106
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI KOPEN I TERAS BOYOLALI TAHUN AJARAN 2008/2009 (Penelitian Tindakan Kelas) Skripsi Oleh Desriana Dwijayanti Soraya K.1205009 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

  • Upload
    lykhanh

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI KOPEN I TERAS

BOYOLALI TAHUN AJARAN 2008/2009 (Penelitian Tindakan Kelas)

Skripsi

Oleh

Desriana Dwijayanti Soraya

K.1205009

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

Page 2: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang

bersifat produktif, artinya suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

menyampaikan gagasan, pikiran atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang

ada dalam pikiran pembicara dapat dipahami orang lain. Berbicara berarti

mengemukakan ide atau pesan lisan secara aktif melalui lambang-lambang bunyi

agar terjadi kegiatan komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Memang setiap

orang dikodratkan untuk bisa berbicara atau berkomunikasi secara lisan, tetapi

tidak semua memiliki keterampilan untuk berbicara secara baik dan benar. Oleh

karena itu, pelajaran berbicara seharusnya mendapat perhatian dalam pengajaran

keterampilan berbahasa di sekolah dasar.

Seperti yang diungkapkan Galda (dalam Supriyadi, 2005: 178)

keterampilan berbicara di SD merupakan inti dari proses pembelajaran bahasa di

sekolah, karena dengan pembelajaran berbicara siswa dapat berkomunikasi di

dalam maupun di luar kelas sesuai dengan perkembangan jiwanya. Pendapat

tersebut juga didukung oleh Farris (dalam Supriyadi, 2005: 179) yang menyatakan

bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting diajarkan karena dengan

keterampilan itu seorang siswa akan mampu mengembangkan kemampuan

berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir tersebut akan

terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, dan menyederhanakan

pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan.

Dengan kata lain, dalam kehidupan sehari-hari siswa selalu melakukan dan

dihadapkan pada kegiatan berbicara. Namun pada kenyataannya pembelajaran

berbicara di sekolah-sekolah belum bisa dikatakan maksimal, sehingga

keterampilan siswa dalam berbicara pun masih rendah. Permasalahan dalam

kemampuan berbicara juga terjadi pada siswa kelas V SD Negeri Kopen 1 Teras

Boyolali. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas

Page 3: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

yang menyatakan bahwa rendahnya keterampilan berbicara siswa kelas V SD

Negeri Kopen 1 Teras Boyolali, tampak dari dua kali tugas berbicara siswa pada

semester 1. Dari data yang ada menunjukkan bahwa pada tes tersebut hanya

sebagian kecil siswa (11 siswa) atau sekitar 46% yang mendapat nilai 60 ke atas

(batas ketuntasan dari guru), sedangkan sisanya (54%) atau sebanyak 13 siswa

mendapat nilai di bawah 60. Selain itu, dari tugas pertama dan kedua tidak

menampakkan adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas dan hasil observasi awal,

dapat diidentifikasi penyebab rendahnya kemampuan berbicara siswa, yakni

sebagai berikut: (1) Sikap dan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran

berbicara rendah. Pada umumnya siswa merasa takut dan malu saat ditugasi untuk

tampil berbicara di depan teman-temannya. (2) Siswa kurang terampil sebagai

akibat dari kurangnya latihan berbicara. Menurut guru, kegiatan berbicara selama

ini masih kurang mendapat perhatian. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya

waktu pembelajaran Bahasa Indonesia jika digunakan untuk melakukan praktik

berbicara siswa yang pada umumnya dipraktikkan secara individu. (3)

Pembelajaran berbicara yang dilakukan guru dapat dikatakan masih sederhana

atau konvensional karena masih bertumpu pada buku pelajaran. Ketergantungan

pada buku pelajaran tersebut menyebabkan guru enggan untuk mengubah metode

pembelajaran. Metode pembelajaran berbicara yang sering digunakan guru adalah

metode penugasan secara individu sehingga banyak menyita waktu pembelajaran

Bahasa Indonesia yang hanya 5 jam pelajaran dalam satu minggu.

Untuk mengoptimalkan hasil belajar, terutama keterampilan berbicara,

diperlukan metode pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas belajar aktif

dan kreativitas para siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini

diperkuat oleh pendapat Nurhatim (2009) yang mengatakan bahwa penggunaan

suatu metode memiliki arti penting sebagai variasi pembelajaran dengan tujuan

siswa dapat mengikuti aktivitas pembelajaran di kelas yang menyenangkan dan

tidak membosankan. Untuk itu guru perlu mengubah metode mengajar

konvensional dengan penerapan metode bermain peran. Bermain peran

merupakan teknik bermain peran secara sederhana. Dalam bermain peran, siswa

Page 4: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

dibagi untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu sesuai dengan tema pelajaran saat

itu. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menerapkan metode bermain

peran dalam bentuk penelitian tindakan kelas. Adapun alasan pemilihan metode

tersebut adalah dengan pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih efektif dan

lebih efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

Dikatakan efektif karena penerapan metode bermain peran akan lebih menghemat

waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara

berkelompok. Selain itu siswa dapat menghilangkan perasaan takut dan malu

karena mereka dapat tampil dan bekerja sama dengan anggota kelompoknya.

Sedangkan dikatakan efisien, dimungkinkan karena proses belajar di SD lebih

banyak dilakukan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain.

Permainan adalah hal paling menarik untuk anak-anak usia sekolah dasar.

B. Rumusan Masalah

Untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai arah penelitian, maka

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kualitas proses

pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Kopen 1 Teras

Boyolali tahun ajaran 2008/2009?

b. Apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kualitas hasil

pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Kopen 1 Teras

Boyolali tahun ajaran 2008/2009?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan

kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri

Kopen 1 Teras Boyolali tahun ajaran 2008/2009.

Page 5: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

b. Mengetahui apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan

kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri

Kopen 1 Teras Boyolali tahun ajaran 2008/2009.

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa dengan penerapan

metode bermain peran.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi siswa:

Penerapan metode bermain peran dalam pengajaran keterampilan berbicara

dapat meningkatkan minat dan keaktifan siswa sehingga kemampuan

berbicaranya dapat meningkat.

b. Bagi guru/kolaborator:

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung pada guru-guru

untuk dapat mengembangkan pembelajaran dengan metode yang lebih inovatif

dan lebih berorientasi pada proses sehingga kualitas pembelajarannya dapat

meningkat.

c. Bagi sekolah:

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya pengadaan inovasi

pembelajaran bagi guru-guru lain dan juga memotivasi mereka untuk selalu

melakukan inovasi untuk menemukan metode pembelajaran yang paling tepat

dan efektif.

d. Bagi peneliti:

Dengan melakukan penelitian ini, peneliti memperoleh wawasan dan

pengalaman mengenai penerapan metode pembelajaran yang inovatif.

BAB II

Page 6: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Berbicara

a. Pengertian Berbicara

Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang

bersifat produktif. Menurut Suharyanti (1996: 5), berbicara merupakan

pemanfaatan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia untuk memberi

tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang dapat dilihat (visible) agar

maksud dan tujuan dari gagasan-gagasan pembicara dapat tersampaikan. Ini

berarti bahwa berbicara merupakan sebuah kegiatan/aktivitas kebahasaan yang

berfungsi sebagai sarana komunikasi secara lisan. Burhan Nurgiyantoro (2001:

275) mendukung pendapat tersebut, dia mengatakan bahwa berbicara

merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat aktif produktif, yaitu kegiatan

menyampaikan gagasan, pikiran, atau perasaan oleh pihak penutur/pembicara.

Henry Guntur Tarigan (1985: 8) menambahkan pengertian berbicara, yaitu

sebuah ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi untuk mengungkapkan

pikiran, pendapat, gagasan, perasaan, dan keinginan dengan bantuan lambang-

lambang yang disebut kata-kata.

Pada dasarnya aktivitas berbicara tidak akan lepas dari keterampilan

menyimak, karena sebelum seseorang melakukan aktivitas berbicara ia telah

melakukan kegiatan menyimak terlebih dahulu. Dari proses menyimak itulah

seseorang mulai belajar berbicara. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat

Burhan Nurgiyantoro (2001: 276), yang mengatakan bahwa berbicara adalah

keterampilan berbahasa kedua setelah keterampilan menyimak. Seseorang

dapat mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi setelah mereka menyimak bunyi-

bunyi bahasa tersebut. Akan tetapi tugas berbicara

sangat berbeda dengan tugas menyimak, sebab aktivitas berbicara tidak

semata-mata berhubungan dengan kemampuan kognitif, melainkan juga

Page 7: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

dengan kemampuan psikomotorik (keterampilan yang melibatkan aktivitas

otot). Aktivitas psikomotor dapat berupa gerakan-gerakan organ mulut

ditambah dengan anggota badan yang lain, yang sering menyertai kegiatan

berbicara (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 291).

Lebih lanjut, Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991: 17)

mengungkapkan bahwa keterampilan berbicara merupakan kemampuan

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk

mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.

Jadi, dapat dikatakan bahwa tujuan utama berbicara adalah untuk

berkomunikasi. Keberhasilan komunikasi bergantung pada kemampuan

penutur dalam mengolah bahasa untuk menyampaikan maksud pembicaraan.

Melengkapi pendapat di atas, Burhan Nurgiyantoro (2001: 277) mengatakan

bahwa motivasi seseorang melakukan kegiatan berbicara adalah ingin

mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin memberikan

reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Kejelasan pembicaraan dalam

situasi tersebut bukan hanya ditentukan oleh ketepatan bahasa verbal,

melainkan juga didukung oleh unsur-unsur paralinguistik, seperti gerakan

tertentu, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya. Situasi pembicaraan yang

serius, santai, wajar, atau tertekan juga akan mempengaruhi kelancaran

pembicaraan.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

keterampilan berbicara merupakan sebuah kemampuan mengucapkan bunyi-

bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata dengan tujuan untuk

mengekspresikan, menyatakan maupun menyampaikan pikiran, gagasan dan

perasaan secara lisan.

b. Faktor-faktor Penunjang Keefektivan Berbicara

Page 8: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat

berkomunikasi secara baik, pembicara harus mempunyai kemampuan berbicara

yang baik pula. Di samping tujuan utama untuk berkomunikasi, Gorys Keraf

(2001: 320-321) menyatakan tujuan berbicara, antara lain: 1) mendorong, yaitu

pembicara berusaha memberi semangat serta menunjukkan rasa hormat dan

pengabdian, 2) meyakinkan, yaitu pembicara ingin meyakinkan sikap, mental

dan intelektual kepada para pendengarnya, 3) bertindak, berbuat,

menggerakkan, yaitu pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik

dari pendengar, dan 4) menyenangkan atau menghibur.

Dengan melihat berbagai macam tujuan berbicara di atas, dapat

disimpulkan bahwa pada dasarnya berbicara merupakan kegiatan

menyampaikan ide tau gagasan secara lisan. Untuk itu agar pesan atau gagasan

pembicara dapat diterima oleh pendengar, maka pembicara harus mampu

menyampaikan isi pembicaraan secara baik dan efektif. Sebagaimana

diungkapkan oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991: 87) bahwa untuk

keefektivan berbicara, pembicara perlu memperhatikan aspek kebahasaan dan

nonkebahasaan.

Aspek kebahasaan, antara lain: (1) ketepatan ucapan (meliputi

ketepatan pengucapan vokal dan konsonan ), (2) penempatan tekanan, (3)

penempatan persendian, (4) penggunaan nada/irama, (5) pilihan kata, (6)

pilihan ungkapan, (7) variasi kata, (8) tata bentukan, (9) struktur kalimat, (10)

ragam kalimat.

Untuk aspek nonkebahasaan, meliputi: (1) keberanian/semangat, (2)

kelancaran, (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata, (5) gerak-gerik dan

mimik, (6) keterbukaan, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik. Aspek-aspek

kebahasaan dan nonkebahasaan di atas diarahkan pada pemakaian bahasa yang

baik dan benar.

2. Hakikat Pembelajaran Keterampilan Berbicara

a. Pengertian Pembelajaran

Page 9: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Pembelajaran adalah suatu proses belajar yang kompleks di mana siswa

(pembelajar) dapat mengalami perkembangan mental sesuai tujuan

pembelajaran yang telah ditentukan (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 17-18).

Sementara itu, pembelajaran menurut Oemar Hamalik (2001: 57) adalah suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Unsur manusiawi terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya.

Unsur material, meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, audio, dan lain-lain.

Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual,

dan komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi,

praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.

Melengkapi pengertian di atas, Gino, dkk. (1996: 32-39) memberikan

batasan pembelajaran atau instruction sebagai usaha sadar dan disengaja oleh

guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku

sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa. Berdasarkan pengertian tersebut

dapat dijelaskan bahwa sebagai suatu usaha, pembelajaran memiliki tiga ciri

utama, yaitu: (1) ada aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada

diri pembelajar baik secara langsung maupun tidak langsung, (2) perubahan itu

berupa diperolehnya kemampuan baru dan berlaku untuk waktu yang lama, (3)

perubahan itu terjadi karena suatu usaha yang dilakukan secara sadar.

Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.

Belajar menunjuk pada apa yang dilakukan seseorang sebagai penerima

pelajaran (peserta didik), mengajar menunjuk pada apa yang dilakukan guru

sebagai seorang pengajar, sedangkan pembelajaran menunjuk pada proses atau

cara. Jadi, belajar mengajar menunjuk pada proses interaksi guru (sebagai

pengajar) dan siswa (sebagai pembelajar) pada saat proses pembelajaran.

Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan

beberapa komponen. Gino, dkk. (1996: 30) menjelaskan komponen-komponen

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Guru

Page 10: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan

belajar mengajar yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal.

Seorang guru harus mempunyai kompetensi dan profesionalisme

dalam menjalankan tugas-tugasnya agar proses belajar mengajar dapat

berjalan dengan lancar.

2) Siswa

Siswa adalah orang yang berperan sebagai pencari, penerima, dan

pelaksana pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

3) Tujuan

Tujuan adalah perubahan yang diinginkan terjadi pada siswa setelah

mengikuti kegiatan pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut meliputi

perubahan kognitif, psikomotor, dan afektif.

4) Isi pelajaran

Isi pelajaran/materi pelajaran adalah segala informasi berupa fakta,

prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 34-35), materi

pelajaran/bahan ajar harus disusun berdasar tingkat kesukarannya (mudah -

sukar ). Kedudukan bahan ajar dapat digambarkan dengan alur berikut:

Tujuan bahan ajar evaluasi remedi

5) Metode

Metode adalah suatu strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru

yang meliputi seluruh kegiatan penyajian bahan pelajaran kepada siswa

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Sementara itu Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 34-35),

memberikan batasan bahwa metode mencakup pemilihan dan penentuan

bahan ajar, penyusunan, serta kemungkinan pengadaan remedi dan

pengembangan bahan ajar. Sehingga berdasarkan beberapa pendapat di atas,

maka dapat disimpulkan hakikat metode pembelajaran bahasa yaitu rencana

Page 11: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

pembelajaran bahasa yang mencakup pemilihan, penentuan, dan

penyusunan bahan ajar secara sistematis.

6) Media

Media adalah bahan pengajaran yang digunakan untuk menyajikan

informasi kepada sisiwa. Melengkapi pengertian di atas, Arief S. Sadiman,

R. Rahardjo, Anung Haryono dan Rahardjito (2008: 7) memberikan

penjelasan tentang media, yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima agar dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga proses belajar terjadi.

7) Evaluasi

Evaluasi adalah cara yang digunakan untuk menilai suatu proses dan

hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar

mengajar dan sekaligus memberikan balikan bagi setiap komponen tersebut.

Secara harfiah istilah evaluasi diambil dari bahasa Inggris

“evaluation” yang berarti penilaian (Sudijono, 2005: 1). Senada dengan

pendapat tersebut, Wandt dan Brown (dalam Sudijono, 2005: 1) menyatakan

bahwa istilah evaluasi adalah menunjuk pada suatu tindakan atau suatu

proses unuk menentukan nilai dari sesuatu. Apabila dihubungkan dengan

kegiatan pembelajaran di sekolah, maka dapat disimpulkan pengertian

evaluasi yaitu suatu cara yang digunakan untuk menilai proses dan hasil

belajar siswa.

Oemar Hamalik (2001: 65-66) menyatakan bahwa suatu sistem

pembelajaran memiliki tiga ciri utama, yaitu:

a) Rencana, ialah penataan ketenagaan, material dan prosedur yang merupakan

unsur-unsur sistem pembelajaran.

b) Kesalingtergantungan, adalah adanya hubungan yang yang serasi dalam

suatu keseluruhan antara unsur-unsur sistem pembelajaran. Tiap unsur

Page 12: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada

sistem pembelajaran.

c) Tujuan, merupakan tolok ukur terhadap keberhasilan pembelajaran.

Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan/sasaran

pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya telah tercapai (Gino, dkk., 1996:

36-39). Menurutnya juga, keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a) Motivasi belajar

Motivasi diartikan sebagai suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang

secara sadar atau tidak untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai

tujuan tertentu.

b) Bahan belajar

Bahan belajar merupakan isi dalam pembelajaran. Bahan atau materi yang

digunakan dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang akan

dicapai oleh siswa dan harus sesuai dengan karakteristik siswa agar dapat

diminati olehnya.

c) Alat bantu belajar

Alat bantu belajar adalah semua alat yang digunakan dalam kegiatan belajar

mengajar dengan maksud untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari

sumber belajar (guru) kepada penerima (siswa). Dengan kata lain, alat bantu

belajar atau media dalam belajar merupakan alat yang dapat membantu

siswa untuk mencapai tujuan belajar, misalnya (buku-buku, komputer, tape

recorder dan lain-lain).

d) Suasana belajar

Suasana belajar merupakan situasi dan kondisi yang ada dalam lingkungan

tempat proses pembelajaran berlangsung. Suasana yang dapat mendukung

kegiatan pembelajaran yang baik antara lain yaitu:

(1) Suasana kekeluargaan antara guru dan siswa yang mendukung

terjadinya komunikasi yang lancer antara keduanya. Dengan terjalinnya

Page 13: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

komunikasi/hubungan yang akrab, maka akan membantu siswa untuk

lebih berani mengungkapkan pendapat dan pikirannya dalam suatu

kegiatan pembelajaran.

(2) Suasana sekolah yang nyaman, tenang serta menyenangkan untuk

melaksanakan pembelajaran.

(3) Suasana kelas yang diatur secara fleksibel (sesuai dengan kebutuhan

siswa untuk belajar).

(4) Jumlah siswa di dalam kelas tidak terlalu banyak sehingga

memungkinkan bagi guru untuk memberikan perhatian yang cukup dan

merata pada seluruh siswa.

(5) Siswa belajar secara bervariasi, misalnya dengan berdikusi,

mengadakan eksperimen atau dengan mengadakan study tour untuk

menghindari kejenuhan dalam belajar.

e) Kondisi siswa

Kondisi siswa adalah keadaan siswa pada saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung. Kondisi yang dimaksud bukan hanya keadaan fisik, melainkan

juga keadaan psikis siswa.

f) Kemampuan guru

Kemampuan guru yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan guru

dalam menyampaikan materi, mengelola kelas, serta mengatasi berbagai

masalah yang mungkin terjadi selama proses belajar mengajar.

Adapun beberapa kriteria yang menunjukkan kemampuan guru adalah

sebagai berikut:

(1) Guru menyampaikan materi dengan tepat dan tidak membosankan,

namun tidak terkesan menggurui.

(2) Guru harus bisa memilih metode dan cara mengajar yang tepat agar

dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti pelajaran.

(3) Guru harus mampu mengelola kelas dengan baik, misalnya dengan

memberikan perhatian yang merata kepada seluruh siswa yang ada di

kelas tersebut, baik yang ada di depan maupun belakang.

Page 14: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

(4) Guru harus mampu memotivasi siswa agar mau aktif dalam kegiatan

belajar mengajar.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah suatu proses atau usaha untuk menjadikan siswa belajar

dengan memberikan stimulasi kepada siswa agar menimbulkan respons yang

tepat untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan.

b. Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD

Pembelajaran keterampilan berbicara merupakan satu dari empat aspek

keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) yang

diajarkan disekolah-sekolah. Kurikulum berbicara untuk kelas lima (V),

dijabarkan dalam bentuk standar kompetensi yang harus dikuasai siswa, yaitu:

mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan

menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan/kunjungan atau

wawancara, mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi

dan bermain drama (Depdiknas, 2006: 327-328).

Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar mata pelajaran

Bahasa Indonesia yang harus diajarkan di kelas V sekolah dasar. Adapun

tujuan pengajaran berbicara di sekolah adalah agar siswa mampu

mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pesan secara lisan. Di samping itu,

pengajaran berbicara diarahkan pada kemampuan siswa untuk berinteraksi dan

menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan (Depdikbud, 1994: 2).

Melihat pentingnya tujuan pembelajaran keterampilan berbicara di

sekolah, maka seharusnya pembelajaran tersebut lebih dioptimalkan dengan

mengingat bahwa keterampilan berbicara bukanlah sesuatu yang dapat

diajarkan melalui uraian atau keterangan guru saja. Melainkan siswa harus

dihadapkan pada aneka bentuk teks lisan ataupun kegiatan-kegiatan nyata yang

mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Keberhasilan pembelajaran

tersebut juga tidak lepas dari bagaimana cara atau metode yang diterapkan oleh

guru dalam menjalankan tugas pembelajaran keterampilan berbicara.

Page 15: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Untuk mengajar atau melatih kemampuan komunikasi lisan pada siswa,

seorang guru dapat memilih dan menerapkan beberapa aktivitas-aktivitas

komunikasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Sri Utari Subyakto Nababan

(1993: 175-180) bahwa aktivitas-aktivitas komunikatif untuk mencapai

kemampuan komunikatif lisan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori,

yaitu aktivitas-aktivitas prakomunikatif dan aktivitas-aktivitas komunikatif.

