan yang
97
membeda-bedakan barang-barang kecil dan halus dengan teliti, standar
intensitas penerangan nasional dari IESNA (Illuminating Engineering
Siciety Of North America, 2000 ) menetapkan standar penerangan untuk
jenis pekerjaan ini setidaknya membutuhkan paling sedikit 300 luks
pencahayaan.
Selain itu ada kemungkinan lama kerja yang dilakukan oleh
pengrajin sepatu juga mempengaruhi penglihatan mereka, secara umum,
kelelahan dan gangguan pada mata dapat diakibatkan oleh melihat suatu
objek yang sama secara berulang-ulang pada waktu yang lama, hal ini
terbukti dari rata-rata lama kerja yang dilakukan pekerja setiap hari
adalah 11 jam (>8 jam). Walaupun intensitas penerangan lokal yang
digunakan sesuai dengan jenis pekerjaannya, kondisi melihat suatu objek
yang sama secara berulang-ulang pada waktu yang lama, akan
mengakibatkan kelelahan pada mata, kelelahan pada mental, kerusakan
indra mata dan kecelakaan kerja meningkat (Tarwaka, 2013).
Untuk mengendalikan resiko yang dapat ditimbulkan oleh
pencahayaan ditempat kerja, dapat dilakukan beberapa modifikasi sitem
penerangan yang sudah ada. Modifikasi dapat dilakukan denagn berbagai
alternatif, diantaranya (Tarwaka, 2013) :
a. Menaikan/ menurunkan letak lampu yang didasarkan pada
objek kerja.
b. Merubah posisi lampu.
98
c. Menambah atau mengurangi jumlah lampu.
d. Mengganti jenis lampu yang digunakan sesuai dengan jenis
pekerjaannya.
e. Mengganti tudung lampu.
Gambar 6.5
(a) Ilustrasi Desain Penerangan Umum Di Tempat Kerja, (b) Ilustrasi
Desain Penerangan Lokal Ditempat Kerja (Tarwaka, 2013)
Gambar 6.6
Ilustrasi penerangan kombinasi di tempat kerja (Tarwaka, 2013)
a b
99
7. Hubungan Antara Suhu Area Kerja dengan MSDs
Suhu lingkungan erat hubungannya dengan eksistensi kehidupan
manusia yang ada di dalam lingkungan tersebut. Produktivitas, efisiensi
dan efektivitas kerja sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim (cuaca) kerja
(Suma‟mur, 2009). Beda suhu lingkungan baik suhu dingin maupun suhu
panas dengan suhu tubuh yang terlampau jauh menyebabkan sebagian
energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk
beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi
dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai
oksigen ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai
oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan
terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot
(suma‟mur, 1982;Grandjean, 1993) dalam (Terwaka, 2011).
Pada penelitian ini, diperoleh nilai rata-rata rangking antara suhu
area kerja dengan MSDs berat adalah 28,74 0C dan rata-rata rangking
antara suhu area kerja dengan MSDs ringan adalah 34,78 0C. Berdasarkan
(SNI 16-7063-2004), nilai ambang batas suhu kerja dengan indek suhu
basah dan bola (ISBB) untuk beban kerja ringan tidak boleh melebihi 300
C, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang tidak boleh melebihi
26,70C, sedangkan untuk pekerjaan dengan beban kerja berat tidak boleh
melebihi 25,0 0C. Dari data suhu yang dihasilkan, pada penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa paparan suhu area kerja pada pengrajin sepatu
100
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung
cukup tinggi yakni dengan rata-rata suhu 29,15 0
C, sedangkan penelitian
lain menyatakan bahwa untuk suhu nyaman bagi orang indonesia adalah
antara 24-26 0
C (suma‟mur, 2009). Kondisi ini tentunya akan berefek
buruk bagi pekerja terutama penurunan produktifitas mereka, .
Pada penelitian ini didapatkan nilai probabilitas (P value) sebesar
0,187 (P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%)
tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu area kerja dengan MSDs
pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Meskipun tidak terdapat
hubungan yang signifikan secara statistik antara suhu area kerja dengan
MSDs, faktor suhu perlu diperhatikan demi kenyamanan dan peningkatan
produktifitas pekerja.
