27
ANALISIS EKSPLOITASI PERIKANAN JARING APONG DI SEGARA ANAKAN CILACAP [Studi Kasus Jaring Apong di Laguna Segara Anakan Cilacap] Mata Kuliah PENGANTAR MANAJEMEN EKSPLOITASI SUMBERDAYA PANTAI Dosen Pengampu Prof. DR. Ir. Sutrisno Anggoro, MS Oleh F. Eko Dwi Haryono

F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

  • Upload
    eko

  • View
    485

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

ANALISIS EKSPLOITASI PERIKANAN JARING APONGDI SEGARA ANAKAN CILACAP

[Studi Kasus Jaring Apong di Laguna Segara Anakan Cilacap]

Mata Kuliah

PENGANTAR MANAJEMEN EKSPLOITASI SUMBERDAYA PANTAI

Dosen PengampuProf. DR. Ir. Sutrisno Anggoro, MS

OlehF. Eko Dwi Haryono

PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN SUMBERDAYA PANTAIPROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO

2010

Page 2: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar isiDaftar Gambar

Iiiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangB. TujuanC. Kegunaan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Peranan Kawasan Segara Anakan Bagi Sumberdaya Perikanan

B. Perikanan Jaring ApongC. Produksi

BAB III. ANALISIS EKSPLOITASI JARING APONG DI SEGARA ANAKAN CILACAP

A. Eksploitasi Sumberdaya Ikan di Perairan Tritih Cilacap

B. Produksi Hasil Tangkapan Jaring ApongC. Produksi Ikan Bukan Jaring Apong

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanB. Saran

DAFTAR PUSTAKA

1

122

3

358

10101112

131313

Page 3: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Desain Umum Jaring Apong (Warsidi, 2003)

6

2. Pengoperasian Jaring Apong di Dasar Perairan. [Warsidi, 2003]7

3. Produksi Total Ikan di Segara Anakan tahun 1987-2001. 9

Boesono (2003).

4. Produksi (g) Udang Hasil Alat Tangkap Jaring Apong. 9

Muslih (2010).

Page 4: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawasan Segara Anakan, berdasarkan Perda Kabupaten Cilacap

Nomor 17 tahun 2001 tentang Pengelolaan Perikanan di Kawasan

Segara Anakan merupakan daerah yang bebas dari aktivitas

penangkapan, selain itu juga merupakan kawasan hutan mangrove

yang di lindungi.

Perairan Tritih Cilacap pada wilayah antara 07030”- 07044” LS

dan 108042”- 109002” BT dan memiliki luas sekitar 45.340 ha adalah

merupakan bagian dari Kawasan Segara Anakan bagian Timur, berupa

perairan sungai yang bermuara di Samudra Hindia. Kondisi perairan

saat pasang didominasi air laut dan saat surut merupakan perairan

payau. (Badan Meteorologi dan Geofisika Cilacap T.A 2001/2003).

Perairan ini walaupun berdasarkan Perda Kabupaten Cilacap yang

tertuang dalam Perda Nomor 16 tahun 2001 tentang Pengelolaan

Perikanan di Kawasan Segara Anakan, merupakan daerah tertutup bagi

kegiatan penangkapan ikan, namun banyak para nelayan tetap

melakukan penangkapan ikan, alat tangkap ikan tersebut antara lain,

jaring apong, jala otek, ciker dan waring surung. Dari keempat alat

tangkap tersebut yang paling banyak di operasikan adalah jaring

apong.

Jaring apong adalah alat tangkap ikan sejenis tidal filter net (Tarp

and Kailola, 1981) yang merupakan hasil modifikasi dari alat tangkap

trawl dan keberadaannya sangat dominan di kawasan perairan Tritih.

Alat tangkap jenis apong ini di perairan Tritih sebanyak 103 buah.

Nelayan memiliki apong 1 sampai 6 buah/orang dan mata jaring yang

Page 5: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

digunakan mempunyai ukuran kurang dari satu inchi, khususnya pada

bagian kantong jaring.