Dikatakan prakomunikatif karena belum merupakan komunikasi yang

sesungguhnya, belum ada unsur komunikasi yang wajar dan alamiah.

Aktivitas-aktivitas prakomunikatif dapat berupa:

1) teknik dialog (yaitu menghafalkan kalimat-kalimat dalam suatu dialog dan

mendramatisasikannya secara lancar);

2) dialog dengan gambar (guru membawa gambar dan menunjukkannya satu

per satu sambil memberikan pertanyaan);

3) dialog terpimpin (guru memberikan tanya jawab);

4) dramatisasi suatu tindakan (misalnya dengan guru berjalan, berlari,

maupun tersenyum sambil memberikan pertanyaan tentang apa yang

sedang dilakukannya);

5) penggunaan gambar orang yang mencerminkan profesi;

6) dialog dengan gambar;

7) teknik tanya jawab;

8) guru memberi kalimat yang belum selesai dan siswa diminta untuk

menyelesaikannya.

Kelemahan aktivitas-aktivitas prakomunikatif tersebut, yaitu gurulah

yang sebagian besar menguasai kelas dan materi. Berbeda dengan aktivitas

komunikatif yang lebih mengutamakan aktivitas guru dan peserta didik. Guru

tidak lagi menguasai kelas (berperan sebagai fasilisator) dan siswalah yang

dibimbing dan diberi kesempatan lebih banyak untuk melaksanakan kegiatan

pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya. Menurut Nababan (1993:

Page 16: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

180), aktivitas-aktivitas komunikatif yang dapat dilaksanakan guru dalam

proses pembelajaran, yaitu:

1) diskusi kelompok;

2) bermain peran;

3) melatih berbagai bentuk dialog yang terjadi dalam masyarakat;

4) wawancara;

5) permainan;

6) menceritakan kembali suatu cerita yang sudah dikenal;

7) melaporkan suatu kegiatan;

8) mengadakan debat;

9) mengambil peran dalam drama-drama modern.

Dari beberapa aktivitas tersebut, guru seharusnya mampu memilih dan

menerapkan cara/metode mengajar berbicara dengan menggunakan pendekatan

komunikatif yang menitikberatkan pada keaktifan, kekreatifan dan

keterampilan siswa untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan.

Hal tersebut didukung dengan pendapat Rusliawarni (2005), seorang

guru bahasa yang mengatakan bahwa untuk lebih mengakrabkan anak dengan

pendidikan bahasa Indonesia (terutama keterampilan berbicara) anak

diakrabkan dengan konsep belajar dramatisasi. Kegiatan ini bersifat pedagogik,

yang bisa merangsang imajinasi dan kekreatifan siswa. Dalam proses itulah

kemudian anak dapat bermain dan secara tidak langsung belajar tentang

bagaimana berbahasa yang baik.

Melengkapi pendapat di atas, Herman J. Waluyo (2002: 192)

menyatakan bahwa berbicara di kelas dalam kaitan dengan pelajaran Bahasa

Indonesia, dapat berupa pementasan satu naskah drama oleh satu kelompok,

dapat juga dari beberapa kelompok. Berbicara sama halnya dengan berperan, di

mana berperan adalah menjadi orang lain sesuai dengan tuntutan lakon drama.

Dalam berperan harus diperhatikan adanya hal-hal berikut ini:

a) Kreasi yang dilakukan oleh pemain.

b) Peran yang dibawakan harus bersifat alamiah/wajar.

Page 17: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

c) Peran yang dibawakan harus sesuai dengan tipe, gaya, jiwa dan tujuan dari

pementasan.

d) Peran yang dibawakan harus disesuaikan dengan periode tertentu dan watak

yang harus dipresentasikan (Herman J. Waluyo, 2002: 109-110).

c. Penilaian Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Berbicara adalah kemampuan berbahasa yang sulit penilaiannya karena

tingkatan tes berbicara berlainan dengan tingkatan tes kemampuan berbahasa

lainnya. Aktivitas berbicara tidak hanya dinilai dari aspek kognitif melainkan

juga aspek psikomotor. Kemampuan kognitif dapat dilihat dari segi isi atau

gagasan yang terungkap melalui bahasa, sedangkan kemampuan psikomotor

dapat dilihat dari aktivitas fisik, kelancaran dan kewajaran gerakan. Di samping

kedua aspek tersebut, Burhan Nurgiyantoro (2001: 277) menambahkan bahwa

dalam melakukan kegiatan berbicara, unsur-unsur paralinguistik seperti gerak-

gerakan tertentu, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya perlu diperhatikan

juga.

Sementara itu berdasarkan penilaian Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), evaluasi di setiap aspek pembelajaran harus memuat tiga

aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif diarahkan pada

hasil pembelajaran, sedangkan afektif dan psikomotor ditujukan pada proses

selama pembelajaran berlangsung. Ketiga kawasan tersebut diuraikan secara

berkaitan menurut Benjamin S. Bloom (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 161-

167 ), yakni:

(1) Kawasan Kognitif

Kawasan kognitif meliputi enam tingkatan, yaitu:

(a) Pengetahuan, yang meliputi: pengetahuan akan hal khusus (definisi,

membedakan, mendapatkan, mengingat, mengenal kembali),

pengetahuan akan kejadian khusus, pengetahuan tentang cara dan alat,

pengetahuan akan aeah dan urutan, penggolongan dan kategori,

pengetahuan akan kriteria, pengetahuan akan metodologi, serta

pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi.

Page 18: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

(b) Pemahaman, yang meliputi: terjemahan (arti, contoh, definisi, abstrak,

kata, kalimat), penafsiran (membedakan, membuat, menerangkan,

mempertunjukkan), dan perhitungan atau ramalan.

(c) Penerapan, yang meliputi: menerapkan prinsip, menggeneralisasikan,

menghubungkan, memilih, mengalihkan, menggolongkan,

mengorganisasikan, dan menyusun kembali.

(d) Analisis, yang meliputi: analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis

prinsip-prinsip organisasional.

(e) Sintesis, yang meliputi: hasil komunikasi (untuk menuliskan,

menceritakan, mengubah, membuktikan kebenaran), hasil dari rencana

atau rangkaian kegiatan yang disusulkan, dan asal mula dari rangkaian

hubungan abstrak.

(f) Evaluasi, yang meliputi: pertimbangan mengenai kejadian internal dan

pertimbangan mengenai kriteria eksternal.

(2) Kawasan Afektif

Kawasan afektif meliputi lima tingkatan, yaitu:

(a) Menerima (receiving), menyangkut minat siswa terhadap sesuatu.

(b) Responding (menjawab, mereaksi), artinya siswa ikut berpartisipasi

secara aktif dalam suatu kegiatan. Bukti responding yang tertinggi

adalah tumbuhnya interest, misalnya memiliki rasa senang terhadap

aktivitas bermain drama di kelas.

(c) Menaruh penghargaan (valuing), pada tingkat ini siswa mampu

memberikan penilaian terhadap drama yang akan atau sudah

dipentaskan, siswa memiliki sikap (attitude), dan memiliki apresiasi.

(d) Mengorganisasikan sistem nilai. Nilai-nilai dalam diri seseorang

bersifat kompleks dan saling terkait menjadi sistem nilai, sehingga

untuk mengetahui kemampuan dalam mengorganisasikan sebuah nilai,

dapat dilihat dari kemampuan seseorang membandingkan berbagai

nilai, menghubungkan nilai-nilai, dan mensintesiskan sistem nilai.

(e) Mengadakan karakteristik nilai. Orang yang afektif terhadap sesuatu

tidak hanya menerima, merespons, menghargai, dan mengorganisasi

Page 19: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

harga yang ada, tetapi sudah mampu memperjelas nilai suatu hal

menjadi nilai hidupnya yang memiliki karakterisasi jelas.

(3) Kawasan Psikomotorik

Kawasan psikomotorik meliputi lima tingkatan, yaitu:

(a) Persepsi, yaitu proses kesadaran akan adanya perubahan setelah

keaktifan alat dria. Persepsi meliputi: stimulasi, menyentuh bentuk

sesuatu, merasakan sesuatu, membau dan memegang, dan

mendiskriminasi tanda-tanda.

(b) Kesiapan, yaitu kemampuan membedakan persepsi yang masuk.

Kesiapan meliputi: kesiapan mental, fisik, dan emosional dalam

merespons.

(c) Respons terpimpin, yaitu kemampuan mencatat dan membuat laporan.

Respons terpimpin meliputi: imitasi, trial and error, mengikuti, dan

mengadakan eksperimen.

(d) Mekanisme, yaitu penggunaan skill dalam aktivitas kompleks.

Mekanisme meliputi: memilih, merencanakan, melatih, dan

merangkaikan.

(e) Respons yang kompleks, yaitu penggunaan skill berdasarkan

pengalaman persepsi, kesiapan, respons terpimpin dan mekanisme.

Respons yang kompleks meliputi: adaptasi, penggunaan skill untuk

profesi, dan melaporkan atau menjelaskan.

Secara umum, penilaian untuk mengukur kemampuan berbicara dapat

dilakukan melalui beberapa tingkatan. Burhan Nurgiyantoro (2001: 291-292)

menjelaskan tingkatan-tingkatan tersebut, sebagai berikut:

1. Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan

Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan umumnya bersifat teoritis,

menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya

tentang pengertian, fakta, dan sebagainya.

2. Tes tingkat pemahaman

Tes kemampuan berbicara tingkat pemahaman juga masih bersifat teoritis,

menanyakan berbagai masalah yang berhubungan dengan tugas berbicara.

Page 20: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Namun, tes tingkat pemahaman ini dapat pula dimasukkan untuk

mengungkap kemampuan siswa secara lisan.

3. Tes tingkat penerapan

Pada tingkat ini tidak lagi bersifat teoritis, melainkan menghendaki siswa

untuk melakukan praktik berbicara. Tes tingkat ini menuntut siswa untuk

mampu menerapkan kemampuan berbahasanya untuk berbicara dalam

berbagai situasi dan masalah tertentu.

Sementara itu, Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1991: 91)

memberikan ilustrasi penilaian keterampilan berbicara yang lebih khusus,

yakni sebagai berikut:

1. pengajar memberi tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan berbicara

(baik secara individu atau kelompok);

2. pengajar menentukan faktor-faktor yang dinilai atau diamati;

3. siswa yang tidak mendapat giliran berbicara diberi tugas mengamati

berdasarkan pedoman penilaian yang telah dirancang;

4. pengajar dan siswa aktif mengamati dan mengisi tabel penilaian;

5. setelah kegiatan berbicara selesai, para pengamat dan pengajar

mengemukakan komentarnya. Saat siswa memberikan komentar kepada

siswa lain, pengajar harus memperhatikannya dan membetulkan komentar

yang kurang tepat;

6. selanjutnya kegiatan berbicara diulang kembali untuk melihat perubahan

berbicara pembicara setelah mendapat umpan balik.

Adapun faktor yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi

keterampilan berbicara seseorang adalah:

1) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat?

2) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta tekanan suku kata, memuaskan?

3) Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang dipergunakannya?

4) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?

Page 21: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

5) Sejauh manakah “kewajaran” atau “kelancaran” ataupun “ke-native-speaker-an” yang tercermin bila seseorang berbicara? (Brooks dalam Henry Guntur Tarigan, 1985: 26).

Aspek-aspek tersebut dapat dikembangkan menjadi beberapa model

penilaian. Namun, model penilaian yang digunakan harus tetap

mempertimbangkan unsur bahasa dan unsur yang di luar bahasa, dan jika

dianggap ada aspek-aspek tertentu yang dipandang penting belum terungkap,

kita dapat saja menyusun model dan aspek penilaian sendiri (Burhan

Nurgiyantoro, 2001: 291).

Dengan melihat beberapa pendapat ahli tentang cara mengevaluasi

pembelajaran berbicara, maka peneliti memberikan batasan terhadap penilaian

keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali sesuai

dengan pendapat dari Brooks. Penilaian yang digunakan untuk mengukur

kemampuan berbicara adalah tes unjuk kerja yang dilengkapi dengan lembar

penilaian pengamatan terhadap kemampuan berbicara siswa. Pengamatan

dilakukan sewaktu siswa tampil berbicara di depan kelas. Secara rinci,

penilaian berbicara siswa dapat diamati dengan lembar observasi sebagai

berikut,

Tabel 1. Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara

Aspek Penilaian No. Nama

Siswa I II III IV V VI

Skor

Diadopsi dari Brooks (dalam Henry Guntur Tarigan, 1985: 26)

Keterangan:

I. Lafal

Kemampuan mengucapkan bunyi (vokal, konsonan) secara tepat dapat

dinilai dengan indikator:

Page 22: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

5 Pengucapan sudah mendekati standar dan sudah tidak terlihat adanya

pengaruh bahasa asing atau daerah.

4 Pengucapan jelas dan mudah dipahami.

3 Pengucapan dapat dipahami.

2 Pelafalan kurang tepat sehingga sesekali timbul salah pengertian dari

pendengar.

1 Kesalahan pelafalan terlalu banyak, menghendaki untuk selalu diulang.

II. Intonasi/tekanan

Naik dan turunnya suara, serta ketepatan penekanan suku kata dapat dinilai

dengan indikator:

5 Tidak terjadi salah penekanan kosa kata yang mencolok, mendekati

ucapan standar.

4 Intonasi tepat dan tidak menyebabkan kesalahpahaman.

3 Penekanan kosa kata sering salah/kurang tepat.

2 Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan

pemahaman, menghendaki unuk selalu diulang.

1 Intonasi/penekanan yang tidak tepat sering tidak dapat dipahami.

III. Tata Bahasa

Ketetapan bahasa dan ketepatan ucapan yang mencerminkan bahwa sang

pembicara memahami bahasa yang dipergunakannya, dapat dinilai dengan

indikator:

5 Hampir tidak terjadi kesalahan tata bahasa.

4 Terdapat sedikit kesalahan tata bahasa dan atau susunan kata, tetapi

tidak mengaburkan arti.

3 Sering terdapat kesalahan tata bahasa dan susunan kata, sehingga

sesekali mengaburkan arti.

2 Terdapat kesalahan tata bahasa dan susunan kata yang menyebabkan

pembicaraannya sukar dipahami.

Page 23: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

1 Kesalahan tata bahasa dan susunan kata sangat banyak sehingga

mengaburkan arti dan pembicaraannya sangat sulit dipahami.

IV. Struktur

Kemampuan mengucapkan kata-kata yang tepat dan urut dapat dinilai

dengan indikator:

5 Pengucapan kata-kata dilakukan dengan tepat dan urut.

4 Pengucapan kata-kata sudah urut, tetapi masih sering diulang.

3 Sering mengucapkan kata terbalik-balik dan diulang.

2 Adanya kesalahan pengucapan kalimat sehingga makna pembicaraan

tidak urut.

1 Pengucapan kata-kata sering tidak urut, sehingga pembicaraannya

tersendat-sendat dan tidak tepat.

V. Kelancaran/kewajaran

Kelancaran atau kewajaran pembicaraan dapat dinilai dengan indikator:

5 Pembicaraan sangat lancar dan terkesan tidak dibuat-buat (wajar).

4 Pembicaraan lancar dan wajar, tetapi sesekali masih kurang ajek.

3 Pembicaraan sering terdengar ragu, sehingga kalimat tidak lengkap.

2 Pengucapan sangat lambat, kecuali untuk kalimat pendek dan sering

diucapkan.

1 Pembicaraan selalu terhenti dan putus-putus.

VI. Pemahaman

Pemahaman siswa terhadap isi dan maksud pembicaraan dapat dinilai

dengan indikator:

5 Memahami segala isi percakapan dan menguasai maksudnya.

4 Memahami isi pembicaraan dengan baik.

3 Memahami percakapan sederhana, tetapi dalam hal tertentu masih perlu

pengulangan.

2 Pemahaman terhadap isi dan maksud pembicaraan lambat.

1 Pemahaman terhadap isi dan maksud pembicaraan sangat kurang.

Page 24: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Selanjutnya untuk mencari nilai setiap siswa dapat menggunakan teknik

penilaian yang dikembangkan oleh FSI (Foreign Service Institute) (Oller dalam

Yuni Susilowati, 2008: 26) sebagai berikut:

1. Nilai setiap unsur yang dinilai dalam berbicara berkisar antara 1 sampai

dengan 5. Nilai 5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti

sedang, nilai 2 berarti kurang, dan nilai 1 berarti kurang sekali.

2. Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur

penilaian yang diperoleh siswa.

3. Nilai akhir siswa diolah dengan menggunakan rumus:

Total nilai

X Skor Ideal = Nilai Skor Maksimum (100)

(30)

4. Persentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 60 X 100%=Persentase tingkat keberhasilan Jumlah siswa

Adapun ilustrasi penilaian keterampilan berbicara siswa kelas V SD

Negeri Kopen I Teras Boyolali didasarkan pada prinsip ilustrasi penilaian yang

dikemukakan Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1991: 91) sebagai

berikut: (1) guru memberi tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan

berbicara secara kelompok, (2) guru menentukan faktor-faktor yang dinilai atau

diamati, (3) siswa yang tidak mendapat giliran berbicara diberi tugas

mengamati penampilan teman, (4) setelah kegiatan berbicara selesai, para

pengamat dan guru mengemukakan komentarnya. Saat siswa memberikan

komentar kepada siswa lain, guru harus memperhatikannya dan membetulkan

komentar yang kurang tepat, dan (5) kegiatan berbicara diulang kembali untuk

melihat perubahan berbicara siswa setelah mendapat umpan balik.

Page 25: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

3. Hakikat Metode Bermain Peran

a. Pengertian Metode Bermain Peran

Istilah metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos yang berarti

cara atau jalan sehingga dapat dikatakan bahwa metode adalah cara yang

digunakan untuk memahami sebuah objek sebagai bahan ilmu yang

bersangkutan, dikutip dari pendapat Moch. Zamroni (2006). Sedangkan

menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2005: 1), metode adalah cara

yang tepat untuk malakukan sesuatu. Senada dengan pendapat di atas, Herman

J. Waluyo (2002: 171) memberikan pengertian tentang metode, yaitu prosedur

atau langkah-langkah yang dijabarkan ke dalam teknik mengajar yang benar-

benar dilakukan guru di dalam kelas.

Anang Prasetyo (2000) mengatakan bahwa salah satu komponen dalam

pembelajaran yang dapat menentukan efektivitas mengajar seorang guru adalah

penggunaan metode mengajar. Guru memiliki peran besar dalam memilih dan

menentukan metode maupun langkah-langkah pembelajaran, karena

penggunaan metode yang tepat dapat mempengaruhi keberhasilan

pembelajaran.

Metode pembelajaran yang digunakan guru untuk menyampaikan

informasi kepada siswa, berbeda dengan cara yang ditempuh untuk

memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, serta sikap.

Jadi untuk tujuan yang berbeda, guru harus menggunakan teknik

penyajian yang berbeda pula (Roestiyah N.K., 2001: 1). Misalnya dalam

pembelajaran berbicara, metode yang dipilih harus tepat dan lebih variatif. Hal

ini dimaksudkan agar siswa merasa senang mengikuti pembelajaran berbicara

yang selama ini dikatakan masih sulit untuk diajarkan, sehingga dapat

membawa hasil yang memuaskan. Salah satu metode yang dapat digunakan

dalam pembelajaran berbicara adalah dengan metode bermain peran atau role

play.

Metode bermain peran atau role play sudah muncul sejak tahun 1930-

an, hingga sekarang telah berkembang menjadi berbagai bentuk dan variasi

Page 26: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

pendidikan dari tingkat pemula di sekolah dasar hingga ke tingkat yang lebih

tinggi (Gangel, Kenneth O., dalam Ratri, 2008). Role play atau permainan

peran menurut para ahli mempunyai definisi yang beragam. Kiranawati (2007),

menyebutkan pengertian metode role play, yaitu suatu cara penguasaan bahan-

bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.

Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan

memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada

umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang

diperankan. Sementara itu, Made Pidarta (1990: 81) memberikan pengertian

tentang role play/bermain peranan yaitu kegiatan melakukan suatu permainan

dengan peran tertentu, misalnya peran sebagai orang tua, siswa, guru dan

sebagainya yang sedang melakukan kegiatan tertentu.

Bermain peran sebagai bentuk metode pembelajaran di kelas dapat

dilakukan dengan memerankan peran suatu kasus yang sedang dibahas sebagai

materi pelajaran pada saat itu, melalui pemberian skenario yang

menggambarkan situasi-situasi tertentu. Semua siswa harus ikut berpartisipasi

di dalamnya sehingga mereka dapat bekerja secara berkelompok dalam grup.

Mereka juga harus mempelajari pemahaman dan mereka memiliki waktu yang

cukup untuk mendapatkan karakter dan menciptakan respons terhadap

situasi yang dimaksud dengan melakukan role play (Solomon, Joan, 1994:

577).

Melengkapi pendapat tersebut, Herman J. Waluyo (2002: 174)

mengungkapkan bahwa role play akan lebih baik jika bersumber pada hasil

observasi terhadap suatu kejadian tertentu, misalnya percakapan di terminal

bus, rapat desa, tawar-menawar dagangan di pasar, peristiwa perampokan,

pertentangan dengan orang tua, konflik tentang sekolah, dan sebagainya.

Metode role play termasuk dalam kategori pementasan drama yang

sangat sederhana. Peran diambil dari kehidupan nyata sehari-hari. Dari role

play dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan

pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan (Herman

Page 27: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

J. Waluyo, 2002: 188). Namun, banyak guru yang tidak bisa membedakan

antara role play dan drama. Meskipun keduanya tampak sama, tetapi mereka

sangat berbeda dalam gaya. Menurut Gangel, Kenneth O. (dalam Ratri 2008),

perbedaan yang paling menonjol antara role play dan drama adalah pada

pelaksanaannya: drama biasanya menggunakan naskah, sedangkan role play

menggunakan unsur spontan atau setidaknya reaksi yang tidak dipersiapkan

terlebih dahulu.

