23
3 BAB 2 FASIES PENGENDAPAN II. Konsep dan Istilah dalam Fasies Pengendapan Istilah fasies pertama kali dicetus kan oleh Amanz Gressly (1838 dalam Nichols, 1999) yaitu unit dari batuan yang memiliki kesamaan litologi dan krateria paleotologinya. Secara luas kemudian dicetuskan oleh Krumbein dan Sloss (1959 dalam Nichols, 1999) menjadi lithofasies, Biofasies dan Tektono fasies. Variasi yang mengungkapan tentang aspek litologi disebut Litofasies dan variasi yang mengungkapkan tentang aspek biologi disebut biofasies (Krumbein dan Sloss 1959 p.268 dalam Nichols, 1999). Tektono fasies didefinisikan sebagai macam macam hubungan lateral aspek tektonik dari unit stratigrafi. Konsep fasies ini disempurnakan oleh Selley (1970, p.1 dalam Selley, 2000) sebagai unit startigrafi yang karakter pencirinya berbeda antar unit batuan yang satu dengan unit batuan yang lainnya. Parameter pembeda fasies anatar lain adalah : Geometri, Litologi, paleontologi, struktur sedimen dan paleocurrent. II.1. Litologi Batuan sedimen adalah material lepas yang mengalami litifikasi, litifikasi sendiri adalah proses material lepas untuk menjadi batuan (Nichols,1999). Gambar 2.1 Proses litifikasi pada batuan sedimen klastik Gambar menunjukkan terbentuknya batuan Sedimen yang berasal dari material lepas yang mengendapakan di daratan (Surface) dan kemudian terkubur (Burial) sehingga mengalami tekanan (T), inilah yang disebut kompaksi. Setelah mengalami kompaksi , pori pori pada batuan sedimen mengalami yang disebut

Fasies MOdel Laut dalam

  • Upload
    wahyu

  • View
    83

  • Download
    13

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fasies MOdel Laut dalam

3

BAB 2

FASIES PENGENDAPAN

II. Konsep dan Istilah dalam Fasies Pengendapan

Istilah fasies pertama kali dicetus kan oleh Amanz Gressly (1838 dalam

Nichols, 1999) yaitu unit dari batuan yang memiliki kesamaan litologi dan krateria

paleotologinya. Secara luas kemudian dicetuskan oleh Krumbein dan Sloss (1959

dalam Nichols, 1999) menjadi lithofasies, Biofasies dan Tektono fasies. Variasi

yang mengungkapan tentang aspek litologi disebut Litofasies dan variasi yang

mengungkapkan tentang aspek biologi disebut biofasies (Krumbein dan Sloss 1959

p.268 dalam Nichols, 1999). Tektono fasies didefinisikan sebagai macam – macam

hubungan lateral aspek tektonik dari unit stratigrafi.

Konsep fasies ini disempurnakan oleh Selley (1970, p.1 dalam Selley,

2000) sebagai unit startigrafi yang karakter pencirinya berbeda antar unit batuan

yang satu dengan unit batuan yang lainnya. Parameter pembeda fasies anatar lain

adalah : Geometri, Litologi, paleontologi, struktur sedimen dan paleocurrent.

II.1. Litologi

Batuan sedimen adalah material lepas yang mengalami litifikasi, litifikasi

sendiri adalah proses material lepas untuk menjadi batuan (Nichols,1999).

Gambar 2.1 Proses litifikasi pada batuan sedimen klastik

Gambar menunjukkan terbentuknya batuan Sedimen yang berasal dari

material lepas yang mengendapakan di daratan (Surface) dan kemudian terkubur

(Burial) sehingga mengalami tekanan (T), inilah yang disebut kompaksi. Setelah

mengalami kompaksi , pori – pori pada batuan sedimen mengalami yang disebut

Page 2: Fasies MOdel Laut dalam

4

dengan sementasi yaitu pori – pori batuan terisi dengan fluida kemudian fluida

melepaskan ion – ion yang mengisi pori. (Nichols, 1999)

Material pembentuk endapan sedimen dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu

material yang tertransport secara fisik dalam bentuk padatan sebelum terendapkan

(partikel) dan material yang berasal dari suatu larutan yang terpresipitasi insitu tidak

tertransport secara fisik sebagai objek padatan (Friedman dan Sanders, 1978 dalam

Nichols, 1999) (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Asal Usul dari batuan sedimen (Nichols, 1999).

