17
Sifat Mycobacterium, Manifestasi, Faktor Risiko, dan Pengaturan Obat pada Tuberkulosis (TB) dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) oleh Thatiana Dwi Arifah, 1206244346 Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan juga memberikan efek terhadap susunan saraf pusat, sistem limfatik, sistem sirkulasi, sistem urogenital, tulang, tulang sendi, dan kulit (Anonimus VIII, 2009). Pada umumnya kegagalan pengobatan TB terjadi disebabkan terapi yang terputus karena pasien merasa sudah sembuh. Pengobatan yang terhenti di tengah jalan akan membuat penyakitnya tidak sembuh dengan tuntas dan bakteri TB menjadi kebal terhadap obat yang digunakan. Penyakit ini sering dianggap enteng oleh penderita karena masih bisa bekerja seperti biasa, namun tanpa disadari keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh. Pada dasarnya penyakit TB bisa disembuhkan secara tuntas apabila pasien mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Sedangkan pada Penyakit Paru Obstriktif Kronis (PPOK) ialah klasifikasi luas dari gangguan bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Sifat Mycobacterium Bakteri ini mempunyai susunan dinding yang melindungi bakteri jika hidup di luar inangnya. Dinding sel mikobakteria

Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

Sifat Mycobacterium, Manifestasi, Faktor Risiko, dan Pengaturan Obat

pada Tuberkulosis (TB) dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

oleh Thatiana Dwi Arifah, 1206244346

Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang

menyerang paru-paru dan juga memberikan efek terhadap susunan saraf pusat, sistem

limfatik, sistem sirkulasi, sistem urogenital, tulang, tulang sendi, dan kulit (Anonimus VIII,

2009). Pada umumnya kegagalan pengobatan TB terjadi disebabkan terapi yang terputus

karena pasien merasa sudah sembuh. Pengobatan yang terhenti di tengah jalan akan membuat

penyakitnya tidak sembuh dengan tuntas dan bakteri TB menjadi kebal terhadap obat yang

digunakan. Penyakit ini sering dianggap enteng oleh penderita karena masih bisa bekerja

seperti biasa, namun tanpa disadari keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding

dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh. Pada dasarnya penyakit TB bisa

disembuhkan secara tuntas apabila pasien mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum

obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Sedangkan pada Penyakit

Paru Obstriktif Kronis (PPOK) ialah klasifikasi luas dari gangguan bronkitis kronis,

bronkiektasis, emfisema, dan asma.

Sifat Mycobacterium

Bakteri ini mempunyai susunan dinding yang melindungi bakteri jika hidup di luar

inangnya. Dinding sel mikobakteria menyebabkan penundaan hipersensitivitas dan beberapa

diantaranya resisten terhadap infeksi. Sel mikrobakteria dapat menunda reaksi

hipersensitifitas pada hewan yang sebelumnya sensitif. Sel mikobakteria terdiri dari tiga

lapisan penting yaitu lipid, protein, dan polisakarida.

Mikobakteria kaya akan lipid atau asam mikolat (lapisan lilin). Lapisan lilin pada

dinding sel ini menyebabkan bakteri ini tahan terhadap keadaan di luar tubuh induk semang.

Bakteri dapat tahan berbulan-bulan di luar tubuh induk semang, jika terbungkus eksudat,

tinja, dalam cairan atau dalam jaringan organ tubuh yang membusuk. Masing-masing tipe

mikobakterium berisi beberapa protein yang mendatangkan reaksi tuberculin. Bagian ini juga

dapat menimbulkan pembentukan berbagai antibodi. Mikobakterium juga berisi berbagai

polisakarida. Peranannya dalam patogenesitas penyakit masih belum jelas. Polisakarida ini

Page 2: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

dapat menyebabkan hipersensitivitas tipe cepat dan dapat bertindak sebagai antigen dalam

reaksi dengan serum orang terinfeksi.

Mycobacterium tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau bakteri

gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna tersebut tidak

dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh sebab itu bakteri ini

termasuk dalam bakteri tahan asam. Cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada

bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol.

Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding selnya terdiri

dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Pada dinding

sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di

bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi

efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel

mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan

Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag

Selain itu mycobacterium juga memiliki sifat seperti:

1. Bersifat aerob yaitu organisme yang melakukan metabolisme dengan bantuan

oksigen.

2. Sifat pertumbuhan lambat (waktu generasi 2 sampai 6 minggu), sedangkan koloninya

muncul pada pembiakan 2 minggu sampai 6 minggu.

3. Suhu optimum pertumbuhan pada 37˚C dan pH optimum 6,4 sampai 7.

4. Tumbuh subur pada biakan (eugonik), adapun perbenihannya dapat diperkaya dengan

penambahan telur, gliserol, kentang, daging, ataupun asparagin.

