Upload
thatiana-dwi-arifah
View
47
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Sifat Mycobacterium, Manifestasi, Faktor Risiko, dan Pengaturan Obat
pada Tuberkulosis (TB) dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
oleh Thatiana Dwi Arifah, 1206244346
Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
menyerang paru-paru dan juga memberikan efek terhadap susunan saraf pusat, sistem
limfatik, sistem sirkulasi, sistem urogenital, tulang, tulang sendi, dan kulit (Anonimus VIII,
2009). Pada umumnya kegagalan pengobatan TB terjadi disebabkan terapi yang terputus
karena pasien merasa sudah sembuh. Pengobatan yang terhenti di tengah jalan akan membuat
penyakitnya tidak sembuh dengan tuntas dan bakteri TB menjadi kebal terhadap obat yang
digunakan. Penyakit ini sering dianggap enteng oleh penderita karena masih bisa bekerja
seperti biasa, namun tanpa disadari keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding
dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh. Pada dasarnya penyakit TB bisa
disembuhkan secara tuntas apabila pasien mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum
obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Sedangkan pada Penyakit
Paru Obstriktif Kronis (PPOK) ialah klasifikasi luas dari gangguan bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema, dan asma.
Sifat Mycobacterium
Bakteri ini mempunyai susunan dinding yang melindungi bakteri jika hidup di luar
inangnya. Dinding sel mikobakteria menyebabkan penundaan hipersensitivitas dan beberapa
diantaranya resisten terhadap infeksi. Sel mikrobakteria dapat menunda reaksi
hipersensitifitas pada hewan yang sebelumnya sensitif. Sel mikobakteria terdiri dari tiga
lapisan penting yaitu lipid, protein, dan polisakarida.
Mikobakteria kaya akan lipid atau asam mikolat (lapisan lilin). Lapisan lilin pada
dinding sel ini menyebabkan bakteri ini tahan terhadap keadaan di luar tubuh induk semang.
Bakteri dapat tahan berbulan-bulan di luar tubuh induk semang, jika terbungkus eksudat,
tinja, dalam cairan atau dalam jaringan organ tubuh yang membusuk. Masing-masing tipe
mikobakterium berisi beberapa protein yang mendatangkan reaksi tuberculin. Bagian ini juga
dapat menimbulkan pembentukan berbagai antibodi. Mikobakterium juga berisi berbagai
polisakarida. Peranannya dalam patogenesitas penyakit masih belum jelas. Polisakarida ini
dapat menyebabkan hipersensitivitas tipe cepat dan dapat bertindak sebagai antigen dalam
reaksi dengan serum orang terinfeksi.
Mycobacterium tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau bakteri
gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna tersebut tidak
dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh sebab itu bakteri ini
termasuk dalam bakteri tahan asam. Cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada
bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol.
Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding selnya terdiri
dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Pada dinding
sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di
bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi
efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel
mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan
Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag
Selain itu mycobacterium juga memiliki sifat seperti:
1. Bersifat aerob yaitu organisme yang melakukan metabolisme dengan bantuan
oksigen.
2. Sifat pertumbuhan lambat (waktu generasi 2 sampai 6 minggu), sedangkan koloninya
muncul pada pembiakan 2 minggu sampai 6 minggu.
3. Suhu optimum pertumbuhan pada 37˚C dan pH optimum 6,4 sampai 7.
4. Tumbuh subur pada biakan (eugonik), adapun perbenihannya dapat diperkaya dengan
penambahan telur, gliserol, kentang, daging, ataupun asparagin.
5. Tahan pada suhu 60˚C selama 20 menit, ataupun pada suhu 100˚C dengan waktu yang
lebih singkat.
6. Jika terkena sinar matahari, biakan kuman mati dalam waktu 2 jam.
7. Pada sputum, bakteri ini dapat bertahan 20 sampai 30 jam walaupun disinari matahari.
8. Mati oleh tincture iodii , etanol 80%, dan fenol 5%.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan
dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman
berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan
dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.