Pada penelitian ini, diasumsikan faktor suhu di pengaruhi oleh
keberadaan dan kecepatan angin. Hasil observasi yang dilakukan,
beberapa pengrajin menggunakan kipas angin di area kerja mereka, hal
ini akan menurunkan suhu yang cukup tinggi di area kerja mereka. Selain
itu lama kerja mereka juga dapat mempengaruhi faktor suhu, hal ini
dibuktikan dengan rata-rata lama kerja mereka adalah 11 jam kerja per
hari (> 8 jam), kondisi ini memungkinkan untuk pekerja dengan suhu area
kerja yang normal juga berpotensi untuk terjadinya MSDs berat. Selain
itu ada kemungkinan pekerja baru yang bekerja di industri ini tidak
101
dilakukannya aklimatisasi pekerja yang bertujuan untuk penyesuaian
seseorang terhadap suatu iklim (cuaca) tertentu agar tidak mengalami efek
buruk baik secara fisik maupun psikis. menurut Suma‟mur (2009), orang
indonesia pada umumnya beraklimatisasi iklim tropis, yang suhunya
sekitar 28-32 0C dengan kelembapan 85-95 %. hal inilah yang menjadi
asumsi peneliti bahwa faktor suhu area kerja tidak berpengaruh dengan
MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung.
Sebagai upaya preventif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
akibat lingkungan kerja yang bersuhu tinggi, yang paling penting
dilakukan adalah aklimatisasi pekerja kepada lingkungan kerjanya. Selain
itu di ruangan kerja yang bersuhu tinggi juga harus tersedia cukup air
minum yang bertujuan agar pekerja tidak kekurangan cairan atau
dehidrasi. Untuk mencapai hasil pencegahan yang sebaik-baiknya harus
dikordinasikan aspek teknik-teknologi dan aspek kedokteran, pendekatan
teknik dan teknologi dimaksudkan untuk menurunkan suhu lingkungan di
tempat kerja, sedangkan aspek medis mengevaluasi efek suhu kepada
tenaga kerja (Suma‟mur, 2009).
102
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terkait faktor-faktor
yang berhubungan dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013, maka dapat
ditarik simpulan, sebagai berikut :
1. Sebagian besar pengrajin mengalami keluhan MSDs pada bagian
pinggang (14,02 %), leher bagian atas (8,88 %) dan bahu kanan (8,88%).
Untuk tingkat keluhan berat (18,75 %) maupun keluhan ringan (13,95 %)
paling banyak terjadi pada bagian pinggang.
2. Berdasarkan skor REBA (resiko pekerjaan), kategori MSDs berat,
memiliki rata-rata rangking 39,29, sedangkan kategori MSDs ringan
adalah 27,28.
3. Rata-rata Jumlah rokok yang di konsumsi per hari oleh pengrajin sepatu
adalah 12 batang, sedangkan batang rokok yang dikonsumsi oleh
pengrajin paling banyak adalah 24 batang per hari.
4. Rata-rata usia pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 34 tahun. Adapun usia
responden paling muda adalah 17 tahun, dan paling tua adalah 61 tahun.
103
5. Rata-rata IMT pada pengrajin sepatu adalah 20,973. Nilai Indeks Masa
Tubuh (IMT) paling kecil adalah 15,28 dan yang paling besar adalah
35,90.
6. Rata-rata lama kerja pengrajin sepatu adalah 5,8 tahun. Untuk lama kerja
paling cepat adalah 0,08 tahun, dan lama kerja paling lama adalah 35
tahun.
7. Rata-rata nilai pencahayaan area kerja pengrajin sepatu adalah 181,94
Luks, Untuk pencahayaan paling rendah adalah 19 luks, dan pencahayaan
paling tinggi adalah 830 Luks.
8. Kategori MSDs berat memiliki nilai rata-rata suhu 28,74 0C, sedangkan
kategori MSDs ringan adalah 34,78 0C.
9. Ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin
sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan
Cakung 2013 (P=0,003).
10. Tidak ada hubungan antara kejadian MSDs pada pengrajin sepatu dengan
status merokok (P= 0,191), usia (P = 0,062), IMT (P= 0,818), Lama
Kerja (P = 0,576), intensitas pencahayaan (P = 0,890), dan suhu (P =
0,187).
104
B. Saran
1. Bagi Perusahaan.
Untuk menanggulangi dan mencegah MSDs pada pekerja pihak
perusahaan dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Menyediakan kursi yang telah didesain sesuai dengan jenis pekerjaan
yang dilakukan pengrajin, untuk meminimalisir posisi janggal pada
pengrajin sepatu.
b. Membatasi jam kerja pekerja atau bisa dilakukan dengan rotasi kerja.
c. Menyediakan penerangan yang sesuai dengan pekerjaan pengrajin
sepatu (300-500 luks).
2. Bagi Pekerja.
a. Berdiri dan berjalan sejenak di sekeliling stasiun kerja setelah
mengalami ketegangan otot-otot selama duduk, seperti bekerja dengan
duduk 1 jam, berdiri dan berjalan 5 menit kemudian melakukan
peregangan otot yang mengalami ketegangan.
b. Menggunakan APD yang disediakan oleh perusahaan.
c. Melakukan aktifitas fisik diluar waktu kerja seperti berolahraga untuk
menghindari terjadinya MSDs, dan mencegah terjadinya beberapa
penyakit pada tubuh seperti penyakit jantung dan osteoporosis.
