12
FIBRILASI ATRIUM Diagnosis dan Tatalaksana Zainuddin Khan SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular RSUD Tarakan, Jakarta Pendahulan Fibrilasi atrium merupakan gangguan irama jantung yang paling sering ditemukan dalam praktek klinis sehari-hari dengan angka kejadian 1 – 2 % pada populasi umum. 1 Prevalensinya meningkat sejalan dengan peningkatan usia; meningkat dari 0.7% pada usia 55 – 59 tahun menjadi 18% pada mereka yang berusia di atas 85 tahun. 2,3 Sebagai konsekuensinya beban kesehatan publik yang berhubungan dengan fibrilasi atrium meningkat berkaitan dengan tingginya angka kesakitan dan kematian akibat gangguan irama jantung ini. 4,5 Pengenalan faktor risiko, etiologi dan diagnosis fibrilasi atrium merupakan hal yang esensial untuk menentukan strategi tatalaksana. Manajemen pasien dengan fibrilasi atrium mencakup 4 tujuan utama yakni pengendalian laju, pengendalian irama, pencegahan tromboemboli, dan memperbaiki simptom. 2 Definisi dan diagnosis Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai gangguan irama jantung dengan karakteristik sebagai berikut : 1,2 1. Tampilan EKG yang menunjukkan interval RR yang secara absolut tidak teratur (absolutely irregular RR intervals) 2. Adanya tampilan gelombang P yang tidak jelas; sebagai gantinya tampak gelombang fibrillatory yang konsisten yang bervariasi dalam amplitude, bentuk dan waktu. 1

Fibrilasi Atrium, Mcvu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

inilah dia...

Citation preview

Page 1: Fibrilasi Atrium, Mcvu

FIBRILASI ATRIUM

Diagnosis dan Tatalaksana

Zainuddin Khan

SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular RSUD Tarakan, Jakarta

Pendahulan

Fibrilasi atrium merupakan gangguan irama jantung yang paling sering ditemukan dalam praktek klinis sehari-hari dengan angka kejadian 1 – 2 % pada populasi umum.1 Prevalensinya meningkat sejalan dengan peningkatan usia; meningkat dari 0.7% pada usia 55 – 59 tahun menjadi 18% pada mereka yang berusia di atas 85 tahun. 2,3 Sebagai konsekuensinya beban kesehatan publik yang berhubungan dengan fibrilasi atrium meningkat berkaitan dengan tingginya angka kesakitan dan kematian akibat gangguan irama jantung ini.4,5

Pengenalan faktor risiko, etiologi dan diagnosis fibrilasi atrium merupakan hal yang esensial untuk menentukan strategi tatalaksana. Manajemen pasien dengan fibrilasi atrium mencakup 4 tujuan utama yakni pengendalian laju, pengendalian irama, pencegahan tromboemboli, dan memperbaiki simptom.2

Definisi dan diagnosis

Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai gangguan irama jantung dengan karakteristik sebagai berikut : 1,2

1. Tampilan EKG yang menunjukkan interval RR yang secara absolut tidak teratur (absolutely irregular RR intervals)

2. Adanya tampilan gelombang P yang tidak jelas; sebagai gantinya tampak gelombang fibrillatory yang konsisten yang bervariasi dalam amplitude, bentuk dan waktu.

3. Respons ventrikel yang ireguler dan umumnya cepat pada konduksi atrioventrikuler yang baik.

1

Page 2: Fibrilasi Atrium, Mcvu

Gambar 1. Sistem konduksi normal dan konduksi pada fibrilasi atrium

Etiologi dan Faktor risiko

Etilogi fibrilasi atrium mencakup penyakit-penyakit kardiak dan non kardiak. Penyakit kardiak antara lain : penyakit jantung katup (valvular heart disease), hipertensi, penyakit jantung koroner (coronary artery disease), gagal jantung, kardiomiopati, infark miokard akut, gangguan konduksi (conduction disorders),atrial septal defect , dan paska operasi jantung. Adapun penyakit non kardiak yang dapat menyebabkan terjadinya fibrilasi atrium adalah : penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), emboli paru, pneumonia, hipertiroidism, diabetes mellitus, penyalahgunaan alcohol (alcohol abuse), stimulasi vagal, dan kelainan elektrolit.6,7