Manifestasi
1. TB
Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan namun
beberapa gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
Batuk
Timbul terus menerus dalam waktu 3 minggu atau lebih. Mula-mula bersifat non
produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila telah sampai pada sistem persarafan di pleura.
2. Gejala sistemik, meliputi:
Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala
biasanya dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul.
Batuk-batuk berdahak lebih dari dua minggu, batuk berdarah atau pernah
mengeluarkan darah, dada terasa sakit atau nyeri, terasa sesak pada waktu bernafas.
2. PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala
eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi
sebelumnya dan bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala
yang khas, seperti sesak nafas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan
perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang
tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis PPOK
eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala
sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,
peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas
yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,
peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental.
Faktor Resiko TB dan PPOK
1. Umur.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-
orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis
aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis
paru biasanya mengenai usia dewasa muda.
2. Jenis Kelamin.
Pada TB dan PPOK, Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga
memudahkan terjangkitnya TB dan PPOK.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang
diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan
penyakit TB dan PPOK, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang
akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat.
4. Pekerjaan
TB dan PPOK sama-sama dipengaruhi oleh faktor pekerjaan, yang biasanya
disebabkan oleh pemaparan terhadap debu dan abu di lingkungan pekerjaan.
5. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
Resiko PPOK pada perokok tergantung pada banyaknya rokok yang dikonsumsi, usia
pertama kali merokok, jumlah total rokok yang dihisap pertahun dan status merokok.
Perlu diketahui bahwa tidak semua perokok mengalami PPOK dan perokok pasif
mengalami PPOK. Ini menunjukan bahwa faktor genetik telah memodifikasi resiko
tiap individu.
6. Pencahayaan
Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam
rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk
cahaya yang cukup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari
segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Penularan kuman TB
relatif tidak tahan pada sinar matahari.
7. Kondisi rumah
Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu,
sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya bakteri
Mycrobacterium tuberculosis. Kurangnya konsumsi oksigen akan mempermudah
penularan kepada anggota keluarga yang lain. Begitu pula dengan PPOK, pembakaran
pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan baik dapat meningkatkan
risiko terkena PPOK.
8. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai
resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status
gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap
kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit. Pada PPOK
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan daya tahan
otot respirasi.
9. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan
dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi
makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi.
10. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita
TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan
berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat
menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya. Begitu pula dengan PPOK faktor
perilaku ini dikaitkan dengan perilaku merokok.
11. Faktor genetik
Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko untuk
terjadinya PPOK. α1-antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati
dan bekerja menginhibisi neutrophil elastase di paru.
12. Asma
Asma dapat menjadi faktor resiko berkembangnya PPOK meskipum buktinya tidak
bersifat konklusif, Dalam suatu penelitian kohor berjangka panjang yaitu The Tucson
Epidemiological Study of Airway Obstructive disesase, pada orang dewasa dengan
asma menunjukan resiko 12x lebih besar menderita PPOK dibandingkan orang
dewasa tanpa asma.
Obat untuk TB dan PPOK
a. TB
1. Isoniazid (INH)
Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan
tuberkulosid (membunuh bakteri). Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam
mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.
Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang
terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium. Isoniazid mudah diabsorpsi pada
pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam waktu 1–2 jam
setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia
kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna
mempengaruhi kadar obat dalam plasma
Dosis Obat
5-15 mg/kg BB/hari (maks. 300mg)/ hari
Efek samping
Mual, muntah, anoreksia ( kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan
nafsu makan meski sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan), letih, malaise
(perasaan sakit dan kurang enak badan), lemah, gangguan saluran pencernaan lain,
neuritis perifer (rasa kesemutan yang amat sangat), neuritis optikus (peradangan pada
ujung saraf optik yang masuk ke dalam mata), reaksi hipersensitivitas, demam, ruam
(gatal-gatal pada kulit), dll.
Resistensi
Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan
dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan
mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan
pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan
sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obat selama menjalani terapi.
Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe
TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk
mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).