3. Bagi Peneliti Berikutnya
a. Untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya dapat lebih objektif meneliti
tentang MSDs yaitu secara diagnosis.
105
b. Untuk design studi, dapat digunakan case control yaitu meneliti
perbedaan eksposur pada sampel pekerja yang terkena MSDs sebagai
kasus dan pekerja yang tidak terkena MSDs sebagai kontrol.
c. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel-
variabel lain yang kemungkinan memiliki hubungan dengan MSDs
yang tidak diteliti pada penelitian ini, seperti variabel pekerja (jenis
kelamin, kesegaran jasmani, dan kekuatan fisik), lingkungan (getaran)
dan psikososial (kepuasaan kerja, stress dan organisai kerja).
d. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan diagnosis MSDs secara
klinis dan uji lab.
DAFTAR PUSTAKA
Battié, M.C., Bigos, S.J., Fisher, L.D.,Hansson, T.H., Jones, M.E., Wortley,M.D.
(1989). Isometric lifting as astrength predictor of industrial back pain.. Spine
Bernard, Bruce P., M.D, M.P.H et al.(1997). Musculoskeletal Disorder and
Workplace Factor : A Critical Review Of Epidemiologic Evidence for Work
Related Musculoskeletal Disorder of the Neck, Upper Extremity, and low
Back. U.S. Departement of Health and Human Services: NIOS
Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. Singapore: McGraww Hill, Inc.
Buckwalter JA, Woo SL-Y, Goldberg VM, Hadley EC, Booth F, Oegema TR, et al.
(1993). Soft-tissue aging and musculoskeletal function. J Bone Joint Surg
(Am) 75A(10):1533–1548.
Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta
Cady LD Jr., Thomas PC, Karwasky RJ. 1985. Program for increasing health and
physical fitness of firefighters. J Occup Med 27(2):110–114.
Chaffin, D.B. (1979). Manual materials handling the cause of overexertioninjury and
illness in industry. Journal ofEnvironmental Pathology and Toxicology
Cohen, Alexander L. et al. 1997. Elements of Ergonomics Programs. A Primer Based
on Workplace Evaluations of Musculoskeletal Disorders. Amerika: U.S
Departement of Health and Human Services. NIOSH
Croasmun, Jeanie. 2003. Link Reported Between Smoking and MSDs. Annuals of
Rheumatic Diseases: Reuters. Available at:
http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=670.
DiNardi, Salvatore R. 1997. The Occupational Environment-Its Evaluation and
Control. Virginia: American industrial Hygiene Association.
Grandjean, E. 1993. Fitting The Task to The Man. 4th
Edition. Taylor & Francis, Inc :
London.
Guo HR, Tanaka S, Cameron LL, Seligman PJ, Behrens VJ, Ger J, et al. [1995]. Back
pain among workers in the United States: national estimates and workers at
high risk. Am J Ind Med 28(5):591–602.
Health and safety executive united kingdom (HSE) UK. 2007. Understanding
ergonomic at woek : reduce accidents and ill health and increase produktivity
by fitting the taks to the worker. http://www.hse.gov.uk diunduh pada tanggal
1 september 2013.
Hendra & Suwandi Rahardjo. 2008. Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal
Disorders(MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. FKM UI : Depok.
Hignett and McAtamney. 2000. REBA Employee Assessment Worksheet: Based on
Technical Note: Rapid Entire Body Assessment (REBA), Applied Ergonomics
31 (2000) 201-205. Diunduh tanggal 10 Mei 2013
www.personal.health.usf.edu/tbernard/HollowHills/REBA.pdf
Hignett, S & McAtamney, L. (2000). Technical Note Rapid Entire Body Assesment
(REBA). Elsevier Journal, 201-205. Nottingham, UK.
Humantech. 2003. Applied Ergonomics Training Manual. Humantech Inc : Berkeley
Australia.
Humantech, 1989, 1995. Applied Ergonomics Training Manual 2nd Edition.
Australia: Barkeley Vale.
Janet Torma et al. 2009. Ergonomic Processes Implementation Guide and Tools for
Mining Industry. NIOSH
Kowalak et al. 2003. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit buku kedokteran EGC :
Jakarta
Kuorinka, et al. 1987. Standardized Nordic questionnaire for the analysis of
musculoskeletal symptoms.
Manuaba, A. 2000. Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Editor : Sritomo
Wignyosubroto an Stefanus Eko Wiranto. Proceeding Seminar Nasional
Ergonomi 2000, Guna Wijaya, Surabaya: 1-4.
