24
ANALISIS MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA [Studi Kasus Penduduk Kampung Laut – Segara Anakan Cilacap] Mata Kuliah PENGANTAR SOSIAL EKONOMI SUMBERDAYA PANTAI Dosen Pengampu Prof. DR. Ir. Aziz Nur Bambang, MS Oleh F. EKO DWI HARYONO [Nomor Absen : 3]

f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

  • Upload
    eko

  • View
    240

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Human Resources management

Citation preview

Page 1: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

ANALISIS MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA [Studi Kasus Penduduk Kampung Laut – Segara

Anakan Cilacap]

Mata Kuliah

PENGANTAR SOSIAL EKONOMI SUMBERDAYA PANTAI

Dosen PengampuProf. DR. Ir. Aziz Nur Bambang, MS

Oleh

F. EKO DWI HARYONO[Nomor Absen : 3]

PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN SUMBERDAYA PANTAI

Page 2: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO

2010

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar isiDaftar Tabel

Iiiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangB. TujuanC. Kegunaan

BAB II. ANALISIS MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA SEGARA ANAKAN CILACAP

A. Kondisi Ekosistem Segara AnakanB. Pemanfaatan Lahan Kawasan Segara Anakan

CilacapC. Kondisi Perikanan Segara AnakanD. Karekteristik Sosial EkonomiE. Dimensi KependudukanF. Tingkat Pendapatan dan Penghidupan

BAB III. KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanB. Saran

DAFTAR PUSTAKA

1

122

3

34567

11

131313

2

Page 3: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Land use in Kampung Laut villages, 19805

2. Pemanfaatan Lahan Segara Anakan Tahun 2003

6

3. Tingkat Pendidikan di Kampung Laut, 1980.

9

4. Tingkat Pendidikan di Kampung Laut,1997

9

5. Profesi Penduduk Kampung Laut, 1980.

10

6. Profesi Penduduk Kampung Laut, 1997.

10

7. Settlement Areas, Village Population and Population Density

11

3

i

Page 4: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem perairan pantai termasuk di dalamnya teluk,

laguna, dan hutan mangrove sangat penting artinya bagi

kelangsungan hidup ikan. Daerah ini dikenal sebagai daerah

asuhan bagi beberapa komoditas perikanan penting seperti ikan

dan udang (Sanchez-Velasco et al., 1996; Tomigama, 2000).

Komunitas ikan memanfaatkan tingginya produktifitas di daerah

pantai dalam menunjang kehidupannya. Daerah ini biasanya

berhubungan dengan ekosistem lain yang produktif seperti

sungai-sungai yang bermuara di dalamnya dan hutan mangrove

(Ekau et al., 1999). Estuaria bersama dengan perairan pantai

sekitarnya juga merupakan penopang yang sangat penting bagi

kegiatan perikanan (Blaber et al., 2000).

Ekosistem perairan pantai, dalam hal ini Teluk Penyu di

Kabupaten Cilacap adalah merupakan wilayah yang sangat

dinamis. Perairan ini banyak dipengaruhi langsung oleh kondisi

oseanografis fisik, kimia dan biologi dari Samudera Hindia, yang

antara lain kondisi arus, angin, pasang-surut, gelombang, dan

4

ii

Page 5: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

salinitas maupun DO, pH, nitrat, nitrit, serta kondisi biologinya.

Ekosistem ini juga tidak terlepas dari pengaruh Ekosistem

Mangrove Segara Anakan yang banyak memberi masukan hara

yang mempengaruhi kesuburan perairan Teluk Penyu, kondisi

tersebut sangat mendukung kehidupan beragam jenis ikan dan

udang di Teluk Penyu.

Salah satu fungsi ekologis perairan pantai pada umumnya

dan Teluk Penyu khususnya adalah sebagai daerah pembesaran

bagi banyak spesies larva ikan. Larva ikan memanfaatkan

daerah ini sebagai daerah pembesarannya karena daerah ini

kaya dengan zat hara. Keragaman yang tinggi dari larva ikan

yang ada di dalamnya menggambarkan tingginya dukungan

ekosistem tersebut terhadap kelangsungan kegiatan perikanan

di daerah ini.