5. Tahan pada suhu 60˚C selama 20 menit, ataupun pada suhu 100˚C dengan waktu yang

lebih singkat.

6. Jika terkena sinar matahari, biakan kuman mati dalam waktu 2 jam.

7. Pada sputum, bakteri ini dapat bertahan 20 sampai 30 jam walaupun disinari matahari.

8. Mati oleh tincture iodii , etanol 80%, dan fenol 5%.

Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan

dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman

berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan

dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.

Manifestasi

Page 3: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

1. TB

Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan namun

beberapa gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Gejala respiratorik, meliputi:

Batuk

Timbul terus menerus dalam waktu 3 minggu atau lebih. Mula-mula bersifat non

produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan

jaringan.

Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau

bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.

Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah

tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal

yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul

apabila telah sampai pada sistem persarafan di pleura.

2. Gejala sistemik, meliputi:

Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari

mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya

sedang masa bebas serangan makin pendek.

keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala

biasanya dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,

panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul.

Batuk-batuk berdahak lebih dari dua minggu, batuk berdarah atau pernah

mengeluarkan darah, dada terasa sakit atau nyeri, terasa sesak pada waktu bernafas.

2. PPOK

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala

Page 4: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi

sebelumnya dan bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala

yang khas, seperti sesak nafas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan

perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang

tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis PPOK

eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala

sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,

peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas

yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,

peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental.

Faktor Resiko TB dan PPOK

1. Umur.

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-

orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis

aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis

paru biasanya mengenai usia dewasa muda.

2. Jenis Kelamin.

Pada TB dan PPOK, Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita

karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga

memudahkan terjangkitnya TB dan PPOK.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang

diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan

penyakit TB dan PPOK, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang

akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat.

4. Pekerjaan

TB dan PPOK sama-sama dipengaruhi oleh faktor pekerjaan, yang biasanya

disebabkan oleh pemaparan terhadap debu dan abu di lingkungan pekerjaan.

5. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.

Resiko PPOK pada perokok tergantung pada banyaknya rokok yang dikonsumsi, usia

pertama kali merokok, jumlah total rokok yang dihisap pertahun dan status merokok.

Perlu diketahui bahwa tidak semua perokok mengalami PPOK dan perokok pasif

Page 5: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

mengalami PPOK. Ini menunjukan bahwa faktor genetik telah memodifikasi resiko

tiap individu.

6. Pencahayaan

Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam

rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk

cahaya yang cukup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari

segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Penularan kuman TB

relatif tidak tahan pada sinar matahari.

7. Kondisi rumah

Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu,

sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya bakteri

Mycrobacterium tuberculosis. Kurangnya konsumsi oksigen akan mempermudah

penularan kepada anggota keluarga yang lain. Begitu pula dengan PPOK, pembakaran

pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan baik dapat meningkatkan

risiko terkena PPOK.

8. Status Gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai

resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status

gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap

kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit. Pada PPOK

Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan daya tahan

otot respirasi.

9. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi

lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan

dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi

makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi.

10. Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita

TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan

berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat

menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya. Begitu pula dengan PPOK faktor

perilaku ini dikaitkan dengan perilaku merokok.

11. Faktor genetik

Page 6: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko untuk

terjadinya PPOK. α1-antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati

dan bekerja menginhibisi neutrophil elastase di paru.

12. Asma

Asma dapat menjadi faktor resiko berkembangnya PPOK meskipum buktinya tidak

bersifat konklusif, Dalam suatu penelitian kohor berjangka panjang yaitu The Tucson

Epidemiological Study of Airway Obstructive disesase, pada orang dewasa dengan

asma menunjukan resiko 12x lebih besar menderita PPOK dibandingkan orang

dewasa tanpa asma.

Obat untuk TB dan PPOK

a. TB

1. Isoniazid (INH)

Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan

tuberkulosid (membunuh bakteri). Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam

mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.

Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang

terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium. Isoniazid mudah diabsorpsi pada

pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam waktu 1–2 jam

setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia

kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna

mempengaruhi kadar obat dalam plasma

Dosis Obat

5-15 mg/kg BB/hari (maks. 300mg)/ hari

Efek samping

Mual, muntah, anoreksia ( kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan

nafsu makan meski sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan), letih, malaise

(perasaan sakit dan kurang enak badan), lemah, gangguan saluran pencernaan lain,

neuritis perifer (rasa kesemutan yang amat sangat), neuritis optikus (peradangan pada

ujung saraf optik yang masuk ke dalam mata), reaksi hipersensitivitas, demam, ruam

(gatal-gatal pada kulit), dll.