Muchsin, Said. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
Musculoskeletal disorders (msds) pada pekerja mekanik Di electric truck
section pt. Kaltim prima coal. Jakarta : 2012
Munir, syahrul. 2012. Analisis nyeri punggung bawah pada pekerja bagian final
packing dan part supply di pt. X tahun 2012. Tesis. Perpustakaan, FKM UI.
National Institute for Occupational Safety and Health. 2007. Ergonomic Guidelines
for Manual Material Handling. 4676 Columbia Parkway Cincinnati.
Oborne, David J. 1995. Ergonomics at Work. Human Factor in Design and
Development. 3rd edition. John Wiley and Sons ltd : Chicester.
OSHA 3125.2000. Ergonomi: the study of work. Diunduh tanggal 10 Mei 2013.
http://www.osha.gov/Publication/osha3125.pdf
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen
Publishers, Insc : Maryland, Gaithersburg.
Pheasant, Stephen.2003.Bodyspace: Antropometry, Ergonomic, and the design of
work. Scond Edition. London : Taylor and Francis.
Pheasant, Stephen. 1986. Body Space: Anthropometry, Ergonomics and Design.
London and Philadelphia: Taylor and Francis.
Picavet HSJ and Schouten JSAG. Pyysical Load in Daily Life and Low Back
Problems in the General Population. The morgen study. In: preventive
Medicine. 2000
Pulat, B. Mustafa, dan Alexander, David C. 1997. Industrial Ergonomics: Case
Studies. McGraw-Hill, Inc.
Rahmawati, suci. 2009. Analisa tingkat risiko terjadinya Musculoskeletal disorders
(msds) pada aktifitas Pekerjaan di unit produksi donat pd. Safari donat
Tahun 2009.FKIK UIN Jakarta : 2009
Rajnarayan, R. Tiwari . 2003. Low Back Pain among Textile Workers: Indian Journal
Of Occupational And Environmental Medicine.
Sanders, John A, JR. 1995. Anthropometric Methods: Designing to Fit The Human
Body, Human Factors and Ergonomic Society
Sanders, M.S. & Mccormick,E.J. 1987. Human Factors In Engeneering and Design,
6th
edt. McGraw-Hill Book Campany. USA: 331-454
Stanton, Neville et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods.
London: CRC Press.
Stover H. Snook, Basic Risk Factors: An Overview in : Occupational Ergonomic
Methods. USA : CRC Press.
Suma‟mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta :
Sagung Sato.
Susan Stock et.al. 2005. Work-related Musculoskeletal Disorders, Guide and Tools
for Modified Work. National Library of Quebec : Montréal.
Tan HC dan Horn SE. 1998. Pratical manual of physical medicine and rehabilitation.
St. louis, Mosby.
Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan & Produktivitas.
Edisi I, Cetakan I. Surakarta : UNIBA Press.
Tarwaka, et al. 2013.Ergonomi Industri. Edisi 1, Cetakan 2. Surakarta : HARAPAN
PRESS.
Tim ergoinstitute. 2008. Cidera Otot-Rangka. 2008 [cited 2008 Juni 07]. Available:
http: www.ergoinstitute.com.
Van Dieen, J.H. SMA. Jansen and AF. Housher. Differences in Law Back Load
Between Kneeing and Seated Working at Ground Level. Applied Ergonomics
1997
Zulfiqor, M.T. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keluhan
Musculosceletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT.
CATERPILLAR INDONESIA Tahun 2010. FKIK UIN SYAHID
JAKARTA: 2010.
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Kpd. Yth. Responden
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya Ahmad Rifqi Fuady mahasiswa Universitas Islam Negeri Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, jurusan Kesehatan Masyrakat, peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja semester akhir bermaksud meneliti tentang
“faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
pada pengerajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan
kecamatan Cakung. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi untuk memenuhi
syarat mendapat gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Kuesioner ini tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap pekerjaan dan posisi
saudara. Untuk keperluan tersebut diharapkan kesediaan dan kesungguhan saudara
untuk menjawab pertanyaan dengan sebenar-benarnya karena kejujuran jawaban yang
saudara berikan sangat mempengaruhi proses penelitian ini.
Atas partisipasi dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Pernyataan:
Saya menyatakan bahwa saya secara sukarela bersedia untuk menjadi
responden
dalam penelitian ini.
Peneliti
( ________________________ )
Responden
( ________________________ )
LAMPIRAN I
NO Responden..................
