40
FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM PADA PRIMIPARA Risk Factors for Postpartum Stress Urinary Incontinence in Primiparas FERDINAND RAMBU TANDUNG PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM PADA

PRIMIPARA

Risk Factors for Postpartum Stress Urinary Incontinence in Primiparas

FERDINAND RAMBU TANDUNG

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

i

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan

pendidikan spesialis pada Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar dan Konsentrasi

Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined Degree) Program Studi

Biomedik, Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis bermaksud menyumbangkan informasi ilmiah mengenai

Faktor Risiko Stres Inkontinensia Urin Postpartum Pada Primipara. Penulis

menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan

saran yang membangun sangat diharapkan.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

dr. Eddy Tiro, SpOG(K) sebagai pembimbing I dan dr. David Lotisna,

SpOG(K) sebagai pembimbing II, yang secara tulus bersedia menjadi

pembimbing dengan arif dan bijaksana, menerima konsultasi dan

memberikan bimbingan, serta saran mulai dari pemilihan judul, penelitian dan

penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Dr. dr. St. Maisuri T Chalid,

SpOG(K) selaku pembimbing statistik, yang telah banyak memberikan arahan

dan bimbingan dalam bidang statistik dan pengolahan data. Terima kasih

kepada Prof. dr. John Rambulangi, SpOG(K) dan Dr. dr. Deviana S

Page 3: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

ii

Riu, SpOG selaku penyanggah yang telah memberikan masukan dan

pengarahan demi perbaikan tesis ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. dr. Nusratuddin Abdullah,

SpOG(K), MARS; Ketua Program Studi, Dr. dr. Deviana S. Riu,

SpOG; Sekretaris Program Studi, dr. Nugraha Utama Pelupessy,

SpOG(K); dan seluruh staf pengajar yang telah mendidik dan

memberikan arahan kepada penulis selama pendidikan.

2. Penasihat akademik, dr. David Lotisna, SpOG(K). Rasa hormat dan

penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala perhatian dan

bimbingan yang telah diberikan selama ini

3. Ketua TK-PPDS, Ketua Konsentrasi, Ketua Program Studi Biomedik,

serta seluruh staf pengajar pada Konsentrasi Pendidikan Dokter

Spesialis Terpadu (Combined Degree) Program Biomedik

Pascasarjana Universitas Hasanuddin atas bimbingannya selama

penulis menjalani pendidikan

4. Teman sejawat peserta PPDS-1 Obstetri dan Ginekologi atas

bantuan dan kerja samanya dalam proses pendidikan.

5. Paramedis Departemen Obstetri dan Ginekologi di BLU RS Dr.

Wahidin Sudirohusodo dan seluruh Rumah Sakit jejaring pendidikan

atas kerja samanya selama penulis menjalani masa pendidikan.

Page 4: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

iii

6. Pasien yang telah bersedia ikut serta dalam penelitian ini sehingga

penelitian ini dapat berjalan sebagaimana mestinya.

7. Orang tua terkasih Darius Tandung (alm), Nicodemus Bisse dan

Ruhama Rambu; saudara tercinta, dr. Benhardy Rambu Tandung,

atas doa, kasih sayang, kesabaran, perhatian, pengertian, dan

dukungan yang tidak putus-putusnya pada penulis

8. Kekasih tercinta dr. Patricia Jessica Babay atas semua dukungan

dan perhatian yang diberikan serta sumbangsih pikiran dalam

penyusunan tesis ini.

9. Semua pihak yang namanya tidak tercantum namun telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna bagi

perkembangan Ilmu Obstetri dan Ginekologi di masa mendatang.

Makassar, Maret 2017

Ferdinand Rambu Tandung

Page 5: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM
Page 6: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

vi

Abstrak

Inkontinensia urin menurut International Continence Society didefinisikan sebagai keluarnya urin

secara tidak sadar. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor risiko obstetri terhadap kejadian stres

inkontinensia urin postpartum. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kohort prospektif.

Penelitian dilakukan di RS Pendidikan Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Unhas dan

RS jejaring di Makassar. Pengumpulan data dilakukan selama periode Oktober 2016-Februari

2017. Kemudian dilanjutkan dengan follow-up sampel setelah tiga bulan pengambilan data

(postpartum). Sampel yang diambil telah memenuhi syarat kriteria inklusi dan ekslusi. Dari total

sampel 128 terdapat 8 sampel drop out dan terkumpul 120 sampel primipara yang dikelompokkan

menjadi kala II < 60 menit (60 sampel) dan ≥ 60 menit (60 sampel). Sampel yang ada diidentifikasi

faktor risiko stres inkontinensia urin, yaitu umur, IMT, lama kala II, persalinan vakum, derajat

ruptur perineum, episiotomi, dan berat bayi lahir. Kemudian dilakukan analisis dengan uji X2 -

Fishcer exact untuk mencari hubungan faktor risiko terhadap kejadian SIU tiga bulan postpartum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 120 sampel penelitian didapati 12 sampel (10%)

mengalami SIU tiga bulan postpartum. Persalinan vakum merupakan faktor risiko yang

berhubungan dengan kejadian SIU tiga bulan postpartum (p=0,002; RR=12,0; IK 95% 3,04-47,36).

Kejadian stres inkontinensia urin tiga bulan postpartum meningkat dengan persalinan yang

menggunakan alat bantu vakum ekstraksi.

Kata kunci : stres inkontinensia urin, postpartum, faktor risiko

Abstract

Urinary incontinence according to International Continence Society is defined as unconscious

urinary discharge. This research aimed to investigate the obstetric risk factors on the incidence of

urine incontinensia stress post-partum. The research used the prospective cohort in Obstetric and

Ginecology Education Hospital of Hasanuddin University and its networking Hospitals in

Makassar from October 2016 through February, 2017. First, the data were collected, then the

follow-up samples 3 months after the data collection (post partum). The samples should fulfill the

inclusive and exclusive criteria. From the total of 128 samples, 8 samples were drpped; thus, there

were only 120 primipara samples, who were then grouped into two: 60 samples with <60 minutes

and 60 samples with ≥ 60 minutes. The stress risk factors of urine incontinensia in the samples

were identified, such as the age, IMT, period of time II, cacuum delivery, perineum rupture degree,

epiciotomy and newborn weight. After that, the analysis using Fisher Exact test of X2 in order to

find the correlation between the risk factors and the incidence of SIU 3 months post partum. From

the 120 research samples, 12 samples (10%) experienced SIU 3 months ost partum. The vacuum

delivery was the risk factor which was correlated with the incidence of SIU 3 months post partum

(p=0.002; RR=12.0; 95% of IK 3.04 - 47.36). The incidence of the urine incontinensia stress 3

months post partum increased with the delivery using the instrument of vacuum extraction.

