Feri Ferdianto

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    1/16

    TUGAS UTS

    HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

    (Studi Kasus Mengenai Kejahatan Genosida di Rwanda)

    Oleh:

    Feri Ferdianto

    1112O11137

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    2013

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    2/16

    BAB I

    KASUS POSISI

    A. FaktaSometimes in April, sebuah film tentang pelanggaran HAM berat. Terjadi di

    Rwanda tahun 1994. Tragedi kemanusiaan yang menewaskan sekitar 900.000

    jiwa hanya dalam hitungan 100 hari. Sometimes in April diambil dengan sudut

    pandang korban, a survivor. Lelaki tegap yang di awal muka tadi berdiri di depan

    kelas. Seorang guru yang ternyata dulunya adalah tentara, yang menikahi

    perempuan suku Tutsi. Suku dimusuhi oleh suku sebangsanya sendiri. Suku yang

    dipanggil dengan sebutan "kecoak". Sebagai survivor, lelaki itu belum bisa

    menyembuhkan trauma hebat yang dialaminya. Kehilangan anak dan istri menjadipukulan yang lebih kuat daripada tinjunya Mike Tyson, 10 tahun telah berlalu.

    Lelaki itu bahkan sudah hidup bersama perempuan lain, juga korban. Hingga

    sebuah surat membawanya ke sebuah kota, Arusakota dimana pengadilan HAM

    ad hoc dilakukan terhadap para pelaku. Salah satunya, adik kandungnya sendiri.Adik kandungnya, seorang wartawan radio (Radio Television Libre des Mille

    Collines/RTLM). Diduga dan memang dalam film itu diceritakan terlibat dalam

    pembantaian tahun 1994 itu. Ironisnya, justru dengan cara kerja jurnalistiknya.

    Penghasutan besar besaran agar suku Tutsi dihabisi dari tanah Rwanda.

    Kebebasan pers yang kebablasan? Pers memang harus bebas. Walaupun jelas

    tidak mungkin bebas nilai. Tapi apa penulis membenarkan penggunaan pers

    sebagai media agitasi pembantaian massal tersebut?.

    Agustin adalah salah seorang dari sekian ribu orang yang selamat dalam

    film sometimes in april.Agustin juga adalah seorang Guru sekolah dasar di

    Rwanda sekaligua pemeran utama dalam film sometimes in april.Ketika ia

    memberika pelajaran,ia di bayangi dengan pertanyaan murudnya mengapa pada

    bulan april selalu terjadi hujan, Agustin pun terdiam karena pertanyaan itu

    mengingatkan dia tentang sebuah memori yang sangat besar yang tak akan dia

    lupakan, karena apabila ia menjawab pertanyaan tersebut maka luka batin yang

    selama ini dia rasakan akan semakin sakit sehinggah ia pun berkata pada gadis itu

    jikalau pertanyaannya tidak bisadi jawabnya sekarang.

    Pada tahun 1994,pada bulan awal April, Agustin sedang melatih calon

    militer di Rwanda sebab sebenarnya agustin adalah seorang kapten di angkatan

    darat Rwanda. Namun semuanya berubah setelah tanggal 6 april 1994 dimana

    komandan militer Rwanda melakukan pemberontakan terhadap presiden Rwanda

    dengan menembaki pesawat yang ditumpangi presiden ketika hendak

    mendarat.sehinggah presiden Rwanda pun tewas.

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    3/16

    Setelah kejadian terbunuhnya Presiden Rwanda Juvenal Habyarimana,

    malam itu terjadilah pembantaian besaran oleh suku dominan Hutu kepada suku

    Tutsi, dalam sehari 8000 nyawa dari suku tutsi melayang dalam pembantaian itu.Agustin merupakan kaum dari suku dominan hutu namun isterinya berasal dari

    suku Tutsi sehinggah ia menyadari bahwah nyawa isteri dan ketiga anaknya

    berada dalam masalah, ketakutan selalu menyelimuti ia akan hal buruk yang akan

    menimpa keluarganya. Akhirnya iapun meminta saudaranya marthin untuk

    mengungsikan isteri dan anaknya ke hotel.karena disana merupan tempat yang

    aman, target pembantaian suku hutu bukan hanya pada suku tutsi saja melainkan

    juga pada suku hutu yang moderat , pembantaian kepada suku hutu moderat

    dilakukan dengan mengumumkan nama mereka di stasiun radio. Hal itu

    diberitakan oleh adik dari Agustin sendiri Marthin. Dan ia memberitahukan kalau

    sebenarnya nama dari agustin sendiri juga tercantum dalam daftar suku hutu yang

    akan dibantai namun ia telah mengeluarkan nama tersebut dari daftar yang akan dibantai dalam genosida itu.