Tujuan utama dari manajemen perikanan adalah

memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada secara

maksimal dengan tetap memperhatikan keberlanjutan suatu

sumberdaya yang sedang dieksploitasi. Kondisi sumberdaya

perikanan yang ada tidak terlepas dari sumberdaya manusia

yang terlibat dalam mengeksploitasi sumberdaya perikanan

yang ada, dalam hal ini sumberdaya manusia di Segara Anakan

Cilacap, baik itu yang secara langsung maupun secara tidak

langsung terlibat dalam mengeksploitasi sumberdaya perikanan

yang ada.

Beberapa ahli telah memberikan rekomendasi

terkait dengan kondisi yang harus dilakukan oleh berbagai

pihak, seperti hal nya yang telah direkomendasikan oleh

Schwerdtner, Kathleen,at all [2009] bahwa penanganan

sedimentasi yang terjadi di Segara Anakan dengan penyelesaian

5

Page 6: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

pengelolaan yang salah satunya adalah penanganan dari sudut

alamiah dan sumberdaya manusia yang menyebabkan

sedimentasi.

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk

menganalisis manajemen sumberdaya manusia di Segara

Anakan Cilacap

C. Kegunaan

Kegunaan dari analisis manajemen sumberdaya manusia

di Segara Anakan Cilacap ini adalah untuk lebih mengetahui

dinamika eksistensi sumberdaya manusia di Segara Anakan

Cilacap

BAB II. ANALISIS MANAJEMEN SUMBERDAYA MANUSIA

SEGARA ANAKAN CILACAP

[Studi Kasus Segara Anakan Cilacap]

Segara Anakan atau yang dikenal juga sebagai kampong

Laut, terdiri dari tiga desa yang terdiri dari delapan dusun, Desa

Ujung Gagak terdiri dari dusun Karang Anyar dan Cibeureum,

dan desa Panikel dengan dusun Muara Dua, Bugel dan Panikel,

serta Desa Ujung Alang terdiri dari dusun Motean, Klaces dan

Ujung Alang Baru.

6

Page 7: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

Kondisi ekologi kawasan Segara Anakan secara umum

adalah merupakan suatu wilayah perairan yang dangkal yang

dihubungkan langsung dengan dua jalur pintu masuk keluar air

ke wilayah laut terbuka, jalur pertama di sisi selatan yang

merupakan kawasan pantai berpasir dan jalur ke dua adalah di

bagian barat pulau karang Nusakambangan. Kedua jalur

tersebut dikenal dengan alur Plawsangan Timur di sebelah Timur

dan Plawangan Barat di sebelaah selatan. Kedua Plawangan

tersebut merupakan tinpu keluar masuk air laut pada saat

pasang yang berasal dari Samudera Indonesia. Selain itu juga

tempat mengalir air tawar yang berasal dari daratan diatasnya.

Sehingga kawasan perairan Segara Anakan merupakan perairan

payau. Namun air tawar yang berasal dari daratan telah

menimbulkan masalah karena membawa material-material yang

tersuspensi yang menyebabkan pendangkalan pada kawasan

perairan Segara Anakan.

Air tawar yang membawa material pendangkalan berupa

sedimen masuk kawasan Segara Anakan melalui sungai

Citandui, Cibeureum dan sungai Kawunganten, serta sungai-

sungai yang merupakan percabangan dari sungai-sungai

tersebut. Kawasan Segara Anakan merupakan

kawasan/hamparan mangrove, yang terdiri dari lumpur berpasir

dan lumpur. Wilayah sepanjang pantai Cilacap merupakan

dataran rendah dan kawasan pertanian padi, dengan wilayah

pantai berpasir dan daerah hunian penduduk. Pada kawasan

pantai Cilacap terhampar secara terpisah-pisah seluas 18.500 ha

mangrove dan seluas 8.200 hanya menyatu dengan kawasan

pertanian padi [Saputra, S.W. 2003].

A. Kondisi Ekosistem Segara Anakan

7

Page 8: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

Segara Anakan menerima endapan yang sangat besar

yang dibawa bersama air sungai tersebut. Setiap tahun sekitar

3.000.000 m3 endapan dari sungai-sungai tersebut diendapkan

di Segara Anakan (ECI,1995). Akibat dari pengendapan tersebut

luasan perairan Segara Anakan terus berkurang. Ekosistem

perairan Segara Anakan yang terdiri dari perairan payau dan

hutan bakau disertai endapan yang berasal dari sungai-sungai

tersebut merupakan perairan yang kaya akan nutrien, sehingga

Laguna Segara Anakan kaya akan sumberdaya perikanan seperti

ikan, udang, kepiting dan kekerangan. Nutrien dan larva dari

berbagai jenis organisme air yang terdapat di Segara Anakan

merupakan mata rantai pangan (food chain) bagi sumberdaya

perikanan yang ada di Samudera Hindia. [Saputra, S.W. 2003].

