Upload
gilang-fardes-pratama
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/28/2019 Feri Ferdianto
1/16
TUGAS UTS
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
(Studi Kasus Mengenai Kejahatan Genosida di Rwanda)
Oleh:
Feri Ferdianto
1112O11137
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
7/28/2019 Feri Ferdianto
2/16
BAB I
KASUS POSISI
A. FaktaSometimes in April, sebuah film tentang pelanggaran HAM berat. Terjadi di
Rwanda tahun 1994. Tragedi kemanusiaan yang menewaskan sekitar 900.000
jiwa hanya dalam hitungan 100 hari. Sometimes in April diambil dengan sudut
pandang korban, a survivor. Lelaki tegap yang di awal muka tadi berdiri di depan
kelas. Seorang guru yang ternyata dulunya adalah tentara, yang menikahi
perempuan suku Tutsi. Suku dimusuhi oleh suku sebangsanya sendiri. Suku yang
dipanggil dengan sebutan "kecoak". Sebagai survivor, lelaki itu belum bisa
menyembuhkan trauma hebat yang dialaminya. Kehilangan anak dan istri menjadipukulan yang lebih kuat daripada tinjunya Mike Tyson, 10 tahun telah berlalu.
Lelaki itu bahkan sudah hidup bersama perempuan lain, juga korban. Hingga
sebuah surat membawanya ke sebuah kota, Arusakota dimana pengadilan HAM
ad hoc dilakukan terhadap para pelaku. Salah satunya, adik kandungnya sendiri.Adik kandungnya, seorang wartawan radio (Radio Television Libre des Mille
Collines/RTLM). Diduga dan memang dalam film itu diceritakan terlibat dalam
pembantaian tahun 1994 itu. Ironisnya, justru dengan cara kerja jurnalistiknya.
Penghasutan besar besaran agar suku Tutsi dihabisi dari tanah Rwanda.
Kebebasan pers yang kebablasan? Pers memang harus bebas. Walaupun jelas
tidak mungkin bebas nilai. Tapi apa penulis membenarkan penggunaan pers
sebagai media agitasi pembantaian massal tersebut?.
Agustin adalah salah seorang dari sekian ribu orang yang selamat dalam
film sometimes in april.Agustin juga adalah seorang Guru sekolah dasar di
Rwanda sekaligua pemeran utama dalam film sometimes in april.Ketika ia
memberika pelajaran,ia di bayangi dengan pertanyaan murudnya mengapa pada
bulan april selalu terjadi hujan, Agustin pun terdiam karena pertanyaan itu
mengingatkan dia tentang sebuah memori yang sangat besar yang tak akan dia
lupakan, karena apabila ia menjawab pertanyaan tersebut maka luka batin yang
selama ini dia rasakan akan semakin sakit sehinggah ia pun berkata pada gadis itu
jikalau pertanyaannya tidak bisadi jawabnya sekarang.
Pada tahun 1994,pada bulan awal April, Agustin sedang melatih calon
militer di Rwanda sebab sebenarnya agustin adalah seorang kapten di angkatan
darat Rwanda. Namun semuanya berubah setelah tanggal 6 april 1994 dimana
komandan militer Rwanda melakukan pemberontakan terhadap presiden Rwanda
dengan menembaki pesawat yang ditumpangi presiden ketika hendak
mendarat.sehinggah presiden Rwanda pun tewas.
7/28/2019 Feri Ferdianto
3/16
Setelah kejadian terbunuhnya Presiden Rwanda Juvenal Habyarimana,
malam itu terjadilah pembantaian besaran oleh suku dominan Hutu kepada suku
Tutsi, dalam sehari 8000 nyawa dari suku tutsi melayang dalam pembantaian itu.Agustin merupakan kaum dari suku dominan hutu namun isterinya berasal dari
suku Tutsi sehinggah ia menyadari bahwah nyawa isteri dan ketiga anaknya
berada dalam masalah, ketakutan selalu menyelimuti ia akan hal buruk yang akan
menimpa keluarganya. Akhirnya iapun meminta saudaranya marthin untuk
mengungsikan isteri dan anaknya ke hotel.karena disana merupan tempat yang
aman, target pembantaian suku hutu bukan hanya pada suku tutsi saja melainkan
juga pada suku hutu yang moderat , pembantaian kepada suku hutu moderat
dilakukan dengan mengumumkan nama mereka di stasiun radio. Hal itu
diberitakan oleh adik dari Agustin sendiri Marthin. Dan ia memberitahukan kalau
sebenarnya nama dari agustin sendiri juga tercantum dalam daftar suku hutu yang
akan dibantai namun ia telah mengeluarkan nama tersebut dari daftar yang akan dibantai dalam genosida itu.