Keywords: urine incontinensia stress, post partum, risk factor

Page 7: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ……………………………………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS …………………………………………………. v

ABSTRAK …………………………………………………………………………….. vi

ABSTRACT …….…………………………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...…… viii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………...………….. xii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………...……………….. xiii

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ….……………..…………………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………..…….. xvi

Page 8: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

ix

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………...…………………. 3

C. Tujuan Penelitian ……………………………………...…………………… 3

D. Manfaat Penelitian …………………………………………………………. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………….. 5

A. Definisi …………..…...…………………………………………………….... 5

B. Anatomi dan Mekanisme Kontinensia ……………..…………………..… 5

B.1. Uretra ………………………...………………………………………. 6

B.2. Penyokong Uretra ……………..………………………….………… 9

B.3. Kandung Kemih …………………..…………………………….....… 9

B.4. Dasar Panggul …….………………………………………………. 12

C. Prevalensi …………………………………………………….................... 14

D. Faktor Risiko Potensial ……….……………………………...…………… 16

D.1. Kehamilan …………………..………………………………………. 16

D.2. Cara Persalinan ….………………………………………….……... 18

D.2.1. Cara Persalinan Pervaginam ….…………………………… 18

Page 9: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

x

D.2.2. Cara Persalinan Perabdominam ……… ….…………..... 18

D.2.3. Berat Bayi Lahir …………………………...….…………..... 19

D.2.4. Ekstraksi Vakum atau Forsep …….…… ….…………..... 20

D.2.5. Durasi Kala Dua ……………………….… ….…………..... 20

D.2.6. Episiotomi ……………………………...…….….……….... 21

D.2.7. Paritas …………………………………….….…………..... 21

D.2.8. Ruptur Perineum ……………………….….…..………..... 21

E. Diagnosa Klinis ……………………………………………………….… 22

F. Kerangka Teori ……………………………………………………..……. 25

BAB III : KERANGKA KONSEP …..…………………………………………….. 26

A. Diagram Kerangka Konsep …………………………………….………. 26

B. Variabel Penelitian ……………………………………………….……... 27

C. Hipotesis Penelitian ………………..……….….…………………….… 27

D. Definisi Operasional ……………….………..…..…………………...… 28

BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………...…….… 32

A. Desain Penelitian ……..….……………………………………………. 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………….….. 32

C. Populasi dan Sampel …………………………………………………… 32

D. Kriteria Sampel ………………………………………….……………… 33

Page 10: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

xi

E. Alat dan Bahan ..….……………………………….……………………. 34

F. Cara Kerja ……………………………………….………………………. 35

G. Alur Penelitian …………………..……………………………………… 36

H. Pengolahan dan Penyajian Data ……………….……………………… 36

I. Aspek Etis ………………….……………………………………………... 37

J. Personalia Penelitian …………………………………………………….. 37

K. Anggaran Penelitian …………………………………………….……….. 37

M. Jadwal Penelitian ……………………………………………….……...… 38

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN …..………………………………………. 39

A. Hasil ………………………………………………………………………. 39

B. Pembahasan …………………………………………………………….. 44

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………. 53

A. Simpulan …………………………………………………………………. 53

B. Saran …………………………………………………………………...… 53

DAFTAR PUSTAKA …………………………………….………………………… 54

Page 11: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Ringkasan beberapa penelitian mengenai prevalensi inkontinensia urin ……………………………..............................………………...…………..15

2. Distribusi Karakteristik Sampel …………………………………..……… 40

3. Hubungan Faktor Risiko dengan kejadian stress inkontinensia urin 3

bulan post partum pada primipara ………………………………..……. 43

Page 12: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penampang Saluran kemih bagian bawah 6

2. Skema Potongan melintang Uretra 7

3. Diagram skematik yang menunjukkan komponen dari sfingter uretra interna

dan eksterna, mekanisme dan lokasinya 8

4. Potongan Sagital (atas) dan Potongan axial (bawah) penampang uretra 11

5. Penampang lateral struktur yang menyokong uretra 12

6. Skematik mekanisme pembukaan dan penutupan uretra saat berkemih 14

Page 13: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

xiv

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/singkatan Arti dan keterangan

BFLUTS Bristol Female Lower Urinary Tract Symptoms

BLU Badan Layanan Umum

CI/IK Confidence interval / interval kepercayaan :

taksiran rentan nilai pada populasi

FK Fakultas Kedokteran

H2O Hidrogen dioksida

ICIQ-UI-SF International Consultation on Incontinence

Questionnaire-Urinary Incontinence-Short Form

ICS The International Continence Society

IMT Indeks Massa Tubuh

LMA longitudinal muscle of the anus

LP levator plate

L1-L2 percabangan saraf lumbalis 1 – 2

m. muscle/muskulus / otot

OR Odds Ratio : asosiasi paparan faktor risiko

P nilai P : tingkat keberartian terkecil sehingga nilai

suatu uji statistik yang sedang diamati masih

berarti

PCM pubococcygeus muscle

PUL pubourethral ligament

Page 14: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

xv

PPDS Program Pendidikan Dokter Spesialis

P1 Proporsi pajanan pada kelompok kasus

P2 Proporsi pajanan pada kelompok kontrol

RS Rumah sakit

RSKDIA Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu dan Anak

RR Risiko Relative : asosiasi paparan faktor risiko

SIU Stres Inkontinensia Urin

SPSS Statistical Package for the Social Sciences :

aplikasi piranti lunak pengolah data statistik

SSI Symptoms Severity Index

SIQ Stress Incontinence Questionnaire

S1 percabangan saraf sakralis 1

S2 percabangan saraf sakralis 2

S3 percabangan saraf sakralis 3

Tes pad tes dengan menggunakan bahan pembalut

Tes Q-tip tes diagnosa inkontinensia urin menggunakan

kapas lidi pada ujungnya

UDI-6 Short Form Urogenital Distress Inventory

UNHAS Universitas Hasanuddin

USL uterosacral ligament

Zα Kesalahan tipe I

Zβ Kesalahan tipe II

Page 15: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rekomendasi Persetujuan Etik 60

2. Naskah Penjelasan Untuk Responden 61

3. Surat Persetujuan Setelah Penjelasan ( Informed Consent) 63

4. Formulir Penelitian 66

5. Kuesioner 67

6. Data Primer Penelitian 68

Page 16: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inkontinensia urin menurut International Continence Society

didefinisikan sebagai keluarnya urin secara tidak sadar. Inkontinensia urin

terbagi berdasarkan jenisnya yaitu stress inkontinensia urin, urge

inkontinensia urin dan mix inkontinensia urin. Stress inkontinensia urin

merupakan inkontinensia urin yang paling banyak didapatkan di mana

mencapai 50% dari seluruh kejadian inkontinensia urin pada wanita.Di

Amerika Serikat, Minassian, V. A., Stewart, W. F. & Wood, G. C.,

melaporkan setengah dari responden wanita yang mengeluhkan

mengalami inkontinensia urin yang bila diproyeksikan berdasarkan

prevalensinya pada pertumbuhan penduduk maka didapatkan wanita

dengan inkontinensia urin akan meningkat sebanyak 50% ( dari angka 18

juta hingga mencapai 28 juta wanita) dari tahun 2010 - 2050. Pada

pengamatan yang sama, dilaporkan 23% - 38% dari populasi wanita yang

berusia lebih dari 20 tahun di Amerika Serikat mengalami gejala dari stres

inkontinensia urin (Minassian, V. A., Stewart, W. F. & Wood, G. C., 2008).