    Pada tahun 2008 Agustin menghadiri sidang mahkama internasional yang

    mendakwakan adiknya Marthin sebagai salah satu pelaku kejahatan karena telahmenyiarkan dan membaca nama-nama korban genosida pada satsiun radionya.

    Setelah bertemu dengan Marthin barulah Agustin mengetahui bahwa semua

    keluarganya telah mati dan isterinya juga mati bunuh diri yang sebelumya telah di

    perkosa oleh militer Rwanda. Dalam kurun waktu 100 hari dari 6 April hingga 16

    Juli 2004, diperkirakan 800.000 hingga 1 juta suku Tutsi dan Hutu moderat

    meninggal. Lebih dari 6 pria, wanita dan anak-anak dibunuh setiap menit setiap

    jam dalam setiap hari. Antara 250.000 dan 500.000 wanita mengalami kekerasan

    seksual.

    Dari sumber yang dilihat dan yang dibaca penulis, mengenai genocide yang

    terjadi pada kasus di Rwanda ini maka yang di sebut dengan kejahatan genocide

    adalah atau dalam bahasa disebut sebagai genosida secara harfiah dapat diartikan

    sebagai sebuah usaha pembantaian suatu kelompok etnis, yang dilakukan secara

    sistematis, dan bertujuan untuk memusnahkan suatu kelompok etnis tertentu.

    penulis pada awalnya memahami genosida hanya dalam tataran teoritis belaka,

    pengertian secara harfiah. Berikut jenis jenis kejahatan genosida yang di dapat

    penulis dari kasus ini yaitu :

    1. Memperkosa dan membunuh dengan kejam atau tidak wajar.2. Membunuh wanita dan anak-anak dibunuh setiap menit setiap jam dalam

    setiap hari.

    3. Antara 250.000 dan 500.000 wanita mengalami kekerasan seksual.4. Pemusnahan kelompok etnis5. Tidak harus berarti pemusnahan segera suatu bangsa6. Ada unsur niat yang direncanakan7. Ditujukan untuk menghancurkan fondasi utama bangsa

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    4/16

    8. Cara : memecah belah institusi politik, social, budaya, bahasa, perasaankebangsaan, dll.

    9. Pemusnahan terhadap keamanan pribadi, kemerdekaan, kesehatan,martabat, bahkan kehidupan individu suatu kelompok.

    B. Pihak-Pihak Yang BersengketaBerdasarkan uraian di atas, pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa tersebut

    adalah :

    1. Komandan Militer Rwanda (suku hutu)2. Suku Tutsi3. Pemerintah Presiden Rwanda

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    5/16

    BAB II

    MASALAH HUKUM DAN TINJAUAN TEORITIK

    A. Masalah HukumDalam film ini ada banyak pelanggaran genosida yang terjadi, . Pada

    kesempatan ini, penulis ingin menganalisis pelanggaran-pelangaran apa saja yang

    dilakukan para pihak pemberontakan tersebut? Dan dimanakah pengaturan

    pelanggaran genosida tersebut diatur?

    B. Tinjauan Teoritika. Pengaturan Hukum

    Kejahatan terhadap kemanusiaan, selain di Statuta Roma, juga dapat

    ditemukan dalam sejumlah instrumen hukum internasional :

    Pasal 6c Nuremberg Charter Pasal 5c Tokyo Charter Article 2 (1) ayat c Control Council Law No. 10 Pasal 5 (i) ofInternational Crimnal Tribunal for the Former Yugoslavia

    (selanjutnya disebut ICTY)

