111
WEWENANG BAITUL MAL WA TAMWIL DALAM MENGELOLA ZAKAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMER 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Oleh: HUMAEDULLAH IRFAN NIM : 109046100158 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

  • Upload
    lekhanh

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

WEWENANG BAITUL MAL WA TAMWIL DALAM MENGELOLA ZAKAT

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMER 23 TAHUN 2011 TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

HUMAEDULLAH IRFAN

NIM : 109046100158

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M

Page 2: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

ABSTRAK

Masalah pokok penelitian ini adalah analisis terhadap kewenangan Baitul Mal Wa

Tamwil dalam melakukan pengelolaan zakat berdasarkan perubahan UU Pengelolaan Zakat

kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui apakah pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baitul Mal Wa Tamwil dan

kewenangan secara kelembagaannya sudah sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis data dalam penelitian ini terdiri

atas 2 (dua) sumber, yakni data primer yang terdiri atas regulasi pemerintah Republik

Indonesia yang terkait dengan Pengelolaan Zakat serta wawancara yang dilakukan terhadap

Baitul Mal Wa Tamwil, dan data sekunder diperoleh melalui, artikel, jurnal ilmiah, laporan

penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan. Metode analisis data

dilakukan dengan metode analisis deskriptif.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa menurut UU No. 23 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat, Baitul Mal Wa Tamwil tidak memiliki kewenangan dalam melakukan

pengelolaan zakat yang diakibatkan bentuk badan hukum Baitul Mal wa Tamwil dan kegiatan

usaha yang dilakukan oleh Baitul Mal Wa Tamwil yang cenderung profit oriented.

Kata Kunci : Baitul Mal Wa Tamwil, Pengelolaan Zakat, Undang-Undang

Pembimbing : Muh. Fudhail Rahman, Lc, MA

Page 3: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Wewenang Baitul Mal Wa

Tamwil dalam Mengelola Zakat Berdasarkan Undang-undang Nomer 23 Tahun 2011

Tentang Pengelolaan Zakat”.

Shalawat beriring salam penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah

membawa umat dari zaman jahiliyah sampai ke zaman yang terang benderang dan penuh

khazanah keilmuan saat sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini bisa terselesaikan berkat do’a, dukungan dan bantuan

dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar M.A.

2. Ketua Program Studi Mu’amalat, Bapak A.M Hasan Ali, MA., yang telah

memberikan ilmunya.

3. Sekretaris Jurusan Perbankan Syari’ah, Bapak Abdurrauf, M.A., yang telah

memberikan ilmu, informasi dan membimbing penulis selama kuliah.

4. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Muh. Fudhail Rahman, Lc, MA yang telah

memberikan ilmu, motivasi, saran dan dengan sabar membimbing penulis hingga

terselesaikannya skripsi ini.

Page 4: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

5. Manajer Mal BMT Al Fath Ikmi, Bapak H. Turmudzi dan Bapak H. Ika Furqon Hadi

Manajer BMT Usaha Mulya Pondok Indah yang telah bersedia untuk diwawancara

dan berbagi ilmunya. Sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi.

6. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syari’ah dan Hulum Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya selama

ini.

7. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Syari’ah dan Hukum yang

telah menyediakan buku-buku yang diperlukan penulis hingga terselesaikannya

skripsi ini.

8. Ayahanda Tasma Sutisna dan Ibunda Siti Marfuah yang senantiasa mencurahkan

kasih sayang, do’a, dukungan, bimbingan dan kesabaran bagi anak-anaknya, Siti

Juleha dan Ismawati serta jajaran keluarga besar yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu dimana selalu memberikan semangat moral dan material kepada penulis.

9. Sahabat Seperjuangan di HMI Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum, Bang Asep

Sholahuddin, Ismail Fadillah, Abiyudin, Irpan Pasaribu, Abdurrahman BL, Abdul

Halim Mardhia, Fariz Abdul Rohman, Mat Rois, Zaki Al Pajri, Husnul Qori, Sopian

Hadi Piterpan, Ahmad Fatoni Murdonda, Ade Septiawan Cipuy, Alfrad Rusyd dan

yang lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu), dan kawan-kawan alumni

Ponpes Daar El Qolam Ahmad Cikal Renjana, Noval Al Fares, Ihda Siti Nuraida

yang sudah memberikan sejarah terindah dalam kehidupan sampai saat ini.

10. Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum, HMI Cabang Ciputat periode 2013-2014,

LKBHMI teman-teman PS E 2009 dan seluruh teman-teman di UIN Syarif

Page 5: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Hidayatullah yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas

dukungan dan bantuan kalian.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas semua pihak yang turut

berperan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua

kalangan masyarakat dan para akademisi.Tak lupa penulis mengucapkan mohon maaf, penulis

menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena berbagai keterbatasan

dan kemampuan penulis, baik kemampuan akademik maupun kemampuan teknik penulisan.

Ciputat. 17 Juni 2016

Humaedullah Irfan

Page 6: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

IX

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL I

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING II

LEMBAR PENGESAHAN III

LEMBAR PERNYATAAN IV

ABSTRAK V

KATA PENGANTAR VI

DAFTAR ISI IX

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR XI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………… 1

B. Pokok Permasalahan………………………………………... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………… 6

D. Metode Penelitian…………………………………………... 7

E. Kajian Pustaka Terdahulu…………………………………...

F. Kerangka Teori dan Pemikiran……………………………...

G. Sistematika Penulisan……………………………………….

8

10

13

BAB II LANDASAN TEORI PENGELOLAAN ZAKAT DAN BAITUL

MAL WA TAMWIL

A. Pengelolaan Zakat…………………………………………... 14

B. Pengaturan Pengelolaan Zakat Dalam Sistem Hukum di

Indonesia ……………………………………………………

26

C. Teori Tentang Baitul Mal Wa Tamwil……………………… 30

Page 7: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

X

BAB III PROFIL DAN PRODUK BMT AL-FATH DAN BMT USAHA

MULYA

A. Profil dan Produk BMT Al-Fath Ciputat…………………… 40

B. Profil dan Produk BMT Usaha Mulya………………………

44

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN TERKAIT KEWENANGAN

BAITUL MAL WA TAMWIL DALAM MELAKUKAN

PENGELOLAAN ZAKAT

A. Gambaran Umum Aplikasi Zakat Pada Baitul Mal Wa

Tamwil………………………………………………………

50

B. Analisa Hasil Temuan……………………………………….

55

BAB V Penutup

A. Kesimpulan………………………………………………. 71

B. Saran-Saran ………………………………………………. 72

Daftar Pustaka……………………………………………… 73

Lampiran……………………………………………………

Page 8: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

XI

Daftar Tabel

2.1 Perhitungan Zakat Pada Hasil Peternakan Kambing/Biri-biri………………….. 23

2.2 Perhitungan Zakat Pada Hasil Peternakan Sapi/Kerbau………………………… 23

4.1. Profil dan Pengelolaan Zakat oleh BMT Al Fath dan BMT Usaha Mulya……... 55

Daftar Gambar

1.1. Kerangka Pemikiran…………………………………………………………… 12

2.1. Srruktur Organisasi BMT……………………………………………………… 36

3.1. Struktur Organisasi BMT Usaha Mulya Pondok Indah……………………….. 46

4.1. Penjelasan Rumusan Pasal 1 Butir 1 Undang-undang Pengelolaan Zakat…….. 50

Page 9: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu ajaran yang membawa pengaruh di seluruh belahan dunia adalah

konsep zakat yang merupakan bagian rukun Islam yang merupakan kewajiban umat

muslim. Konsep zakat dalam Islam sendiri pertama kali hadir pada Bulan Syawal Tahun

2 Hijriah (tahun 663 Masehi).1 Hal tersebut jauh lebih dahulu ketimbang konsep zakat

modern yang lahir di Inggris pada Abad ke-11 Masehi.

Zakat merupakan ibadah yang mengandung 2 (dua) dimensi, yakni dimensi

vertical atau hablum minallah dan dimensi horizontal atau hablum minannas.2 Selain

bernilai ibadah dan memenuhi perintah Allah SWT, zakat juga memiliki manfaat dan

nilai ekonomis bagi masyarakat, dimana zakat berfungsi sebagai salah satu instrumen

pengentasan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan mempersempit kesenjangan yang

terjadi antara kelompok kaya dan miskin.

Zakat juga dapat mempengaruhi kemampuan sebuah komunitas politik (Negara)

dalam menjalankan kelangsungan hidupnya. Dengan adanya berbagai implikasi sosial

dan ekonomi diatas, zakat dapat membentuk integrasi sosial yang kukuh serta

memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat. Dua kondisi terakhir ini sangat diperlukan

bagi kelangsungan hidup suatu Negara.3

Secara sosiologis, terdapat 3 (tiga) jenis lembaga yang melakukan pengelolaan

zakat, yakni Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga amil Zakat (LAZ) dan Baitul Mal wa

Tamwil (BMT). BAZ sendiri adalah lembaga yang secara structural berada dibawah

pemerintah dalam melakukan pengelolaan zakat. LAZ adalah organisasi nirlaba

(yayasan) yang melakukan pengelolaan zakat. Sedangkan BMT adalah lembaga

pengelola zakat yang berbentuk koperasi dan menjalanan dua jenis usaha sebagai baitul

mal dan baitul tamwil.4

1 Nurul Hudan dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta:

Kencana, 2013), h. 294 2 ACH. Syaful Hidayat, Analisis Tatakelola dan Distribusi Zakat Lembaga Zakat, Infaq dan Sodaqoh

(LAZIS) Di Malang, Universitas Muhammadiah Malang, diakses melalui www. Keos.umm.ac.id, pada 9 Mei

2016 3 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta:

Kencana, 2010) h. 293. 4 Rifki Muhammad, Akuntabilitas Keuangan Pada Organisasi Pengelola Zakat di Daerah Istimewa

Yogyakarta, Jurnal Akutansi dan Investasi, Volume. 7, No. 1 (Januari 2006), hal. 43

Page 10: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

2

Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai

lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil yang berlandaskan Islam.

Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak

terjangkau oleh pelayanan Bank Islam.5

Baitul Mal wa Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Terpadu, merupakan lembaga

keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan

bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela

kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-

tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan sistem ekonomi yang salaam:

Keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.6

Dengan usaha yang berbasis dan sangat terkait dengan usaha kecil dan menengah,

Baitul Mal wa Tamwil (BMT) memegang peranan yang amat vital dalam rangka

pemerataan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dipelopori usaha mikro. Tercatat

mayoritas pelaku usaha di Indonesia (98,85%) adalah pelaku usaha mikro yang termasuk

didalamnya dari kalangan miskin. Keterbatasan laba dan akses untuk meningkatkan

modal usaha menjadi salah satu masalah dalam pengembangan usaha mikro.7

Dapat dibayangkan manakala potensi zakat di Indonesia dioptimalkan dalam

upaya mewujudkan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui Baitul Mal wa Tamwil

(BMT) maka Indonesia dapat diprediksi akan menjadi Negara yang berdaya secara

ekonomi dengan tetap mendapat keberkahan berdasarkan sistem ekonomi yang salaam.

Sekedar gambaran bahwa potensi zakat di Indonesia berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis (FEB) IPB tahun 2011 menunjukkan potensi zakat nasional mencapai angka 3,4

persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan presentase ini, maka potensi zakat di Indonesia setiap tahunnya tidak

kurang dari Rp 217 triliun. Hal tersebut tentunya akan menjadi masukan besar dalam

upaya pemberdayaan masyarakat di Indonesia. Sehingga profesionalisme pengelolaan

zakat menjadi suatu hal yang mutlak tidak hanya sebagai bentuk pemenuhan kewajiban

kepada Allah SWT tetapi juga untuk kemandirian bangsa.

5 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis.h,263.

6 M. Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Jakarta: Pustaka

Setia, 2012), hal. 317 7 Pristiyanto. Et all, Strategi Pengembangan Koperasi Jasa Pembiayaan Syariah Dalam Pembiayaan Usaha

Mikro di Kecamatan Tanjung Sari Sumedang, Jurnal Manajemen IKM, Volume 8, No. 1 (Februari 2013), hal.

28

Page 11: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

3

Konsep Baitul Mal wa Tamwil sendiri menyerupai konsep koperasi yang

sebelumnya ada di Indonesia yang pada tujuan utamanya tidak berorientasikan kepada

profit melainkan kesejahteraan anggotanya. Cikal bakal berdirinya BMT diprakarsai oleh

aktivis Masjid Salman ITB Bandung yang pada tahun 1980 mendirikan koperasi jasa

keahlian dan kemudian berkembang menjadi Baitul Mal wa Tamwil pada Tahun 1984.8

Kemudian pada perkembangannya pada tahun 1992 dibentuk pula BMT Bina Insan

Kamil di Jakarta yang turut mendorong pendirian lembaga serupa di seluruh Indonesia.

Menurut Bapak Marwan (pegawai BMT Al-Fath, Ciputat), pertumbuhan Baitul

Mal wa Tamwil di Indonesia dapat dilihat dari 2 (dua) sudut pandang. Yang pertama

merupakan bentuk kepedulian masyarakat akan pentingnya menjalankan ekonomi yang

sesuai dengan perintah Al-Qur‟an dan Sunnah. Yang kedua adalah sebagai upaya

memaksimalkan daya guna zakat sehingga dapat memberdayakan golongan mustahik

(penerima zakat).

Upaya tersebut dimaksudkan agar mustahik yang menerima zakat tidak

mengalami ketergantungan terhadap dana zakat serta diharapkan dapat menjadi muzakki

(pemberi zakat) dimasa yang akan datang. Bila diibaratkan upaya ini mirip seperti

dengan pepatah “lebih baik memberi kail ketimbang memberi ikan”.

Dalam menjalankan usahanya, BMT tunduk pada 2 (dua) regulasi yang berlaku di

Indonesia, yakni regulasi terkait koperasi dalam kaitannya dengan Baitul Tamwil dan

regulasi yang terkait dengan pengelolaan zakat dalam hal Baitul Mal. Akibatnya dalam

hal pengawasan dan pembinaan, BMT diawasi dan mendapatkan pembinaan dari banyak

lembaga Negara, baik oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

(pemerintah daerah) dan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal kelembagaan dan usaha

koperasi serta Kementerian Agama (BAZNAS) dalam hal pengelolaan zakat.

Hal ini disebabkan oleh dibentuknya beberapa regulasi terkait, yakni Peraturan

Menteri KUKM Nomor. 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan Usaha Simpan

Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi, UU Nomor 1 Tahun 2013 Tentang

Lembaga Keuangan Mikro dan UU Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

Peraturan mengenai pengelolaan zakat telah diatur sejak 1968 melalui Peraturan

Menteri Agama Nomor 4 Tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, dan Nomor 5/1968

tentang Pembentukan Baitul Mal (Balai Harta Kekayaan) ditingkat pusat, propinsi dan

Kabupaten/Kotamadya.

8 https://id.wikipedia.org/wiki/Baitul_Maal_wa_Tamwil diakses pada tanggal 4 April 2016

Page 12: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

4

Memasuki era reformasi telah memberikan peluang baru kepada Umat Islam,

yakni kesempatan emas untuk kembali menggulirkan wacana RUU Pengelolaan Zakat

yang sudah 50 tahun lebih diperjuangkan. Hingga pada tahun 1999 Undang-undang

Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang kemudian diubah dengan UU

No. 23 Tahun 2011 tentang Pengolahan Zakat. Dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang

Pengolahan Zakat disebutkan bahwa lembaga pengelola zakat yang ada di Indonesia

dapat berupa Badan Amil Zakat yang dikelola oleh Pemerintah serta dapat berupa

Lembaga Amil Zakat yang dikelola oleh Swasta.9

Pengaturan ini justru membawa kontroversi dan digugat melalui mekanisme

Judicial Review10

di Mahkamah Konstitusi terkait 3 (tiga) permasalahan. pertama, terkait

masalah sentralisasi dalam pengelolaan zakat dimana pasal 6 dan pasal 17 UU zakat

yang menyatakan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan pengelola zakat

yang ditunjuk oleh undang-undang, sementara posisi Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk

membantu Baznaz.

Kedua, terkait pembatasan pembentukan LAZ dimana pasal 18 ayat 2 UU zakat

menyatakan LAZ hanya bisa berdiri diatas badan hukum organisasi kemasyarakatan

(Ormas). Sementara banyak LAZ yang telah lama berdiri melalui badan hukum diluar

ormas.

Ketiga, terkait masalah kriminalisasi amil (pengelola) zakat dimana pasal 38 UU

zakat menyatakan hanya pihak yang mendapat izin dari pejabat berwenang yang dapat

mengelola zakat. Padahal kenyataannya banyak pengelola zakat didalam institusi

keIslaman seperti musholla dan masjid.

Hal tersebut kemudian dicurigai sebagai bentuk upaya monopoli pemerintah

dalam pengelolaan zakat yang kemudian rentan akan penyimpangan karena

mengkerdilkan peran serta masyarakat. Karena meskipun pemerintah merupakan pihak

yang berwenang dalam pengelolaan zakat, tetapi peran serta masyarakat juga sangat

dibutuhkan utamanya dalam hal memaksimalkan pengelolaan zakat yang lebih efektif

dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat bawah.

Yang kemudian memunculkan permasalahan adalah legitimasi dan kewenangan

Baitul Mal wa Tamwil dalam melakukan pengelolaan zakat, baik secara nasional ataupun

lokal, karena UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat hanya mengenal

9 M. Nurianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis dan Praktis, (Bandung: Pustaka

Setia, 2012), h.317. 10

Judicial Review adalah pengujian terhadap suatu norma hukum (Undang-undang) yang terdiri dari

pengujian baik dalam hal materi muatannya (materiil) ataupun pembentukannya (formil)

Page 13: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

5

Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), LAZ (Lembaga Amil Zakat) dan UPZ (Unit

Pengumpul Zakat) yang diberikan kewenangan dalam mengelola dan mengumpulkan

zakat.11

Atas permasalahan tersebut, penulis merasa perlu untuk mencoba memberikan

pemaparan lebih lanjut guna memperjelas posisi Baitul Mal wa Tamwil dalam

pengelolaan zakat. Untuk itu, penulis mencoba menuangkannya dalam skripsi yang

berjudul: “WEWENANG BAITUL MAL WA TAMWIL DALAM PENGELOLAAN

ZAKAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT”

B. Pokok Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

a. Bagaimana kedudukan dan peran BMT terhadap undang-undang nomor 23 tahun

2011 tentang pengelolaan zakat.

b. Tinjauan undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan

lembaga yang berhak mengatur pengelolaan dan pendistribusiannya.

c. Macam-macam organisasi pengelolaan zakat.

d. Manajemen pengelolaan dan pelaporan zakat

e. Persyaratan pendirian lembaga amil zakat yang sah ditinjau dari undang-undang

nomor 23 tahun 2011

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan penulis dalam

mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pembatasan

masalah sebagai berikut:

a. Difokuskan untuk mengetahui kewenangan pengelolaan zakat oleh Baitul Mal wa

Tamwil

b. Baitul Mal wa Tamwil yang akan dianalisa merupakan Baitul Mal wa Tamwil

yang berkedudukan di wilayah Hukum di Indonesia dan tunduk kepada UU No.

23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

c. Praktek pengelolaan dana zakat oleh Baitul Mal Wa Tamwil yang berlangsung

setelah tahun 2011 atau pasca berlakunya UU No. 23 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan Zakat

11

Undang-undang Nomer 23 Tahun 2011.

Page 14: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

6

3. Perumusan masalah

a. Bagaimana praktik pengelolaan zakat pada Baitul Mal wa Tamwil di BMT Al-

Fath dan BMT Usaha Mulya?

b. Apakah kewenangan pengelolaan zakat di Baitul Mal wa Tamwil sudah sesuai

dengan Undang-undang Nomer 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini adalah:

a. Memetakan lembaga-lembaga yang sah dan berwenang dalam mengelola zakat.

b. Apakah Baitul Mal wa Tamwil yang sudah mengelola zakat secara professional

dapat menyesuaikan diri dengan undang-undang pengelolaan zakat yang telah

diberlakukan.

c. Untuk mengetahui bagaimana mendaftarkan lembaga pengelola zakat yang baik

dan benar ditinjau dari Undang-undang Nomer 23 Tahun 2011.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Bagi penulis

Sebagai syarat dari tugas akhir menyelesaikan jenjang S1 serta menambah

wawasan dan pengetahuan dari apa yang telah didapat dibangku kuliah.

b. Bagi Baitul Mal wa Tamwil

Diharapkan dapat menyempurnakan administrasi pengelolaan dan pelaporan

dana zakat di Indonesia, sehingga mampu menjadi garda terdepan lembaga

pengelola zakat. Serta mampu mewujudkan penyaluran dana zakat kearah

produktif dalam rangka mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

c. Bagi pembaca dan dunia pustaka

Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian

selanjutnya, sehingga dapat memperdalam pengetahuan dan pemahaman tentang

Baitul Mal wa Tamwil serta Pengelolaan Zakat pasca diberlakukannya Undang-

undang pengelolaan Zakat. Dan dapat digunakan sebagai sumbangan yang

berguna dalam memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian

lapangan.