Pada tahun 2008 Agustin menghadiri sidang mahkama internasional yang
mendakwakan adiknya Marthin sebagai salah satu pelaku kejahatan karena telahmenyiarkan dan membaca nama-nama korban genosida pada satsiun radionya.
Setelah bertemu dengan Marthin barulah Agustin mengetahui bahwa semua
keluarganya telah mati dan isterinya juga mati bunuh diri yang sebelumya telah di
perkosa oleh militer Rwanda. Dalam kurun waktu 100 hari dari 6 April hingga 16
Juli 2004, diperkirakan 800.000 hingga 1 juta suku Tutsi dan Hutu moderat
meninggal. Lebih dari 6 pria, wanita dan anak-anak dibunuh setiap menit setiap
jam dalam setiap hari. Antara 250.000 dan 500.000 wanita mengalami kekerasan
seksual.
Dari sumber yang dilihat dan yang dibaca penulis, mengenai genocide yang
terjadi pada kasus di Rwanda ini maka yang di sebut dengan kejahatan genocide
adalah atau dalam bahasa disebut sebagai genosida secara harfiah dapat diartikan
sebagai sebuah usaha pembantaian suatu kelompok etnis, yang dilakukan secara
sistematis, dan bertujuan untuk memusnahkan suatu kelompok etnis tertentu.
penulis pada awalnya memahami genosida hanya dalam tataran teoritis belaka,
pengertian secara harfiah. Berikut jenis jenis kejahatan genosida yang di dapat
penulis dari kasus ini yaitu :
1. Memperkosa dan membunuh dengan kejam atau tidak wajar.2. Membunuh wanita dan anak-anak dibunuh setiap menit setiap jam dalam
setiap hari.
3. Antara 250.000 dan 500.000 wanita mengalami kekerasan seksual.4. Pemusnahan kelompok etnis5. Tidak harus berarti pemusnahan segera suatu bangsa6. Ada unsur niat yang direncanakan7. Ditujukan untuk menghancurkan fondasi utama bangsa
7/28/2019 Feri Ferdianto
4/16
8. Cara : memecah belah institusi politik, social, budaya, bahasa, perasaankebangsaan, dll.
9. Pemusnahan terhadap keamanan pribadi, kemerdekaan, kesehatan,martabat, bahkan kehidupan individu suatu kelompok.
B. Pihak-Pihak Yang BersengketaBerdasarkan uraian di atas, pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa tersebut
adalah :
1. Komandan Militer Rwanda (suku hutu)2. Suku Tutsi3. Pemerintah Presiden Rwanda
7/28/2019 Feri Ferdianto
5/16
BAB II
MASALAH HUKUM DAN TINJAUAN TEORITIK
A. Masalah HukumDalam film ini ada banyak pelanggaran genosida yang terjadi, . Pada
kesempatan ini, penulis ingin menganalisis pelanggaran-pelangaran apa saja yang
dilakukan para pihak pemberontakan tersebut? Dan dimanakah pengaturan
pelanggaran genosida tersebut diatur?