Tiap tahun sedimentasi rata-rata meningkat yang

menyebar di seluruh wilayah mangrove Segara Anakan, yang

menyebabkan penurunan luasan mangrove, dari 1400 ha

menjadi 550 ha di tahun 2000. (Guarin & White, 1988). Pada sisi

yang lainnya regulasi yang ada tidak mampu dalam mengelola

Segara Anakan sebagai kawasan lindung, sebagai akibat

lemahnya implementasi, dalam hal ini adalah pengawasannya,

dan menciptakan kondisi overfishing. Selain itu juga

penebangan bakau illegal menyebabkan degradasi hutan

mangrove, khususnya di wilayah seekitar kelurahan

Karanganyar. Kondisi yang mendukung penyempitan wilayah

segara anakan juga berkembang antara lain reklamasi untuk

tujuan pertanian yang berjalan terus. Sehingga kondisi

sekarang perairan Segara Anakan terpolusi secara serius akibat

limbah kimia aktifitas pertanian diatasnya.

B. Pemanfaatan Lahan Kawasan Segara Anakan Cilacap

8

Page 9: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

Pemanfaatan lahan kawasan Segara Anakan Cilacap dari

tahun ketahun mengalami perubahan, salah satu penyebab

adalah konsisi perkembangan sosial ekonomi yang amengalami

peningkatan. Tabel 1 berikut adalah kondisi pemanfaatan lahan

di kawasan Segara Anakan pada tahun 1980.

TABLE 1. Land use in Kampung Laut villages, 1980

Ujung Alang Ujung Gagak PenikelTotalHa % Ha % Ha % Ha %

House compounds 130 4.6 76 3.1 55 2.7 2613.6

Fish ponds - - 0.25 0.01 - - 0.25 0.0Dry fields 30 1.1 - - - - 30 0.0State forest 675 24.1 476 19.0 505 24.6 1,65622.5Mangrove forest 1,96570.2 1,94877.9 1,49072.7 5,40373.5Total 2,800100.02,500100.02,050100.07,350

100.0

Pemanfaatan Lahan di kawasan Segara Anakan pada tahun

1980, hutan mangrove dan hutan semak menempati persentasi

terbesar yaitu sebanyak 76 persen, sedangkan wilayah

pemukiman dan pertambakan tidak sampai 4 %. Berdasarkan

kondisi tersebut menunjukan bahwa pada tahun 1980 kondisi

hutan mangrove Segara Anakan masih dalam kondisi hutan

yang cukup luas. Namun dewasa ini, khususnya pada tahun

2003 dinyatakan oleh Saputra [2003] bahwa kawasan mangrove

hanya tinggal 25 % dari seluruh kawasan Segara Anakan.

Tabel 2. Pemanfaatan Lahan Segara Anakan Tahun 2003

Luas [ha] %

9

Page 10: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

Hutan dan Perkebunan 27.000 28,125Dataran tinggi 11.000 11,458Pemukiman dan Pekarangan 11.000 11,458Sawah 23.000 23,958Laguna dan mangrove 24.000 25,000Total 96.000 100Sumber : Atmawidjaja, 1995 dalam Saputra, 2003

C. Kondisi Perikanan Segara Anakan

Kawasan Cilacap adalah merupakan wilayah yang sangat

penting dengan sumberdaya perikanannnya dan sebanyak 8000

orang nelayan tergantung dengan Segara Anakan. Sumberdaya

perikanan telah dieksploitasi menggunakan metode tradisional

dengana jangka waktu yang sangat lama. Pada tahun 1971

mulai diaplikasikan teknologi modern, khususnya untuk

perikanan udang [trawling]. Jumlah unit penangkapan trawl

yang telah beroperasi sejak tahun 1976 dibatasi hanya 90 unit

armada untuk menghindari overfishing. Ditahun 1977 produksi

perikanan demersal sebanyak 18.300 metrik ton, namun pada

tahun 1979 produksi menurun menjadi 13.500 metrik ton.

Kondisi perikanan tangkap Cilacap dewasa ini diperkirakan

hanya mencapai 9.050 metrik ton, dengan 7150 ton merupakan

hasil tangkapan lepas pantai yang terdiri dari ikan dan udang.

Produksi perikanan mangrove Segara Anakan sendiri

menyumbang 400 metrik ton ikan, udang dan kepiting per

tahun.