Dia juga menyatakan bahwa role play sebagai suatu metode mengajar

merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan tentang peran dalam

kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat dalam

situasi bermain peranan sehingga para siswa dapat mengenali tokohnya dan

menirukannya dalam situasi yang seolah-olah nyata. Pendapat ini didukung

oleh Olshtain & Blum-Kulka, Kasper & Dahl, dan Yamashita (dalam Sasaki

Miyuki, 1998: 459) yang menyatakan bahwa role play memandang diri seperti

situasi tiruan yang tampak lebih asli.

Melengkapi pengertian di atas (Hisyam Zaini, Bermawy Munthe dan

Sekar Ayu Aryani, 2007: 101) mengemukakan bahwa role play adalah suatu

aktivitas pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-

tujuan pendidikan yang spesifik, yaitu untuk memperoleh suatu keterampilan,

kemampuan atau sikap melalui perilaku model yang diperankan.

Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang

belajar, sebagaimana dikemukakan Adorn dan Mbirirnujo (dalam Anang

Prasetyo, 2000) yang menyatakan bahwa metode bermain peran ini mempunyai

nilai tambah, yaitu: (1) seluruh siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai

kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama hingga

berhasil, dan (2) permainan merupakan pengalaman belajar yang

menyenangkan bagi anak, dengan kata lain anak-anak dapat belajar dengan

baik pada saat pelajaran tersebut dapat menyenangkan. Hal senada

dikemukakan oleh Kristiani (dalam Anang Prasetyo, 2000) bahwa dengan

Page 28: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

menerapkan metode bermain peran akan terjadi suasana yang menggembirakan

bagi siswa selama mereka belajar dan dapat meningkatkan pemahaman siswa

terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa metode bermain peran merupakan salah satu metode ajar di mana

peserta didik melakukan kegiatan bermain atau memainkan peran tokoh lain

dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu kasus yang

sedang dibahas sebagai materi pelajaran pada saat itu.

b. Tahapan Bermain Peran

Shaffel dan Shaffel (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 189)

mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi :

1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik;

2) memilih peran;

3) menyiapkan pengamat;

4) menyusun tahap-tahap peran;

5) tahap pemeranan (pentas di depan kelas);

6) diskusi dan evaluasi tahap I;

7) pemeranan ulang, diskusi dan evaluasi tahap II, serta pemecahan masalah;

8) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

Menurut Hisyam Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani

(2007: 102), dalam melakukan role play peserta diminta untuk:

1) mengandaikan suatu peran khusus, apakah sebagai mereka sendiri atau sebagai orang lain.

2) masuk dalam suatu situasi yang bersifat simulasi atau skenario, yang dipilih berdasar relevansi dengan pengetahuan yang sedang dipelajari peserta atau materi kurikulum.

3) bertindak persis sebagaimana pendangan mereka terhadap orang yang diperankan dalam situasi-situasi tertentu ini, dengan menyepakati untuk bertindak “seolah-olah” peran-peran tersebut adalah peran-peran mereka sendiri (Jones, 1980) dan bertindak berdasar asumsi tersebut (Milroy, 1982); dan

4) menggunakan pengalaman-pengalaman peran yang sama pada masa lalu untuk “mengisi” gap yang hilang dalam suatu peran singkat yang ditentukan (Lowe & Lewis, 1994).

Page 29: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Sementara itu, Made Pidarta (1990: 82-83) menyebutkan langkah-

langkah kegiatan yang harus dilakukan guru dalam role play, yaitu:

a) Guru bercerita tentang suatu kejadian atau kasus tertentu yang merupakan

materi pelajaran pada saat itu.

b) Menentukan siapa yang akan memainkan peran-peran tersebut.

c) Selama permainan berlangsung, kewajiban guru adalah mengamati perilaku

setiap pemain. Hasil pengamatan akan dijadikan sumber untuk memberi

komentar di akhir permainan.

d) Guru bertanya pada peserta tentang perasaan dan sikapnya terhadap kasus

yang telah dimainkannya.

e) Guru melakukan refleksi/evaluasi.

Melalui metode role play siswa diberikan tugas praktik nyata dengan

terlebih dahulu diberi sedikit instruksi. Siswa akan mendapatkan peran

seseorang yang pekerjaannya telah mereka ketahui. Menurut Silberman,

Melvin L. (2006: 240) adapun prosedur dalam pemberian peran kepada siswa,

yaitu:

1) Pilihlah peran yang akan diperagakan siswa, berikut adalah beberapa

contohnya:

Saya adalah: walikota, ilmuwan, pelamar kerja, pemilik usaha, wartawan,

kepala desa, dokter, dsb.

2) Siapkan instruksi tertulis yang menjelaskan satu atau beberapa tugas yang

bisa diberikan pada peran itu. Misalnya, seorang walikota dapat diminta

untuk mengajukan program kerja kepada dewan kota.

3) Pasangkan siswa dan beri tugas masing-masing dengan waktu yang telah

ditentukan untuk memerankan tugas itu.

4) Perintahkan siswa untuk kembali ke posisi semula dan mendiskusikan tugas

itu.

c. Organisasi Bermain Peran

Page 30: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Berdasar dari pendapat Hisyam Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu

Aryani (2007: 107-119), pada umumnya role play cenderung dibagi pada tiga

fase yang berbeda, yaitu: (1) perencanaan dan persiapan, (2) interaksi, (3)

refleksi dan evaluasi.

1. Perencanaan dan Persiapan

Perencanaan yang matang adalah kunci kesuksesan dalam role play.

Adapun hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh guru sebelum memulai

permainan, antara lain:

a. Mengenal siswa

Semakin guru mengenal siswa, maka akan semakin besar

kemungkinan untuk memperkenalkan role play dengan relevan dan berhasil.

Guru pun harus mempertimbangkan beberapa hal berikut:

a) Jumlah siswa

b) Apa yang diketahui siswa tentang materi pada saat itu

c) Pengalaman terdahulu tentang role play

Siswa yang lebih berpengalaman kemungkinan besar dapat menghandel

peran yang lebih kompleks, sementara siswa yang pengalamannya

kurang membutuhkan bimbingan dalam tahap-tahap aktivitasnya.

d) Kelompok umur

Peran yang berbeda akan menuntut tingkat pengalaman hidup yang

berbeda pula.

e) Latar belakang peserta

Pengalaman masa lalu siswa dapat empengaruhi persepsi tentang peran-

peran tertentu.

f) Minat dan kemampuan siswa

g) Kemampuan peserta untuk berkolaborasi

b. Menentukan tujuan pembelajaran

Menentukan tujuan pembelajaran sangat penting dilakukan guru

sebelum memulai role play agar aktivitas-aktivitas role play dapat

terfokus/terarah.

Page 31: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

c. Mengetahui kapan role play digunakan

d. Memahami pendekatan role play

Sebagai suatu metode pembelajaran, role play mempunyai beberapa

pendekatan. Guru dapat memilih salah satunya dengan mempertimbangkan

pada persepsi siwa, tujuan pembelajaran, dan jumlah waktu yang tersedia.

Berikut ini adalah tiga pendekatan dalam role play:

1) Role play sederhana (simple role play)

Role play tipe ini membutuhkan sedikit persiapan. Guru dapat

melakukannya dengan membagi siswa secara berpasangan, kemudian

siswa diberi peran-peran yang khusus dan seperangkat skenario.

Kemudian mereka diminta untuk memerankan secara spontan tentang

permasalahan yang telah ditentukan.

2) Role play (sebagai) latihan (role play exercises)

Role play tipe ini merupakan role play berbasis keterampilan dan

menuntut persiapan. Peserta akan membutuhkan sejumlah informasi atau

latar belakang faktual sebelum memasuki tipe ini. Misalnya, siswa

diminta untuk memerankan role play dengan skenario “bagaimana

caranya memperlakukan diri dalam sebuah interview”, “bagaimana

caranya menggunakan alat-alat medis”, dan lain-lain.

Peserta membutuhkan sejumlah waktu untuk membayangkan dirinya ke

dalam situasi tersebut. Sebagai contoh, jika mereka akan melakukan

suatu wawancara dengan narasumber dari sebuah pabrik, maka mereka

perlu mengetahui tentang beberapa hal, seperti; bergerak dalam bidang

apa pabrik tersebut, berapa jumlah karyawannya, dan lain-lain.

3) Role play yang diperpanjang (extended role play)

Role play tipe ini merupakan sebuah permainan dengan penggunaan

waktu pelaksanaan yang diperpanjang, dapat berkisar satu jam atau

bahkan sehari penuh.

e. Mengidentifikasi skenario

Page 32: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Skenario memberi informasi tentang apa yang harus diketahui siswa

sebagai pemegang peran. Pilihan skenario akan bergantung pada minat,

fokus materi serta pengalaman guru dan siswa.

f. Menempatkan peran

Pilihan peran akan bergantung pada problem atau materi yang akan

disoroti. Jadi kita dapat bertanya peran mana yang paling memungkinkan

untuk dapat mengungkapkan keterampilan atau sikap yang dieksplorasi.

g. Menentukan peran/kedudukan guru

Sebelum role play dimulai, guru harus membuat keputusan apakah ia

akan berperan sebagai partisipan, pengamat atau kombinasi dari keduanya.

h. Mempertimbangkan hambatan yang bersifat fisik

Sebelum role play dimulai, guru harus mempertimbangkan berbagai

keadaan yang bisa menghambat jalannya kegiatan, seperti: apakah ruangan

cukup luas, apakah kursi dan mejanya bisa dipindah, apakah tidak akan

membuat bising tetangga kelas, dsb. Semua itu harus dipertimbangkan dan

dicari jalan untuk mengatasinya.

i. Merencanakan waktu yang baik

Role play berlangsung antara 5-10 menit untuk yang sederhana.

Seharusnya dipertimbangkan juga pengalokasian waktu bagi kegiatan-

kegiatan pendukung, seperti diskusi pendahuluan, pemeranan dan refleksi

yaitu dengan perbandingan 1:2:3.

j. Mengumpulkan sumber informasi yang relevan

Setelah memutuskan tujuan, guru dan siswa perlu meneliti informasi-

informasi yang dapat membantu mereka dalam memerankan peran. Sumber

informasi tersebut dapat diperoleh dengan beberapa cara, misalnya: di awal,

guru dapat dengan singkat menggambarkan suatu situasi, atau meminta

siswa untuk mengingat suatu program televisi. Sumber lain bisa juga

berbentuk materi tertulis, seperti: berita koran, artikel majalah, dan lain-lain.

Contoh-contoh ini nantinya akan memberikan stimulus pada siswa (Hisyam

Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani, 2007: 107-113).

Page 33: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

2. Interaksi

Dalam mengimplementasikan rencana ke dalam aksi, dapat ditempuh

melalui langkah-langkah berikut ini:

a. Membangun aturan dasar

Aturan dasar untuk pelaksanaan role play harus dibuat sejak awal,

sebelum permainan dimulai agar setiap pihak yang terkait di dalamnya dapat

mengetahui dengan jelas aturan yang berlaku.

b. Mengeksplisitkan tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran perlu ditentukan sebelum role play dimulai agar

kegiatan siswa lebih terfokus/terarah dan memudahkan mereka untuk

mengevaluasi tingkat keberhasilan peran yang mereka capai.

c. Membuat langkah-langkah yang jelas

Langkah-langkah permainan perlu dibuat untuk memperjelas tujuan

yang ingin dicapai.

d. Mengurangi ketakutan tampil di depan publik

Dengan mengikutsertakan siswa dalam permainan peran ini,

diharapkan mereka akan berlatih untuk terbiasa berbicara di depan orang

lain.

e. Menggambarkan skenario atau situasi

Skenario yang diciptakan oleh guru dibuat untuk memungkinkan

siswa mencari pengetahuan untuk dirinya sendiri, yaitu sesuatu yang hanya

dapat diperoleh dengan cara berpartisipasi di dalamnya. Skenario bisa

berbentuk tertulis atau verbal/lisan.

f. Mengalokasikan peran

Peran dapat dialokasikan dalam berbagai cara, misalnya bagi guru

yang sangat mengenal/mengetahui karakteristik siswanya, maka

pengalokasian peran kunci diberikan pada siswa yang paling

berpengalaman/pintar. Sementara jika guru tidak mengenal siswa dengan

baik, maka biasanya peran dibagi secara acak.

g. Memberi informasi yang cukup

Page 34: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Pemberian informasi sangat dibutuhkan oleh peserta agar mereka

dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan sukses.

h. Menjelaskan peran guru dalam role play

Dalam role play, guru mempunyai peranan yang penting. Sebelum

role play dimulai, guru perlu menjelaskan kepada siswa tentang

keterlibatannya, memberikan penjelasan tentang peran-peran yang akan

ditampilkan dan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Selain itu pada akhir role

play, guru perlu melakukan umpan balik dan menarik kesimpulan-

kesimpulan umum. Diutamakan untuk menghindari pemberian kritik yang

bersifat merusak, dalam hal ini guru bertindak sebagai wasit (Oemar

Hamalik, 2003: 200).

i. Memulai role play secara bertahap

Role play seharusnya dilakukan secara bertahap, dari tahap yang

paling mudah/sederhana (seperti diskusi sebelum memulai permainan)

hingga tahap pemeranan.

j. Menghentikan role play dan memulai kembali jika perlu

Dalam menghentikan permainan, sebaiknya di awal permainan guru

bersama siswa membuat kesepakatan tentang sinyal apa yang akan

digunakan. Misalnya, guru mengangkat tangan atau bergerak ke tempat

tertentu.

k. Bertindak sebagai pengatur waktu

Sebelum role play dimulai guru harus mengemukakan pada siswa

tentang lamanya waktu yang disediakan. Ketika permainan telah berjalan,

maka guru dapat bertindak sebagai pengatur waktu dan memberi kode

tertentu (sesuai kesepakatan) jika waktu sudah berakhir (Hisyam Zaini,

Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani, 2007: 114-118).

3. Refleksi dan Evaluasi

Refleksi dan evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses role play.

Guru biasanya melakukan refleksi di antara interaksi atau diakhir interaksi. Di

dalam refleksi biasanya mengandung beberapa aspek kegiatan, yaitu

Page 35: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

identifikasi, klarifikasi dan analisis (Colquhoun & Errington, dalam Hisyam

Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani, 2007: 118-119).

Refleksi atau evaluasi yang dilakukan di akhir interaksi/kegiatan dapat

dilihat dalam enam langkah berikut ini: 1) membawa siswa keluar dari peran

yang dimainkannya, 2) meminta siswa mengekspresikan pengalaman belajar

yang telah diperolehnya secara individual, 3) mengkonsolidasikan ide-ide, 4)

memfasilitasi suatu analisis kelompok, 5) memberikan kesempatan untuk

melakukan evaluasi, dan 6) menyusun agenda/rencana untuk masa depan

(Hisyam Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani, 2007: 118-119).

Refleksi dan evaluasi bukan hanya dilakukan guru, namun juga

dilakukan siswa pengamat atau penonton. Sama seperti para pemainnya,

penonton juga terlibat penuh dalam situasi belajar. Pada saat menganalisis dan

berdiskusi, penonton harus memberikan solusi-solusi yang mungkin bisa

digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang disampaikan. Guru juga

harus mampu memandu proses role play agar berjalan sesuai tujuan. Tugas

guru di sini adalah mendorong peserta yang hanya diam saja untuk ikut

berpartisipasi. Guru harus bisa menciptakan suasana agar siswa tidak perlu

takut untuk membagikan ide-ide, percaya bahwa tidak ada seorang pun yang

akan menertawakan masukannya atau mengkritik kesimpulannya. Peserta yang

terlalu memonopoli permainan juga harus ditegur agar dia tidak mendominasi

kelompok sehingga justru menghentikan semangat diskusi anggota

kelompoknya (Gangel, Kenneth O., dalam Ratri, 2008).

d. Tujuan Bermain Peranan

Bermain peranan atau teknik sosiodrama adalah suatu jenis teknik

simulasi yang umumnya digunakan untuk melibatkan manusia dan tingkah

laku mereka dalam bentuk dramatisasi. Para siswa berpartisipasi sebagai

pemain dengan peran tertentu atau sebagai pengamat, hal tersebut bergantung

pada tujuan-tujuan dari penerapan teknik tersebut (Oemar Hamalik, 2003:

199).

Page 36: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Dia juga merumuskan tujuan bermain peranan sesuai dengan jenis

belajar, yakni sebagai berikut:

1) Belajar dengan berbuat

Para siswa melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan yang

sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan-

keterampilan interaktif atau keterampilan-keterampilan reaktif.

2) Belajar melalui peniruan (imitasi)

Para siswa pengamat drama menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan

tingkah laku mereka.

3) Belajar melalui balikan

Para pengamat mengomentari (menanggapi) perilaku para

pemain/pemegang peran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk

mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang

mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan.

4) Belajar melalui pengkajian, penilaian,dan pengulangan

Para peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka

dengan mengulanginya dalam penampilan berikutnya (Oemar Hamalik,

2003: 199).

e. Manfaat Penerapan Metode Bermain Peran

Metode ini memiliki banyak kelebihan dalam penerapannya, antara lain

seperti yang dikutip dari pendapat Kiranawati (2007), kelebihan pemanfaatan

metode role play adalah sebagai berikut:

1) Melibatkan seluruh siswa dalam berpartisipasi dan mempunyai kesempatan

untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama.

2) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

Page 37: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

3) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam

situasi dan waktu yang berbeda.

4) Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada

waktu siswa melakukan permainan.

5) Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Role play merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan

pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan

antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut

kehidupan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini

meliputi, kemampuan kerja sama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu

kejadian.

Herman J. Waluyo (2002: 34) menambahkan bahwa role play dapat

dikembangkan menjadi sosiodrama. Misalnya dengan memerankan tentang

pengungkapkan kembali sejarah perjuangan bangsa, bagaimana semangat

nasionalisme pemuda-pemudi dalam berjuang mengusir penjajah, atau

melukiskan kepahlawanan Diponegoro, Jendral Sudirman dan sebagainya.

Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-

hubungan antarmanusia dengan cara memeragakan dan mendiskusikannya,

sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi

parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan

masalah.

B. Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu

penelitian yang dilaksanakan oleh Mudairin, guru Bahasa Inggris SLTP Islam

Manbaul Ulum Kabupaten Gresik Jawa Timur. Penelitian tersebut diadakan di

SLTP Islam Manbaul Ulum Gresik, pada siswa kelas VIII B dengan judul

“Role Play: Suatu Alternatif Pembelajaran yang Efektif dan Menyenangkan

dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa SLTP Islam Manbaul

Page 38: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Ulum Gresik”. Jenis penelitian ini adalah PTK dengan tujuan penelitian untuk

mengetahui peningkatan keterampilan berbicara bahasa Inggris siswa melalui

penerapan metode role play.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan role play dapat

meningkatkan keterampilan berbicara yang ditandai dengan meningkatnya

kemampuan siswa dalam memahami/menangkap kosa kata dan ditandai

dengan adanya peningkatan minat siswa di setiap siklusnya (siklus I = 76%,

siklus II = 82%, dan siklus III = 91 %). Persamaan penelitian Mudairin dengan

penelitian ini adalah pada objek kajian penelitian, yaitu keterampilan berbicara,

pada bentuk penelitian (PTK), dan metode yang diterapkan, yaitu sama-sama

menggunakan metode role play atau bermain peran.

Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

yang berjudul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas

Rendah Sekolah Dasar” yang dilakukan oleh Supriyadi. Penelitian tersebut

merupakan penelitian studi pustaka yang menjabarkan beberapa upaya untuk

meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Cara-cara tersebut adalah sebagai

berikut: 1) penciptaan suasana belajar yang kondusif, 2) penciptaan lingkungan

fisik yang kondusif, 3) penciptaan lingkungan interaktif yang kondusif, 4)

penciptaan lingkungan sosial yang kondusif, dan 5) peningkatan peran guru

dan orang tua.

Kesimpulan dari tulisan tersebut adalah keterampilan berbicara siswa

kelas rendah sekolah dasar dapat ditingkatkan melalui kelima cara di atas, di

samping tetap menyesuaikannya dengan situasi dan kondisi sekolah yang

meliputi dana, sikap mental guru, dan kondisi siswa. Adapun persamaan

penelitian Supriyadi dengan penelitian ini adalah pada objek kajian penelitian,

yaitu pembelajaran berbicara dan pada tujuannya yaitu meningkatkan

keterampilan berbicara siswa di sekolah dasar.

Selain kedua penelitian di atas, ada lagi sebuah penelitian yang relevan

dengan penelitian ini, yaitu penelitian Nurhatim yang berjudul “Penggunaan

Metode Role Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Isi

Cerpen Siswa Kelas X SMA Darul Quran Singosari”. Jenis penelitian ini

Page 39: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

adalah PTK, dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

berbicara siswa dalam hal menceritakan isi cerpen melalui penerapan metode

role playing. Adapun aspek-aspek yang ditingkatkan, yaitu: (1) kemampuan

menceritakan cerpen pada aspek kebahasaan yang mencakup intonasi, jeda,

pilihan kata/diksi, struktur kalimat; (2) aspek nonkebahasaan yang meliputi

keberanian, kelancaran, ekspresi/mimik; dan (3) aspek isi meliputi kerincian,

kesesuaian, kelengkapan, dan kejelasan.

Nurhatim melakukan penelitian ini dalam dua siklus dengan hasil yang

menunjukkan bahwa penerapan metode role playing atau bermain peran dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan isi cerpen yang meliputi

peningkatan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan di setiap siklusnya secara

signifikan. Persamaan penelitian Nurhatim dengan penelitian ini yaitu pada

bentuk penelitian (penelitian tindakan kelas) dan pada metodenya, yaitu sama-

sama menerapkan role playing atau bermain peran. Hanya saja ada sedikit

perbedaan pada objek kajian penelitiannya, penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan keterampilan berbicara siswa secara umum, sedangkan

penelitian Nurhatim lebih memfokuskan objek kajian pada kemampuan siswa

dalam menceritakan isi cerpen.