B. Tinjauan Teoritika. Pengaturan Hukum
Kejahatan terhadap kemanusiaan, selain di Statuta Roma, juga dapat
ditemukan dalam sejumlah instrumen hukum internasional :
Pasal 6c Nuremberg Charter Pasal 5c Tokyo Charter Article 2 (1) ayat c Control Council Law No. 10 Pasal 5 (i) ofInternational Crimnal Tribunal for the Former Yugoslavia
(selanjutnya disebut ICTY)
Pasal 3 (i) Statuta International Criminal Tribunal for Rwanda(selanjutnya disebut ICTR) Pasal 2 ayat (i) Special Court for Sierra Leone (SCSL). Dalam
yurisprudensi putusan pengadilan internasional, khususnya praktek ICTY
disebutkan, Pasal 5(i) ICTY (tindakantindakan tidak manusiawi) adalah
suatu klausul sisa, yang berlaku pada tindakantindakan yang tidak
termasuk dalam subklausul manapun dalam Pasal 5 Statuta namun secara
memadai sama tingkat kejahatannya dengan kejahatankejahatan lainnya
yang telah disebutkan.1
1R. Herlambang Perdana Wiratraman, konsep dan Hukum Kejahatan Terhadap Kemanusiaan,
jurnal ilmu hukum yuridika, Vol 23 No 2, Tahun 2008, Hlm 8
7/28/2019 Feri Ferdianto
6/16
b. Mahkamah Pidana Internasional Dalam Kasus Rwanda 1994
Yurusdiksi Mahkamah
Sama sepertinya Mahkamah bekas Yugoslavia, Mahkamah Rwanda juga memiliki
yurisdiksi personal, territorial, temporal, dan criminal. Dibawah ini masing-
masing yurisdiksi Mahkamh itu akan dipaparkan secara singkat satu per satu.
Yurisdiksi personalnya adalah terhadap orang-orang yang bertanggungjawab atas
pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional. Hanya saja yurisdiksi
personalnya itu terbatas pada individu-individu, bukan terhadap pribadi-pribadi
hukum lain selain daripada individu, seperti Negara, organisasi internasional,
badan-bdadan atau pribadi-pribadi hukum public ataupun privat. Individu-
individu tersebut sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2, adalah individu-individu
yang merencanakan, memerintahkan, melakukan, memberikan bantuan atau turut
serta dalam perencanaan, persiapan, atau pelaksanaan kejahatan yang ditentukan
dalam pasl 2-4 Statuta.
Sedangkan yurisdiksi kriminalnya adalah berupa pelaanggaran serius atasw
hukum humaniter internasional yang meliputi genocide (pasal 2), crimes against
humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan) (pasal 3), violationsof Article 3
common to the Geneve Conventions and of Additional Protocol II (pelanggaran
atas pasal 3 (kembar) atas konvensi-konvensi jenewa 1949 dan protocol
Tambahan II) (pasal 4).
Yurisdiksi teritorialnya adalah seperti ditegaskan dalam pasam 7 yaitu, di wilayah
Rwanda yang meliputi permukaan daratan, ruang udara, termasuk sampai kewilayah Negara tetangga yang berkenaan dengan pelanggaran serius terhadap
hukum humaniter internasional yang dilakukan oleh warganegara Rwand
Yurisdiksi temporalnya sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 adalah terhadap
kejahatan yang terjadi antara periode 1 januari 1994 sampai dengan 31 Desember
1994
Disamping itu, sama seperti Mahkamah bekas Yugoslavia, Mahkamah Rwanda
pun mengenal yurisdiksi bersama (concurrent jurisdiction)
Struktur Organisasi Dan Pemeriksaan Perkara di Hadapan Mahkamah
Srutur organisasi Mahkamah Rwanda ini terdiri dari organ-organ sebagai berikut
(pasl 10) :a. Kamar-Kamar, yang terdiri dari tiga Kamar Pengadilan, dan satu Kamar
Banding;
b Jaksa Penuntut (prosecutor);
c.Kepaniteraan (a registry).
Para Hakim
Mengenai susunan hakimnya diatur dalam pasal 11. Menurutb pasal 11, Kamar-
Kamar tersebut terdiri dari empat belas orang hakim independen dan tidak bole
dua atau lebih yang berkewarganegaraan dari satu Negara. Masing-masing orang
hakim bertugas pada Kamar Pengadilan. Oleh karena jumlah Kamar Pengadilan
ada tiga, maka ada Sembilan orang hakim yang menjalankan tugasnya pada ketiga
7/28/2019 Feri Ferdianto
7/16
Kamar tersebut. Sedangkan lima orang hakim lainnya bertugas pada Kamar
Banding.
