Upload
truongthien
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang
dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Konsepsi
anak secara nasional didasarkan pada batasan usia anak menurut hukum pidana,
hukum perdata, hukum adat dan hukum islam. Secara internasional definisi anak
tertuang dalam konvensi perserikatan bangsa-bangsa mengenai hak anak atau
United Nation Convention on The Right of The Child’ Tahun 1989, aturan standar
minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai pelaksanaan peradilan anak atau
United Nation Standard Minimum Rules For the Administration of Juvenile
Justice (“The Beijing Rules”) Tahun 1989 dan Deklarasi Hak Asasi Manusia atau
Universal Declaration of Human Rights Tahun 1948.
Anak yang berhadapan dengan hukum dapat di definisikan anak yang di
sangka, yang dituduh, atau telah di akui sebagai telah melanggar Undang-Undang
Hukum Pidana (Pasal 40 ayat (1) Konvensi Hak Anak). Dalam perspektif
konvensi hak anak, anak yang berhadapan dengan hukum di kategorikan sebagai
anak dalam situasi khusus. UNICEF menyebut bahwa anak dalam kelompok ini
sebagai children in especially difficult circumstances (CEDC) karena kebutuhan-
kebutuhannya tidak terpenuhi, rentan mengalami tindak kekerasan, berada di luar
lingkungan keluarga (berada pada lingkup otoritas institusi Negara),
ii
membutuhkan proteksi berupa regulasi khusus dan membutuhkan perlindungan
dan keamanan diri.
Dalam rangka memberikan pemenuhan hak terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum, pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan
hukum terhadap anak-anak Indonesia dengan menerbitkan berbagai peraturan
perundangan yang merumuskan perlindungan terhadap anak-anak yang
berhadapan dengan hukum. Salah satu implementasinya adalah dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
yang memberlakukan proses pemeriksaan khusus bagi anak yang melakukan
tindak pidana yang penanganannya melibatkan beberapa lembaga Negara, yaitu
salah satunya adalah Kepolisian.. Pekerjaan kepolisian adalah pekerjaan
penegakkan hukum in optima forma. Polisi adalah hukum yang hidup. Melalui
polisi janji-janji dan tujuan-tujuan hukum untuk mengamankan serta melindungi
masyarakat menjadi kenyataan. Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13, terdapat tugas pokok
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : 1
a) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
b) Menegakkan hukum.
c) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
1 Indonesia,Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 13
iii
Tugas pokok tersebut adalah amanah, oleh karenanya polisi sebagai alat
negara yang menerima amanah oleh negara dituntut harus berlaku jujur, adil dan
bijaksana dalam menjalankan fungsinya sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1).
Bagaimanakah peran Kepolisian dalam menanggulangi kejahatan seksual yang di
lakukan oleh anak 2). Apakah kendala yang di hadapi Kepolisian untuk
menanggulangi kejahatan seksual yang di lakukan oleh anak. Tujuan Penelitian:
1). Untuk mengetahui dan menganalisis peran kepolisian Lombok Timur dalam
menanggulangi kejahatan seksual yang di lakukan oleh anak. 2). Untuk
mengetahui kendala-kendala yang di hadapi kepolisian untuk menanggulangi
kejahatan seksual yang di lakukan oleh anak. Manfaat Penelitian: 1). Manfaat
Akademik, yaitu untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai Derajat Strata
Satu (S1) program study Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Mataram. 2). Manfaat Teoritis yaitu, Hasil penelitian diharapkan juga mampu
untuk menambah referensi bagi Fakultas Hukum Universitas Mataram dan juga
menambah referensi bacaan bagi para pihak yang membutuhkan serta diharapkan
mampu memberikan masukan bagi pengembangan ilmu hukum lebih lanjut.. 3).