Kawasan hutan mangrove Segara Anakan sendiri memiliki

nilai yang sasngat besar bagi masyarakat lokal, dalam hal

pemenuhan akan sumber bahan bakar, yaitu kayu bakar

[termasuk arang], bahan bangunan [kayu], bahan baku

10

Page 11: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

perangkap ikan, rakit/para-para sebagai

penjemuran/pengeringan ikan dan udang

D. Karakteristik Sosial Ekonomi

Hasil sensus kependudukan tahun 1980 menunjukkan

bahwa, Segara Anakan, khususnya kampung laut berpenduduk

8.071 orang yang terdiri 3.871 pria dan 4.200 wanita, dalam

1.471 keluarga. Jumlah rata-rata penduduk tiap keluarga

sebanyak 5,5 orang, dimana kondisi tersebut berjumlah lebih

tinggi dibanding tahun 1975 di Sleman dan Bantul, Daerah

Istimewa Yogyakarta, yaitu 4,4 di Kabupaten Sleman dan 4,5 di

Kebupaten Bantul.[Mantra, I.B. 1982]

Struktur umur populasi Kelurahan Kampung Laut adalah

muda, dimana lebih dari 40 % dari 1.940 responden [Hardoyo,

Rito, 1982] berusia dibawah 15 tahun, sedangkan 2 % nya

berusia 65 tahun atau lebih. Dengan struktur umur ini

merupakan indikator yang dapat digunakan untuk merngukur

rasio ketergantungan, antara lain rasio ketergantungan secara

ekonomi terhadap orang yang tidak produktif dalam suatu

populasi. Usia antara 15 sampai 65 tahun merupakan usia yang

produktif, dan usia anak-anak dibawah 15 tahun dan usia lanjut

diatas 65 tahun merupakan usia tidak produktif. Rasio usia

produktif di Kelurahan Kampung Laut sebanyak 83,2. Hal

tersebut berarti bahwa setiap 100 orang produktif menanggung

83,2 orang tidak produktif. Kondisi tersebut menunjukan lebih

tinggi dibanding sensus penduduk Indonesia secara keseluruhan

tahun 1980, yaitu 75. Karena rasio tidak produktif tinggi, kondisi

kehidupannya berada pada batas ketidaklayakan hidup. Jumlah

uang yang digunakan untuk makanan pengganti bersumber dari

ikan sangat rendah. Pendapatan yang rendah ini biasanya

11

Page 12: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

digunakan untuk mengkonsumsi kebutuhan yang lain.

Penduduk sekitar kawasan mangrove sebagian besar tidak

memiliki modal investasi.

Tabel 1. Distribusi Usia dan Sex di Kampung Laut.[1940 responden,1980]

No

Usia [Tahun]

Pria Wanita Total %

1 0 – 4 141 150 29143,62 5 – 9 127 142 269

3 10 - 14 141 145 2864 15 – 19 107 122 229

55,6

5 20 – 24 70 84 1546 25 – 29 57 64 1217 30 - 34 59 66 1258 35 – 39 66 74 1409 40 – 44 50 60 11010 45 – 49 32 28 6011 50 – 54 22 22 4412 55 – 59 20 20 4013 60 – 64 13 23 36

1,814 65 – 69 12 13 2515 70 + 4 6 10

Total 963 977 1940 100

Sumber: Hardoyo 1982.

Rendahnya pendapatan nelayan di Kampung Laut

menunjukan minimnya materi kemakmuran. Secara umum

sebuah keluarga memiliki anggota keluarga yang kecil, dan

biasanya hanya memiliki meja daan kursi, peraslatan dapur dan

tempat tidur bambu beralas tikar.

Tingkat pendidikan formal di kawasan Segara Anakan

sangat rendah, sekitar 60 % penduduk pada tahun 1980 tidak

mengikuti pendidikan formal, pendidikan formal hanya diikuti

oleh beberapa orang di sekolah dasar, dan hanya sedikit yang

melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Biaya

pendidikan sangat tinggi akibat sekolah berjarak sangat jauh,

12

Page 13: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

yaitu di Cilacap. Sehingga anak-anak tidak melanjutkan sekolah

dan selanjutnya hanya membantu orangtua.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan di Kampung Laut, 1980.