Dari systematic review yang dilakukan oleh Cerruto, M. A., D’Elia, C.,

Aloisi, A. et al., 2013, mengemukakan bahwa dari hasil investigasi dari 17

penelitian kohort di Eropa didapatkan prevalensi inkontinensia urin pada

wanita sebesar 16.1 – 68.8%. Prevalensi berdasarkan umur dilaporkan paling

rendah pada wanita dengan usia muda. Prevalensi inkontinensia urin

postpartum dari systematic review yang dilakukan oleh Thom, D.,H &

Rortveit, G., tahun 2010 dilaporkan sebesar 31% (Cerruto, M. A., D’Elia,

C., Aloisi, A. et al., 2013).

Kehamilan dan persalinan diidentifikasi sebagai faktor risiko kejadian

inkontinensia urin, dimana banyak penelitian yang melaporkan banyaknya

kejadian inkontinensia urin yang terjadi pada wanita setelah persalinan

Page 17: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

2

pervaginam (Press, J. Z., Klein, M. C., Kaczorowski, J., et al., 2007). Pada

sebuah penelitian yang dilakukan oleh Valsky, D. V., Lipschuetz, M., Bord,

A.,et al, pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa persalinan dengan lama

kala II < 60 menit dan ukuran diameter lingkar kepala bayi baru lahir < 35

cm didapatkan risiko untuk terjadinya kerusakan pada struktur dalam

rongga pelvis sebesar 1.124 kali lipat. Sedangkan apabila dengan lama

persalinan kala II > 110 menit dengan ukuran diameter lingkar kepala bayi > 35 cm dilaporkan risiko terjadinya kerusakan pada struktur rongga pelvis

akan meningkat sebesar 5.32 kali lipat (Valsky, D. V., Lipschuetz, M., Bord,

A., et al., 2009). Sedangkan Wesnes, S. L., Hunskaar, S., Bo, K. & Rortveit,

G., tahun 2009 mengemukakan hasil pengamatannya dimana durasi waktu

meneran yang berhubungan dengan lamanya kala II persalinan, vakum

ekstraksi dan ruptur perineum disimpulkan menjadi faktor yang berperan

terhadap terjadinya kerusakan saraf pudendus yang pada akhirnya akan

menyebabkan inkontinensia urin. (Wesnes, S. L., Hunskaar, S., Bo, K. & Rortveit, G., 2009).

Dampak dalam segi perekonomian terhadap inkontinensia urin

yang berkaitan dengan kelemahan otot dasar panggul cukup signifikan

dimana pada tahun 2006 di Amerika Serikat, sekitar 4 juta pasien yang

datang berobat diperkirakan menghabiskan biaya $412 juta. Secara

individu, setiap pasien menghabiskan biaya sebesar $900 per tahun untuk

perawatan rutin, yang mencakup untuk pembelian pembalut maupun

untuk kepentingan biaya pencucian pakaian yang disebabkan

inkontinensia urin. Di lain pihak, untuk wanita yang menjalani operasi

sebagai terapi inkontinensia urin diperkirakan menghabiskan biaya $118

per bulan (Dmochowski, R. R., Karram, M. M. & Reynolds, W. S., 2013).

Sehubungan dengan temuan-temuan di atas, terdapat beberapa

faktor yang berpengaruh terhadap kejadian inkontinensia urin post partum.

Berkaitan dengan hal ini, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian

yang bertujuan meneliti faktor risiko tersebut terhadap kejadian

inkontinensia urin post partum khususnya di Makassar.

Page 18: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

3

B. Rumusan Masalah

Bagaimana kajian faktor risiko obstetri terhadap kejadian stres

inkontinensia urin post partum pada primipara?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor risiko obstetri terhadap kejadian stres

inkontinensia urin post partum.

2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui prevalensi stres inkontinensia urin post partum

2. Menganalisis hubungan umur dengan kejadian stres inkontinensia

urin post partum.

3. Menganalisis hubungan IMT dengan kejadian stres inkontinensia

urin post partum.

4. Menganalisis hubungan lama kala II dengan kejadian stres

inkontinensia urin post partum

5. Menganalisis hubungan episiotomi dengan kejadian stres

inkontinensia urin post partum

6. Menganalisis hubungan derajat ruptur perineum dengan kejadian

stres inkontinensia urin post partum

7. Menganalisis hubungan persalinan vakum dengan kejadian stres

inkontinensia urin post partum

8. Menganalisis hubungan berat bayi lahir dengan kejadian stres

inkontinensia urin post partum

Page 19: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

4

D. Manfaat Penelitian a. Bidang Pelayanan

Memberikan informasi dalam rangka strategi pencegahan terjadinya

stres inkontinensia urin post partum melalui pengenalan faktor risiko.

b. Bidang Akademik

1. Memberi informasi ilmiah mengenai besarnya kejadian stres

inkontinensia urin post partum pada primipara.

2. Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan stres inkontinensia urin.

Page 20: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Menurut The International Continence Society (ICS) tahun 2013,

inkontinensia urin adalah keadaan dimana adanya keluhan terjadinya

pengeluaran urin secara involunter. Keluhan inkontinensia urin dapat

dirasakan oleh individual atau didapatkan dari hasil pengamatan pemeriksa (Abrams, P., Cardozo, L., Khoury, S. & Wein, A. J., 2013).

B. Anatomi dan Mekanisme Kontinensia

Saluran kemih bagian bawah terdiri atas kandung kemih dan uretra

yang merupakan satu kesatuan fungsional yaitu penyimpanan dan

pengeluaran selama siklus berkemih. Pada fase penyimpanan, uretra

bertindak sebagai penutup dan kandung kemih sebagai penampung. Pada

fase pengeluaran, uretra bertindak sebagai pipa dan kandung kemih

sebagai pompa. Untuk menjaga kontinensia urin, tekanan penutupan

uretra harus melebihi tekanan di dalam kandung kemih baik saat istirahat

maupun pada kondisi stres. Faktor yang penting dalam mekanisme ini

adalah kontrol dari otot detrusor, struktur anatomi yang utuh dan posisi

bladder neck yang normal (Cardozo, L & Staskin, D., 2001).