Page 15: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

7

D. Metode penelitian

1. Jenis penelitian

Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau

penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti

bahan pustaka atau data sekunder.12

Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kualitatif,

yang bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran secara sistematis, factual,

dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta yang berkenaan dengan hubungan antar

fenomena yang diteliti. Maka penulis akan mencari gambaran tentang undang-

undang pengelolaan zakat dengan melakukan penelitian terhadap kepustakaan yang

berkaitan dengan operasional Baitul Mal wa Tamwil secara lembaga. Literature

tentang zakat dan landasan hukum yang mengatur pengelolaan serta distribusinya.

2. Jenis data

Pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) cara yakni penelitian lapangan

dan studi dokumentasi. Penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan

wawancara kepada pengelola BMT Al Fath yang berlokasi di Ciputat dan BMT

Usaha Mulya yang berlokasi di Pondok Indah.

Sedangkan studi dokumentasi dengan penelitian kepustakaan, yakni

penelitian terhadap dokumen-dokumen atau referensi dari berbagai literature yang

dipandang mewakili dan berkaitan dengan objek penelitian.

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau

saksi utama dari kejadian yang lalu, dalam hal ini adalah Undang-undang Nomer 38

Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan Undang-undang Nomer 23 Tahun 2011

tentang pengelolaan zakat. Data sekunder adalah data primer yang diperoleh dari

pihak lain atau data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh

pengumpul data primer atau pihak lain.13

Data Sekunder diambil dari buku-buku,

jurnal, internet, data penelitian terdahulu dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan

dengan permasalahan yang dibahas oleh penulis.

12

Soerjono soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.13. 13

Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002), h. 54.

Page 16: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

8

3. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu menganalisis

data yang telah dikumpulkan yang berisi informasi, pendapat dan konsep, serta

analisis hukum yang bersifat yuridis normatif, yaitu analisis hukum yang merujuk

pada undang-undang pengelolaan zakat.

E. Kajian Pustaka Terdahulu

NO NAMA PENULIS/JUDUL

SKRIPSI/TAHUN

ISI PEMBEDA

1 Maulana Ibrahim/distribusi

Zakat dalam Perspektif UU

No. 38 Tahun 1999 Tentang

Pengelolaan Zakat/2009

Membahas tentang

distribusi zakat di

Lembaga Amil Zakat

(LAZ) Masjid At-Tin

Jakarta Timur.

Meneliti apakah LAZ

tersebut telah

mendistribusikan dana

zakat yang diperoleh

untuk usaha produktif

sesuai dengan UU

No.38 tahun 1999

Pasal 16 Ayat 2.

Dalam Skripsi ini

peneliti akan

membahas tentang

wewenang lembaga

Baitul Mal wa

Tamwil dalam

mengelola dana

zakat menurut

undang-undang

zakat terbaru.

2 Putri Syahidah/Aspek Regulasi

Baitul Mal wa Tamwil (Studi

Kasus pada BMT Al-Fath

IKMI, LKMS Al-amin, BMT

Al-Kariim)/2010

Dalam skripsi ini

dibahas bahwa UU

yang dijadikan acuan

bagi BMT yaitu UU

No. 2 Tahun 1992

tentang perkoperasian

dan Keputusan

Menteri Negara

Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah

No.

Membahas poisisi

kelembagaan BMT

sebagai pengelola

dana zakat dan

legitimasi

kewenangannya

dalam mengelola

dana zakat

Page 17: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

9

91/Kep/M.KUKM/IX/

2004 tentang petunjuk

pelaksanaan kegiatan

usaha koperasi jasa

keuangan syariah

dinilai masih memiliki

banyak kekurangan

dalam mengatur

keberadaan BMT

yang berkembang di

masyarakat.

Dijelaskan bahwa

undang-undang yang

ada saat ini tidak

sepenuhnya dijalankan

oleh BMT, salah

satunya adalah

pendaftaran lembaga

pengelola zakat ke

BAZNAS.

3 M. sularno/Pengelolaan Zakat

oleh Badan Amil Zakat Daerah

Kabupaten/Kota Sedaerah

Istimewa Yogyakarta(Studi

Terhadap Implementasi

Undang-undang No. 38 Tahun

1999 Tentang Pengelolaan

Zakat)/2010

99% Responden

Menjawab bahwa

Undang-undang No.

38 tahun 1999 tentang

pengelolaan zakat dan

Keputusan Menteri

Agama RI tentang

Petunjuk Pelaksanaan

atas UU adalah dasar

hukum mereka dalam

pembentukan Bazda.

Artinya sosialisasi UU

zakat dan petunjuk

Sejauh mana

undang-undang no.

23 tahun 2011 dapat

dipahami dan

disebarluaskan

kepada masyarakat

dan lembaga

keuangan syariah.

Dalam hal ini

adalah BMT

mengenai

wewenangnya

dalam mengelola

Page 18: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

10

pelaksanaannya

kepada pemerintah

dan pengurus Bazda

cukup berhasil.

zakat setelah

dikeluarkannya UU

No. 23 tahun 2011.

F. Kerangka Teori dan Pemikiran

1. Kerangka Teori

عه أب عبذ الرحمه عبذ اهلل به عمر به الخطاب رض اهلل عنهما قال : سمعت النب صلى اهلل علو وسلم

الإسلام على خمس : شهادة أن لا إلو إ تاء الزكاة ، قىل : بن لا اهلل و أن محمذا رسىل اهلل ، و إقام الصلاة ، و إ

ت ، و صىم رمضان .رواه البخاري و مسلم و حج الب

Artinya: Dari Abu „Abdirrahman „Abdullah bin „Umar bin Al-Khaththab –

radhiyallahu ‘anhuma-, katanya, “Aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihi

Wasallam bersabda,”Islam dibangun di atas lima: persaksian bahwa tidak ada

tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah

utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, naik haji, dan puasa

Ramadhan.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)14

Zakat merupakan salah satu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT

sebagai rukun Islam ketiga setelah membaca dua kalimat syahadat dan menunaikan

Shalat. Zakat berasal dari kata Zaka yang berarti “tumbuh dengan subur”. Makna

lain dari kata tersebut sebagaimana yang digambarkan didalam Al-Qur‟an adalah

suci dari dosa, sedangkan didalam kitab-kitab fiqh, perkataan zakat diartikan sebagai

suci, tumbuh dan berkembang serta berkah.15

Bila dirumuskan berdasarkan konsep harta, maka zakat adalah bagian dari

harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-

orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula.16

Secara etimologi, pengertian

zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang

diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak

menerimanya.17

14

Syeikh An Nabhany. 1995, Mukhtashar Riyadhus Shalihin. Edisi Pertama. Diterjemahkan Oleh: M Adib Bisri, (Jakarta: Darul Hikmah), hal 1

15 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,

1988), hal. 38 16

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,

1988), hal. 39 17

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis, (Jakarta:

Kencana, 2013), hal. 293

Page 19: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

11

Para pemikir ekonomi Islam (muamalat) mendefinisikan zakat sebagai harta

yang telah ditetapkan oleh pemerintah (ulil amri) atau pejabat berwenang kepada

masyarakat umum atau individual yang bersifat, final, mengikat, tanpa mendapat

imbalan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik

harta.18

Atas pengertian yang telah dijabarkan di atas, maka diketahui bahwa unsur-

unsur yang melekat pada zakat antara lain:19

a. Zakat adalah kewajiban yang bersifat material, maksud material disini ialah

kewajiban zakat dilakukan secara tunai baik berupa uang ataupun barang.

Maksud dari uang atau barang di atas ialah dikembalikan kepada perintah yang

disampaikan dalam nas-nas Al-Qur‟an dan hadits sebagai sumber hukum

tertinggi dalam Islam.

b. Zakat adalah kewajiban yang bersifat mengikat, artinya membayar zakat

merupakan sesuatu yang mutlak dan diwajibkan bagi seorang mukallaf. Sifat

wajibnya didasarkan kepada keberadaannya sebagai kewajiban terhadap harta

ilahiyah dan ibadah yang berkaitan dengan harta itu diwajibkan. Hal ini

sebagaimana dengan yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar yang memerangi

orang-orang yang menolak dan membangkang dalam membayar zakat.

c. Zakat adalah kewajiban pemerintah, maksud dari pemerintah disini ialah

pemimpin, pejabat pemerintah Islam, pejabat terkait, para hakim ataupun para

imam yang mewajibkan zakat berdasarkan kewajiban dalam menjalankan

kewajiban ilahiyah.

d. Zakat adalah kewajiban final, artinya disini ialah seluruh umat muslim tidak

dapat menolak meskipun dalam hal ini pengelola zakat merupakan orang yang

dzhalim, kecuali terhadap umat muslim yang beban zakatnya gugur berdasarkan

hukum Islam.

e. Zakat adalah kewajiban yang tidak ada imbalannya, maksud dari hal ini

adalah tidak ada suatu syarat yang dapat digunakan bagi umat muslim,

khususnya yang membayar zakat, untuk mendapatkan kemanfaatan ataupun

fasilitas lebih. Hal ini dikarenakan didalam Islam tidak membedakan antara

muslim yang kaya ataupun yang miskin.

18

Gazi Inayah, Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003),

hal. 3 19

Gazi Inayah, Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003),

hal. 3-6

Page 20: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

12

f. Zakat adalah kewajiban tuntutan politik untuk keuangan Islam, maksud

dari penjelasan diatas adalah pengalokasian zakat yang dikhususkan kepada 8

(delapan) golongan penerima zakat dan peruntukannya tidak dibatasi pada satu

hal komoditas saja. Ekonomi Islam mencoba untuk mewujudkan tujuan

ekonomi, sosial dan politik.

Penunjukan pemerintah (pemimpin) dan pejabat dalam menetapkan dan

menyelenggarakan pemungutan zakat pada umat muslim harus disertai dengan

pengelolaan yang baik sebagai bentuk pertanggungjawaban dan mengoptimalkan

tujuan ekonomi, sosial dan politik dalam zakat. Prinsip pengelolaan zakat yang

setidaknya harus diikuti dan ditaati oleh pengelola zakat antara lain:20

a. Prinsip keterbukaan

b. Prinsip sukarela

c. Prinsip keterpaduan

d. Prinsip profesionalisme, dan

e. Prinsip kemandirian

2. Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1.

Kerangka Pemikiran

20

Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), hal. 61

Pengelolaan Zakat

Baitul Mal Wa Tamwil

Masyarakat

UU No. 23 Tahun 2011

Tentang Pengelolaan

Zakat

Page 21: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

13

Kerangka pemikiran yang diangkat penulis dalam melakukan penelitian ini

adalah sistem pengelolaan zakat di Indonesia yang diatur dalam UU No. 23 Tahun

2011. Akan tetapi, fakta sosial yang ada menunjukkan ada pengelolaan zakat yang

dilakukan diluar dari ketentuan UU No. 23 Tahun 2011 yang pada hakikatnya

memiliki tujuan pengelolaan zakat yang sama yakni kemashlahatan ummat.

Maka dari itu penulis mencoba menganalisa pola hubungan dan kewenangan

pengelolaan zakat oleh BMT yang notabene berada diluar UU No. 23 Tahun 2011

terhadap ketentuan yang diatur dalam UU tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapat gambaran secara sederhana agar memudahkan penulisan skripsi,

maka akan disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini penulis menjelaskan secara singkat mengenai latar belakang

permsalahan yang mendasari dalam pengambilan topic ini, perumusan

dan pembatasan masalah, tujuan penulisan, review studi terdahulu,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan yang digunakan dalam

menyusun proposal ini.

BAB II PENGELOLAAN ZAKAT DAN BAITUL MAL WA TAMWIL

Bab ini memuat penjelasan perihal dasar-dasar teori yang digunakan

dalam skripsi ini. Bab ini setidaknya dibagi kedalam 3 (tiga) bagian

yang terdiri atas, pengelolaan zakat, pengaturan pengelolaan zakat di

Indonesia dan teori tentang baitul mal wa tamwil

BAB III PROFIL DAN PRODUK BMT AL FATH dan

Bab ini memuat perihal informasi atas sampel penelitian yang

digunakan dalam hal ini, yakni BMT yang melakukan pengelolaan

zakat. Informasi yang dijelaskan dalam bab ini berisi profil dan

produk-produk BMT yang dijadikan sampel

Page 22: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

14

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN TERKAIT KEWENANGAN

BAITUL MAL WA TAMWIL DALAM MELAKUKAN

PENGELOLAAN ZAKAT

Bab empat berisi hasil penelitian tentang kewenangan pengelolaan

zakat pada Baitul Mal wa Tamwil dalam mengelola Zakat ditinjau dari

Undang-undang nomor 23 tahun 2011. Bagaimana fakta yang terjadi di

lapangan tentang keberadaan undang-undang tersebut yang membatasi

ruang gerak lembaga pengelola zakat tradisional, dalam penelitian ini

dikhusukan pada BMT. Apakah BMT sudah mengikuti regulasi yang

ada dalam pengambilan wewenang pengelolaan, sehingga legitimasi

dari Negara dapat dibuktikan. Atau masih menjalankan kegiatan

pengelolaan zakat seperti biasa tanpa menindaklanjuti undang-undang

yang berlaku.

BAB V PENUTUP

Bab lima berisi tentang kesimpulan dan saran dari penulis yang

diambil dari penelitian yang dilakukan, yaitu Aplikasi Penghimpunan

Dana Zakat di Baitul Mal wa Tamwil ditinjau dari undang-undang

nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Page 23: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

14

BAB II

LANDASAN TEORI PENGELOLAAN ZAKAT DAN BAITUL MAL WA

TAMWIL

A. Pengelolaan Zakat

1. Manajemen pengelolaan Zakat

Apapun bentuknya, Lembaga Pengelola Zakat memiliki 2 (dua)

fungsi secara umum, yakni perantara keuangan dan pemberdayaan.

Sebagai perantara keuangan, amil berperan untuk menghubungkan antara

pihak mustahik dan muzakki dengan menerapkan asas kepercayaan

(trust). Sedangkan fungsi pemberdayaan merupakan upaya dalam

mewujudkan misi pembentukan amil (lembaga pengelola zakat), yakni

bagaimana muzakki menjadi lebih berkah rezekinya dan mustahik tidak

bergantung terhadap pemberian dan menjadi berdaya sehingga dapat

menjadi muzakki nantinya.1

Untuk dapat menjalankan 2 (dua) fungsi tersebut, maka lembaga

pengelolaan zakat wajib melakukan pengelolaan secara profesional

berdasarkan prinsip manajemen dan akuntabilitas yang baik. Pengelolaan

secara profesional tidak hanya akan meningkatkan efektifitas penyaluran

dan pendayagunaan zakat kepada masyarakat, tetapi juga mendorong

tingkat kepatuhan dan kepercayaan masyarakat (muzakki) untuk

menunaikan zakat.

Secara umum, manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan

dalam menjalankan suatu roda organisasi/lembaga/perusahaan dalam

menjalankan usahanya guna mencapai tujuan yang diharapkan secara

efektif dan efisien. Disamping pengertian tersebut, Manajemen adalah

pekerjaan intelektual yang dilakukan seseorang dalam hubungannya

dengan organisasi bisnis, ekonomi, sosial dan lainnya.2

1 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa Tamwil (BMT), cet. 2, (Yogyakarta:UII Press,

2005), hal. 24 2 Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi, (Surabaya: Putra Media

Nusantara, 2010), Hal. 46

Page 24: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

15

Pelaksanaan manajemen dalam suatu lembaga biasanya meliputi

tahapan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

pelaksanaan (actuating), dan evaluasi/control (controlling). Secara

fungsional, manajemen pengelolaan zakat meliputi:3

a. Perencanaan Zakat (Planning)

Dalam menjalankan zakat, proses awal yang perlu dilakukan adalah

perencanaan. Dalam tahap perencanaan zakat, biasanya memuat

proses sebagai berikut:4

1. Menetapkan sasaran dan tujuan dari pelaksanaan zakat

2. Menetapkan bentuk lembaga dan organisasi pengelolaan zakat

3. Menetapkan cara penggalian sumber dan distribusi zakat,

termasuk identifikasi terhadap muzakki dan mustahik

4. Menetapkan waktu penggalian sumber zakat dan waktu

pendistribusian zakat berdasarkan skala prioritas

5. Menetapkan amil dan pengelola zakat yang berkomitmen dan

berkompetensi dalam mengelola zakat

6. Menetapkan sistem pengawasan terhadap pelaksanaan zakat

Perencanaan, pada dasarnya dapat dibagi kedalam dua bentuk, yakni

perencanaan yang berdasar waktu dan strategis. Berdasarkan waktu,

perencanaan dapat dibagi kedalam perencanaan jangka pendek

(dibawah 1 tahun), perencanaan jangka menengah (1-3 tahun), dan

perencanaan jangka panjang (3-5 tahun). Dalam model ini yang

terpenting adalah adanya kegiatan operasional yang

berkesinambungan.

Berbdeda dengan perencanaan strategis yang digunakan untuk

menjaga fleksibilitas rencana jangka panjang akibat perubahan yang

terjadi dimasa mendatang. Rencana strategis diperlukan guna

menjaga eksistensi suatu organisasi akibat perubahan situasi.

3 Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi, (Surabaya: Putra Media

Nusantara, 2010), Hal. 48 4 Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi, (Surabaya: Putra Media

Nusantara, 2010), Hal. 48-49

Page 25: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

16

b. Pelaksanaan Zakat (Organizing-Actuating)

Dalam pelaksanaan zakat, penting bagi seorang amil untuk dapat

mengelola zakat secara profesional dan kompeten guna

memaksimalkan potensi penerimaan dan pendistribusian zakat dalam

meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Efektifitas pelaksanaan zakat tidak terlepas dari koordinasi yang baik

dalam melakukan kegiatan operasional. Setidaknya ada beberapa

faktor yang dikaitkan dengan koordinasi suatu lembaga, yakni:5

1. Pimpinan

2. Kualitas Anggota

3. Sistem

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan pelaksanaan zakat meliputi

penggalian sumber zakat. Dalam menggali potensi zakat terdapat

beberapa strategi, diantaranya:6

1. Penggunaan media informasi yang efektif

Penggunaan media informasi diperlukan dalam

menginformasikan kepada masyarakat perihal kewajiban

berzakat dan pelaksanaan zakat yang dilakukan, sehingga

sumber zakat dapat diperoleh secara maksimal. Pemilihan media

informasi juga menjadi salah satu hal yang penting, karena harus

ditentukan dengan aspek pertimbangan efektifitas informasi

yang diperoleh masyarakat dan feedback terhadap pelaksanaan

zakat.

2. Pembentukan unit pengumpulan zakat

Hal ini dilakukan oleh amil untuk menjangkau dan memudahkan

muzakki dalam menyalurkan zakatnya, sehingga tidak ada lagi

kendala dan kasus yang membuat seorang muzakki tidak dapat

membayar zakat akibat tidak terjangkaunya amil.

5 Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004)

6 Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi, (Surabaya: Putra Media

Nusantara, 2010), Hal. 54-55

Page 26: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

17

3. Pembukaan counter penerimaan zakat

Selain dengan cara pembentukan unit pengumoulan, amil juga

dapat membuka counter atau loket penerimaan zakat yang dekat

dan terjangkau akses masyarakat.

4. Pembukaan rekening zakat

Pembukaan rekening menjadi suatu hal yang penting pada saat

ini dalam hal penerimaan zakat. Hal tersebut terjadi lantaran

berbagai keterbatasan yang terjadi di masyarakat sehingga

menghambat masyarakat dalam menunaikan kewajiban zakat.

Selain itu, pembentukan rekening juga ditujukan sebagai bentuk

transparansi dan profesionalisme amil. Hal tersebut dikarenakan

dalam setiap dana zakat yang masuk kedalam rekening akan

tercatat dalam pembukuan bank, sehingga semakin sulit terjadi

penyimpangan yang dilakukan petugas dalam mengelola dana

zakat.

c. Pengawasan Zakat (Controlling)

Secara umum, pengawasan dan evaluasi dalam pelaksanaan zakat

dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dan kelalaian

yang dilakukan petugas sehingga dapat mengurangi kemanfaatan

dana zakat. Atas hasil pengawasan dan evaluasi tersebut, akan

dijadikan bahan perencanaan dalam pelaksanaan zakat kedepannya.