    Pasal 3 (i) Statuta International Criminal Tribunal for Rwanda(selanjutnya disebut ICTR) Pasal 2 ayat (i) Special Court for Sierra Leone (SCSL). Dalam

    yurisprudensi putusan pengadilan internasional, khususnya praktek ICTY

    disebutkan, Pasal 5(i) ICTY (tindakantindakan tidak manusiawi) adalah

    suatu klausul sisa, yang berlaku pada tindakantindakan yang tidak

    termasuk dalam subklausul manapun dalam Pasal 5 Statuta namun secara

    memadai sama tingkat kejahatannya dengan kejahatankejahatan lainnya

    yang telah disebutkan.1

    1R. Herlambang Perdana Wiratraman, konsep dan Hukum Kejahatan Terhadap Kemanusiaan,

    jurnal ilmu hukum yuridika, Vol 23 No 2, Tahun 2008, Hlm 8

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    6/16

    b. Mahkamah Pidana Internasional Dalam Kasus Rwanda 1994

    Yurusdiksi Mahkamah

    Sama sepertinya Mahkamah bekas Yugoslavia, Mahkamah Rwanda juga memiliki

    yurisdiksi personal, territorial, temporal, dan criminal. Dibawah ini masing-

    masing yurisdiksi Mahkamh itu akan dipaparkan secara singkat satu per satu.

    Yurisdiksi personalnya adalah terhadap orang-orang yang bertanggungjawab atas

    pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional. Hanya saja yurisdiksi

    personalnya itu terbatas pada individu-individu, bukan terhadap pribadi-pribadi

    hukum lain selain daripada individu, seperti Negara, organisasi internasional,

    badan-bdadan atau pribadi-pribadi hukum public ataupun privat. Individu-

    individu tersebut sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2, adalah individu-individu

    yang merencanakan, memerintahkan, melakukan, memberikan bantuan atau turut

    serta dalam perencanaan, persiapan, atau pelaksanaan kejahatan yang ditentukan

    dalam pasl 2-4 Statuta.

    Sedangkan yurisdiksi kriminalnya adalah berupa pelaanggaran serius atasw

    hukum humaniter internasional yang meliputi genocide (pasal 2), crimes against

    humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan) (pasal 3), violationsof Article 3

    common to the Geneve Conventions and of Additional Protocol II (pelanggaran

    atas pasal 3 (kembar) atas konvensi-konvensi jenewa 1949 dan protocol

    Tambahan II) (pasal 4).

    Yurisdiksi teritorialnya adalah seperti ditegaskan dalam pasam 7 yaitu, di wilayah

    Rwanda yang meliputi permukaan daratan, ruang udara, termasuk sampai kewilayah Negara tetangga yang berkenaan dengan pelanggaran serius terhadap

    hukum humaniter internasional yang dilakukan oleh warganegara Rwand

    Yurisdiksi temporalnya sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 adalah terhadap

    kejahatan yang terjadi antara periode 1 januari 1994 sampai dengan 31 Desember

    1994

    Disamping itu, sama seperti Mahkamah bekas Yugoslavia, Mahkamah Rwanda

    pun mengenal yurisdiksi bersama (concurrent jurisdiction)

    Struktur Organisasi Dan Pemeriksaan Perkara di Hadapan Mahkamah

    Srutur organisasi Mahkamah Rwanda ini terdiri dari organ-organ sebagai berikut

    (pasl 10) :a. Kamar-Kamar, yang terdiri dari tiga Kamar Pengadilan, dan satu Kamar

    Banding;

    b Jaksa Penuntut (prosecutor);

    c.Kepaniteraan (a registry).

    Para Hakim

    Mengenai susunan hakimnya diatur dalam pasal 11. Menurutb pasal 11, Kamar-

    Kamar tersebut terdiri dari empat belas orang hakim independen dan tidak bole

    dua atau lebih yang berkewarganegaraan dari satu Negara. Masing-masing orang

    hakim bertugas pada Kamar Pengadilan. Oleh karena jumlah Kamar Pengadilan

    ada tiga, maka ada Sembilan orang hakim yang menjalankan tugasnya pada ketiga

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    7/16

    Kamar tersebut. Sedangkan lima orang hakim lainnya bertugas pada Kamar

    Banding.