C. Kerangka Berpikir

Di dalam kegiatan belajar dan mengajar di sekolah dasar, keterampilan

berbicara merupakan salah satu keterampilan yang harus diajarkan kepada

siswa dan dikuasai oleh siswa, karena keterampilan berbicara bermanfaat bagi

siswa (khususnya siswa SD) untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi

dengan baik dan mengembangkan kemampuan siswa dalam berbahasa.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti

menunjukkan bahwa kemampuan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa

Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri Kopen 1 Teras Boyolali masih

tergolong rendah. Pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan di dalam

kelas masih mengalami beberapa hambatan yang dapat menyebabkan

rendahnya kemampuan tersebut. Adapun penyebab rendahnya kemampuan

Page 40: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

berbicara siswa antara lain sebagai berikut: (1) sikap dan minat siswa dalam

mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara rendah, (2) siswa kurang

terampil berbicara sehingga saat disuruh tampil berbicara di depan kelas siswa

merasa takut dan malu, (3) kurangnya pengetahuan guru mengenai metode atau

strategi dalam melakukan pembelajaran keterampilan berbicara, dan (4)

pembelajaran berbicara yang dilakukan guru dapat dikatakan masih sederhana

dan konvensional karena masih bertumpu dari buku pelajaran.

Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan suatu metode

pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan sikap dan minat

siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Salah satu metode yang dapat

diterapkan adalah metode bermain peran . Dengan metode pembelajaran ini,

minat dan kemampuan berbicara siswa diharapkan dapat meningkat karena

metode ini menyajikan cara yang lebih efektif dan efisien untuk membantu

siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Dikatakan efektif karena

penerapan metode bermain peran akan lebih menghemat waktu, hal ini

disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok.

Dikatakan efisien, karena dengan bermain peran siswa seolah-olah dihadapkan

pada situasi belajar sambil bermain, di mana pada umumnya permainan

merupakan hal paling menarik untuk anak-anak usia sekolah dasar

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai

berikut,

Guru belum mampu

meningkatkan minat dan

keaktifan siswa

Kemampuan berbicara siswa

rendah

Kondisi Awal

Minat siswa dalam mengikuti

pembelajaran berbicara rendah

Guru belum mengetahui metode

pembelajaran berbicara yang tepat

Metode pembelajaran

bersifat konvensional

Keaktifan siswa saat pembelajaran berbicara kurang

Page 41: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan

Dengan penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran

keterampilan berbicara akan membantu meningkatkan kemampuan berbicara

siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil

pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Kopen 1

Teras Boyolali tahun ajaran 2008/2009.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kopen 1 yang beralamat di Desa

Kopen RT 03/RW 01, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Kepala sekolah

dijabat oleh Rudjiman A. Ma. Pd. yang membawahi 8 orang guru, 6 orang

bertindak sebagai guru kelas, 1 orang bertindak sebagai guru mata pelajaran

Minat, keaktifan, dan kemampuan berbicara

siswa meningkat

Penerapan metode bermain peran sebagai metode ajar

Page 42: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

agama Islam, dan 1 orang sebagai guru olah raga. Sekolah ini memiliki 6 ruang

kelas, 1 ruang guru dan kepala sekolah, 1 ruang tamu, 1 ruang perpustakaan, 1

ruang dapur, 1 ruang UKS, 1 gudang, 1 mushala, 4 kamar mandi, 1 lapangan

upacara, 1 lapangan olah raga, serta tempat parkir guru dan siswa.

Alasan pemilihan SD Negeri Kopen I Teras Boyolali sebagai lokasi

penelitian adalah karena memang di sekolah tersebut mengalami permasalahan di

dalam pembelajaran berbicara dan sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah

yang terbuka dan mau menerima segala bentuk penelitian yang berhubungan

dengan pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah tersebut.

Selain itu, di sekolah tersebut belum pernah digunakan sebagai objek penelitian,

sehingga penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat besar bagi

sekolah.

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan, yaitu mulai dari bulan

Oktober 2008 sampai dengan bulan Maret 2009. Tahap perancanaan dan

persiapan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2008.

Tahap pelaksanaan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2009. Sedangkan

tahap penyusunan dan pelaporan dilaksanakan pada bulan Maret 2009.

Adapun rincian jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian adalah sebagai

berikut:

Tabel 2. Rincian Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Okt ’08 Nov ’08 Des ’08 Jan ’09 Feb ’09 Mar ’09 NO Kegiatan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Tahap perencanaan

dan persiapan:

1.

a. Pengajuan judul dan

penyusunan

Page 43: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

proposal

b.Survei awal

c.Penyusunan

instrumen

Tahap pelaksanaan:

a. Siklus I

b.Siklus II

2.

c.Siklus III

Tahap pelaporan:

a.Pengumpulan data

b.Analisis data

3.

c.Penyusunan laporan

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Kopen 1 Teras Boyolali

tahun ajaran 2008/2009, dengan jumlah siswa 24 anak yang terdiri dari 13 siswa

perempuan dan 11 siswa laki-laki dengan Kuswati, A. Ma. Pd. bertindak sebagai

guru kelas. Penelitian ini mengambil objek penelitian pembelajaran keterampilan

berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

C. Bentuk dan Strategi Penelitian

Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action

Research). Hopkins (dalam Rochiati Wiriaatmadja, 2007: 11) menyatakan bahwa

penelitian tindakan kelas adalah sebuah penelitian yang mengkombinasikan

prosedur penelitian dengan tindakan substantif, atau suatu usaha seseorang untuk

memahami apa yang sedang terjadi sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan

dan perubahan. Lebih lanjut, Kemmis (dalam Rochiati Wiriaatmadja, 2007: 12)

menjelaskan bahwa penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian yang

Page 44: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

bersifat reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi sosial tertentu

(termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari kegiatan

praktik sosial atau pendidikan, pemahaman mengenai kegiatan-kegiatan praktik

pendidikan dan situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktik

tersebut. Berdasarkan kedua pendapat di atas, Rochiati Wiriaatmadja (2007: 13)

memberikan pengertian bahwa penelitian tindakan kelas adalah bagaimana

sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik pembelajaran mereka

dan belajar dari pengalaman mereka sendiri dengan mencobakan suatu gagasan

perbaikan dalam praktik pembelajaran tersebut.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini ada tiga, yaitu:

1. Peristiwa, yaitu kegiatan berbicara yang berlangsung di dalam kelas dengan

penerapan metode bermain peran.

2. Informan, dalam penelitian ini menggunakan informan guru dan siswa kelas V

SD Negeri Kopen 1 Teras Boyolali.

3. Dokumen yang berupa catatan wawancara dengan guru dan siswa mengenai

pembelajaran keterampilan berbicara, hasil tes siswa, rancangan pedoman

pembelajaran yang dibuat guru, silabus yang ditetapkan oleh pihak sekolah,

serta hasil angket yang diisi oleh siswa.

E. Teknik Pengumpulan Data

Ada empat teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai alat untuk

mengumpulkan data secar lengkap dan akurat sehubungan dengan masalah yang

diteliti, yaitu:

1. Teknik in dept interview (wawancara mendalam)

Wawancara mendalam dilakukan terhadap guru (Kuswati, A. Ma. Pd.)

serta beberapa siswa kelas V SD Negeri Kopen I. Wawancara dilakukan untuk

menggali informasi guna memeroleh data yang berkenaan dengan aspek

Page 45: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

permasalahan pembelajaran berbicara, penentuan tindakan, dan respon yang

timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan

2. Obsevasi atau pengamatan

Pengamatan dilakukan sebelum, selama, dan sesudah siklus penelitian

berlangsung. Observasi atau pengamatan dilakukan di dalam proses

pembelajaran berbicara untuk mengetahui perkembangan pembelajaran

berbicara yang dilakukan oleh guru dan siswa.

Di dalam kegiatan observasi ini peneliti bertindak sebagai partisipan

pasif, peneliti tidak melakukan tndakan yang dapat memengaruhi peristiwa

pembelajaran yang sedang berlangsung. Peneliti mengambil posisi di tempat

duduk paling belakang mengamati prses pembelajaran yang sedang

berlangsung sambil mencatat segala kejadian selama proses pembelajaran

berlangsung. Dengan berada di tempat duduk paling belakang, peneliti

memiliki kesempata untuk mengamati seluruh peristiwa yang terjadi di dalam

kelas dengan leluasa. Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti kemudian

didiskusikan dengan guru yang bersangkutan untuk kemudian dianalisis

bersama untuk mengetahui berbagai kelemahan proses pembelajaran dan

untuk mencari solusi kelemahan tersebut. Hasil diskusi yang berupa solusi

berbagai kelemahan tersebut kemudian dijadikan acuan untuk pelaksanaan

siklus berikutnya.

Pengamatan terhadap guru difokuskan pada kemampuan guru dalam

melakukan pengelolaan kelas, menumbuhkan minat dan motivasi belajar

siswa, menumbuhkan keaktifan siswa, serta kemampuan guru dalam

memanfaatkan metode bermain peran yang telah disediakan oleh peneliti.

Sedangkan pengamatan terhadap siswa difokuskan pada keaktifan siswa

dalam mengikuti proses pembelajaran, minat dan kemampuan siswa dalam

melakukan prektek berbicara di depan kelas.

3. Angket

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara meminta

informan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan

penelitian yang dilaksanakan. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan

Page 46: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

data dari informan yang jumlahnya banyak dan tidak mungkin untuk

diwawancarai satu per satu. Angket dalam penelitian ini diterapkan sebanyak

dua kali, yaitu pada kondisi pratindakan dan pascatindakan.

4. Tes

Teknik pengumpulan data berupa penilaian tes praktik berbicara

digunakan untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan

tindakan. Di dalam penelitian ini guru memberikan tes berbicara lisan di

depan kelas.

F. Teknik Uji Validitas Data

Untuk memperoleh data yang valid dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi merupakan teknik yang didasari

pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik

simpulan yang mantap dan bisa diterima kebenarannya, peneliti perlu

mengkajinya dari berbagai sudut pandang (Sutopo, H. B., 2002: 78). Adapun

teknik-teknik uji validitas yang dilakukan peneliti adalah sebagi berikut:

1. Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji kebenaran data

yang diperoleh dari satu informan dengan informan yang lain.

2. Triangulasi metode, teknik ini dilakukan dengan menggumpulkan data sejenis

tetapi dengan menggunakan metode penggumpulan yang berbeda, yaitu dari

data hasil observasi dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara.

3. Review informan, teknik ini digunakan untuk menanyakan informasi apakah

data yang diperoleh dari hasil wawancara sudah valid atau belum, dan sudah

sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dengan informan.

G. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

model interaktif yang merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: (1)

pengumpulan data, (2) reduksi, (3) penyajian data (display data) dan, (4)

penarikan kesimpulan. Secara sederhana interaksi keempat komponen tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 47: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Gambar 2. Model Analisis interaktif

(Miles Matthew B. dan Huberman A. Michael. 1992: 20)

Teknik analisis interaktif ini digunakan untuk mengungkap kelemahan dan

kelebihan kinerja guru maupun siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas

selama penelitian berlangsung. Analisis interaktif dimulai dari pengumpulan data

tentang pembelajaran keterampilan berbicara pada kondisi awal survei untuk

mengetahui kemampuan awal berbicara siswa. Selanjutnya data awal tersebut

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan siklus tindakan. Di setiap akhir

siklus dianalisis kekurangan dan kelebihan tindakan tersebut sehingga dapat

diketahui peningkatan kemampuan berbicara siswa dengan penerapan metode

bermain peran ini.

Adapun langkah-langkah analisis model interaktif yang dikembangkan

oleh Miles Matthew B. dan Huberman A. Michael. (1992: 16-20) dapat dijabarkan

sebagai berikut:

1. Pengumpulan data

Selama pengumpulan data peneliti membuat catatan lapangan yang terdiri

dari bagian deskripsi, dan refleksinya adalah data yang telah digali dan dicatat.

Dalam pengumpulan data ini artinya peneliti mencatat dan merekam segala

bentuk interaksi antara guru dan siswa selama proses pembelajaran.

Pengumpulan data

Reduksi data

Penyajian data

Kesimpulan-kesimpulan: Penarikan/Verivikasi

Page 48: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

2. Reduksi data

Kegiatan reduksi data berupa penyusunan rumusan pengertian dari

deskripsi dan refleksi secara singkat, berupa pokok-pokok temuan yang penting

serta menyeleksi data yang kurang mendukung.

3. Sajian data

Data yang sudah terkumpul kemudian dikelompokkan dalam beberapa

bagian sesuai dengan jenis permasalahannya supaya makna peristiwanya

menjadi lebih jelas dipahami, dengan dilengkapi perabot sajian yang

diperlukan (seperti matriks, gambar, dan sebagainya).

4. Penarikan simpulan/verifikasi

Simpulan ditarik berdasarkan reduksi dan sajian data. Bila simpulan dirasa

kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajian

datanya, maka peneliti harus melakukan kembali kegiatan pengumpulan data.

H. Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran

Untuk mengukur ketercapaian tujuan penelitian, dirumuskan indikator-

indikator sebagai berikut:

Tabel 3. Indikator Ketercapaian Pembelajaran

Aspek Pencapaian

siklus terakhir

Cara mengukur

Minat siswa dalam

mengikuti

pembelajaran

berbicara.

90 % Diamati saat pembelajaran dan diukur dari

jumlah siswa yang menampakkan ketertarikan

dan kesungguhannya dalam melakukan

kegiatan berbicara.

Keaktifan siswa

dalam mengikuti

pembelajaran

90 % Diamati saat pembelajaran berlangsung dan

dihitung dari jumlah siswa yang dapat

melakukan aktivitas berbicara di kelas secara

Page 49: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

berbicara. aktif (siswa sering bertanya, tidak takut

mengungkapkan pendapat atau pikiran dan

mampu melaksanakan praktik berbicara

dengan baik).

Kemampuan siswa

dalam melakukan

aktivitas berbicara.

90 % Diukur dari hasil tes kemampuan berbicara

siswa secara lisan dan dihitung dari jumlah

ketuntasan belajar siswa.

I. Prosedur Penelitian

Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas, sehingga mekanisme

kerjanya diwujudkan dalam bentuk siklus (direncanakan 3 siklus), yang dalam

setiap siklusnya tercakup 4 kegiatan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)

observasi dan interpretasi, dan (4) analisi dan refleksi. Hal tersebut diperkuat

dengan pendapat Suhardjono (dalam Suharsimi Arikunto dkk., 2006: 74) bahwa

penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian sistem berdaur

sebagaimana kerangka berpikir yang digambarkan sebagai berikut:

Siklus I

Permasalahan Perencanaan Tindakan I

Permasalahan baru hasil refleksi

Pelaksanaan Tindakan I

Refleksi I Pengamatan/ Pengumpulan data

I

Perencanaan Tindakan II

Pelaksanaan Tindakan II

Page 50: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Siklus II

Gambar 3. Alur Penelitian Tindakan Kelas

(Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto dkk., 2006: 74)

Adapun rancangan prosedur penelitian tindakan kelas ini diuraikan sebagai

berikut:

1. Siklus I

a. Peneliti bersama guru merencanakan tindakan, meliputi: penyusunan RPP,

menyiapkan materi dan skenario pembelajaran, menyiapkan instrumen tes

berupa skenario role play yang disesuaikan dengan tema pembelajaran, dan

instrumen nontes.

b. Guru melaksanakan tindakan yang telah direncanakan dalam skenario

pembelajaran pada siklus I.

c. Peneliti melakukan observasi/pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan

pembelajaran (KBM).

d. Peneliti bersama guru membuat refleksi atas tindakan pada siklus I.

2. Siklus II dan Siklus III

Tahap-tahap yang dilakukan pada siklus II sama seperti siklus I akan tetapi

sebelumnya dilakukan perencanaan ulang berdasarkan hasil refleksi pada siklus

I, sehingga kelemahan yang ada pada siklus I tidak terulang pada siklus II.

Demikian juga dengan siklus III dan seterusnya, termasuk perwujudan tahap

pelaksanaan observasi dan intepretasi serta analisis dan refleksi pada siklus

sebelumnya.

Apabila permasalahan

belum terselesaikan

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

Refleksi II

Pengamatan/ Pengumpulan

data II

Page 51: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uraian mengenai hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan

masalah dari Bab I, akan disajikan dalam Bab IV ini. Sebelum hasil penelitian

dipaparkan, pada bab ini diuraikan terlebih dahulu mengenai kondisi awal

(pratindakan) pembelajaran berbicara siswa kelas V SD Negeri Kopen I Teras

Boyolali. Dengan demikian, pada bab ini akan dikemukakan tentang: (1)

kondisi awal proses pembelajaran dan kemampuan berbicara siswa, (2)

pelaksanaan tindakan dan hasil penelitian, dan (3) pembahasan hasil penelitian.

Penelitian tindakan dilakukan dalam 3 siklus dengan 4 tahap dalam setiap

siklusnya. Tahapan tersebut meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi dan interpretasi, serta analisis dan refleksi.

A. Deskripsi Kondisi Awal

Survei kondisi pratindakan dilakukan untuk mengetahui keadaan nyata

yang ada di lapangan sebelum peneliti melakukan proses penelitian. Survei ini

dilakukan melalui beberapa langkah berikut: (1) wawancara dengan guru dan

siswa, (2) observasi lapangan, dan (3) angket.

Wawancara dengan guru dilakukan pada hari Senin, 1 September 2008.

Dari wawancara tersebut diketahui bahwa terjadi permasalahan dalam

pembelajaran berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali.

Menurut guru, pembelajaran berbicara masih sulit untuk dilakukan secara

Page 52: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

optimal mengingat rendahnya minat siswa terhadap pelajaran berbicara dan

kurangnya pengetahuan guru mengenai metode pembelajaran berbicara itu

sendiri, sehingga berakibat pada rendahnya kemampuan berbicara siswa.

Pendapat tersebut juga didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa siswa

mengenai minat mereka terhadap pelajaran berbicara. Dari empat siswa yang

diwawancarai, tiga diantaranya menyatakan kurang berminat terhadap

pelajaran berbicara. Pada umumnya mereka menyatakan kurang suka

mengikuti pembelajaran berbicara di kelas karena merasa takut, malu dan

kesulitan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara lisan di depan

kelas ketika dilihat oleh guru dan siswa lain. Mereka juga menyatakan kurang

suka dengan cara guru saat memberikan tugas berbicara kepada siswa, yaitu

dengan meminta siswa tampil di depan kelas secara individu.

Langkah penelitian selanjutnya yaitu observasi pratindakan. Observasi

dilakukan untuk melihat proses pembelajaran berbicara di kelas pada hari

Senin, 27 Oktober 2008. Saat jam pembelajaran berbicara dimulai, peneliti

masuk kelas dan bertindak sebagai partisipan pasif dengan mengambil tempat

duduk paling belakang agar lebih leluasa mengamati proses pembelajaran.

Peneliti memfokuskan pengamatan pada proses pembelajaran serta aktivitas

yang dilakukan siswa dan guru. Adapun hasil observasi yang telah dilakukan

peneliti menunjukkan keadaan sebagai berikut:

1. Siswa terlihat kurang berminat mengikuti pelajaran berbicara.

Berdasarkan kegiatan pengamatan di kelas, terungkap bahwa sebagian

besar siswa kurang berminat dan antusias dalam mengikuti proses

Page 53: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

pembelajaran berbicara. Hal tersebut terindikasi dari sikap siswa selama

mengikuti pelajaran berbicara, yaitu perhatian mereka kurang terfokus pada

pembelajaran, beberapa siswa tampak berbicara dengan temannya, bahkan ada

sebagian yang melakukan aktivitas pribadi, seperti melamun, menganggu

teman, menunduk dan menoleh-noleh. Ketika guru menugasi mereka untuk

melakukan praktik berbicara di depan (menceritakan kembali dongeng yang

mereka dengar dengan bahasa sendiri), sebagian besar siswa terlihat takut.

Hanya satu siswa yang mau melaksanakannya tanpa ditunjuk guru, sedangkan

siswa yang lain tidak ada yang berani tampil di depan secara sukarela.

Rendahnya minat siswa juga dapat dilihat dari hasil pengisian angket

pratindakan oleh siswa. Berdasarkan hasil angket tersebut diketahui bahwa dari

24 siswa, hanya 10 orang atau sekitar 42% yang menyatakan berminat terhadap

pelajaran berbicara. Sedangkan 58% sisanya atau sebanyak 14 siswa

menyatakan kurang berminat.

2. Siswa terlihat kurang aktif selama mengikuti pelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa

sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari kurangnya keaktifan mereka

untuk merespons segala bentuk stimulus yang diberikan oleh guru. Misalnya

pada saat guru bertanya, siswa tampak takut dan bahkan menundukkan

kepalanya, dan pada saat guru memberi kesempatan kepada siswa untuk

bertanya, tidak ada satu pun siswa yang mau memanfaatkan kesempatan

tersebut (mereka diam dan tampak bingung).

Page 54: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

3. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dan tampak takut untuk

mengungkapkan gagasan dan pendapat secara lisan di depan kelas.

Selama proses pembelajaran berlangsung siswa terlihat kurang aktif

berpartisipasi. Ketika guru mengajukan pertanyaan, sebagian besar siswa

diam. Mereka tampak bingung, kesulitan, dan takut untuk menjawab

pertanyaan tersebut. Selain itu, saat guru menugasi mereka untuk

menceritakan kembali dongeng yang telah mereka dengar dengan

menggunakan bahasa sendiri di depan kelas, hanya ada satu siswa yang mau

melaksanakannya secara sukarela (tanpa ditunjuk guru). Sebagian besar siswa

terlihat takut dan kesulitan untuk mengungkapkan gagasan dan perasaannya

secara lisan. Hal seperti itulah antara lain yang menyebabkan rendahnya

kemampuan berbicara siswa.

Rendahnya kemampuan berbicara siswa kelas V juga dapat dibuktikan

dari dua kali hasil tes berbicara yang dilakukan pada semester 1. Dari 24

siswa, hanya 46% atau sebanyak 11 siswa yang memperoleh nilai di atas 60

(batas ketuntasan), sedangkan 64% atau 13 siswa lainnya masih belum tuntas

dan masih memerlukan bimbingan belajar agar dapat memenuhi standar

ketuntasan belajar Bahasa Indonesia (terutama aspek berbicara).