II.1.1 Tektur Batuan Sedimen

Tekstur pada batuan sedimen meliputi ukuran butir dan bentuk bentuk butir

serta kemas dari batuan sedimen.

Ukuran butir

Partikel dari material sedimen dan batun sedimen yang ukurannya dari mikron

sampai yang berukuran meter. Skala ukuran butir biasanya digunakan klasifikasi

Udden-wentworth, ini merupakan skala dari nilai ukuran butir dari 1/256 mm –

Page 3: Fasies MOdel Laut dalam

5

>256 mm dan terbagi dalam empat kelompok besar yaitu lempung, lanau, pasir, dan

bongkah (Tabel 2.2)

Tabel 2.2 Skala ukuran butir Udden-Wentworth (1922)

a. Bongkah dan konglomerat

Pecahan batuan berukuran diameter lebih dari 2 mm yang didalamnya terbagi

menjadi kerikil, kerakal, berangkal dan bongkah (granules, pebbles, cobbles

dan boulders)(Tabel 2.2 ). Jika dimeter pecahan batuan (clast) berukuran 64

mm – 256 mm dan bentuk butirnya membola batuan ini disebut dengan cobble

conglomerate namun jika bentuknya tajam atau angular batuanya konglomerat

ini disebut breksi (Gambar 2.2 ) (Boggs, 2006)

Page 4: Fasies MOdel Laut dalam

6

Gambar 2.2 Konglomerat dengan bnetuk butir pebbles yang membola

Tekstur konglomerat sendiri tersusun atas matrik dan fragmen. Fragmen

berukuran kerikil, kerakal, berangkal dan bongkah (granules, pebbles, cobbles

dan boulders), sedangkan matriknya berisi lapisan yang lebih halus dari pasir

hingga lumpur (Nichols, 1999) (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Klasifikasi untuk percampuran gravel, pasir dan lumpur (Nichols, 1999)

Page 5: Fasies MOdel Laut dalam

7

b. Pasir dan Batupasir

Pasir adalah material lepas dengan ukuran 0,063 mm – 2 mm dan batupasir

adalah bauan sedimen dengan ukuran 0,063 mm – 2 mm. (Nichols, 1999) (Tabel

2.2 ). Intervalnya dibagi menjadi; sangat baik, baik, sedang dan kasar (Tabel

2.2 ). Pasir dan batupasir berisi material hasil pelapukan dan erosi yang berisi

mineral dan litik batuan (Nichols, 1999). Batupasir sendiri dapat berasosiasi

dengan ukuran butir yang lebih halus dan mempunyai nama yang berbeda

tergantung dari banyak kandungan matrik yang terkandung didalamnya, jika

matriknya 0 - <15% disebut arenit, 15 - >75 disebut wacke dan jika >75% matrik

disebut batulumpur (Petthijohn, 1975) (Gambar 2.4)

Gambar 2.4 Klasifikasi Batupasir (Petthijohn, 1975)

Klasifikasi ini sendiri menggunakan plot kedalam segitiga dengan

komponen Q,F,L (Quartz, Feldspar, dan Lithic). Ploting yang dilakukan

kedalam segitiga merupakan persentasi dari kandungan mineral dan lithik yang

ada pada batupasir sehingga jika dmasukan (Plotting) akan menghasilkan nama

dari batupasir tersebut.