Pola pengawasan yang dilakukan dalam pelaksanaan zakat, berupa:

1. menetapkan sistem dan standar operasional dalam melakukan

pengawasan sesuai dengan tujuan dan sasaran pengelolaan zakat

2. mengukur kinerja yang dilakukan oleh petugas yang bertugas

mengelola zakat dengan pengukuran dan kinerja secara standar

3. memperbaiki penyimpangan

Setidaknya terdapat 2 (dua) substansi pengawasan dalam

pengelolaan zakat, yakni:

Page 27: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

18

1. Fungsional

Secara fungsional, pengawasan dalam pengelolaan zakat

terdapat didalam organ lembaga pengelola (amil). Pengawasan

intern menjadikan amil lebih focus akan tugasnya dan tidak

merasa terbebani

2. Formal

Secara formal, pengawasan terhadap pengelolaan zakat

dilakukan oleh Dewan Syariah yang secara structural berada

dibawah pimpinan lembaga pengelola zakat. Dewan syariah

berisikan para pakar yang bertugas mengesahkan program dan

melakukan control atau bahkan menghentikan program

pengelolaan zakat yang ditemukan penyimpangan dan

pelanggaran

2. Syarat dan Rukun Zakat

Menurut mahzab Hanafi, penyebab zakat adalah adanya harta milik

yang telah mencapai nisab dan produktif (berdayaguna) kendati

kemampuan produktivitas tersebut masih dalam perkiraan.7 Harta milik

yang dimaksud disini ialah harta yang telah sempurna kepemilikannya

sehingga harta yang belum jelas kepemilikannya dan diperoleh atas hasil

berhutang tidak wajib dikenakan zakat meskipun telah mencapai nisab.

Selain itu harta yang merupakan kebutuhan pokok dan bertujuan untuk

penggunaan pribadi serta tidak diperuntukan untuk berdagang juga tidak

wajib dikenakan zakat karena tidak produktif.8

Menurut Al-Zarqani dalam sarah al-Muwatha‟ menerangkan bahwa

zakat memiliki rukun dan syarat, dimana rukunnya adalah ikhlas dan

syaratnya adalah sebab cukup setahun dimiliki. Zakat diterapkan

terhadap orang-orang tertentu dan mengandung sanksi hukum, teelepas

dari kewajiban dunia dan mendapatkan pahala di akhirat serta

menyucikan dari kotoran dosa.9

7 Wahbah Al Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mahzab cet.6, (Bandung: Rosda, 2005), hal. 95

8 Wahbah Al Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mahzab cet.6, (Bandung: Rosda, 2005), hal. 96

9 Muhammad Hasbi al-Siddieqy, Pedoman Zakat, (Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1953), hal. 26

Page 28: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

19

Sedangkan rukun zakat, secara garis besar dapat dibagi kedalam 3

(tiga) bagian, yakni:10

a. Melepaskan sebagian hartanya

b. Menjadikannya sebagai milik orang fakir atau golongan penerima

zakat

c. Diserahkan kepada wakilnya, yakni imam atau orang yang bertugas

mengelola zakat.

Bila ditinjau dari harta yang dikenakan zakat, Menurut Yusuf

Qardhawi ada beberapa persyaratan agar zakat dapat dikenakan kepada

harta kekayaan yang dimiliki oleh seorang muslim, yakni:11

a. Kepemilikan bersifat penuh

b. Harta yang dizakatkan bersifat produktif dan berkembang

c. Harta harus mencapai nisab

d. Harta zakat harus lebih dari kebutuhan pokok

e. Harta zakat harus bebas dari sisa hutang

f. Harta aset zakat harus berada dalam kepemilikan penuh selama satu

haul

Sedangkan bila dilihat dari pelaksanaan zakat, ada 2 (dua) syarat sah

pelaksanaan zakat, yakni:12

a. Niat

Para ulama sepakat bahwa niat merupakan syarat dalam pelaksanaan

zakat. pendapat ini berdasarkan pada hadits yang disampaikan oleh

Nabi Muhammad SAW,

اهلل عنو قال : سمعد حفص عمز تن انخطاب رض ن أت ز انمؤمن ل اهلل عن أم رس

. فمن كاند إنما نكم امزئ ما ن ل : إنما األعمال تانناخ صه اهلل عهو سهم ق

من كاند ىجزذو نذنا صثي نو، رس نو فيجزذو إن اهلل رس امزأج ىجزذو إن اهلل ا أ

و . نكحيا فيجزذو إن ما ىاجز إن

10

Wahbah Al Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mahzab cet.6, (Bandung: Rosda, 2005), hal. 97 11

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 296-297 12

Wahbah Al Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mahzab cet.6, (Bandung: Rosda, 2005), hal.

114-117

Page 29: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

20

]راه إماما انمحذثن أت عثذ اهلل محمذ تن إسماعم تن إتزاىم تن انمغزج تن تزدستح

انثخار ات انحسن مسهم تن انحجاج تن مسهم انقشز اننساتر ف صححيما

انهذن ىما أصح انكرة انمصنفح[.

Artinya: Dari Amirul Mu’minin, Abu Hafsh Umar bin Al

Khathab Radhiallahu Ta‟ala „Anhu, dia berkata: Aku mendengar

Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya

amal itu hanyalah beserta niat, dan setiap manusia mendapatkan

apa-apa sesuai yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya

kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya itu adalah kepada Allah

dan RasulNya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia

yang diinginkannya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka

hijrahnya itu kepada apa-apa yang ia inginkan itu.” (Diriwayatkan

oleh Imamul Muhadditsin, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin

Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abul

Husein Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi,

dalam kitab shahih mereka yang merupakan kitab hadits paling

shahih)

Menurut mahzab Hanafi, zakat tidak dapat dikeluarkan kecuali

disertai dengan niat yang dilakukan bersamaan dengan

pemberiannya kepada orang fakir. Sedangkan mahzab maliki

berpendapat bahwa niat disyaratkan dalam zakat sewaktu harta

diserahkan. Berbeda dengan mahzab Syafi’i dan Hambali yang

berkeyakinan bahwa niat zakat wajib dilakukan dalam hati dan tidak

disyaratkan dilakukan secara lisan.13

b. Tamlik (Memindahkan kepemilikan Harta kepada penerimanya)

Atas Syarat sah pelaksanaan zakat, Imam Maliki menambahkan 3

(tiga) syarat lain disamping 2 (dua) syarat yang telah disebutkan di atas,

yakni:14

13

Wahbah Al Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mahzab cet.6, (Bandung: Rosda, 2005), hal. 117 14

Wahbah Al Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mahzab cet.6, (Bandung: Rosda, 2005), hal. 118

Page 30: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

21

1. Zakat dikeluarkan setelah diwajibkan dengan adanya hawl

2. Menyerahkan harta yang dizakati kepada mustahik, bukan kepada

yang lainnya

3. Harta yang dikeluarkan zakatnya adalah harta yang wajib dizakati

3. Jenis-Jenis Zakat

Secara umum zakat dapat dibagi kedalam 2 (dua) jenis, yakni zakat

harta (zakat mal) dan zakat fitrah. Sebagaimana yang telah banyak

dijelaskan diatas, zakat harta (mal) adalah zakat yang diwajibkan kepada

seorang muslim yang memiliki kelebihan harta dan telah mencapai nisab

serta telah melewati jangka waktu tertentu (hawl).

Sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan seorang

muslim yang mempunya kelebihan dari nafkah keluarga yang wajar dan

dilakukan setelah melakukan kewajiban puasa ramadhan.15

Untuk zakat harta, setidaknya terdapat 5 (lima) jenis harta yang

wajib dikenakan zakat, yakni:16

a. Emas, perak dan uang

Dasar hukum atas pengenaan kewajiban zakat bagi emas, perang dan

uang dijelaskan dalam (Q.S. At-Taubah 6: 35).

Artinya: “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu

dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu

dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk

dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu

simpan itu." (Q.S. At-Taubah 6: 35)

15

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 1988), hal. 49 16

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 1988), hal. 44-47

Page 31: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

22

Adapun nisab dalam zakat terhadap emas adalah 20 dinar atau sama

dengan 96 gram emas murni yang telah dimiliki 1 (satu) tahun wajib

dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.

Sedangkan untuk perak nisabnya mencapai 200 dirham atau

mencapai 672 gram perak juga wajib dikenakan zakat sebesar 2,5%.

Sedangkan untuk uang berdasarkan perkembangan zaman, para

ulama sepakat untuk dikenakan zakat bila sudah mencapai nilai yang

setara dengan 96 gram emas.

b. Barang yang diperdagangkan

Untuk kewajiban zakat kepada barang dagangan dihitung

berdasarkan hasil perdagangan yang telah mencapai 1 (satu) tahun

dan nisabnya sama dengan nilai/harga emas 96 gram. Kewajiban

pengenaan zakat terhadap barang yang diperdagangkan dijelaskan

dalam (Q.S. Al-Baqarah 2: 267)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian

dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari

bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu

menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya

melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah

Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Al-Baqarah 2: 267)

c. Hasil peternakan

Pengenaan zakat terhadap hewan hasil ternak, meliputi kambing/biri-

biri, sapi dan kerbau dan untuk jangka waktu selama setahun. Untuk

nisab pada kambing/biri-biri adalah 40 (empat puluh) ekor.

Page 32: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

23

Tabel 2.1.

Perhitungan zakat pada hasil peternakan kambing/biri-biri

Jumlah

Kambing/Biri-biri

Zakat yang dikenakan

40-120 ekor 1 ekor

120-200 ekor 2 ekor

200-300 ekor 3 ekor

Diatas 300 ekor Bertambah 1 ekor tiap kelipatan 100 ekor

Berbeda dengan sapi dan kerbau, dimana nisab dalam hasil

peternakan sapi dan kerbau berjumlah 30 (tiga puluh) ekor yang

berusia diatas setahun.

Tabel 2.2.

Perhitungan zakat pada hasil peternakan sapi/kerbau

Jumlah Sapi Zakat yang dikenakan

30-39 ekor 1 ekor sapi berumur 1 tahun lebih

40-49 ekor 1 ekor sapi berumur 2 tahun lebih

50-69 ekor 2 ekor sapi berumur 1 tahun lebih

70-79 ekor 1 ekor sapi berumur 1 tahun lebih dan 1

ekor sapi berumur 2 tahun lebih

Diatas 80 ekor Ditambahkan 1 ekor sapi berumur 1 tahun

lebih setiap kelipatan 30 ekor

d. Hasil bumi

Dasar bagi pengenaan kewajiban zakat kepada hasil bumi adalah

(QS: 6 ayat 141). Hasil bumi yang dimaksud disini adalah hasil dari

bercocok tanam yang dilakukan oleh manusia. Waktu haul yang

dikenakan pada zakat hasil bercocok tanam tidak harus 1 (satu)

tahun, melainkan disesuaikan dengan waktu panen.

Page 33: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

24

Menurut Imam Syafi’i, hasil bercocok tanam yang wajib dikenakan

adalah hasil bercocok tanam yang meliputi makanan pokok saja,

seperti padi, gandum, kurma dan anggur. Untuk hasil bumi yang

diperoleh dari usaha sendiri meliputi pengairannya maka dikenakan

zakat 5 (lima) persen. Sedangkan untuk hasil bumi yang didapatkan

tanpa adanya upaya pengairan yang dilakukan secara sendiri

dikenakan zakat sebesar 10 (sepuluh) persen. Menurut kesepakatan

ulama, di Indonesia selain hasil bumi yang dikenakan zakat, hasil

laut yang diperoleh dengan cara ditangkap atau budidaya juga

dikenakan zakat.

e. Hasil tambang dan barang temuan

Terhadap barang tambang dan barang temuan, menurut kitab-kitab

hukum (fiqih), yang dikenakan zakat adalah barang tambang dan

barang temuan yang berupa emas dan/atau perak. Nisabnya

disamakan dengan zakat terhadap emas/perak yakni 96 gram emas

atau 672 gram perak dengan pengenaan zakat sebesar 2,5%

4. Tujuan dan Manfaat Zakat

Secara umum, tujuan zakat tidak hanya sekedar menyantuni orang

miskin secara konsumtif, melainkan untuk mengentaskan kemiskinan dan

mengangkat derajat faqir-miskin untuk keluar dari kesulitan hidup.17

Sedangkan tujuan zakat secara praktis menurut Daud Ali, antara lain:18

1. Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya keluar dari

kesulitan hidup serta penderitaan

2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharimin,

ibnu sabil dan mustahiq lainnya

17

Sintha Dwi Wulansari dan Achma Hendra Setiawan, Analisis Peranan Dana Zakat Produktif

Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Mustahik (Studi Kasus Rumah Zakat Kota Semarang),

Diponegoro Journal of Echonomics, Volume. 3, Nomor. 1 (Tahun 2014), Hal. 3 diakses melalui

http: //ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme pada tanggal 9 Mei 2016 18

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 1988), hal. 40

Page 34: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

25

3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat

muslim dan manusia secara umumnya

4. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta

5. Menghilangkan sifat dengki dan iri dari orang-orang miskin

6. Menjembatani jurang pemisah antara si-miskin dan si-kaya

7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada seseorang

8. Mendidik manusia untuk disiplin dalam menunaikan kewajiban dan

menyerahkan hak orang lain yang ada padanya

Sedangkan menurut Pemerintah, melalui Kementerian Agama,

tujuan zakat antara lain:19

1. Mengangkat derajat faqir-miskin dan membantunya keluar dari

kesulitan hidup serta penderitaan.

2. Membantu permasalahan yang dialami gharim, ibnu sabil dan

mustahiq lainnya.

3. Membentangkan dan membina tali silaturahmi sesame ummat islam

dan manusia pada umumnya.

4. Minghalangkan sifat kikir pemilik harta

5. Membersihkan sifat iri dan dengki dari hati orang miskin

6. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang,

terutama pada mereka yang memiliki harta

7. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan

menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.

8. Sarana pemerataan rezeki untuk mencapai keadilan sosial.

Dari berbagai hikmah (manfaat) zakat yang ada, beberapa hikmah

zakat dapat dikemukakan sebagai berikut:20

a. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhuafa

b. Pilar amal jama’i antara aghniya dengan mujahid dan da’i yang

berjuang dan berdakwah dijalan Allah SWT

c. Membersihkan dan mengikis akhlak buruk

19

Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf, Pedoman Zakat (4), (Jakarta: Departemen Agama,

1982), hal. 27-28 20

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi, ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 259-260

Page 35: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

26

d. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat

e. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan

f. Untuk pengembangan potensi umat

g. Dukungan moral kepada orang yang masuk islam

h. Menambah pendapatan negara untuk proyek yang berguna bagi

umat

i. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa

j. Memberantas penyakit iri hati, benci, dan dengki dari orang-orang

miskin

k. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan distribusi

harta dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam

masyarakat

l. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan islam yang

berdiri atas prinsip ummatan wahidan, ukhuwah islamiyah, dan

takaful ijtima

m. Dapat mensucikan diri dari kotoran dosa, memurnikan jiwa dan

mengikis sifat bakhil serta serakah

n. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi sosial

ekonomi atas pemerataan karunia allah dan juga merupakan

perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan

o. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera

B. Pengaturan Pengelolaan Zakat Dalam Sistem Hukum Indonesia

1. Sejarah Pengaturan Pengelolaan Zakat Di Indonesia

Secara empiris, pelaksanaan zakat di Indonesia telah berlangsung

sejak islam masuk ke nusantara, dimana pada masa tersebut penyaluran

zakat dikumpulkan melalui ulama-ulama dan pemerintahan setempat.

Akan tetapi pengaturan mengenai pengelolaan zakat di Indonesia baru

dilegitimasi pada tahun 1999 dengan dibentuknya UU No. 38 Tahun

1999 Tentang Ketentuan Pengelolaan Zakat.21

21

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 1988), hal. 32

Page 36: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

27

UU Pengelolaan zakat tahun 1999 mengatur peran substantif

pemerintah dalam pengelolaan zakat pada pasal 3 dan pasal 6. Dimana

dalam pasal 3 dijelaskan bahwa “pemerintah berkewajiban memberikan

perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan

amil zakat”. Dan pasal 6 dijelaskan bahwa “pengelolaan zakat dilakukan

oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah”.22

Lebih lanjut disebutkan bahwa badan dan lembaga amil zakat yang

dibentuk oleh pemerintah bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai

dengan tingkatannya.23

Rumusan tersebut menunjukkan bahwa peran

pemerintah sangat dominan dalam pengelolaan zakat, dimana selain

membentuk lembaga pengelolaan zakat yang sah pemerintah juga

mengawasi secara langsung atas kegiatan lembaga amil zakat tersebut.

Tujuan pengaturan ini sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 5

UU No. 28 Tahun 1999, antara lain:

a. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat

sesuai dengan ketentuan agama

b. Meningkatkan fungsi dan peranan paranata keagamaan dalam upaya

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial

c. Meningkatkan hasil guna dan daya guna masyarakat

Dalam regulasi rezim 1999, pengelolaan zakat dapat dibagi kedalam

dua lembaga, yakni badan amil zakat dan lembaga amil zakat. Perbedaan

antara keduanya adalah badan amil zakat berada dibawah pengelolaan

negara sedangkan lembaga amil zakat dikelola oleh pihak

swasta/masyarakat.24

Kemudian dalam Keputusan Menteri Agama No. 381 Tahun 1999

menjelaskan bahwa lembaga zakat harus memiliki persyaratan teknis:

a. Berbadan hukum

22

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 261 23

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 262 24

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 306

Page 37: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

28

b. Memiliki dana muzakki dan mustahik

c. Memiliki program kerja yang jelas

d. Memiliki pembukuan yang baik

e. Melampirkan surat pernyataan untuk bersedia diaudit

Sedangkan persyaratan lembaga dapat mengelola zakat, antara lain:

a. Beragama islam

b. Mukallaf

c. Memiliki sifat amanah dan jujur

d. Mengerti dan memahami hukum zakat

e. Memiliki kemampuan melaksanakan tugas dengan baik

f. Pekerja keras

Selain itu lembaga amil zakat yang dikelola oleh swasta/masyarakat

haruslah bersifat:25

a. Independen

b. Netral

c. Tidak berpolitik (praktis)

d. Tidak bersifat diskriminatif

Pengaturan UU No. 38 Tahun 1999 membawa implikasi antara lain:

a. Implikasi yuridis, dimana berdasarkan UU tersebut membawa

dampak secara hukum bagi pengelolaan zakat, mulai dari ketentuan

sanksi hingga kepada tata cara pendaftaran dan pengawasan lembaga

pengelolaan zakat

b. Implikasi finansial, dengan adanya pengaturan ini masyarakat akan

terbangun kepercayaan sosialnya (public trust) dalam menyalurkan

zakat karena menganggap zakat telah menjadi sesuatu yang legal

c. Implikasi moral, potensi dana zakat yang besar tentunya akan

membawa dampak yang baik bagi pembangunan kejahteraan sosial

25

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 306

Page 38: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

29

2. Pokok Pengaturan Dalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat

Perubahan regulasi terkait pengelolaan zakat dilakukan oleh

pemerintah setelah 12 (dua belas) tahun berlakunya UU No. 38 Tahun

1999. Perubahan ini dilakukan karena dianggap UU sebelumnya sudah

tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat perihal

pengelolaan zakat, mulai dari kegiatan perencanaan, pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaan.26

UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dibuat dalam 47

Pasal dan XI Bab. Bab tersebut terbagi atas ketentuan umum; Badan

Amil Zakat Nasional (BAZNAS); Pengumpulan, Pendistribusian,

Pendayagunaan dan Pelaporan; Pembiayaan; Pembinaan dan

Pengawasan; Peran Serta Masyarakat; Sanksi Administratif; Larangan;

Ketentuan Pidana; Ketentuan Peralihan; dan Ketentuan Penutup.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya, UU ini memiliki beberapa

kontroversi dan kelemahan yang meliputi perizinan Lembaga Amil

Zakat, kriminalisasi masyarakat, dan kewenangan baznas yang dianggap

terlalu kuat (superbody) dan pengawasan yang selama ini diserahkan

kepada MUI menjadi kepada Kementerian Agama.27

Perizinan Lembaga Amil Zakat menurut forum masyarakat zakat

dianggap dapat mematikan upaya penggalangan zakat yang selama ini

dilakukan masyarakat melalui mesjid dan pesantren, karena harus

terdaftar di Kementerian Agama.

Kriminalisasi masyarakat dikhawatirkan terjadi karena upaya

pengumpulan dana zakat oleh masyarakat yang dianggap tidak berizin

oleh Kementerian Agama dapat dikenakan sanksi pidana sehingga akan

menimbulkan ketidak pastian hukum.

