41
Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis FENOMENA ‘ILLAH DAN SYUZ|U<Z| DALAM HADIS (Klasifikasi Hadis Berdasarkan Teori al-‘Illah dan asy-Syuz\u>z) Oleh: Kamran As’at Irsyady, Lc (I) PENDAHULUAN Masalah otentisitas hadis 1 menjadi perhatian dan kajian utama para ulama hadis, bahkan sejak zaman Nabi saw. dan shahabat. Mereka tidak serta-merta menerima suatu berita, informasi, atau pernyataan yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw., melainkan melalui proses verifikasi yang cukup ketat dan berliku-liku. Mereka berangkat dari asumsi bahwa tidak semua hadis yang diriwayatkan memenuhi unsur-unsur ‘ada>lah dan d}abt}}, dan bisa diambil, sebab dalam proses periwayatan dan tranmisi sangat dimungkinkan adanya human error (lupa, lalai, atau waham), baik yang disengaja maupun tidak sengaja. Sejumlah perangkat ilmu hadis 2 pun disusun dan dibukukan guna keperluan 1 Dalam tulisan ini, penulis tidak memperdebatkan lagi perbedaan hadis dan Sunnah sebagai verbal tradition, practical tradition, atau living tradition, melainkan menganggapnya sebagai dua hal yang identik, yaitu sebagai informasi yang dinisbatkan pada Nabi saw. baik yang berbentuk ucapan, perbuatan, sifat, dan penetapan (pengakuan). 2 Rumpun disiplin ilmu hadis antara lain: Ilmu jarh} wa ta‘di>l, ma’rifah as}-s}ah}a>bah, ilmu ta>ri>kh ar-ruwwa>h (sejarah para perawi), ilmu ma’rifah al-asma>’ wa al-kuna> wa al- alqa>b, ilmu ta’wi>l musykil al-h}adi>s\, ma’rifah ghari>b al- h}adi>s, ilmu ‘ilal al-h}adi>s, al-masyikhat (para guru), at}- t{abaqa>t, riwa>yah al-aka>bir ‘an al-as}a>ghi>r wa al-aba>’ ‘an al-abna>’. Lihat Dr. Ah}mad Umar Hasyi>m, Qawa>‘id Us\u>l al-H{adi>s\, (1)

Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

FENOMENA ‘ILLAH DAN SYUZ|U<Z| DALAM HADIS

(Klasifikasi Hadis Berdasarkan Teori al-‘Illah dan asy-Syuz\u>z)

Oleh: Kamran As’at Irsyady, Lc

(I)

PENDAHULUAN

Masalah otentisitas hadis1 menjadi perhatian dan kajian utama para ulama

hadis, bahkan sejak zaman Nabi saw. dan shahabat. Mereka tidak serta-merta

menerima suatu berita, informasi, atau pernyataan yang dinisbatkan kepada

Rasulullah saw., melainkan melalui proses verifikasi yang cukup ketat dan

berliku-liku. Mereka berangkat dari asumsi bahwa tidak semua hadis yang

diriwayatkan memenuhi unsur-unsur ‘ada>lah dan d}abt}}, dan bisa

diambil, sebab dalam proses periwayatan dan tranmisi sangat

dimungkinkan adanya human error (lupa, lalai, atau waham), baik yang

disengaja maupun tidak sengaja. Sejumlah perangkat ilmu hadis2 pun disusun dan

dibukukan guna keperluan tersebut, sehingga mereka bisa mengetahui tingkat

keabsahan setiap hadis.3

Secara garis besar, hadis berdasarkan tranmisi; kesampaiannya ke tangan

kita dan kwantitas perawinya bisa dibedakan menjadi hadis mutawa>tir dan

hadis ah}ad.4 Karena diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak mungkin

melakukan kesepakatan konspiratif untuk berbohong, maka hadis mutawatir

1 Dalam tulisan ini, penulis tidak memperdebatkan lagi perbedaan hadis dan Sunnah sebagai verbal tradition, practical tradition, atau living tradition, melainkan menganggapnya sebagai dua hal yang identik, yaitu sebagai informasi yang dinisbatkan pada Nabi saw. baik yang berbentuk ucapan, perbuatan, sifat, dan penetapan (pengakuan).

2 Rumpun disiplin ilmu hadis antara lain: Ilmu jarh} wa ta‘di>l, ma’rifah as}-s}ah}a>bah, ilmu ta>ri>kh ar-ruwwa>h (sejarah para perawi), ilmu ma’rifah al-asma>’ wa al-kuna> wa al-alqa>b, ilmu ta’wi>l musykil al-h}adi>s\, ma’rifah ghari>b al-h}adi>s, ilmu ‘ilal al-h}adi>s, al-masyikhat (para guru), at}-t{abaqa>t, riwa>yah al-aka>bir ‘an al-as}a>ghi>r wa al-aba>’ ‘an al-abna>’. Lihat Dr. Ah}mad Umar Hasyi>m, Qawa>‘id Us\u>l al-H{adi>s\, (Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.), hlm. 28-34.

3 T{a>hir ibnu S{alih} ibnu Ah}mad al-Jaza>’iri ad-Dimasyqi>, Tauji>h an-Naz}ar ila Us}u>l al-As\ar, Madinah: Al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, hlm. 19-20.

4 Lihat pengertian hadis mutawa>tir dan ah}a>d dalam Dr. Mah}mu>d at}-T{ah}h}a>n, Taisi>r Mus}t}alah} al-H{adi>s\, cet. VII, (Riya>d}: Maktabah al-Ma'a>rif li an-Nasyr wa at-Tauzi>', 1985), hlm. 19-27.

(1)

Page 2: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

bersifat "qat}‘i> al-wuru>d" (bisa dipastikan penisbatannya pada Rasulullah

saw.), namun jumlah hadis seperti relatif sedikit. Kebalikannya adalah hadis

ah}ad yang diriwayatkan oleh satu atau beberapa orang yang tidak mencapai

tingkat mutawatir. Hadis ini bersifat "z\anni> al-wuru>d" (penisbatannya

kepada Rasulullah saw. masih spekulatif) dan ini menjadi ciri umum sebagian

besar hadis nabawi.5

Lebih lanjut dari segi kualitasnya, hadis ah}a>d bisa dikelompokkan

menjadi dua: Maqbu>l (diterima) dan mardu>d (ditolak). Maqbu>l

adalah hadis yang diunggulkan kebenaran dan kejujuran orang yang

menginformasikannya; sehingga bisa dijadikan sebagai h}ujjah (dasar hukum)

dan wajib diberlakukan. Hadis s}ah}i>h} dan h}asan merupakan kategori

hadis ini.6 Sedangkan mardu>d adalah hadis yang tidak diunggulkan kebenaran

informannya; sehingga tidak bisa dijadikan h}ujjah (dasar hukum) dan tidak

wajib diberlakukan. Para ulama menginventarisir deretan hadis yang termasuk

dalam khabar mardu>d, bahkan sebagian kalangan di antara mereka

menghitungnya hingga 43 jenis. Beberapa di antaranya mereka beri istilah khusus,

meski banyak pula yang masih tanpa nama, namun secara umum hadis-hadis

mardu>d terpayungi dalam satu nama besar: hadis d}a‘i>f, 7 yaitu hadis yang

tidak memenuhi syarat-syarat hadis shahih maupun hasan, yaitu sanadnya

bersambunug8, perawinya adil9 dan d}a>bit}10, bebas dari syuz\u>z\ dan 5 Prof. Dr. S{ala>h} ad-Di>n ibnu Ah}mad al-Adlabi, Manhaj Naqd al-

Matan 'inda ‘Ulama>’ al-H{adis\ an-Nabawi>, (Beirut: Da>r al-Afa>q al-Jadi>d, 1983), hlm. 9.

6 Masing-masing hadis s}ah}i>h} dan h}asan lebih lanjut terbagi menjadi dua: Li z\a>tihi dan li ghairihi. Mengenai definisi hadis s}ah}i>h} dan h}asan dengan segala rinciannya, silakan rujuk At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r Mus}t}alah}, hlm. 30-50. Lihat juga Al-H{a>fiz\ Ibnu Kas\i>r, Al-Ba>'is\ al-H{as\i>s\ Syarh} Ikhtis}a>r 'Ulu>m al-H{adi>s\, tah}qi>q Ah}mad Muh}ammad Sya>kir, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1996), hlm. 17-33.

7 At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r, hlm. 52.8 Maksudnya setiap perawi atau rijal al-isnad meriwayatkan dari perawi

sebelumnya sejak awal isnad hingga akhir sampai pada Rasulullah saw. tanpa ada yang digugurkan dari mata rantai tersebut.

9 Maksudnya si perawi merupakan orang yang bisa dipercaya komitmen agamanya, dalam artian ia seorang muslim, akil baligh, dan bebas dari unsur-unsur fasik dan penoda muruah.

10 Maksudnya si perawi bisa dipercaya riwayatnya, dalam artian ia seorang yang kuat hapalannya (jika hadis tersebut dihapalnya), akurat

(2)

Page 3: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

‘illah di dalamnya, serta periwayatan hadis dari jalur lain selama di dalam

rangkaian sanadnya ada perawi mastu>r (kurang popular) yang tidak terstigma

suka bohong dan banyak melakukan kekeliruan.11 Dengan bahasa lain, setiap

hadis yang tidak memenuhi satu atau beberapa syarat di atas, maka ia disebut

hadis d}a‘i>f.

Berdasarkan definisi di atas, hadis d}a‘i>f, meminjam kategorisasi Prof.

Dr. Ahmad Umar Hasyim –Guru Besar Hadis di Universitas al-Azhar Cairo-, bisa

dielaborasikan berdasarkan ketiadaan syarat-syarat hadis s}ah}i>h} dan

h}asan di dalamnya sebagai berikut:12

a- Berdasarkan ketiadaan syarat ketersambungan sanad: Al-mu‘allaq, al-

munqat}i‘,al-mu‘d}al, al-mursal, dan al-mudallas.

b- Berdasarkan ketiadaan syarat keadilan perawi: Al-maud}u>‘, al-matru>k,

al-munkar, al-mat}ru>h}, al-mud}a‘‘af, dan al-majhu>l.

c- Berdasarkan ketiadaan syarat keadilan ke-d}a>bit}-an perawi: Al-mudraj,

al-maqlu>b, al-mud}t}arib, al-mus}ah}h}af, dan al-

muh}arraf.

d- Berdasarkan ketiadaan syarat bebas dari syuz\u>z\: Asy-sya>z\z.

e- Berdasarkan ketiadaan syarat bebas dari ‘illah: Al-mu‘all.