Page 6: Fasies MOdel Laut dalam

8

c. Lempung, Lanau dan Batulumpur

Lumpur adalah sebutan yang digunakan untuk material lepas yang berisi

ukuran butir dengan porsi lanau dan porsi lempung (Tabel 2.2), sedangkan

batulumpur adalah batuan sedimen yang tersusun atas porsi dari ukuran lempung

dan lanau yang telah mengalami litifikasi (Nichols, 1999). Kandungan yang ada

pada lempung adalah mineral – mineral lempung (kandite dan smectit) sedangkan

lanau berisi mineral kuarsa , mika dan feldspar yang hanya dapat dilihat dibawah

mikroskop (Nichols, 1999)

Bentuk Butir

Merupakan keseluruhan kenampakan partikel secara tiga dimensi yang

berkaitan dengan perbandingan atara ukuran panjang, sumbu panjang, menengah

dan pendeknya. Cara untuk mendefinisikan dikenalkan oleh Zingg, 1935 yaitu

dengan cara menggunakan perbandingan b/a dan c/b , a adalah sumbu terpanjang

,b adalah sumbu menengah dan c adalah sumbu tebal atau tinggi sehingga kemudian

di cocokan pada gambar (Gambar 2.5). bentuk butir sendiri berisi informasi tentang

karakter dari batuan asal dan sedikit informasi tentang lingkungan pengendapannya

sekarang

Gambar 2.5 klasifikasi bentuk butir ( Zingg, 1935 dalam Nichols, 1999)

Page 7: Fasies MOdel Laut dalam

9

Sphericity

Sphericity didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana suatu

butiran mendekati bentuk bola (Nichols, 1999). Dengan demikian semakin butiran

membentuk bola maka nilai sphericitynya semakin tinggi. Bentukan dari fragmen

batuan berasal dari proses pelapukan, kemudian akan terjadi proses pengikisan

sehingga akan lebih membola dari awalnya pada saat transportasi. (Gambar 2.6).

ini bisa menjadi dasar jika semakin jauh material sedimen terendapakan maka nilai

sphericity semakin tinggi juga dikarenakan terjadi proses pengikisan bagian pinggir

dari butiran sehingga membentuk seperti bola.

Gambar 2.6 Komperasi derajat kebundaran dan sphericity, (Petthijohn et al, 1987)

Roundness

Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan ketajaman

pinggir dan sudut suatu partikel sedimen klastik (Nichols, 1999). Ini menunjukkan

sejarah transportasi dari materia tersebut. (Gambar 2.6), jika nilai ketajaman pada

bagian pinggir material masih tajam maka transportasi sedimen ini dapat dipastikan

masih dekat dengan sumbernya, namun jika telah hilang maka menunjukkan

trasportasi yang jauh dari sumbernya.

Sortasi

Sortasi adalah distribusi dari kehadiran pecahan sedimen sesuai dengan

ukuran butirnya ; sortasi baik berkomposisi dari satu ukuran sedimen misalnya

medium sand, sedangkan sortasi buruk terisi oleh banyak ukuran butir (Gambar

2.7). sortasi sendiri menjelaskan tentang sejarah transportasi. Jika batuan memiliki

Page 8: Fasies MOdel Laut dalam

10

kandungan ukuran butir yang beragam ini menunjukkan terjadi berubahan kekuatan

transportasi.

Gambar 2.7 Ilustrasi dari sortasi pada sedimen klastik (Nichols, 1999)

Fabric atau kemas

Kemas adalah dimana ketika batuan memiliki kecendrungan pada satu

ukuran atau memiliki sebuah ukuran yang lebih banyak dari yang lain. Contohnya

batulumpur adalah batuan dengan ukuran lempung dan lanau yang mendominasi

(Nichols, 1999)

Kedewasaan Tektur

Tektur sedimen atau batuan sedimen dapat digunakan sebagai indikasi

tentang erosi, transportasi dan sejarah pengendapan. Kedewasaan tektur dibagi atau

disimpulkan berdasarkan kandungan lumpur, sortasi dan bentuk butir (Nichols,

199) (Tabel 2.3). Jika batupasir arenit lumpur kuran dari 15%, sortasinya sangat

baik dan bentuk butirnya adalah membola maka hasilnya supermature.