Perairan Tritih merupakan bagian dari kawasan mangrove Segara

Anakan, dimana kawasan mangrove tersebut merupakan daerah

pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan

daerah mencari makan (feeding ground) bagi beberapa jenis hewan

aquatik ekonomis penting. Hal ini dijadikan pertimbangan utama

dalam pengelolaan perikanan tangkap.

dengan demikian maka perlu untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi atau daya dukung produksi jaring apong kaitannya dengan

sumberdaya ikan dari perairan Tritih Cilacap yang mempunyai

kawasan mangrove.

Terdapat beberapa alat tangkap lain selain jaring apong yang

beroperasi di perairan Tritih, yaitu : jaring ciker, waring dan jaring

kantong. Kontribusi hasil tangkapan ikan jaring apong di perairan

Tritih, belum ada yang meneliti.

Perumusan Masalah

Sejak dilarangnya pengoperasian trawl karena sifatnya yang tidak

selektif dan merusak sumberdaya ikan berdasarkan keppres No 39 Th

1980, maka salah satu alat tangkap yang diperbolehkan dan banyak

digunakan oleh nelayan di perairan Tritih untuk menangkap ikan

maupun udang adalah jaring apong. Jaring apong merupakan

merupakan alat tangkap yang efektif sebagai alat tangkap ikan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

Bagaimana produksi ikan hasil tangkapan per unit tangkapan

jaring apong.

Berapa kontribusi jaring apong terhadap produksi ikan di perairan

Tritih.

B. Tujuan

Page 6: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kontribusi jaring

apong terhadap produksi ikan di perairan Tritih.

C. Manfaat

Hasil kajian kontribusi jaring apong terhadap sumberdaya

perikanan dan di harapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi

manajemen eksploitasi sumberdaya perikanan Pantai di Cilacap.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Peranan Kawasan Segara Anakan Bagi Sumberdaya

Perikanan

Ekosistem perairan Segara Anakan terdiri dari perairan payau dan

hutan mangrove disertai endapan yang berasal dari sungai-sungai oleh

karena itu merupakan perairan yang kaya akan nutrien, seperti

kondisi mangrove pada umumnya. Laguna Segara Anakan kaya akan

sumberdaya perikanan seperti ikan, udang, kepiting dan berbagai jenis

kerang. Nutrien dan larva dari berbagai jenis organisme air yang

terdapat di Segara Anakan merupakan mata rantai pangan (food

chain) bagi sumberdaya perikanan yang ada di Samudera Hindia

(Rusmanto, 1999).

Laguna Segara Anakan merupakan kawasan mangrove, adapun

fungsi ekologis mangrove secara umum dikemukakan oleh

Purnobasuki, (2005) adalah sebagai tempat pemijahan (Nursery

Ground), feeding ground, dimana lingkungan mangrove relatif tenang

Page 7: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

dari deburan ombak, karena tertahan oleh akar-akar mangrove,

sehingga kawasan mangrove sangat efektif untuk meredam

gelombang laut. Hal ini memudahkan terjadinya perkembang biakan

telur ikan yang berlangsung eksternal. Sistem perakaran mangrove

berfungsi sebagai tempat bagi telur ikan yang telah dibuahi agar tidak

hanyut, sampai terjadinya penetasan telur tersebut. Perlindungan

Pantai Terhadap Bahaya Abrasi, dimana sistem perakaran mangrove

yang rapat dapat berfungsi untuk meredam gempuran ombak, karena

cengkeraman akar yang menancap pada tanah dapat menahan

lepasnya partikel tanah. Kondisi tersebut berfungsi agar bahaya abrasi

atau erosi oleh gelombang air laut dapat dicegah . Sebagai perangkap

sedimen, dimana sistem perakaran mangrove efektif untuk

menangkap partikel-partikel tanah yang berasal dari di daerah hulu.