Kategorisasi lainnya dikemukakan oleh Prof. Dr. Mah}mu>d at}-

T{ah}h}a>n, Guru Besar Hadis di Universitas Kuwait, bahwa faktor pelemah

yang menyebabkan tertolaknya suatu hadis secara garis besar bisa dipetakan

menjadi dua kategori: Pertama, distorsi pada sanad (saqt} fi as-sanad)13; dan

kedua, kecaman terhadap perawi (t}a‘n fi ar-ra>wi)14. Distorsi dalam sanad

ada kalanya bersifat jelas (bisa diketahui oleh kalangan imam ahli hadis maupun

tulisannya (jika ditulisnya), dan sadar saat meriwayatkan, memahami maknanya.

11 Umar Hasyi>m, Qawa>‘id Us\u>l al-H{adi>s\, hlm. 86.12 Ibid., hlm. 97-137.13 Yaitu adanya keterputusan mata rantai sanad dengan

menghilangkan satu perawi atau lebih secara sengaja maupun tidak sengaja, pada awal sanad, akhir, atau di sela-sela keduanya, baik jelas maupun samar-samar.

14 Yaitu kecaman terhadap perawi dan pemersalahan personalitas dirinya dari segi keadilan dan komitmen agamanya, dan dari segi ked}abit}an, hapalan, dan kesadarannya.

(3)

Page 4: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

kalangan lain yang menekuni ‘ulu>m al-hadis\) dan samar (hanya bisa

diidentifikasi oleh kalangan ahli yang biasa meneliti jalur-jalur periwayatan dan

‘illah-’illah sanad. Hadis mardu>d akibat dirtorsi yang jelas dalam

sanadnya antara lain: Al-mu‘allaq, al-mursal, al-mu‘d}al, dan al-

munqat}i‘. Sedangkan hadis mardud akibat distorsi yang samar

antara lain: Al-mudallas dan al-mursal al-khafiy.15

Sementara itu, kecaman terhadap personalitas diri perawi yang bisa me-

mardu>d-kan suatu hadis setidaknya ada sepuluh item; Lima item berkaitan

dengan keadilan diri perawi dan lima item sisanya berkaitan dengan ke-

d}abit}-an dirinya. Kesepuluh faktor tersebut antara lain: Dusta, tertuding

bohong, fasik, bid’ah, kemisteriusan status/jati diri, kekeliruan fatal, keburukan

hapalan, kelalaian, kebanyakan waham (berilusi), dan penyelisihian para perawi

lain yang s\iqah.16 Adapun hadis-hadis yang termasuk dalam kategori ini

(menjadi d}a‘i>f dan tertolak karena adanya satu atau beberapa faktor dari

kesepuluh item kecaman tersebut) antara lain: Al-maud}u>‘, al-matru>k,

al-munkar, al-mukha>lifah li as\-s\iqa>t, al-mudraj, al-maqlu>b,

al-mazi>d fi muttashal al-asa>ni>d, al-mud}t}arib, al-

mus}ah}h}af, al-mu’allal, dan asy-sya>z\z\.17

Kedua hadis yang disebut terakhir inilah yang akan menjadi bahasan

utama dalam tulisan ini. Perlu diisyaratkan bahwa sebagian ulama menyamakan

antara ‘illah dan syuz\u>z\ sebagai faktor yang menciderai kemaqbu>lan

suatu hadis.18 Namun dalam tulisan ini, penulis mengikuti pandangan jumhur yang

mendikotomi keduanya sebagai faktor pe-mardu>d yang berdiri sendiri, meski

saling terkait; sehingga pembahasan dalam makalah ini secara garis besar terbagi

dalam dua pembahasan besar: Fenomena ‘illah dan syuz\u>z; dengan elaborasi

15 Lihat At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r al-Mus}t}alah} \, hlm. 55-73. Lihat juga Muh}ammad Jama>l ad-Di>n al-Qa>simi, Qawa>'id at-Tah}di>s\ min Funu>n Must}alah} al-H{adi>s\, (t.t.t.: Isa al-Haji, t.t.), hlm. 129.

16 At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r, hlm. 73-74.17 Mengenai definisi masing-masing hadis ini, lihat At}-T{ah}h}a>n,

Taisi>r, hlm. 75-102.18 Dr. H{amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri>, al-H{adi>s\ al-Ma’lu>l:

Qawa>’id wa D{awa>bit}, (Beirut: Da>r Ibnu H{azm dan Makkah: Al-Maktabah al-Makkiyyah, 1996), hlm. 7.

(4)

Page 5: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

pembahasan: Apa itu ‘illah dan syuz\u>z\? Jenis-jenis dan pola-

polanya? Metode para ahli hadis dalam mengidentifikasinya?

Status hadis yang terinfeksi ‘illah dan syuz\u>z\? Fenomena dan

contoh-contoh hadis yang terinfeksi ‘illah dan syuz\u>z\?

(II)

TEORI ‘ILLAH DAN FENOMENA HADIS MA‘LU<L

Kalangan ahli hadis setidaknya memiliki tiga istilah untuk menyebut hadis

yang tidak memenuhi syarat bebas dari 'illah (ل�ة dengan alasan masing-masing:19 (الع

a. Ma‘lu>l (المع�ول); Adalah isim maf'ul dari akar kata “لل عع ي يل ي� ”. Istilah ini

terkenal di kalangan ahli hadis dan dipakai antara lain oleh al-Bukha>ri,

at-Tirmiz\i, ad-Da>ruqut}ni, Ibnu ‘Addi, al-H{a>kim, dan

Abu> Ya‘la> al-Khali>li. Secara kebahasaan, meski ada yang

memandangnya rendah, namun Ibnu Sayyidihi dan Abu> Ish}a>q, bahkan

Sibawaih dan al-Jauhari membenarkan penggunaan istilah ini secara

kebahasaan. Adapun kalangan ahli hadis modern yang menggunakan istilah

ini adalah Prof. Dr. H{amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri>, Guru

Besar Hadis di al-Jami’ah al-Islamiyyah Qasnat}i>nah.20

b. Mu'all (ل يع لم لل“ Adalah versi lain dari isim maf’u>l ;(ال عع ل يل ي� أا ”. Istilah ini

diunggulkan oleh Ibnu H{ajar dan al-H{afiz} al-‘Ira>qi, serta banyak juga

digunakan oleh kalangan ahli bahasa dan hadis. Pakar hadis modern yang

menggunakan istilah ini adalah Prof. Dr. Ah}mad ‘Umar Hasyi>m –

Guru Besar Hadis di Universitas al-Azhar Cairo.21

c. Mu'allal (يل� ي�“ Adalah isim maf’u>l dari ;(المع ع� يع ي� ل ل� يع ل ي ل� ي� ”. Ini adalah versi

yang kurang popular di kalangan ahli hadis dan bahasa; serta merupakan

isti’arah, karena artinya adalah melenakan seseorang dengan sesuatu. Di

19 Lihat T{a>hir ad-Dimasyqi>, Tauji>h an-Naz}ar, hlm. 264-267.20 H{amzah al-Mali>ba>ri>, al-H{adi>s\ al-Ma’lu>l, hlm. 9-10.21 Umar Hasyi>m, Qawa>‘id, hlm. 132.

(5)

Page 6: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

antara pakar hadis modern yang menggunakan istilah ini adalah Prof. Dr.

Mah}mu>d at}-T{ah}h}a>n, Guru Besar Hadis di Universitas

Kuwait.22

Dalam tulisan ini, penulis lebih cenderung menggunakan istilah “al-

ma‘lu>l” mengingat kepopuleran istilah ini di kalangan ahli hadis.

Definisi 'Illah dan Hadis Ma’lu>l:

‘Illah (ل�ة ,secara bahasa memiliki banyak makna, antara lain: Sakit (الع

melenakan seseorang dengan sesuatu, dan meminumi lagi dan lagi.23

Sedangkan dari segi terminologis, 'illah digunakan oleh kalangan ahli

hadis (al-muh}addis\u>n) dengan sejumlah pengertian berikut:24

1- Pengertian yang dominan; yaitu sebab laten dan indistingtif (gha>mid})

yang menginfiltrasi hadis, lalu menciderai kesahihannya, padahal secara zahir

ia tampak bersih.

2- Faktor yang men-d}a‘if-kan hadis akibat adanya tudingan cacat terhadap

diri salah satu perawinya, antara lain tudingan kebohongan, kelalaian,

keburukan hapalan, dan sejenisnya. Dari sini, pendukung pengertian ini

mengatakan: Hadis ini ma‘lu>l karena si Fulan.

3- Sebab yang mencegah pemberlakuan hadis. Definisi ini dikemukakan oleh at-

Tirmi>z\i.

4- Al-Mali>ba>ri> mengemukakan terminologi yang lebih lengkap, bahwa

‘illah adalah “sebab laten yang menunjukkan waham si perawi, baik perawi

tersebut s\iqah maupun d}a‘i>f, lepas dari apakah waham tersebut

berhubungan dengan sanad atau matan.”25

22 At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r, hlm. 83.23 Al-Mali>ba>ri>, al-H{adi>s\ al-Ma’lu>l, hlm. 9.24 Rid}a> Ah}mad S{amadi, Naz}ariyyah al-‘Illah ‘inda al-Muh}addis\

i>n, (Makalah tidak diterbitkan), hlm. 2.25 Al-Mali>ba>ri>, al-H{adi>s\ al-Ma’lu>l, hlm. 10.