    Dalam pasal 11 ayat 2 terdapat penegasan tentang anggota dari KamarBanding dalam Mahkamah bekas Yugoslavia juga akan berfungsi sebagai anggota

    Kamar Banding dari kedua Mahkamah. Tampaknya hal ini didasrkan atas

    pertimbangan praktis dan efiensi, supaya tidak perlu ditunjuk hakim baru untuk

    Kamar Banding Rwanda

    Mengenai hukum acara dan pembuktiannya diatur dalam pasal 14, bahwa

    untuk mengatur acara persidangan, para hakim Rwanda akan mengadopsi

    peraturan hukum acara dan pembuktian dari Mahkamah bekas Yugoslavia dengan

    melakukan perubahan-perubahan yang dipandang perlu.

    Jaksa Penuntut

    Jaksa Penuntut (the prosecutor) dalam Mahkamah Rwanda ini sebagaimana diatur

    dalam pasal 15 Statuta, memiliki tugas dan kewenangan yang sama denganPenuntut dalam Mahkamah Yugoslavia. Tegasnya, menurut pasal 1, jaksa

    Penuntut bertangguingjawab dalam penyidikan dan penuntutan terhadap individu-

    individu yang dituduh telah melakukan pelanggaran serius hukum humaniter

    internasional yang terjadi diwilayah Rwanda terhadap warganegara Rwanda yang

    bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut yang dilakukan di wilayah Negara-

    negara tetangganya, antara tanggal 1 januari 1994 sampai 31 Desember 1994.

    Menurut ayat 2, Jaksa Penuntut bertindak secara mandiri, sebagai organ yang

    terpisah dari Mahkamah. Dia tidak akan mencari atau menerima perintah dari

    suatu pemerintah ataupun dari sumber-sumber lainnya.

    Dalam ayat 3 terdapat penegasan yang serupa sengan penegasan dalam

    pasal 12 ayat 2, yakni, tentang Penuntutan dalam Mahkamah bekas Yugoslavia

    juga menjadi penuntut dalam mahkamah Rwanda

    Kepaniteraan

    Kepaniteraan dikepalai oleh panitera yang bertugas dan berwenang serta

    bertanggungjawab dalam masalah administrasi serta melayani administrasi

    Rwanda. Tidak jauh berbeda denganm apa yang diatur dalam Statuta Mahkamah

    bekas Yugoslavia.

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    8/16

    BAB III

    TUNTUTAN PELANGGARAN HUKUM HUMANITER

    Berdasarkan fakta yang telah dibeberkan pada bab-bab sebelumnya, serta

    pengaturan hukum yang telah dipaparkan pada sub bab landasan teoritik,

    pelanggaran-pelanggaran yang dapat dituntutkan terhadap kasus tersebut ialah:

    1.konflik internal telah merebak ke banyak negara dan menimbulkan aksi-aksi kekerasan..

    2.konflik internal telah menyengsarakan masyarakat yang menjadi korbanyang tidak berdaya akibat konflik, seperti pembunuhan, penyiksaan,

    pemerkosaan, dan pengusiran. Konflik jelas akan membawa masyarakat

    pada kesengsaraan karena terjadi ketidakadilan, apalagi jika yang terjadi

    adalah konflik etnis yang menempatkan etnis tertentu sebagai penguasa

    dari etnis yang lain dengan taruhannya adalah nyawa.

    3.Intervensi Kemanusiaan melalui UNAMIR

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    9/16

    BAB IV

    ANALISIS PUTUSAN

    Konflik Hutu-Tutsi sebagai Konflik Internal Rwanda

    Konflik internal yang terjadi atas dasar konflik etnis di Rwanda antara

    suku Hutu sebagai mayoritas dan suku Tutsi sebagai minoritas telah

    memunculkan konflik berkepanjangan. Menurut Michel E. Brown berkaitan

    dengan konflik internal, antara lain pertama, konflik internal telah merebak ke

    banyak negara dan menimbulkan aksi-aksi kekerasan. Konflik Rwanda membawa

    pengaruh bangsa lain seperti Uganda, Perancis, dan Belgia. Uganda sebagai

    daerah perbatasan memiankan peran penting bagi keberlengsungan FPR yang

    bermuara dari aliansi antara FPR dengan National Resistence Army di Ugandayang membawa Museveni ke tampuk kepresidenan. Uganda menyediakan

    persenjataan, bahan makanan, bakah bakar dan secara sengaja membuka

    perbatasan sebelah selatan negara sebagai pangkalan serangan militer dan tempat

    pengungsian. Sebaliknya, Rwanda bekerjasama dengan Perancis dan Belgia dalam

    menghadapi anacaman FPR dengan mengirimkan tentara, melakukan pelatihan

    militer, dan menyediakan pasokan senjata2[7].