Kewenangan BAZNAS yang dianggap terlalu kuat (superbody)

diakibatkan karena BAZNAS selain sebagai lembaga pengelola zakat

resmi pemerintah juga bertugas sebagai regulator dan pengawas dalam

26

Lihat penjelasan umum UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat 27

http://www.beritasatu.com/hukum/126727-uu-zakat-timbulkan-ketidakpastian-hukum-

pengelolaan-zakat-di-indonesia.html diakses pada tanggal 29 Maret 2016

Page 39: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

30

praktek pengumpulan dan pengelolaan zakat di Indonesia, sehingga

dikhawatirkan tidak akan mampu bertindak independen dalam

mengawasi dan merumuskan regulasi seputar pengelolaan zakat.

Maka dari itu atas dasar tersebut dilakukan uji materiil kepada

Mahkamah Konstitusi (MK) terkait poin-poin tersebut. Atas uji materiil

tersebut, MK mengabulkan sebagian gugatan yang dilakukan oleh

perwakilan dari lembaga zakat swasta yang dikelola masyarakat.

Poin-poin yang dikabulkan tersebut antara lain mengenai persyaratan

perizinan yang tidak bersifat komulatif; ketentuan perihal kriminalisasi

pengelola zakat yang tidak berizin; serta amil zakat perseorangan yang

tidak memiliki izin. Sedangkan gugatan terhadap kewenangan BAZNAS

tidak dikabulkan oleh MK.

C. Teori Tentang Baitul Mal Wa Tamwil

1. Pengertian Dan Perkembangan Baitul Mal Wa Tamwil

Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan lembaga ekonomi atau

keuangan syariah non-bank yang sifatnya informal karena lembaga ini

dibentuk dan didirikan oleh masyarakat secara swadaya yang sifatnya

informal. Bila diperhatikan, Baitul Mal wa Tamwil memiliki 2 (dua)

istilah yakni baitul mal dan baitul tamwil. Baitul mal lebih mengarah

kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang sifatnya

non-profit seperti zakat infdaq dan sodaqoh. Sedangkal Baitul Tamwil

cenderung kepada usaha pengumpulan dan penyaluran dana secara

komersial yang sifatnya profit oriented.28

Secara umum, kegiatan BMT dapat dikelompokkan menjadi beberaa

sektor, yaitu:29

a. Jasa Keuangan

Jasa keuangan yang dikembangkan oleh BMT berupa kegiatan

intermediasi yang dilakukan baik kepada anggota ataupun non-

28

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 103 29

Hertanto Widodo, dkk., PAS (Pedoman Akuntansi Syariah): Panduan Praktis Operasional

Baitul Mal Wa Tamil (BMT), (Bandung: Mizan, 2000), hal. 82-84

Page 40: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

31

anggota dalam bentuk penghimpunan dana yang diperoleh dari

nasabah dalam bentuk tabungan wadi‟ah, simpanan mudharabah

jangka pendek dan jangka panjang dan kemudian disalurkan dalam

bentuk pembiayaan dengan sistem bagi hasil dan jual-beli yang

ditangguhkan pembayarannya.

b. Sektor Riil

Sektor riil juga merupakan bentuk penyaluran dana BMT namun

sifatnya berbeda dengan jasa pembiayaan yang sifatnya untuk jangka

waktu tertentu. Penyaluran dana pada sektor riil berisifat permanen

atau jangka panjang dalam bentuk penyertaan modal atau investasi.

c. Sosial

Kegiatan pada sektor ini adalah pengelolaan zakat, infaq dan

sodaqoh baik yang diperoleh sendiri oleh BMT ataupun dari lembaga

pengelolaan ZIS. Sektor ini menjadi salah satu kekuatan utama BMT

karena selain dapat menjadi bentuk pembinaan agama terhadap

nasabah juga menjadi wujud pemberdayaan BMT terhadap

masyarakat yang tidak hanya pada aspek ekonomi tetapi juga aspek

agama.

BMT yang dibentuk dengan tujuan mulia memiliki asas dan sifat

yang harus dijaga dan ditaati. Asas yang wajib dimiliki dalam BMT

adalah didirikan pada masyarakat yang salaam, yakni penuh keselamatan,

kedamaian dan kesejahteraan.30

Selain asas tersebut, BMT juga wajib

bersifat terbuka, independen dan tidak partisan, berorientasi pada

pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis

ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan masyarakat

sekitar.31

30

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 365 31

Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), hal.

22

Page 41: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

32

Adapun prinsip dasar yang harus dimiliki BMT antara lain:32

a. Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), Thayyiban (terindah), Ahsanu

„amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai

salaam

b. Barokah, artinya berdaya guna

c. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah)

d. Demokratis, partisipatif dan inklusif

e. Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non-diskriminatif

f. Ramah lingkungan

g. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal serta

keanekaragaman budaya

h. Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan

kemampuan diri dan masyarakat lokal

Selain prinsip dasar yang telah dijelaskan, ada pula prinsip utama

yang harus dimiliki oleh BMT, yakni:33

a. Keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan menerapkan

prinsip-prinsip syariah dan muamalah kedalam kehidupan nyata

b. Keterpaduan, yang berarti adanya nilai-nilai spiritual yang

mengarahkan dan menggerakkan etika moral yang dinamis, proaktif,

agresif, adil dan berakhlak

c. Kekeluargaan

d. Kebersamaan

e. Kemandirian

f. Profesional

g. Istiqomah (konsisten)

Berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1990-an

merupakan pintu masuk awal bagi pengembangan sistem keuangan

32

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 365-366 33

Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), hal.

22

Page 42: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

33

syariah. Akan tetapi pertumbuhan bank-bank syariah secara keseluruhan

belum mampu menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah

(UKM) secara keseluruhan.

Hal tersebut mendorong pemikiran umat muslim untuk mencari dan

mendirikan lembaga keuangan berbasis syariah yang lain guna

mendukung pengembangan sektor UKM tersebut. BPR Syariah dan BMT

kemudian hadir sebagai salah satu alternatif yang berguna untuk

mendukung pengembangan sektor UKM yang belum tersentuh oleh

bank-bank syariah.

Akibat kebutuhan yang sangat besar, pertumbuhan BMT

berlangsung sangat pesat diseluruh Indonesia. Tercatat hingga tahun

2001, sedikitnya terdapat 2938 BMT yang terdaftar dan 1828 BMT yang

melaporkan kegiatannya di seluruh Indonesia.34

Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah

pendirian BMT terbesar di indonesia. Hingga tahun 2001, Jawa Barat

telah memiliki 637 BMT yang terdaftar dan 433 BMT yang melaporkan

usahanya. Sedangkan Jawa Timur memiliki 600 BMT yang terdaftar dan

519 BMT yang melaporkan usahanya.35

2. Fungsi dan Peran Baitul Mal Wa Tamwil

Sebagaimana yang diterangkan diatas, bahwa BMT memiliki 2

(dua) kecenderungan utama dalam usahanya yakni bersifat sosial melalui

baitul mal dan bersifat profit melalui baitul tamwil. Atas dua fokus

usahanya tersebut, maka BMT memiliki beberapa fungsi, yakni:36

a. Penghimpun dan penyalur dana, dalam hal ini BMT dapat menerima

simpanan dari anggotanya dan menyalurkannya melalui berbagai

mekanisme pembiayaan sektor produktif untuk sektor kecil

34

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 105 35

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 106 36

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 363-364

Page 43: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

34

b. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat menciptakan suatu alat

pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan untuk

memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan

c. Sumber pendapatan, BMT dapat memberikan lapangan kerja dan

pendapatan bagi masyarakat

d. Pemberi informasi, memberikan informasi kepada masyarakat

perihal produk-produk yang dikeluarkan disertai dengan resiko dan

manfaatnya

e. Memberi pembiayaan bagi UKM tanpa jaminan dan tidak

memberatkan bagi UMKM

Selain itu, BMT juga memiliki peranan, antara lain:37

a. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi yang bersifat haram

dan non-islam melalui berbagai macam cara, mulai dari sosialisasi

dan pelatihan terkait ekonomi islam

b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil, BMT harus aktif

dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga keuangan mikro

melalui berbagai macam cara, baik pembiayaan yang tidak

memberatkan, pendampingan dan pembiayaan

c. Melepaskan ketergantungan masyarakat kepada rentenir yang

bertentangan dengan hukum islam dan menyulitkan masyarakat

d. Menjaga keadilan ekonomi dengan distribusi yang merata kepada

seluruh lapisan masyarakat kecil

Selain peran yang telah dijelaskan diatas, BMT juga memiliki peran

ditengah masyarakat, yaitu:38

a. Motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak

b. Ujung tombak dalam menjalankan sistem ekonomi islam

c. Penghubung antara golongan kaya dengan golongan miskin

37

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 364-365 38

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 365

Page 44: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

35

d. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang

barokah, ahsanu „amala, dan salaam melalui prinsip spiritual

communication dan dzikir qalbiyah ilahiyah

Pernanan BMT yang telah dijelaskan diatas juga tidak terlepas dari

visi dan misi BMT yang harus mengarahkan pada perwujudan BMT

sebagai lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota

sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah SWT.39

3. Ruang Lingkup Usaha Yang Dikelola Baitul Mal Wa Tamwil

Bila diamati dari struktur organisasinya, BMT memiliki organ yang

mirip dengan struktur organisasi yang dimiliki Koperasi. Dimana BMT

memiliki struktur organ meliputi musyawarah anggota pemegang

simpanan pokok, dewan syariah, pembina manajemen, manajer, dan staff

dibawahnya yang meliputi berbagai bidang, mulai dari pembukuan, kasir,

dan tenaga pemasaran.40

Adapun tugas dari masing-masing organ adalah sebagai berikut:41

a. Musyawarah anggota pemegang simpanan pokok memegang

kekuasaan tertinggi di dalam memutuskan kebijakan BMT yang

bersifat makro

b. Dewan syariah bertugas untuk mengawasi dan menilai kegiatan

operasional BMT

c. Pembina manajemen bertugas untuk membina jalannya BMT

dalam menjalankan programnya

d. Manajer bertugas menjalankan amanah musyawarah anggota BMT

dan memimpin BMT dalam merealisasikan programnya

e. Bagian pemasarn bertugas untuk melakukan sosialisasi dan

mengelola produk BMT

39

Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), hal.

24 40

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 106 41

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 106-107

Page 45: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

36

f. Kasir bertugas untuk melayani nasabah BMT

g. Pembukuan bertugas untuk melakukan pembukuan atas aset dan

keuangan BMT

Gambar. 2.1.

Struktur Organisasi BMT

Struktur organisasi BMT diatas merupakan struktur organisasi

BMT yang standar menurut PINBUK, akan tetapi pada kenyataannya

tidak semua BMT memiliki struktur organisasi demikian, hal ini

disebabkan berbagai macam faktor antara lain:42

a. Ruang lingkup atau wilayah operasi BMT

b. Efektivitas dalam pengelolaan BMT

c. Orientasi program kerja yang akan direalisasikan dalam jangka

pendek dan jangka panjang

d. Jumlah SDM yang diperlukan dalam kegiatan operasional BMT

42

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 108

Pembina

Manajemen

Musyawarah Anggota

Pemegang Simpanan Pokok

Pembukuan Kasir

Manajer

Dewan Syariah

Pemasaran

Maal Tamwil

Anggota dan Nasabah

Page 46: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

37

BMT sama halnya dengan bank syariah, dalam menjalankan

usahanya, menerapkan 3 (tiga) prinsip sebagai berikut:43

a. Prinsip bagi hasil

b. Sistem jual-beli

c. Sistem non-profit

Dalam menjalankan mekanisme operasionalnya, BMT memiliki

ciri-ciri utama yakni, berorientasi bisnis, mencari laba secara bersama,

dan meningkatkan pemanfaatan ekonomi untuk anggotanya dan

masyarakat; bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk

mengefektifkan penggunaan zakat, infaq dan shadaqoh bagi masyarakat

luas; ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat;

milik bersama masyarakat kecil.44

Kegiatan usaha BMT dapat dibagi kedalam 3 (tiga jenis), yakni

penghimpunan dana, pengelolaan dana, serta pelayanan zakat dan

shadaqoh. Untuk pelayanan penghimpunan dana dilakukan oleh BMT

melalui beberapa produk, antara lain:45

a. Giro Wadiah

Giro wadiah adalah produk simpanan yang bisa ditarik kapan saja,

dimana dana simpanan nasabah dititipkan di BMT dan boleh

dikelola. Nasabah kemudian berhak mengambilnya serta

mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro yang

dilakukan oleh BMT dan ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan

BMT. (Fatwa DSN-MUI No. 01/DSN-MUI/IV/2000)

b. Tabungan Mudarabah

Dalam tabungan mudarabah, dana yang disimpan nasabah akan

dikelola oleh BMT untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan

kemudian akan diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan

nasabah. Nasabah bertindak sebagai shahibul mal dan BMT akan

43

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 108 44

Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), hal. 26 45

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013), hal. 366-367

Page 47: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

38

bertindak sebagai Mudharib (Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-

MUI/IV/2000)

c. Deposito Mudarabah

Dalam deposito Mudarabah, BMT bebas melakukan berbagai usaha

menggunakan dana simpanan selama tidak bertentangan dengan

hukum syara. Akan tetapi nasabah juga berhak memberikan

batasan penggunaan dana untuk jenis dan tempat tertentu kepada

BMT dalam mengelola dana simpanan. Jenis ini disebut

mudarabah muqayyadah.

Sedangkan untuk pengelolaan dana yang didapatkan dari hasil

penghimpunan dapat dilakukan melalui pembiayaan usaha, kas tangan

dan ditabungkan kepada BPR Syariah dan Bank Syariah. Dalam hal

BMT melakukan pengelolaan dengan jalan menyalurkan pembiayaan

usaha syarat yang harus dipenuhi adalah usaha yang dibiayai adalah

usaha mikro, kecil dan menengah.

Klasifikasi usaha yang dapat dibiayai oleh BMT dibatasi kepada

usaha perdagangan, industri rumah tangga, pertanian /peternakan/

perikanan, konveksi, konstruksi, percetakan dan jasa lainnya selama

tidak bertentangan dengan hukum syara.46

Untuk usaha terakhir yang meliputi pelayanan zakat dan shadaqoh,

BMT dapat melakukan penggalangan dan penyaluran dana ZIS.

Penggalangan yang dapat dilakukan oleh BMT dapat menerima

langsung dari masyarakat ataupun bekerja sama dengan Badan Amil

Zakat, Infaq dan Shadaqoh.

Dan penyaluran dana ZIS oleh BMT digunakan untuk keperluan

pembiayaan kepada masyarakat yang sifatnya membantu, pemberian

bea siswa bagi pelajar yang berprestasi dan tidak mampu, penutupan

terhadap pembiayaan yang macet karena faktor ketidaksanggupan

46

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 110

Page 48: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

39

nasabah dalam melakukan pelunasan, serta membantu masyarakat

dibidang kesehatan.47

47

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008), hal. 111

Page 49: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

40

BAB III

PROFIL DAN PRODUK BMT AL-FATH DAN BMT USAHA MULYA

A. Profil dan Produk BMT Al-Fath

1. Profil BMT Al-Fath Ciputat

Embrio BMT Al-Fath, mulai dirintis pada tanggal 13 Oktober 1996

oleh 25 (dua puluh lima) pendiri dengan modal awal dari masing-masing

pendiri sebesar Rp. 400.000,- yang sekarang jumlah pendirinya

bertambah menjadi 31 (tiga puluh satu) orang.1

Berdasarkan aspek legalitasnya, BMT Al-Fath mendapatkan izin dari

Departemen Koperasi (sekarang Kementerian Koperasi dan UMKM)

pada tahun 1998 dengan SK No: 650/BH/kwk.10/VI/1998 dengan nama

Koperasi Simpan Pinjam Pamulang.

Baru pada tahun 2005, berdasarkan hasil Rapat Anggota Tahunan

(RAT) Koperasi tahun 2004, diajukan perubahan akta pendirian dengan

nomor 518/BH/PAD/Koperasi 2005 terkait nama Koperasi yang diubah

menjadi BMT Al-Fath IKMI. Nama Al-Fath sendiri terinspirasi dari nama

sebuah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) di wilayah kedaung,

Tangerang Selatan.

Sejak awal pendiriannya, BMT Al-Fath telah mencapai banyak

perkembangan positif hingga akhirnya pada saat ini telah memiliki

kantor cabang untuk mendukung kegiatan operasionalnya. Kantor Pusat

BMT Al-Fath terletak di Jl. Aria Putra No. 7, Kedaung, Pamulang,

sedangkan kantor cabangnya terletak di Jl. Aria Putra No. 1, Kedaung,

Pamulang dan Ruko Bintaro Asri No. R4 Jl. Jombang Raya, Ciputat.2

Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, BMT Al-Fath

memiliki Visi dan Misi, antara lain:3

a. Visi

1 Diakses melalui http://www.bmtalfath.com/index.php?peji=profil pada tanggal 22 Mei 2016

2 Diakses melalui http://www.bmtalfath.com/index.php?peji=kontak pada tanggal 22 Mei 2016

3 Diakses melalui http://www.bmtalfath.com/index.php?peji=profil pada tanggal 22 Mei 2016

Page 50: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

41

“Meningkatkan kualitas keimanan anggota dan mitra binaan

sehingga mampu berperan aktif sebagai khalifah Allah SWT”

b. Misi

i. Menerapkan prinsip-prinsip syariat dalam kegiatan

ekonomi

ii. Memberdayakan pengusaha kecil dan menengah

iii. Membina kepedulian aghiya (orang mampu) kepada

dhuafa (kurang mampu) secara terpola dan

berkesinambungan

Selain visi-misi, BMT Al-Fath juga merumuskan Fungsi dan Tujuan

didirikannya BMT Al-Fath, yakni: 4

a. Fungsi

“Menjalin Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan islam) melalui

pemungutan dan penyaluran zakat, infaq dan sodaqoh serta

memasyarakatkannya, dan menjunjung pemberdayaan ummat

melalui program pemberian modal bagi pedagang ekonomi

lemah, pemberian bea siswa dan santunan bagi kaum dhuafa”

b. Tujuan

“Meningkatkan kesejahteraan jasmani dan rohani serta

mempunyai posisi tawar (daya saing) anggota dan mitra binaan

juga masyarakat pada umumnya melalui kegiatan pendukung

lainnya”

Adapun Struktur Organisasi BMT Al-Fath periode 2013-2015,

adalah:5

Dewan Pengawas

Ketua : Drs. Mustakim Kurdi, M.A

Anggota : H. Faried Hidayat

4 Diakses melalui http://www.bmtalfath.com/index.php?peji=profil pada tanggal 22 Mei 2016

5 Diakses melalui http://www.bmtalfath.com/index.php?peji=profil pada tanggal 22 Mei 2016

Page 51: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

42

H. Kapsulani, S.E, M.M

Dewan Pengurus

Ketua : Drs. Budiyono, M.Pd

Wakil Ketua :

Bidang Pendanaan Umum : H. Z. Arifin Listianto

Bidang Pembiayaan dan :H. Abdul Rahim

Pembinaan Mitra

Sekretaris : Drs. Prasthowo Sidhi, S.H, M.H

Bendahara : H. Djaelani, S.E

Pengelola Kantor Pusat

Manajer Tamwil : Saimin, S.E

Manajer Maal : H. Imam Turmudzi, Ms.

Kabag Operasional : Suryadi, S.T

Kabag Marketing : Opan Sopyan Sauri, S.Ag

2. Produk BMT Al-Fath Ciputat

Sebagai Lembaga Keuangan Mikro syariah (LKMS), BMT Al-Fath

memiliki 3 (tiga) focus usaha, yakni kegiatan penghimpunan dana

(funding), penyaluran dana (lending) dan pengelolaan zakat. Masing-

masing focus usaha memiliki beberapa produk yang berbeda

karakteristiknya satu-sama lain.

Produk-produk yang masuk dalam usaha penghimpunan dana, antara

lain:6

a. TAWAKAL, adalah jenis tabungan yang dikeluarkan oleh BMT Al-

Fath dengan menggunakan prinsip titipan (wadiah).

b. TABAH (Tabungan Berjangka Al-Fath), adalah tabungan/investasi

dengan menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah yang

penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang

dikehendaki berdasarkan prinsip bagi hasil.