(6)

Page 7: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

5- Istilah ‘illah juga kadang digunakan untuk menyebut kebohongan perawi,

kelalaiannya, keburukan hapalannya, dan sebab-sebab minor lain yang

kentara.26

Dalam hal ini, penulis lebih cenderung pada pendapat jumhur ahli hadis

yang mendefinisikan hadis ma‘lu>l sebagai “hadis yang secara kasat mata bebas

dari ‘illah, namun setelah diteliti ternyata ditemukan cacat yang menciderai

kesahihannya (al-qa>dih}).”27

Merujuk definisi ini, ‘illah dalam hadis ma’lu>l haruslah cacat yang

bersifat laten (khafi), bukan cacat z}a>hir yang membuat perawi ter-jarh},

misalnya kelemahan hapalannya atau kebohongannya. Dengan bahasa lain,

adanya sebab zhahir yang melemahkan hadis menghalangi penyebutannya sebagai

hadis ma’lu>l, sebab ‘illah dalam hadis ma’lu>l musti bersifat laten dan

indistingtif (kabur).28

Hadis ma’lu>l dengan demikian tidak meliputi semua hadis yang

tertolak (mardu>d). Hadis munqat}i‘ misalnya bukanlah hadis ma’lu>l.

Hadis yang di dalam rangkaian sanadnya ada perawi yang majhul atau

did}a'i>fkan juga tidak bisa disebut secara serampangan sebagai hadis

ma’lu>l. Akan tetapi suatu hadis disebut ma’lu>l jika statusnya di luar hal

tersebut. Al-H{a>kim mengatakan: Suatu hadis dianggap ma’lu>l jika

dipandang dari segi yang tidak ada kesempatan melakukan jarh} di dalamnya,

sebab hadis perawi majru>h} merupakan hadis yang sudah jelas-jelas lemah

dan gugur, sementara ‘illah hadis banyak ditemukan dalam hadis-hadis para

perawi s\iqah yang meriwayatkan hadis ber-’illah yang masih samar dalam

pengetahuan mereka, sehinggga hadis tersebut disebut ma’lu>l.29

Perkembangan Teori dan Disiplin Ilmu ‘Illah Hadis:

26 Muhammad ibnu ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, Al-Manhal al-Lat}i>f fi Us}u>l al-H{adi>s\ asy-Syari>f, cet. IV, (T.t.t: Mat}a>bi‘ Sah}ar, 1982), hlm. 136.

27 Al-Qa>simi, Qawa>'id at-Tah}di>s\, hlm. 130.28 Dr. S{ubh}i as}-S{a>lih}, Ulu>m al-Hadi>s\ wa Mus}t}alah}uhu,

(Beirut: Da>r al-'Ilm li al-Mala>yi>n, 1977), hlm. 185. 29 Al-H{a>kim an-Naisaburi, Ma‘rifah ‘Ulu>m al-H{adi>s\, tahqiq as-

Sayyid Mu’az}z}am H{usain, (Cairo: Maktabah al-Mutanabbi, t.t.), hlm. 112.

(7)

Page 8: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

Sebagai sebuah istilah, ‘illah tentu saja memiliki awal mula, namun tidak

diketahui secara pasti siapa yang pertama kali menggunakannya, meskipun ia

sudah dikenal luas di kalangan ahli hadis sejak masa Syu’bah, Yah}ya> ibnu

Sa’i>d al-Qat}t}a>n (w. 198 H) dan ‘Abdurrah}ma>n ibnu Mahdi.30

Hal ini bisa dipahami mengingat pengetahuan tentang ‘illah-’illah hadis hanya

dikuasai oleh segilintir kalangan yang memiliki pemahaman yang brilian, hapalan

yang kuat, dan wawasan yang luas mengenai kondisi-kondisi sanad, matan, dan

status para perawi.31

Identifikasi ‘illah hadis membutuhkan penelaahan yang luas, memori

ingatan yang bagus, dan pemahaman yang njlimet (akurat), karena ‘illah sendiri

merupakan virus laten (sabab gha>mid}) yang bersifat samar-samar, baik di

mata kalangan yang intens mengkaji disiplin ilmu-ilmu hadis sekalipun. Sehingga

muncul satu disipin varian dari ulum al-hadis yang disebut "Ilm ‘ilal al-

h}adi>s\"; yaitu ilmu yang membahas mengenai sebab-sebab laten dan samar

dari segi implikasinya dalam menciderai kesahihan hadis.32 Ia berbeda dengan

ilmu jarh} wa ta‘di>l yang membahas tentang perawi dari segi data empirik

yang memuji mereka atau mengecam mereka.33 Dengan perangkat disiplin ilmu

‘ilal al-h}adi>s\, kita bisa mengetahui mana hadis yang sah}i>h} dan saqim

(tidak s}ah}i>h}), serta mana yang ter-jarh} dan yang ter-ta‘di>l

sekaligus.34

Ibnu H{ajar mengatakan bahwa ia merupakan jenis disiplin ilmu hadis

yang paling kabur (samar) dan paling njlimet, dan tidak ada yang mengaksesnya

kecuali orang yang dianugerahi oleh Allah pemahaman yang tajam, kapabilitas

yang luas, dan pengetahuan yang sempurna mengenai tingkatan-tingkatan perawi

dan kompetensi yang mumpuni mengenai sanad-sanad dan matan-matan.35

30 S{amadi, Naz}ariyyah al-‘Illah, hlm. 3. 31T{a>hir, Tauji>h an-Naz}ar, hlm. 264. 32 Al-Qa>simi, Qawa>'id at-Tah}di>s, hlm. 112.33 Umar Hasyi>m, Qawa>‘id Us\u>l hlm. 28.34 Al-H{a>kim, Ma‘rifah ‘Ulu>m al-H{adi>s\, hlm. 112.

35 S{ubh}i as}-S{a>lih}, Ulu>m al-Hadi>s\, hlm. 180.

(8)

Page 9: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

Ke-njlimetan disiplin ilmu ini dan kesulitannya serta peniscayaannya akan

proses penelitian yang panjang (lama) merupakan salah satu faktor terpenting

minimnya karya tulis dalam bidang ini. Adapun karya tulis (kitab) yang paling

monumental dalam disiplin ini adalah:

- "Kitab al-‘Ilal" karya 'Ali ibnu al-Madini, syaikh atau guru Imam al-

Bukha>ri>, disusul kemudian oleh kitab dengan judul serupa karya al-

Khallal.

- “‘Ilal al-H{adi>s\” karya Ibnu Abi H{a>tim. Kitab yang terakhir

dicetak di Mesir dan diberi syarah oleh Ibnu Rajab al-H{anbali>.

- Konon, Ibnu H{anbal memiliki sebuah kitab mengenai illat-illat yang masih

berupa manuskrip dengan judul “Al-‘Ilal wa Ma‘rifah ar-Rija>l”.

- “Al-‘Ilal al-Kubra>” dan “al-‘Ilal as}-S{aghir” karya at-Tirmi>z\i.

- “Al-‘Ilal al-Wa>ridah fi al-Ah}a>di>s\ an-Nabawiyyah” karya Ad-

Da>ruqut}ni>. Ini merupakan kitab ‘ilal yang paling lengkap dan luas

pembahasannya, namun kitab tersebut bukan karya pribadinya, melainkan

disunting dan dibukukan oleh muridnya, al-H{a>fiz} Abu> Bakr al-

Barqa>ni.

- Sejumlah kitab ‘illah juga dinisbatkan masing-masing pada al-Bukha>ri,

Imam Muslim, Ibnu Abi> Syaibah, as-Sa>ji, Ibnu al-Jauzi, dan

Ibnu H{ajar.36

Metode Pengidentifikasian ‘Illah

‘Illah hadis dapat diidentifikasi dengan mengamati indikator-indikator

berikut dalam suatu hadis:

a. Kesendirian perawi dalam meriwayatkan suatu hadis (yang tidak diikuti oleh

perawi lain).

b. Perbedaan riwayatnya dengan riwayat perawi lain yang lebih h}afiz} dan

lebih d}a>bit}, atau lebih banyak jumlahnya.

c. Qari>nah-qari>nah (bukti indikatif) lain yang mengindikasikan

pemursalan hadis maus}u>l, pemauqu>fan hadis marfu>‘, penyusupan

36 Ibid., hlm. 181. Lihat juga At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r, hlm. 85.

(9)

Page 10: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

hadis dalam hadis lain, pelibatan waham perawi dengan selain hal tersebut,

misalnya penggantian rawi yang d}a'i>f dengan yang s\iqah dan lain-lain.37

Adapun metode dan langkah-langkah yang ditempuh kalangan ahli hadis

dalam mengetahui ‘illah-’illah hadis adalah:

1) Menghimpun seluruh jalur periwayatan.

2) Meneliti keragamaan para perawi dan menimbang-nimbang tingkat

ked}abit}an dan akurasi mereka. Dari sini bisa diketahui kesendirian perawi

dalam meriwayatkan suatu hadis dan perbedaannya dengan versi perawi lain

yang lebih h}a>fiz} dan lebih d}a>bit}, atau adanya qari>nah-

qari>nah lain.

3) Baru kemudian menjatuhkan penilaian berdasarkan tiga indikator di atas bahwa

hadis yang diteliti adalah hadis ma‘lu>l.38 Jika peneliti ragu-ragu, maka ia

bisa mengambil sikap abstain (tidak memberikan vonis atas shahih tidaknya

hadis tersebut), meskipun zhahirnya bersih dari ‘illah.39

Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa kalangan ahli hadis sudah

mengenai metodologi kritik sejak lama. Namun ada metode lain yang digunakan

dalam men-ta‘li>l hadis, yaitu dengan menggunakan pendekatan intuitif yang

didasarkan pada insting atau ilham. ‘Abdurrah}ma>n ibnu Mahdi,

sebagaimana kutip al-H{a>kim, mengatakan: “Pengetahuan hadis merupakan

ilham. Jika Anda bilang pada orang ‘alim yang menta‘li>l suatu hadis; darimana

ia bisa mengatakan demikian, maka ia tidak memiliki h}ujjah (dasar hukum).”40

Hal ini kemudian disalah-pahami oleh banyak kalangan bahwa penilaian kalangan

ahli hadis atas para perawi dan riwayat tidak didasari sebuah metode ilmiah

maupun studi dan penelitian. Padahal ilham demikian tidak mereka peroleh secara

singkat, melainkan setelah melalui proses interaksi yang cukup lama dan

pengalaman yang sangat panjang.41

37 T{a>hir, Tauji>h, hlm. 265. Lihat juga Al-Qa>simi, Qawa>'id, hlm. 131, dan At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r\, hlm. 84.