    Kedua, konflik internal telah menyengsarakan masyarakat yang menjadi

    korban yang tidak berdaya akibat konflik, seperti pembunuhan, penyiksaan,

    pemerkosaan, dan pengusiran. Konflik jelas akan membawa masyarakat pada

    kesengsaraan karena terjadi ketidakadilan, apalagi jika yang terjadi adalah konflik

    etnis yang menempatkan etnis tertentu sebagai penguasa dari etnis yang lain

    dengan taruhannya adalah nyawa. Pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia

    (HAM) yang dilakukan tidak bisa ditawar lagi karena satu tujuan adalah

    penghancuran etnis lain yakni Tutsi3[8].

    Ketiga, konflik internal penting karena sering melibatkan negara-negara

    tetangga sehingga bisa menimbulkan konflik perbatasan. Pengungsi yang

    menyeberang ke negara tetangga atau pemberontakan yang mencari perlindungan

    ke negara tetangga dapat menimbulkan permasalahan baru yang dapat memicu

    konflik bersenjata antar negara yang bertetangga. Hal ini terjadi di Rwanda saatsuku Tutsi yang terdiskriminasi mengungsi ke Uganda secara besar-besaran.

    Namun, Uganda yang saat itu sedang dalam pemerintahan diktator dibawah Idi

    Armin maupun Milton Obote justru mendapat tekanan sehingga penderitaan dan

    kesulitan yang terjadi membuat mereka sangat ingin kembali ke Rwanda.

    Dibentuklah the Rwandan Patriotic Front (RPF) yang merupakan sebuah

    2[7]http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/ , diakses pada 19 Mei 2012

    3[8]Ibid,

    http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/
  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    10/16

    kelompok politik dan militer yang bertujuan untuk mengembalikan warga

    Rwanda dari pengungsian dan membentuk pemerintahan nasional bersama-sama

    dengan etnis Hutu.

    Keempat, konflik internal penting karena sering mengundang perhatian

    dan campur tangan dari negara-negara besar yang terancam kepentingannya dan

    organisasi internasional. Campur tangan atas konflik Rwanda tidak serta merta

    menurunkan bantuan dari negara besar seperti AS, Inggris, Perancis, dan Belgia

    yang tidak memiliki kepentingan nasional atas Rwanda. Justru karena tidak

    adanya dukungan dan partisipasi dari negara-negara besar membuka jalan bagi

    PBB yang sudah mengiringi langkah perdamaian sejak digulirnya perjanjian

    Arusha melalui UNAMIR.

    Konflik Rwanda sebagai sebuah Genosida

    Berdasarkan Statuta Roma dan Undang-Undang no.26 tahun 2000, ada beberapa

    unsur yang dikategorikan sebagai kejahatan genosida :

    a. Membunuh anggota kelompok

    b. Mengakibatkan penderitaan fisik/mental berat

    c. Sengaja menimbulkan kehancuran fisik secara keseluruhan maupun sebagian

    d. Memaksa tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam

    kelompok

    e. Memindahkan anak-anak dari kelompok ke kelompok lain secara paksa

    Konflik Rwanda memenuhi statuta Roma tentang pembunuhan

    massal/genosida yang dilakukan oleh etnis mayoritas Hutu terhadap etnis

    minoritas Tutsi tanpa ampun, brutal, dan membabi buta. Bahkan, suku Tutsi tidak

    dianggap sebagai manusia, melainkan disamakan dengan kecoa yang harus

    dibersihkan dari Rwanda. Penyerbuan militan Hutu dengan membunuh langsung

    maupun melakukan pemerkosaan terhadap wanita-wanita Tutsi serta membantaianak-anak Tutsi agar kelak tidak ada generasi penerus dari suku Tutsi merupakan

    pelanggaran HAM berat karena dilakukan dengan sadar dan sengaja untuk

    melenyapkan keseluruhan etnis.