Page 21: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

6

Gambar 1. Penampang Saluran kemih bagian bawah (Cardozo, L &

Staskin, D., 2001)

B.1. Uretra

Struktur uretra mencerminkan dual fungsi yaitu sebagai penghalang

dan saluran pengeluaran urin, uretra memiliki hubungan yang sangat erat

namun di lain pihak juga independen terkait dengan fungsi kandung kemih.

Meskipun panjang uretra hanya 3 sampai 4 cm, lumen otot uretra memiliki

struktur berlapis yang kompleks. 15% bagian proksimal dari uretra terletak

di dalam dinding otot dasar kandung kemih, sedangkan 20% bagian distal

terletak melewati membran perineum. Struktur uretra antara kedua ujung

inilah yang menjalankan peran dalam mekanisme katup (Ostergard, D. R.,

Bent, A. E., Cundiff, G. W. & Swift, S. E., 2008).

Page 22: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

7

Gambar 2. Skema Potongan melintang Uretra

(Trivedi, P & Rane, A., 2014)

Uretra terdiri atas lapisan mukosa, pada struktur lapisan

submukosa dimana pada lapisan ini terdapat banyak pembuluh darah dan

memiliki struktur yang menyerupai spons, dan lapisan otot polos yang

terdiri atas lapisan otot longitudinal dan sirkuler walaupun pada referensi

lainnya ada yang menyebutkan uretra memiliki lapisan otot oblik. Masing-

masing fungsi otot polos ini bekerja secara berbeda, dimana otot polos

longitudinal berperan dalam pemendekan struktur dan menyebabkan

lumen uretra terbuka, sedangkan otot polos sirkuler berperan dalam

penutupan lumen uretra (Trivedi, P & Rane, A., 2014).

Otot lurik yang melingkari sfingter (rhabdosfingter) terbagi menjadi

tiga bagian yaitu :

1. Otot sfingter uretra atau rhabdosfingter yang melingkari 2/3

bagian tengah uretra, otot ini adalah yang paling tebal di 2/3

tengah uretra. Otot ini pada bagian proksimal dan distal

berbentuk menyerupai ladam kuda dan pada kedua ujung

pertemuan otot ini terdapat trigonal plate (jaringan ikat pada

dinding vagina anterior).

Page 23: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

8

2. Otot ureterovaginal pada 1/3 distal uretra yang berasal dari

dinding ventral vagina.

3. Otot kompresor uretra pada 1/3 distal uretra yang berasal

dari ramus iskiopubis.

Ketiga otot di atas saling tumpang tindih. Pada bagian distal, otot

rhabdosfingter berubah menjadi otot kompresor uretra dan otot sfingter

uretrovagina yang melengkung melampaui permukaan uretra. Kerja dari

ketiga otot di atas merupakan satu kesatuan yang menghasilkan tekanan

penutupan saat tidak berkemih. Serabut – serabut ketiga otot tersebut

tergolong kejut lambat (slow twitch) yang dapat menghasilkan tonus yang

konstan untuk periode lama menjaga tekanan saat ada stres (Cardozo, L

& Staskin, D., 2001)

Gambar 3. Diagram skematik yang menunjukkan komponen dari

sfingter uretra interna dan eksterna, mekanisme dan

lokasinya. (Cardozo, L & Staskin, D., 2001)

Page 24: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

9

B.2. Penyokong Uretra

Penyokong uretra terdiri dari :

1. Ligamentum puboservikalis

2. Ligamentum pubouretralis

3. M. Levator ani ( otot-otot lurik oeriuretra)

a. M. Ileokoksigeus

b. M. Pubokoksigeus

i. M. Pubouretralis

ii. M. Pubovaginalis

iii. M. Puborektalis

4. Dinding anterior vagina

Otot-otot lurik periuretra (m. levator ani) tersusun dari serabut kejut

cepat (fast twitch) dan serabut kejut lambat (slow twitch), sehingga dasar

panggul dapat menjaga tonus istirahat dalam waktu lama dan

menghasilkan kontraksi cepat yang terjadi secara tiba-tiba.

B.3. Kandung Kemih

Kandung kemih adalah organ berongga yang memiliki lapisan otot

dimana berfungsi sebagai reservoir untuk sistem berkemih. Kandung kemih

berbentuk datar ketika kosong dan bulat ketika terisi penuh. Permukaan

superior dan 1 atau 2 cm di atas dari aspek posterior kandung kemih ditutupi

oleh peritoneum, yang membuat kandung kemih terdorong ke kantong

vesikouterina. Kandung kemih terletak di arah inferior pada vagina anterior

dan segmen bawah rahim, dipisahkan oleh sebuah lapisan adventitia (fasia

endopelvis) (Karram, M. M. & Walters, M.D., 2007). Secara fungsional,

kandung kemih dapat dibagi menjadi dua yaitu bagian puncak dan dasar

kandung kemih dimana pada bagian dasar terdapat orifisium uretra. Lapisan otot pada puncak kandung kemih memiliki struktur yang lebih tipis

sehingga lebih mudah untuk terjadi peregangan pada saat proses pengisian

kandung kemih, sebaliknya pada bagian dasar kandung kemih strukturnya

Page 25: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

10

lebih tebal sehingga memiliki daya regang yang lebih kecil (Ostergard, D.

R., Bent, A. E., Cundiff, G. W. & Swift, S. E., 2008).

Pada bladder neck, terdapat serabut otot berbentuk “U” yang

terbuka saling berlawanan arah. Uretra berjalan di antara kedua serabut

otot yang berbentuk “U” tersebut dan adanya kontraksi dari kedua serabut

otot tersebut memberikan aksi sfingterik menutup lumen uretra (Ostergard,

D. R., Bent, A. E., Cundiff, G. W. & Swift, S. E., 2008).

Pada dasar kandung kemih, dimulai dari bladder neck hingga uretra

terdapat otot-otot trigonum yang terdiri dari: urinary trigonum, trigonal ring

dan trigonal plate. Urinary trigonum merupakan struktur berbentuk segitiga

yang terdiri dari otot polos yang membentuk sudut pada meatus uretra

interna dan kedua orifisium ureter. Pada posisi setinggi meatus uretra

interna, otot trigonum menyebar membentuk cincin melingkari lumen

uretra sehingga disebut trigonal ring. Pada posisi inferior dari trigonal ring

terdapat lapisan otot yang melingkari uretra yang juga menjadi dasar otot

lurik sfingter yang disebut trigonal plate (Ostergard, D. R., Bent, A. E.,

Cundiff, G. W. & Swift, S. E., 2008).