38 S{ubh}i, Ulu>m al-Hadi>s, hlm. 183. 39 Al-Qa>simi, Qawa>'id, hlm. 131. Lihat juga Ibnu Kas\i>r, Al-Ba>'is\

al-H{as\i>s\, hlm. 48.40 Al-H{a>kim, Ma‘rifah, hlm. 113.41 S{amadi, Naz}ariyyah, hlm. 4.

(10)

Page 11: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

Posisi ‘Illah dalam Hadis dan Pengaruhnya

Kalangan ulama must}alah} al-h}adi>s\ menyebutkan bahwa ‘illah

pada umumnya menyusup dalam rangkaian sanad yang orang-orang kelihatannya

s\iqah dan memenuhi syarat-syarat s}ah}i>h}.42 Namun tidak jarang pula, ia

ditemukan dalam matan. ‘illah yang menyusup ke dalam isna>d kadang

menciderai kesahihan sanad dan matan sekaligus, atau hanya menciderai

kesahihan sanad tanpa mempengaruhi matan. Sedangkan ‘illah yang ditemukan

dalam matan bisa menciderai sanad dan matan sekaligus.43

Dengan demikian, ‘illah bisa diklasifikasikan menjadi enam macam

menurut tempat identifikasi dan pengaruhnya, sebagai berikut:44

Pertama, ‘illah yang ada dalam sanad dan tidak berefek sama sekali, baik

terhadap sanad maupun matan. Contoh, hadis yang diriwayatkan seorang

mudallis45 dengan model perwayatan ‘an‘anah (menggunakan kata ‘an dalam

periwayatannya). Hadis seperti ini wajib di-pending status kemaqbu>lannya;

dan jika ditemukan riwayat yang sama dari jalur lain dengan menggunakan model

periwayatan sima>‘ (menggunakan kata sami‘tu dalam periwayatannya), maka

semakin jelaslah bahwa ‘illah yang ada dalam hadis pertama bersifat tidak

menciderai.

Kedua, ‘illah yang ada dalam sanad dan menciderai sanad saja, tanpa

menciderai matannya. Contoh, hadis yang diriwayatkan oleh Ya’la> ibnu ‘Ubaid

dari at}-T{ana>fisi dari as\-S|aur dari ‘Amru> ibnu Di>na>r dari

Ibnu ‘Umar dari Rasulullah saw.; beliau bersabda: “ ع� ي�ا ع� يل ع�ا ع� يعا ل� ي� ” (Penjual dan

42 Mah}mu>d At}-T{ah}h}a>n, Us}u>l at-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d, cet. II, (Riya>d}: Maktabah al-Ma’a>rif, 1991), hlm. 197.

43 Umar Hasyi>m, Qawa>‘id Us\u>l, hlm. 133.44 S{amadi, Naz}ariyyah, hlm. 8. Lihat juga az-Zarka>syi, Badruddi>n,

an-Nukat ‘ala Muqaddimah Ibn as}-S{ala>h}, Riya>d}:Ad}wa> as-Salaf, 1419 H/1988 M), II/214-215, dan as-Suyu>t}i>, Tadri>b ar-Ra>wi, I/254.

45 Perawi meriwayatkan hadis dari orang yang sebenarnya tidak ia dengar langsung riwayatnya, namun ia berlagak seolah-olah mendengar hadis tersebut darinya, dengan redaksi yang mengandung unsur sima’ dan lainnya, misalnya: “Qa>la” atau “‘an” untuk memberikan kesan bahwa ia mendengarnya langsung dari orang tersebut. Lihat At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r, hlm. 66.

(11)

Page 12: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

pembeli memiliki hak khiyar). Di sini, Ya’la keliru dalam menyebut ‘Amru ibnu

Dinar, sebab yang tepat adalah ‘Abdullah ibnu Dinar. Ralat ini merujuk pada

riwayat yang dilansir oleh para imam yang merupakan sahabat/murid as\-S|

auri>, seperti al-Fad}l ibnu Dukain, Muh}ammad ibnu Yu>suf al-

Firya>ni, dan lain-lain.

Ketiga, ‘illah yang ada dalam sanad dan menciderai sanad sekaligus

matannya. Contoh, apa yang menimpa Abu> Usa>mah H{amma>d ibnu

Usa>mah al-Ku>fi>, salah seorang perawi s\iqah dari

‘Abdurrah}ma>n ibnu Yazi>d ibnu Ja>bir –salah seorang perawi s\

iqah dari Syam-. Konon ‘Abdurrah}ma>n ibnu Yazi>d ibnu Ja>bir

datang ke Kufah dan menyampaikan hadis di sana, namun Abu> Usa>mah

tidak mendengar hadis ini langsung dari ‘Abdurrah}ma>n ibnu Yazi>d

ibnu Ja>bir. Beberapa waktu kemudian, datang ‘Abdurrah}ma>n ibnu

Yazi>d ibnu Tami>m –salah seorang perawi da‘if dari Syam juga. Abu>

Usa>mah mendengarkan hadis darinya, lalu ia bertanya tentang namanya, dan

dijawab: ‘Abdurrah}ma>n ibnu Yazi>d (saja tanpa menyebutkan nama

belakangnya lagi). Abu> Usa>mah mengira bahwa ia adalah

‘Abdurrah}ma>n ibnu Yazi>d ibnu Ja>bir, maka ia menyatakan diri

mendapat hadis darinya dan menisbatkannya apa yang disampaikan

‘Abdurrah}ma>n ibnu Yazi>d ibnu Tami>m pada

‘Abdurrah}ma>n ibnu Yazi>d ibnu Ja>bir. Sehingga terdapat banyak

kemunkaran pada riwayat Usa>mah dari Ibnu Jabir, padahal keduanya s\iqah.

Hal seperti ini hanya bisa diketahui oleh kalangan kritikus hadis yang kemudian

melakukan pemilahan dan menjelaskannya, misalnya al-Bukha>ri>, Ibnu Abi

Hatim, dan lainnya.

Keempat, ‘illah yang ada dalam matan dan tidak menciderai matan

maupun sanadnya. Contoh, perbedaan redaksi dalam hadis-hadis S{ah}i>h}

al-Bukha>ri> dan S{ah}i>h} Muslim. Jika semuanya bisa dikembalikan

pada satu makna (pengertian), maka unsur pencideranya menjadi hilang.

Misalnya, riwayat Umar yang bercerita bahwa pada masa Jahiliyyah dulu

ia pernah bernaz\ar untuk melakukan i’tikaf selama sehari di Masjidil Haram,

(12)

Page 13: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

maka dalam satu versi Nabi saw. bersabda: “Pergi dan i’tikaflah sehari!” Namun

dalam versi lain, Nabi saw. bersabda, “Pergi dan i’tikaflah semalam!” Perbedaan

redaksi matan “sehari” dan “semalam” menurut Imam an-Nawawi tidak sampai

menciderai matan maupun sanad, karena barangkali Umar bertanya pada Nabi

tentang i’tikaf sehari dan ia ditanya tentang i’tikaf semalam.46

Kelima, ‘illah yang ada dalam matan dan menciderai matan maupun

sanadnya. Contoh, hadis yang diriwayatkan bi al-ma‘na> oleh seorang perawi,

namun spekulasinya salah, sebab yang dimaksud oleh lafal hadis bukan seperti

yang ia tulis. Hal tersebut tentu saja berimplikasi pada kecacatan matan maupun

sanad riwayat tersebut.

Misalnya, hadis dari Jari>r ibnu Yazi>d dari Anas ibnu Ma>lik,

dan Ibnu Abi> Laila> dari Abdul Kari>m dari Anas ibnu M>alik

bahwa Rasulullah saw. berwudhu dengan menggunakan dua liter air. Ini adalah

riwayat bi al-ma‘na yang salah dan d}a’i>f sanadnya, sebab yang shahih dari

Anas adalah Rasulullah saw. berwudhu dengan satu mud.47

Keenam, ‘illah yang ada dalam matan dan hanya menciderai matannya

minus sanadnya. Contoh, hadis yang diriwayatkan tunggal oleh Muslim dari

narasi Anas dengan redaksi lugas yang menafikan

“Bismilla>hirrah}ma>nirrah}i>m”. 48

Para kritikus hadis menilai hadis dengan redaksi tersebut ma‘lu>l

mengingat mayoritas ulama’ menyatakan keabsahan membaca basmalah di awal

46 Bâzmal, Ahmad ibnu Umar ibnu Salim, Al-Muqtarib fi> Baya>n al-Mud}t}arib, I/110.

47 Lihat al-Baihaqi, Ah}mad ibnu al-H{usain, Sunan al-Baihaqi al-Kubra>, tahqiq Muh}ammad ‘Abdul Qa>dir ‘At}a>, (Makkah: Maktabah Da>r al-Ba>z, 1414 H/1994 H), IV/171, hadis no. 7513.

48 Redaksi lengkap hadis tersebut adalah:

ي� ع� ي� �ي ع� يأا ك� ي� عل يل ي ا ل" ي!ا ي� ل� ي ي$ ي# ي� ل& ي% ع' ل) ي يل�ى ال ل* ي# ل� ي ع* ال ي� ي� ي+ ي� يل� ي, ع�& ي- يأا ك. ي- ي/ ي. ي� يم ل� ي� ي- يما ي0 ل� ل�وا ي- ي/ا ي� ي1 ل2و ع3 ي4 ي3 ي5 ع6 ييمد ي2 يل ع* ا ل� ي ل6 عل ي� ي� عم� يل يعا يل ي� ي9ا ا ل.- ل: ي; ع+ ي ي5 ع* ع� ل� ي ع� ال يم ي> يل. ع+ ال ع>� يل. عل ع1& ال يل- ك= يأا ي< ي.ا ي9ا ع! ي?ا ع1& ي- ع. ع% آا

“Dari Anas ibnu Malik, ia berkata: Aku shalat di belakang Nabi saw., Abu Bakar, Umar, dan Utsman; dan mereka langsung mengawali bacaan dengan “Alhamdulillahi rabbi al-‘alamin” tanpa membaca “Bismillahirrahmanirrahim” di awal bacaan maupun di akhirnya.” (Shahih Muslim, Kitab as}-S{ala>h, Bab H{ujjah Man Qa>la La> Yajhar bi al-Basmalah, hadis nomor 606).