Resistensi

Page 7: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan

dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan

mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan

pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan

sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obat selama menjalani terapi.

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe

TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk

mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).

2. Rifampisin

Rifampisin merupakan obat anti tuberkulosis yang bersifat bakterisidal (membunuh

bakteri) dan bekerja dengan mencegah transkripsi RNA dalam proses sintesis protein

dinding sel bakteri.

Dosis Obat

10-20 mg/kg BB/hari (maks. 600 mg/hari).

Efek Samping

Gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, diare (dilaporkan terjadi

kolitiskarena penggunaan antibiotika), sakit kepala, drowsiness; gejala berikut terjadi

terutama pada terapi intermitten termasuk gelala mirip influenza (dengan chills,

demam, dizziness, nyeri tulang), gejala pada respirasi (termasuk sesak nafas), kolaps

dan shock, anemia hemolitik, gagal ginjal akut dll.

3. Pirazinamid

Obat ini tidak larut dalam air. Pirazinamid di dalam tubuh di hidrolisis oleh enzim

pirazinamidase menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya

pada media yang bersifat asam. Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat

pembentukan asam lemak yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri. Pirazinamid

mudah diserap diusus dan tersebar luas keseluruh tubuh.

Dosis Obat

15-30 mg/kg BB/hari (maks. 2g/hari).

Efek Samping

Efek samping pirazinamid paling umum yaitu kelainan hati yang diawali oleh

gangguan fungsi hati berupa peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic

Transaminase, yaitu enzim yang dihasilkan sebagian besar oleh otot jantung dan

sebagian kecil oleh otot hati) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase, yaitu

Page 8: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

enzim yang dihasilkan sebagian besar oleh otot hati dan sebagian kecil oleh otot

jantung). Bila terjadi kerusakan hati, pemberian pirazinamid harus dihentikan.

Demam, anoreksia, hepatomegali (pembesaran organ hati), splenomegali (pembesaran

limpa) dll.

4. Ethambutol

Ethambutol merupakan tuberkuloslatik dengan mekanisme keria menghambat sintesis

RNA.

Dosis Obat

Dewasa: 15 mg/kg BB PO, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/kg BB/hari

selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kg BB/hari.

Anak 6-12 tahun: 10-15 mg/kg BB/hari.

Efek Samping

Neuritis optik, buta warna merah/hijau , neuritis perifer, ruam (jarang terjadi) ,

pruritus (gatal-gatal), urtikaria dan trombositopenia (berkurangnya jumlah sel-sel

keping darah (trombosit) di dalam tubuh (darah)).

5. Streptomisin

Streptomisin merupakan obat antibiotik yang termasuk dalam golongan

aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan cara menghambat sintesis

protein. Obat ini terdistribusi ke dalam cairan ekstraselular termasuk serum, absces,

ascitic, perikardial, pleural, sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus

plasenta; dalam jumlah yang kecil masuk dalam air susu ibu.

Dosis Obat

15-40 mg/kg BB/hari (maks. 1g/hari).

Efek Samping

Reaksi hipersensitivitas, paraesthesia (kesemutan) pada mulut.

b. PPOK

1. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat

diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Page 9: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat

berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator

juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari )

- Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan

dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan

sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat

digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan

jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi

berat.

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat

kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar

aminofilin darah.

2. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,

berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji

kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP pascabronkodilator meningkat >

20% dan minimal 250 mg.

3. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I: amoksisilin, makrolid

Page 10: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

Lini II: amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit :

dapat dipilih

- Amoksilin dan klavulanat, sefalosporin generasi II & III injeksi, kuinolon per oral

ditambah dengan yang anti pseudomona

- Aminoglikose per injeksi, kuinolon per injeksi, sefalosporin generasi IV per injeksi

4. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

5. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian

rutin.

6. Antitusif

Bekerja dengan menekan pusat refleksbatuk di sistem saraf pusat. Ada 2 golongan:

(1) gol narkotik: kodein, metadon, normetadon hidrokodon, (2)non narkotik:

noskapin, dekstrometorfan. Dosis untuk analgetik: Efek antitusif lebih kuat dari pada

efek depresi pernapasan. Efek samping: Konstipasi, depresi napas dll. Noskapin:

Merupakan pelepas histamin → bronkokonstriksi dan hipotensi sementara.

7. Kortikosteroid

Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat

sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat

diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat

yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.

Referensi:

Page 11: Faktor Risiko Dan Penagturan Obat TBC Dan PPOK

Arif Mansoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Tiga Jilid kedua. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI.

Doengoes, E Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Suzanne C. Smeltzer. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.1 Ed.8.Jakarta :

EGC

Anonim. (2008). Tuberkulosis, Kedaruratan Global. dalam www.lungsusa.org.