Page 26: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

11

Gambar 4. Potongan Sagital (atas) dan Potongan axial (bawah)

penampang uretra (Peschers, U. & DeLancey, J., 2007)

Page 27: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

12

B.4. Dasar Panggul

Posisi dan mobilitas kandung kemih dan uretra dianggap merupakan

faktor penting yang menentukan kontinensia berkemih. Jika dikeluarkan dari

organ sekitarnya, kandung kemih dan uretra memiliki konsistensi yang lunak

dan tidak berbentuk, kandung kemih dan uretra harus bergantung ke dasar

panggul agar memiliki bentuk dan posisi yang fungsional. Pada Pemeriksaan

fluoroskopik tampak bahwa bagian atas dari uretra dan bladder neck

merupakan struktur yang bebas bergerak, sedangkan uretra bagian distal

tetap terfiksir pada posisinya dalam aspek inilah otot dasar panggul dan fasia

berperan (Cardozo, L & Staskin, D., 2001).

Secara struktur, dinding panggl terdiri atas 2 bagian utama, yaitu : Otot

levator ani dan tulang kogsigeus. Secara fungsional, terminologi fungsi

dinding panggul adalah sinonim fungsi otot levator ani, karena otot ini

membentuk kontraksi yang efektif dari struktur penunjang organ di daerah

tersebut. Secara umum dapat diketahui bahwa bagian-bagian dalam panggul

pada wanita, perlekatan antara levator ani ke vagina dan sfingter ani eksterna

menyebabkan kontraksi pergerakan bagian-bagian panggul tersebut ke arah

depan menuju simfisis pubis (Cardozo, L & Staskin, D., 2001).

Gambar 5. Penampang lateral struktur yang menyokong uretra

(Cardozo, L & Staskin, D., 2001)

Page 28: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

13

Pada kontraksi otot-otot dinding panggul, pergerakan vagina ke

arah depan menimbulkan penyempitan pada uretra sehingga

menyebabkan perpindahan uretra ke arah depan dan penekanan

melawan permukaan posterior dari tulang pubis. Kompresi otot levator ani

menyebabkan kompresi uretra pada daerah sfingter bagian distal dari

sfingter untuk mempertahankan kondisi kontinen dan menghasilkan

tenaga untuk penyempitan uretra seperti yang terjadi pada saat batuk.

Dekat dengan garis tengah terdapat sepasang ligamentum

fibromuskular yang melekat pada bagian anterior uretra ke permukaan

posteroinferior simfisis pubis yang disebut pubouretralis, yang berjalan ke

arah superior bersama-sama dengan ligamentum pubovesikalis.

Ligamentum ini mengandung serat otot polos yang menerima persarafan

kolinergik yang sifatnya sama dengan otot detrusor. Komponen otot polos

dari ligamentum ini dapat berkontraksi bersamaan dengan otot detrusor.

Dengan demikian akan dapat mempertahankan posisi uretra relatif dekat

dengan pubis pada saat berkemih. Selama fase istirahat, mekanisme

penutupan uretra bergantung terutama pada komponen dinding uretra

(tenaga penutupan tetap). Selama episode stres, tekanan otot-otot

muskulotendineus uretra dan otot lurik periuretra dasar panggul saling

membantu untuk menghasilkan tekanan penutupan tambahan. Pada saat

terjadi peningkatan tekanan intraabdomen, terdapat tenaga penutupan

tambahan (tekanan transmisi) pada bladder neck dan uretra. Tekanan

pasif ini akibat dari transmisi gaya dari bladder neck dan dinding kandung

kemih akibat adanya peningkatan tekanan (Petros, P. E. P., 2006).

Page 29: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

14

Gambar 6. Skematik mekanisme pembukaan dan penutupan uretra

saat berkemih. (Keterangan. PUL = pubourethral ligament; PCM =

pubococcygeus muscle ; LP = levator plate ; LMA = longitudinal

muscle of the anus ; USL= uterosacral ligament ) (Petros, P. E. P.,

2006).

C. Prevalensi

Prevalensi inkontinensia urin pada periode setelah melahirkan yang

dilaporkan pada beberapa penelitian bervariasi dari 3 % sampai 40 %.

Beberapa alasan bervariasinya angka prevalensi pada inkontinensia urin ini

disebabkan oleh adanya perbedaan populasi (contoh : negara), perbedaan

dalam metode penelitian, definisi inkontinensia urin yang digunakan dan

perbedaan dalam menilai faktor-faktor penyerta lainnya (contoh : metode

persalinan, jumlah paritas, dan adanya riwayat inkontinensia urin) (Thom, D. H. & Rortveit, G., 2010).

Sangsawang, B. & Sangsawang, N (2013), melakukan pencarian

penelitian inkontinensia urin pada manusia pada jurnal berbahasa Inggris

pada PubMed dengan periode waktu Januari 1990 sampai September

2012 menggunakan kata kunci : epidemiology, prevalence, urinary

incontinence, stress urinary incontinence, pregnancy, pregnant women,

pelvic-floor-muscle exercise, pelvic-floor-muscle training, dan conservative

treatment Conference proceedings juga abstrak dari International

Continence Society annual meetings. Dari hasil pencarian itu peneliti

mengidentifikasi 531 penelitian

Page 30: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

15

Prevalensi

Referensi

Desain stres

inkontinensia

urin

(Sangsawang, Mengumpulkan artikel penelitian sejak

Januari 1990 – September

2012.

B. &

Melakukan systematic review dan meta- 41 % Sangsawang,

analyses terhadap 26 artikel yang

N., 2013)

memenuhi kriteria inklusif.

(Findik, R. B., 761 sampel dikumpulkan. Sebelumnya

sample yang memiliki gangguan

Unluer, A. N.,

neurologi dikeluarkan dari sample 35,7 % Sahin, E., et

penelitian, begitupun pasien dengan

al., 2012)

riwayat penyakit sistemik.

(Thom, D. H. Melakukan analisis systematic terhadap

& Rortveit, G., 25,5% 33 artikel yang memenuhi kriteria inklusif.

2010)

(Viktrup, L., Mengamati 278 primipara pada periode

Rortveit, G. & 42 % 12 tahun post partum

Lose, G., 2006)

(Van Geelen,

J. & Hunskaar, Melakukan meta-analysis 10-50%

S., 2005)

(Dolan, L. M., 492 wanita dengan kehamilan 34-40

Walsh, D., minggu diamati hingga periode 3-5 hari 36,8%

Hamilton, S., (372/492) dan 3 bulan (362/492) post

et al., 2004) partum

(Burgio, K. L.,

Zyczynski, H., Mengamati 523 wanita periode 12 bulan 11,36%

Locher, J. L., post partum

et al., 2003)

Tabel 1. Ringkasan beberapa penelitian mengenai prevalensi

stres inkontinensia urin

Page 31: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

16

yang dipublikasikan di PubMed. Kemudian peneliti melakukan skrining

relevansi dari judul dan abstrak kemudian mengeluarkan 360 artikel. Dari

hasil pengamatan didapatkan data dari Norwegian Institute of Public Health

menemukan bahwa tipe inkontinensia tersering adalah stress inkontinensia

urin dengan 31% dan 42 % pada nulipara dan multipara. Hasil pengamatan

yang didapatkan di China lebih rendah dari penelitian di Eropa, namun

prevalensi stres inkontinensia urin tetap merupakan jenis inkontinensia urin

yang terbanyak (Sangsawang, B. & Sangsawang, N., 2013).