Sekitar 75% fibrilasi atrium terjadi pada penderita dengan hipertensi sistemik, gagal jantung, atau penyakit jantung koroner.8 Sementara itu Framingham Heart Study menunjukkan bahwa hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri menjadi prediktor utama terjadinya fibrilasi atrium.9 Ada 35% penderita gagal jantung kongestif yang menderita fibrilasi atrium, sementara 11 – 40% fibrilasi atrium terjadi sebagai komplikasi paska operasi bedah pintas arteri koroner dan 50% terjadi pada pasien paska operasi bedah katup.10,11,12 Penderita fibrilasi atrium tanpa penyebab kardiovaskular, pulmoner maupun penyakit sistemik lainnya dilabel sebagai “lone atrial fibrillation” (lone AF). 13

Patogenesis

Mekanisme terjadinya fibrilasi atrium belum dapat dijelaskan secara lengkap karena lebih bersifat multifaktoral. Teori yang paling popular yang berkembang saat ini menyatakan bahwa fibrilasi atrium dicetuskan oleh aktivitas listrik spontan yang berasal dari vena pulmonalis (90%),

2

Page 3: Fibrilasi Atrium, Mcvu

vena cava superior (4%), ligament of Marshall , vena cava inferior dan sinus koronarius yang dipertahankan oleh substrat yang dapat mempertahankan kesinambungan aritmia. Dari berbagai observasi dinyatakan bahwa dilatasi atrium, jaringan parut, jaringan fibrous, dan electrical remodeling dari miokard akan menghasilkan suatu substrat untuk terjadinya fibrilasi atrium. Stimulasi simpatis dan vagal juga dapat berperan dalam inisiasi dan mempertahankan terjadinya suatu fibrilasi atrium. 14,15

Gambar 2. Patogenesis terjadinya fibrilasi atrium

Klasifikasi fibrilasi atrium

Fibrilasi atrium dapat diklasifikasi menjadi : 1

1. Onset baru atau diagnosis pertama (new onset or first diagnosed) : Diagnosis pertama kali (insiden dan durasi tidak diketahui).

2. Paroksismal : Terminasi terjadi < 7 hari; biasanya terminasi dapat terjadi dalam 48 jam pertama.

3. Persisten : Bertahan > 7 hari atau terminasinya memerlukan kardioversi baik secara farmakologis maupun direct current cardioversion (DCC)

4. Long-standing persistent : terminasi > 1 tahun dan diputuskan untuk menggunakan strategi kendali irama (rhytm control strategy)

5. Permanen : keberadaan fibrilasi atrium telah diterima oleh dokter maupun penderita oleh karena kardioversi gagal dan mengembalikan ke irama sinus dianggap tidak mungkin.

3

Page 4: Fibrilasi Atrium, Mcvu

Dampak dan presentasi klinis fibrilasi atrium

Penderita dengan fibrilasi atrium tampil dengan presentasi palpitasi, fatigue, keliyengan (dizziness) , presyncope, dispnoe, dan sesekali dengan nyeri dada, dan sinkop. Keluhan penderita fibrilasi atrium bergantung pada pola munculnya fibrilasi atrium, durasi episode fibrilasi atrium, respons laju ventrikel dan severitas penyakit jantung yang mendasarinya. Pemeriksaan fisik akan menunjukkan adanya denyut jantung yang tidak teratur, pulsus defisit, dan intensitas yang bervariasi pada suaru jantung pertama. 14

Konsekuensi klinis dari suatu fibrilasi atrium antara lain :15

1. Laju ventrikel yang cepat yang menyebabkan disfungsi ventrikel yang progresif dan terjadinya kardiomiopati (rate related cardiomyopathy)

2. Berkurangnya aliran atrium yang berakibat menurunnya curah jantung (cardiac output) 3. Depolarisasi ventrikel yang ireguler yang menyebabkan menurunnya curah jantung4. Laju yang tidak sesuai (inappropriate rate) pada saat latihan5. Aktivasi platelet dan system koagulasi yang dapat mengakibatkan komplikasi