Dalam pasal 11 ayat 2 terdapat penegasan tentang anggota dari KamarBanding dalam Mahkamah bekas Yugoslavia juga akan berfungsi sebagai anggota
Kamar Banding dari kedua Mahkamah. Tampaknya hal ini didasrkan atas
pertimbangan praktis dan efiensi, supaya tidak perlu ditunjuk hakim baru untuk
Kamar Banding Rwanda
Mengenai hukum acara dan pembuktiannya diatur dalam pasal 14, bahwa
untuk mengatur acara persidangan, para hakim Rwanda akan mengadopsi
peraturan hukum acara dan pembuktian dari Mahkamah bekas Yugoslavia dengan
melakukan perubahan-perubahan yang dipandang perlu.
Jaksa Penuntut
Jaksa Penuntut (the prosecutor) dalam Mahkamah Rwanda ini sebagaimana diatur
dalam pasal 15 Statuta, memiliki tugas dan kewenangan yang sama denganPenuntut dalam Mahkamah Yugoslavia. Tegasnya, menurut pasal 1, jaksa
Penuntut bertangguingjawab dalam penyidikan dan penuntutan terhadap individu-
individu yang dituduh telah melakukan pelanggaran serius hukum humaniter
internasional yang terjadi diwilayah Rwanda terhadap warganegara Rwanda yang
bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut yang dilakukan di wilayah Negara-
negara tetangganya, antara tanggal 1 januari 1994 sampai 31 Desember 1994.
Menurut ayat 2, Jaksa Penuntut bertindak secara mandiri, sebagai organ yang
terpisah dari Mahkamah. Dia tidak akan mencari atau menerima perintah dari
suatu pemerintah ataupun dari sumber-sumber lainnya.
Dalam ayat 3 terdapat penegasan yang serupa sengan penegasan dalam
pasal 12 ayat 2, yakni, tentang Penuntutan dalam Mahkamah bekas Yugoslavia
juga menjadi penuntut dalam mahkamah Rwanda
Kepaniteraan
Kepaniteraan dikepalai oleh panitera yang bertugas dan berwenang serta
bertanggungjawab dalam masalah administrasi serta melayani administrasi
Rwanda. Tidak jauh berbeda denganm apa yang diatur dalam Statuta Mahkamah
bekas Yugoslavia.
7/28/2019 Feri Ferdianto
8/16
BAB III
TUNTUTAN PELANGGARAN HUKUM HUMANITER
Berdasarkan fakta yang telah dibeberkan pada bab-bab sebelumnya, serta
pengaturan hukum yang telah dipaparkan pada sub bab landasan teoritik,
pelanggaran-pelanggaran yang dapat dituntutkan terhadap kasus tersebut ialah:
1.konflik internal telah merebak ke banyak negara dan menimbulkan aksi-aksi kekerasan..
2.konflik internal telah menyengsarakan masyarakat yang menjadi korbanyang tidak berdaya akibat konflik, seperti pembunuhan, penyiksaan,
pemerkosaan, dan pengusiran. Konflik jelas akan membawa masyarakat
pada kesengsaraan karena terjadi ketidakadilan, apalagi jika yang terjadi
adalah konflik etnis yang menempatkan etnis tertentu sebagai penguasa
dari etnis yang lain dengan taruhannya adalah nyawa.
3.Intervensi Kemanusiaan melalui UNAMIR
7/28/2019 Feri Ferdianto
9/16
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN
Konflik Hutu-Tutsi sebagai Konflik Internal Rwanda
Konflik internal yang terjadi atas dasar konflik etnis di Rwanda antara
suku Hutu sebagai mayoritas dan suku Tutsi sebagai minoritas telah
memunculkan konflik berkepanjangan. Menurut Michel E. Brown berkaitan
dengan konflik internal, antara lain pertama, konflik internal telah merebak ke
banyak negara dan menimbulkan aksi-aksi kekerasan. Konflik Rwanda membawa
pengaruh bangsa lain seperti Uganda, Perancis, dan Belgia. Uganda sebagai
daerah perbatasan memiankan peran penting bagi keberlengsungan FPR yang
bermuara dari aliansi antara FPR dengan National Resistence Army di Ugandayang membawa Museveni ke tampuk kepresidenan. Uganda menyediakan
persenjataan, bahan makanan, bakah bakar dan secara sengaja membuka
perbatasan sebelah selatan negara sebagai pangkalan serangan militer dan tempat
pengungsian. Sebaliknya, Rwanda bekerjasama dengan Perancis dan Belgia dalam
menghadapi anacaman FPR dengan mengirimkan tentara, melakukan pelatihan
militer, dan menyediakan pasokan senjata2[7].