    Sudah tidak dapat dipungkiri bahwa yang dilakukan oleh militan dan

    militer dari masing-masing pihak telah menetapkan tujuan pemusnahan etnis dari

    suku lawan terutama Tutsi yang dikhawatirkan akan merebut kembali kontrol

    kekuasaan dan mengulangi diskriminasi seperti yang terjadi di masa lalu.

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    11/16

    Intervensi Kemanusiaan melalui UNAMIR

    Dibutuhkannya intervensi kemanusiaan melalui organisasi internasional

    seperti PBB jelas-jelas diperlukan dimana negara-negara besar seperti AS,

    Inggris, perancis, dan Belgia tidak memberi dukungan dan partisipasi dalam

    penciptaan kemanan dan perlindungan HAM di Rwanda. Ketidakmauan

    penyelesaian konflik atau pembunuhan massal yang terjadi atas dorongan dari

    pemerintah Rwanda dan keinginan masyarakatnya yang sebagian besar

    merupakan etnis Hutu memenuhi ketentuan diijinkannya intervensi kemanusiaan

    seperti yang diungkapkan oleh Grotius. Pemerintah Rwanda seakan tutup mata

    atas legitimasi keberadaan peran pasukan perdamaian UNAMIR PBB di Rwanda

    atas jalinan kerjasama pemerintah Rwanda dengan Perancis dan Belgia. Perancismemberi pelatihan militer terhadap militer Rwanda dan memasok senjata-senjata

    pada militer, seperti halnya yang dilakukan oleh Belgia. Sebaliknya, RPF

    mendapat bantuan dari Uganda atas bantuan RPF menggulingkan pemerintahan

    Uganda sebelumnya.

    United Nations Assistance Missions for Rwanda (UNAMIR) dibentuk atas

    resolusi nomor 872 melalui sidang pada 5 Oktober 1993 sebagai pasukan khusus

    yang membawa misi perdamaian PBB untuk menjaga perdamaian di Rwanda

    selama enam bulan. Kelemahan dan kekurangan dari keberadaan UNAMIR

    adalah tidak adanya izin dari para misonaris PBB untuk menggunakan senjata

    ketika terjadi kerusuhan atau keadaan perang oleh kaum militan Hutu maupun

    pemberontak Tutsi. Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB hanya menetapkan

    kontribusi UNAMIR terhadap keamanan kota Kigali dalam area terbatas dengan

    penetapan weapons secure area yang telah disepakati oleh kedua belah pihak

    yang bertikai di dalam dan di sekitar kota Kigali. Pembatasan kinerja pasukan

    dalam melakukan pengamanan Mandat PBB yang diberikan pada UNAMIR

    antara lain :

    a. Memonitor pengawasan gencatan senjata

    b. Memonitor situasi keamanan selama periode akhir mandat pemerintahantransisi sampai diadakannya pemilu

    c. Membantu pembersihan ranjau

    d. Melakukan investigasi

    e. Mencari kejadian-kejadian sejenis dan melaporkan ke Sekretaris Jenderal

    PBB.

    f. Memonitor proses pemulangan kembali pengungi Rwanda.

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    12/16

    g. Membantu koordinasi bantuan kemanusiaan.

    Otoritas pasukan UNAMIR terbatasi oleh rules of engagement yangdiberlakukan termasuk diantaranya larangan penggunaan senjata dan UNAMIR

    harus bekerjasama dengan militer Rwanda dalam operasi-operasi militernya

    sehingga membuat Jenderal Dallaire mengirimkan sebuah rancangan yang

    diantaranya secara khusus meminta persetujuan kantor pusat PBB pada 23

    November 1993 untuk mengizinkan misi tersebut agar dapat mengambil tindakan

    sebagai respon atas kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang terjadi. Namun,

    permintaan tersebut tidak mendapat respon dari markas besar PBB.

    Keterbatasan otoritas tersebut ditarik tanpa daya dari Rwanda dan

    membuat DK PBB mengesahkan terbentuknya UNAMIR II pada 17 Mei 1994

    dengan mandat diperluas atas beberapa pertimbangan dengan tambahan pasukanuntuk menghentikan genosida dan menjamin keamanan organisasi-organisasi

    kemanusiaan yang sedang melakukan perannya di Rwanda. Dan yang terpenting

    adalah menciptakan rasa aman bagi penduduk sipil Rwanda. Upaya DK PBB

    tidak emndapat dukungan dari negara-negara besar dimana hanya negara-negara

    Afrika yang menyatakan pemberian pasukan dalam misi UNAMIR II.