A Karakter Pekerja (Diisi oleh peneliti)
1 Nama Responden
2 Umur responden....................................Tahun (tanggal lahir)
[ ] [ ]A1
3 Devisi Pekerja
4 Berat Badan.....................................kg (Diukur Peneliti) [ ] [ ] A2
5 Tinggi Badan....................................cm (Diukur Peneliti) [ ] [ ] [ ] A3
B Masa Kerja (Diisi oleh peneliti)
1 Kapan Anda Mulai Bekerja di industri sepatu.........Tahun [ ] [ ] [ ] [ ] B1
2 Apakah sebelumnya pernah bekerja di industri lain
1. Ya 2. Tidak
[ ] [ ] B2
3 Berapa lama anda bekerja di industri sebelumnya [ ] [ ] B3
C Kebiasaan Merokok
1 Apakah anda pernah merokok ?
1. Ya 2. Tidak (langsung Ke nomor D1)
[ ] [ ] C1
2 Sudah berapa lama anda merokok ...................tahun [ ] [ ] C2
3 Berapa batang rokok yang anda habiskan setiap hari?
............batang
[ ] [ ] C3
D Keluhan MSDs
1
Apakah selama 7 hari terakhir anda pernah mengalami
masalah (pegal, kesemutan, nyeri, mati rasa, kaku, kramp,
gatal, sakit, tidak nyaman) pada bagian anggota badan?
1. Ya 2. Tidak (SELESAI)
[ ] E1
2 Sebutkan bagian apa saja! (LIHAT LAMPIRAN 3)
(JAWABAN DIISI PADA
LAMPIRAN 2)
3
Pernahkan anda pada 7 hari terakhir tidak dapat mengerjakan
pekerjaan yang biasa Anda lakukan akibat masalah tersebut?
1. Ya 2. Tidak
[ ] E3
4 Berapa total waktu anda mengalami keluhan dalam satu
tahun/12 bulan terakhir? ...................... hari
[ ] [ ] [ ] E4
E Pengukuran Lingkungan Diisi oleh peneliti
1. Suhu :......................0 C
2. Pencahayaan :.......................Luks
SEBUTKAN NOMOR PADA BAGIAN TUBUH YANG ANDA RASAKAN
KELUHAN !
No Lokasi Rasa Sakit Keluhan yang
dirasa
Tingkat
Keluhan
Waktu
Timbulnya Frekuensi
0. Leher atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
1. Leher bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
2. Bahu kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
3. Bahu kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
4. Lengan kiri atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
5. Punggung atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
6. Lengan kanan atas 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
7. Punggung bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
8. Pinggang 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
9. Bokong 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
10. Siku kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
11. Siku kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
12. Lengan kiri bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
13. Lengan kanan bawah 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
14. Pergelangan tangan kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
15. Pergelangan tangan kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
16. Tangan kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
17. Tangan kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
18. Paha kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
19. Paha kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
20. Lutut kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
21. Lutut kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
22. Betis kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
23. Betis kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
24. Pergelangan kaki kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
25. Pergelangan kaki kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
26. Telapak kaki kiri 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
27. Telapak kaki kanan 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4
Keterangan:
1. Keluhan : 1.Sakit/nyeri, 2. Panas, 3. Kramp, 4. Mati rasa, 5. Bengkak, 6. Kaku/Kesemutan, 7. Pegal (JAWABAN BOLEH