6 Diakses melalui http://www.bmtalfath.com/index.php?peji=produk pada tanggal 22 Mei 2016

Page 52: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

43

c. SIDIK (Simpanan Pendidikan), adalah simpanan yang alokasi

dananya diperuntukkan bagi kebutuhan pendidikan putra-putri mitra

dan dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil.

d. Simpanan Idul Fitri, adalah adalah simpanan yang diperuntukkan

bagi kebutuhan hari raya idul fitri.

e. Simpanan Qurban, adalah simpanan yang diperuntukkan untuk

keperluan pembelian hewan qurban saat hari raya idul adha.

f. Simpanan Nikah, simpanan yang diperuntukkan untuk keperluan

pernikahan dan tabungan dapat ditarik 1 (satu) bulan menjelang

pernikahan.

g. Simpanan Haji, simpanan yang ditujukan untuk membiayai

keperluan ibadah haji, dan penarikannya hanya dapat dilakukan 1

(satu) kali.

Sedangkan dalam kegiatan penyaluran dana (lending), produk BMT

Al-Fath, adalah:7

a. Pembiayaan berdasarkan prinsip Mudharabah

b. Pembiayaan berdasarkan prinsip Musyarakah

c. Piutang berdasarkan prinsip Mudharabah

Dalam hal pengelolaan zakat, infaq dan Sodaqoh (ZIS), BMT AL-

Fath menyediakan sarana kepada ummat untuk menunaikan

kewajibannya dalam hal pembayaran zakat melalui BMT Al-Fath, baik

zakat fitrah maupun zakat maal.

Dalam upayanya meningkatkan pelayanan bagi Muzakki, BMT Al-

Fath turut mengembangkan sistem informasi dan teknologi melalui

website resmi BMT guna membantu muzakki dalam menghitung besaran

zakat yang wajib dibayarkan oleh muzakki.

7 Diakses melalui http://www.bmtalfath.com/index.php?peji=produk pada tanggal 22 Mei 2016

Page 53: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

44

Untuk Pembayaran Zakat, Infaq dan Sodaqoh (ZIS), BMT Al-Fath

menerima pembayaran baik secara tunai ataupun transfer perbankan

melalui rekening BMT di:8

a. Bank Muamalat Cabang Bumi Serpong Damai (BSD) dengan no.

rek: 303.02.980.22 atas nama saimin qq BMT Al-Fath.

b. Bank Syariah Mandiri Cabang Pondok Indah dengan no. rek:

0040052911 atas nama KBMT Al-Fath.

B. Profil dan Produk BMT Usaha Mulya

1. Profil BMT Usaha Mulya

BMT Usaha Mulya merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro

yang berbasis syariah yang ada di Jakarta. Berlokasi di Jakarta Selatan,

BMT Usaha Mulya merupakan salah satu usaha yang dibentuk oleh

DKM Masjid Raya Pondok Indah sebagai wujud bakti dan dakwah

dengan meningkatkan perekonomian, produktivitas dan kesejahteraan

masyarakat.

BMT Usaha Mulya dibentuk dan didirikan pada hari kamis, tanggal

1 Agustus 2002 dan memperoleh penetapan badan hukum pada tahun

2006 melalui SK Badan Hukum No. 467/BH/MENEG.1/2006 yang

berkedudukan di Jl. Sultan Iskandar Muda No. 1, Pondok Indah, Jakarta

selatan.

Selain SK tersebut, BMT Usaha mulya juga memiliki dokumen

hukum lain sebagai dasar kegiatan operasional yang meliputi SIUP

(Surat Izin Usaha Perdagangan) dengan No. 0685/1.824.271 dan Tanda

Daftar Perusahaan (TDP) dengan No. 09.03.2.51.01043 yang masing-

masing diperoleh dari Dinas Perdagangan/Kementerian Perdagangan.

Sebagai wajib pajak badan, BMT Usaha Mulya juga terdaftar

sebagai wajib pajak di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan

dengan Nomor Pokok: 02.503.943.9-013.000.

8 Diakses melalui http://www.bmtalfath.com/index.php?peji=zakat pada tanggal 22 Mei 2016

Page 54: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

45

Sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatan operasionalnya,

BMT Usaha Mulya memiliki visi-misi sebagai berikut:

a. Visi

“Menjadi Lembaga Keuangan Berbasis Syariah Terdepan Serta

Terpercaya Dalam Mensosialisasikan Dan Mengembangkan Sistem

Keuangan Sebagai Solusi Efektif Untuk Meningkatkan

Perekonomian, Produktifitas, Dan Kesejahteraan Masyarakat

Bawah dan Menengah”

b. Misi

i. Mengaplikasikan Mekanisme Bermuamalah Menurut Tuntunan

Syariah Islam

ii. Memudahkan Akses Permodalan Dan Pengelolaan Kegiatan

Usaha Bagi Masyarakat Bawah Menengah Secara Finansial

Maupun Non-finansial

iii. Mengembangkan Potensi Ummat Untuk Dapat Berkiprah

Membangun Perekonomian Dan Mengentaskan Kemiskinan

iv. Membangun Budaya Usaha Yang Amanah, Bermartabat dan

Adil

Layaknya BMT pada umumnya, BMT Usaha Mulya memiliki

komitmen dan focus pada pemberdayaan serta pengembangan kegiatan

usaha produktif atau investasi dikalangan masyarakat bawah menengah

dalam bentuk permodalan atau pengelolaan usaha baik secara financial

ataupun non-finansial dengan memadukan fungsi Baitul Maal

(penghimpunan dana) dan Baitul Tamwil (pengembangan usaha).

Dalam mendukung kegiatan operasionalnya, BMT Usaha Mulya

didukung oleh beberapa aspek, baik aspek teknologi ataupun manajerial.

Aspek teknologi yang dimaksud meliputi sistem standardisasi lembaga

keuangan melalui pemanfaatan perangkat teknologi dan informasi.

Sedangkan aspek manajerial meliputi pengelolaan yang dibangun

berdasarkan prinsip efisiensi dan profesional.

Page 55: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

46

Selain itu, BMT Usaha Mulya juga menjalin kerja sama dengan

sejumlah lembaga untuk mendukung kegiatan dibidang pelayanan

keuangan, antara lain:

a. PT. Asuransi Takaful

b. Bank Permata Syariah

c. Bank Muamalat Indonesia

d. Asosiasi BMT Korwil DKI Jakarta

Struktur organisasi BMT Usaha Mulya yang menunjang efektifitas

dan efisiensi dalam kegiatan operasional BMT meliputi pengawas

syariah, pengawas manajemen dan pengurus yang meliputi ketua,

sekertaris dan bendahara.

Tabel. 3.1.

2. Produk BMT Usaha Mulya

Sebagaimana telah disinggung diatas, produk BMT Usaha Mulya

secara garis besar dapat dibagi kedalam usaha penghimpunan dana

(funding) dan pembiayaan (landing). Penghimpunan dana yang dikelola

Sekertaris:

Warja, S.E

Bendahara:

Nur Baiti, A.Md

Pengawas Syariah:

Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja,

S.H, M.A

Ketua:

H. Ika Ahmad Furqon, L.C

Pengawas Manajemen:

1. M. Ridwan

2. M. Yusuf Sudono, S.H

Page 56: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

47

BMT Usaha Mulya diperoleh dari 3 (tiga) usaha, yakni penyertaan modal

dari Yayasan Pondok Mulya, Penghimpunan dana yang bersumber dari

Zakat, Infaq dan Sodaqoh produktif yang bekerja sama dengan Badan

Pengelola (Amil) ZIS Masjid Raya Pondok Indah, dan Himpunan dana

yang bersumber dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito.

Sedangkan pembiayaan yang dilakukan oleh BMT Usaha Mulya

meliputi pembiayaan yang diperuntukkan bagi usaha dan perniagaan

seperti usaha perdagangan, industry kerajinan/home industry, dan

berbagai jenis jasa; dan pembiayaan konsumtif dengan skema

Musyarakah atau Mudharabah.

Adapun produk simpanan yang disediakan oleh BMT Usaha Mulya,

antara lain:9

a. Simpanan Mudharabah, yakni simpanan masyarakat yang dilakukan

dengan prinsip mudharabah guna dikelola oleh BMT.

b. Simpanan Pendidikan, yakni simpanan yang diperuntukkan bagi

pembiayaan kebutuhan sekolah, yang penarikannya dapat dilakukan

pada momen-momen tertentu (sebelum tahun ajaran baru, semester

dan akhir semester).

c. Simpanan Idul Fitri, merupakan simpanan yang ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan menjelang hari raya idul fitri dan penarikannya

hanya dapat dilakukan pada saat menjelang hari raya idul fitri.

d. Simpanan Idul Qurban, merupakan simpanan yang diperuntukkan

bagi pembelian hewan qurban menjelang hari raya idul adha serta

membantu penyalurannya kepada para mustahik.

e. Simpanan Walimah, adalah simpanan yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan pernikahan dan resepsi. Penarikannya dapat

dilakukan menjelang dilangsungkannya pernikahan.

9 Intan Nur’aini Daeng Mata, Manajemen Dana Bergulir Ghuafa BMT Usaha Mulya Jakarta

Selatan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), Hal. 45-47

Page 57: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

48

f. Simpanan Haji, merupakan simpanan yang diperuntukkan bagi

kebutuhan ibadah haji nasabah, dan penarikannya dapat dilakukan

menjelang keberangkatan ibadah haji.

g. Simpanan Berjangka, adalah investasi syariah yang penarikannya

dilakukan berdasarkan jangka waktu tertentu yang telah disepakati

dengan BMT termasuk Nisbah bagi hasil yang akan diberikan.

Sedangkan produk pembiayaan yang disediakan oleh BMT Usaha

Mulya, antara lain:10

a. Pembiayaan Murabahah, adalah pembiayaan yang dilakukan

berdasarkan prinsip murabahah dan pengembaliannya disesuaikan

dengan kesepakatan dengan nasabah, apakah dilakukan secara

angsuran atau berdasarkan jatuh tempo.

b. Pembiayaan Ijarah, merupakan pembiayaan yang dilakukan

berdasarkan prinsip Ijarah, dimana dalam pembiayaan Ijarah yang

dilakukan oleh BMT Usaha Mulya memiliki 2 (dua) bentuk, yakni

Ijarah Multi Jasa, untuk pemindahan hak guna jasa dan Ijarah

Muntahiah Bit Tamlik, untuk pemindahan hak guna barang.

c. Pembiayaan Musyarakah, merupakan pembiayaan dalam bentuk

penyertaan modal terhadap usaha nasabah yang pembagian bagi

hasilnya disesuaikan dengan kesepakatan para pihak.

d. Pembiayaan Mudharabah, merupakan pembiayaan yang

diperuntukkan untuk modal kerja nasabah yang mencapai 100% dan

diberikan kepada nasabah yang memiliki kemampuan dan kapasitas

dalam menjalankan usaha, serta bertanggung jawab dalam

pengelolaan usaha tersebut.

e. Pembiayaan dana bergulir dhuafa, merupakan pembiayaan yang

bersumber dari dana sosial dan ZIS dan diperuntukkan untuk

keperluan usaha kaum dhuafa

10

Intan Nur’aini Daeng Mata, Manajemen Dana Bergulir Ghuafa BMT Usaha Mulya Jakarta

Selatan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), Hal. 47-49

Page 58: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

49

f. Jasa Pembayaran, merupakan produk tambahan BMT Usaha Mulya

dalam hal membantu nasabah dalam melakukan pembayaran, baik

rekening PLN, Telepon, PDAM, dan isi ulang pulsa.

Page 59: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

50

BAB IV

ANALISA HASIL PENELITIAN TERKAIT KEWENANGAN BAITUL

MAL WA TAMWIL DALAM MELAKUKAN PENGELOLAAN ZAKAT

A. Gambaran Umum Aplikasi Zakat Pada Baitul Mal Wa Tamwil

Di Indonesia, pengelolaan zakat meliputi kegiatan perencanaan,

pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan

pendayagunaan zakat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Butir 1 UU No.

23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

Baitul Mal wa Tamwil adalah lembaga yang tidak hanya berfungsi

sebagai baitul tamwil (jasa keuangan), tetapi juga sebagai baitul mal

(pengelolaan zakat). Secara s77ederhana, Baitul Mal wa Tamwil dalam

kedudukannya sebagai amil setidaknya harus tunduk pada batasan-batasan

pengelolaan zakat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Butir 1 UU

Pengelolaan Zakat, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan

pengoordinasian dalam mengumpulkan, mendistribusikan dan

mendayagunakan dana zakat untuk kepentingan mustahik dan muzakki.

Berdasarkan pasal tersebut, diketahui bahwa ruang lingkup pengelolaan

zakat meliputi, kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan

zakat yang padanya melekat tahapan perencanaan, pelaksanaan dan

pengoordinasian.

Grafik. 4.1.

Penjelasan Rumusan Pasal 1 Butir 1 UU Pengelolaan Zakat

PERENCANAAN

PELAKSANAAN

PENGOORDINASIA

N

PENGUMPULAN

PENDISTRIBUSIAN

PENDAYAGUNAAN

Page 60: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

51

1. Perencanaan Dalam Pengumpulan, Pendistribusian dan

Pendayagunaan Zakat Oleh Baitul Mal Wa Tamwil

Dalam tahapan perencanaan dalam kegiatan pengelolaan zakat yang

dilakukan oleh Baitul Mal wa Tamwil, penulis mengambil titik tolak

pada sistem pengambilan kebijakandan perencanaan strategis dan teknis

di masing-masing Baitul Mal wa Tamwil yang dipilih sebagai objek

penelitian.

BMT Al-Fath

BMT Al-Fath memiliki struktur organ yang meliputi Rapat Anggota,

Pengurus dan Pengawas. Dalam pengambilan kebijakan dan

perencanaan yang sifatnya strategis dan jangka panjang (minimal 1

tahun), diputuskan melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai

forum tertinggi lembaga, sedangkan pengambilan kebijakan dan

perencanaan secara teknis diserahkan kepada Manajer Maal, yang

secara structural berada dibawah pengurus, dengan koordinasi yang

dilakukan kepada pengurus harian dan pengawas dalam pengambilan

kebijakan.1

BMT Usaha Mulya

BMT Usaha Mulya memiliki struktur organ meliputi Yayasan

Masjid Raya Pondok Indah sebagai pemegang hak Rapat Anggota

Tahunan, pengawas manajemen, pengawas syariah, dan pengurus.

Mekanisme penetapan kebijakan dan perencanaan strategis yang

dilakukan BMT Usaha Mulya sama dengan yang dilakukan di BMT

Al-Fath, dimana kebijakan strategis diputuskan oleh Yayasan Masjid

Pondok Indah melalui mekanisme RAT. Sedangkan pengambilan

kebijakan dan perancanaan yang sifatnya teknis ditentukan oleh

manajer operasional dengan koordinasi kepada pengurus harian,

pengawas manajemen dan pengawas syariah.2

1 Hasil Wawancara dengan Manajer Maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016

2 Hasil Wawancara dengan Manajer Operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016

Page 61: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

52

Menariknya, BMT Usaha Mulya hingga saat ini belum ada

pemisahan antara manajer yang bertanggung jawab untuk mengelola

kegiatan simpan-pinjam (manajer tamwil) dan manajer yang

bertanggung jawab mengelola dana zakat (manajer mal) yang

diakibatkan oleh keterbatasan SDM yang ada di BMT Usaha Mulya.

Menurut Ika Ahmad Furqon, idealnya sebuah BMT memiliki

personil sebanyak 30 orang.3

Perbedaan mencolok diantara kedua BMT ini adalah keterlibatan

pengawas syariah dan personil yang menjalankan usaha baitul mal.

Pertama, Dalam keterlibatan pengawas syariah, pengambilan kebijakan/

perencanaan strategis yang diputuskan di BMT Usaha Mulya harus

berdasarkan persetujuan Pengawas Syariahuntuk memberikan kepastian

atas kebijakan BMT yang sesuai dengan nilai-nilai syari’. Sedangkan hal

yang sama tidak dilakukan di BMT Al-Fath akibat ketiadaan pengawas

syariah.

Kedua, terkait dengan personil/pelaksana, BMT Usaha Mulya

sampai sejauh ini masih dilakukan penggabungan pengelolaan antara

pelaksana Baitul Mal maupun Baitul Tamwil, sedangkan BMT Al-Fath

sudah dilakukan pemisahan tersendiri antara manajer yang bertanggung

jawab untuk urusan Tamwil dan Mal

2. Pelaksanaan Dalam Pengumpulan, Pendistribusian dan

Pendayagunaan Zakat Oleh Baitul Mal Wa Tamwil

Sebagaimana dijelaskan diatas, pelaksanaan kegiatan BMT secara

structural dilakukan oleh pengurus atas amanah yang diberikan oleh

Rapat Anggota. Pengurus kemudian akan mendistribusikan kewenangan

dalam menjalankan kegiatan operasional pengelolaan zakat kepada

manajer Mal.

BMT Usaha Mulya

3 Hasil wawancara dengan Manajer Operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016

Page 62: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

53

BMT Usaha Mulya dalam mengelola dana zakat tidak melakukan

pengumpulan secara langsung karena sebelumnya telah berdiri

Badan Pengelola ZIS yang sama-sama berada dibawah yayasan

Masjid Pondok Indah.4

BMT Usaha Mulya hanya mengelola sebagian penyaluran zakat mal

yang telah dihimpun oleh Badan Pengelola ZIS Masjid Pondok

Indah untuk disalurkan kepada masyarakat melalui pembiayaan

produktif yang ditujukan kepada mustahik dan tidak ada proporsi

jelas untuk pembagian tiap-tiap golongan mustahik.5

BMT Al-Fath

Berbeda dengan yang dilakukan oleh BMT Usaha Mulya, BMT AL-

Fath justru melakukan pengumpulan dana ZIS secara langsung dari

masyarakat. Penerimaan tersebut dilakukan melalui loket yang

tersedia di kantor pusat BMT dan kantor cabang/kas BMT serta

melalui transfer perbankan pada rekening yang telah disediakan oleh

BMT.6

Untuk penerimaan zakat melalui fasilitas transfer perbankan, BMT

memberikan fasilitas dan layanan kepada donator untuk menghitung

jumlah zakat yang wajib ditunaikan melalui aplikasi kalkulator zakat

yang tersedia di website resmi BMT. Tujuannya, agar

mempermudah mustahik dalam menunaikan kewajibannya.7

Dalam pendistribusiannya, BMT Al-Fath memisahkan penerimaan

zakat dan infaq, dimana dana yang bersumber zakat dipergunakan

untuk kegiatan sosial, seperti pengobatan gratis dan bea siswa bagi

mustahik. Sedangkan dana infaq dipergunakan untuk qordul hasan

guna memberdayakan masyarakat fakir miskin.8

4 Hasil wawancara dengan Manajer Operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016

5 Hasil wawancara dengan Manajer Operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016

6 Hasil wawancara dengan Manajer Maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016

7 Diakses melalui http://www.bmtalfath.com/index.php?peji=zakat pada tanggal 22 Mei 2016

8 Hasil wawancara dengan Manajer Maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016

Page 63: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

54

3. Pengoordinasian Dalam Pengumpulan, Pendistribusian dan

Pendayagunaan Zakat Oleh Baitul Mal Wa Tamwil

Pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baitul Mal wa Tamwil

merupakan sesuatu yang menarik, mengingat dalam pengelolaan dana

zakat yang dilakukan sangat terkait dengan banyak lembaga dan institusi

lain sehingga menarik untuk diketahui bentuk koordinasi dengan

lembaga tersebut.

Dalam penelitian ini, setidaknya ada 2 (dua) bentuk koordinasi yang

ditemukan dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baitul Mal wa

Tamwil, yakni koordinasi dengan Lembaga Amil Zakat, dan koordinasi

dengan instansi pemerintahan yang terkait.

BMT dalam mengelola dana zakat senantiasa berkoordinasi dengan

LAZ (lembaga amil zakat) yang terdaftar untuk keperluan pelaporan

hasil pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BMT. Pelaporan ini

dilakukan untuk memenuhi 2 (dua) hal yakni untuk kepentingan laporan

kepada Negara dan bentuk akuntabilitas dan transparansi yang dilakukan

oleh BMT.9

Sedangkan koordinasi yang dilakukan dengan instansi pemerintahan

yang terkait, BMT senantiasa berkoordinasi dengan Walikota/Gubernur

dan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(Kemenkop dan UMKM) sebagai bentuk pengawasan dan pembinaan

terhadap koperasi.10

Terkait dengan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BMT, hingga

sejauh ini belum ada koordinasi secara langsung, baik dengan BAZNAS

ataupun Kementerian Agama, sebagai institusi pemerintahan yang

terkait. Hal ini dikarenakan BMT belum terdaftar sebagai Lembaga Amil

9 Hasil wawancara dengan manajer maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016 dan manajer

operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016 10

Hasil wawancara dengan manajer maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016 dan manajer

operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016

Page 64: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

55

Zakat, sehingga dalam pengelolaannya perlu bermitra dengan Lembaga

Amil Zakat yang lain.11

B. Analisa Hasil Temuan

1. Perbandingan Pengelolaan Zakat Oleh BMT Al-Fath dan BMT

Usaha Mulya

Tabel. 4.1.