2. Rifampisin
Rifampisin merupakan obat anti tuberkulosis yang bersifat bakterisidal (membunuh
bakteri) dan bekerja dengan mencegah transkripsi RNA dalam proses sintesis protein
dinding sel bakteri.
Dosis Obat
10-20 mg/kg BB/hari (maks. 600 mg/hari).
Efek Samping
Gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, diare (dilaporkan terjadi
kolitiskarena penggunaan antibiotika), sakit kepala, drowsiness; gejala berikut terjadi
terutama pada terapi intermitten termasuk gelala mirip influenza (dengan chills,
demam, dizziness, nyeri tulang), gejala pada respirasi (termasuk sesak nafas), kolaps
dan shock, anemia hemolitik, gagal ginjal akut dll.
3. Pirazinamid
Obat ini tidak larut dalam air. Pirazinamid di dalam tubuh di hidrolisis oleh enzim
pirazinamidase menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya
pada media yang bersifat asam. Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat
pembentukan asam lemak yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri. Pirazinamid
mudah diserap diusus dan tersebar luas keseluruh tubuh.
Dosis Obat
15-30 mg/kg BB/hari (maks. 2g/hari).
Efek Samping
Efek samping pirazinamid paling umum yaitu kelainan hati yang diawali oleh
gangguan fungsi hati berupa peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase, yaitu enzim yang dihasilkan sebagian besar oleh otot jantung dan
sebagian kecil oleh otot hati) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase, yaitu
enzim yang dihasilkan sebagian besar oleh otot hati dan sebagian kecil oleh otot
jantung). Bila terjadi kerusakan hati, pemberian pirazinamid harus dihentikan.
Demam, anoreksia, hepatomegali (pembesaran organ hati), splenomegali (pembesaran
limpa) dll.
4. Ethambutol
Ethambutol merupakan tuberkuloslatik dengan mekanisme keria menghambat sintesis
RNA.
Dosis Obat
Dewasa: 15 mg/kg BB PO, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/kg BB/hari
selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kg BB/hari.
Anak 6-12 tahun: 10-15 mg/kg BB/hari.
Efek Samping
Neuritis optik, buta warna merah/hijau , neuritis perifer, ruam (jarang terjadi) ,
pruritus (gatal-gatal), urtikaria dan trombositopenia (berkurangnya jumlah sel-sel
keping darah (trombosit) di dalam tubuh (darah)).
5. Streptomisin
Streptomisin merupakan obat antibiotik yang termasuk dalam golongan
aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan cara menghambat sintesis
protein. Obat ini terdistribusi ke dalam cairan ekstraselular termasuk serum, absces,
ascitic, perikardial, pleural, sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus
plasenta; dalam jumlah yang kecil masuk dalam air susu ibu.
Dosis Obat
15-40 mg/kg BB/hari (maks. 1g/hari).
Efek Samping
Reaksi hipersensitivitas, paraesthesia (kesemutan) pada mulut.
b. PPOK
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat
berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari )
- Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
2. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
3. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Lini I: amoksisilin, makrolid
Lini II: amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat, sefalosporin generasi II & III injeksi, kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomona
- Aminoglikose per injeksi, kuinolon per injeksi, sefalosporin generasi IV per injeksi
4. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
5. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian
rutin.
6. Antitusif
Bekerja dengan menekan pusat refleksbatuk di sistem saraf pusat. Ada 2 golongan:
(1) gol narkotik: kodein, metadon, normetadon hidrokodon, (2)non narkotik:
noskapin, dekstrometorfan. Dosis untuk analgetik: Efek antitusif lebih kuat dari pada
efek depresi pernapasan. Efek samping: Konstipasi, depresi napas dll. Noskapin:
Merupakan pelepas histamin → bronkokonstriksi dan hipotensi sementara.
7. Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat
sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat
diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat
yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.
Referensi:
Arif Mansoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Tiga Jilid kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Doengoes, E Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Suzanne C. Smeltzer. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.1 Ed.8.Jakarta :
EGC
Anonim. (2008). Tuberkulosis, Kedaruratan Global. dalam www.lungsusa.org.