Kedua, konflik internal telah menyengsarakan masyarakat yang menjadi
korban yang tidak berdaya akibat konflik, seperti pembunuhan, penyiksaan,
pemerkosaan, dan pengusiran. Konflik jelas akan membawa masyarakat pada
kesengsaraan karena terjadi ketidakadilan, apalagi jika yang terjadi adalah konflik
etnis yang menempatkan etnis tertentu sebagai penguasa dari etnis yang lain
dengan taruhannya adalah nyawa. Pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) yang dilakukan tidak bisa ditawar lagi karena satu tujuan adalah
penghancuran etnis lain yakni Tutsi3[8].
Ketiga, konflik internal penting karena sering melibatkan negara-negara
tetangga sehingga bisa menimbulkan konflik perbatasan. Pengungsi yang
menyeberang ke negara tetangga atau pemberontakan yang mencari perlindungan
ke negara tetangga dapat menimbulkan permasalahan baru yang dapat memicu
konflik bersenjata antar negara yang bertetangga. Hal ini terjadi di Rwanda saatsuku Tutsi yang terdiskriminasi mengungsi ke Uganda secara besar-besaran.
Namun, Uganda yang saat itu sedang dalam pemerintahan diktator dibawah Idi
Armin maupun Milton Obote justru mendapat tekanan sehingga penderitaan dan
kesulitan yang terjadi membuat mereka sangat ingin kembali ke Rwanda.
Dibentuklah the Rwandan Patriotic Front (RPF) yang merupakan sebuah
2[7]http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/ , diakses pada 19 Mei 2012
3[8]Ibid,
http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/http://politik.kompasiana.com/2010/12/23/konflik-rwanda/7/28/2019 Feri Ferdianto
10/16
kelompok politik dan militer yang bertujuan untuk mengembalikan warga
Rwanda dari pengungsian dan membentuk pemerintahan nasional bersama-sama
dengan etnis Hutu.
Keempat, konflik internal penting karena sering mengundang perhatian
dan campur tangan dari negara-negara besar yang terancam kepentingannya dan
organisasi internasional. Campur tangan atas konflik Rwanda tidak serta merta
menurunkan bantuan dari negara besar seperti AS, Inggris, Perancis, dan Belgia
yang tidak memiliki kepentingan nasional atas Rwanda. Justru karena tidak
adanya dukungan dan partisipasi dari negara-negara besar membuka jalan bagi
PBB yang sudah mengiringi langkah perdamaian sejak digulirnya perjanjian
Arusha melalui UNAMIR.
Konflik Rwanda sebagai sebuah Genosida
Berdasarkan Statuta Roma dan Undang-Undang no.26 tahun 2000, ada beberapa
unsur yang dikategorikan sebagai kejahatan genosida :
a. Membunuh anggota kelompok
b. Mengakibatkan penderitaan fisik/mental berat
c. Sengaja menimbulkan kehancuran fisik secara keseluruhan maupun sebagian
d. Memaksa tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam
kelompok
e. Memindahkan anak-anak dari kelompok ke kelompok lain secara paksa
Konflik Rwanda memenuhi statuta Roma tentang pembunuhan
massal/genosida yang dilakukan oleh etnis mayoritas Hutu terhadap etnis
minoritas Tutsi tanpa ampun, brutal, dan membabi buta. Bahkan, suku Tutsi tidak
dianggap sebagai manusia, melainkan disamakan dengan kecoa yang harus
dibersihkan dari Rwanda. Penyerbuan militan Hutu dengan membunuh langsung
maupun melakukan pemerkosaan terhadap wanita-wanita Tutsi serta membantaianak-anak Tutsi agar kelak tidak ada generasi penerus dari suku Tutsi merupakan
pelanggaran HAM berat karena dilakukan dengan sadar dan sengaja untuk
melenyapkan keseluruhan etnis.