Profil dan Pengelolaan Zakat Oleh BMT al-Fath dan BMT Usaha Mulya

No Indikator BMT Al-Fath BMT Usaha Mulya

1 Struktur manajer tamwil dan manajer mal

berada dibawah kedudukan BPH

BMT

pengelolaan maal dan

tamwil masih berada

dibawah manajer

operasional akibat

keterbatasan SDM

2 pengambilan

kebijakan

untuk kebijakan yang sifatnya

strategis diputuskan oleh RAT

sedangkan teknis diserahkan

kepada manajer

untuk kebijakan strategis

perlu koordinasi dengan

pengawas dan pengurus

untuk teknis diserahkan

kepada manajer operasional

4 pengelolaan

zakat untuk dana zakat diperuntukkan

untuk anak asuh dan kegiatan

sosial, untuk dana infaq untuk

qardul hasan

hanya mengelola zakat mal

yang disalurkan dalam

bentuk pembiayaan

produktif, sedangkan

penghimpunannya

diserahkan kepada BP ZIS,

BMT hanya menerima

sebagian dana zakat dan

melakukan pengelolaan

5 kerjasama

dengan LAZ

dengan dompet dhuafa sebagai

mitra dalam hal pelaporan dan

legalitas Tidak

6

proporsi dan

penyaluran

zakat mayoritas ditujukan kepada fakir

miskin dan fisabilillah (guru)

kondisional selama yang

membutuhkan adalah

mustahik dan disalurkan

dalam bentuk pembiayaan

produktif

7 pengawasan

internal Hanya pengawas manajemen

Ada pengawas manajemen

dan syariah

8 Regulator dan

pengawas kementerian koperasi kementerian koperasi

11

Hasil wawancara dengan manajer maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016 dan manajer

operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016

Page 65: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

56

9 pengawasan

instansi lain tidak ada karena BMT bukan

lembaga keuangan mikro syariah,

pelaporan dilakukan kepada

dompet dhuafa 3 (tiga) bulan sekali

tidak ada karena BMT

bukan lembaga keuangan

mikro syariah dan akan

menyulitkan untuk

pengembangan BMT, tidak

ada pengawasan yang

dilakukan oleh Baznas

Berdasarkan data diatas, ada beberapa persamaan dan perbedaan antara

pengelolaan yang dilakukan oleh BMT Al-Fath dan BMT Usaha Mulya.

Antara lain:

a. Persamaan

Pengambilan Kebijakan

Dalam pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh BMT Al-Fath

dan BMT Usaha Mulya, khususnya yang terkait dengan pengelolaan

zakat, sama-sama diputuskan melalui mekanisme rapat anggota tahunan

dan dilaksanakan oleh pengurus BMT.

Regulator dan Pengawas

Regulator dalam kegiatan operasional BMT Al-Fath dan BMT

Usaha Mulya, baik dalam kegiatannya sebagai baitul tamwil ataupun

sebagai baitul mal, dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil Menengah. Sedangkan OJK dan Baznas sejauh ini tidak melakukan

pengawasan atas kegiatan operasional yang dilakukan oleh BMT.12

b. Perbedaan

Struktur Organisasi

Terkait struktur organisasi, khususnya yang berkaitan dengan

pengelolaan zakat, kedua BMT memiliki perbedaan. Dimana, BMT Al-

Fath dalam melakukan operasional pengelolaan zakat dilakukan oleh

12

Hasil wawancara dengan manajer maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016 dan manajer

operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016

Page 66: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

57

manajer maal.13

Sedangkan BMT Usaha Mulya dilakukan manajer

operasional yang mencakup operasional baitul mal dan baitul tamwil.14

Pengelolaan Zakat

Pengelolaan zakat yang dilakukan oleh kedua BMT pada pokoknya

memiliki perbedaan secara mencolok. Dimana, BMT Al-Fath melakukan

pengumpulan zakat secara langsung dari masyarakat untuk dilakukan

pengelolaan dan penyaluran.15

Sedangkan pengelolaan zakat oleh BMT

Usaha Mulya tidak dilakukan secara langsung, melainkan dilakukan oleh

badan amil khusus yang dibentuk oleh yayasan dan sebagian dananya

dikelola oleh BMT Usaha Mulya.16

Kerjasama dengan LAZ

Hanya BMT Al-Fath yang melakukan kerja sama dengan LAZ lain

dalam pengelolaan zakat. Kerja sama dilakukan antara BMT Al-Fath

dengan Dompet Dhuafa, khususnya dalam hal pelaporan penerimaan dan

penyaluran dana zakat yang dilakukan.17

Sebaliknya, BMT Usaha Mulya tidak melakukan kerja sama dengan LAZ

lain. Hal tersebut dikarenakan yayasan masjid pondok indah sebagai

anggota BMT Usaha Mulya telah membentuk lembaga amil yang

bertugas mengumpulkan zakat. Sehingga BMT Usaha Mulya tidak perlu

untuk mengadakan kerja sama dengan LAZ lain.18

Kerja sama yang

dilakukan oleh BMT Usaha Mulya selama ini dilakukan kepada lembaga

keuangan syariah guna menopang usaha pembiayaan mikro yang

dilakukan.

13

Hasil wawancara dengan manajer maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016 14

Hasil wawancara dengan manajer operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016 15

Hasil wawancara dengan manajer maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016 16

Hasil wawancara dengan manajer operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016 17

Hasil wawancara dengan manajer maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016 18

Hasil wawancara dengan manajer operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016

Page 67: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

58

Mekanisme Penyaluran Zakat

Terkait distribusi zakat yang dilakukan oleh BMT Al-Fath dan BMT

Usaha Mulya pada pokoknya memiliki karakteristik tersendiri. Dimana,

BMT Al-Fath hanya menyalurkan dana yang bersumber dari zakat untuk

keperluan-keperluan sosial yang ditujukan mayoritas kepada mustahik

yang ada di sekitar wilayah BMT, yakni fakir miskin dan fisabilillah

(guru).19

Sedangkan BMT Usaha Mulya memanfaatkan dana yang

bersumber dana zakat sebagai pinjaman produktif (qordul hasan) yang

disalurkan kepada penerima zakat (mustahik) yang orientasinya kearah

pemberdayaan ekonomi.20

Pengawasan Internal

Dalam hal pengawasan internal, BMT Usaha Mulya selangkah lebih

maju dibandingkan BMT Al-Fath, dimana dalam pengawasan kegiatan

operasional yang dilakukan tidak hanya dilakukan pengawasan

manajemen melainkan juga dilakukan pengawasan syariah oleh Dewan

Pengawas Syariah.21

Sedangkan BMT Al-Fath sampai sejauh ini hanya

melakukan pengawasan manajemen dan belum memiliki Dewan

Pengawas Syariah.22

2. Pengelolaan Zakat Menurut UU No. 23 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat

Secara kelembagaan, pengelolaan zakat diatur dalam UU

Pengelolaan Zakat meliputi Badan Amil Zakat (BAZNAS), Unit

Pengelola Zakat (UPZ)/Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ), dan

Lembaga Amil Zakat (LAZ).23

19

Hasil wawancara dengan manajer maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016 20

Hasil wawancara dengan manajer operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016 21

Hasil wawancara dengan manajer operasional BMT Usaha Mulya pada tanggal 25 Mei 2016 22

Hasil wawancara dengan manajer maal BMT Al-Fath pada tanggal 27 Mei 2016 23

Lihat pasal 1 Butir 7, 8 dan 9 UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Page 68: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

59

Menurut Nurul Huda dan Muhammad Heykal, ada 4 (empat) alasan

mengapa pengelolaan zakat wajib dilakukan oleh lembaga amil zakat,

yakni dalam rangka menjamin ketaatan pembayaran, menghilangkan rasa

kikuk dan canggung muzakki dan mustahiq dalam penyaluran zakat,

efisiensi dan efektifitas alokasi dana zakat, dan paham caesoropapisme

atau kewenangan negara dalam urusan agama.24

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga yang

dibentuk oleh UU untuk mengelola zakat secara nasional. Sedangkan

UPZ/OPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk

membantu pengumpulan zakat.

Baznas sendiri menurut UU No. 23 Tahun 2011 memiliki fungsi

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian laporan dan

pertanggungjawaban pengelolaan zakat secara nasional.25

Sedangkan LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang

memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat. Dalam menjalankan fungsinya, Baznas wajib

menyampaikan laporan dan pertanggungjawabannya kepada presiden

melalui menteri agama paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.

Untuk membantu pengelolaan zakat di daerah, Baznas kemudian

dapat membentuk Baznas Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dibentuk

oleh menteri atas usul kepala daerah terkait dengan memperhatikan

pertimbangan Baznas.26

Kemudian Baznas dalam tingkatan nasional,

provinsi, dan kabupaten/kota diperkenankan membentuk Unit

Pengelolaan Zakat (UPZ) pada instansi pemerintah, BUMN/BUMD,

perusahaan swasta, perwakilan republic Indonesia diluar negeri dan

ditingkatan kecamatan atau kelurahan.

Selain dikelola secara terpusat, UU No. 23 Tahun 2011 juga

memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan

24

Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2010), hal. 305-306 25

Lihat Pasal 7 Ayat 1 UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat 26

Lihat Pasal 15 Ayat 1 dan 2 UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Page 69: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

60

pengelolaan zakat dalam bentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). UU

Pengelolaan Zakat secara lebih lanjut mengatur ciri-ciri LAZ sebagai

berikut:27

a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan islam yang mengelola

bidang pendidikan, dakwah dan sosial

b. Berbentuk lembaga badan hukum

c. Mendapatkan rekomendasi BAZNAS

d. Memiliki pengawas syariat

e. Memiliki kemampuan teknis, administrative dan keuangan untuk

melaksanakan kegiatannya

f. Bersifat nirlaba

g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan

umat

h. Bersedia diaudit secara syariat dan keuangan secara berkala

Apabila telah memenuhi persyaratan diatas, maka LAZ wajib

memperoleh izin dari menteri atau pejabat terkait untuk kemudian

melakukan pelaporan kepada Baznas terkait pengelolaan zakat yang

dilakukan, meliputi perencanaan, pengelolaan, pendistribusian dan

pendayagunaan.

Meskipun berhak dikelola oleh Negara dan swasta (masyarakat),

lembaga amil zakit harus memenuhi sifat independen, netral, tidak

berpolitik (praktis), dan tidak diskriminatif dalam melakukan

pengelolaan zakat.28

Selain melakukan pengelolaan zakat, LAZ juga diperbolehkan

melakukan pengelolaan dana infaq dan sodaqoh. Atas pengelolaan

tersebut pembukuan yang dilakukan oleh LAZ wajib dilakukan secara

terpisah baik yang diperoleh dari dana zakat ataupun yang diperoleh dari

infaq dan sodaqoh. Dalam membiayai kegiatan operasionalnya, LAZ

27

Lihat Pasal 18 UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat 28

Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2010), hal. 306

Page 70: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

61

dierkenankan untuk mengambil bagian zakat atas hak amil sebesar

12,5%. Hal tersebut tidak terlepas dari usaha pemenuhan ketentuan yang

disayariatkan, dimana hak amil sebesar 1 bagian dari 8 golongan

penerima zakat (mustahik).

Terkait pengawasan dan pembinaan, terhadap Baznas dilakukan

dilakukan oleh menteri agama.29

Selain dilakukan oleh menteri,

pengawasan juga dapat dilakukan oleh kepala daerah terhadap Baznas

provinsi dan kabupaten/kota masing-masing. Bentuk pembinaan tersebut

antara lain berupa fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi terhadap Baznas.30

Sedangkan terhadap LAZ, pengawasan dilakukan dalam bentuk

pemberian laporan yang disampaikan kepada Baznas dan pemerintah

daersah terkait pengelolaan zakat yang dilakukan dalam kurun waktu

tertentu.Selain dilaporkan kepada Baznas, masyarakat juga diberikan

kesempatan dalam pembinaan dan melakukan pengawasan terhadap

LAZ.

Pembinaan yang dimaksud dalam hal ini meliputi edukasi terkait

peningkatan kesadaran masyarakat dalam menunaikan kewajiban zakat

melalui LAZ dan Baznas, serta memberikan saran atas peningkatan

kualitas pengelolaan zakat oleh LAZ dan Baznas.

Sedangkan pengawasan oleh masyarakat meliputi, akses terhadap

informasi seputar pengelolaan zakat serta penyampaian informasi/laporan

apabila terjadi penyimpangan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh

LAZ atau Baznas.

3. Keseuaian Praktek Pengelolaan Zakat Oleh BMT Terhadap UU No.

23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Diatas telah dijelaskan bahwa UU Pengelolaan Zakat telah

membatasi kewenangan pengelolaan zakat secara kelembagaan hanya

diberikan kepada Baznas sebagai wakil dari pemerintah, dan LAZ

29

Lihat pasal 34 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat 30

Lihat Pasal 34 ayat 3 UU No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Page 71: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

62

sebagai bentuk peran serta masyarakat dalam melakukan pengelolaan

zakat di Indonesia. Pasal 18 UU Pengelolaan Zakat secara lebih lanjut

mengatur ciri-ciri LAZ sebagai berikut:

a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan islam yang mengelola

bidang pendidikan, dakwah dan sosial

b. Berbentuk lembaga badan hukum

c. Mendapatkan rekomendasi BAZNAS

d. Memiliki pengawas syariat

e. Memiliki kemampuan teknis, administrative dan keuangan untuk

melaksanakan kegiatannya

f. Bersifat nirlaba

g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan

umat

h. Bersedia diaudit secara syariat dan keuangan secara berkala

Berdasarkan rumusan pasal diatas, maka perlu ada penyesuaian bagi

lembaga swasta yang melakukan pengelolaan zakat di Indonesia,

termasuk salah satunya adalah BMT. Konsep Baitul Mal wa Tamwil

dalam sejarahnya di Indonesia telah mengambil bentuk badan hukum

koperasi. Hal ini tentunya akan membawa dampak secara yuridis

terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh BMT dalam melakukan

pengelolaan zakat.

Dampak tersebut antara lain ketidaksesuaian bentuk badan BMT

yang berupa koperasi dengan LAZ dalam bentuk yayasan/ormas yang

diperbolehkan untuk mengelola zakat di Indonesia. Akan tetapi apabila

BMT merubah bentuk badan hukumnya menjadi Yayasan/ormas maka

akan kembali terjadi permasalahan dalam kaitannya dengan usaha tamwil

(pembiayaan) yang dilakukan oleh BMT.

Untuk mengatasi hal tersebut menurut pertimbangan penulis, ada 2

(dua) solusi dalam memecahkan permasalahan tersebut, pertama adalah

perubahan regulasi terkait pengelolaan zakat yang mana memberikan

Page 72: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

63

kewenangan kepada BMT (koperasi) untuk ikut melakukan pengelolaan

zakat dengan beberapa cacatan pemisahan pengelolaan dan pembukuan

dana zakat dan dana tamwil yang dilakukan oleh BMT.

Kedua, (anggota) BMT dapat secara bersama-sama membentuk

yayasan baru untuk membantu usaha perizinan dalam pengelolaan zakat

yang dilakukan. Hal ini ditujukan untuk membantu BMT dalam

melakukan pengelolaan zakat dan tidak melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan yang diatur dalam UU Pengelolaan Zakat.

Usaha Baitul Mal wa Tamwil diatur dalam Peraturan Menteri

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menteri KUKM) No.

16/Per/M.KUKM/IX/2015 Tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam

dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.

Pasal 2 Ayat 4 Peraturan menteri di atas menjelaskan bahwa “Usaha

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi wajib memiliki visi,

misi dan tujuan yang diarahkan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan

ekonomi anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, mandiri dan tangguh”.

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan Koperasi

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) tidak murni

berorientasi keuntungan (profit oriented) melainkan bertujuan untuk

pemberdayaan ekonomi anggota pada khususnya dan nasabah pada

umumnya.

Akan tetapi, menurut Makhalul Ilmi, upaya penghimpunan ZIS oleh

BMT memiliki permasalahan meliputi, anggapan masyarakat yang tidak

memahami BMT, pengelola belum memahami filosofi pengelolaan

zakat, indikasi pergeseran focus BMT menjadi lebih profit oriented, tidak

memiliki ghirah dalam menerapkan prinsip syariat dalam BMT, dan

belum adanya sosialisasi terkait regulasi pengelolaan zakat.31

Dari struktur organisasi BMT, menurut Permen Koperasi dan UKM

No. memiliki 4 (empat) organ wajib yang diatur dalam Permen Koperasi

31

Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Keuangan Mikro Keuangan Syariah, (Yogyakarta:

UII Press, 2002), hal. 71

Page 73: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

64

dan UKM Nomor. 16 Tahun 2015 antara lain, Rapat Anggota, Pengawas

Manajemen, Pengawas Syariat, dan Pengurus yang membawahi manajer-

manajer dibawahnya.

Praktek yang terjadi di BMT Al-Fath dan BMT Usaha Mulya

menunjukkan kondisi yang belum ideal dalam hal kegiatan operasional

BMT, khususnya dalam hal penerapan struktur organisasi yang

dipersyaratkan oleh Undang-Undang.

BMT Al-fath mengalami kekurangan personil pengawas syariat,

sedangkan BMT Usaha Mulya mengalami keterbatasan dalam hal

manajer yang khusus bertanggung jawab atas pengelolaan dana tamwil

dan dana maal.

Kedua BMT tersebut sepakat bahwa, permasalahan struktur

organisasi dan kepengurusan BMT disebabkan oleh keterbatasan Sumber

Daya Manusia (SDM) baik dari sisi kuantitas (jumlah) ataupun kualitas

(kapasitas) personil BMT.

Guna mengatasi hal tersebut setidaknya didapatkan beberapa

masukan yang bersumber dari internal BMT, yakni:

Peningkatan kualitas SDM yang ada dengan pembekalan berupa

training, workshop, dan pendidikan personil BMT sehingga

memiliki kemampuan dalam melakukan pengelolaan tamwil dan

maal secara efektif dan efisien dan sesuai dengan prinsip syariah

Penanaman pemahaman kepada masyarakat perihal profesi amil dan

pengelolaan BMT dengan membuka kesempatan kepada Perguruan

Tinggi untuk memperluas akses pembelajaran kepada masyarakat

dibidang muamalah (ekonomi islam).

Terkait pengelolaan zakat, Pasal 27 ayat 1 Peraturan Menteri

Koperasi dan UKM Nomor 16 Tahun 2015 menjelaskan bahwa KSPPS

berhak menjalankan kegiatan maal dalam rangka pemberdayaan anggota

dan masyarakat dibidang sosial dan ekonomi. Pada ayat 2 dijelaskan

Page 74: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

65

bahwa kegiatan maal tersebut dilakukan melalui penghimpunan dan

pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan wakaf dan dana sosial lain.

Khusus untuk masalah pengelolaan maal dibidang zakat, Hal ini

menjadi perdebatan mengingat pengelolaan zakat menurut UU No. 23

Tahun 2011 mengacu pada sistem sentralistik, dimana pengelolaan zakat

dilakukan secara terpusat oleh BAZNAS sebagai badan amil resmi

bentukan pemerintah.

Peran serta masyarakat dalam hal pengelolaan zakat hanya terbatas

dalam bentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Secara kelembagaan, BMT

dalam beberapa hal memenuhi persyaratan sebagai Lembaga Amil Zakat

(LAZ). Tercatat hanya bentuk badan hukum yang menyulitkan BMT

mendapatkan izin pengelolaan zakat dari Kementerian Agama.

Akan tetapi untuk menilai kewenangan BMT dalam mengelola zakat

secara menyeluruh, penulis juga melakukan analisa terhadap pengelolaan

zakat yang selama ini telah dilakukan oleh BMT. Ada 2 (dua) bentuk

pengelolaan zakat oleh BMT yang ditemui terkait pengelolaan zakat

yang dilakukan oleh BMT.

Pertama adalah pembentukkan LAZ yang pembentukannya

dilakukan oleh anggota koperasi guna mendapatkan izin dalam

melakukan pengelolaan zakat. Dari hasil penerimaan zakat LAZ tersebut,

sebagian hasilnya dikelola dan disalurkan oleh BMT kepada masyarakat.

Fakta yang pertama menunjukkan bahwa BMT tidak melakukan

pengelolaan zakat secara penuh sebagaimana yang dijelaskan dalam

pasal 1 butir 1 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, karena

hanya terbatas pada pendistribusian dan pendayagunaan.