> 1)
2. tingkat keluhan : 1. Nyeri ringan, 2. Nyeri mengganggu pekerjaan, 3. Nyeri semakin berat & menggangu konsentrasi, 4.
Nyeri hebat, semakin terasa kuat, 5. Nyeri tak tertahankan (butuh istirahat)
3. Waktu timbulnya : 1. Saat Bekerja 2. Setelah Bekerja 3. Malam Hari/Saat Istirahat 4. Frekuensi munculnya : 1. Setiap Hari (beberapa kali) 2. Setiap Hari (satu kali) 3. 3-4 kali/minggu 4. 1-2
kali/minggu
NO Grup A
Tabel A
Skor Beban
Skor A
Grub B Tabel
B Coupling
Skor B
Tabel C
Skor Aktifitas
SKOR REBA
MSDs Punggung/ Pinggang
Leher Kaki Lengan
Atas Lengan Bawah
Pergelangan / jari
1 2 3 1 4 0 4 4 1 2 5 1 6 7 2 9 berat
2 2 1 2 3 0 3 2 1 2 2 1 3 3 2 5 ringan
3 3 3 1 5 0 5 2 1 3 3 1 4 5 2 7 ringan
4 2 1 2 3 0 3 2 1 3 3 0 3 3 2 5 berat
5 2 3 1 4 0 4 3 1 2 4 1 5 5 2 7 berat
6 2 3 1 4 0 4 2 2 2 3 1 4 4 2 6 berat
7 2 3 2 5 0 5 2 2 2 3 1 4 5 2 7 berat
8 2 3 1 4 0 4 4 1 2 5 1 6 7 2 9 ringan
9 2 2 2 4 0 4 1 1 2 2 1 3 3 2 5 ringan
10 2 1 1 2 0 2 3 1 3 5 0 5 4 2 6 ringan
11 2 1 1 2 0 2 1 2 3 3 1 3 3 2 5 berat
12 3 2 1 4 0 4 2 1 3 3 1 4 4 2 6 berat
13 1 3 1 3 0 3 2 1 2 2 0 2 2 2 4 ringan
14 2 1 1 2 0 2 3 1 3 5 0 5 4 2 6 berat
15 3 3 2 6 0 6 2 1 3 3 2 5 7 2 9 ringan
16 2 2 1 3 0 3 2 1 2 2 0 2 2 2 4 ringan
17 2 2 1 3 0 3 2 1 2 2 0 2 2 2 4 ringan
18 3 3 2 6 0 6 2 1 3 3 1 4 6 2 8 ringan
19 2 2 2 4 0 4 1 1 2 2 0 2 3 2 5 ringan
20 2 2 1 3 0 3 1 1 2 2 0 2 2 1 3 ringan
21 3 3 2 6 0 6 2 2 3 4 2 6 8 2 10 berat
22 4 3 2 7 0 7 2 2 3 4 0 4 7 2 9 berat
23 3 3 2 6 0 6 2 1 3 3 2 5 7 2 9 berat
24 3 3 1 5 0 5 3 1 3 5 1 5 6 2 8 berat
25 3 3 1 5 0 5 1 1 3 2 1 3 4 2 5 ringan
26 3 3 1 5 0 5 3 1 3 5 1 5 6 2 8 berat
LAMPIRAN II
Nilai Resiko Pekerjaan Berdasarkan Metode REBA
27 2 3 2 5 0 5 4 1 2 5 0 5 6 2 8 berat
28 3 3 1 5 0 5 2 1 2 2 1 3 4 2 6 ringan
29 4 3 2 7 0 7 3 2 2 5 1 5 8 2 10 berat
No Grup A
Tabel A
Sekor Beban
Sekor A
Grub B Tabel
B Coupling
Skor B
Tabel C
Skor Aktifitas
SKOR REBA
MSDs Punggung/ pinggang
Leher Kaki Lengan
Atas Lengan Bawah
Pergelangan / jari
30 4 2 2 6 0 6 3 2 3 5 2 7 9 2 11 berat
31 3 3 2 6 0 6 1 1 3 2 1 3 5 1 6 ringan
32 1 3 2 3 0 3 1 1 2 2 1 2 2 2 4 ringan
33 1 1 2 2 0 2 2 2 1 2 0 2 2 1 3 ringan
34 3 3 1 5 0 5 2 1 3 3 1 4 5 2 7 ringan
35 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 1 6 8 2 10 ringan
36 3 3 2 6 0 6 2 1 3 3 0 3 5 1 6 berat
37 3 2 2 5 0 5 2 3 3 3 0 3 4 1 5 berat
38 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 0 5 6 2 8 berat
39 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 1 6 8 2 10 berat
40 3 3 2 6 0 6 3 1 3 5 0 5 7 2 9 ringan
41 3 3 2 6 0 6 3 1 3 5 0 5 7 2 9 ringan
42 2 1 2 3 0 3 2 1 3 3 0 3 3 2 5 berat
43 3 3 2 6 0 6 2 2 3 4 2 6 8 2 10 berat
44 4 3 2 7 0 7 2 2 3 4 0 4 7 2 9 ringan
45 3 3 2 6 0 6 2 1 3 3 2 5 7 2 9 berat
46 3 1 2 4 0 4 2 1 3 3 2 5 5 2 7 ringan
47 4 2 2 6 0 6 3 2 3 5 2 7 9 2 11 ringan
48 3 3 2 6 0 6 2 2 3 4 2 6 8 2 10 berat
49 3 2 2 5 0 5 2 3 3 3 0 3 4 1 5 ringan
50 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 0 5 6 2 8 ringan
51 2 2 2 4 0 4 2 1 2 2 0 2 3 1 4 ringan
52 1 1 2 2 0 2 2 2 1 2 0 2 2 1 3 ringan
53 4 2 2 6 0 6 3 2 3 5 2 7 9 2 11 berat
54 2 2 2 4 0 4 2 1 2 2 0 2 3 2 5 ringan
55 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 0 5 6 1 7 ringan
56 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 0 5 6 2 8 berat
57 3 2 2 5 0 5 3 2 3 5 0 5 6 2 8 ringan
58 3 3 2 6 0 6 3 1 3 5 1 6 8 2 10 Berat
59 2 3 2 5 0 5 2 1 3 3 0 3 4 2 6 ringan
60 4 3 2 7 0 7 2 1 3 3 1 4 7 2 9 Berat
61 2 2 1 3 0 3 2 1 3 3 2 5 4 2 6 ringan
62 3 3 2 6 0 6 3 1 3 5 0 5 7 2 9 Berat
63 3 3 2 6 0 6 2 2 3 4 2 6 8 2 10 ringan
Frequensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pengrajin Sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