(13)

Page 14: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

surah al-Fatihah. Menurut mereka, Muslim atau salah seorang perawi dalam

sanadnya memahami hadis yang sudah menjadi kesepakatan bersama al-

Bukha>ri> dan Muslim: “ي� عم� يل يعا يل ل6 ا ي� ع* ل� ي عل يمد ي2 يل ع6 ا ي� ل2و ع3 ي4 ي3 ي5 ي ل�وا ي/ا ي1 ” ini dengan

pemahaman bahwa mereka tidak membaca basmalah, lalu ia meriwayatkannya

menurut pemahamannya, dan salah, sebab arti sebenarnya hadis tersebut adalah

bahwa surah yang mereka baca pertama adalah surah al-Fatihah dan tidak ada

hubungannya dengan dibaca tidaknya basmalah.49

Dari paparan di atas, bisa kita catat satu kebiasaan penting yang berlaku

luas di kalangan ahli hadis, bahwa mereka kadang menta‘li>l hadis berdasarkan

‘illah yang tidak menciderai (‘illah ghair qa>dih}ah), sehingga sebagian

kalangan menyangka bahwa semua hadis yang dinyatakan ma‘lu>l oleh

kalangan ahli hadis pasti d}a‘i>f, padahal kenyataannya tidak musti demikian.

Fenomena-Fenomena Hadis Ma‘lu>l

Al-H{a>kim an-Naisabu>ri> menginventarisir fenomena-fenomena

hadis yang terinfeksi ‘illah ke dalam sepuluh kategori dalam kitabnya, Ma'rifah

'Ulu>m al-H{adi>s\, sebagai berikut:50

1) Sanad hadis kelihatan s}ah}i>h}, namun di dalamnnya ada orang yang

diketahui tidak pernah mendengar langsung dari orang yang ia riwayatkan

hadisnya. Contoh: Hadis doa kaffarah al-majlis:

Aل يلBا ي2 يل ي)ا ا Cي لد ي ي> لل& �ع يدا يم Dي يل ع* ا ل� ي عد ال ي' ي� ل� ي� لد يم ي> يأا ل* لم ي, ي-ا لل& ع1 ل/و يل ع. ا ي4 يل5 ع�& ال يأا ل� ي� ي= يد ي� ي' ل� ل�و يأا ي)ا Cي لد ي ي>

&�ع ي. ي' ي% يأا Eك ي ي. Fل ل� ي� يل ا ي!ا يل ي!ا كد يلم ي2 ل ل� ح�ي� ل� ص�ا لي ص�� ل ب ل� ب� ص� س� ب ص� ص� ص� ب� س� س ب ص�ى ي�س�و ي�

49 Lihat Umar Hasyi>m, Qawa>‘id, hlm. 134.50 Al-H{a>kim, Ma‘rifah, hlm. 113-119. Lihat juga S{ubh}i}, Ulu>m al-

Hadi>s, hlm. 183-185, dan Umar Hasyi>m, Qawa>‘id, hlm. 134-137.

(14)

Page 15: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

ع* ع�1 ي. ل0 ي/ ي1 �ك ع� Bي ي ع1& �ي ي� Fي ي� ي ي+ ل� ي ي, ي- ع* ي� ي� ي� ل* ل� ي يل�ى ال ي# ع* ل� ي لل ال ل,و ي� يل ي!ا يل ي!ا ي= ي. ي ي. ل? ع�& يأا ي� ي� ع* ع�� يأا

ي" �ي يأا يل9ا عGا ي* يل عGا ي9ا ي� يأا لد Dي Hي يأا Iي عد يم ي2 ع� ي- يل+ Dل ل� ي ي� ال �ي ي2ا ي' ل, �ي عل Jي ع* ع5 ع� Bي ي ي� ع Kي لLو ي ي� يأا ي ي' ي! يل يLا ي1 ل* Mل Nي يل

�ي عل Jي ع* ع5 ع� Bي ي ع1& ي� ي:ا ي ا ل* يل ي. ع4 Oل يل9ا عGا �ي ي� يل عGا ل6 ل�و يأا ي- Iي ل. ع4 Nي ي3 ي, 51يأا

Di dalam rangkaian sanad hadis ini, Musa ibnu ‘Uqbah seolah-olah mendapat

hadis langsung dari Suhail ibnu Abi S{a>lih}, meski tanpa menyebut

“Sami‘tu” atau “h}addas\ana>” dan sejenisnya, padahal ia tidak pernah

mendengarkannya langsung dari Suhail.

2) Hadis diriwayatkan secara mursal52 dari jalur para perawi yang s\iqah dan

h}a>fiz\, namun disanadkan dengan gaya yang kelihatannya s}ah}i>h}.

Contoh, hadis Qubais}ah ibnu ‘Uqbah dari Sufya>n dari Kha>lid

al-H{az\z\a>’ dan ‘A<s}im dari Abu> Qila>bah secara marfu>’:

ل. يم ل� ع* ل� ي ع� ال Rع ع1& ي+ ل? للد Hي يأا ي- ك. ي/ ي� ل�و يأا ع3& يل لأا ع� ع3& يل لأا ل+ ي> ي� يأا

Andai kata sanad hadis ini s}ah}i>h}, tentu ia akan dimasukkan dalam

S{ah}i>h} al-Bukha>ri> atau Muslim. Namun nyatanya tidak, karena

Kha>lid al-H{az\z\a> meriwayatkannya dari Abu> Qila>bah secara

mursal.

3) Hadis diriwayatkan secara mahfu>z}53 dari seorang sahabat

(s}ah}a>bi>), namun kemudian diriwayatkan dari selain

s}ah}a>bi> -yang lebih rendah tingkat kesiqahannya,

berdasarkan perbedaan domisili para perawinya, misalnya riwayat

orang-orang Madinah lebih unggul daripada riwayat orang-orang Kufah.

Contoh, hadis Mu>sa> ibnu ‘Uqbah dari Abu> Ish}a>q dari

ayahnya secara marfu>’:

51 Sunan at-Tirmi>z\i>, (Kitab ad-Da’awa>t, Bab Ma> Yaqu>lu Iz\a> Qa>ma min al-Majlis, Hadis nomor 3355).

52 Para perawi setelah tabi’i dalam rangkaian sanadnya dihilangkan.53 Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih s\iqah berbeda

dengan riwayat perawi lain yang s\iqah.

(15)

Page 16: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

ك= ل. ي ي ية Sي ع ا Kع يو ي� يل ع1& ا ع* ي� يل عGا ل6 يو ل� يأا ي- ي* ل� ي ل. ال ع4 Nي ي3 ي, يأا ي9 &�ل عGا يل ي!ا ي+ ل� ي ي, ي- ع* ي� ي� ي� ل* ل� ي يل�ى ال ي# ع* ل� ي يل ال ل,و ي� يل� يأا

Hadis ini ma’lu>l, karena ada versi lain yang diriwayatkan secara

mah}fu>z} dari jalur Abu> Burdah dari al-Agharr al-Muzani al-Madani.

4) Suatu hadis sudah mah}fu>z} dari seorang sahabi, namun kemudian

diriwayatkan dari seorang tabi’i yang terjerembab waham dengan memberikan

pernyataan lugas yang mengesankan kesahihan riwayatnya, padahal hadis

tersebut tidak dikenal dari jalurnya. Contoh, hadis Zuhair ibnu

Muh}ammad dari ‘Usman ibnu Sulaiman dari ayahnya, bahwasanya ia

mendengar Rasulullah saw. membaca surah at}-T{u>r saat shalat maghrib.

Hadis ini ma‘lu>l, karena ayah ‘Us\ma>n tidak pernah mendengar maupun

melihat langsung Rasulullah saw., akan tetapi ia meriwayatkannya dari Na>fi‘

ibnu Jubair dari Mut}‘im dari ayahnya.

5) Suatu hadis diriwayatkan dengan model “‘an‘anah” namun ada satu perawi

yang digugurkan. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat hadis tersebut dari jalur lain

yang mah}fu>z}. Contoh, hadis Yu>nus dari Syiha>b dari ‘Ali ibnu

al-H{usain dari beberapa orang Ans}a>r bahwa mereka pernah bersama

Rasulullah saw., lalu beliau menunjuk sebuah bintang, dan bintang tersebut

langsung bersinar terang. Hadis ini ma‘lu>l karena Yu>nus meringkas

sanadnya, sebab hadis tersebut sebenarnya dari Ibnu ‘Abba>s: “Saya diceritai

oleh beberapa orang…” Versi terakhir ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Uyainah,

Syu’aib dan lain-lain dari az-Zuhairi.

6) Adanya perbedaan versi dalam menyebut seseorang pada rangkaian sanad,

sementara dalam versi lain ia sudah diriwayatkan secara mah}fu>z}

darinya. Contoh, hadis Ali ibnu al-H{usain ibnu al-Wa>qid dari

ayahnya dari ‘Abdullah ibnu Buraidah dari ayahnya dari ‘Umar, bahwasanya ia

berkata… (dan seterusnya). Hadis ini ma‘lu>l, karena adanya riwayat

mah}fu>z}ah yang bersanad dari ‘Ali ibnu Khasyram: Kami diberi hadis

oleh Ali ibnu al-H{usain ibnu al-Wa>qid: Aku mendapat informasi

bahwa Umar berkata…(dan seterusnya).

(16)

Page 17: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

7) Adanya perbedaan versi dalam menyebut nama guru atau meng-anonim-

kannya. Contoh, hadis:

م+ �Uع يل Vمل ع% ل. Fع ي4ا يل ي-ا م+ ع. ي: مل. Oع ل� ع Wي لم يل ا

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu> Syiha>b dari as\-S|auri> dari

H{ajja>j ibnu Fara>fisah dari Yah}ya> ibnu Abi Kas\i>r dari

Abu> Salamah dari Abu> Hurairah secara marfu>‘. Dalam versi lain,

Muh}ammad ibnu Kas\i>r meriwayatkannya dengan sanad berbeda, yakni

dengan meng-anonim-kan Yah}ya> ibnu Abi Kas\i>r dan menyebutnya

dengan “seorang laki-laki”. Hadis dengan riwayat Muh}ammad ibnu Kas\

i>r ini dengan demikian ma‘lu>l.