4. Guru melakukan kegiatan pembelajaran berbicara dengan metode yang masih

bersifat konvensional atau sederhana.

Berdasarkan hasil observasi pratindakan dan didukung oleh hasil

wawancara dengan guru kelas mengenai metode pembelajaran berbicara yang

sering digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode

pembelajaran berbicara di kelas masih sangat terbatas dan masih bersifat

Page 55: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

sederhana. Guru biasanya lebih sering menggunakan metode penugasan.

Materi pembelajaran berbicara diambil dari buku, kemudian apa yang ada

dalam buku tersebut ditugaskan kepada siswa.

5. Posisi guru saat mengajar lebih banyak di depan, sehingga kurang berinteraksi

dengan siswa. Selain itu guru menjadi sulit untuk memantau siswa yang

berada di tempat duduk bagian belakang, sehingga siswa tersebut sering

melakukan aktivitas pribadi (seperti: berbicara dengan teman, melamun, dan

tidak memperhatikan pelajaran dengan baik).

Setelah peneliti melakukan observasi pratindakan di kelas, selanjutnya

pengumpulan data dilengkapi melalui kegiatan pengisian angket pratindakan

yang dimaksudkan untuk mengetahui minat siswa terhadap pembelajaran

berbicara. Pengisian angket dilakukan oleh siswa kelas V pada hari Jumat, 14

November 2008 yang dipandu oleh guru kelas. Angket tersebut berisi 10

pernyataan, berbentuk pilihan ganda (a,b,c) yang harus dijawab siswa

berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Dari hasil pengisian angket diperoleh

kesimpulan bahwa siswa yang berminat terhadap pelajaran berbicara sebesar

42% atau sebanyak 10 siswa, sedangkan 58% sisanya menyatakan kurang

berminat.

Berdasarkan kondisi awal selanjutnya guru dan peneliti melakukan

diskusi untuk mencari solusi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran

berbicara, sehingga dicapailah kesepakatan bahwa peneliti akan melakukan

penelitian tindakan kelas bersama guru kelas sebagai kolaborator dengan

mengambil judul ”Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Penerapan

Page 56: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Metode Bermain Peran Siswa Kelas V SD Negeri Kopen 1 Teras Boyolali

Tahun Ajaran 2008/2009”.

Penerapan tindakan ini difokuskan pada peningkatan proses dan hasil

pembelajaran berbicara. Melihat penyebab rendahnya kemampuan berbicara

yang bersumber dari siswa yaitu pada rendahnya sikap (meliputi minat dan

keaktifan), maka peningkatan proses pada penelitian ini lebih memfokuskan

pada aspek minat dan keaktifan siswa saja. Sedangkan hasil pembelajaran

difokuskan pada peningkatan keterampilan berbicara dan jumlah ketuntasan

belajar siswa.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Proses penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus yang masing-masing

terdiri atas empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan

tindakan, (3) observasi dan interpretasi, serta (4) analisis dan refleksi.

1. Siklus Pertama

a. Perencanaan Tindakan

Tahap perencanaan ini dilakukan pada hari Rabu, 28 Januari 2009 di

ruang guru SD Negeri Kopen I Teras Boyolali. Peneliti dan guru kelas

mendiskusikan rancangan tindakan yang dilakukan dalam proses penelitian

pada siklus I. Dari diskusi tersebut, disepakati bahwa pelaksanaan tindakan

siklus I akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pada hari Jumat, 30

Januari dan Senin, 2 Februari 2009. Dilaksanakan dalam dua kali pertemuan

dikarenakan adanya keterbatasan waktu, dalam satu jam pelajaran waktu yang

Page 57: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

disediakan hanya 35 menit, dan hal itu dirasa tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan aktivitas pembelajaran dengan metode bermain peran ini.

Tahap perencanaan tindakan ini meliputi kegiatan sebagai berikut:

1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dengan

penerapan metode bermain peran, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(a) Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan menggali

pengalaman siswa yang berkaitan dengan materi berbicara (melalui

tanya jawab seputar pengetahuan siswa tetang jenis kegiatan berbicara).

(b) Guru mengawali kegiatan inti dengan memberikan penjelasan tentang

materi diskusi.

(c) Guru memperdengarkan rekaman percakapan diskusi sambil

membagikan transkrip hasil rekaman tersebut.

(d) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok (masing-masing

beranggotakan 4-5 orang).

(e) Guru menugasi masing-masing kelompok untuk melakukan diskusi

dengan metode bermain peran.

(f) Guru dan siswa melakukan tahap persiapan, yaitu: membagikan skenario

role play, menentukan peran yang akan dimainkan setiap peserta,

menjelaskan skenario, menentukan aturan permainan, dan menjelaskan

tujuan pembelajaran.

(g) Siswa melakukan role play secara berkelompok. Setiap kelompok

diberi waktu 8 menit, dengan rincian 5 menit untuk pemeranan dan 3

menit untuk refleksi dan evaluasi.

(h) Guru bersama siswa lain mengamati penampilan kelompok pemain.

(i) Di setiap akhir penampilan, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap

I (yaitu guru bersama siswa pengamat memberikan kritik, masukan, dan

komentar).

(j) Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi tahap I, guru meminta siswa

untuk menampilkan ulang perannya.

Page 58: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

(k) Guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap II diakhir penampilan ulang

siswa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menanyakan

hal-hal yang belum dipahami.

(l) Guru menutup pelajaran.

2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

3) Guru dan peneliti mempersiapkan materi dan membuat skenario bermain

peran siklus I dengan tema “Memilih Sesuatu yang Menarik” untuk

dibagikan kepada siswa.

4) Guru membentuk kelompok siswa untuk memerankan skenario role play.

5) Peneliti dan guru mempersiapkan rekaman percakapan diskusi yang akan

diperdengarkan kepada siswa sebagai contoh.

6) Peneliti dan guru mempersiapkan transkrip rekaman diskusi untuk

dibagikan kepada siswa.

7) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yang berupa penilaian tes

dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil praktik berbicara siswa dalam

bentuk diskusi (sesuai kompetensi dasar yang ingin dicapai). Untuk

instrumen nontes dinilai berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh

peneliti dan berdasarkan rubrik penilaian proses pembelajaran berbicara

yang meliputi: (a) kedisiplinan, (b) minat, (c) keaktifan, (d) kerja sama, dan

(e) kesungguhan siswa selama pembelajaran berlangsung.

b. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan

pertama dilaksanakan pada hari Jumat, 30 Januari 2009 dan pertemuan kedua

pada hari Senin, 2 Februari 2009. Pelaksanaan tindakan tersebut dilakukan di

ruang kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali.

Dalam pelaksanaan tindakan I ini, guru bertindak sebagai pemimpin

jalannya kegiatan pembelajaran berbicara, sedangkan peneliti melakukan

Page 59: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

observasi atau pengamatan terhadap proses pembelajaran. Peneliti bertindak

sebagai partisipan pasif yang berada di belakang ruang kelas untuk mengamati

jalannya pembelajaran.

Pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada hari

Jumat, 30 Januari 2009 selama dua jam pelajaran, yaitu pukul 09.35-10.45

WIB (jam pelajaran ke-5&6). Adapun urutan pelaksanaan tindakan I

pertemuan pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan menggali

pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan

materi berbicara.

2) Guru dan siswa melakukan tanya jawab tetang jenis kegiatan berbicara.

3) Guru memberikan penjelasan tentang materi diskusi.

4) Guru memperdengarkan rekaman percakapan diskusi sambil membagikan

transkrip hasil rekaman tersebut sebagai contoh.

5) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok (masing-masing beranggotakan

4-5 orang).

6) Guru menugasi masing-masing kelompok untuk melakukan diskusi dengan

metode bermain peran. Tema diskusi adalah “Memilih Sesuatu yang

Menarik”.

7) Guru dan siswa melakukan tahap persiapan, yaitu: membagikan skenario

role play, menentukan peran yang akan dimainkan setiap peserta,

menjelaskan skenario, menentukan aturan permainan, dan menjelaskan

tujuan pembelajaran.

8) Siswa melakukan role play secara berkelompok. Setiap kelompok diberi

waktu 8 menit, dengan rincian 5 menit untuk pemeranan dan 3 menit untuk

refleksi dan evaluasi.

9) Guru bersama siswa lain mengamati penampilan kelompok pemain.

Page 60: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

10) Di setiap akhir penampilan, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap I

(yaitu guru bersama siswa pengamat memberikan kritik, masukan, dan

komentar).

11) Guru meminta siswa mempersiapkan diri untuk melakukan penampilan

ulang pada pertemuan berikutnya.

12) Guru menutup pelajaran.

Pembelajaran berbicara dilanjutkan pada pertemuan kedua. Pelaksanaan

tindakan I pertemuan kedua tersebut dilaksanakan pada hari Senin, 2 Februari

2009 selama satu jam pelajaran, yaitu pukul 09.35-10.10 WIB (jam pelajaran

ke-5). Adapun urutan pelaksanaan tindakan I pertemuan kedua ini meliputi

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Guru membuka pelajaran dan mengulang sekilas materi pelajaran yang telah

disampaikan pada pertemuan sebelumnya dengan melakukan tanya jawab

dengan siswa.

2) Guru meminta siswa menampilkan ulang kegiatan diskusi mereka dengan

metode bermain peran.

3) Di akhir penampilan semua kelompok, guru melakukan refleksi dan

evaluasi tahap II (yaitu bersama siswa pengamat memberikan kritik,

masukan, dan komentar kepada siswa pemain).

4) Guru menutup pelajaran.

c. Observasi dan interpretasi

Observasi/pengamatan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 30 Januari 2009

pukul 09.35-10.45 WIB dan hari Senin, 2 Februari 2009 pukul 09.35-10.10

WIB di ruang kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali. Kegiatan peneliti

selama tahap observasi yaitu mengamati proses pembelajaran berbicara siswa

Page 61: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

kelas V dengan penerapan metode bermain peran. Pada hari itu guru

mengajarkan materi diskusi dengan tema “Memilih Sesuatu yang Menarik”.

Pengamatan difokuskan pada berlangsungnya proses pelaksanaan

pembelajaran, serta aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung.

Dalam pengamatan ini, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif yang berada

di belakang ruang kelas agar bisa mengamati proses pembelajaran yang

dipimpin oleh guru.

Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran

tentang jalannya kegiatan belajar mengajar (KBM) sebagai berikut:

1) Sebelum mengajar, guru telah mempersiapkan rencana pembelajaran yang

akan dijadikan sebagai pedoman dalam mengajar. Rencana pembelajaran

tersebut sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia yang

terdapat di dalam kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut, yakni

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

2) Pelaksanaan tindakan siklus I yang berlangsung dalam dua kali pertemuan,

dihadiri dan diikuti oleh semua siswa kelas V yang berjumlah 24 orang.

3) Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran berbicara dengan cukup baik,

yaitu guru mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan terencana. Pada

awal pembelajaran, guru dengan jelas mengemukakan apa yang akan

diajarkan hari itu kepada siswa, yaitu tentang diskusi. Selanjutnya

memberikan apersepsi guna menggali pengalaman siswa mengenai materi

tersebut dan memberi penjelasan terlebih dahulu mengenai aturan-aturan

metode bermain peran yang akan digunakan dalam pelajaran diskusi.

4) Saat guru menyampaikan materi, sebagian besar siswa tampak antusias dan

beberapa siswa lainnya tampak kurang berminat, tampak malas, melamun,

mengganggu teman, dan beraktivitas sendiri.

Page 62: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

5) Setelah guru memberikan cukup penjelasan, selanjutnya siswa diberi tugas

berbicara, yaitu diskusi. Berbeda dengan biasanya, kali ini tugas diskusi

siswa dilakukan dengan menggunakan metode bermain peran, di mana

siswa dibagi dalam lima kelompok untuk memerankan tokoh-tokoh yang

sedang terlibat dalam situasi diskusi. Adapun skenario untuk kelima

kelompok adalah sama, yaitu memerankan skenario mengenai tugas ketua

kelas yang sedang melakukan diskusi bersama dengan beberapa siswa lain

mengenai rencana kegiatan liburan sekolah minggu depan. Di setiap

kelompok, masing-masing anak berperan sebagai ketua kelas, wakil ketua

kelas, dan sisanya sebagai siswa biasa.

6) Kelima kelompok tampil secara berurutan, dan di saat satu kelompok

tampil, tugas siswa lain dan guru adalah menjadi pengamat yang akan

memberikan komentar di akhir penampilan tersebut. Walaupun guru

memberikan skenario yang sama, tetapi tidak semua kelompok dapat

mengembangkan skenario tersebut dengan baik. Dari kelima penampilan

kelompok, hanya kelompok satu dan lima saja yang terlihat maksimal dan

mampu mengembangkan skenario sehingga menghasilkan percakapan

diskusi yang panjang dan asyik.

7) Saat tahap evaluasi dan refleksi, jumlah siswa yang mau memberikan

komentar hanya beberapa saja (5 orang), itu pun hanya siswa yang berperan

sebagai ketua kelas di masing-masing kelompoknya. Sementara itu siswa

yang lain hanya diam mendengarkan, mereka masih tampak sungkan dan

takut untuk menyampaikan pendapatnya.

8) Kelemahan atau kekurangan selama pelaksanaan tindakan siklus I ini dapat

dilihat dari beberapa aspek berikut:

a. Kelemahan yang ditemukan dari guru, yaitu:

(1) Saat memberikan materi, guru lebih banyak duduk sehingga kurang

berinteraksi dan sulit memonitor siswa yang berada di bagian

belakang.

(2) Guru jarang menegur atau memperingatkan siswa yang tidak fokus

terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

Page 63: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

(3) Di akhir pembelajaran guru sering lupa memberikan umpan balik

kepada siswa tentang seberapa jauh tingkat pemahaman siswa

setelah materi tersebut disampaikan.

b. Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu:

(1)Siswa terlihat belum sepenuhnya aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Sebagian dari mereka lebih banyak melakukan aktivitas lain, seperti:

melamun, mengganggu teman, berbicara dengan teman sebangku,

menulis, berdendang, menoleh ke belakang.

(2)Siswa masih kesulitan dalam mengungkapkan pikiran dan

perasaannya secara lisan dalam kegiatan diskusi, dan pada umumnya

mereka hanya meniru percakapan teman yang telah tampil

sebelumnya tanpa berusaha mengungkapkan sendiri ide dan

gagasannya (masih bersifat monoton).

(3)Saat menampilkan peran diskusi, sebagian besar siswa hanya terpaku

pada skenario yang diberikan guru tanpa berusaha mengembangkan

skenario tersebut.

(4)Saat tahap refleksi dan evaluasi, hanya beberapa siswa yang ikut

memberikan komentar atas penampilan teman (itu pun hanya siswa

yang sama).

c. Kelemahan dari penerapan metode bermain peran berupa:

(a) Bermain peran masih terasa asing bagi siswa dan guru, sehingga

mereka kurang optimal dalam memanfaatkannya.

(b) Siswa belum begitu memahami tantang pelaksanaan metode dan

aturan permainan bermain peran.

9) Ketuntasan hasil belajar mencapai sekitar 62% . Hal ini terlihat dari hasil

praktik berbicara (bentuk diskusi) dan dihitung dari jumlah siswa yang

memperoleh nilai 60 (batas ketuntasan) ke atas, yaitu sebanyak 15 siswa.

Page 64: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Tabel 4. Perolehan Nilai Tes Berbicara pada Siklus I

Aspek Penilaian No

Nama Siswa

I II III IV V VI

Nilai

Ketuntasan

1. Deni Widiatmoko 3 2 2 3 2 2 46,7 Tidak

2. Nur Halimah 3 2 2 2 2 2 43,3 Tidak

3. Mentari Indah T. 4 3 4 4 3 2 66,7 Ya

4. Nur Fitri Agustina 3 3 3 3 2 2 53,3 Tidak

5. Rini Indrawati 3 3 2 4 3 2 56,7 Tidak

6. Ardelia Ayu R. 4 4 3 4 3 2 66,7 Ya

7. Agus Agung N. 4 3 3 3 2 2 56,7 Tidak

8. Andika Eka Putra 4 4 4 3 2 3 66,7 Ya

9. Arfan Rifai 3 3 4 3 2 2 56,7 Tidak

10. Berlian Iswari C. 4 3 3 4 4 2 66,7 Ya

11. Erdiana Isnaini F. 4 3 4 3 3 2 63,3 Ya

12. Muh Farkhan M. 4 3 4 4 4 2 70 Ya

13. Muh Naufi Al

Hafid

4 4 3 4 5 4 80 Ya

14. Melinda Suci R. 4 4 4 4 3 2 70 Ya

15. Miftahul Huda 2 2 3 3 2 2 46,7 Tidak

16. Nandya Ayu 4 4 4 4 2 2 66,7 Ya

17. Reza Gusnia 4 4 2 4 3 3 66,7 Ya

18. Rafli Nur Prima 2 4 3 4 3 2 60 Ya

19. Septi Endraswati 4 3 4 3 3 2 63,3 Ya

Page 65: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Keterangan Aspek Penilaian:

I = lafal

II = intonasi/tekanan

III = tata bahasa

IV = struktur

V = kelancaran/kewajaran

VI = pemahaman

d. Analisis dan refleksi

Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas

pembelajaran berbicara siklus I ini (baik proses maupun hasil) telah

menunjukkan adanya peningkatan dari kondisi awal (pratindakan).

Keberhasilan proses pembelajaran berbicara siklus I dapat dilihat dari beberapa

indikator berikut ini:

a) kedisiplinan

Siswa yang menunjukkan kedisiplinan dalam mengikuti pembelajaran

berbicara sebanyak 16 orang atau sekitar 67%, sedangkan 8 orang atau

20. Satria Muh Fajar 3 2 3 3 2 2 50 Tidak

21. Tonny Majid 4 4 3 3 3 2 63,3 Ya

22. Vara Dina 3 3 3 4 3 2 60 Ya

23. Wildan Amardya

P.

3 3 4 3 2 2 56,7 Tidak

24. Arsa Adni 4 4 2 4 3 3 66,7 Ya

NILAI RATA-RATA

60,9

KETUNTASAN BELAJAR = 62%

<60 = 9 siswa >60 = 15 siswa

Page 66: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

sekitar 33% lainnya menunjukkan sikap kurang disiplin atau kurang tertib

mengikuti setiap kegiatan pembelajaran di kelas.

b) minat

Minat siswa terhadap pembelajaran berbicara dengan penerapan metode

bermain peran di siklus I, telah menunjukkan peningkatan dari kondisi awal

sebesar 42% menjadi sebesar 54%. Siswa tampak tertarik dan lebih antusias

mengikuti pembelajaran dengan metode bermain peran, sehingga perhatian

siswa pun lebih terfokus pada pelajaran. Adapun indikator pengukuran

minat siswa dapat dilihat dari hasil pengamatan peneliti dan diukur dari

jumlah siswa yang menampakkan ketertarikan dan kesungguhannya dalam

pembelajaran.

c) keaktifan

Keaktifan siswa dalam pembelajaran meningkat. Siswa terlihat lebih aktif

untuk merespons stimulus dari guru, aktif mengungkapkan gagasan dan

perasaannya secara lisan, aktif melakukan kegiatan tanya jawab, dan aktif

mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Keaktifan siswa dapat

diamati selama proses pembelajaran berlangsung.

d) kerja sama

Siswa yang menunjukkan sikap kerja sama yang baik selama mengikuti

pembelajaran berbicara sebesar 71% atau sebanyak 17 orang, sedangkan

29% atau 7 orang sisanya tampak belum mampu melakukan kerja sama

yang baik dengan anggota kelompoknya.

e) kesungguhan

Page 67: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Siswa yang menunjukkan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran

berbicara sebayak 18 orang atau sebesar 75%, sedangkan 6 orang lainnya

atau sekitar 25% menunjukkan sikap kurang serius selama mengikuti

pelajaran. Terlebih pada saat melakukan praktik berbicara di depan kelas,

mereka terlihat kurang bersungguh-sungguh dan sering bercanda dengan

sesama teman kelompoknya.

Selain meningkatkan kualitas proses pembelajaran, penerapan metode

bermain peran ini juga ikut meningkatkan hasil pembelajaran berbicara. Hal ini

terbukti dari 24 siswa yang melakukan tes berbicara, 15 siswa atau sekitar 62%

telah mencapai ketuntasan belajar dengan mendapat nilai 60 ke atas.

Ketuntasan belajar ini mengalami peningkatan dari kondisi awal sekitar 46%

atau sebanyak 11 siswa saja yang memenuhi standar ketuntasan.

Adapun kelemahan atau kekurangan yang ditemukan dari pelaksanaan

tindakan siklus I ini bersumber dari guru, siswa, dan metode pembelajarannya.

Guru belum mampu menciptakan situasi belajar yang mendukung siswa untuk

lebih aktif, antusias, dan berminat. Meskipun beberapa kali guru memberi

pertanyaan dan kesempatan kepada siswa untuk berpendapat, namun hal itu

kurang mendapat respon dan perhatian dari siswa. Hal tersebut menunjukkan

bahwa sikap dan keaktifan siswa masih sangat kurang.

Selanjutnya berdasarkan hasil pertemuan dan diskusi dengan beberapa

siswa mengenai kekurangan pelaksanaan pembelajaran siklus I, guru dan

peneliti merumuskan perencanaan pembelajaran yang baru sebagai bahan

perbaikan, yaitu:

Page 68: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

a) Mengganti prosedur/langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang pada

awalnya hanya berupa kegiatan ceramah dan tanya jawab, di siklus II

ditambahi dengan kegiatan penugasan. Meskipun metode pembelajaran

tetap menggunakan bermain peran, tetapi tema diskusi diganti. Pada siklus I

mengangkat tema ”Memilih Sesuatu yang Menarik”, maka di siklus II ini

mengambil tema lain, yaitu ”Peristiwa”.

b) Sebaiknya posisi guru saat pembelajaran tidak hanya berada di depan kelas.