NO Bagian Tubuh Penderita Tingkat Keluhan Tingkat keseringan
1 2 3 4 5 1 2 3 4
0 Leher bagian atas 19 15 1 1 2 3 2 3 10
1 Leher bagian bawah 12 5 4 1 2 2 4 2 4
2 Bahu kiri 16 12 2 2 2 2 3 9
3 Bahu kanan 19 16 1 2 3 2 2 12
4 Lengan atas kiri 3 3 3 3 3
5 Punggung 9 4 1 1 1 2 3 3 1 2
6 Lengan atas kanan 4 2 1 1 1 1 2
7 Pinggang 30 18 5 2 2 3 5 5 8 12
8 Bokong 9 6 2 1 1 5 3
9 Pantat 4 3 1 1 1 2
10 Siku kiri 3 2 1 1 2
11 Siku kanan 4 2 1 1 1 1 2
12 Lengan bawah kiri 4 1 2 1 2 1 1
13 Lengan bawah kanan 1 1 1
14 Pergelangan tangan kiri 5 2 2 1 2 2 1
15 Pergelangan tangan kanan 3 1 1 1 1 2
16 Tangan kiri 7 4 1 2 3 3 1
17 Tangan kanan 8 6 1 1 3 2 1 2
18 Paha kiri 4 2 2 1 1 2
19 Paha kanan 4 2 1 1 1 1 1 1
20 Lutut kiri 5 2 1 1 1 2 1 2
21 Lutut kanan 7 1 1 1 1 1 1 2 3
22 Betis kiri 7 4 1 1 1 3 2 2
23 Betis kanan 9 6 2 1 2 2 2 3
24 Pergelangan kaki kiri 3 3 2 1
25 Pergelangan kaki kanan 2 2 1 1
26 Kaki kiri 6 2 3 1 1 3 2
27 Kaki kanan 7 2 3 1 1 2 3 2
Total 214 129 34 20 12 16 42 42 48 87
Keterangan
Tingkat keluhan
1. Nyeri ringan
2. Nyeri mengganggu pekerjaan
3. Nyeri semakin berat & menggangu
konsentrasi
4. Nyeri hebat, semakin terasa kuat
5. Nyeri tak tertahankan (butuh istirahat)
Keterangan
Tingkat keseringan
1. Setiap hari ( beberapa kali)
2. Setiap ( hari satu kali)
3. 3-4 kali /minggu
4. 1-2 kali /minggu
LAMPIRAN III
VISUAL SCALE
Keterangan tingkat keluhan
6. Nyeri ringan
7. Nyeri mengganggu pekerjaan
8. Nyeri semakin berat & menggangu konsentrasi
9. Nyeri hebat, semakin terasa kuat
10. Nyeri tak tertahankan (butuh istirahat)
1 2 5 4 3
LAMPIRAN IV
Hasil SPSS
A. Analisis Univariat
1. Keluhan MSDs
Descriptives
Statistic Std. Error
MSDs Mean .54 .063
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound .41
Upper Bound .67
5% Trimmed Mean .54
Median 1.00
Variance .252
Std. Deviation .502
Minimum 0
Maximum 1
Range 1
Interquartile Range 1
Skewness -.163 .302
Kurtosis -2.039 .595
Keluhan MSDs
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid berat 29 46.0 46.0 46.0
ringan 34 54.0 54.0 100.0
Total 63 100.0 100.0
LAMPIRAN V
2. FAKTOR KERJA.
Descriptives
Statistic Std. Error
Skor_REBA Mean 7.16 .283
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 6.59
Upper Bound 7.72
5% Trimmed Mean 7.18
Median 7.00
Variance 5.039
Std. Deviation 2.245
Minimum 3
Maximum 11
Range 8
Interquartile Range 4
Skewness -.090 .302
Kurtosis -1.098 .595
3. SETATUS MEROKOK
Descriptives
Statistic Std. Error
status_rokok Mean 1.29 .069
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.15
Upper Bound 1.42
5% Trimmed Mean 1.31
Median 1.00
Variance .304
Std. Deviation .551
Minimum 0
Maximum 2
Range 2
Interquartile Range 1
Skewness .036 .302
Kurtosis -.476 .595
4. UMUR
Descriptives
Statistic Std. Error
umur Mean 33.79 1.399
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 31.00
Upper Bound 36.59
5% Trimmed Mean 33.36
Median 33.00
Variance 123.360
Std. Deviation 11.107
Minimum 17
Maximum 61
Range 44
Interquartile Range 18
Skewness .445 .302
Kurtosis -.600 .595
5. IMT
Descriptives
Statistic Std. Error
IMT Mean 20.9738 .37884
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 20.2165
Upper Bound 21.7311
5% Trimmed Mean 20.7955
Median 20.6439
Variance 9.042
Std. Deviation 3.00699
Minimum 15.28
Maximum 35.90
Range 20.62
Interquartile Range 3.45
Skewness 1.935 .302
Kurtosis 8.829 .595
6. LAMA KERJA Descriptives
Statistic Std. Error
Lama_kerja2 Mean 8.4537 1.08391