Sudah tidak dapat dipungkiri bahwa yang dilakukan oleh militan dan
militer dari masing-masing pihak telah menetapkan tujuan pemusnahan etnis dari
suku lawan terutama Tutsi yang dikhawatirkan akan merebut kembali kontrol
kekuasaan dan mengulangi diskriminasi seperti yang terjadi di masa lalu.
7/28/2019 Feri Ferdianto
11/16
Intervensi Kemanusiaan melalui UNAMIR
Dibutuhkannya intervensi kemanusiaan melalui organisasi internasional
seperti PBB jelas-jelas diperlukan dimana negara-negara besar seperti AS,
Inggris, perancis, dan Belgia tidak memberi dukungan dan partisipasi dalam
penciptaan kemanan dan perlindungan HAM di Rwanda. Ketidakmauan
penyelesaian konflik atau pembunuhan massal yang terjadi atas dorongan dari
pemerintah Rwanda dan keinginan masyarakatnya yang sebagian besar
merupakan etnis Hutu memenuhi ketentuan diijinkannya intervensi kemanusiaan
seperti yang diungkapkan oleh Grotius. Pemerintah Rwanda seakan tutup mata
atas legitimasi keberadaan peran pasukan perdamaian UNAMIR PBB di Rwanda
atas jalinan kerjasama pemerintah Rwanda dengan Perancis dan Belgia. Perancismemberi pelatihan militer terhadap militer Rwanda dan memasok senjata-senjata
pada militer, seperti halnya yang dilakukan oleh Belgia. Sebaliknya, RPF
mendapat bantuan dari Uganda atas bantuan RPF menggulingkan pemerintahan
Uganda sebelumnya.
United Nations Assistance Missions for Rwanda (UNAMIR) dibentuk atas
resolusi nomor 872 melalui sidang pada 5 Oktober 1993 sebagai pasukan khusus
yang membawa misi perdamaian PBB untuk menjaga perdamaian di Rwanda
selama enam bulan. Kelemahan dan kekurangan dari keberadaan UNAMIR
adalah tidak adanya izin dari para misonaris PBB untuk menggunakan senjata
ketika terjadi kerusuhan atau keadaan perang oleh kaum militan Hutu maupun
pemberontak Tutsi. Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB hanya menetapkan
kontribusi UNAMIR terhadap keamanan kota Kigali dalam area terbatas dengan
penetapan weapons secure area yang telah disepakati oleh kedua belah pihak
yang bertikai di dalam dan di sekitar kota Kigali. Pembatasan kinerja pasukan
dalam melakukan pengamanan Mandat PBB yang diberikan pada UNAMIR
antara lain :
a. Memonitor pengawasan gencatan senjata
b. Memonitor situasi keamanan selama periode akhir mandat pemerintahantransisi sampai diadakannya pemilu
c. Membantu pembersihan ranjau
d. Melakukan investigasi
e. Mencari kejadian-kejadian sejenis dan melaporkan ke Sekretaris Jenderal
PBB.
f. Memonitor proses pemulangan kembali pengungi Rwanda.
7/28/2019 Feri Ferdianto
12/16
g. Membantu koordinasi bantuan kemanusiaan.
Otoritas pasukan UNAMIR terbatasi oleh rules of engagement yangdiberlakukan termasuk diantaranya larangan penggunaan senjata dan UNAMIR
harus bekerjasama dengan militer Rwanda dalam operasi-operasi militernya
sehingga membuat Jenderal Dallaire mengirimkan sebuah rancangan yang
diantaranya secara khusus meminta persetujuan kantor pusat PBB pada 23
November 1993 untuk mengizinkan misi tersebut agar dapat mengambil tindakan
sebagai respon atas kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang terjadi. Namun,
permintaan tersebut tidak mendapat respon dari markas besar PBB.
Keterbatasan otoritas tersebut ditarik tanpa daya dari Rwanda dan
membuat DK PBB mengesahkan terbentuknya UNAMIR II pada 17 Mei 1994
dengan mandat diperluas atas beberapa pertimbangan dengan tambahan pasukanuntuk menghentikan genosida dan menjamin keamanan organisasi-organisasi
kemanusiaan yang sedang melakukan perannya di Rwanda. Dan yang terpenting
adalah menciptakan rasa aman bagi penduduk sipil Rwanda. Upaya DK PBB
tidak emndapat dukungan dari negara-negara besar dimana hanya negara-negara
Afrika yang menyatakan pemberian pasukan dalam misi UNAMIR II.