8) Perawi menjumpai seseorang dan mendengarkan hadis darinya, namun ia tidak

mendengar beberapa hadis tertentu darinya. Jika ia mengklaim meriwayatkan

hadis-hadis yang tidak didengarnya tersebut tanpa perantara orang lain, maka

hadis tersebut ma‘lu>l. Contoh hadis:

يل� يأا �ك عل ي ا ع� ي� �ع �ي يأا ي� ي� ك. ع�0 ي: ع�ى يأا ع� ي� ي�ى ي2 ي ي� ي� للى Sع يوا ي3 ي, يلد مK ال يXا ع? ي�ا ي. ي' ي% يأا ي� ل�- ي?ا ل� ي� لد Yع ي ي�ا ي. ي' ي% يأا

ي ي: يأا ي- ي�، لمو Sع يل]ا ل+ ال ل: يد ي) ع� ي. Mي ي1 يأا يل: ي!ا ك[ ي�ا لأا يد ي) ع� ي. Mي ي1 يأا يJا عGا ي� ي:ا يلى -#�ى ال�* ���* -,�+- ع' ل) ي ال

لة ي/ Sع ي_ يمل يل ل+ ا ل/ ي� ي� ي� ي" يل Yيل ي) ي� ي- ل�، ي.ا ي� يأا ل+ ا9 ل/ ي يعا aي

Hadis ini dinyatakan shahih sanadnya oleh ad-Darimi54, namun jika diteliti

lebih lanjut, Yahya ibnu Abi Kasir ternyata tidak pernah mendengar langsung

hadis ini dari Anas ibnu Malik, meskipun ia pernah berinteraksi dengannya.

Hal ini dibuktikan dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak dari

Hisyam dari Yahya, ia berkata: “H|uddis\tu ‘an Anas” (Aku diberi hadis

dari Anas), dan seterusnya.

9) Suatu hadis sudah memiliki jalur periwayatan yang makruf, lalu seorang

perawi dalam sanad tersebut meriwayatkannya dari jalur lain, sehingga ia

54 Ad-Da>rimi, Abdullah ibnu Abdurrah}ma>n, Sunan ad-Da>rimi, tahqiq Fu’ad Ahmad Zumarli dkk, (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1407 H), II/40, hadis no. 1772.

(17)

Page 18: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

terjebak dalam waham. Misalnya, hadis al-Munz\ir ibnu Abdulla>h al-

H{iza>mi dari Abdul Aziz ibnu al-Majisyu>n dari Abdulla>h

ibnu Di>na>r dari Ibnu Umar:

يل+ Dل ل� ي ي� ال �ي ي2ا ي' ل, يل ي!ا ي= ي_ يل]ل يb ال ي3 ي3 ي1 يJا ا عGا ي� ي:ا يلى -#�ى ال�* ���* -,�+- ع' ل) ي يل� ال …يأا

Al-Hakim mengatakan: Hadis ini memiliki ‘illah, karena al-Munz\ir

sebenarnya mendapatkan hadis ini dari Abdul Aziz ibnu al-

Majisyu>n dari Abdullah ibnu al-Fad}l dari al-A‘raj dari

‘Ubaidillah ibnu Abi Ra>fi‘ dari Ali.

10) Suatu hadis di satu sisi diriwayatkan secara marfu>‘ dan di sisi lain

diriwayatkan secara mauqu>f. Misalnya hadis pengulangan shalat karena

tertawa tanpa perlu berwudhu lagi. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Farwah

ar-Ra>ha>wi> dari ayahnya dari kakeknya dari al-A‘masy dari

Abu> Sufya>n dari Ja>bir dari Rasulullah saw. secara marfu‘.

Sementara Waki>‘ meriwayatkannya secara mauquf (berhenti pada

Ja>bir).55

Perlu diingat, bahwa kesepuluh fenomena yang dipaparkan al-H{a>kim

di atas hanyalah sampel belaka, dan masih banyak lagi fenomena hadis ma‘lu>l

yang hanya diketahui oleh kalangan ahli hadis yang benar-benar pakar di

bidangnya.

(III)

TEORI SYUZ|UZ| DAN FENOMENA HADIS SYA<Z|Z|

Kajian disiplin ilmu hadis lainnya yang tak kalah penting adalah kajian

tentang fenomena syuz\u>z\. Ia bahkan lebih utama untuk diberi perhatian

khusus, karena ia berhubungan erat dengan teori ‘illah dan proses pen-ta‘li>l-an

hadis. Mengkaji fenomena ini berarti kita juga mengkaji fenomena hadis-hadis

55 Lebih lanjut mengenai contoh item 8-10, silakan rujuk: Al-H{a>kim, Ma‘rifah, hlm. 113-119; S{ubh}i, Ulu>m al-Hadi>s, hlm. 183-185; dan Umar Hasyi>m, Qawa>‘id, hlm. 134-137..

(18)

Page 19: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

munkar, mursal khafiy, mud}t}arib, dan ma‘lu>l. Sehingga bisa dikatakan

bahwa ia merupakan “inti” ilmu hadis atau must}alah} al-hadi>s\.56

Definisi Sya>z\z\

Menurut arti bahasa, sya>z\z\ adalah isim fa’il dari akar kata “ ;لل Xل ي يل; Hي

J-ي ل; Hل ” berarti infarad (menyendiri). Sehingga sya>z\z\ berarti oknum yang

menyebal dari mayoritas (al-munfarid ‘an al-jumhu>r).57

Sementara itu, dari sisi terminologis, para ulama hadis berbeda pandangan

dalam mendefinisikan hadis sya>z\z58, namun ada dua unsur penting

yang menjiwai keseluruhan definisi yang dikemukakan oleh para

ahli hadis; yaitu al-infira>d (kesendirian) dan al-mukha>lafah

(penyimpangan).

Dalam pengertian umum yang selama ini dijadikan pegangan, hadis

sya>z\z\ didefinisikan sebagai “hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi s\

iqah yang berbeda dengan riwayat para perawi s\iqah lainnya.” Namun al-

H{afiz\ Ibnu H{ajar meragukan efektifitas definisi ini dalam mendekatkan

jurang perbedaan antara dua istilah sya>z\z\ yang dinisbatkan pada asy-

Sya>fi'i dan al-H{a>kim.59 Ia pun mengajukan definisi yang

menurutnya paling otoritatif berdasarkan istilah, bahwa hadis

sya>z\z\ adalah “hadis yang diriwayatkan oleh perawi maqbu>l

yang berbeda dengan orang yang lebih otoritatif dari dirinya.”60

Terkait dengan definisi sya>z\z\, Imam asy-Syafi'i sebagaimana lansir

Ibnu Abu> Hatim dalam kitab “Adab asy-Sya>fi‘i”, mengatakan: “Hadis

sya>z\z\ adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi s\iqah yang

berbeda dengan apa yang diriwayatkan oleh orang-orang.” Ia 56 Syaikh Muh}ammad Abd al-‘Azi>z ibnu Muh}ammad as-Sa‘i>d,

Silsilah Ta‘li>m Mus}t}alah} al-H{adi>s\, (Kumpulan makalah ulumul hadis tidak diterbitkan), Pembahasan: Definisi asy-Sya>z\z\ dan al-Munkar.

57 At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r al-Mus}t}alah} \, hlm. 97.58 Lihat perdebatan lebih lanjut pada Al-Mali>ba>ri>, al-H{adi>s\ al-

Ma’lu>l, hlm. 52-54.

59 S{ubh}i, Ulu>m al-Hadi>s, hlm. 196.60 At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r al-Mus}t}alah} \, hlm. 97.

(19)

Page 20: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

lebih lanjut menjelaskan: "Sya>z\z\ dalam hadis bukanlah hadis yang

diriwayatkan oleh perawi s\iqah yang bertentangan dengan apa yang tidak

diriwayatkan oleh selainnya, akan tetapi hadis sya>z\z\ adalah jika seorang

perawi s\iqah meriwayatkan hadis yang berbeda dengan apa yang diriwayatkan

oleh para perawi lain."61

Dalam hal ini, asy-Sya>fi'i tidak menekankan unsur infira>d

(kesendirian), melainkan juga menekankan unsur infira>d dan mukha>lafah

sekaligus. Definisi ini dipegang oleh jumhur ulama dan diunggulkan oleh Ibnu

as}-S{ala>h}. Dari sini, Ibnu Kas\i>r mengambil konklusi bahwa jika

seorang perawi s\iqah meriwayatkan hadis yang tidak diriwayatkan oleh perawi

lain, maka hadisnya tetap bisa diterima selama ia meang a>dil, d}a>bit},

dan h}a>fiz\. Sebab jika hadis seperti ini ditolak, maka akan banyak sekali

hadis model demikian yang tertolak, dan konsekuensinya akan muncul banyak

sekali permasalahan yang terlepas dari dalil-dalilnya (baca: tidak memiliki dasar

hukum). Hal ini dipertegas lagi oleh Ibnu al-Qayyim bahwa syuz\u>z\ adalah

jika para perawi s\iqah meriwayatkan hadis yang berbeda dengan yang lain,

sementara jika ia meriwayatkan hadis sendirian dan tidak ada perawi s\iqah lain

yang meriwayatkan hadis sebaliknya, maka hadis demikian tidak bisa disebut

sya>z\z\.62

Sementara itu, al-H{a>kim berpandangan bahwa sya>z\z\ adalah

“hadis yang diriwayatkan sendirian oleh seorang s\iqah dan hadis tersebut tidak

memiliki dasar (al-as}l) yang bisa dirunut pada perawi s\iqah tersebut.”63 Bisa

dilihat di sini, al-H{a>kim lebih menekankan unsur kesendirian daripada unsur

penyimpangan, meskipun ia menyebutkannya secara ekplisit dengan ungkapan:

"dan hadis tersebut tidak memiliki dasar (al-as}l) yang bisa dirunut pada perawi

s\iqah tersebut".