    Ketersediaan negara-negara Afrika itupun dengan syarat bahwa seluruh biaya

    akan ditanggung oleh PBB. Persyaratan tersebut membuat badan dunia tersebut

    memikirkan kembali dikarenakan kondisi keuangan PBB juga sedang defisit

    akibat operasi perdamaian sebelumnya dimana UNAMIR mengalami

    ketidaksediaan suplai makanan pasukan dikarenakan kekurangan dana. UNAMIR

    II mengalami kevakuman gerak dikarenakan kurangnya dukungan dan partisipasi

    yang disaat bersamaan genosida tetap berjalan di Rwanda. PBB kemudian

    memberikan otorisasi pada pasukan Perancis untuk melakukan operasi Torquise

    melalui resolusi PBB nomor 929 pada 22 Juni 1994. Hal tersebut sebagai respon

    atas penawaran Perancis agar dapat menerjunkan pasukan untuk menghadapi

    krisis kemanusiaan di Rwanda sampai UNAMIR II siap mengambil alih tugasnya

    kembali. Resolusi tersebut memberi Perancis legitimasi untuk melakukan

    intervensi bersenjata atas dasar alasan kemanusiaan.

    Intervensi kemanusiaan PBB seakan tidak memiliki taring dikala tidak ada

    negara-negara besar seperti AS, Inggris, dll yang mendukung dan berpartisipasidalam UNAMIR, keengganan dari pemerintah dan masyarakat Rwanda yang

    berasal dari suku Hutu yang melakukan pengusiran dan memberi perlawanan pada

    pasukan DK PBB membuat PBB tidak bisa melakukan apa-apa jika Rwanda

    menolak mandat yang diberikan.

    Konflik Rwanda mulai menemukan titik terang atas ditandatanganinya

    persetujuan damai dari seluruh kelompok politik di Burundi yang secara jelas

    menginginkan adanya perdamaian pada tahun 2000. Tahun 2003, terjadi gencatan

    senjata yang disetujui oleh pemerintah Buyoya dan kelompok pemberontak Hutu

    terbesar, yakni CNDD-FDD. PBB juga membetuk International Criminal

    Tribunal for Rwanda (ICTR) yang bertujuan mengadili orang-orang yang

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    13/16

    bertanggungjawab atas kasus genosida dan kejahatan kemanusiaan lain yang

    terjadi di Rwanda pada 1994.

    BAB V

    KESIMPULAN

    Dengan melihat konflik antar etnis yang terjadi di Rwanda pada tahun

    1994 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk kolonialisasi yang tidak

    terarah seperti yang dilakukan pada kasus ini hanya akan meninggalkan bekasluka di dalam hati dan kehidupan suku Hutu sehingga memicu timbulnya

    perpecahan.

    Sebagai sesama manusia kita memiliki banyak kekurangan dan juga

    kelebihan yang telah diberikan oleh Tuhan. Tidak ada manusia yang sempurna

    untuk itu klasifikasi, diversivikasi, dan stratifikasi terhadap suatu kelompok etnis,

    ataupun ras, adalah hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan di dalam kehidupan

    bersosial umat manusia. Hal tersebut hanya akan menjadikan api dalam sekam

    yang suatu saat akan meledak ke berbagai arah.

    Dalam konflik etnis di Rwanda, seharusnya dari awal Hutu dan Tutsi

    saling bekerjasama dalam mencapai kesejahteraan hidup. Walaupun Belgia datang

    untuk menjajah dan membuat kecemburuan sosial, dengan iming-iming

    membantu memajukan Rwanda, namun seharusnya mereka tetap saling bersama.

    Belgia sengaja mengadudomba keduanya agar terjadi perpecahan di Rwanda,

    sehingga Belgia dapat menguasai wilayahnya.