Kedua, melalui kemitraan antara BMT dengan LAZ yang telah

memiliki izin pengelolaan zakat. Dalam fakta yang kedua ini, BMT

melakukan kerja sama dengan LAZ tertentu sehingga pengelolaan zakat

yang dilakukan oleh BMT akan dilaporkan kepada LAZ untuk

selanjutnya dilaporkan kepada BAZNAS. Fakta tersebut menunjukkan

ada upaya mencari celah atas regulasi yang ada, dimana pengelolaan

Page 75: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

66

dana zakat yang dilakukan oleh BMT dilaporkan kepada Negara atas

nama LAZ lain.

Bila dianalisa, dalam hal pengumpulan zakat, pasal 21 UU

Pengelolaan Zakat menegaskan bahwa dalam hal pengumpulan zakat

muzakki wajib menghitung sendiri kewajiban zakat yang harus

dibayarkan, dan apabila tidak mampu dapat meminta bantuan kepada

BAZNAS/LAZ. Pasal 23 ayat 1 menambahkan bahwa BAZNAS/LAZ

wajib memberikan bukti setor zakat kepada muzakki atas zakat yang

telah dibayarkan.

Untuk pengelolaan zakat oleh BMT dalam model pertama, BMT

tidak melakukan pengumpulan zakat sehingga tidak berwenang

mengeluarkan bukti penerimaan zakat kepada muzakki. Bukti

penerimaan dana zakat hanya diberikan kepada BP ZIS Masjid Pondok

Indah disertai dengan laporan distribusinya.

Sedangkan dalam model kedua, BMT Al-Fath, dalam hal

pembayaran zakat secara tunai melalui loket/kantor yang disediakan

makan akan dibantu perhitungannya dan diberikan kuitansi pembayaran

zakat. Apabila zakat dilakukan secara tunai maka muzakki wajib

menginformasikan kepada BMT disertai bukti transfer untuk ditukarjkan

dengan bukti pembayaran zakat yang dikeluarkan oleh BMT.

Terkait hal tersebut, maka untuk model pengumpulan dana zakat

oleh BMT yang pertama tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan zakat di

Indonesia menurut UU Pengelola Zakat. Akan tetapi hal tersebut dapat

dimaklumi dikarenakan BMT menghindari resiko pelanggaran atas

ketentuan UU Pengelolaan Zakat sebagai LAZ yang tidak berizin.

Praktek demikian, secara syariat memang diperbolehkan, mengingat para

ulama fuqaha telah sepakat bahwa pembayaran zakat yang dilakukan

oleh muzakki dapat diwakilkan kepada orang lain.

Dalam hal distribusi hasil zakat diatur dalam pasal 25 – 26 UU

Pengelolaan Zakat, dimana amil wajib menyalurkan zakat sesuai dengan

ketentuan syariat islam dan penyalurannya dilakukan berdasarkan skala

Page 76: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

67

prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan

kewilayahan.

Syariat islam yang dimaksud disini ialah berarti dilakukan

berdasarkan prinsip syariat, khususnya terkait mustahik yang menerima

zakat dan akad yang menyertainya. Hal tersebut sejalan dengan perintah

Allah SWT. Melalui Q.S At-Taubah:60.

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,

orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk

hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk

jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu

ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha

Bijaksana” (Q.S. At-Taubah: 60)

Kemudian dijelaskan bahwa penyaluran kepada masing-masing

mustahik tidak wajib dilakukan secara merata, melainkan harus

disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan dari golongan mustahik yang

mana yang paling membutuhkan bantuan zakat. Distribusi zakat

diperbolehkan tidak secara merata jumlahnya kepada setiap golongan

manakala dalam wilayah tersebut ada salah satu golongan yang

keberadaannya tidak ditemukan, semisal musafir, dll.

Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan zakat menurut Kementerian

Agama, yakni sebagai sarana pemerataan rezeki dan menghindari

kesenjangan sosial di masyarakat. Yang menarik adalah frasa

“memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan”,

dimana berdasarkan analisa penulis beranggapan bahwa zakat yang

disalurkan tidak boleh ada muatan diskriminasi dan harus adil terhadap

mustahik. Hal tersebut sebagaimana kewajiban bagi seorang muslim

dalam berlaku adil yang dijabarkan dalam Q.S An-Nahl:90

Page 77: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

68

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan

keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar

kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl: 90)

Istilah “kewilayahan” dapat diartikan sebagai zakat yang diharuskan

tidak boleh terfokus dalam satu wilayah, melainkan juga harus secara

merata ditiap wilayah. Hal inilah tentunya yang menjadi peran sentral

BMT dalam melakukan pengelolaan, dimana BMT merupakan salah satu

lembaga bentukan masyarakat yang bersentuhan langsung dengan

problematika yang dihadapi masyarakat tidak mampu (mustahik).

Akan tetapi istilah “kewilayahan” dilain pihak juga menuntut

koordinasi antar LAZ yang fungsinya dilakukan oleh BAZNAS guna

mencegah terjadinya penumpukan distribusi zakat dalam wilayah

tertentu. Karena apabila terjadi penumpukan distribusi zakat akan

berdampak ketidakadilan dan kecemburuan sosial bagi mustahik di

daerah lain.

Yang sangat disayangkan, hingga sejauh ini tidak ada penerapan

prinsip pemerataan kewilayaahan yang dilakukan oleh BMT yang

disebabkan belum adanya koordinasi antara BMT dengan BAZNAS

dalam hal pengaturan. Ketiadaan koordinasi ini merupakan domino effect

atas tidak diakomodirnya BMT dalam pengelolaan zakat sebagai LAZ.

Terkait pendayagunaan zakat, UU Pengelolaan Zakat membuka

ruang bagi Amil (BAZNAS/LAZ) untuk mendayagunakan zakat guna

usaha produktif bagi mustahik. Hal tersebut dimungkinkan manakala

kebutuhan pokok mustahik telah terpenuhi.

Page 78: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

69

Tujuan pengaturan tersebut sebagai wujud pemerintah dalam

memberdayakan mustahik disisi ekonomi, sehingga diharapkan dimasa

mendatang mustahik yang diberdayakan tidak lagi bergantung dengan

bantuan yang berasal dari zakat dalam memenuhi kebutuhan atas diri dan

keluarganya.

Dalam pendayagunaan zakat, sejauh ini BMT telah menjadi pelopor

dalam membantu mustahik menjadi lebih berdaya dengan pemberian

fasilitas pembiayaan bersumber zakat yang tanpa dikenakan biaya/bagi

hasil (qordul hasan).

Dengan mengalihkan dana zakat ke sektor produktif, input produksi

akan meningkat, ditandai dengan meningkatnya permintaan atas faktor

produksi, khususnya tenaga kerja. Hal tersebut akan memberikan

multiplier effect terhadap pendapatan masyarakat dan tingkat konsumsi

masyarakat secara berkelanjutan.32

Hal tersebut dinyatakan lebih lanjut

dalam QS. Al-Baqarah: 261:

261. perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang

menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang

menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan

(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi

Maha mengetahui.

Bahkan menurut K.H Didin Hafidhuddin, M.Sc, BAZ atau LAZ

dalam menyalurkan zakat produktif wajib melakukan pembinaan dan

pendampingan kepada mustahik agar kegiatan usaha yang

permodalannya bersumber dari dana zakat dapat berjalan dengan baik.

32

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi,

(Yogyakarta:Ekonosia, 2008), hal 269-270

Page 79: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

70

Prakteknya, inisiatif tersebut telah dilakukan oleh BMT yang dalam

memberikan pembiayaan permodalan kepada anggotanya yang berasal

dari golongan kurang mampu senantiasa dilakukan pendampingan dan

pembinaan manajemen usaha.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pendayagunaan zakat yang

dilakukan BMT sebenarnya progresif dan berdampak sangat baik bagi

masyarakat. Hanya perlu maksimalisasi pendayagunaannya, dalam hal

nominal dan frekuensinya, yang sampai saat ini perlu ditingkatkan dan

menjadi tugas semua pihak/stakeholder pengelolaan zakat nasional.

Page 80: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

71

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya, dapat

disimpulkan, sebagai berikut:

1. Usaha Baitul Mal wa Tamwil yang dilakukan tidak semata-mata untuk mencari

keuntungan (profit oriented), melainkan dilakukan atas dasar kekeluargaan

sebagaimana koperasi pada umumnya. Secara umum usaha BMT dapat dibagi

kedalam usaha Baitul Tamwil, yang focus dalam usaha simpan pinjam atau

pembiayaan produktif kepada anggotanya berdasarkan prinsip syariah dengan akad

wadi’ah dan mudharabah serta usaha Baitul Maal, yang berfungsi melakukan

pengelolaan zakat dan mendistribusikan kepada mustahik dalam bentuk zakat

produktif.

2. Menurut Pasal 1 Butir 1 UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat,

Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian

dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. kegiatan

pengumpulan zakat meliputi usaha menghimpun dana zakat yang bersumber dari

muzakki. Kegiatan pendistribusian zakat meliputi kegiatan penyaluran dana zakat

kepada golongan mustahik yang berhak menerima zakat. Sedangkan pendayagunaan

zakat berarti upaya meningkatkan nilai manfaat dana zakat melalui penyaluran zakat

yang sifatnya produktif, seperti bantuan modal usaha kepada fakir miskin untuk

lepas dari kesulitan hidup.

3. Selama ini pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baitul Mal wa Tamwil memiliki

2 (dua) bentuk, Pertama, pengelolaan zakat tidak dilakukan secara penuh

sebagaimana yang dijelaskan dalam UU Pengelolaan Zakat, karena Baitul Mal wa

Tamwil hanya melakukan distribusi dan pendayagunaan zakat. Sedangkan

pengumpulannya dilakukan oleh LAZ yang memiliki keterkaitan dan bermitra

dengan Baitul Mal wa Tamwil. Kedua, Pengelolaan zakat dilakukan secara penuh,

meliputi pengumpulan, distribusi dan pendayagunaan zakat dengan dukungan dari

LAZ. Dukungan yang diberikan oleh LAZ dalam bentuk penerimaan pelaporan

Page 81: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

72

pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baitul Mal wa Tamwil untuk dilaporkan

kepada Negara melalui LAZ tersebut.

4. Di Indonesia, berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Baitul

Mal Wa Tamwil tidak memiliki kewenangan dalam melakukan kewenangan zakat.

Hal ini dikarenakan UU Pengelolaan Zakat hanya memberikan kesempatan

masyarakat melakukan pengelolaan zakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Meskipun didalam struktur organisasinya memiliki manajer maal dan pengelolaan

zakat yang yang terpisah, Baitul Mal wa Tamwil tidak dimungkinkan untuk

mendapatkan perizinan dalam melakukan pengelolaan zakat sebagai LAZ. Hal ini

dikarenakan LAZ hanya diperbolehkan bagi organisasi kemasyarakatan islam, dan

dalam hal ini organisasi kemasyarakatan di Indonesia hanya dapat berbentuk

yayasan yang mendapat izin Kementerian Sosial/Agama atau ormas yang

mendapatkan izin dari Kementerian Dalam Negeri.

B. SARAN

Berdasarkan data yang diperoleh dan analisa yang telah dilakukan, maka ada

beberapa saran dan masukan yang berguna kepada seluruh stakeholder dalam

pengelolaan zakat dan dunia keuangan mikro syariah, yakni;

1. Bagi Pemerintah

Memperbaiki seluruh regulasi yang ada, khususnya kedudukan hukum Baitul Mal

wa Tamwil dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Ketidakpastian kedudukan

BMT akan membuat pengelolaan zakat di Indonesia tidak efektif dan tepat

sasaran mengingat BMT merupakan lembaga yang paling tahu kebutuhan dan

permasalahan masyarakat fakir miskin.

Menerapkan sistem pengawasan terhadap praktek dan upaya pemanfaatan celah

hukum dalam pengelolaan zakat di masyarakat. Karena melihat realitas yang ada

dimasyarakat, terjadi pemanfaatan celah hukum dalam pengelolaan zakat. tercatat

sejauh ini BMT yang belum memiliki izin pengelolaan justru faktanya ikut

terlibat dalam pengelolaan zakat.

Meningkatkan edukasi dan kesadaran masyarakat atas pentingnya kewajiban

menunaikan zakat, termasuk pelatihan dan peningkatan kualitas SDM BMT

dalam melakukan pengelolaan zakat. Karena sejauh ini berdasarkan informasi

Page 82: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

73

yang diperoleh, jumlah dan kualitas SDM yang dimiliki BMT, khususnya dalam

melakukan pengelolaan zakat masih amat minim.

2. Bagi Pengelola Baitul Mal wa Tamwil

Pengelola BMT sebaiknya sementara ini menghentikan melakukan pengelolaan

dana zakat, khususnya penghimpunan atas dana zakat langsung dari masyarakat

mengingat belum memiliki kewenangan secara hukum dalam melakukan

pengelolaan zakat.

Apabila hendak melakukan pengelolaan zakat, ada baiknya BMT membentuk

yayasan khusus dan mengajukan perizinan pengelolaan zakat kepada Menteri

Agama guna melakukan pengelolaan dana zakat yang dihimpun dari masyarakat.

Perlunya upaya pengelola/pengurus untuk meningkatkan kualitas SDM pelaksana

dalam menjalankan kegiatan operasional BMT, khususnya dalam hal pengelolaan

zakat sehingga pengelolaan zakat oleh BMT akan efisien dan efektif

Meningkatkan edukasi dan penyampaian informasi kepada masyarakat perihal

pentingnya kedudukan BMT di masyarakat dalam melakukan usaha tamwil

ataupun maal, sehingga kesadaran dan keinginan masyarakat untuk aktif dan

menjadi anggota BMT semakin besar

Page 83: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

73

DAFTAR PUSTAKA

ACH. Syaful Hidayat, Analisis Tatakelola dan Distribusi Zakat Lembaga Zakat, Infaq dan

Sodaqoh (LAZIS) Di Malang, Universitas Muhammadiah Malang, diakses melalui www.

Keos.umm.ac.id, pada 9 Mei 2016

Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004)

Gazi Inayah, Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,

2003)

Hertanto Widodo, dkk., PAS (Pedoman Akuntansi Syariah): Panduan Praktis Operasional

Baitul Mal Wa Tamil (BMT), (Bandung: Mizan, 2000)

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi, ed.3,

(Yogyakarta: Penerbit Ekonisia, 2008)

Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi, (Surabaya: Putra Media

Nusantara, 2010)

Intan Nur’aini Daeng Mata, Manajemen Dana Bergulir Ghuafa BMT Usaha Mulya Jakarta

Selatan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011)

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 1988)

M. Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis, (Jakarta:

Pustaka Setia, 2012)

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa Tamwil (BMT), cet. 2, (Yogyakarta:UII Press,

2005)

M.Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, (Jakarta: Pustaka Pelajar

Yogyakarta,1999)

Muhammad Hasbi al-Siddieqy, Pedoman Zakat, (Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1953)

Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Keuangan Mikro Keuangan Syariah, (Yogyakarta:

UII Press, 2002)

Page 84: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

74

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013)

Nurul Hudan dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis,

(Jakarta: Kencana, 2013)

Pristiyanto. Et all, Strategi Pengembangan Koperasi Jasa Pembiayaan Syariah Dalam

Pembiayaan Usaha Mikro di Kecamatan Tanjung Sari Sumedang, Jurnal Manajemen

IKM, Volume 8, No. 1 (Februari 2013)

Rifki Muhammad, Akuntabilitas Keuangan Pada Organisasi Pengelola Zakat di Daerah

Istimewa Yogyakarta, Jurnal Akutansi dan Investasi, Volume. 7, No. 1 (Januari 2006)

Soerjono soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: rajawali Press, 2011)

Syeikh An Nabhany. 1995, Mukhtashar Riyadhus Shalihin. Edisi Pertama. Diterjemahkan Oleh:

M Adib Bisri, (Jakarta: Darul Hikmah)

Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002)

Sintha Dwi Wulansari dan Achma Hendra Setiawan, Analisis Peranan Dana Zakat Produktif

Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Mustahik (Studi Kasus Rumah Zakat Kota

Semarang), Diponegoro Journal of Echonomics, Volume. 3, Nomor. 1 (Tahun 2014)

Wahbah Al Zuhayly, Zakat: Kajian Berbagai Mahzab cet.6, (Bandung: Rosda, 2005)

UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

https://id.wikipedia.org/wiki/’

http://www.beritasatu.com/

Page 85: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

75

http://www.bmtalfath.

Al Quran Terbitan Kementerian Agama Tahun 2014

Page 86: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan
Page 87: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan
Page 88: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK WAWANCARA

1. Bagaimanakah sejarah terbentuknya Baitul Mal wa Tamwil ini? (kapan dibentuk,

siapa tokoh pendiri, dan bentuk badan hukum)

2. Bagaimanakah struktur organisasi BMT dan apa kewenangan masing-masing organ?

3. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan dalam operasional BMT secara

makro?

4. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan dalam operasional BMT secara

mikro?

5. Apa saja produk-produk yang ada di BMT ini? Berikan penjelasan

6. Apakah BMT ini juga melakukan pengelolaan zakat? Jika ya bagaimana sistem

pengelolaan zakat dan zakat apa saja yang dikelola oleh BMT?

7. Apakah dalam melakukan pengelolaan zakat BMT bekerja sama dengan Lembaga

Amil Zakat (LAZ)?

8. Bagaimana BMT menentukan proporsi pembagian zakat kepada mustahiq? Dan apa

bentuk penyaluran zakat yang dilakukan oleh BMT?

9. Apakah dalam melakukan kegiatan operasionalnya BMT diawasi oleh dewan

pengawas syariah? Apakah BMT diawasi oleh Negara dan memberikan laporan

kepada Negara atas pengelolaan pajak yang dilakukan?

10. Dalam melakukan kegiatan operasionalnya (Baitul Mal dan Baitul Tamwil), BMT

tunduk pada kementerian apa?

11. Apakah terdapat keterlibatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan

pembinaan ataupun pengawasan terhadap kegiatan operasional BMT?

12. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang dilakukan oleh BAZNAS/Kemenag terhadap

kegiatan penerimaan zakat, infaq dan sodaqoh yang dilakukan oleh BMT?

Page 89: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Imam

BMT Al Fath IKMI Ciputat

1. Bagaimana sejarah terbentuknya Baitul Mal wa Tamwil ini?

IKMI itu sendiri singkatannya Ikatan Masjid Indonesia, karena beberapa pendiri dari BMT ini adalahdari pengurus Masjid. Bukan pengurus secara structural, tetapi secara pribadi para perintis BMT AlFath adalah para aktifis masjid, yang mengabdikan diri di masjid-masjid. Pada tahun 1996, ada 25orang termasuk salah satunya saya. Dulu kami mengadakan taklim setelah solat subuh yangtempatnya berganti-ganti dari masjid ke masjid. Pada waktu itu pasar ciputat kebakaran, yang hariini jadi plaza ciputat. Dulu disitu ada pasar, terminal dan mushola. Wallahu a’lam itu disengaja atautidak kebakaran. Kemudian kami berpikir, bagaimana nasib para pedagang yang jadi korbankebakaran, dan ada inisiatif untuk meminjamkan modal kepada mereka. Maka waktu itu, dari 25orang yang kemudian menjadi para pencetus BMT ini petungan 400 ribu. Diatas kertas kan jadinya10 juta. Pak H. Ohim, salah satu pedagang yang menjadi anggota IKMI menerima iuran yangkemudian menjadi Kas BMT, dan pengelolaannya pun masih sukarela karena sambil dagang. Kantorpertama kita ngontrak dirumahnya pak H. Saimin di Gang Swadaya, CIputat. Seiring denganberkembangnya BMT dan karena hal lain seperti banjir, pada Tahun 2008 pindah ke depan. Barukemudian pada tahun 2011 kita punya kantor dengan bangunan sendiri yang sampai hari ini masihada di Kedaung.

2. Bagaimana struktur organisasi BMT dan apa kewenangan masing organ?

Ada ketua pengurus yang membawahi manajer-manajer, kemduian ada pengurus pembiayaan,bendahara dan sekretaris. Baru kemudian ada pengawas. Dibawah itu kemudian ada manajer BaitulMal, Manajer Baitu Tamwil dst.

3. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan dalam operasional BMT secara mikro danmakro?Kalo yang tertinggi kan anggota yah, seperti pemabahasan anggaran dana, rencana belanja danprogram kerja itu dibahas di Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan kemudian disusun olehbendahara. Kalau hal yang berkaitan dengan mekanisme teknis atau operasional diserahkankepada masing-masing manajer yang berkaitan.