Viktrup, L., Rortveit, G. & Lose, G., (2006) melakukan studi kohort

pada 241 wanita post partum, dengan usia rata-rata 26 tahun, setelah

melahirkan dan 12 tahun setelah melahirkan. Para peneliti mendapatkan

bahwa prevalensi stres inkontinensia urin 12 tahun setelah melahirkan

42% ( 102 dari 241 responden) (p<.01) (Viktrup, L., Rortveit, G. & Lose,

G., 2006).

D. Faktor Risiko Potensial

International Continence Society menyimpulkan dari beberapa hasil

penelitian yang berhubungan dengan faktor-faktor yang menjadi penyebab

inkontinensia urin berkaitan dengan episode persalinan bahwa : persalinan

pervaginam memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi untuk terjadinya

inkontinensia urin dibandingkan dengan seksio sesaria, adanya riwayat

inkontinensia urin yang timbul pada masa kehamilan mempunyai hubungan

dengan kejadian inkontinensia urin pada periode post partum (Level evidens

II), faktor obstetri lain seperti trauma jalan lahir, penggunaan alat bantu

persalinan seperti forsep ataupun vakum ekstraksi, lingkar kepala bayi ≥ 35,5

cm, durasi kala 2 ≥ 110 menit, dan episiotomi (Abrams, P., Cardozo, L., Khoury, S. & Wein, A. J., 2013).

D.1. Kehamilan

Stres inkontinensia urin (SIU) pada wanita sering dihubungkan

dengan kehamilan. Pada beberapa literatur menunjukkan bahwa SIU lebih

Page 32: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

17

sering terjadi pada wanita hamil dibandingkan dengan kelompok wanita

lainnya. Selama kehamilan terdapat perubahan pada traktus urinarius bawah

yang menurut beberapa peneliti disebabkan oleh pengaruh hormonal.

Pengaruh hormon ini menyebabkan organ akan menyesuaikan terhadap

kondisi kehamilan. Kandung kemih bergeser ke arah anterior dan superior

sesuai dengan usia kehamilan. Sehingga kandung kemih akan lebih

cenderung lebih berada di rongga abdomen pada rongga pelvis pada

trimester ke-tiga. Dibawah pengaruh hormon estrogen otot detrusor menjadi

hipertrofi. Progesterone menyebabkan otot detrusor hipotonia sesuai dengan

peningkatan kapasitas kandung kemih. Kapasitas kandung kemih akan

menurun sesuai dengan penurunan kepala bayi, dan meningkat lagi saat post

partum. Sebagai reaksi efek progesterone tersebut maka tekanan kandung

kemih meningkat dari 9 cm H20 pada awal kehamilan menjadi 20 cm H2O

pada kehamilan cukup bulan dan kembali normal pada saat post partum

(Ostergard, D. R., Bent, A. E., Cundiff, G. W. & Swift, S. E., 2008).

Patofisiologi terjadinya inkontinensia urin pada wanita hamil dan

selama masa nifas meliputi multifaktorial. Keadaan hamil itu sendiri,

perubahan hormonal selama kehamilan, perubahan pada sudut

ureterovesikal dan defek anatomi setelah melahirkan yang melibatkan otot

levator dan jaringan ikat saling terkait namun penyebab pasti pada

terjadinya inkontinensia urin pada kehamilan tidak diketahui secara pasti.

Pada pengamatan dari Lewicky, G. C., Cao, D.C. & Culbertson, S., (2008)

mendapatkan 69% dari sampel penelitian mengalami gejala stres

inkontinensia urin mengeluhkan pada kehamilan trimester tiga walaupun

hanya 2% yang mengeluhkan perubahan gaya hidup akibat SIU (Lewicky,

G. C., Cao, D.C. & Culbertson, S., 2008).

Menurut penelitian Solans, D. M., Sánchez, E., Espuña, P. M. &

Group, P. F. R., tahun 2010 mengungkapkan bahwa insidens rate dari

inkontinensia urin ada kehamilan mencapai 39,1% dimana pada

pengamatan lanjut periode post partum ditemukan 17,1 % yang masih

mengalami inkontinensia urin pada periode 3-6 bulan post partum. Peneliti

Page 33: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

18

juga mengemukakan bahwa insidens inkontinensia urin post partum pada

6 minggu post partum dibandingkan dengan 6-12 bulan post partum

memiliki hasil yang serupa (Solans, D. M., Sánchez, E., Espuña, P. M. &

Group, P. F. R., 2010). D.2. Cara Persalinan

D.2.1. Persalinan Pervaginam

Persalinan sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya

inkontinensia urin pada wanita telah dinyatakan dalam beberapa penelitian

yang melihat hubungan antara paritas dengan inkontinensia urin sehingga

dapat disimpulkan menjadi beberapa penyebab: (Abrams, P., Cardozo, L.,

Khoury, S. & Wein, A. J., 2013).

a. Proses persalinan menyebabkan kerusakan pada dasar panggul

sebagai konsekuensi dari regangan dan melemahnya otot dan

jaringan ikat selama proses persalinan.

b. Kerusakan dapat juga ditimbulkan oleh adanya laserasi dan

tindakan episiotomi. Akibatnya dapat menyebabkan pergeseran

dan perubahan posisi dari organ pelvis dari tempat seharusnya.

c. Regangan yang terjadi pada organ pelvis dan sekitarnya selama

proses persalinan dapat merusak saraf pudendus dan saraf-

saraf lainnya di pelvis, sehingga bersamaan dengan rusaknya

otot dan jaringan ikat menyebabkan kontraksi penutupan uretra

menjadi tidak adekuat.

Viktrup, L., Rortveit, G. & Lose, G., pada tahun 2006 menyimpulkan

dari hasil penelitiannya bahwa kejadian SIU setelah proses persalinan

berhubungan secara bermakna baik secara klinis maupun statistik dengan

persalinan pervaginam dan beberapa faktor risiko obstetrik seperti: lama

kala dua, berat bayi lahir, dan lingkar kepala bayi. Episiotomi dan juga

penggunaan alat bantu seperti vakum ekstraksi dan forsep meningkatkan

kejadian SIU secara bermakna baik secara langsung ataupun jangka

panjang (Viktrup, L., Rortveit, G. & Lose, G., 2006).