Perakaran mangrove menangkap partikel-partikel tanah tersebut dan

mengendapkannya. Dengan demikian akan terjadi suatu kondisi

dimana endapan lumpur tidak hanyut oleh arus gelombang laut. Hutan

mangrove di daerah pelabuhan berfungsi untuk membantu mencegah

terjadinya pendangkalan dasar dermaga. Lumpur yang terperangkap

oleh perakaran mangrove dapat menyebabkan penambahan lahan

baru ke arah lautan . Sebagai penyerap bahan pencemar, mangrove

yang tumbuh di daerah perkotaan berfungsi menyerap bahan

pencemar, gas buangan kendaraan, industri, dan sebagainya. Bahan

buangan industri yang dibuang melalui sungai akan terbawa ke muara

dan tersaring oleh perakaran mangrove. Sebagai penghambat intrusi

air laut, mangrove di pantai menjadi wilayah penyangga untuk

mengurangi dampak rembesan air laut (intrusi) ke daratan. Sebagai

penahan angin, ekosistem mangrove yang tumbuh di pantai

melindungi pemukiman nelayan yang mengarah ke daratan dari

hembusan angin laut yang kencang .

A.1. Perikanan Tangkap di Perairan Tritih

Page 8: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

Alat tangkap bukan jaring apong yang beroperasi di Perairan Tritih

meliputi :

A.1.1. Jaring Ciker (Trammel Nets)

Jaring Ciker adalah alat penangkap ikan dengan tiga lapis jaring

dengan bentuk segi empat . Dua bagian outer net terletak disisi kiri

dan kanan terbuat dari nylon monofillament no 70 dengan mesh size

14,3 cm dengan iner net (midle net) terbuat dari nylon monofillament

no 25 dengan mesh size 4,0 cm. Panjang net pada masing-masing

bagian adalah 18 m dan lebar 1,5 m (Boesono, 2003).

A.1.2. Jaring Kantong (gillnet)

Alat tangkap ini terbuat dari nylon monofillament berbentuk

persegi dengan mesh size 2,5 cm. Satu net mempunyai panjang

sekitar 18 m dengan lebar 25 m . Jaring kantong ini dioperasikan pada

permukaan perairan dengan cara menghanyutkan jaring kemudian

ditarik kearah prahu (Boesono, 2003).

A.1.3. Waring (Wide lingkar)

Alat ini memiliki mata jaring yang sangat kecil 0,2 inci dengan

panjang 600 – 1200 m dan pengoperasiannya dilingkarkan pada hutan

bakau pada saat surut (Boesono, 2003).

B. Perikanan Jaring Apong

Alat tangkap yang beroperasi di perairan Tritih dinyatakan oleh

Zarochman (2003) antara lain jaring apong, wide waring, ciker,

otek/jala, dan sodong. Alat tangkap jaring apong banyak mendapat

perhatian umum, di mana pada awalnya konstruksi jaring apong ini

adalah jaring trawl yang dioperasikan dengan cara ditarik kapal serta

mempunyai mata jaring yang sangat kecil (tidak selektif), dewasa ini

jaring apong dimodifikasi menjadi alat tangkap pasang surut yang

hanya berada di sekitar kawasan Segara Anakan Cilacap, sehingga

Page 9: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

jaring apong merupakan alat tangkap yang statis dipasang

menghadang arus (Amin, 1990).

Apong adalah alat jenis tidal filter net (Tarp and kailola, 1981)

keberadaannya sangat dominan di kawasan Segara Anakan. Alat

tangkap ikan ini berbentuk kerucut yang memanjang mulai dari kedua

sayap paling depan kebelakang dan kantong (cod end). Bentuk alat

mirip jaring pukat seperti trawl, cantrang.

Jaring apong dipasang menetap pada dasar perairan dengan

membentangkan ujung sayap ke arah horizontal dan mulut jaring ke

arah vertikal untuk menyaring kolom air yang yang mengalir yaitu arus

pasang surut, dimana arus pasang surut tersebut membawa biota

bersifat planktonik (Warsidi, 2003).

Jaring yang bentuknya menyerupai trawl ini terbuat dari bahan

Polyetheylene. Bentuknya terdiri dari dua panel yaitu, panel atas dan

panel bawah. Bentuk jaring melembung (semi balon) dan memanjang

mulai dari bagian sayap, bagian mulut dan bagian kantong serta

bagian ujung kantong. Konstruksi jaring apong di perairan Tritih sangat

beragam, mulai dari yang panjang keseluruhannya 20 - 70 meter.