Manfaat Praktis, yaitu, Dengan penyusunan skripsi, di harapkan dapat
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penyusun dalam bidang hukum,
sebagai bekal untuk masuk kedalam instansi penegak hukum maupun untuk
praktisi hukum yang senantiasa memperjuangkan hukum di negeri ini agar dapat
iv
di tegakkan. Ruang lingkup penelitian ialah, Untuk mempermudah dan
mengarahkan fokus penelitian, maka diperlukan batasan-batasan ruang lingkup
yang jelas terhadap penelitian ini. Adapun ruang lingkup penelitian yakni dengan
melihat upaya yang dilakukan kepolisian dalam menanggulangi kejahatan seksual
oleh anak. Adapun Jenis penelitian yang digunakan ialah sesuai dengan judul dan
rumusan masalah dalam penyusunan skripsi ini menggunakan jenis penelitian
Hukum Empiris. Dengan metode pendekatan undang-undang, pendekatan
koseptual, pendekatan kasus dan pendekatan sosiologis. Sumber data diperoleh
dari lapangan dan kepustakaan. Jenis data yang digunakan ialah data primer, data
sekunder dan data tersier. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara dan Studi dokumen/kepustakaan. Data yang dikumpulkan, selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif,
II. PEMBAHASAN
v
Peran Kepolisian Dalam Menanggulangi Kejahatan Seksual Yang Dilakukan
Oleh Anak
Tugas dan Wewenang Polri dalam kasus kejahatan seksual oleh anak
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia Bab I ketentuan umum yaitu terdapat dalam Pasal 1 yang
berbunyi :
“ Anggota kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada kepolisian Negara Republik Indonesia” 2
Fungsi kepolisian seperti di atur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor
2 Tahun 2002 Tentang kepolisian adalah menjalankan salah satu fungsi
pemerintah Negara dalam tugas penegakan hukum selain perlindungan,
pengayoman dan pelayanan masyarakat. Hal tersebut dipertegaskan dalam
Pasal 14 Ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian, bahwa polisi berwenang melakukan penyidikan terhadap semua
tindak pidana. Hal demikian menyatakan bahwa polisi adalah penyidik dan
berwenang melakukan penyidikan tindak pidana yang sebelumnya didahului
oleh tindakan penyelidikan oleh penyidik.3
Substansi tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban umum
masyarakat bersumber dari kewajiban umum kepolisian untuk menjamin
2 Indonesia,Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 1
3 H. Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Surabaya; Laksbang Mediatama, 2007), hlm. 27
vi
keamanan umum. Substansi menegakkan hukum bersumber dari ketentuan
perundang-undangan yang memuat tugas tugas pokok polri kaitannya dengan
peradilan pidana, contoh KUHP, KUHAP dan berbagai undang-undang
tertentu lainnya. Selanjutya substansi tugas pokok Polri untuk memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat bersumber dari
kedudukan dan fungsi kepolisian sebagai bagian dari fungsi pemerintahan
Negara yang pada hakekatnya bersifat pelayanan publik (public service) yang
termasuk dalam kewajiban kepolisian. 4
Tugas penyelidikan dan penyidikan yang harus dilaksanakan oleh
penyelidik dan penyidik (Pejabat Polri atau menurut istilah KUHAP “Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia”) meliputi kegiatan:
1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana
2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
3. Mencari serta mengumpulkan bukti
4. Membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
5. Menentukan tersangka pelaku tindak pidana
Salah satu kasus yang terjadi di wilayah Kabupaten Lombok Timur
adalah kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak yang masih berumur
4 H. Pudi Rahardi, “Hukum Kepolisian” (Surabaya; Laksbang Mediatama, 2007)
hlm. 68
vii
16 Tahun yang masih duduk di bangku kelas 1 Aliyah, menurut Hasil
wawancara penulis dengan Kanit PPA polres Lombok Timur I Nyoman
Samba A,SH, pelaku sengaja mengajak korban untuk jalan-jalan ke sebuah
pantai, tanpa sepengetahuan wanita yang diajak, pelaku lalu memaksa korban
untuk melakukan hubungan dengannya di sebuah gubuk kecil yang tidak ada
penghuninya. Proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian ternyata
menemukan bahwa pelaku benar-benar telah melakukan kekerasan seksual
terhadap korban tersebut. Anak yang melakukan kejahatan seksual tersebut
selanjutnya di lakukan proses penyidikan, dengan cara yang berbeda dari
proses penyidikan orang dewasa, yaitu dalam proses penyidikan, anak yang
menjadi pelaku tersebut di damping oleh orang tuanya, dan penyidik
kepolisian tidak menggunakan seragam kepolisian. Dalam proses penyidikan
tersebut, anak yang menjadi pelaku ternyata tidak bisa d upayakan diversi di
karenakan penelitian yang dilakukan oleh Bapas ternyata tidak bisa
memberikan upaya diversi kepada anak tersebut, sehingga anak pelaku
tersebut di lanjutkan ke proses persidangan dan di jatuhkan hukuman 3 bulan
penjara oleh Pengadilan Negeri Selong.
Dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum, kepolisian
dalam melakukan penyidikan akan menunggu hasil dari penelitian
kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas). Balai
pemasyarakatan adalah unit pelaksana tekhnis permasyarakatan yang
viii
melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan,
pengawasan dan pendampingan.
Bagi penyidik, penelitian kemasyarakatan ini akan membantu pihak
kepolisian dalam menentukan langkah persuasif terhadap pelanggar hukum
anak atau setidaknya penelitian kemasyarakatan menjadi bahan pertimbangan
dalam penyidikan, bahwa hendaknya tidak hanya berorientasi pada aspek
hukum, tetapi harus memperhatikan pula aspek nonhukum yang sangat
penting kaitannya dengan perlindungan anak. 5
Sistem pemidanaan yang berlaku saat ini di Indonesia hanya bertumpu
pada sifat pemidanaannya saja, tanpa memperhatikan bagaimana dapat
merubah si anak tersebut menjadi lebih baik. Diberikannya sistem
pemidanaan yang bersifat edukatif, yaitu suatu sistem pemidanaan yang
tidak hanya menekankan dari segi pemidanaannya, namun lebih kepada
bagaimana caranya agar seorang anak itu bisa dirubah perilakunya menjadi
lebih baik dan tidak akan mengulangi tindakannya tersebut tanpa harus
diberikan sanksi badan atau penjara.
Seorang pelaku kejahatan yang dilakukan oleh anak akan lebih mudah
pengendaliannya dan perbaikannya daripada seorang pelaku kejahatan yang
dilakukan oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan karena taraf perkembangan
anak itu berlainan dengan sifat-sifatnya dan cirri-cirinya, pada usia bayi,
5 Rika Saraswati, “Hukum Perlindungan Anak di Indonesia”, cetakan ke1, 2009, (PT Citra Aditya Bakti) hlm. 121
ix
remaja dewasa dan usia lanjut akan berlainan psikis maupun jasmaninya.
Dengan dimasukkannya anak sebagai pelaku kejahatan ke Lembaga
Pemasyarakatan bukannya tidak menjamin bahwa si anak tersebut dapat
berubah, namun didalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut tidak ada
masukan yang lebih bagi perbaikan mental spiritual anak karena mereka
diasingkan bersama-sama dengan para pelaku tindak pidana lain, hal ini
mengakibatkan proses pemulihan perilaku si anak untuk menjadi lebih baik
sering kali terhambat yang disebabkan lingkungan dari dalam Lembaga
Pemasyarakatan itu sendiri yang kurang kondusif.
Upaya pemerintah untuk memberi perlindungan terhadap anak sudah
terlihat sejak tahun 1957, yaitu sejak adanya petemuan antara Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Mentri Kehakiman dan Mentri
Sosial, dalam petemuan ini melahirkan suatu kesepakatan yang berupa
adanya perlakuan khusus, baik sebelum dan selama pemeriksaan di siding
pengadilan maupun sesudah putusan pengadilan. Disepakati bahwa
pemeriksaan dilakukan dengan cara kekeluargaan, dan penahanan anak
dipisahkan dari orang dewasa.6
Perlindungan terhadap anak dalam penegakkan hukum pidana selain di
atur dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012, juga terlihat dalam Undang-
6 Angga Maulana Akbar “ Tinjauan Tentang Sistem Pemidanaan Menurut Undang-undang No.3 Tahun 1997 Tentang peradilan anak” (Skripsi UniversitasMataram) 2012, hlm. 33
x
undang No.39 Tahun 1999 Tentang HAM yang menentukan masalah anak-
anak yang berkonflik dengan hukum dalam Pasal 52-66, yaitu;7
1. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,
penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi.
2. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk
tindak pidana yang masih anak.
3. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan
hukum.
4. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh
dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilaksanakan sebagai upaya akhir.
5. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapat perlakuan
secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan
pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa,
kecuali demi kepentingan.
6. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan
hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya
hukum yang berlaku.
Pelaksanaan Peran Kepolisian Dalam Menanggulangi Kejahatan Seksual
Oleh Anak Di Kabupaten Lombok Timur
7Angga Maulana Akbar “ Tinjauan Tentang Sistem Pemidanaan Menurut Undang-undang No.3 Tahun 1997 Tentang peradilan anak” (Skripsi UniversitasMataram) 2012, hlm.35
xi
Kasus-kasus kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelaku kejahatan
membawa fenomena tersendiri. Mengingat anak adalah individu yang masih
labil emosinya dan belum menjadi subyek hukum, maka penanganan kasus
kejahatan dengan pelaku anak perlu mendapat perhatian khusus, dimulai dari
hukum acara pidana yang berlaku terhadap anak. Khususnya terhadap
kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak.
Perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sudah
semakin mendesak, dengan demikian semua pihak hendaknya duduk
bersama apa yang harus dilakukan dalam rangka menangani fenomena
tersebut guna menyelamatkan anak-anak sebagai generasi muda penerus
dalam pembangunan bangsa dan negara. Berdasarkan hasil wawancara
penulis dengan Kanit PPA Polres Lombok Timur I Nyoman Samba A.SH
pada tanggal 30 Agustus 2015 adalah jumlah anak yang bermasalah dengan
hukum sudah sangatlah banyak, khususnya di kabupaten Lombok Timur
yang selama Tahun 2014 sudah mencapai di atas 100 orang.8
Kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta kehidupan social
dan penghargaan terhadap pendapat anak yang berkonflik dengan hukum
merupakan permasalahan yang sangat kompleks, dan banyak factor yang
menyebabkan anak terlibat dalam konflik hukum.
8 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polres Lombok Timur,
xii
Pada dasarnya timbulnya kejahatan yang dilakukan oleh anak adalah
karena adanya ketidaksadaran dan tanggung jawab dalam pembinaan anak di
dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat serta peran pemerintah
dalam memperhatikan hak dan kesejahteraan anak, sebagai konsekuensinya
adalah telah menghasilkan suatu generasi yang kurang baik. Itulah sebabnya
mereka (anak di bawah umur) cenderung untuk melakukan apa yang mereka
kehendaki sebagai penyaluran hasrat dan keinginan mereka. Sebagai
akibatnya mereka cenderung melakukan sesuatu dengan kekerasan, paksaan,
dan melanggar batas kesopanan dan kesusilaan, sehingga mereka jatuh dan
terlibat dengan apa yang dikatakan dengan kenakalan dan kejahatan.
Anak yang melakukan kejahatan tidak hanya berasal dari kalangan
tidak mampu, namun terdapat juga fakta yang menunjukkan bahwa banyak
anak-anak dari kalangan menengah keatas yang juga kerap kali melakukan
kenakalan dan kejahatan, disini juga harus jelas bagaimana perbedaan antara
kenakalan anak dengan tindak pidana. Dapat terlihat dengan jelas bagaimana
perbedaan di antara keduanya. Tindak pidana kriminal adalah apa yang
secara formal telah secara tegas di tentukan oleh Undang-undang.