Page 34: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

19

D.2.2. Persalinan Perabdominam

Seksio sesarea merupakan metode persalinan yang menyebabkan

trauma pada otot dasar panggul lebih kecil jika dibandingkan dengan

persalinan pervaginam. Namun, pada pengamatan Novellas, S., Chassang,

M., Verger, S., et al mengemukakan bahwa kejadian inkontinensia urin pada

persalinan perabdominam melalui seksio sesarea emergensi memiliki

insidensi 11% dibanding seksio sesarea secara elektif dimana inkontinensia

terjadi hanya 2% dari hasil pengamatannya. Sehingga peneliti menyimpulkan

efek protektif seksio sesarea terhadap inkontinensia urin lebih besar pada

seksio sesarea elektif sebelum timbulnya onset persalinan (Novellas, S., Chassang, M., Verger, S., et al., 2010).

Pada penelitian systematic review yang dilakukan Press, J. Z.,

Klein, M. C., Kaczorowski, J., et al disimpulkan bahwa mode persalian

perabdominam hanya memberikan efek protektif pada stres inkontinensia

urin, namun urge inkontinensia dan mix inkontinensia urin memiliki angka

kejadian yang sama dengan mode persalinan pervaginam (Press, J. Z., Klein, M. C., Kaczorowski, J., et al., 2007).

D.2.3. Berat Bayi Lahir

Pada pengamatan Højberg, K. E., Salvig, J. D., Winsløw, N. A., et

al. (1999), yang melakukan studi kohort terhadap 1781 wanita hamil

dengan usia kehamilan 16 minggu menemukan data bahwa wanita

dengan riwayat melahirkan bayi > 4000 gram meningkatkan risiko

terjadinya inkontinensia urin ( OR 1.9; 95% CI 1.0-3.6) (Højberg, K. E.,

Salvig, J. D., Winsløw, N. A., et al., 1999).

Namun, pada penelitian Viktrup, L., Rortveit, G. & Lose, G.,

mengemukakan bahwa berat bayi > 4000 gram tidak berhubungan

signifikan secara statistik terhadap kejadian SIU (Viktrup, L., Rortveit, G. &

Lose, G., 2006).

Page 35: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

20

D.2.4. Ekstraksi Vakum Atau Forsep

Faktor risiko seperti penggunaan vakum ekstraksi sebagai alat

bantu persalinan menyebabkan kejadian SIU meningkat setelah 5 tahun

setelah melahirkan (Viktrup, L., Rortveit, G. & Lose, G., 2006).

Risiko terjadinya inkontinensia urin tidak berbeda secara signifikan

antara penggunaan vakum ekstraksi (OR 0.80; CI 95% = 0.59 – 1.10) atau

forsep (OR 1.06; CI 95% = 0.72 – 1.57) dibandingkan dengan persalinan

pervaginam. Walaupun telah diketahui bahwa persalinan dengan forsep

akan menyebabkan perlukaan jalan lahir dan sistem saraf perifer yang

luas (Glazener, C. M. A., Herbison, G., MacArthur, C., et al., 2006).

D.2.5. Durasi kala dua

Pada penelitian yang dilakukan oleh Gartland, D., Donath, S.,

MacArthur, C. & Brown, S mengemukakan bahwa adanya hubungan antara

lama kala II dengan kejadian inkontinensia urin pada 3 bulan postpartum, dari

hasil pengamatan mereka menemukan bahwa pada durasi 1,01 – 2,0 jam

terjadi inkontinensia yang persisten sebanyak 35,3 % ( OR 1.07 95% CI =

0.72-1.59) yang meningkat menjadi 36,9 (OR 1.15 ; 95% CI = 0.72- 1.85) pada durasi 2,01 – 5 jam (Gartland, D., Donath, S., MacArthur, C. &

Brown, S., 2012).

Pada penelitian lainnya Viktrup, L., Rortveit, G. & Lose, G.

menemukan bahwa durasi kala II melebihi 60 menit berhubungan dengan

peningkatan risiko terjadinya SIU jangka panjang walaupun hanya

signifikan pada garis batas. (Viktrup, L., Rortveit, G. & Lose, G., 2006).

Sedangkan Brown, S., Gartland, D., Donath, S. & MacArthur, C

mengemukakan penelitiannya bahwa pada persalinan dengan kala 2

memanjang didapatkan terjadi peningkatan kejadian inkontinensia urin

pada postpartum ( OR 1.9, 95% CI 1.1-3.4) (Brown, S., Gartland, D.,

Donath, S. & MacArthur, C., 2011).

Page 36: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

21

D.2.6. Episiotomi

Episiotomi yang dilakukan pada ssat persalinan pervaginam

nampaknya mempunyai efek terhadap kejadian SIU pasca persalinan.

Studi prospektif menyatakan bahwa episiotomi meningkatkan kejadian

episiotomi meningkatkan kejadian SIU 5 tahun pasca persalinan. Wanita

yang saat proses persalinan dilakukan episiotomi mediolateral mempunyai

risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya SIU pada usia gestasi 16 minggu

pada kehamilan berikut (OR 1.9; 95% CI 1,0-3,5) (Højberg, K. E., Salvig,

J. D., Winsløw, N. A., et al., 1999).

D.2.7. Paritas

Regangan pada otot dasar panggul yang terjadi pada saat persalinan

pervaginam telah disebutkan dapat menyebabkan SIU. Dari penelitian yang

dilakukan oleh Goldberg, R. P., Kwon, C., Gandhi, S., et al ternyata wanita

multipara memiliki risiko 1.46 kali untuk terjadi SIU dibandingkan wanita

primipara. (Goldberg, R. P., Kwon, C., Gandhi, S., et al., 2003) Temuan

tersebut didukung oleh Eason, E., Labrecque, M., Marcoux, S. & Mondor, M,

yang menyebutkan bahwa multipara jika dibandingkan dengan primipara

mempunyai risiko sebesar 1.5 kali (Eason, E., Labrecque, M., Marcoux, S. & Mondor, M., 2004).

D.2.8. Ruptur Perineum

Ruptur perineum akan merusak sebagian otot dasar panggul yaitu

otot transversal perinei (rhabdosfingter: m. kompresor vagina, m.

uretrovagina; dan m. puborektalis). Højberg, K. E., Salvig, J. D., Winsløw, N. A., et al menyatakan dari 106 wanita yang mengalami gejala SIU

sebanyak 8 orang (6%) memiliki faktor risiko ruptur perineum spontan

derajat 3 saat melahirkan meskipun hal ini tidak bermakna secara statistik

(Højberg, K. E., Salvig, J. D., Winsløw, N. A., et al., 1999). Eason, E.,

Labrecque, M., Marcoux, S. & Mondor, M juga tidak menemukan hubungan

Page 37: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

22

secara statistik antara ruptur perineum spontan dengan kejadian SIU

(Eason, E., Labrecque, M., Marcoux, S. & Mondor, M., 2004). Wesnes, S.