Page 9: Fasies MOdel Laut dalam

11

Tabel 2.3 Ilustrasi dalam penamaan tektur kedewasaan dari batupasir ( Nichols, 1999)

II.1.2 Struktur Sedimen

Struktur sedimen merupakan kenampakan batuan sedimen yang dihasilkan

oleh proses erosi dan tranportasi oleh media air, es dan angin (Boggs, 2006).

Transportasi oleh air terdapat 3 cara yaitu rolling sedimen bergerak secara berputar

pada bagian dasar, Saltation butiran sedimen bergerak secara melonjat – loncat

diatas dasar air, dan suspensi, butiran bergerak melayang atau terbang didalam air

(Gambar 2.8)

Gambar 2.8 Transportasi butir sedimen oleh Fluida (Nichols, 1999)

Page 10: Fasies MOdel Laut dalam

12

Dalam sistem teransportasi oleh media air , angin dan es, media – media

tersebut haruslah memiliki kecepaatan arus untuk bisa membawa material –

meterial sedimen tersebut. Dikarenakan kecepatan arus ini sangat berhubungan

dengan kapasitas dan kuantitas dari ukuran material sedimen yang dapat

ditransportasikan ( Tabel 2.4)

Tabel 2.4 diagram yang menunjukkan hubungan antara kecepatan arus dan ukuran butir

batuan (Press dan Slever, 1986 dalam Nichols, 1999)

Dalam diagram ini digambarkan bentuk kurva erosional dan transportasi

dan pengendapan. Erosinal dan transportasi membutuhkan kecepatan yang sangat

besar untuk mengerosi ukuran butir seperti ukuran lumpur dan gravel. Gravel

berdasarkan ukuran adalah butiran dengan ukuran yang paling besar, sehingga

massanya juga akan lebih berat dan membutuhkan arus yang cepat, namun lumpur

memiliki ukuran yang halus dan massa yang ringan dan membutuhkan arus yang

cepat pula. Ini dikarenakan bentuk butir lumpur yang memanjang dan lonjong yang

membuat ukuran ini susah untuk dierosi oleh kecepatan arus yang lemah.

Dalam diagram ini juga menunjukkan kurva pengendapan. Pengendapan

butir yang kasar akan lebih mudah terendpakan jika terjadi penurunan kecepatan

arus, namun lumpur membutuhkan kecepatan arus yang sangat kecil untuk

Page 11: Fasies MOdel Laut dalam

13

mengendap ini dikarenakan massa lumpur lebih kecil dari ukuran yang lebih besar

dari lumpur (Nichols, 1999)

Menurut Tucker, 1991 klasifikasi struktur sedimen terbagi menjadi 4 yaitu

struktur erosi , struktur pengendapan, struktur pasca pengendapan dan struktur

biogenik. Struktur sedimen penting untuk diketahui karena dengan struktur sedimen

dapat menentukan lingkungan pengendapannya.(Tabel 2.5)

Tabel 2.5 Klasifikasi dari Struktur Sedimen (Selley 2000, p 131)

II.1.2.1 Struktur Erosi

Struktur sedimen pada klasifikasi ini terbentuk karena proses erosi oleh

aliran Fluida dan aliran sedimen sebelum pengendapan diatas bidang perlapisan dan

oleh partikel yang menggerus permukaan sedimen.

a. Struktur Sole atau Sole mark

Merupakan struktur sedimen yang terdapat pada bagian atas atau dasar suatu

laisan (Boggs, 1992). Struktur ini biasanya ditunjukkan dengan adanya

relief positif pada lapisan yang lebih kasar biasanya batupasir yang

menindih batuan yang lebih halus biasanya batulanau atau batulempung.

Struktur ini terbentuk karena lapisan batuan yang lebih halus mengalami

erosi oleh material yang lebih kasar dan kemudian lapisan yang lebih kasar

mengendapap pada lapisan butir halus yang telah mengalami erosi

b. Flute Cast (cetakan Seruling)

Page 12: Fasies MOdel Laut dalam

14

Merupakan bentuk yang menyerupai cekungan memanjang yang melebar

pada bagian ujungnya seperti jilatan api

c. Groove cast ( Cetakan Gerusan )

Merupakan bentukan parit yang memanjang pada lapisan batupasir akibat

dari pengisian hasil gerusan pada lapisan batulumpur yang ada dibawahnya.