Al-H{a>kim kemudian memberikan contoh hadis Abu> Bakr

Muh}ammad ibnu Ahmad ibnu Baluwaih dari al-Lais\ ibnu Sa'ad

dari Yazi>d ibnu Abu> H{abi>b, dari Abu> at}-T{ufail dari

61 S{ubh}i }, Ulu>m al-Hadi>s, hlm. 196.62 Ibid., hlm. 197.63Al-H{a>kim, Ma‘rifah, hlm. 119.

(20)

Page 21: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

Mu'a>z\ ibnu Jabal bahwasanya sewaktu Perang Tabuk jika Nabi saw. pergi

sebelum condong matahari, maka beliau mengakhirkan shalat Dhuhur dan

menjamaknya dengan Asar, lalu melaksanakan keduanya sekaligus, sementara

jika beliau berangkat setelah matahari condong, beliau shalat Dhuhur dan Ashar

bersama-sama (di waktu Dhuhur), lalu berangkat. Begitu juga jika beliau

berangkat sebelum maghrib, maka beliau mengakhirkan shalat maghrib dan

melaksanakannya bersama Isya`, sementara jika berangkat setelah maghrib, beliau

mendahulukan shalat Isya` dan melaksanakannya bersama-sama shalat maghrib."

Hadis ini menurut al-H{a>kim berstatus sya>z\z\ dari segi sanad maupun

matan. Ia mengatakan: "Kami tidak menjumpai matan seperti ini dalam sahabat-

sahabat/murid-murid Ibnu at}-T{ufail atau pada seorangpun dari

orang-orang yang meriwayatkannya dari Mu'a>z\ ibnu Jabal dari

Ibnu at}-T{ufail, sehingga kami menyatakannya sebagai hadis

sya>z\z\."64

Definisi al-H{a>kim ini dinyatakan lemah oleh Ibnu as}-S{ala>h}

dan dibantahnya dengan mengemukakan hadis "Innama> al-a'ma>l bi an-

niya>t". Hadis ini diriwayatkan seorang diri oleh ‘Umar, kemudian

diceritakannya pada ‘Alqamah, lalu pada Muh}ammad ibnu Ibrahim at-Taimi,

lalu Yah\ya> ibnu Sa'ad al-Ans}a>ri. Meski diriwayatkan tunggal

(sendirian) oleh ‘Umar, hadis ini tetap dinyatakan shahih, dan hadis s}ah}i>h}

tentu saja bebas dari syuz\u>z\.65

Di samping dua definisi di atas, para kritikus hadis juga menyebutkan

sebuah definisi lagi yang dikemukakan oleh Abu> Ya'la al-Khalili, bahwa hadis

sya>z\z\ adalah “hadis yang hanya memiliki satu isna>d, baik perawinya s\

iqah maupun tidak; dengan pengertian bahwa jika perawinya tidak s\iqah, maka

hadis tersebut adalah hadis matru>k yang tidak diterima, sementara jika

diriwayatkan perawi s\iqah hadis tersebut di-pending (tawaqquf) status

kesahihannya dan tidak bisa dijadikan h}ujjah.”66 Jika definisi sya>z\z\ versi

Abu> Ya'la> al-Khali>li> ini diterima, maka ia akan memberikan implikasi

64 S{ubh}i, Ulu>m al-Hadi>s\, hlm. 197-198.65 Ibid., hlm. 199-200.66 Ibnu as}-S{ala>h, Muqaddimah Ibn as}-S{ala>h, I/14.

(21)

Page 22: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

yang membahayakan dalam disiplin must}alah} al-h}adi>s\, sebab definisi

ini dalam beberapa kondisi mentolerir penyematan syuz\u>z\ pada hadis-hadis

s}ah}i>h}.67

Dari paparan di atas, pendapat yang rajih menurut penulis adalah pendapat

jumhur yang membatasi sya>z\z\ dengan unsur kesendirian perawi s\iqah dan

unsur perbedaannya dengan para perawi s\iqah lainnya. Dengan bahasa simpul,

sya>z\z\ adalah apa yang diriwayatkan sendirian oleh seorang perawi s\iqah

yang berbeda dengan riwayat para perawi s\iqah yang lain. Riwayat pertama

yang menyimpang dan marju>h}ah disebut “sya>z\z\”, sementara riwayat

kedua yang rajih disebut “mah}fu>z}}”.68

Fenomena Syuz\u>z\ dalam Hadis dan Hukumnya

Sebagaimana halnya ‘illah, kasus syuz\u>z\ juga bisa terjadi pada

sanad maupun matan hadis.69 Jika matan atau sanad suatu hadis terinfeksi syuz\

u>z\, maka hadis tersebut mardu>d dan tidak bisa dijadikan

h}ujjah. Sebagai gantinya, kita bisa menggunakan hadis yang

sama yang diriwayatkan dengan matan atau sanad versi lain

yang bebas dari syuz\u>z\, atau yang sering disebut dengan

hadis mah}fu>z}.

a) Fenomena syuz\u>z\ dalam sanad:

Contoh, hadis yang yang diriwayatkan oleh at-Tirmi>z\i, an-Nasa>’i,

dan Ibnu Ma>jah dari jalur Ibnu ‘Uyainah dari ‘Amru> ibnu Di>na>r dari

‘Ausajah –maula Ibnu ‘Abba>s- dari Ibnu ‘Abba>s ra.:

67 S{ubh}i, Ulu>m al-Hadi>s, hlm. 201.68 Umar Hasyi>m, Qawa>‘id, hlm. 130.69 Ibid. Lihat juga Muh}ammad ibnu ‘Alawi, Al-Manhal al-Lat}i>f, hlm.

124 dan At}-T{ah}h}a>n, Taisi>r, hlm. 97.

(22)

Page 23: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

عد Dي ي� ي�ى ي� dي ي ا لل_ Fل ي� يل� يأا ك[ يل'ا ي� ع� ي� ي� ا ي� ية Bي ي, يو ي� ي� ي� ك� ي)ا Rع ع� ي� ع.- يم ي� ي� ي� ي)ة ي� ي� ل� ل� ل� � ي�ا ي4 ل, ي)ا Cي لد ي ي>

ع* ي� ي� ي� ل* ل� ي يل�ى ال ي# لل& ع' ل) ي لf ال يMا ي� يأا ي1 ل* Lي ي3 ي� يأا يو ل? لدا ي' ي� يل9ا عGا لCا ع� ي-ا gي يد ي ي+ يل ي- ي+ ل� ي ي, ي- ع* ي� ي� ي� ل* ل� ي يل�ى ال ي# ع* ل� ي عل ال ل,و ي�

ل* Cي ي.ا ع � ي+ ل� ي ي, 70ي-

Hadis ini diriwayatkan secara maus}u>l oleh Ibnu ‘Uyainah dengan

menyebut Ibnu ‘Abba>s. Langkah ini diikuti oleh Ibnu Juraij dan para perawi

lain. Namun H{amma>d ibnu Zaid mengambil langkah berbeda dengan

meriwayatkannya secara mursal dari ‘Amru> ibnu Di>na>r dari ‘Ausajah

tanpa menyebut Ibnu ‘Abba>s.

Hammad ibnu Zaid adalah perawi yang s\iqah dan d}abit}, namun

karena sanadnya berbeda dengan sanad para perawi lain yang meriwayatkan hadis

ini, maka hadis disebut “hadis sya>z\z\ al-isna>d” (hadis yang sanadnya

sya>z\z\) dan tidak bisa diterima sebagai dalil, sementara riwayat Ibnu

‘Uyainah adalah hadis yang mah}fu>z} dan menurut at-Tirmizi ia merupakan

hadis hasan yang bisa diterima.

b) Fenomena syuz\u>z\ dalam matan:

Contoh, hadis yang diriwayatkan oleh Abu> Dawud dan at-Tirmizi dari

hadis ‘Abd al-Wa>h}id ibnu Ziyad dari al-A‘masy dari Abu> S{a>lih} dari

Abu> Hurairah ra. secara marfu>‘:

ع* ل� ي ال لل ل,و ي� يل ي!ا يل ي!ا ي= ي. ي ي. ل? ع�& يأا ي� ي� bك عل ي#ا ع�& يأا ي� ي� jل يم ي� يأا ي9 ا ي)ا Cي لد ي ي> Rك ي ا kع ل� ي� عد ع> يوا يل ا لد ي' ي� ي)ا Cي لد ي ي>

ع* ع) عم� ي ي�ى ي� lي Bع Mي mي ي� ي� ي1 ع. Bي ي4 يل ي& ا ي3 يع ي: ي� ي+ ل: لد ي> يأا يل�ى ي# يJا عGا ي+ ل� ي ي, ي- ع* ي� ي� ي� ل* ل� ي يل�ى ال . 71ي#

Di sini, Abd al-Wa>h}id meriwayatkan hadis tersebut sebagai sabda

dan anjuran Nabi saw., padahal para perawi lain melansirnya sebagai perbuatan

70 Sunan at-Tirmi>z\i> (Kitab al-Fara>’id}, Bab Fi Mi>ra>s\ al-Maula> al-Asfal, Hadis no. 2252, Juz VIII/hlm. 209.

71 Sunan Abi Dawud, Kitab at-Tat}awwu‘, Bab Id}t}ija‘ ba‘daha Sunnah, Juz IV/Hlm. 207, hadis no. 1263; dan Sunan at-Tirmi>z\i>, Kitab as}-S{ala>h, Bab Ma Ja>’a fi al-Id}t}ija‘, Juz II/Hlm. 235, hadis no. 422.