UJUNG ALANG

UJUNG GAGAK

PENIKEL TOTAL

JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %TIDAH SEKOLAH

2558 63,9

1369 52,8

920 62,5

4847 60,1

TIDAK LULUS SD

1350 33,7

1146 44,2

510 34,6

3006 37,2

LULUS SD 70 1,7 55 2,1 29 2,0 154 1,9SMP 17 0,4 14 0,5 7 0,5 38 0,5SMA 10 0,2 9 0,3 7 0,5 26 0,3TOTAL 4005 100 2593 100 1473 100 8071 100Sumber : Kecamatan Cilacap. 1980

Kondisi tingkat pendidikan penduduk kawasan

Segara Anakan mengalami perubahan yang nyata setelah tujuh

belas tahun kemudian, yaitu pada tahun 1997 sudah tidak

diperoleh data untuk penduduk yang tidak sekolah dan tidak

lulus sekolah dasar, namun presentase penduduk yang hanya

luus sekolah dasar masih cukup tinggi yaitu 61,5 %.

Tabel 4. Tingkat Pendidikan di Kampung Laut,1997

UJUNG ALANG

UJUNG GAGAK

PENIKEL TOTAL

JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %TIDAH SEKOLAH

- - - - - - - -

TIDAK LULUS SD

- - - - - - - -

LULUS SD 452 73,2

256 61,7

296 65,6

1872 61,5

13

Page 14: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

SMP 99 16,0

99 23,8

94 20,8

833 37,3

SMA 62 10,0

56 13,5

58 12,9

328 10,0

Akademi/Universitas

5 0,8 4 1,0 3 0,7 12 0,4

TOTAL 618 100 415 100 451 100 3045 100Sumber :Monografi Desa. 1997.

Profesi penduduk Segara Anakan [Kampung Laut]

sebagian besar adalah nelayan, yaitu sebanyak 88 %,

sedangkan pertanian merupakan pekerjaan yang hanya bagi

penduduk di Klaces dan Motean. Sebanyak 81 % nelayan

memiliki perahu sendiri, dengan panjang 5 – 8, dengan lebar

lerbih dari 1 m. Alat tangkap yang digunakan bervariasi, namun

sebagian besar nelayan menggunakan alat tangkap dalm

kelompok jenis perangkap. [Hardoyo,1982]

Tabel 5. Profesi Penduduk Kampung Laut, 1980.

UJUNG ALANG

UJUNG GAGAK

PENIKEL TOTAL

JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %Nelayan 1931 86,

31277 92,

3320 85,

63536 88,

3Petani 238 10,

6- - - - 238 5,9

Pedagang 3 1,3 25 1,8 24 6,4 79 2,0Jasa transportasi

19 0,80

37 2,7 14 3,7 70 1,7

Pendidik 8 0,4 9 0,7 5 1,3 22 0,5Lain-lain 12 0,5 35 2,6 11 2,9 58 1,4Total 2246 100 1383 100 374 100 4003 100Sumber : Kecamatan Cilacap. 1980

Pada tahun 1997, kondisi mata pencaharian

penduduk di kawasan Segara Anakan semakin bervariasi, namun

yang terjadi adalah bahwa jumlah penduduk yang berprofesi

14

Page 15: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

sebagai nelayan mengalami penurunan yang sangat tajam, yaitu

hanya sebanyak 22,8 %.

Tabel 6. Profesi Penduduk Kampung Laut, 1997.

UJUNG ALANG

UJUNG GAGAK

PENIKEL TOTAL

JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %Nelayan 936 29,

3779 32 483 16,

72410 22,

8Buruh Tani 603 18.

9491 20,

2796 27,

52465 23,

4Petani 893 28,

0674 27,

8978 33,

73327 31,

5Buruh Lain 193 6,1 69 2,8 143 4,9 503 4,8Pendidik/PNS 20 0,7 24 1,0 21 0,7 82 0,8Lain-lain 545 17,

0391 16,

2477 16,

51767 16,

7Total 3190 100 2428 100 2898 100 1055

4100

Sumber :Monografi Desa. 1997.

Penduduk yang berprofesi sebagai nelayan melakukan

aktifitasnya tidak sepanjang hari, namun pada waktu-waktu

tertentu, dimana kondisi perairan memungkinkan untukl dapat

dioperasikan alat tangkap. Periode penangkapan terbesar

terjadi pada bulan Agustus dan Desember, yaitu pada saat

perbedaan pasang surut tinggi, dengan produksi harian 10 -15

kg per hari per unit penangkapan, dan dibandingkan periode

Januari – Juli hanya 2 – 5 kg. [Hardoyo, Su Rito 1982]. Sebagian

besar hasil tangkapan dijual dalam bentuk produk segar ke

pedngumpul terdekat, dan sedikit hasil tangkapan yang

dikeringkan sebagai ikan kering. Pengumpul juga berfungsi

sebagai pemberi pinjaman uang kepada nelayan untuk

perlengkapan kapal dan alat tangkapnya. Pengembalian

pinjaman berdasaarhan setoran hasil tangkapan atau menjual

kepada pembeli lainnya.