Ketersediaan negara-negara Afrika itupun dengan syarat bahwa seluruh biaya
akan ditanggung oleh PBB. Persyaratan tersebut membuat badan dunia tersebut
memikirkan kembali dikarenakan kondisi keuangan PBB juga sedang defisit
akibat operasi perdamaian sebelumnya dimana UNAMIR mengalami
ketidaksediaan suplai makanan pasukan dikarenakan kekurangan dana. UNAMIR
II mengalami kevakuman gerak dikarenakan kurangnya dukungan dan partisipasi
yang disaat bersamaan genosida tetap berjalan di Rwanda. PBB kemudian
memberikan otorisasi pada pasukan Perancis untuk melakukan operasi Torquise
melalui resolusi PBB nomor 929 pada 22 Juni 1994. Hal tersebut sebagai respon
atas penawaran Perancis agar dapat menerjunkan pasukan untuk menghadapi
krisis kemanusiaan di Rwanda sampai UNAMIR II siap mengambil alih tugasnya
kembali. Resolusi tersebut memberi Perancis legitimasi untuk melakukan
intervensi bersenjata atas dasar alasan kemanusiaan.
Intervensi kemanusiaan PBB seakan tidak memiliki taring dikala tidak ada
negara-negara besar seperti AS, Inggris, dll yang mendukung dan berpartisipasidalam UNAMIR, keengganan dari pemerintah dan masyarakat Rwanda yang
berasal dari suku Hutu yang melakukan pengusiran dan memberi perlawanan pada
pasukan DK PBB membuat PBB tidak bisa melakukan apa-apa jika Rwanda
menolak mandat yang diberikan.
Konflik Rwanda mulai menemukan titik terang atas ditandatanganinya
persetujuan damai dari seluruh kelompok politik di Burundi yang secara jelas
menginginkan adanya perdamaian pada tahun 2000. Tahun 2003, terjadi gencatan
senjata yang disetujui oleh pemerintah Buyoya dan kelompok pemberontak Hutu
terbesar, yakni CNDD-FDD. PBB juga membetuk International Criminal
Tribunal for Rwanda (ICTR) yang bertujuan mengadili orang-orang yang
7/28/2019 Feri Ferdianto
13/16
bertanggungjawab atas kasus genosida dan kejahatan kemanusiaan lain yang
terjadi di Rwanda pada 1994.
BAB V
KESIMPULAN
Dengan melihat konflik antar etnis yang terjadi di Rwanda pada tahun
1994 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk kolonialisasi yang tidak
terarah seperti yang dilakukan pada kasus ini hanya akan meninggalkan bekasluka di dalam hati dan kehidupan suku Hutu sehingga memicu timbulnya
perpecahan.
Sebagai sesama manusia kita memiliki banyak kekurangan dan juga
kelebihan yang telah diberikan oleh Tuhan. Tidak ada manusia yang sempurna
untuk itu klasifikasi, diversivikasi, dan stratifikasi terhadap suatu kelompok etnis,
ataupun ras, adalah hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan di dalam kehidupan
bersosial umat manusia. Hal tersebut hanya akan menjadikan api dalam sekam
yang suatu saat akan meledak ke berbagai arah.
Dalam konflik etnis di Rwanda, seharusnya dari awal Hutu dan Tutsi
saling bekerjasama dalam mencapai kesejahteraan hidup. Walaupun Belgia datang
untuk menjajah dan membuat kecemburuan sosial, dengan iming-iming
membantu memajukan Rwanda, namun seharusnya mereka tetap saling bersama.
Belgia sengaja mengadudomba keduanya agar terjadi perpecahan di Rwanda,
sehingga Belgia dapat menguasai wilayahnya.