Jaring apong yang banyak dimiliki dan digunakan nelayan di perairan

Tritih adalah jaring apong yang mempunyai panjang 20 meter

(Warsidi, 2003), selanjutnya dinyatakan bahwa bagian sayap berfungsi

sebagai pengarah terhadap sasaran penangkap menuju bagian

kantong, yang sebelumnya melalui bukaan mulut jaring. Tali ris atas

dilengkapi dengan pelampung dan tali ris bawah dilengkapi dengan

pemberat. Perbandingan daya apung pelampung dan gaya berat

pemberat menentukan dalam bukaan mulut jaring kearah vertikal

secara maksimal.

Ukuran lingkaran mulut jaring tergantung pada kedalaman

perairan. Besarnya bukaan mulut jaring menentukan peluang sasaran

udang dan ikan masuk menuju kantong. Ukuran mata jaring mulai dari

bagian ujung sayap. (Gambar 1)

Page 10: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

Gambar 1. Desain Umum Jaring Apong (Warsidi, 2003)

Bagian ujung kantong (cod end) umumnya mempunyai mata

jaring berkisar 0,5 - 1 inch. Panjang kantong secara keseluruhan

berkisar antara

2 - 15 meter. Panjang total jaring yang beroperasi di perairan Tritih

berukuran antara 10 - 15 meter, sedangkan panjang kantong apong

berkisar 2 - 3 meter (Warsidi, 2003).

B.1. Daerah Pengoperasian Jaring Apong

Nelayan apong Tritih Kulon mengoperasikan alat di sungai Donan

menggunakan sistem kapling yaitu wilayah pengoperasian jaring

apong yang sudah ditentukan berdasarkan pancang milik perorangan

(Zarochman, 2003).

Lokasi pancang berada di satu deretan atau larapan yang

menyilang dan dasar alur sungai dengan topografi relatif datar. Lokasi

yang dipilih mengalami arus deras yang memungkinkan jaring apong

terbuka mengerucut sampai ke ujung kantong sehingga cukup efektif

untuk menyaring kolom air yang melintasinya. Lokasi larapan yang

sudah ditetapkan dapat dipasang beberapa jaring apong sesuai

kelaikan lebar topografi dasar, yang apabila dipasang jaring apong

posisi jaring stabil. Selanjutnya dipilih dua titik tempat pancang satu

dengan yang lainnya berjarak relatif sesuai dengan panjang (head

rope) jaring apong (Zarochman, 2003).

Page 11: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

B.2. Cara Pengoperasian Jaring Apong

Prinsip kerja jaring apong adalah di pasang menghadap arus

pasang dan di pasang secara menetap. Dengan kontruksi jaring apong

yang memanjang dengan ujung berbentuk kantong agar sasaran

tangkap yang terdorong masuk oleh arus kedalam jaring mengalami

kesulitan untuk keluar lagi dari mulut kantong ketika air mulai surut

(Marleni, 1994).

Tiang pancang ujung sayap jaring apong di pasang sesuai perairan

dengan pemancang. Pada dasar perairan bertekstur lumpur dengan

kekuatan arus sedang digunakan tiang pancang dari kayu, namun bila

tekstur dasarnya cadas atau keras digunakan tiang pancang dari besi

(Warsidi, 2003).

Gambar 2. Pengoperasian Jaring apong (Warsidi, 2003)

Gambar 2. Pengoperasian Jaring Apong di Dasar Perairan. [Warsidi, 2003]

Ikan tertangkap disebabkan karena tersangkut mata jaring atau

terdorong oleh jaring tersebut (Ayodhya, 1981). Kegiatan

pengoperasian jaring apong oleh Zarochman (2003), dinyatakan

bahwa menurut perhitungan Jawa, pasang surut purnama pertama

dimulai tanggal 11 Jawa, sedangkan pasang purnama kedua dimulai

tanggal 25 Jawa. Arus pasang surut yang kuat sesuai dengan

kebutuhan efektif pengoperasian jaring apong biasanya terjadi setelah

tiga hari pasang purnama. Perhitungan Jawa di tetapkan berdasarkan

Page 12: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

peredaran bulan mengelilingi bumi, oleh karena itu dengan

menyesuaikan kondisi tersebut pemasangan jaring apong dimulai pada

tanggal 13 atau 27 jawa. Waktu pengoperasian jaring apong yaitu

pada periode ngangkat.