L., Hunskaar, S., Bo, K. & Rortveit, G juga mengemukakan bahwa ruptur

perineum derajat 3 dan 4 tidak secara signifikan bermakna sebagai faktor

risiko terjadinya inkontinensia urin postpartum (Wesnes, S. L., Hunskaar, S., Bo, K. & Rortveit, G., 2009).

E. Diagnosa Klinis

Dari hasil temuan klinis dengan riwayat dan pemeriksaan fisik dapat

mendiagnosis SIU dengan ketepatan yang rasional. Wanita memiliki

gejala SIU hanya dengan keluhan saja memiliki nilai akurasi diagnosis

sebesar 64-90% jika dibandingkan dengan tes urodinamik sebagai standar

baku emasnya. Dari pasien-pasien tersebut 10-30 % ditemukan memiliki

gejala instabilitas detrusor (berdiri sendiri atau bersamaan dengan SIU).

Kejadian jarang yang dapat menyebabkan gejala SIU adalah divertikulum

uretra, fistula genitourinaria, ektopik ureter dan instabilitas uretra.

Para klinisi harus mengenali situasi klinis yang terjadi bahwa

diagnosis SIU yang lainnya didasarkan oleh gejala klinis masih terdapat

rentang ketidak pastian. Uji urodinamik dilakukan bila diagnosis diragukan

untuk konfirmasi diagnosis dan pasien akan menjalani proses terapi

bedah. Hal ini dibenarkan karena dari hasil penelitian mengatakan bahwa

morbiditas yang rendah dan alasan biaya.

Saat konseling perlu dilakukan penelusuran dimulai dengan

keluhan atau riwayat terjadinya pengeluaran urin yang dipicu oleh

aktivitas. Pada penelusuran riwayat pengeluaran urin yang tidak terkontrol,

informasi yang harus digali termasuk gejala penyimpanan dan berkemih,

dampak SIU terhadap kualitas kehidupan sehari-hari, derajat luasnya SIU

dan perbaikan gejala setelah dilakukan terapi.

Beberapa peneliti sepakat bahwa cukup untuk menggunakan

kuesioner yang telah distandardisasi untuk mendapatkan data gejala klinis

Page 38: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

23

dan menegakkan diagnosis inkontinensia urin. Beberapa kuesioner yang

telah direkomendasikan oleh ICS adalah : Urogenital Distress Inventory

(UDI-6 Short Form), King’s Health Questionnaire, Symptoms Severity

Index (SSI), Bristol Lower Urinary Tract Symptoms (BFLUTS). Stress Incontinence Questionnaire (SIQ), Incontinence Questionnaire-Urinary

Incontinence-Short Form (ICIQ-SF).

Dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan

diagnosa inkontinensia urin :

a. Urinalisa : Pemeriksaan urinalisa sangat fundamental dan

sebaiknya dilakukan pada setiap pasien dengan keluhan di

bidang urologi. Berkaitan dengan inkontinensia urin

pemeriksaan urinalisa bukan merupakan tes diagnostik. Tetapi

merupakan tes untuk mendeteksi adanya hematuria, glukosuria,

pyuria dan bakteriuria (Abrams, P., Cardozo, L., Khoury, S. &

Wein, A. J., 2013).

b. Pemeriksaan Neurologis : pemeriksaan neurologis sebaiknya

dilakukan dengan berfokus pada jalur persarafan sakralis.

Pemeriksaan cara berjalan (gait), gerakan abduksi dan dorsofleksi

ibu jari kaki (S3) dan persarafan sensoris dari labia minor (L1-L2),

aspek lateral dari kaki (S1), aspek posterior pinggul (S2) serta

refleks sakro-kutaneus (refleks bulbocavernosus dan anal).

c. Pemeriksaan Ginekologi : pemeriksaan ginekologi mencakup

inspeksi regio perineum untuk melihat ada atau tidaknya

kelainan anatomis dan pemeriksaan dalam vagina untuk

mengevaluasi kekuatan otot dasar panggul.

d. Stress Test : tes ini meliputi observasi pengeluaran urin dengan

batuk atau manuver valsalva. Prosedur ini dilakukan dengan

menempatkan pasien pada posisi litotomi ataupun berdiri.

Keluarnya urin secara spontan selama batuk atau manuver

valsalva diartikan sebagai tes positif dan merupakan tanda dari

stres inkontinensia urin. Price, D. M. & Noblett, K.

Page 39: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

24

membandingkan akurasi diagnosis stres inkontinensia urin dengan

menggunakan tes batuk dibandingkan dengan pad test didapatkan

bahwa memiliki sensitivitas, spesifitas, positif prediktif value dan

negative prediktif value 90%, 80%, 98% dan 44% (Price,

D. M. & Noblett, K., 2012). e. Tes Pad : tes pad dilakukan dengan menggunakan pad (

pembalut) untuk periode waktu tertentu. Tujuan pemeriksaan tes

pad adalah untuk menghitung volume pelepasan urin dengan

menghitung penambahan berat pembalut setelah dilakukan

provokasi pelepasan urin. Tes pad dibagi menjadi dua yaitu tes

jangka pendek dan tes jangka panjang. Tes jangka pendek

dimana dilakukan 1 jam tes, apabila pembalut memiliki

peningkatan berat > 1 gram menandakan postif. Sedangkan tes

jangka panjang menggunakan pembalut untuk periode 24 jam

dimana hasil positif untuk penambahan > 4 gram (Abrams, P.,

Cardozo, L., Khoury, S. & Wein, A. J., 2013). f. Tes Q-tip : tes ini secara tradisional digunakan untuk memeriksa

mobilitas dari urethra – vasical junction. Tes ini meliputi

penempatan kapas lidi yang pada ujungnya diberikan lubrikasi dan

dimasukkan sampai pada bladder neck pada posisi litotomi.

Perubahan axis akan diamati pada saat pasien melakukan

manuver valsalva dimana hasil positif jika pada tepi kapas lidi yang

bebas bergerak tidak dalam bidang horizontal yang menandakan

adanya hipermobilitas. Beberapa hasil analisis mengemukakan

bahwa hasil tes q-tip tidak akurat untuk mendiagnosis stres

inkontinensia urin pada wanita (Holroyd, L. J.

M., Tannenbaum, C., Thorpe, K. E. & Straus, S. E, 2008).

Page 40: FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 30. · FAKTOR RISIKO STRES INKONTINENSIA URIN POST PARTUM

25

F. Kerangka Teori

Paritas

wanita

Tidak Hamil

Riwayat SIU saat

Hamil

Umur

Hamil

Persalinan

Lama kala II

Kebiasaan hidup

Perabdominam Pervaginam Berat lahir

Obesitas bayi

Lingkar kepala

Spontan Vakum Forsep bayi Rokok

Alkohol

Derajat ruptur Episiotomi Perineum utuh

perineum

Derajat ruptur

perineum akibat

episitotomi

SIU pasca persalinan