tromboemboli

Tatalaksana

Tujuan pengobatan fibrilasi atrium adalah : pengendalian irama, pengendalian laju, mengurangi gejala dan menurunkan risiko stroke. 5,16 Dari berbagai guidelines fibrilasi atrium yang ada saat ini, didapati ada beberapa kesepakatan dalam beberapa hal. Pasien yang datang dengan takikardia pada fibrilasi atrium dengan gejala akut (hipotensi, sinkop, nyeri dada, sesak nafas, gagal jantung, atau gejala neurologis) memerlukan pengendalian laju yang cepat seperti kardioversi darurat di rumah sakit. Bagi pasien dengan hemodinamik yang stabil, dengan sedikit keluhan atau dengan keluhan yang dapat ditolerir, pengelolaan awal adalah memperlambat denyut jantung pada kisaran normal dan menyediakan perawatan yang memadai untuk mencegah emboli. Penatalaksanaan selanjutnya akan difokuskan pada tingkat pengendalian laju atau irama. Selain itu optimalisasi tatalaksana factor risiko terutama hipertensi, dan menghindari hipokalemia ketika menggunakan diuretikadapat memberikan kontribusi untuk mengurangi berulangya fibrilasi atrium. 1

Pengendalian laju secara farmakologis pada fibrilasi atrium

Tujuan pengendalian laju pada keadaan fibrilasi atrium adalah untuk mencapai denyut jantung 60 – 80 kali permenit pada saat istrahat dan 90 – 110 kali saat latihan bergradasi sedang. Kendali laju hanya diindikasikan pada penderita yang asimptomatik atau penderita dengan symptom yang sangat ringan tanpa adanya bukti perburukan gagal jantung atau fraksi ejeksi.14,15

4

Page 5: Fibrilasi Atrium, Mcvu

Tabel 1. Daftar obat antiaritmia yang digunakan untuk pengendalian laju17

Obat Dosis Penggunaan pada gagal jantungPenyekat Beta Inotropik negatif. Hindari pada gagal Atenolol 25 – 100 mg perhari jantung akut. Dianjurkan pada gagal jantung dengan sistolik stabilBisoprolol 2.5 – 10 mg perhari Metoprolol i.v 2.5 – 5 mg (sampai 3 x) atau Peroral 25 – 200 mg per 12 jam

Penyekat channel kalsiumDiltiazem i.v 0.25 mg/ kgBB atau po 120 – 360 mg Inotropik negatif. Hindari pada gagal Dibagi 2 – 3 kali perhari jantung Verapamil 120 – 360 mg dibagi 2 – 3 kali/hari

Digoxin i.v 0.25 mg dapat diulangi Inotropik positif. Memperbaiki Setiap2 jam sampai 1 – 1.5 mg, simptom gagal jantung atau p.o 0.125 – 0.5 mg perhari

Pengendalian laju secara non farmakologis

Pengendalian laju secara non farmakologis dapat dilakukan dengan ablasi nodus AV yang disertai pemasangan alat pacu jantung permanen. Penatalaksanaan ini bersifat paliatif untuk mengontrol laju ventrikel pada pasien fibrilasi atrium yang refrakter terhadap pengobatan farmakologis. Keterbatasan utama tekhnik ini adalah ketergantungan seumur hidup pada alat pacu jantung permanen. 18

Restorasi Irama dan pemeliharaan irama sinus

Restorasi irama sinus merupakan suatu strategi kendali irama pada penderita dengan : 15

1. Fibrilasi atrium yang didiagnosis pertama kali (newly diagnosed AF) 2. Fibrilasi atrium yang simptomatik3. Lone atrial fibrillation , khususnya pada pasien muda4. Fibrilasi atrium sekunder yang penyebabnya dapat dikoreksi

Strategi kendali irama dapat dilakukan secara farmakologis (obat-obatan) dan non farmakologis.

Pengendalian irama dengan kardioversi elekrik dapat dilakukan secara elektif 3 minggu paska pemberian obat antikoagulan , atau pada kasus-kasus emergensi dengan hemodinamik yang tidak stabil.14

5

Page 6: Fibrilasi Atrium, Mcvu

Tabel 2 Regimen konversi farmakologis

Obat Route Dosis Angka keberhasilan (%)Quinidine po 200 – 300 mg tid sampai 1.5 g/ hr 48 – 86Procainamid iv 1 g selama 20 – 30 menit 48 – 65Propafenone po 600 mg 55 – 87 iv 2 mg/kg selama 10 menit 40 – 90Flecainide po 300 mg 90 iv 2 mg/ kg selama 10 menit 65 – 90Amiodarone iv 1.2 g selama 24 jam 45 – 85Sotalol po 80 – 160 mg, kemudian 160 – 360 mg 52Dofetilide po 125 – 500 µg bid (lihat Cct) 30Ibutilide iv 1 mg selama 10 menit, diulangi 31 dalam 10 menit kalau diperlukan