Guru juga harus berkeliling untuk memonitor siswa yang berada di tempat

duduk deretan belakang, pojok, dan samping agar mereka dapat ikut

berpartisispasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu guru harus

lebih tegas menegur siswa yang tidak fokus saat mengikuti pembelajaran.

c) Guru menjadikan situasi belajar lebih aktif dan tidak cenderung monoton

(membosankan) dengan memberikan selingan humor dan lebih

mengakrabkan diri dengan siswa.

d) Untuk meningkatkan minat siswa, guru bisa melakukannya dengan sekedar

memberikan tepuk tangan, reward berupa pujian seperti: bagus sekali, baik

sekali, tepat sekali, atau bisa juga memberi nilai plus/tambahan kepada

siswa, atau pun memberi hadiah bagi siswa yang telah mencapai nilai 60 ke

atas.

e) Siswa yang merasa kurang jelas diberikan bimbingan/arahan secara khusus

dalam melakukan pembelajaran berbicara dengan metode bermain peran,

seperti memberi tambahan penjelasan mengenai peraturan bermain peran

dan skenarionya.

f) Diakhir pembelajaran hendaknya guru tidak lupa memberikan refleksi,

umpan balik atau penguatan atas materi yang telah disampaikan.

Perencanaan pembelajaran baru ini diharapkan mampu mengatasi

kekurangan yang ada di siklus I.

Page 69: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

2. Siklus Kedua

a. Perencanaan Tindakan

Tahap perencanaan ini dilakukan pada hari Sabtu, 7 Februari 2009 di

ruang guru SD Negeri Kopen I Teras Boyolali. Peneliti dan guru kelas

mendiskusikan rancangan tindakan yang dilakukan dalam proses penelitian

pada siklus II. Dari diskusi tersebut, disepakati bahwa pelaksanaan tindakan

siklus II akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pada hari Jumat, 13

Februari dan Senin, 16 Februari 2009. Dilaksanakan dalam dua kali pertemuan

dikarenakan adanya keterbatasan waktu, dalam satu jam pelajaran waktu yang

disediakan hanya 35 menit, dan hal itu dirasa tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan aktivitas pembelajaran dengan metode bermain peran ini.

Tahap perencanaan tindakan ini meliputi kegiatan sebagai berikut:

1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dengan

penerapan metode bermain peran, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(a) Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan menggali

pengalaman siswa yang berkaitan dengan materi pelajaran berbicara

pada saat itu.

(b) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa seputar pengetahuannya

tetang berbagai macam peristiwa faktual yang sedang terjadi di

lingkungan sekitar.

(c) Guru mengawali kegiatan inti dengan mengatur tempat duduk siswa

sesuai kelompok yang telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya.

(d) Guru membagikan surat kabar kepada masing-masing kelompok,

kemudian memintanya untuk mendata berbagai peristiwa faktual yang

sedang terjadi didalamnya.

(e) Guru bersama siswa mengidentifikasi sebuah peristiwa faktual yang

sedang terjadi di berbagai daerah, yaitu banjir.

Page 70: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

(f) Guru menugasi setiap kelompok untuk melakukan diskusi tentang

peristiwa “Banjir” dengan metode bermain peran.

(g) Guru dan siswa melakukan tahap persiapan, yaitu: membagikan skenario

role play, menentukan peran yang akan dimainkan setiap peserta,

menjelaskan skenario, menentukan aturan permainan, dan menjelaskan

tujuan pembelajaran.

(h) Siswa melakukan role play secara berkelompok. Setiap kelompok diberi

waktu 8 menit, dengan rincian 5 menit untuk pemeranan dan 3 menit

untuk refleksi dan evaluasi.

(i) Guru bersama siswa lain mengamati penampilan kelompok pemain.

(j) Di setiap akhir penampilan, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap

I (yaitu guru bersama siswa pengamat memberikan kritik, masukan, dan

komentar).

(k) Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi tahap I, guru meminta siswa

untuk menampilkan ulang perannya.

(l) Guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap II diakhir penampilan siswa

dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menanyakan hal-hal

yang belum dipahami.

(m) Guru menutup pelajaran.

2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

3) Guru dan peneliti mempersiapkan materi dan membuat skenario role play

siklus II dengan tema “Peristiwa” untuk dibagikan kepada siswa.

4) Peneliti dan guru mempersiapkan surat kabar.

5) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yang berupa penilaian tes

dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil praktik berbicara siswa dalam

bentuk diskusi (sesuai kompetensi dasar yang ingin dicapai). Untuk

instrumen nontes dinilai berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh

peneliti dan berdasarkan rubrik penilaian proses pembelajaran berbicara

yang meliputi: (a) kedisiplinan, (b) minat, (c) keaktifan, (d) kerja sama, dan

(e) kesungguhan siswa selama pembelajaran berlangsung.

Page 71: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

b. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan

pertama dilaksanakan pada hari Jumat, 13 Februari 2009 dan pertemuan kedua

pada hari Senin, 16 Februari 2009. Pelaksanaan tindakan tersebut dilakukan di

ruang kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali.

Dalam pelaksanaan tindakan II ini, guru bertindak sebagai pemimpin

jalannya kegiatan pembelajaran berbicara, sedangkan peneliti melakukan

observasi atau pengamatan terhadap proses pembelajaran. Peneliti bertindak

sebagai partisipan pasif yang berada di belakang ruang kelas untuk mengamati

jalannya pembelajaran.

Pelaksanaan tindakan siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada

hari Jumat, 13 Februari 2009 selama dua jam pelajaran, yaitu pukul 09.35-

10.45 WIB (jam pelajaran ke-5&6). Adapun urutan pelaksanaan tindakan II

pertemuan pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan menggali

pengalaman siswa yang berkaitan dengan materi pelajaran berbicara pada

saat itu.

2) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa seputar pengetahuannya tetang

berbagai macam peristiwa faktual yang sedang terjadi di lingkungan sekitar.

3) Guru mengawali kegiatan inti dengan mengatur tempat duduk siswa sesuai

kelompok yang telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya.

4) Guru membagikan surat kabar kepada masing-masing kelompok, kemudian

memintanya untuk mendata berbagai peristiwa faktual yang sedang terjadi

didalamnya.

5) Guru bersama siswa mengidentifikasi sebuah peristiwa faktual yang sedang

terjadi di berbagai daerah, yaitu banjir.

Page 72: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

6) Guru menugasi setiap kelompok untuk melakukan diskusi tentang peristiwa

“Banjir” dengan metode bermain peran.

7) Guru dan siswa melakukan tahap persiapan, yaitu: membagikan skenario

role play, menentukan peran yang akan dimainkan setiap peserta,

menjelaskan skenario, menentukan aturan permainan, dan menjelaskan

tujuan pembelajaran.

8) Siswa melakukan role play secara berkelompok. Setiap kelompok diberi

waktu 8 menit, dengan rincian 5 menit untuk pemeranan dan 3 menit untuk

refleksi dan evaluasi.

9) Guru bersama siswa lain mengamati penampilan kelompok pemain.

10) Di setiap akhir penampilan, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap I

(yaitu guru bersama siswa pengamat memberikan kritik, masukan, dan

komentar).

11) Guru meminta siswa mempersiapkan diri untuk melakukan penampilan

ulang pada pertemuan berikutnya.

12) Guru melakukan refleksi (memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami), kemudian menutup

pelajaran.

Pembelajaran berbicara dilanjutkan pada pertemuan kedua. Pelaksanaan

tindakan II pertemuan kedua tersebut dilaksanakan pada hari Senin, 16

Februari 2009 selama satu jam pelajaran, yaitu pukul 09.35-10.10 WIB (jam

pelajaran ke-5). Adapun urutan pelaksanaan tindakan II pertemuan kedua ini

meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) Guru membuka pelajaran dan mengulang sekilas materi pelajaran yang telah

disampaikan pada pertemuan sebelumnya dengan melakukan tanya jawab

dengan siswa.

Page 73: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

2) Guru meminta siswa menampilkan ulang diskusi kedua mereka tentang

banjir dengan metode bermain peran.

3) Di akhir penampilan ulang semua kelompok, guru melakukan refleksi dan

evaluasi tahap II (yaitu bersama siswa pengamat memberikan kritik,

masukan, dan komentar kepada siswa pemain).

4) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang

belum jelas, selanjutnya guru menutup pelajaran.

c. Observasi dan interpretasi

Observasi/pengamatan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 13 Februari

2009 pukul 09.35-10.45 WIB dan hari Senin, 16 Februari 2009 pukul 09.35-

10.10 WIB di ruang kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali. Kegiatan

peneliti selama tahap observasi yaitu mengamati proses pembelajaran berbicara

siswa kelas V dengan penerapan metode bermain peran. Pada hari itu guru

mengajarkan materi diskusi dengan tema “Peristiwa”.

Pengamatan difokuskan pada berlangsungnya proses pelaksanaan

pembelajaran, serta aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung.

Selain itu, kegiatan observasi siklus II ini dimaksudkan untuk mengetahui

apakah kelemahan di dalam proses pembelajaran pada siklus I sudah bisa

teratasi atau belum. Dalam pengamatan ini, peneliti bertindak sebagai

partisipan pasif yang berada di belakang ruang kelas agar bisa mengamati

proses pembelajaran yang dipimpin oleh guru.

Page 74: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran

tentang jalannya kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:

1) Sebelum mengajar, guru telah mempersiapkan rencana pembelajaran yang

akan dijadikan sebagai pedoman dalam mengajar. Rencana pembelajaran

tersebut sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia yang

terdapat di dalam kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut, yakni

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

2) Pelaksanaan tindakan siklus II berlangsung selama dua kali pertemuan. Pada

pertemuan pertama, jumlah siswa hadir 23 orang dan pada pertemuan kedua

semua siswa kelas V yang berjumlah 24 orang hadir.

3) Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran berbicara dengan baik dan

runtut, sesuai dengan rancangan pembelajaran yang dibuat.

4) Saat guru menyampaikan materi, sebagian besar siswa mengikuti dengan

baik. Namun, masih ada juga beberapa siswa yang tampak kurang serius

memperhatikan. Berdasarkan observasi pada siklus I, siswa yang kurang

serius mengikuti pelajaran disebabkan karena munculnya kebosanan pada

diri mereka, sehingga di siklus II ini untuk menyampaikan materi guru tidak

hanya terpaku pada buku melainkan membawa sumber rujukan lain, yaitu

surat kabar. Surat kabar tersebut dibagikan kepada setiap kelompok,

selanjutnya guru meminta mereka untuk mencari dan mengidentifikasi

peristiwa faktual yang ada didalamnya. Kegiatan mencari data dari surat

kabar ini terbukti mampu membuat siswa semakin tertarik mengikuti

pelajaran.

5) Setelah penyampaian materi selesai, selanjutnya siswa diberi tugas

berbicara/diskusi dengan menggunakan metode yang sama juga, yaitu

bermain peran. Tema pelajaran di siklus II adalah ”Peristiwa”. Adapun

skenario untuk kelima kelompok adalah sama, yaitu siswa disuruh untuk

memerankan skenario yang berisi tentang pembicaraan kepala desa bersama

dengan beberapa warganya mengenai musibah banjir yang sedang melanda

Page 75: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

daerahnya. Di setiap kelompok, masing-masing anak berperan sebagai

kepala desa, ketua RT, dokter, dan sisanya warga desa/korban banjir.

6) Kelima kelompok tampil secara berurutan, dan di saat satu kelompok

tampil, tugas siswa lain dan guru adalah menjadi pengamat yang akan

memberikan komentar di akhir penampilan tersebut. Penampilan kelima

kelompok semakin menunjukkan perkembangan, hampir semua siswa telah

mampu mengembangkan idenya.

7) Saat tahap evaluasi dan refleksi, jumlah siswa yang mau memberikan

komentar semakin bertambah. Hal ini dikarenakan guru telah menjalankan

saran dari analisis tindakan di siklus I, yaitu dengan memberikan reward,

baik berwujud nilai tambahan maupun pujian bagi siswa yang dapat

mengemukakan pendapatnya dengan tepat. Usaha pemberian reward ini

ternyata terbukti mampu membangkitkan minat siswa untuk

mengungkapkan komentar mereka, serta merespons pertanyaan dari guru

secara sukarela.

8) Kelemahan atau kekurangan selama pelaksanaan tindakan siklus II ini dapat

dilihat dari beberapa aspek berikut:

a. Kelemahan yang ditemukan dari guru, yaitu:

(1) Guru jarang menegur siswa yang gaduh saat pelajaran.

(2) Guru jarang memperingatkan siswa yang tidak fokus terhadap proses

pembelajaran yang sedang berlangsung.

b. Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu:

(1) Beberapa siswa terlihat belum sepenuhnya aktif dalam mengikuti

pembelajaran. Mereka lebih banyak melakukan aktivitas lain,

seperti: melamun, mengganggu teman, berbicara dengan teman

sebangku, menoleh ke belakang.

(2) Saat kegiatan tanya jawab, hanya beberapa siswa yang terlihat aktif

(itu pun hanya siswa yang sama).

(3) Saat tahap refleksi dan evaluasi, belum semua siswa berani ikut

memberikan komentar atas penampilan teman.

c. Kelemahan dari penerapan metode bermain peran berupa:

Page 76: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Bermain peran memungkinkan siswa untuk menampilkan bentuk

permainan peran, di mana setiap siswa membawakan peran yang berbeda

dengan siswa lain. Hal tersebut terasa sulit untuk dilakukan siswa

pemalu, karena saat tampil dia kurang menghayati perannya (kurang

maksimal). Bahkan ada beberapa siswa yang tampil dengan suara sangat

lirih sehingga tidak terdengar dari belakang.

9) Ketuntasan hasil belajar yang berupa kemampuan siswa dalam

mengungkapan pendapat, ide, gagasan, dan perasaannya dalam kegiatan

diskusi mencapai sekitar 83% . Hal ini terlihat dari hasil praktik berbicara

(bentuk diskusi) dan dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 60

(batas ketuntasan) ke atas, yaitu sebanyak 20 siswa.

Tabel 5. Perolehan Nilai Tes Berbicara pada Siklus II

Aspek Penilaian No

Nama Siswa

I II III IV V VI

Nilai

Ketuntasan

1. Deni Widiatmoko 3 3 3 4 3 2 60 Ya 2. Nur Halimah 3 2 4 4 3 2 60 Ya 3. Mentari Indah T. 4 3 4 4 4 3 73,3 Ya 4. Nur Fitri Agustina 3 3 3 3 2 2 53,3 Tidak 5. Rini Indrawati 4 3 4 4 3 3 70 Ya 6. Ardelia Ayu R. 4 4 4 4 3 3 73,3 Ya

Page 77: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

7. Agus Agung N. 4 3 3 5 4 5 80 Ya 8. Andika Eka Putra 3 3 3 3 3 3 60 Ya 9. Arfan Rifai 3 3 4 4 3 3 66,7 Ya 10. Berlian Iswari C. 4 4 4 5 4 4 83,3 Ya 11. Erdiana Isnaini F. 4 4 4 4 4 3 76,7 Ya 12. Muh Farkhan M. 4 4 3 4 5 4 80 Ya 13. Muh Naufi Al

Hafid 4 5 4 5 5 5 93,3 Ya

14. Melinda Suci R. 4 4 3 3 3 3 66,7 Ya 15. Miftahul Huda 3 2 2 3 3 2 50 Tidak 16. Nandya Ayu 4 4 4 4 4 4 80 Ya 17. Reza Gusnia 5 5 4 4 5 5 93,3 Ya 18. Rafli Nur Prima 4 4 3 4 4 3 73,3 Ya 19. Septi Endraswati 4 4 3 4 3 3 70 Ya 20. Satria Muh Fajar 3 2 3 3 3 3 56,7 Tidak 21. Tonny Majid 4 4 4 5 5 5 90 Ya 22. Vara Dina 5 4 4 4 4 4 83,3 Ya 23. Wildan Amardya

P. 3 4 3 3 2 2 56,7 Tidak

24. Arsa Adni 5 5 4 5 5 4 93,3 Ya NILAI RATA-RATA

72,6

KETUNTASAN BELAJAR = 83%

<60 = 4 siswa >60 = 20 siswa

Keterangan Aspek Penilaian:

I = lafal

II = intonasi/tekanan

III = tata bahasa

IV = struktur

V = kelancaran/kewajaran

VI = pemahaman

d. Analisis dan refleksi

Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas

pembelajaran berbicara siklus II ini (baik proses maupun hasil) semakin

menunjukkan adanya peningkatan dari siklus sebelumnya. Keberhasilan proses

Page 78: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

pembelajaran berbicara siklus II dapat dilihat dari beberapa indikator berikut

ini:

a. kedisiplinan

Siswa yang menunjukkan kedisiplinan dalam mengikuti pembelajaran

berbicara jumlahnya meningkat dari siklus I sebesar 67% menjadi sekitar

86% atau sebanyak 21 orang.

b. minat

Minat siswa terhadap pembelajaran berbicara dengan penerapan metode

bermain peran di siklus II telah mengalami peningkatan dari siklus I sebesar

54% menjadi 75%. Siswa tampak tertarik dan lebih antusias mengikuti

pembelajaran dengan metode bermain peran, sehingga perhatian siswa pun

lebih terfokus pada pelajaran. Adapun indikator pengukuran minat siswa

dapat dilihat dari hasil pengamatan peneliti dan diukur dari jumlah siswa

yang menampakkan ketertarikan dan kesungguhannya dalam pembelajaran.

c. keaktifan

Keaktifan siswa dalam pembelajaran berbicara siklus II telah mengalami

peningkatan dari siklus I sebesar 25% menjadi sebesar 58%. Siswa terlihat

lebih aktif untuk merespons stimulus dari guru, aktif mengungkapkan

gagasan dan perasaannya secara lisan, aktif melakukan kegiatan tanya

jawab, dan aktif mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.

Keaktifan siswa dapat diamati selama proses pembelajaran berlangsung.

d. kerja sama

Page 79: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Siswa yang menunjukkan sikap kerja sama yang baik selama mengikuti

pembelajaran berbicara sebesar 96% atau sebanyak 23 orang. Hal ini

meningkat dari persentase yang ada pada siklus I, yaitu hanya 71% siswa

yang menunjukkan kerja samanya.

e. kesungguhan

Siswa yang menunjukkan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran

berbicara mengalami peningkatan dari siklus I, yaitu dari 75% menjadi

sebesar 96% atau sebayak 23 orang.

Selain meningkatkan kualitas proses pembelajaran, penerapan metode

bermain peran ini juga ikut meningkatkan hasil pembelajaran berbicara.

Berdasarkan hasil evaluasi di akhir tindakan siklus II, diketahui bahwa

kemampuan berbicara siswa mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 62%

atau sebanyak 15 siswa menjadi sekitar 83%. Hal ini terbukti dari 24 siswa

yang melakukan praktik berbicara, 20 siswa telah mencapai ketuntasan belajar

dengan mendapat nilai 60 ke atas.

Adapun kelemahan atau kekurangan yang ditemukan dari pelaksanaan

tindakan siklus II ini bersumber dari guru dan siswa. Walaupun guru sudah

mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif dan dapat meningkatkan

minat siswa, tetapi guru belum mampu mengajak siswa untuk bersikap aktif

selama pembelajaran. Sementara itu siswa pun masih terlihat kurang fokus

mengikuti pembelajaran, terbukti dengan masih banyaknya siswa yang

melakukan aktivitas lain saat pelajaran, seperti: melamun, mengganggu teman,

dan berbicara dengan teman sebangku.

Page 80: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Selanjutnya berdasarkan hasil pertemuan dan diskusi dengan beberapa

siswa mengenai kekurangan pelaksanaan pembelajaran siklus II, guru dan

peneliti merumuskan perencanaan pembelajaran yang baru sebagai bahan

perbaikan, yaitu:

a) Mengganti tugas berbicara siswa. Pada siklus I dan II guru menghendaki

siswa melakukan praktik berbicara dalam bentuk diskusi, maka untuk siklus

selanjutnya (siklus III) guru dan peneliti mengganti tugas berbicara siswa

menjadi praktik bermain drama. Hal ini dilakukan dengan harapan agar

siswa tidak merasa bosan.

b) Guru bersikap lebih tegas kepada siswa yang tidak tertib saat mengikuti

pembelajaran, dengan memberi teguran, peringatan, atau bahkan hukuman

bagi siswa yang sudah tidak bisa diingatkan.

c) Guru menciptakan situasi belajar yang menyenangkan agar siswa semakin

berminat dalam mengikuti pelajaran sehingga akan lebih meningkatkan

keaktifannya.

d) Untuk memotivasi siswa agar tidak takut atau malu saat melakukan praktik

berbicara di depan kelas, guru bisa melakukannya dengan sekedar

memberikan tepuk tangan, reward berupa pujian seperti: bagus sekali, baik

sekali, tepat sekali, atau bisa juga memberi nilai plus/tambahan kepada

siswa, atau pun memberi hadiah bagi siswa yang telah mencapai nilai 60 ke

atas.

Perbaikan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran baru ini

diharapkan mampu mengatasi kekurangan yang ada di siklus II.

3. Siklus Ketiga

a. Perencanaan Tindakan

Page 81: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Tahap perencanaan ini dilakukan pada hari Sabtu, 21 Februari 2009 di

ruang guru SD Negeri Kopen I Teras Boyolali. Peneliti dan guru kelas

mendiskusikan rancangan tindakan yang dilakukan dalam proses penelitian

pada siklus III. Dari diskusi tersebut, disepakati bahwa pelaksanaan tindakan

siklus III akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pada hari Senin, 23

Februari dan, Jumat 27 Februari 2009. Dilaksanakan dalam dua kali pertemuan

dikarenakan adanya keterbatasan waktu, dalam satu jam pelajaran waktu yang

disediakan hanya 35 menit, dan hal itu dirasa tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan aktivitas pembelajaran dengan metode bermain peran ini.