Strategi pencegahan kenakalan anak atau tindak pidana anak tidak
terlepas dari usaha penanggulangan secara umum yang harus tidak dilakukan
dengan pendekatan kebijakan. Maksudnya dalam usaha penanggulangan
kejahatan tidak saja dilakukan dengan penggunaan sanksi pidana (penal),
tetapi juga dipadukan dengan usaha lain yang bersifat non penal.
xiii
Dalam hal kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak ini, Polres
Lombok Timur telah melakukan upaya-upaya untuk mengurangi kejahatan
seksual yang dilakukan oleh anak. Adapun upaya-upaya yang dilakukan
adalah:9
1. Melakukan usaha pencegahan (preventif) dengan cara memberikan
sosialisasi kesekolah-sekolah dan masyarakat tentang dampak perilaku
anak yang melakukan kejahatan seksual, sesuai dengan Undang-undang
perlindungan anak dan Undang-undang sistem peradilan pidana anak.
2. Melakukan usaha penindakan (represif) yang meliputi kegiatan
penanggulangan secara langsung terhadap remaja yang telah terlibat
dalam kejahatan seksual.
3. Melakukan usaha pembinaan khusus (rehabilitasi) terhadap remaja yang
terlibat dalam tindak kejahatan seksual.
4. Memberikan pandangan hukum terhadap remaja dan orang tua tentang
akibat dari kejahatan seksual tersebut.
Hambatan yang disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal.
Kurangnya pengawasan dari orang tua juga menjadi salah satu kendala
kepolisian dalam melakukan upaya penanggulangan kejahatan seksual,
pelaksanaan upaya pencegahan tergantung dari peran orang tua dan sekolah
tempat mereka menuntut ilmu.
9 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polres Lombok Timur,
xiv
III. PENUTUP
Kesimpulan
Peran aparat Kepolisian dalam menanggulangi kejahatan seksual yang
dilakukan oleh anak di wilayah Kabupaten Lombok Timur adalah sebagai
berikut:
Melakukan usaha pencegahan (preventif) dengan cara memberikan
sosialisasi ke sekolah-sekolah dan masyarakat tentang dampak perilaku anak
yang melakukan kejahatan seksual, sesuai dengan Undang-undang perlindungan
anak dan Undang-undang sistem peradilan pidana anak, Melakukan usaha
penindakan (represif) yang meliputi kegiatan penanggulangan secara langsung
terhadap remaja yang telah terlibat dalam kejahatan seksual, Melakukan usaha
pembinaan khusus (rehabilitasi) terhadap remaja yang terlibat dalam tindak
kejahatan seksual, Memberikan pandangan hukum terhadap remaja dan orang tua
tentang akibat dari kejahatan seksual tersebut.
kendala-kendala yang dihadapi Polres Lombok Timur adalah: hambatan
yang disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal. Kurangnya
pengawasan dari orang tua juga menjadi salah satu kendala kepolisian dalam
melakukan upaya penanggulangan kejahatan seksual, pelaksanaan upaya
pencegahan tergantung dari peran orang tua dan sekolah tempat mereka
menuntut ilmu.
xv
Saran
Diharapkan kepada orang tua untuk lebih memperhatikan pergaulan anak,
baik dilingkungan tempat tinggal maupun lingkungan tempat anak bergaul.;
Di harapkan kepada pemerintah dan aparat Negara (kepolisian) untuk lebih
meningkatkan upaya pencegahan kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak
dengan cara sosialisasi kepada anak-anak dan masyarakat;
Diharapkan Penegak hukum (Kepolisian) seharusnya melakukan proses
penyelidikan terhadap kasus kejahatan seksual yang dulakukan oleh anak ini, dan
aparat penegak hukum harus lebih professional dalam menangani kasus ini,
dalam arti aparat penegak hukum tidak hanya menunggu laporan, namun
disamping itu harus segera dipikirkan langkah atau strategi khusus untuk
menangani kasus ini.
Cara lain untuk mencegah kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak
sangat di perlukan adanya himbauan-himbauan atau motivasi-motivasi baik yang
berupa pendidikan agama maupun penyuluhan hukum.