Cara kerja alat yang berdasarkan periode pasang surut ini maka

segala biota yang dalam pengaruh arus (pasang dan surut) akan sulit

untuk kembali keluar dari alat, kondisi ini memberi peluang segala

biota perairan terjebak dan terkumpul di kantong. Di perairan Tritih

pasang surut terjadi dua kali dalam satu hari (diurnal).

Nelayan apong Tritih Kulon menempatkan apong mereka di

sungai Donan bagian hulu sebelum masuk wilayah Karang Talun,

dengan ukuran lebar sungai 200-250 meter , ditemukan ada 4-6 apong

berjajar dilokasi tersebut. Jarak rata-rata jajar apong antara jalur satu

dengan jalur yang lain adalah 200 meter (Zarochman, 2003).

C. Produksi

Produksi hasil tangkapan menurut Direktorat Jenderal Perikanan

(1997) adalah hasil tangkapan ikan (pisces), hewan berkulit lunak

(crustacea) dan hewan air lainya atau tumbuhan air yang ditangkap

atau dieksploitasi dari suatu sumber perikanan alami atau dari tempat

pemeliharaan, baik yang diusahakan oleh perusahaan perikanan

maupun rumah tangga perikanan. Produksi hasil tangkapan yang

didaratkan pada suatu tempat pendaratan pengukuranya dibedakan

atas:

a. Berat atau volume produksi, yaitu berat basah pada waktu hasil

tangkapan di daratkan.

b. Nilai produksi, yaitu nilai jual pada waktu hasil tangkapan

didaratkan (Direktorat Jenderal Perikanan, 1997).

Jaring apong tidak mempunyai ikan target yang spesifik, alat ini

dapat menangkap ikan pelagis maupun demersal, hasil tangkap

beragam jenis dan ukuran. Keragaman ini diperkaya oleh ikan peruaya

Page 13: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

baik dari ikan demersal maupun pelagis, dimana ikan hasil tangkapan

dapat dimanfaaatkan dan ikan yang tidak memiliki nilai ekonomis

(discarded) (Amin, 1990).

Dudley (2000) menyatakan bahwa hasil tangkapan utama jaring

apong adalah ikan demersal seperti Layur (Trichiuridae) sedangkan

hasil tangkapan dari kelompok jenis ikan pelagis adalah ikan teri

(engraulidae), dan ikan yang terdiri dari berbagai spesies berukuran

besar dan ikan kecil.

Gambar 3 berikut menunjukan produksi total jaring Apong di

Kawasan Segara Anakan, bahwa produksi ikan di Segara Anakan dari

tahun 1987 sampai dengan tahun 2001 mengalami penurunan

produksi dari tahun ke tahun.

Gambar 3. Produksi Total Ikan di Segara Anakan tahun 1987-2001. Boesono (2003).

Gambar 4 merupakan produksi hasil tangkapan udang,

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muslih (2010) dari 23 unit

jaring Apong sampel di peroleh, hasil paling tinggi adalah udang Jari

(Metapenaeus elegans), dengan produksi paling rendah 5900 g dan

produksi tertinggi 11.000 g. Produksi hasil tangkapan udang Peci

(Penaeus merguensis), dengan produksi terendah sebanyak 4.500 g

dan produksi tertinggi sebanyak 6.000 g, sedangkan produksi udang

Windu (P. monodon). diperoleh hasil tangkapan terendah sebanyak

1.400 dan tertinggi 3.000 g.

Page 14: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

Gambar 4. Produksi (g) Udang Hasil Alat Tangkap Jaring Apong. Muslih (2010).