Tahap perencanaan tindakan ini meliputi kegiatan sebagai berikut:

1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dengan

penerapan metode bermain peran, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(a) Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan menggali

pengalaman siswa yang berkaitan dengan materi pelajaran berbicara

pada saat itu (Bermain Drama Pendek).

(b) Guru mengawali kegiatan inti dengan mengatur tempat duduk siswa

sesuai kelompok yang telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya.

(c) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa seputar pengetahuannya

tetang drama.

(d) Guru menjelaskan materi drama, selanjutnya memberikan contoh naskah

drama pendek kepada siswa.

(e) Guru meminta siswa membaca naskah drama tersebut.

(f) Guru menugasi setiap kelompok untuk melakukan kegiatan bermain

drama berdasarkan tema pelajaran pada saat itu, yaitu “Kesehatan”

dengan metode bermain peran.

(g) Guru dan siswa melakukan tahap persiapan, yaitu: membagikan skenario

role play yang akan dikembangkan siswa menjadi kerangka naskah

Page 82: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

drama, menentukan peran yang akan dimainkan setiap peserta,

menjelaskan skenario, menentukan aturan permainan, dan menjelaskan

tujuan pembelajaran.

(h) Siswa melakukan kegiatan bermain drama dengan metode role play

secara berkelompok. Setiap kelompok diberi waktu 8 menit, dengan

rincian 5 menit untuk pemeranan dan 3 menit untuk refleksi dan

evaluasi.

(i) Guru bersama siswa lain mengamati penampilan kelompok pemain.

(j) Di setiap akhir penampilan, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap I

(yaitu guru bersama siswa pengamat memberikan kritik, masukan, dan

komentar).

(k) Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi tahap I, guru meminta siswa

untuk menampilkan ulang perannya.

(l) Siswa menampilkan ulang dramanya.

(m) Guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap II diakhir penampilan siswa

dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menanyakan hal-hal

yang belum dipahami.

(n) Guru menutup pelajaran.

2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

3) Guru dan peneliti mempersiapkan materi dan membuat skenario role play

siklus III dengan tema “Kesehatan” untuk dibagikan kepada siswa.

4) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian yang berupa penilaian tes

dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil praktik berbicara siswa dalam

bentuk diskusi (sesuai kompetensi dasar yang ingin dicapai). Untuk

instrumen nontes dinilai berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh

peneliti dan berdasarkan rubrik penilaian proses pembelajaran berbicara

yang meliputi: (a) kedisiplinan, (b) minat, (c) keaktifan, (d) kerja sama, dan

(e) kesungguhan siswa selama pembelajaran berlangsung.

b. Pelaksanaan Tindakan

Page 83: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Tindakan siklus III dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan

pertama dilaksanakan pada hari Senin, 23 Februari 2009 dan pertemuan kedua

pada hari Jumat, 27 Februari 2009. Pelaksanaan tindakan tersebut dilakukan di

ruang kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali.

Dalam pelaksanaan tindakan III ini, guru bertindak sebagai pemimpin

jalannya kegiatan pembelajaran berbicara, sedangkan peneliti melakukan

observasi atau pengamatan terhadap proses pembelajaran. Peneliti bertindak

sebagai partisipan pasif yang berada di belakang ruang kelas untuk mengamati

jalannya pembelajaran.

Pelaksanaan tindakan siklus III pertemuan pertama dilaksanakan pada

hari Senin, 23 Februari 2009 selama dua jam pelajaran, yaitu pukul 09.35-

10.45 WIB (jam pelajaran ke-5&6). Adapun urutan pelaksanaan tindakan III

pertemuan pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa seputar pengetahuannya tetang

materi drama.

2) Guru memberi penjelasan tentang materi drama dan menunjukkan contoh

dialog drama dari buku pelajaran.

3) Guru meminta siswa membaca dialog drama tersebut.

4) Guru menugasi siswa untuk bermain drama dengan tema kesehatan, secara

berkelompok.

5) Guru dan siswa melakukan tahap persiapan, yaitu: membagikan skenario

role play yang akan dikembangkan menjadi kerangka naskah drama pendek

oleh masing-masing kelompok, menentukan peran yang akan dimainkan

setiap peserta, menentukan aturan permainan, dan menjelaskan tujuan

pembelajaran.

Page 84: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

6) Setelah tahap persiapan selesai, guru meminta siswa untuk memulai kegiatan

bermain drama berdasarkan skenario yang telah ditentukan dengan metode

bermain peran secara berkelompok. Setiap kelompok mendapatkan waktu 8

menit dengan rincian 5 menit untuk pemeranan dan 3 menit untuk refleksi

dan evaluasi.

7) Guru bersama siswa lain mengamati penampilan kelompok pemain.

8) Di setiap akhir penampilan, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap I

(yaitu guru bersama siswa pengamat memberikan kritik, masukan, dan

komentar).

9) Guru meminta siswa mempersiapkan diri untuk melakukan penampilan

ulang pada pertemuan berikutnya.

10) Guru melakukan refleksi (memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami), kemudian menutup

pelajaran.

Pembelajaran berbicara dilanjutkan pada pertemuan kedua. Pelaksanaan

tindakan III pertemuan kedua tersebut dilaksanakan pada hari Jumat, 27

Februari 2009 selama dua jam pelajaran, yaitu pukul 09.35-10.45 WIB (jam

pelajaran ke-5&6). Adapun urutan pelaksanaan tindakan III pertemuan kedua

ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1) Guru membuka pelajaran dan mengulang sekilas materi pelajaran yang telah

disampaikan pada pertemuan sebelumnya dengan melakukan tanya jawab

dengan siswa.

2) Guru meminta siswa menampilkan ulang drama pendek mereka setelah

mendapat evaluasi dari guru dan teman kelompok yang lain pada pertemuan

sebelumnya (secara bergantian).

Page 85: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

3) Di akhir penampilan ulang semua kelompok, guru melakukan refleksi dan

evaluasi tahap II (yaitu bersama siswa pengamat memberikan kritik,

masukan, dan komentar kepada siswa pemain).

4) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang

belum jelas, selanjutnya guru menutup pelajaran.

c. Observasi dan interpretasi

Observasi/pengamatan ini dilaksanakan pada hari Senin, 23 Februari

pukul 09.35-10.45 WIB dan Jumat, 27 Februari 2009 pukul 09.35-10.45 WIB

di ruang kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali. Kegiatan peneliti selama

tahap observasi yaitu mengamati proses pembelajaran berbicara siswa kelas V

dengan penerapan metode bermain peran.

Pada siklus III ini guru juga menerapkan bermain peran sebagai metode

pembelajaran berbicara, namun kompetensi dasar yang dijadikan pedoman

berbeda dengan kompetensi dasar pembelajaran berbicara di kedua siklus

sebelumnya, yaitu” Memerankan Tokoh Drama dengan Lafal, Intonasi, dan

Ekspresi yang Tepat”. Alasan guru mengganti kompetensi dasar tersebut

adalah agar siswa tidak merasa bosan melakukan praktik berbicara dalam

bentuk diskusi yang telah dilakukan dalam siklus I dan II. Meskipun ada

perubahan kompetensi dasar yang digunakan, namun dasar pembelajaran

tetap bertumpu pada standar kompetensi yang sama, yaitu ”Mengungkapkan

Pikiran dan Perasaan Secara Lisan dalam Diskusi dan Bermain Drama”.

Pengamatan difokuskan pada berlangsungnya proses pelaksanaan

pembelajaran, serta aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran

Page 86: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

berlangsung. Selain itu, kegiatan observasi siklus III ini dimaksudkan untuk

mengetahui apakah kelemahan di dalam proses pembelajaran pada siklus II

sudah bisa teratasi atau belum. Dalam pengamatan ini, peneliti bertindak

sebagai partisipan pasif yang berada di belakang ruang kelas agar bisa

mengamati proses pembelajaran yang dipimpin oleh guru.

Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran

tentang jalannya kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:

1) Sebelum mengajar, guru telah mempersiapkan rencana pembelajaran yang

akan dijadikan sebagai pedoman dalam mengajar. Rencana pembelajaran

tersebut sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia yang

terdapat di dalam kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut, yakni

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

2) Pelaksanaan tindakan siklus III berlangsung dalam dua kali pertemuan. Pada

pertemuan pertama, jumlah siswa hadir 22 orang dan pada pertemuan kedua

semua siswa kelas V yang berjumlah 24 orang hadir.

3) Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran berbicara dengan baik dan

semakin menunjukkan adanya peningkatan (dalam hal pengelolaan kelas).

Seperti pada kedua siklus sebelumnya, guru mengawali kegiatan

pembelajaran dengan memberikan apersepsi melalui kegiatan tanya jawab

dengan siswa seputar materi drama. Kegiatan inti diawali dengan pemberian

penjelasan materi oleh guru, kemudian guru menunjukkan contoh naskah

drama dan menugasi siswa untuk membacanya.

4) Setelah penyampaian materi selesai dan siswa merasa paham, selanjutnya

siswa diberi tugas berbicara. Berbeda dengan pelaksanaan kedua siklus

sebelumnya, dalam siklus III ini tugas yang harus dikerjakan siswa, yaitu

melakukan kegiatan bermain drama (sesuai dengan kompetensi dasar) yang

juga dipraktikkan dengan menggunakan metode bermain peran. Tema

pelajaran di siklus III yaitu ”Kesehatan”. Adapun skenario yang akan

Page 87: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

diperankan oleh kelima kelompok adalah sama, yaitu memerankan suatu

kejadian tentang akibat yang diterima seorang anak karena suka jajan

sembarangan.

5) Kelima kelompok tampil secara berurutan, dan di saat satu kelompok

tampil, tugas siswa lain dan guru adalah menjadi pengamat yang akan

memberikan komentar di akhir penampilan tersebut. Penampilan kelima

kelompok semakin menunjukkan peningkatan. Semua siswa sudah mampu

berbicara dengan lancar, terampil mengungkapkan pikiran dan perasaannya

dengan bahasa yang baik, dan mampu mengmbangkan skenario yang

diberikan menjadi sebuah cerita yang berbeda-beda antarkelompok.

6) Saat tahap evaluasi dan refleksi, hampir semua siswa telah memberikan

komentar dan komentar tersebut semakin beragam. Siswa terlihat semakin

berani dan terampil menggunakan bahasa lisan. Hal ini dikarenakan guru

selalu berusaha memberikan motivasi demi meningkatkan minat dan

keaktifan siswa.

7) Selama proses pembelajaran berlangsung, hampir semua siswa

mengikutinya dengan baik, tertib dan penuh kesungguhan.

8) Kelemahan atau kekurangan selama pelaksanaan tindakan siklus III hampir

tidak terlihat lagi. Dengan kata lain, guru telah mampu mengatasi segala

kelemahan yang terjadi pada kedua siklus sebelumnya dengan baik. Siswa

telah menunjukkan perbaikan sikap dalam mengikuti pembelajaran, hanya

ada sedikit saja kelemahan yang masih terlihat di dalam pelaksanaan

tindakan siklus III ini yang ditemukan dari metode bermain peran, yaitu

lebih mengarah pada sifat dan karakteristik bermain peran itu sendiri. Di

mana pada dasarnya bermain peran berwujud sebuah permainan,

peraturannya pun bersifat fleksibel (mudah diubah dan disesuaikan dengan

keadaan), sehingga pelaksanaannya cenderung didasarkan pada sifat

bermain/permainan. Hal seperti inilah yang membuat beberapa siswa kurang

serius, karena dia merasa sedang berada dalam situasi bermain bukan

belajar.

Page 88: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

9) Ketuntasan hasil belajar yang berupa kemampuan siswa dalam

mengungkapan pendapat, ide, gagasan, dan perasaannya dalam kegiatan

bermain drama mencapai 100% . Hal ini terlihat dari hasil praktik berbicara

dan dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 (batas ketuntasan)

ke atas, yaitu sebanyak 24 siswa.

Tabel 6. Perolehan Nilai Tes Berbicara pada Siklus III

Aspek Penilaian No

Nama Siswa I II III IV V VI

Nilai

Ketuntasan

1. Deni Widiatmoko 4 3 4 4 3 3 70 Ya

2. Nur Halimah 3 3 3 4 3 4 66,7 Ya

3. Mentari Indah T. 4 4 4 4 3 3 73,3 Ya

4. Nur Fitri Agustina 3 3 3 4 3 2 60 Ya

5. Rini Indrawati 4 3 4 4 3 3 70 Ya

6. Ardelia Ayu R. 4 4 4 4 3 3 73,3 Ya

7. Agus Agung N. 4 4 3 4 3 3 70 Ya

8. Andika Eka Putra 3 3 3 4 3 3 63,3 Ya

9. Arfan Rifai 4 3 3 4 3 3 66,7 Ya

10. Berlian Iswari C. 4 5 4 5 3 4 83,3 Ya

11. Erdiana Isnaini F. 4 4 4 5 4 4 83,3 Ya

12. Muh Farkhan M. 4 4 4 4 3 4 76,7 Ya

13. Muh Naufi Al

Hafid

5 5 4 5 5 5 96,7 Ya

14. Melinda Suci R. 4 3 3 4 3 4 70 Ya

15. Miftahul Huda 3 3 3 4 3 2 60 Ya

16. Nandya Ayu 4 4 4 5 4 4 83,3 Ya

17. Reza Gusnia 5 5 3 5 5 5 93,3 Ya

18. Rafli Nur Prima 4 4 4 4 3 3 73,3 Ya

19. Septi Endraswati 4 5 4 5 5 4 90 Ya

20. Satria Muh Fajar 3 4 3 4 4 4 73,3 Ya

21. Tonny Majid 4 4 4 4 4 4 80 Ya

Page 89: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

22. Vara Dina 4 4 4 5 4 4 83,3 Ya

23. Wildan Amardya

P.

4 4 3 4 3 3 70 Ya

24. Arsa Adni 5 5 5 5 5 4 96,7 Ya

NILAI RATA-RATA

76,1

KETUNTASAN BELAJAR = 100%

<60 = tidak ada >60 = 24 siswa

Keterangan Aspek Penilaian:

I = lafal

II = intonasi/tekanan

III = tata bahasa

IV = struktur

V = kelancaran/kewajaran

VI = pemahaman

d. Analisis dan refleksi

Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas

pembelajaran berbicara siklus III ini (baik proses maupun hasil) telah

menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dari kedua siklus

sebelumnya. Keberhasilan proses pembelajaran berbicara siklus III dapat

dilihat dari beberapa indikator berikut ini:

a. kedisiplinan

Siswa yang menunjukkan kedisiplinan dalam mengikuti pembelajaran

berbicara di siklus III ini, jumlahnya tidak berubah dari siklus II, yaitu

sebanyak 21 orang atau sekitar 86%.

b. minat

Minat siswa terhadap pembelajaran berbicara dengan penerapan metode

bermain peran di siklus III telah menunjukkan adanya peningkatan dari

Page 90: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

siklus II sebesar 75% menjadi sebesar 96%. Penerapan metode bermain

peran ini berhasil membuat siswa lebih berminat dan termotivasi

mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara. Minat dan motivasi ini

sangat menentukan keberhasilan belajar siswa, sehingga siswa merasa

lebih tertarik dan tertantang untuk semakin mengasah kemampuannya

dalam kegiatan berbicara. Selain itu siswa juga terlihat lebih rileks di

dalam mengikuti proses pembelajaran, hal ini disebabkan karena situasi

pembelajaran yang tercipta melalui penerapan metode bermain peran

hampir sama dengan situasi bermain. Jadi siswa merasa lebih nyaman dan

mudah dalam menginterpretasikan tugas berbicara mereka.

c. keaktifan

Keaktifan siswa dalam pembelajaran berbicara siklus III telah mengalami

peningkatan dari siklus II sebesar 58% menjadi sebesar 92%. Berdasarkan

pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung, terbukti siswa

terlihat lebih aktif untuk merespons stimulus dari guru, aktif

mengungkapkan gagasan dan perasaannya secara lisan, aktif melakukan

kegiatan tanya jawab, dan aktif mengerjakan tugas-tugas yang diberikan

oleh guru.

d. kerja sama

Kerja sama siswa di siklus III ini mengalami penurunan dari siklus II,

yaitu dari 96% menjadi 71%. Berdasarkan observasi, penurunan kerja

sama siswa tersebut terindikasi dari sikap masing-masing siswa yang lebih

menonjolkan kemampuan pribadinya, walaupun tugas berbicara di siklus

Page 91: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

III ini adalah bermain drama tetapi mereka seakan-akan ingin

menunjukkan diri sebagai yang terbaik. Hal seperti itulah yang membuat

penampilan setiap kelompok terlihat tidak kompak lagi seperti pada tugas

diskusi sebelumnya.

e. kesungguhan

Siswa yang menunjukkan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran

berbicara di siklus III ini juga mengalami penurunan dari siklus

sebelumnya, yaitu dari 96% menjadi 79%. Berdasarkan pengamatan

peneliti dan evaluasi dari guru, penurunan kesungguhan belajar siswa ini

tampak dari tingkah laku sebagian besar siswa yang menunjukkan sikap

kurang serius selama mengikuti pelajaran. Terlebih pada saat melakukan

tugas berbicara di depan kelas (bermain drama), mereka terlihat kurang

bersungguh-sungguh dan sering bercanda dengan sesama teman

kelompoknya.

Penerapan metode bermain peran ini selain meningkatkan kualitas

proses pembelajaran, juga ikut meningkatkan hasil pembelajaran berbicara

siswa. Berdasarkan hasil evaluasi di akhir tindakan siklus III, diketahui

bahwa kemampuan berbicara siswa mengalami peningkatan dari siklus II

sebesar 83% menjadi 100%. Hal ini terbukti dari 24 siswa yang melakukan

praktik berbicara, semuanya telah mencapai ketuntasan belajar dengan

mendapat nilai 60 ke atas.

Dengan adanya refleksi dan perbaikan langkah-langkah pembelajaran

di setiap akhir kedua siklus sebelumnya, maka kelemahan atau kekurangan

Page 92: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

dari pelaksanaan tindakan siklus III ini hampir tidak terlihat lagi. Guru sudah

mampu menciptakan situasi belajar yang mendukung siswa untuk lebih aktif.

Meskipun pada siklus III terjadi penurunan persentase kerja sama dan

kesungguhan siswa, namun hal tersebut tidak menjadi masalah yang berarti

karena sejak awal proses pembelajaran yang diamati hanya terfokus pada

minat dan keaktifan siswa saja dan dapat dikatakan secara keseluruhan proses

dan hasil pembelajaran mengalami peningkatan yang sangat memuaskan.

Perhatian siswa telah terfokus terhadap proses pembelajaran berbicara dan

hampir semua siswa dengan sukarela mau mengemukakan pendapatnya dan

menjawab pertanyaan tanpa ditunjuk oleh guru. Berdasarkan hasil tugas

diskusi yang telah dikerjakan siswa, dapat disimpulkan bahwa metode

bermain peran terbukti dapat meningkatkan kemampuan berbicara mereka.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan tindakan dapat dinyatakan bahwa terjadi

peningkatan kualitas pembelajaran, baik proses maupun hasil kemampuan

berbicara dengan menggunakan metode bermain peran dari siklus I sampai

dengan siklus III. Secara garis besar penelitian ini telah berhasil menjawab

rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti, yaitu apakah penerapan

metode bermain peran dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil

pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Kopen I Teras

Boyolali tahun ajaran 2008/2009?

Page 93: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Adapun jawaban untuk perumusan masalah di atas adalah: Penelitian

tindakan kelas (classroom action research) terhadap peningkatan kemampuan

berbicara siswa kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali melalui penerapan

metode bermain peran ini dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan uraian kegiatan

sebagai berikut: Sebelum melaksanakan siklus I, peneliti melakukan survei

awal untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dan kondisi yang ada di

lapangan. Berdasarkan hasil kegiatan survei awal ini peneliti menemukan

bahwa kualitas proses dan hasil kemampuan berbicara siswa dalam

pembelajaran Bahasa

Indonesia di kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali masih tergolong

rendah. Oleh karena itu, peneliti membuat kesepakatan untuk berkolaborasi

dengan guru kelas untuk mengatasi masalah tersebut dengan menerapkan

metode bermain peran dalam pembelajaran berbicara.

Guru kelas selanjutnya menyusun rencana pembelajaran guna

melaksanakan siklus I. Siklus I merupakan tindakan awal untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan di dalam pembelajaran berbicara. Pada siklus I

guru menerapkan bermain peran sebagai metode pembelajaran berbicara

dengan berdasar pada kompetensi dasar yang disesuaikan dengan silabus, yaitu

“Mengomentari Persoalan Faktual disertai Alasan yang Mendukung dengan

Memperhatikan Pilihan Kata dan Santun Berbahasa dalam Kegiatan Diskusi”.

Berdasarkan kesepakatan, guru dan peneliti menentukan tema pembelajaran

“Memilih Sesuatu yang Menarik”.

Page 94: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Adapun tugas yang harus dikerjakan siswa pada siklus I ini adalah

melakukan kegiatan diskusi secara berkelompok. Tugas tersebut dipraktikkan

dengan menggunakan metode bermain peran. Dalam bermain peran kali ini,

siswa disuruh untuk memerankan skenario mengenai tugas ketua kelas yang

sedang melakukan diskusi bersama dengan beberapa siswa lain mengenai

rencana kegiatan liburan sekolah minggu depan. Di setiap kelompok, masing-

masing anak berperan sebagai ketua kelas, wakil ketua kelas, dan sisanya

sebagai siswa biasa.

Dari pelaksanaan siklus I tersebut diperoleh deskripsi hasil

pembelajaran berbicara yang menyatakan bahwa masih terdapat beberapa

kekurangan atau kelemahan di dalam pelaksanaan tindakan. Kekurangan

tersebut berasal dari guru, siswa maupun metode yang digunakan. Kelemahan

atau kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan tindakan siklus I ini dapat

dikatakan sebagai faktor penyebab rendahnya hasil tes berbicara siswa. Hal

tersebut dapat dilihat dari jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas 60

(tuntas) hanya 15 siswa atau sekitar 62% dari jumlah keseluruhan siswa.