15

Page 16: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

E. Dimensi Kependudukan

Kondisi dimensi social penduduk di Segara Anakan yang

meliputi kelurahan Ujung Gagak, Ujung Alang dan Panikel,

menunjukan bahwa di kelurahan Panikel dengan tingkat hunian

teretinggi dibandingkan dengan kedua kelurahan lainya, yaitu

sebanyak 28 %.

Table 7. Settlement Areas, Village Population and Population Density

No Village Settlement Area Population Population Density

(Ha) (No. of Persons/ha)

1 Ujung Alang 452.6 4,391 102 Ujung Gagak 184.2 3,673 203 Panikel 132.9 3,679 28

Total 769.7 11,743 15Source: Monografi Desa, 1997

F. Tingkat Pendapatan dan Penghidupan

Secara umum tingkat penbdapatan penduduk di kawasan

segara Anakan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,

pendapatan baru diperoleh melalui usaha pertanian,

penambangan mangrove dan buruh yang sangat terbatas. Rata-

rata tingkat pendapatan perkapita belum mencapai batas

minimum penghasilan yang layak, untuk penduduk di Ujung

Alang rata-rata sebanyak Rp 150.0000 per bulan, Desa Panikel

rata-rata berpenghasilan Rp 450.000 per bulan, Sedangkan di

desa Panikelgian besar profesi penduduk sebagai petani dan

buruh tani dengan tingkat pendapatan yang tidak menentu.

16

Page 17: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

III. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian terdsahulu dapat disimpulkan bahwa,

sumberdaya manusia di kawasan Segara Anakan dari tahun

1980 hingga tahun 1997 mengalami perubahan dan

peningkatan jumlah penduduk, yang menyebabkan tingkat

kepadatan penduduk per luasan wilayah semakin tinggi.

17

Page 18: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

Demikian juga hal nya tingkat pendidikan, mengalami

peningkatan, bahkan pada tahun 1997 tidak diperoleh penduduk

yang tidak bersekolah. Namun untuk profesi nelayan

mengalami perubahan yang drastis, pada tahun 1980 sebanyak

88,3 %, pada tahun 1997 hanya sebanyak 22,8 %.

B. SARAN

Perlu penelitian mendalam penyebab penurunan jumlah

penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, sebagai acuan

pengelolaan kawasan Segara Anakan.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Yacub, Agustinus; Hasanudin, Asriani; Suhartanto, Ery; Tabrany, Herman; Prianggono, Jarot; Christanto, Joko; Tanari, Mobius; Anwar, Saihul; Marwah, Siti. 2001. The Environmental Management of The Segara Anakan Lagoon and Its Sorroundings, Cilacap, Central Java. Indonesia.

18

Page 19: f.eko Dwi Haryono Analisis Manajemen Sdm

Paper. Science Philosophy (PPs 702). Graduate Program Institut Pertanian Bogor.

Hardoyo. Su Rito. 1982. "The Kampung Laut of the Segara Anakan: A study of socio-economic problems." In E. C. F. Bird, A. Soegiarto, and K. A. Soegiarto, eds., Workshop on coastal resources management in the Cilacap region, pp. 172-182. Indonesian Institute of Sciences and the United Nations University, Jakarta

Mantra, Ida Bagus.1982. "Population and rural settlement in the Segara Anakan region." In E. C. F. Bird, A. Soegiarto, and K. A. Soegiarto, eds., Workshop on coastal resources management in the Cilacap region, pp. 86-92. Indonesian Institute of Sciences and the United Nations University, Jakarta.

Saputra, S.W. 2003. Paper. Science Philosophy (PPs 702). Graduate Program Institut Pertanian Bogor.

Schwerdtner, Kathleen Máñez Costaa, , Costab, Maria Máñez and Lukasa, Martin Christian. 2009. Volcanic eruptions and the forgotten pearls. Ocean & Coastal Management, Volume 52, Issues 3-4, March-April 2009, Pages 229-232

19