BAB III. ANALISIS EKSPLOITASI JARING APONG DI SEGARA ANAKAN CILACAP

A. Eksploitasi Sumberdaya Ikan di Perairan Tritih Cilacap

Kegiatan penangkapan ikan di Perairan Tritih masih bersifat

sederhana, sarana penangkapan ikan yang digunakan adalah perahu

tempel dan perahu dayung. Secara keseluruhan jenis-jenis alat

tangkap yang beroperasi di perairan Tritih, dimana Jaring apong

merupakan alat tangkap yang paling banyak dioperasikan nelayan

Tritih [63%], ciker [19%] , jaring kantong [12%] dan waring [6%].

Sedangkan jumlah nelayan yang terlibat dalam pengoperasian alat

tangkap ikan di Sungai Donan bahwa ciker berjumlah 31 orang,

nelayan apong 24 orang, jaring kantong berjumlah 19 orang dan yang

paling sedikit adalah nelayan waring dengan jumlah nelayan 9 orang

[Haryono dan Handoko.2010]. Namun Jumlah unit jaring apong di

Tritih sebanyak 103 unit [2010] dimana pada tahun 2003 sebanyak

131 unit jaring apong. [Zarochman. 2003], penurunan jumlah unit

jaring apong yang beroperasi karena nelayan beralih profesi, antara

lain sebagai pedagang, tengkulak dan buruh.

A.1. Perikanan Jaring Ciker

Jaring ciker adalah alat penangkap ikan dengan tiga lapis jaring

dengan bentuk segi empat atau dikenal dengan nama trammelnet.

Produksi Udang Jaring Apong

4500 45005900 5500 60005900

7000

10500 1000011000

1400 10003000

19003000

02000400060008000

1000012000

1 2 3 4 5

Minggu ke-

Ju

mla

h P

rod

uksi

(g)

Udang Peci Udang Jari Udang Windu

Page 15: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

Spesifikasi alat adalah lebar 1,20 m, panjang 35 m terdiri dari 6 pis.

Dua bagian outer net terletak disisi kiri mesh size 5 inch dan kanan

mesh size 5 inch terbuat dari nylon monofillament dengan dengan iner

net (midle net) dengan mesh size 1,5 inch.

A.2. Perikanan Jaring Kantong

Jaring kantong atau jaring udang adalah jaring satu lapis

berkantong dengan tujuan penangkapan utama adalah udang. Jaring

kantong yang di operasikan di Perairan Tritih pada umumnya

mempunyai mesh size 2,5 inch terdiri dari 6 pis, dimana 1 pis

mempunyai ukuran 70 meter.

A.3. Perikanan Waring (Wide lingkar)

Pengoperasian alat dilingkarkan pada hutan bakau saat air

pasang. Waring berukuran mata jaring paling kecil karena itu hasil

tangkapan waring cenderung beragam. Panjang paket alat mencapai

25 pis, 1 pis berukuran 18 meter. Hasil tangkapan berbagai spesies

ikan ekonomis tinggi, seperti udang, ikan belanak dan ikan bojor. Hasil

tangkapan yang tidak bernilai ekonomis tinggi biasa dibuang atau

dikonsumsi sendiri oleh nelayan. Alat tangkap ini sering menimbulkan

konflik di antara nelayan karena menangkap anakan ikan, sehingga

pemilik alat tangkap ini memiliki jumlah paling sedikit di antara alat

tangkap lain.

A.4. Perikanan Jaring Apong

Apong merupakan alat tangkap pasif/statis (stationary), yang

terdiri dari sepasang sayap, mulut jaring, badan jaring dan kantong.

Secara umum ukuran dan jumlah mata jaring apong yang di

operasikan di Tritih dengan panjang head rope 10 m dan groundrope

yang lebih pendek. Arah memanjang, sayap mempunyai ukuran 15 m,

badan 15 m dan bagian kantong (cod end) dua meter. Pengoperasian

Page 16: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

alat dimulai pada saat air mulai pasang dan selisih (amplitudo) pasang

surut tinggi dan dioperasikan hanya satu kali pemasangan (setting)

dan satu kali ngangkat (houling). Selisih Pasut tinggi ditentukan

menggunakan kalender Jawa, dimana pasang purnama pertama

dimulai tanggal 11 dan periode pasang kedua pada tanggal 25 tanggal

Jawa. Zarochman, [2003] menyatakan pemasangan jaring apong

adalah tiga hari pasang purnama akan tetapi pada saat penelitian

nelayan apong di perairan Tritih sudah melakukan operasi

penangkapan pada saat hari pertama pasang purnama.