Sehingga ini dapat digunakan untuk menentukan arah arus purba.

d. Channel dan scours.

Merupakan hasil dari proses erosi yang memotong lapisan batuan. Struktur

channel berukuran lebih besar dari Scours. Scours sifatnya sementara

namun Channel sifatnya berjalan lama. Channel dan scours terisi oleh

butiran sedimen yang lebih kasar dari lapisan disekitarnya

Pada reservoir laut dalam struktur yang lebih dominan adalah channel

dikarenakan sistem arus yang bekerja adalah sistem arus gravitasi yang mempunyai

sistem pengendapan cepat dan mengerosi unit batuan disekitar.

II.1.2.2 Struktur Pengendapan

Struktur pengendapan ini terbentuk karena proses pengendapan sedimen

dipengaruhi oleh arus dan ukuran butir.

a. Perlapisan dan laminasi

Kedua struktur ini terbentuk karena adanya erubahan pada pola

sedimentai yang meliputi komposisi, ukuran butir, bentuk orientasi dan

kemas sedimen. Perlapisan sendiri adalah lapisan sedimen (layer) yang

ukurannya melebihi 1 cm sedangkan laminasi adalah adalah lapisan

sedimen yang lebih kecil dari perlapisan.

b. Cross-startification

Merupakan perlapisan yang menunjukkan adanya sudut yang jelas

antara layer – layer internal dengan bidang batas perlapisan ( Boggs,

1992). Apabila yang bersilang tersebut berupa perlapisan perlapisan

disebut Cross-bedding dan apabila yang berukuran laminasi disebut

Cross-laminasi. Menurut Tucker (1991) struktur ini terbentuk akibat

migrasi dune atau ripple karena sedimentasi bertambah. Ada dua jenis

perlapisan silang ini yaitu plannar Cross-startification dan Trough

Page 13: Fasies MOdel Laut dalam

15

Cross-startification, secara sederhana perlapisan ini dibedakan

berdasarkan bentuk lapisan yang bersilang dengan lapisan dasar

(Tucker, 1991).

c. Perlapisan bergradasi (Graded Bedding)

Merupakan perlapisan yang dicirikan dengan perubahan vertikal ukuran

butir secara gradasi akibat bertambahnya kekuatan arus atau

berkurangnya kekeuatan arus.

d. Perlapisan Masif

Merupakan perlapisan yang tidak menunjukkan adanya struktur dalam

tubuh perlapisan. Menurut Tucker (1991), perlapisan ini akibat dari

pngedapan yang cepat, gelontoran endapan dengan densitas tinggi atau

endapan hasil gravitasi.

Struktur pengendapan laut dalam lebih didominasi oleh lapisan yang

amalgamasi dan masif serta bergradasi (Bouma 1962, dalam Slatt 2006) seperti

reservoir channel pasir amalgamasi dan channel pasir berlapis.

II.1.2.3 Struktur Pasca Pengendapan

Struktur ini terbentuk segera setelah atau pasca adari proses pengendapan,

terutama proses deformasi sebelum terjadinya proses konsolidasi dan pembatuan

secara sempurna.

a. Slide dan Slump

Terjadi akibat adanya pergerakan masa pada bidang gelincir yang terjadi

pada lereng yang mengakibatkan sedikit deformasi pada tubuh sedimennya

(Tucker , 1991)

b. Load dan cast

Merupakan struktur sole mark yang sering terjadi akibat adanya beda

densitas anatara lapisan yang atas dan lapisan bagian bawah. Lapisan

dengan densitas tinggi akan menekan lapisan dengan densitas yang rendah

sehingga lapisan densitas tinggi dapan menyusup kedalam lapisan dengan

densitas rendah (Boggs, 1994).

c. Dish dan Pillar

Page 14: Fasies MOdel Laut dalam

16

Struktur ini terbentuk dari fluida dalam tubuh batuan lepas akibat dari

pengendapan yang cepat. Bentuknya seperti mangkuk pada lapisan yang

lebih halus dan berbentuk pillar pada lapisan yang kasar.