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 6.2870
Upper Bound 10.6204
5% Trimmed Mean 7.5865
Median 5.8333
Variance 74.017
Std. Deviation 8.60330
Minimum .08
Maximum 35.00
Range 34.92
Interquartile Range 10.00
Skewness 1.504 .302
Kurtosis 1.741 .595
7. PENCAHAYAAN.
Descriptives
Statistic Std. Error
Pencahayaan Mean 181.94 17.792
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 146.37
Upper Bound 217.50
5% Trimmed Mean 162.31
Median 145.00
Variance 19942.641
Std. Deviation 141.218
Minimum 19
Maximum 830
Range 811
Interquartile Range 109
Skewness 3.223 .302
Kurtosis 12.946 .595
8. SUHU.
Statistic Std. Error
suhu Mean 29.1517 .13580
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 28.8803
Upper Bound 29.4232
5% Trimmed Mean 29.1769
Median 29.5900
Variance 1.162
Std. Deviation 1.07787
Minimum 27.30
Maximum 30.55
Range 3.25
Interquartile Range 1.47
Skewness -.412 .302
Kurtosis -.954 .595
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
suhu .198 63 .000 .901 63 .000
a. Lilliefors Significance Correction
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs
Ranks
MSDs N Mean Rank Sum of Ranks
Skor_REBA berat 29 39.29 1139.50
ringan 34 25.78 876.50
Total 63
Test Statisticsa
Skor_REBA
Mann-Whitney U 281.500
Wilcoxon W 876.500
Z -2.943
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
a. Grouping Variable: MSDs
8. Hubungan antara faktor setatus merokok dengan keluhan MSDs
Ranks
MSDs N Mean Rank Sum of Ranks
Jumlah_rokok Berat 29 35.03 1016.00
Ringan 34 29.41 1000.00
Total 63
Test Statistics
a
Jumlah_rokok
Mann-Whitney U 405.000
Wilcoxon W 1000.000
Z -1.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .191
a. Grouping Variable: MSDs
9. Hubungan antara faktor umur dengan keluhan MSDs
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
umur Equal variances assumed
.256 .615 -.956 61 .343 -2.685 2.809 -8.302 2.933
Equal variances not assumed
-.954 59.111 .344 -2.685 2.813 -8.314 2.945
10. Hubungan antara faktor Indeks Masa Tubuh dengan keluhan MSDs
IMT_2 * MSDs Crosstabulation
MSDs
Total berat ringan
IMT_2 kurus Count 4 6 10
% within IMT_2 40.0% 60.0% 100.0%
normal Count 24 26 50
% within IMT_2 48.0% 52.0% 100.0%
obesitas Count 1 2 3
% within IMT_2 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 29 34 63
% within IMT_2 46.0% 54.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square .419a 2 .811
Likelihood Ratio .425 2 .808
Linear-by-Linear Association .016 1 .899
N of Valid Cases 63
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,38.
11. Hubungan antara faktor lama Kerja dengan keluhan MSDs
Ranks
MSDs N Mean Rank Sum of Ranks
Lama_kerja2 berat 29 30.60 887.50
ringan 34 33.19 1128.50
Total 63
Test Statisticsa
Lama_kerja2
Mann-Whitney U 452.500
Wilcoxon W 887.500
Z -.559
Asymp. Sig. (2-tailed) .576
a. Grouping Variable: MSDs
12. Hubungan antara faktor itensitas cahaya dengan keluhan MSDs
Ranks
MSDs N Mean Rank Sum of Ranks
Pencahayaan berat 29 32.34 938.00
ringan 34 31.71 1078.00
Total 63
Test Statisticsa
Pencahayaan
Mann-Whitney U 483.000
Wilcoxon W 1078.000
Z -.138
Asymp. Sig. (2-tailed) .890
a. Grouping Variable: MSDs
13. Hubungan antara faktor suhu lingkungan dengan keluhan MSDs
Ranks
MSDs N Mean Rank Sum of Ranks
suhu Berat 29 28.74 833.50
ringan 34 34.78 1182.50
Total 63
Test Statistics
a
suhu
Mann-Whitney U 398.500
Wilcoxon W 833.500
Z -1.318
Asymp. Sig. (2-tailed) .187
a. Grouping Variable: MSDs