B. Produksi Hasil Tangkapan Jaring Apong

Hasil tangkapan ikan tiap unit jaring Apong di perairan Tritih

berfluktuasi, hasil tangkapan ikan tertinggi pada terjadinya amplitudo

pasang surut tertinggi. Tingginya amplitudo (selisih) pasang dan surut

yang berarus kuat semakin menyebabkan jaring apong menjadi lebih

efektif menyaring kolom air yang melintasinya, sehingga ikan-ikan

mudah terjebak dalam kantong jaring. Hasil tangkapan terendah

adalah karena periode mongso ngangkat memasuki hari ke delapan

yaitu merupakan hari berakhirnya mongso ngangkat menurut

perhitungan Jawa, hal tersebut membuktikan bahwa pengoperasian

jaring apong dipengaruhi oleh amplitudo pasang surut.

Hasil tangkapan ikan jaring Apong di Perairan Tritih Cilacap

meliputi Tenggeleng (Acentrogobius cavarensi) 33 %, Belodog (Periopthalamus

Argentilonatus) 22 %, Belanak (mugil dussumieri) 21 %, Mbaleng (Polynemus sp)12 %,

Bojor (Silago sihama) 8 % dan ikan rucah 4 %. Ikan runcah ini antara lain : petek

(Leighnathus sp), sidat (Anguilla sp.), pahatan (Platycephalus sp), buntek (Sphaeroidaes

sp.), dan kiper (Scathophagus argus).

Kondisi hasil tangkapan dipengaruhi oleh musim, hasil tangkapan

sumberdaya perikanan akan mencapai titik optimal apabila dalam

musim penangkapan dan berada pada daerah penangkapan. Peristiwa

penurunan jumlah hasil tangkapan, dalam jumlah produksi yang

Page 17: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

mengalami peningkatan, penurunan dan bahkan terjadi kekosongan

jumlah produksi, dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain

seperti musim, cuaca, alat tangkap yang digunakan dan sifat ikan yang

dipengaruhi oleh pasangsurut adalah ikan tipe peruaya atau sedentary.

[Ayodhya,1981], selain itu keberhasilan usaha penangkapan selain

dipengaruhi oleh kondisi/karakteristik lingkungan perairan setempat

terutama arus, juga bergantung pada daya tangkap (fishing power), sifat

mudah kena (vulnerabelity), tingkah laku ikan dan banyak sedikitnya

kelompok ikan yang menghuni daerah tersebut serta strategi

penangkapan baik waktu dan cara. [Soedibya. 2008]

C. Produksi Ikan Bukan Jaring Apong

Produksi hasil tangkapan ikan bukan jaring Apong yaitu alat

tangkap Waring, Kantong dan Ciker, dengan komposisi jenis hasil

tangkapan ikan jaring Ciker yang paling banyak adalah ikan Belanak,

kemudian ikan Tenggeleng, Bojor dan Mbaleng. Hasil tangkapan jaring

Kantong dimana dengan target utama hasil tangkapan adalah udang,

hasil tangkapan ikan dengan urutan terbanyak adalah ikan Belanak.

Hasil tangkapan jaring waring dengan urutan terbanyak adalah ikan

Belanak, ikan Blodog, ikan Tenggeleng, ikan bojor dan yang paling

sedikit adalah ikan Mbaleng. Dalam hal produksi ikan alat tangkap

yang beroperasi di Segara Anakan, khususnya di Sungai Donan

Cilacap, jaring apong berkontribusi paling tinggi dibandingkan dengan

alat tangkap waring, kantong dan ciker yaitu sebesar 57% sedangkan

alat tangkap waring memberikan kontribusi sebesar 20%, alat tangkap

kantong sebesar 7%, dan ciker sebesar16%. Hal tersebut

menyebabkan jaring apong selain alat tangkap sangat dominan di

perairan Tritih juga merupakan alat tangkap yang sangat efektif untuk

menangkap ikan.