    Namun di saat genosida berlangsung, seharusnya kedua etnis ini berpikir,

    bahwa kejadian masa lampau tidak baik untuk diingat di masa mendatang, karena

    faktanya warga-warga tak berdosa pun ikut menjadi korban atas tindakan

    genosida tersebut. Seharusnya mereka malu terhadap dunia internasional, dansebaiknya mereka saling bergotong-royong untuk membangun perdamaian di

    antaranya agar keduanya saling sejahtera dan saling menguntungkan.

    Dilihat dari peran komunitas internasional dalam konflik Rwanda ini, PBB

    yang merupakan organisasi internasional yang berperan penting dalam menjaga

    keamanan dan perdamaian dunia, seharusnya lebih bertanggung jawab dan

    mampu menyelesaikan konflik ini. Namun PBB terlihat tidak sungguh-sungguh

    dan kurang tegas dalam membuat keputusan, terutama dalam pengiriman pasukan

    perdamaian PBB ke Rwanda.

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    14/16

    Seharusnya negara yang tergabung dalam PBB, khususnya anggota tetap

    Dewan Keamanan PBB, mampu bekerjasama dan mengesampingkan unsur

    kepentingan masing-masing dalam penyelesaian konflik di Rwanda ini. Namunfaktanya, pembantaian massal ini tidak mendapatkan perhatian dari Belgia,

    Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Padahal masalah ini merupakan

    pelanggaran HAM, seperti yang sering dikemukakan di forum internasional. Ini

    menunjukkan bahwa PBB hanya seperti wadah kepentingan negara-negara maju.

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    15/16

    DAFTAR PUSTAKA

    Admawi, Perlindungan Korban dalam Konflik Bersenjata Non-Internasional,jurnalIlmu Hukum kanun, vol XVIII No. 43, 2008, hlm 21

    Aryuni, Yuliantiningsih, agresi Israel Terhadap Palestina Perspektif Hukum Humaniter

    Internasional, jurnal Humaniter, vol 9: no. 2, hlm 4, 2009

    Aryuni Yuliantiningsih, perlindungan Terhadap Pengungsi Domstik Menurut HukumHumaniter dan Hak Asasi Manusia, jurnal dinamika hukum, vol 8 no 3, 2008,hlm 21

    GPH, Heryomataram, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter ,Surakarta: sebelas maretuniversty press, 1994, hlm 102, dalam Ria Wierma putri ,Hukum HumaniterInternasional

    Huala Adolf,Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2012

    ICRC,Hukum Humaniter Internasional, 2008

    Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung,Refika Aditama, 2006

    Masyur Efendi, Perkembangan Hukum Internasional Humaniter Dan Sikap

    Indonesia di Dalamnya, Surabaya, Airlangga University, 1986

    M. Gaussyah, Konflik Aceh dan Pembinaan Anggota Gerakan Aceh Merdeka yangMenyerahkan Diri Melalui Program Pembinaan, jurnal ilmu hukum kanun, VolXV no 42, 2003, hlm 202

    Ria Wierma Putri, Hukum Humaniter Internasional, Bandar Lampung, UniversitasLampung, 20011

    Sefriani, Ketaatan Masyarakat Internasional Terhadap Hukum Internasional dalamPerspektif Filsafat Hukum,jurnal hukum, vol 3 no 405, hlm 8, 2011

    Sri Setianingsih Suwardi, Serangan Israel Ke Libanon dikaitkan dengan Prinsip-prinsipHukum Humaniter,jurnal HI Jakarta, UI, VOL 4 No 1, hlm 11, 2006

    Suhaidi, Analisis Yuridis Tentang Perdagangan orang Indonesia,Jurnal Hukum Mizan,Vol I No 1, 2011, hlm 106

    Supardan Mansyur, Prinsip-Prinsip Kemanusiaan (Hukum Humaniter dan Ham) dalam

    Pelaksanaan Tugas Kepolisian, Jurnal Humaniter,vol 2 no 1, 2012 hlm 5

    Syahmin AK, Hukum Internasional Humaniter 2 Bagian Khusus, Bandung: ArmicoBandung

  • 7/28/2019 Feri Ferdianto

    16/16

    Teguh Sulista, Pengaturan Perang dan Konflik Bersenjata dalam Hukum HumaniterInternasional,Jurnal Hukum Internasional, vol 4 no 3, 2007, hlm 535