II.1.2.4 Struktur Biogenik

Struktur biogenik pada dasaranya adalah studi hasil gangguan makhluk

hidup atau organisme hidup pada sedimen atau dengan nama lain studi tentang fosil

jejak (ichnology) (Collinson dan Thompson, 1982). Compton (1985) mengemukan

bahwa binatang dapat meninggalkan jejak dengan cara menyentuh atau menapak,

bergerak melintas, makan pada permukaan sedimen, melubangi untuk mencari

makan, menggali untuk tempat hidup dan membuat satu bentukkan untuk keluar

dari lapisan sedimen. (Gambar 2.9)

Gambar 2.9 Pembagian kedalan laut dan hubungannya dengan fosil jejak

(Pemberton,1992 dalam dalam Koutsoukos, 2005 ).

Dari gambar dapat dilihat semakin menambah kedalaman (abysall dan bathyal

zone). Makhuk hidup akan lebih memilih melakukan gerakan kearah horizontal dan

membentuk trail , sedangkan ketika lingkunganya kearah yang lebih dangkal

Page 15: Fasies MOdel Laut dalam

17

organisme akan lebih bergerak, makan dan melindungi diri dengan membentuk

burrow yang vertikal. Ini didasari oleh perbedaan kuat tekan air laut di dangkal dan

dalam.

II.1.3 Fosil

Menurut Leonardo Da Vinci (1452 – 1519, dalam Koutsoukos, 2005) fosil

adalah sisa dari organisme yang pernah hidup. Fosil merupakan indikator dari

lingkungan (Steno, 1638 – 1687 dalam Koutsoukos, 2005) dan indikator dari

paleobatimetri (harlton, 1988 dalam Koutsoukos, 2005). Fosil digunakan untuk

menentukkan umur dari lapisan (smith, 1769–1839 dalam Koutsoukos, 2005) dan

melakukan korelasi (Darwin, 1859 dalam Koutsoukos, 2005) serta sebagai tanda

iklim masa lampau (Wegener, 1960 Koutsoukos, 2005)

Gambar 2.10 Contoh fosil plankton yang hidup di lingkungan laut (Slatt, 2006)

Page 16: Fasies MOdel Laut dalam

18

II.1.4 Arus Purba

Arus purba adalah arah dari aliran pada saat sedimen terendapkan (Nichols,

1999). Interpretasi yang dapat dihasilkan dari arus purba adlah arah Paleoslope,

arah/pola penyebaran sedimen, hubungan arus purba dengan geometri datuan

batuan dan lokasi daerah sumber sedimen. Interpretasi itu memiliki nilai ekonomis

misalnya untuk mengetahui penyebaran placer deposite (Graham, 1988).

Sebelum menentukan arah arus pembentuk struktur, harus diperhatikan

struktur apakah yang ditinjau dan bagaimana cara pembentukkannya. Untuk

menentukan arah arus, singkapan struktur sedimen harus bisa diamati dalam bentuk

3 dimensi sehingga dapat diukur jueus aray arah (strike dan direction) dan

kemiringan sesungguhnya. Apabila semua telah diukur maka, akan dilakukan

koreksi dengan streographic net.

Struktur sedimen yang bersifat planar ( treutama struktur silang siur) dapat

diukur strike dan dipnya dan pada prisnsipnya aruspurba adalah tegak lurus dengan

strike. Arah rus purba pada struktur yang bersifat liniar (groove marks, gutter cost,

flute, casts) ditunjukkan oleh plunge/pitch struktur sedimen tersebut jika pada

lapisan yang miring atau sama dengan arah struktur pada bidang horizontal.