Alat tangkap yang tinggi memberikan kontribusi produksi hasil

tangkapan di Sungai Donan adalah Jaring Apong (rupiah) yaitu 49%,

Page 18: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

sedangkan jaring ciker mempunyai kontribusi 17%, jaring kantong

mempunyai kontribusi 9% dan Waring dengan kontribusi 25%.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian terdsahulu dapat disimpulkan bahwa,

eksploitasi sumberdaya perikanan pantai di kawasan Segara Anakan,

khususnya di Sungai Donan, jaring apong dengan kondisi memberikan

kontribusi hasil tangkapan ikan tertinggi, dibanding kan alat tangkap

lainnya, urutan terbesar kedua adalah jaring ciker, selanjutnya jaring

kantong dan yang terakhir jaring waring.

B. SARAN

Page 19: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

Perlu penelitian mendalam jaring ciker sebagai alat alternatif

pengganti jaring Apong.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, E. M. 1990. The Capture Fisheries of Segara Anakan. Research Institute for Marine Fisheries. Jakarta.

Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Cetakan Pertama. Yayasan Dewi Sri. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.

Badan Meterologi dan Geofisika Kabupaten Cilacap, T.A. 2001/2003. Jurnal Curah Hujan. Cilacap.

Page 20: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2004. Iptek Kelautan dan Perikanan Masa Kini. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Boesono, H. 2003. Analisis Perkembangan Perikanan Tangkap Tahun 1987-2001 Akibat Perubahan Luasan Laguna Segara Anakan Cilacap. Tesis Program pascasarjana (tidak di publikasikan)Universitas Diponegoro. Semarang.

Direktorat Jenderal Perikanan 1997. Statistik Perikanan Indonesia Tahun 1996 Koperasi Mina Utama. Departemen Pertanian. Jakarta.

Dudley, R. 2000. Segara Anakan Fishereies Management Plan. Interim Report SACDP Cilacap. Central Java. Indonesia.

Haryono, F.Eko Dwi; Handoko, Arif Untung. 2010. Kontribusi Jaring Apong terhadap Produksi Ikan di Perairan Tritih, Cilacap. Laporan hasil Penelitian. Jurusan Perikanan dan Kelautan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Marleni, H. 1994. Optimalisasi Pemanfaatan Potensi Bahari untuk Kemakmuran Bangsa. Jaringan LSM Sang Saka Merah Putih. Jakarta.

Muslih. 2010. Kontribusi Jaring Apong Terhadap Produksi Ikan Di Perairan Tritih Cilacap. Skrpsi. Program pascasarjana Perikanan dan Kelautan (tidak di publikasikan) Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. 68 hal.

Odum,E. P. I971. Fundamental of Ecology. Sounder and Company. Philadelphia.

Purnobasuki, H. 2005. Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove. Airlangga University Press. Surabaya

Rusmanto, D. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I Manual FAO. PublitBang Perikanan Badan Litbang Pertanian.

Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Sugiharto. 2005. Analisis Keberadaan dan Sebaran Komunitas Larva Pelagis Ikan Pada Ekosistem Pelawangan Timur Segara Anakan – CilacapL. Tesis. Program pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Page 21: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai

Tarp, T. G. and P.J. Kailola. 1981. Trawled Fishes of Southern Indonesia and North Western Australia. The Directoratre General Fisheries of Indonesia.

Warsidi. 2003. Komposisi Jenis dan Ukuran Panjang Berat Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) Yang Tertangkap Alat Tangkap Jaring Apong di kawasan Segara Anakan Cilacap. Karya Ilmiah Praktek Akhir. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.

Zarochman. 2003. Laju Tangkpan dan Masalah Jaring Apong di Pelawangan Timur Laguna Segara Anakan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Page 22: F.Eko Dwi Haryono Pengantar Manajemen Eksploitasi Sd Pantai