Selanjutnya kekurangan-kekurangan tersebut dievaluasi oleh peneliti dan guru

hingga menghasilkan perencanaan pembelajaran baru, yang diharap mampu

mengatasi kekurangan dalam pelaksanaan tindakan siklus I.

Siklus II selanjutnya dilaksanakan untuk mengatasi

kekurangan/kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran siklus I. Pada

siklus II ini guru juga menerapkan bermain peran sebagai metode pembelajaran

berbicara dengan berdasar pada kompetensi dasar yang masih sama, yaitu

Page 95: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

“Mengomentari Persoalan Faktual disertai Alasan yang Mendukung dengan

Memperhatikan Pilihan Kata dan Santun Berbahasa dalam Kegiatan Diskusi”.

Hanya tema pelajarannya saja yang diubah dengan tujuan agar siswa tidak

bosan, adapun tema pelajaran di siklus II adalah “Peristiwa”. Tugas yang harus

dikerjakan siswa pada siklus II masih sama seperti tugas siklus I, yaitu

melakukan kegiatan diskusi secara berkelompok (hanya tema yang berubah).

Tugas tersebut juga dipraktikkan dengan menggunakan metode bermain peran.

Dalam bermain peran kali ini, siswa disuruh untuk memerankan skenario yang

berisi tentang pembicaraan kepala desa bersama dengan beberapa warganya

mengenai musibah banjir yang sedang melanda daerahnya. Di setiap

kelompok, masing-masing anak berperan sebagai kepala desa, ketua RT,

dokter, dan sisanya warga desa/korban banjir.

Berdasarkan pelaksanaan siklus II terbukti bahwa telah terjadi

peningkatan proses dan hasil pembelajaran berbicara dari siklus I. Peningkatan

proses dapat dilihat dari meningkatnya minat dan keaktifan siswa dalam

mengikuti pembelajaran, sedangkan peningkatan hasil terbukti dari

meningkatnya jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar (mengikuti tes

berbicara dalam bentuk diskusi). Pada siklus I siswa yang dinyatakan tuntas

dan memiliki kemampuan berbicara dengan baik sejumlah 15 orang, dan pada

siklus II terjadi peningkatan menjadi 20 orang. Meskipun terjadi peningkatan

kemampuan berbicara yang cukup signifikan pada siklus II, namun masih

ditemukan juga beberapa kekurangan/kelemahan didalamnya. Kekurangan dan

kelemahan tersebut diantaranya, yaitu guru masih jarang menegur siswa yang

Page 96: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

gaduh, siswa belum sepenuhnya aktif dalam mengikuti setiap kegiatan

pembelajaran, dan masih ada beberapa siswa yang terlihat sulit mengikuti

permainan karena malu meskipun mereka tampil secara berkelompok.

Selanjutnya berdasarkan diskusi antara guru dan peneliti, dirancanglah

rencana pembelajaran baru untuk siklus selanjutnya, yaitu siklus III yang akan

dilaksanakan untuk mengatasi kelemahan/kekurangan yang terjadi pada

pelaksanaan tindakan siklus II. Siklus III merupakan perencanaan siklus terakhir

dalam tindakan penelitian ini, sehingga pada siklus ini guru dan peneliti berusaha

memperkecil segala kelemahan yang terjadi selama pembelajaran berbicara

berlangsung.

Pada siklus III ini guru juga menerapkan bermain peran sebagai metode

pembelajaran berbicara, namun kompetensi dasar yang dijadikan pedoman

berbeda dengan kompetensi dasar pembelajaran berbicara di kedua siklus

sebelumnya, yaitu” Memerankan Tokoh Drama dengan Lafal, Intonasi, dan

Ekspresi yang Tepat”. Alasan guru dan peneliti mengganti kompetensi dasar

tersebut adalah agar siswa tidak merasa bosan melakukan praktik berbicara dalam

bentuk diskusi yang telah dilakukan dalam siklus I dan II. Meskipun ada

perubahan kompetensi dasar yang digunakan, namun dasar pembelajaran tetap

bertumpu pada standar kompetensi yang sama, yaitu ”Mengungkapkan Pikiran

dan Perasaan Secara Lisan dalam Diskusi dan Bermain Drama”.

Tema pelajaran di siklus III yaitu ”Kesehatan”. Berbeda dengan pelaksanaan

kedua siklus sebelumnya, dalam siklus III ini tugas yang harus dikerjakan siswa,

yaitu melakukan kegiatan bermain drama (sesuai dengan kompetensi dasar) yang

juga dipraktikkan dengan menggunakan metode bermain peran. Adapun skenario

yang akan diperankan oleh kelima kelompok adalah sama, yaitu memerankan

suatu kejadian tentang akibat yang diterima seorang anak karena suka jajan

sembarangan.

Dari pelaksanaan siklus III terbukti bahwa telah terjadi peningkatan proses

dan hasil pembelajaran berbicara dari siklus II. Peningkatan proses dapat dilihat

dari meningkatnya minat dan keaktifan keseluruhan siswa, sedangkan peningkatan

Page 97: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

hasil terbukti dari meningkatnya jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar

dari 20 menjadi 24 orang.

Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan, guru dikatakan telah

berhasil melaksanakan pembelajaran berbicara dengan penerapan metode bermain

peran sehingga mampu menarik minat siswa yang berakibat pada meningkatnya

kemampuan berbicara siswa. Keberhasilan penerapan metode bermain peran

dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara dapat

dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:

1. Meningkatnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berbicara.

Sebelum tindakan penelitian dilaksanakan, siswa terlihat kurang berminat

mengikuti proses pembelajaran berbicara di kelas. Berdasarkan data awal

penelitian, diketahui bahwa jumlah siswa yang menunjukkan minatnya

terhadap pembelajaran berbicara sebanyak 10 orang atau sebesar 42% dari

jumlah keseluruhan 24 orang. Rendahnya minat siswa antara lain disebabkan

oleh cara mengajar guru yang masih bersifat sederhana dan monoton karena

hanya bertumpu pada materi buku pelajaran. Setelah pelaksanaan tindakan,

maka diperoleh kesimpulan bahwa jumlah siswa yang berminat terhadap

pembelajaran berbicara semakin meningkat, yaitu menjadi 54% atau sebanyak

13 orang (di siklus I), 75% atau sebanyak 18 orang (di siklus II), dan 96% atau

sebanyak 23 orang (di siklus III).

2. Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara.

Keaktifan siswa di setiap siklus semakin menunjukkan adanya

peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan persentase keaktifan

siswa antarsiklus, yaitu dari 25% atau sebanyak 6 orang (di siklus I) menjadi

58% atau sebanyak 14 orang (di siklus II), dan 92% atau sebanyak 22 orang (di

siklus III).

Sebelum tindakan penelitian dilakukan, sebagian besar siswa memang

terlihat kurang aktif di kelas, bahkan saat guru memancing mereka agar berani

mengungkapkan pikirannya secara lisan melalui kegiatan tanya jawab dan

penugasan (praktik berbicara) hanya beberapa siswa saja yang meresponnya

dengan aktif, sementara sisanya tidak berani berpendapat sebelum guru

Page 98: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

menunjuknya. Setelah guru menerapkan bermain peran sebagai metode

pembelajaran di kelas, keaktifan siswanya semakin meningkat. Siswa yang

awalnya kurang aktif menjadi aktif, dan siswa yang sudah aktif terlihat

semakin menunjukkan keaktifan.

3. Meningkatnya kemampuan siswa dalam melakukan aktivitas berbicara.

Sebelum diadakan tindakan, sebagian besar siswa mengalami kesulitan

dalam melakukan praktik berbicara di kelas, mereka merasa sulit

mengungkapkan pikiran maupun perasaannya dalam semua kegiatan yang

berhubungan dengan pembelajaran berbicara, seperti kegiatan tanya jawab,

diskusi, bercerita, maupun berpendapat. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil

observasi kondisi awal siswa saat mengikuti pembelajaran berbicara di kelas.

Sebagian besar siswa masih belum mampu tampil di depan kelas untuk

melakukan praktik berbicara dengan baik, bahkan ada beberapa siswa yang

sama sekali tidak mampu berbicara meskipun dengan bahasa yang sederhana.

Pada dasarnya siswa tampak takut, ragu, dan malu ketika ingin mengeluarkan

pendapat dan menyampaikan perasaanya secara individu.

Rendahnya kemampuan berbicara siswa juga dapat dilihat dari hasil tes

berbicara siswa pada semester I, yaitu hanya 46% atau sebanyak 11 siswa yang

dinyatakan lulus. Setelah diadakan tindakan melalui penerapan metode

bermain peran, kemampuan berbicara siswa mengalami peningkatan.

Berdasarkan hasil wawancara, siswa menyatakan merasa lebih mudah

melakukan praktik berbicara secara berkelompok, sehingga menjadikan mereka

lebih berani dan tidak malu untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya

secara lisan di depan kelas. Siswa yang awalnya tidak mampu berbicara dengan

lancar, setelah tampil secara berkelompok menjadi lebih termotivasi oleh

teman anggota kelompoknya yang telah mampu melakukan praktik berbicara,

siswa juga merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan penampilan

kelompoknya sehingga mereka berusaha untuk bisa melaksanakan tugas guru

dengan sebaik-baiknya. Hal itulah yang membuat kemampuan berbicara siswa

meningkat.

4. Meningkatan nilai yang diperoleh siswa pada setiap siklus.

Page 99: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Penilaian dalam pembelajaran berbicara selama pelaksanaan tindakan

dijabarkan dalam dua kategori, yaitu (a) penilaian proses dan (b) penilaian

hasil. Penilaian proses dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung

yang bertujuan untuk menilai sikap siswa dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran. Penilaian hasil dilakukan berdasarkan unjuk kerja yang

dilakukan siswa ketika melakukan tugas atau praktik berbicara.

Dalam penilaian proses digunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri

dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) keaktifan; (4) kerja sama; dan (5)

kesungguhan siswa. Dalam penilaian hasil praktik berbicara, beberapa aspek

yang dinilai, yaitu: (1) ketepatan pengucapan; (2) ketepatan intonasi; (3)

ketepatan bahasa; (4) keurutan; (5) kelancaran/kewajaran; dan (6) pemahaman.

Guru menetapkan batas minimal ketuntasan belajar siswa sebesar 60,

dari batasan tersebut diperoleh hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I

sebesar 62% atau sebanyak 15 siswa. Pada siklus II diperoleh hasil ketuntasan

belajar siswa sebesar 83% atau sebanyak 20 siswa, dan pada siklus III

diperoleh hasil ketuntasan belajar siswa sebesar 100% atau sebanyak 24 siswa.

Adapun hasil pelaksanaan tindakan siklus I hingga siklus III dapat

digambarkan pada rekapitulasi data di bawah ini.

Tabel 7. Deskripsi Antarsiklus Persentase

No.

Indikator Siklus I Siklus II Siklus III

1. Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara

54% 75% 96%

2. Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran berbicara

25% 58% 92%

3. Kemampuan siswa dalam melakukan aktivitas berbicara

62% 83% 100%

Page 100: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Berdasarkan data rekapitulasi di atas, dapat dinyatakan bahwa terjadi

peningkatan yang signifikan pada indikator yang ditetapkan peneliti dari hasil

pelaksanaan tindakan siklus I, siklus II, dan siklus III. Hal ini membuktikan

bahwa penerapan metode bermain peran cukup efektif untuk meningkatkan

minat, keaktifan, serta kualitas hasil pembelajaran yang berupa keterampilan

berbicara siswa kelas V SD Negeri Kopen I Teras Boyolali.

Selain melihat ketercapaian indikator-indikator di atas, keberhasilan

penerapan metode bermain peran juga dapat dilihat dari hasil wawancara dan

pengisian angket pascatindakan oleh siswa. Dari 11 informan yang

diwawancarai, semuanya menyatakan senang melakukan praktik berbicara

dengan menggunakan metode bermain peran, karena melalui bermain peran

mereka merasa lebih mudah untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

Selain itu mereka menyatakan senang melaksanakan tugas berbicara secara

berkelompok. Adapun hasil yang diperoleh dari pengisian angket

pascatindakan menunjukkan keadaan sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil Angket Pascatindakan

NO. JUMLAH URAIAN

1. 100% siswa Menyatakan merasa senang melakukan praktik berbicara di depan kelas secara berkelompok.

2. 96% siswa Menyatakan senang mengikuti pelajaran berbicara dengan metode bermain peran.

3. 92% siswa Menyatakan sudah paham dengan metode bermain peran yang dijelaskan guru.

4. 54% siswa Menyatakan tidak mengalami kesulitan saat bermain bermain peran.

5. 83% siswa Menyatakan merasa lebih mudah mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan melalui bermain peran.

6. 100% siswa Menyatakan bahwa kemampuan berbicara mereka semakin meningkat dengan penerapan bermain peran.

Page 101: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Simpulan

Simpulan dari penelitian ini, yaitu:

1. Penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kualitas proses

pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini ditandai dengan persentase minat,

keaktifan, serta nilai rata-rata proses pembelajaran siswa mengalami

peningkatan dalam tiap siklusnya. Pada siklus I, rata-rata nilai proses

pembelajaran berbicara siswa sebesar 41,7; Pada siklus II sebesar 57,3; dan

pada siklus III sebesar 66,7. Di samping itu, siswa juga terlihat lebih rileks di

dalam mengikuti proses pembelajaran, hal ini disebabkan karena situasi

pembelajaran yang diciptakan melalui penerapan metode bermain peran hampir

sama dengan situasi bermain. Jadi siswa merasa lebih nyaman dan mudah

dalam menginterpretasikan tugas mereka.

2. Penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara

siswa. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa yang

mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu siklus I sebesar 60,9; siklus

II sebesar 72,6; dan siklus III sebesar 76,1. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa kualitas hasil pembelajaran berbicara siswa kelas V SD Negeri kopen I

Teras Boyolali telah meningkat. Terbukti dari 24 jumlah siswa, semuanya telah

mengalami ketuntasan belajar dengan mendapatkan nilai di atas 60 (standar

ketuntasan).

Implikasi Implikasi yang diperoleh dari penelitian ini meliputi: a) implikasi teoretis, b) implikasi pedagogis, dan c)

implikasi praktis.

a) Implikasi Teoretis

Page 102: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Penerapan metode bermain peran terbukti dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil dalam pembelajaran keterampilan berbicara, karena bermain peran merupakan metode belajar sambil bermain yang sesuai dengan karakteristik siswa dekolah dasar. Dalam bermain peran, siswa berperan secara aktif menjadi tokoh atau orang lain sesuai pembahasan tema pelajaran pada saat itu. Kegiatan dan keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kemampuan siswa sendiri dalam menguasai materi dan mengungkapkan ide serta gagasannya dalam bentuk praktik berbicara sambil berperan di kelas. Oleh karena itu guru tidak lagi menjadi satu-satunya penentu keberhasilan dalam pembelajaran, namun siswalah yang menjadi pusat kegiatan pembelajaran. Peran guru di sini hanya sebagai mediator, motivator, dan fasilitator belajar siswa.

Selain guru dan siswa, faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran berbicara seperti metode, media, dan sumber belajar yang tepat perlu diperhatikan agar materi dapat tersampaikan dengan baik. Hal penting yang harus dimiliki siswa adalah minat, motivasi, keaktifan, dan kesungguhan dalam belajar. Pemenuhan akan faktor-faktor di atas, tercermin pada keterampilan guru dalam mengelola kelas.

b) Implikasi Pedagogis

Metode pembelajaran berbicara yang dilakukan guru selama ini membuat para siswa merasa bosan, karena siswa hanya ditugasi tampil ke depan kelas secara individu untuk menceritakan pengalaman berkesan atau pun menceritakan kembali dongeng yang telah mereka simak sebelumnya. Namun setelah guru menerapkan metode bermain peran yang dapat dilakukan siswa secara berkelompok, siswa menjadi lebih antusias dan aktif merespons kegiatan tersebut. Dalam bermain peran siswa tidak hanya dilatih keterampilan berbicaranya, tetapi siswa juga dibiasakan untuk menggali pengetahuan dan keberanian, serta menangkap respons yang ada di dalam pikiran masing-masing secara spontan. Respons-respons tersebut kemudian ditanggapi secara aktif melalui kegiatan berbicara.

Penelitian ini membuktikan bahwa dengan penerapan metode bermain peran dapat membuat siswa lebih aktif dan berminat dalam mengikuti pembelajaran berbicara, serta meningkatkan kualitas hasil pembelajaran yang ditandai dengan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

c) Implikasi Praktis

Metode bermain peran ini lebih efektif dan efisien dibanding dengan metode konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan guru dalam pembelajaran berbicara. Dikatakan efektif karena penerapan metode bermain peran akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Sedangkan dikatakan efisien, dimungkinkan karena proses belajar di SD lebih banyak dilakukan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran dapat meningkat setelah diterapkannya metode bermain peran di kelas. Oleh karena itu penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan pengajaran bahasa yang lebih kreatif dan inovatif, serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru yang ingin menerapkan metode bermain peran dikelasnya.

Saran Berkaitan dengan simpulan di atas, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:

Siswa seharusnya memahami bahwa keterampilan berbicara merupakan hal

penting yang harus dikuasai, untuk itu siswa perlu mengikuti pembelajaran

berbicara dengan penuh kesungguhan agar siswa memiliki keterampilan

berbicara yang baik.

Siswa diharapkan dapat bekerja sama dengan baik jika guru menghendaki

mereka untuk melaksanakan tugas secara berkelompok.

Page 103: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Guru bidang studi Bahasa Indonesia hendaknya menerapkan metode bermain

peran dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pada pengajaran

berbicara, karena metode bermain peran lebih efektif dibandingkan

dengan metode konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan

dalam pembelajaran berbicara.

Pihak sekolah hendaknya menyediakan fasilitas yang memadai bagi para guru

untuk dapat menerapkan metode bermain peran dalam kegiatan belajar

mengajar di kelas.

Mengingat metode bermain peran dapat meningkatkan kualitas proses dan

hasil pembelajaran berbicara, maka untuk kelas dengan karakteristik yang

relatif sama dapat menerapkan metode serupa untuk meningkatkan kualitas

pembelajarannya.

Page 104: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

DAFTAR PUSTAKA Anang Prasetyo. 2000. Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Biologi Siswa Kelas II SMPN 1 Driyorejo Gresik. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam http://pelangi.dit.plp.go.id. Diakses pada 4 Mei 2009.

Arief S. Sadiman, R. Rahardjo, Anung Haryono dan Rahardjito. 2008. Media

Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra,

edisi ketiga. Yogyakarta: BPFE. Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi

Aksara. Darmiyati Zuchdi dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar:

Garis-garis Program Pengajaran (GBPP) Sekolah Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Standar Isi: Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia Untuk SD/MI. Jakarta: Diknas. Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Duveen, Jonathan and Solomom, Joan. 1994. The Great Evolution Trial: Use of

Role Play in the Classroom Dalam Journal of Research in Science Teaching. Volume 51. No. 5. 575- 582. New York.

Gino, dkk. 1996. Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta: UNS Press. Gorys Keraf. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa,

cetakan XII. Ende: Nusa Indah. Herman J. Waluyo. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta:

Hanindita Graha Widya. Hisyam Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani. 2007. Strategi

Pembelajaran Aktif, cetakan keenam. Yogyakarta: CTSD Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Page 105: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Kiranawati. 2007. Metode Role Playing. Dalam http://gurupkn.wordpress.com. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2008.

Made Pidarta. 1990. Cara Belajar Mengajar Di Universitas Negara Maju.

Jakarta: Bumi Aksara. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1991. Kemampuan Berbicara Bahasa

Indonesia. Jakarta: Erlangga. Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif

(Diterjemahkan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press. Moch. Zamroni. 2006. Skripsi: Konflik dalam Naskah Drama Dag Dig Dug

Karya Putu Wijaya. Dalam http://skripsi.dagdigdug.com. Diakses pada 10 Desember 2008.

Mudairin. 2003. Role play: Suatu Alternatif Pembelajaran yang Efektif dan

Menyenangkan dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa SLTP Islam Manbaul Ulum Gresik Dalam Buletin Pelangi Pendidikan (Buletin Peningkatan Mutu Pendidikan SLTP) Volume 6 No. 2.

Nana Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Nurhatim. 2009. Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan

Kemampuan Menceritakan Isi Cerpen Siswa Kelas X SMA Darul Quran Singosari. Skripsi. Fakultas Sastra UM. Dalam http://karya-ilmiah.um.ac.id. Diakese pada 28 Mei 2009.

Oemar Hamalik. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. . 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.

Jakarta: Bumi Aksara. Ratri. 2008. Mengajar Dengan Bermain Peran (Role Play). Dalam

http://lead.sabda.org/03/sep/2008. Diakses pada tanggal 4 Mei 2009. Roestiyah N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Rochiati Wiriaatmadja. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya. Rusliawarni. 2005. Berbicara Melalui Dramatisasi. Dalam

http://www.balipost.com/balipostcetak/htm. Diakses pada tanggal 16 September 2008.

Page 106: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan

Sasaki, Miyuki. 1998. Investigating EFL Students’ Production of Speech Acts: A Comparison of Production Questionnaires and Role Play Dalam Journal of Pragmatics. Volume 30. 457- 484. Amsterdam: Elsevier.

Silberman, Melvin L. 2006. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif

(Diterjemahkan Raisul Muttaqien). Bandung: Nusamedia. Sri Utari Subyakto Nababan. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama. Sudijono. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Bumi Aksara. Suharyanti. 1996. Berbicara. Surakarta: UNS Press. Supriyadi. 2005. Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas

Rendah Sekolah Dasar Dalam Lingua: Jurnal Bahasa dan Sastra. Volume 6 No. 2. 178-195. Palembang: PSPB-Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Henry Guntur Tarigan. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa. Yuni Susilowati. 2008. Peningkatan Keterampilan Bercerita Dengan Metode

Paired Storytelling Pada Siswa Kelas V SD Negeri pringanom I Masaran Sragen. Skripsi. Surakarta: (Tidak Dipublikasikan) FKIP UNS.