Cara yang paling sederhana untuk mempresentasikan data adalah dengan

menggunakan diagram rose. Pada diagram ini terdapat empat tipe dasar pola arus

purba yaitu unimodal, bimodal-bipolar, bimodal-oblique dan polimodal seperti

pada (gambar 2.11 ), selain itu variasi arah arus purba dapat mengindikasikan

lingkungan pengendapan seperti tabel 2.6

Gambar 2.11 Pola arus purba (Tucker,1991 dalam Salley, 2000)

Page 17: Fasies MOdel Laut dalam

19

Lingkungan

Eolian

Fluvial

Delta

Paparan laut

dangkal

Struktur sedimen

direksional

Lapisan silang siur skala

besar

Silang Siur, lineasi

parting, ripple,scour,

imbrikasi

Lapisan silang siur,

channel, lineasi parting ,

ripple

Silang Siur, ripple,scour

Pola Penyebaran

Jika dibentuk oleh dune barchan akan

berpola unimodal dan menunjukkan

arah angin purba; berpola bimodal

oleh dune tipe seif dan polimodal jika

tipe sief yang komplek

Arah arus purba menunjukkan

paleoslope dan arah provenance; pola

unimodal dengan penyebaran yang

kecil jika dibentuk oleh sungai

dengan low-sinousity, polaunimodal

dengan penyebaran yang besar jika

dibentuk oleh sungai dengan high-

sinousity atau kipas aluvial

Umumnya berpola unimodal dengan

arah kebarat meskipun prose laut

dapat membuat arus komplek

Arus dapat memiliki pola yang

komplek dan sulit untuk

diinterpretasi; pola bimodal dapat

terbentuk oleh arus pasang-surut

meskipun arus pasang-surut dapat

paralel atau tegak lurus terhadap garis

pantai; dapat unimodal jika salah satu

raus pasang/surut mendominasi; bisa

polimodal ataupun tidak beraturan

Page 18: Fasies MOdel Laut dalam

20

Cekungan

turbidit

Struktur sole,

khususnya flute, lineasi

parting, ripple,

laminasi, silang siur,

orientasi butir, slump

fold

terutama bila terdapat efek

gelombang dan badai

Pola unimodal umum ditemukan pada

turbidit, dapat berarah downslope

atau searah sumbu cekungan, atau

radial jika pada kipas bawah laut.

Pada countourit, arah arus purbanya

paralel terhadap lereng

Tabel 2.6 Lingkungan pengendapan, struktur sedimen direksional dan pola penyebaran (Tucker,

1991 dengan modifikasi)

Page 19: Fasies MOdel Laut dalam

21

II.2. Facies Model Pengendapan Laut Dalam

Fasies model adalah sebuah norma, kerangka, sebagai prediksi dasar untuk

meninterpretasi (Walker,1992 dalam Shanmugam, 2000). Berdasarkan dari fasies

model laut dalam pertama oleh Bouma (1962 dalam Shanmugam, 2000), fasies

model terbagi menjadi lima divisi (Ta,Tb,Tc,Td,Te). Dari dari hasil realisasi oleh

(Stow dan Shanmugam, 1980 dalam Shanmugam, 2000) menghasil fasies model

vertikal yang baru namun hanya untuk fine-grained turbidit dengan sembilan divisi

(T0, T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8). Lowe (1980 dalam Shanmugam, 2000)

memperkenalkan fasies model vertikal yang baru untuk coarse-grained turbidit

dengan enam divisi (R1, R2, R3, S1,S2, S3). (Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam,

2000) (Gambar 2.12)

Page 20: Fasies MOdel Laut dalam

22

Gambar 2.12. Hubungan antara arah aliran dengan ketebalan lapisan turbidit yang dihasilkan

(Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam, 2000)

Aliran turbidit dengan densitas tinggi atau cepat dapat menghasilkan

endapan dengan model Lowe (1982) yang material sedimennya berisi butir – butir

dengan ukuran yang besar atau kasar ( bongkah – pasir ) dan menghasilkan tebal

lapisan yang besar. Aliran turbidit yang lemah menghasilkan facies model yang di

publikasikan oleh Bouma (1962) dan Stow dan Shanmugam (1980) yaitu facies

model yang berisi butiran kerikil – lumpur dengan struktur bergradasi serta

ketebalan antar lapisan yang relatif lebih kecil dari facies model Lowe (1982)

Model facies ini digunakan sebagai acuan pada sistem pengendapan yang

terjadi pada laut dalam dan sebagai acuan dalam interpretasi unit batuan, hubungan

unit batuan dan penentuan lingkungan laut dalamnya.