(23)

Page 24: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

Nabi saw. misalnya riwayat Sufya>n ibnu ‘Uyainah dari ‘A<’isyah yang

dilansir oleh al-Bukha>ri> dan diisyaratkan oleh at-Tirmi>z\i> setelah

meriwayatkan hadis di atas:

ل* ل� ي يل�ى ال ي# يلى ع' ل) ي يل� ال يأا ية - �ضى ال�* �)Dا - Xي Sع ي�ا ي� ي� ية يم ي� ي, ع�ى يأا ي� ي� ع. mي ل) ي ل�و ال يأا م+ عل ي,ا ع)ى Cي يلد ي> يل ي!ا ل� ي�ا ي4 ل, ي)ا Cي يلد ي>

ع= ي_ يل]ل ع�ال ي� Jي Wي ل يل3ى ي> lي Bي Mي يض لا ا ي عGا9 ي- ع)ى Cي يلد ي> لة pي Lع ي� ي3 ي5 ل ل" ي) ل: ي� عGا ي1 ع. Bي ي4 يل ية ا ل) ي ل, يل�ى ي# يJا عGا ي� ي:ا ي+ ل� ي ي, ي- ع* ي� ي� 72ي�

Dengan demikian, hadis Abd al-Wa>h}id merupakan “hadis sya>z\z\

al-matan” (hadis yang matannya sya>z\z\), sehingga tidak bisa diambil sebagai

h}ujjah. Dalam hal ini, kita tetap bisa menggunakan hadis ini sebagai dalil

dengan memakai riwayat versi para perawi lain, misalnya riwayat Sufya>n ibnu

‘Uyainah di atas.

c) Fenomena syuz\u>z\ dalam matan sekaligus sanad:

Al-H{a>kim an-Naisaburi menyebutkan sederet fenomena syuz\u>z\

lainnya yang terjadi dalam matan sekaligus sanad73, di antaranya:

أا�و أا# :3ا�* !ال >دC)ا أا و� � أا>مد الم2'و�& �م.- الL0ة الم أا�و الع'ا[ 2مد �� >دC)ا

أا�و &(Cا ,�4ا� ال0و�ي !ال >د(C ا 2مد �� :�0. الع'دي !ال(C أا>مد �� ,�ا� !ال ال�52

lل ي1 ي. ي ع. Dي pلل ال ع= يل_ ي# ي& ع1 ي+ ل� ي ي, ي- ع* ي� ي� ي� ل* ل� ال يل�ى ي# ع* ل� ال يل يو ل, ي� ل" ي يأا ي� أا�]ا�ي !ال : الF �� .��Yا�. ا9

gع يو ل: لل. ي� ال ع ل* ي, يأا ي� lي ي1 ي� يJا عGا ي- lي ع: ي� يJا عGا ي- ي. ل' ي ي: يJا عGا ع* ي يد ي

Hadis ini menurut al-H{a>kim “sya>z\z\ al-isna>d wa matn” (sanad

dan matannya sama-sama sya>z\z\), sebab para perawi lain yang meriwayatkan

soal mengangkat tangan saat takbir tidak menyebut kata-kata “dalam shalat

Dhuhur”, melainkan menyebutnya secara umum dalam keseluruhan shalat.74

72 S{ah}i>h} al-Bukha>ri, Kitab at-Tahajjud, Bab Man Tah}addas\a Ba‘da Rak‘atain, IV/448, Hadis no. 1141.

73 Lebih lanjut mengenai contoh-contoh hadis sya>z\z\, lihat al-H{a>kim, Ma‘rifah, hlm. 119-122.

74 Hadis mengenai masalah ini tanpa penyebutan salat Z}uhu>r antara lain ditemukan dalam: Sunan Abi Da>wud: III/11/745, Sunan an-Nasa>’i:

(24)

Page 25: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

Kemudian tidak ada seorangpun yang meriwayatkan hadis dari Abu> az-Zubair

selain Ibrahim ibnu T{ahman saja, sehingga sanad as\-S|auri> dari Abu>

Zubair dinilai sya>z\z\.75

(IV)

PENUTUP

Sebagai penutup, secara obyetif perlu penulis kemukakan

bahwa sulit sekali membedakan antara sya>z\z\ dan ma‘lu>l,

sebab ‘illah adalah perbedaan riwayat seorang perawi s\iqah

dengan riwayat para perawi s\iqah lainnya, begitu juga dengan

sya>z\z\? Lalu apa perbedaan mendasar antara keduanya?

Al-H{a>kim an-Naisaburi menjawab dengan tegas bahwa

hadis sya>z\z\ berbeda dengan hadis ma‘lul. Hadis ma‘lu>l

menurutnya bisa ditelusuri ‘illahnya melalui indikasi masuknya

suatu hadis dalam hadis lain, adanya waham seorang perawi di

dalamnya, atau pemaus>u>lan perawi wa>him atas hadis yang

dimursalkan perawi lain, dan indikasi-indikasi lain. Sementara

sya>z\z\ adalah hadis yang diriwayatkan sendirian oleh seorang

perawi siqah yang berbeda dengan riwayat para perawi s\iqah

lainnya dan ia tidak memiliki “as}l bi muta>bi’ li z\alika as\-s\

iqah”.76

Diferensiasi ini didukung oleh al-H{a>fiz} Ibnu H{ajar.

Dalam Nuzhah an-Naz}ar, ia berkomentar: “Berdasarkan hal ini,

hadis sya>z\z\ jauh lebih njlimet (rumit) daripada ma’lu>l,

sehingga ia tidak bisa ditetapkan statusnya kecuali oleh praktisi

hadis yang telah piawai menggeluti bidang ini, memiliki

III/6/1181, Sunan Ibn Ma>jah: III/160/905.75 Ibid., hlm. 121.76 Dikutip dari Rid}a>, Naz}ariyyah, hlm. 7.

(25)

Page 26: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

pemahaman kelas tinggi, dan memiliki kredibilitas.”77 Hal senada

dikemukakan oleh as-Sakhawi.78

Dari sini, penulis berkesimpulan bahwa kedua istilah ini

sebenarnya memiliki unsur pertautan dan tidak mengandung

perbedaan yang signifikan. Pembedaan dilakukan oleh para

teoretisi ilmu hadis, karena menghormati vonis para kritikus

hadis bahwa ini adalah hadis ma‘lu>l dan ini hadis sya>z\z\.

Karena itu, hemat penulis, keduanya sama-sama bisa

dikerucutkan sebagai bentuk kesalahan pada diri perawi, karena

kesendirian perawi dalam meriwayatkan hadis dan perbedaan

riwayatnya dengan riwayat perawi lain, baik yang s\iqah maupun

tidak, merupakan jenis ‘illah yang membuat hadis yang

diriwayatkannya menjadi rancu dan tidak bisa dipastikan

statusnya kecuali melalui penelitian yang mendalam. Walla>hu

a‘lam bi as}-s}awa>b.

Sekarsuli, 12 Januari 2009

***

DAFTAR PUSTAKA

Ah}mad ‘Umar Hasyi>m, Prof. Dr., Qawa>‘id Us\u>l al-H{adi>s\,

Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.

al-Baihaqi, Ah}mad ibnu al-H{usain, Sunan al-Baihaqi al-Kubra>,

tahqiq Muh}ammad ‘Abdul Qa>dir ‘At}a>, (Makkah:

Maktabah Da>r al-Ba>z, 1414 H.

H{amzah ‘Abdulla>h al-Mali>ba>ri>, Prof. Dr., al-H{adi>s\ al-

Ma’lu>l: Qawa>’id wa D{awa>bit}, Beirut: Da>r Ibnu

H{azm dan Makkah: Al-Maktabah al-Makkiyyah, 1996.

77 Ibid.

78 Lihat As-Sakhawi, Fath al-Mughi>s\, tahqiq Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali, (India: Ida>rah al-Buh}u>s\ al-Islamiyyah, 1407 H), I/232.

(26)

Page 27: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

Ibnu Kas\i>r, Al-H{a>fiz\, Al-Ba>'is\ al-H{as\i>s\ Syarh}

Ikhtis}a>r 'Ulu>m al-H{adi>s\, tah}qi>q Ah}mad

Muh}ammad Sya>kir, Beirut: Da>r al-Fikr, 1996.

Mah}mu>d at}-T{ah}h}a>n, Prof. Dr., Taisi>r Mus}t}alah} al-

H{adi>s\, cet. VII, Riya>d}: Maktabah al-Ma'arif li an-Nasyr

wa at-Tauzi>', 1985.

_____, Us}u>l at-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>ni>d, cet. II,

Riya>d}: Maktabah al-Ma’a>rif, 1991.

Muh}ammad Abd al-‘Azi>z ibnu Muh}ammad as-Sa‘i>d, asy-

Syaikh, Silsilah Ta‘li>m Mus}t}alah} al-H{adi>s\,

(Kumpulan makalah ulumul hadis tidak diterbitkan).

Muh}ammad ibnu ‘Alawi al-Maliki al-H{asani, Al-Manhal al-

Lat}i>f fi Us}u>l al-H{adi>s\ asy-Syari>f, cet. IV, T.t.t:

Mat}a>bi‘ Sah}ar, 1982.

Muh}ammad Jama>l ad-Di>n al-Qa>simi, Qawa>'id at-

Tah}di>s\ min Funu>n Must}alah} al-H{adi>s\, T.t.t.: Isa al-

Haji, t.t..

Rid}a> Ah}mad S{amadi, Naz}ariyyah al-’illah ‘inda al-

Muh}addis\i>n, (Makalah tidak diterbitkan).

as-Sakhawi, Fath} al-Mughi>s\, tahqiq Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali,

India: Ida>rah al-Buh}u>s\ al-Isla>miyyah, 1407 H, I/232.

S}ala>h} ad-Di>n ibnu Ahmad al-Adlabi, Prof. Dr., Manhaj Naqd

al-Matan 'inda 'Ulama>’ al-H{adis\ an-Nabawi>, Beirut:

Da>r al-Afa>q al-Jadi>d, 1983.

T{a>hir ibnu S{alih} ibnu Ah}mad al-Jaza>’iri ad-Dimasyqi>,

Tauji>h an-Naz}ar ila Us}u>l al-As\ar, Madinah: Al-

Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.t.

(27)

Page 28: Fenomena Syuzuz Dan 'Illah Dalam Hadis

Fenomena ‘Illah dan Syuz\u>z\ dalam Hadis

az-Zarka>syi, Badruddi>n, an-Nukat ‘ala Muqaddimah Ibn as}-

S{ala>h}, Riya>d}:Ad}wa> as-Salaf, 1419 H/1988 M

Software Program:

- Harf IT Company, Mausu’ah al-Hadith asy-Syarif, Versi 2.1.

- Website www.shamela.ws, Al-Maktabah asy-Sya>milah, Versi. 3.15.79

79 Rujukan dalam catatan kaki tanpa keterangan penulis maupun nama kota, penerbit, dan tahun terbit, semuanya diambil dari al-Maktabah asy-Syamilah.

(28)