4. Apa saja produk –produk yang ada pada BMT ini?

Kalo produk kita (Baitul Mal) berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sosial. Seperti santunan kepadayatim, pinjaman tanpa margin atau qardul hasan, khitanan missal untuk dhuafa, pengobatan missalutnuk dhuafa khusus untuk penyakit diabet dan darah tinggi, senam untuk kebugaran dan kegiatanlainnya selama objek kita adalah mustahik zakat. Disini kita tidak mengutamakan yatim, karenasecara teori yang harus diutamakan adalah fakir miskin. Kecuali misalkan dia yatim kemudian dilatorbelakangi dengan fakir miskin.

Page 90: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

5. Apakah BMT ini melakukan pengelolaan zakat? Jika iya bagaimana system pengelolaan zakatdan apa saja yang dikelola oleh BMT?Iya, disini ada pengelolaan zakat.Yang pertama ada zakat mal. Terkait dengan zakat mal, karena tidak ada aturan khusus daripemerintah menyebabkan kesadaran masyarakat untuk membayar zakat mal kurang.Seingetnya aja. Kemudian ada zakat profesi, ini pun masih terdapat perbedaan (Khilafiyah). Adayang bilang pada zaman nabi tidak ada zakat profesi, kemudian ada qiyas dengan landasan jikapetani dipungut zakat sampai 10%, kenapa tidak dengan profesi yang lain. Dan sampai hari iniBMT menerima zakat profesi bersumber dari kerabat yang saya hubungi agar bisa membayarzakat profesi ke BMT ini. Kerabat bekas kantor, komunitas pengajian sampai kerabat saya dikomunitas alumni SMA.Kemudian ada infaq. Dari pembayaran listrik ketika ada kembalian, beberapa menyisihkan untukinfaq. Atau beberapa nasabah yang berhasil berdagang, saya titipi kotak untuk diisi yang kitaambil secara rutin untuk kemudian menjadi pendapatan Baitul Mal. Dan secara pembukuandibedakan, mana rekening zakat dan mana rekening infaq. Penggunaannya, kalau dana yangbersumber dari infaq kita alokasikan untuk qardul hasan. Kalau yang bersumber dari zakat untukanak asuh dan kegiatan sosial lainnya.Kita punya 50 anak asuh, perbulan kita habiskan 6 juta hanya untuk bimbingan anak asuh kami.

6. Apakah dalam melakukan pengelolaan zakat BMT bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat(LAZ)?Nggak ada. Kita hanya berkordinasi dengan dompet dhuafa, itu juga buat legalitas Baitul Maldalam mengelola zakat aja. Karena Dompet dhuafa lembaga zakat yang diakui oleh pemerintah,jadinya kita sah untuk mengelola zakat.

7. Bagaimana BMT menetukan proporsi pembagian zakat kepada mustahik? Dan apa bentukpenyaluran zakat oleh BMT?Proporsinya, karena muallaf jarang paling banyak ya fakir miskin, fi sabilillah (guru TPA yangnggak dapat honor, sama muridnya kita kasih santunan). Ibnu sabil juga jarang. Paling banyak yafakir miskin dan fi sabilillah.

8. Apakah dalam melakukan kegiatan opersionalnya BMT diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah?Apakah BMT diawasi oleh Negara atas pengelolaan zakat yang dilakukan?Belum. Ini masih dalam tahap proses ngurusin Dewan Pengawas Syariah.Kita belum ada, masih sebatas internal audit, public akuntan kita belum.

9. Dalam melakukan kegiatan operasionalnya (Baitul Mal wa Tamwil), BMT tunduk padakementerian apa?Koperasi.

Page 91: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

10. Apakah terdapat keterlibatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pembinaanataupun pengawasan terhadap kegiatan operasional BMT?Nggak ada. Ini kan sebenernya BMT lagi pada di obok-obok untuk berdiri dibawah OJK secaralegalitas, tapi organisasi induk kita (PBMT Indonesia) sepakat untuk tetap dibawah kementerianKoperasi.

11. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang dilakukan oleh BAZNAS/Kemenag terhadappenerimaan zakat, infaq dan sodaqoh yang dilakukan oleh BMT?Nggak ada pengawasan langsung dari Baznas, kita Cuma berkoordinasi dengan Dompet duafasebagai mitra penghimpun zakat. Dan secara pelaporan kita hanya ke Dompet duafa per tigabulan sekali.

Page 92: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Ika Ahmad Furqon

BMT Usaha Mulya Pondok Indah

1. Bagaimana sejarah terbentuknya Baitul Mal wa Tamwil ini?BMT Usaha Mulya terbentuk sejak Agustus 2002, Ika Ahmad Furqon termasuk sebagai salah satudari tiga pendiri BMT tersebut. Berbadan Hukum Koperasi.

2. Bagaimana struktur organisasi BMT dan apa kewenangan masing organ?Secara structural masih belum ideal antara baitul mal dan baitu at tamwil masih dibawah organyang sama. Artinya saya sebagai manajer masih membawahi operasional mal dan tamwil,kemudian ada manajer marketing yang khusus menangani pemasaran, dan satu lagi manajercollect yang focus dibidang penerimaan. Permasalahan terbatasnya SDM dan cost yangdiperlukan untuk berjalannya organisasi dengan komposisi structural yang ideal. Untukmenjalankan BMT yang ideal dibutuhkan sedikitnya 30 SDM yang akan terbagi ke dalam divisi-divisi khusus di bagan structural BMT yang ideal.

3. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan dalam operasional BMT secara mikro danmakro?Saya sendiri sebagai pelaksana, diatas kita ada yang namanya pengawas (pengurus) setiapapapun yang akan kita putuskan untuk hariannya diberikan kepada manajer BMT dan pengurusdalam menjalankan roda keberlangsungan BMT, sesuai dengan yang diamanatkan oleh RapatAnggota Tahunan (RAT). Sebagai manajer BMT ketika saya diahadapkan dengan kebijakanstrategis akan berkordinasi dengan pengawas dan pengurus. Hasil koordinasi tersebut yangkemudian menjadi kesepakatan semua pihak, sesuai yang diamanatkan oleh RAT.

4. Apa saja produk –produk yang ada pada BMT ini?BMT secara teknis bentuk mikro dari perbankan syariah, hanya saja aspek legal yang berbeda.Kalo BMT ini secara legal dibawah kementrian koperasi. Koperasi sendiri pun ada yangberbentuk konvensional, sedangkan kita berbasis syariah (KJKS). Bahkan ada permen baru no. 16tahun 2015 kita akan di konversi menjadi KSPPS (koperasi simpan pinjam dan pembiayaansyariah), yang akan diputuskan pada September tahun 2016 ini untuk mengurus aktaperubahan. Karena jika bentuk badan hokum kita KSPPS akan tetap dibawah kementeriankoperasi, kalau LKMS dibawah pengawasan OJK.

5. Apakah BMT ini melakukan pengelolaan zakat? Jika iya bagaimana system pengelolaan zakatdan apa saja yang dikelola oleh BMT?Kita sebetulnya sinergi dengan masjid raya Pondok Indah. Artinya begini, tujuan utama kitaadalah memberdayakan ekonomi anggota (grass root). Karena dari beberapa anggota kita yangsecara klasifikasi termasuk dalam mustahik zakat. Jadi kita bersinergi dengan Masjid RayaPondok Indah yang menerima zakat untuk mengelola sebagian zakat yang masuk untuk dikelolaoleh BMT kemudian disalurkan kepada anggota kita yang termasuk kedalam klasifikasi mustahik

Page 93: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

zakat dalam bentuk pembiayaan produktif. Perlu ditegaskan bahwa zakat yang kita terimaadalah zakat mal, bukan zakat fitrah. Karena zakat fitrah harus dibagi habis menjelang idul fitri.Jadi sifatnya hanya titipan, ZIS Pondok Indah yang menerima zakat mal kemudian disalurkanmelalui BMT Usaha Mulya untuk menyalurkan berbentuk pembiayaan produktif dan kitalaporkan kembali untuk pembukuan di ZIS Masjid Raya Pondok Indah. Disitulah focus kita untukmemberdayakan anggota kita yang termasuk kedalam klasifikasi mustahik zakat. Hanya saja kitatidak memberitahukan kepada mereka (anggota yang termasuk kedalam klasifikasi mustahikzakat dan menerima pembiayaan produktif) bahwa sumber dana yang mereka terima diambildari dana zakat. Adalah sebagai bentuk strategi agar mereka tidak menyepelekan bantuanpembiayaan produktif dari BMT. Kalaupun misalnya ada margin yang kita terima daripembiayaan tersebut, akan kembali kepada mereka. Misalnya, ekuivalen rate 1 bulan adalah 1persen, itu menjadi kekayaan ZIS. Margin yang kita terima ini akan kita kembalikan kepadamereka. Dalam bentuk apa? Misalnya dalam bentuk bantuan sarana usaha, berbentuk gerobakatau sepeda untuk mereka keliling dan sebagainya. Dan juga ada bantuan yang berbentukbeasiswa yang kita ambil dari kekayaan ZIS yang bersumber dari margin pembiayaan produktif.Adapun sumber qordul hasan adalah dari dana-dana yang sifatnya denda. Misalnya adabeberapa nasabah atau anggota yang secara financial mempunyai kemampuan untukmembayar, tetapi karena kecenderungan sifatnya kemudian mereka tidak mau membayar.Secara syariat kita berhak untuk meminta denda. Denda-denda tersebut yang kemudian kitakumpulkan untuk kemudian kita alokasikan untuk dana qard.

6. Apakah dalam melakukan pengelolaan zakat BMT bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat(LAZ)?Tidak. Selama ini kita melakukan pengelolaan zakat sendiri.

7. Bagaimana BMT menetukan proporsi pembagian zakat kepada mustahik? Dan apa bentukpenyaluran zakat oleh BMT?Secara proporsi pembagian zakat untuk mustahik kita kondisional. Artinya ketika yang datangadalah memerlukan bantuan usaha produktif, kita berikan bantuan usaha produktif tersebut.Ada sekolah yang memerlukan dana untuk penambahan local, untuk yatim. Yaitu kepadaanggota atau nasabah kami yang termasuk dalam klasifikasi mustahik zakat. Ada juga beasiswayang kita berikan untuk anggota kita yang tidak memiliki kemampuan secara financial untukmelanjutkan studi pendidikan.

8. Apakah dalam melakukan kegiatan opersionalnya BMT diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah?Apakah BMT diawasi oleh Negara atas pengelolaan zakat yang dilakukan?Ada, Prof. Ahmad Sukarja. Secara operasional pengelolaan zakat, BMT usaha mulya melaporkansegala jenis kegiatan pengelolaan zakat kepada BP ZIS Pondok Indah. Karena sumber dana zakatyang kami kelola bersumber dari BP ZIS Pondok Indah. Adapun hal-hal lain dari kegiatan BMTUsaha Mulya kami laporkan kepada Kementerian Koperasi sebagai paying hokum BMT secaralembaga.

Page 94: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

9. Dalam melakukan kegiatan operasionalnya (Baitul Mal wa Tamwil), BMT tunduk padakementerian apa?Secara operasional BMT Usaha Mulya tunduk kepada Kementerian Koperasi.

10. Apakah terdapat keterlibatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pembinaanataupun pengawasan terhadap kegiatan operasional BMT?Dalam hal ini, karena BMT secara badan hokum masih berbentuk koperasi syariah. Tidaktermasuk kedalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, yang mengawasi lembaga keuangan.

11. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang dilakukan oleh BAZNAS/Kemenag terhadappenerimaan zakat, infaq dan sodaqoh yang dilakukan oleh BMT?Nah, kalau Baznas koordinasinya langsung dengan BP ZIS Masjid Pondok Indah. Saya dengar jugasebelumnya ada rumor bahwa semua BP ZIS akan di control langsung oleh Baznas yangkemudian menjadi kontroversi. Karena akan sulit ketika eksekusi secara teknis. Tidak sedikitorang yang butuh bantuan yang bersifat urgent datang ke BMT, ketika peraturan inidiberlakukan akan menyulitkan mustahik untuk mendapat bantuan. Karena akan ada prosespanjang yang harus dilewati.Dulu waktu zaman krisis moneter, BMT termasuk yang tidak terhantam gerusan zaman tersebutkarena langsung bersentuhan dengan akar rumput. Bahkann sebelumnya pernah disebutkanbahwa akan ditarik dibawah pengawasan OJK dengan syarat badan hukumnya berbentukLembaga Keuangan Mikro Syariah, hanya saja kelemahan menjadi Lembaga Keuangan MikroSyariah tidak dapat melebarkan sayap. Dalam artian, ketika kita berdomisili dai jakafrta selatan,tidak bisa membuat cabang. Akhirnya stake holder yang ada di organisasi induk BMT sepertiperkumpulan BMT Se-Indonesia memutuskan untuk tetap dibawah Kemenkop sebagai payinghokum BMT.

Page 95: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2011

TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memelukagamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dankepercayaannya itu;

b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampusesuai dengan syariat Islam;

c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkankeadilan dan kesejahteraan masyarakat;

d. bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelolasecara melembaga sesuai dengan syariat Islam;

e. bahwa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudahtidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehinggaperlu diganti;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang PengelolaanZakat;

Mengingat:

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Page 96: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasiandalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usahauntuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakatuntuk kemaslahatan umum.

4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badanusaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.

5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikanzakat.

6. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.

7. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yangmelakukan pengelolaan zakat secara nasional.

8. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentukmasyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, danpendayagunaan zakat.

9. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yangdibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.

10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biayaoperasional dalam pengelolaan zakat sesuai syariat Islam.

12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidangagama.

Pasal 2

Pengelolaan zakat berasaskan:

a. syariat Islam;

Page 97: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

b. amanah;

c. kemanfaatan;

d. keadilan;

e. kepastian hukum;

f. terintegrasi; dan

g. akuntabilitas.

Pasal 3

Pengelolaan zakat bertujuan:

a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan

b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat danpenanggulangan kemiskinan.

Pasal 4

(1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.

(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. emas, perak, dan logam mulia lainnya;

b. uang dan surat berharga lainnya;

c. perniagaan;

d. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;

e. peternakan dan perikanan

f. pertambangan;

g. perindustrian;

h. pendapatan dan jasa; dan

i. rikaz.

(3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki olehmuzaki perseorangan atau badan usaha.

(4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuaidengan syariat Islam.

Page 98: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal danzakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB II

BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 5

(1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.

(2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.

(3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintahnonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melaluiMenteri.

Pasal 6

BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secaranasional.

Pasal 7

(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNASmenyelenggarakan fungsi:

a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;dan

d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama denganpihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presidenmelalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia palingsedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Page 99: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Bagian Kedua

Keanggotaan

Pasal 8

(1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.

(2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan)orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.

(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama,tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.

(4) Unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk darikementerian/instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.

(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.

Pasal 9

Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1(satu) kali masa jabatan.

Pasal 10

(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.

(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menterisetelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(3) Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.

Pasal 11

Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalamPasal 10 paling sedikit harus:

a. warga negara Indonesia;

b. beragama Islam;

c. bertakwa kepada Allah SWT;

d. berakhlak mulia;

e. berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;

f. sehat jasmani dan rohani;

g. tidak menjadi anggota partai politik;

Page 100: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

h. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan

i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancamdengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Pasal 12

Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:

a. meninggal dunia;

b. habis masa jabatan;

c. mengundurkan diri;

d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau

e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.

Pasal 13

Ketentuan lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNASsebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNASsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

BAZNAS Provinsi

dan BAZNAS Kabupaten/Kota

Pasal 15

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dankabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.

(2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapatpertimbangan BAZNAS.

(3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atasusul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.

(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukanBAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk

Page 101: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

dapat membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapatpertimbangan BAZNAS.

(5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsiBAZNAS di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.

Pasal 16

(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNASkabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha miliknegara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan RepublikIndonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan,kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi danBAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Lembaga Amil Zakat

Pasal 17

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, danpendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.

Pasal 18

(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehMenteri.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhipersyaratan paling sedikit:

a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidangpendidikan, dakwah, dan sosial;

b. berbentuk lembaga berbadan hukum;

c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;

d. memiliki pengawas syariat;

e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakankegiatannya;

f. bersifat nirlaba;

g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan

Page 102: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

Pasal 19

LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakatyang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.

Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukanperwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB III

PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,

PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN

Bagian Kesatu

Pengumpulan

Pasal 21

(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri ataskewajiban zakatnya.

(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapatmeminta bantuan BAZNAS.

Pasal 22

Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilankena pajak.

Pasal 23

(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.

(2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagaipengurang penghasilan kena pajak.

Pasal 24

Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNASkabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Page 103: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Bagian Kedua

Pendistribusian

Pasal 25

Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.

Pasal 26

Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skalaprioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.

Bagian Ketiga

Pendayagunaan

Pasal 27

(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakirmiskin dan peningkatan kualitas umat.

(2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktifsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat

Pengelolaan Infak, Sedekah,

dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya

Pasal 28

(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dandana sosial keagamaan lainnya.

(2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaanlainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islamdan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.

(3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatatdalam pembukuan tersendiri.

Page 104: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Bagian Kelima

Pelaporan

Pasal 29

(1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaanzakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi danpemerintah daerah secara berkala.

(2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat,infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintahdaerah secara berkala.

(3) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah,dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secaraberkala.

(4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala.

(5) Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau mediaelektronik.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNASprovinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV

PEMBIAYAAN

Pasal 30

Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara dan Hak Amil.

Pasal 31

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kotasebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatandan Belanja Daerah dan Hak Amil.

(2) Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi danBAZNAS kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara.

Page 105: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Pasal 32

LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan operasional.

Pasal 33

(1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil sebagaimana dimaksud dalamPasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam PeraturanPemerintah.

(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaansebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 34

(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNASprovinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ.

(2) Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasanterhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengankewenangannya.

(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi fasilitasi,sosialisasi, dan edukasi.

BAB VI

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 35

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan terhadapBAZNAS dan LAZ.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka:

a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melaluiBAZNAS dan LAZ; dan

b. memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:

a. akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan olehBAZNAS dan LAZ; dan

Page 106: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

b. penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaanzakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.

BAB VII

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 36

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksiadministratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau

c. pencabutan izin.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

LARANGAN

Pasal 37

Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual,dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yangada dalam pengelolaannya.

Pasal 38

Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan,pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 39

Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakatsesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahundan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 107: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Pasal 40

Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ataupidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 41

Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahundan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 42

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 merupakankejahatan.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan pelanggaran.

BAB X KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43

(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlakutetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang inisampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.

(2) Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kotayang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas danfungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sampai terbentuknyakepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini berlakudinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.

(4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5(lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentangPengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentangPengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjangtidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Page 108: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Pasal 45

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentangPengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 46

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahunterhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 47

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 109: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 115

Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

Asisten Deputi Perundang-undangan

Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

I. UMUM

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masingdan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakankewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranatakeagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, danpenanggulangan kemiskinan.

Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembagasesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi,dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalampengelolaan zakat.

Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentangPengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukumdalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, danpendayagunaan.

Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional(BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNASkabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiridan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yangberwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, danpendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). PembentukanLAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib

Page 110: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan. Zakat wajib didistribusikankepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skalaprioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapatdidayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatankualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Selain menerima zakat,BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnyadilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkanoleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. Untukmelaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negaradan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai denganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai denganAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan asas “amanah” adalah pengelola zakat harus dapat dipercaya.

Huruf c Yang dimaksud dengan asas “kemanfaatan” adalah pengelolaan zakat dilakukan untukmemberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik. Huruf d Yang dimaksud denganasas “keadilan” adalah pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan secara adil.Huruf e Yang dimaksud dengan asas “kepastian hukum” adalah dalam pengelolaan zakatterdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki. Huruf f Yang dimaksud denganasas “terintegrasi” adalah pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upayameningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Huruf g Yangdimaksud dengan asas “akuntabilitas” adalah pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkandan diakses oleh masyarakat. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf aCukup jelas. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas.

Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Yangdimaksud dengan “rikaz” adalah harta temuan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “badan usaha”adalah badan usaha yang dimiliki umat Islam yang meliputi badan usaha yang tidak berbadanhukum seperti firma dan yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas. Ayat (4) Cukupjelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas.Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lain kementerian, Badan Usaha MilikNegara (BUMN), atau lembaga luar negeri. Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Di Provinsi Aceh,penyebutan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah baitulmal. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.

Page 111: FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42409/1... · kedalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Tujuan

Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud “tempat lainnya” antara lain masjid dan majelis taklim. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukupjelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas.Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas.

Pasal 27 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “usaha produktif” adalah usaha yang mampumeningkatkan pendapatan, taraf hidup, dan kesejahteraan masyarakat. Yang dimaksud dengan“peningkatan kualitas umat” adalah peningkatan sumber daya manusia. Ayat (2) Kebutuhandasar mustahik meliputi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukupjelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARANNEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5255