Dari facies model diatas didapati litologi adalah gravel, pasir dan lumpur

ini dikarenakan dilakukan dengan media air dan memiliki kecepatan arus yang

sangat tinggi (turbulen).(Tabel 2.4) Namun yang paling dominan adalah lapisan

pasir. Lapisan pasir laut dalam memiliki ukuran butir yang seragam, dengan grain

fabric, dan sortasi yang baik (Slatt, 2006). Hasil interpretasi menunjukkan bahwa

batupasir ini mengalami transportasi secara jauh dari batuan sumber dikarenakan

terendapakan pada lingkungan laut dalam, sehingga dapat disimpulkan bahwa

bentuk butir, spherecity, dan roundnessnya memiliki tingkat kedewasaan yang

cukup tinggi (Gambar 2.13)

Page 21: Fasies MOdel Laut dalam

23

Gambar 2.13. Klasifikasi Kedewasaan Tekstur (Folk, 1951, dalam Boogs, 2006)

Dari data struktur sedimen yang terdapat dalam facies model turbidit,

struktur sedimen yang sering dijumpai pada sistem pengendapan turbidit adalah

struktur masif ( pada pasir), parallel laminasi (pasir dan lumpur), ripple wavy

laminasi (lumpur dan pasir) dan laminasi (lumpur) (Bouma, 1962 dalam

Shanmugam, 2000). Dapat disimpukan bahwa struktur sedimen ini masuk pada

struktur pengendapan yang dipengaruhi oleh arus dan ukuran butir, dikarenakan

proses arus gravitasi memiliki kapasitas yang tinggi sehingga ada kalanya terdapat

struktur channel pada bagian bawah yang berlitologi pasir kasar – gravel.

Page 22: Fasies MOdel Laut dalam

24

Tabel 2.7 Struktur sedimen pada pengendapan Laut dalam, modifikasi dari Selley, 2000)

Dari fasies model juga terlihat adanya struktur sedimen yang dapat

digunakan sebagai tolak ukur arus purba, struktur sedimen itu berupa struktur

sedimen sole, khususnya flute, lineasi parting, ripple, laminasi, silang siur, orientasi

butir, slump fold (Tucker, 1991). Sehingga dapat diperkirakan asal material sedimen

yang tersebut dan darimana arahnya.(Tabel 2.8)

Tabel 2.8 Lingkungan pengendapan, struktur sedimen direksional dan pola penyebaran (Tucker,

1991 dengan modifikasi)

Page 23: Fasies MOdel Laut dalam

25

Selain terdapat litologi, geometri dan struktur sedimen, di laut dalam sendiri

terdapat makhluk hidup yang beraktivitas pada material sedimen laut dalam,

sehingga terkadang membentuk fosil – fosil jejak laut dalam. Perbedaan salinitas,

tekanan dan jumlah oksigen (Boggs, 2006) membuat keunikan bentukan dari hasil

sisa – sisa makhluk hidup ini yang membedakan dengan lingkungan yang lebih

dangkal. Jejak fosil tersebut terdapat pada zona sublitoral – zona abisal (Gambar

2.14) antara lain skolithos, cruziana, zoophycos, dan nereites (Koutsoukos, 2005)

Gambar 2.14 Pembagian kedalan laut dan hubungannya dengan fosil jejak

(Pemberton,1992 dalam dalam Koutsoukos, 2005 ).

Semua jenis jejak fosil tersebut penanda bahwa lingkungan

pengendapannya adalah laut dalam, jadi fosil jejak merupakan suatu informasi yang

penting dalam memperkuat data yang lainnya.