Namun di saat genosida berlangsung, seharusnya kedua etnis ini berpikir,
bahwa kejadian masa lampau tidak baik untuk diingat di masa mendatang, karena
faktanya warga-warga tak berdosa pun ikut menjadi korban atas tindakan
genosida tersebut. Seharusnya mereka malu terhadap dunia internasional, dansebaiknya mereka saling bergotong-royong untuk membangun perdamaian di
antaranya agar keduanya saling sejahtera dan saling menguntungkan.
Dilihat dari peran komunitas internasional dalam konflik Rwanda ini, PBB
yang merupakan organisasi internasional yang berperan penting dalam menjaga
keamanan dan perdamaian dunia, seharusnya lebih bertanggung jawab dan
mampu menyelesaikan konflik ini. Namun PBB terlihat tidak sungguh-sungguh
dan kurang tegas dalam membuat keputusan, terutama dalam pengiriman pasukan
perdamaian PBB ke Rwanda.
7/28/2019 Feri Ferdianto
14/16
Seharusnya negara yang tergabung dalam PBB, khususnya anggota tetap
Dewan Keamanan PBB, mampu bekerjasama dan mengesampingkan unsur
kepentingan masing-masing dalam penyelesaian konflik di Rwanda ini. Namunfaktanya, pembantaian massal ini tidak mendapatkan perhatian dari Belgia,
Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Padahal masalah ini merupakan
pelanggaran HAM, seperti yang sering dikemukakan di forum internasional. Ini
menunjukkan bahwa PBB hanya seperti wadah kepentingan negara-negara maju.
7/28/2019 Feri Ferdianto
15/16
DAFTAR PUSTAKA
Admawi, Perlindungan Korban dalam Konflik Bersenjata Non-Internasional,jurnalIlmu Hukum kanun, vol XVIII No. 43, 2008, hlm 21
Aryuni, Yuliantiningsih, agresi Israel Terhadap Palestina Perspektif Hukum Humaniter
Internasional, jurnal Humaniter, vol 9: no. 2, hlm 4, 2009
Aryuni Yuliantiningsih, perlindungan Terhadap Pengungsi Domstik Menurut HukumHumaniter dan Hak Asasi Manusia, jurnal dinamika hukum, vol 8 no 3, 2008,hlm 21
GPH, Heryomataram, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter ,Surakarta: sebelas maretuniversty press, 1994, hlm 102, dalam Ria Wierma putri ,Hukum HumaniterInternasional
Huala Adolf,Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2012
ICRC,Hukum Humaniter Internasional, 2008
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung,Refika Aditama, 2006
Masyur Efendi, Perkembangan Hukum Internasional Humaniter Dan Sikap
Indonesia di Dalamnya, Surabaya, Airlangga University, 1986
M. Gaussyah, Konflik Aceh dan Pembinaan Anggota Gerakan Aceh Merdeka yangMenyerahkan Diri Melalui Program Pembinaan, jurnal ilmu hukum kanun, VolXV no 42, 2003, hlm 202
Ria Wierma Putri, Hukum Humaniter Internasional, Bandar Lampung, UniversitasLampung, 20011
Sefriani, Ketaatan Masyarakat Internasional Terhadap Hukum Internasional dalamPerspektif Filsafat Hukum,jurnal hukum, vol 3 no 405, hlm 8, 2011
Sri Setianingsih Suwardi, Serangan Israel Ke Libanon dikaitkan dengan Prinsip-prinsipHukum Humaniter,jurnal HI Jakarta, UI, VOL 4 No 1, hlm 11, 2006
Suhaidi, Analisis Yuridis Tentang Perdagangan orang Indonesia,Jurnal Hukum Mizan,Vol I No 1, 2011, hlm 106
Supardan Mansyur, Prinsip-Prinsip Kemanusiaan (Hukum Humaniter dan Ham) dalam
Pelaksanaan Tugas Kepolisian, Jurnal Humaniter,vol 2 no 1, 2012 hlm 5
Syahmin AK, Hukum Internasional Humaniter 2 Bagian Khusus, Bandung: ArmicoBandung
7/28/2019 Feri Ferdianto
16/16
Teguh Sulista, Pengaturan Perang dan Konflik Bersenjata dalam Hukum HumaniterInternasional,Jurnal Hukum Internasional, vol 4 no 3, 2007, hlm 535