Akhir-akhir ini ablasi kateter untuk pasien dengan fibrilasi atrium telah digunakan secara luas. Menurut guideline yang ada pada saat ini, ablasi dapat dilakukan untuk mencegah terulangnya fibrilasi atrium dengan simptom yang berat.1

Pencegahan Stroke

Fibrilasi atrium berhubungan dengan peningkatan risiko tromboemboli dan stroke. Fibrilasi atrium merupakan salah satu penyebab yang paling sering pada usia lanjut dan penyebab utama stroke kardiogenik. Stroke yang dicetuskan fibrilasi atrium dikarenakan oleh emboli kardiak yang terbentuk dari thrombus di area yang mengalami fibrilasi.15

Terapi antitrombotik untuk mencegah tromboemboli direkomendasikan untuk semua pasien dengan fibrilasi atrium terlepas dari apakah strategi pengendalian laju atau pengendalian irama yang dipilih, kecuali pada pasien dengan lone AF atau memiliki kontraindikasi dengan warfarin.2,15 Antikoagulan warfarin (target INR 2.5, range 2.0 – 3.0 pada fibrilasi atrium) direkomendasikan pada semua penderita > 75 tahun yang memenuhi syarat mendapatkan antikoagulan, sama halnya pada penderita < 75 tahun dengan faktor risiko tromboembolik berikut : 15

1. Riwayat transient ischemic attack, emboli sistemik atau stroke sebelumnya2. Hipertensi3. Fungsi ventrikel yang menurun4. Penyakit katup jantung mitral5. Katup prostetik

Penderita yang berusia antara 65 – 75 tahun tanpa faktor risiko dapat diberikan aspirin atau warfarin, sementara aspirin direkomendasi pada penderita < 65 tahun tanpa faktor risiko. 15

6

Page 7: Fibrilasi Atrium, Mcvu

Kesimpulan

Fibrilasi atrium merupakan aritmia yang paling sering ditemukan dengan presentasi klinik yang sangat bervariasi sehingga menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas yang cukup bermakna, termasuk kwalitas hidup yang terganggu, munculnya berbagai komplikasi seperti gagal jantung,emboli sistemik, dan stroke. Prioritas utama dalam tatalaksana fibrilasi atrium adalah pengendalian detak jantung dan terapi antitrombotik yang memadai untuk mencegah komplikasi emboli. Jika obat antiaritmia gagal mempertahankan irama sinus, ablasi kateter perkutan merupakan alternatif untuk mengendalikan irama.

Kepustakaan

1. ESC Guidelines for the management of atrial fibrillation. Eur Heart J. 2010;31:2369-2429

2. Hanafy DA. Cara pemilihan strategi kendali laju dan irama. J Kardiol Indones. 2010;31:187-95

3. Heeringa J, Van der Kuip DA, Hofman A, Kors JA, van Harpen G, Stricker BH, et al. Prevalence, incidence and lifetime risk of atrial fibrillation: the Roterdam study. Eur Heart J. 2006;27:949-53

4. Knight BP, Sorrentino M, Delaughter MC, Shah DP. Practical Rate and Rhytm Management of Atrial Fibrillation. Pocket Guide Heart Rhtym Society 2010.

5. Lafuente-Lafuente C, Mouly S, Longas-Tejero MA, Bergmann JF. Antiarrhytmics for maintaining sinus rhytm after cardioversion of atrial fibrillation. Cochrane Database Syst Rev. 2007;(4):CD005049

6. Sweesy M, Harrisson N. Atrial fibrillation.. In: Swessy MW, Holland JL, Smith KW, editors. Basic clinical electrophysiology.2006.p.45-65

7. Lloyd-Jones DM, Thomas JW, Eric PL, Martin GL, Daniel L, Ramachandran SV, et al. Lifetime risk for development of atrial fibrillation: The Framingham Heart Study. Circulation. 2004;110:1042-46

8. Gersh BJ. Epidemiology of atrial fibrillation and atrial flutter. In DiMarco JP, Prystowsky EN (eds) : Atrial arrhythmias: State of the art. Armonk NY: Futura publishing Co;1996:1-22

9. Kannel WB, Abbot Rd, Savage DD. Epidemiology features of chronic AF: the Framingham Study. NEJM 1982;306:1018-12

10. Middlekauf HR, Stevenson WG. AF in advanced heart failure. Cardiology 1991;9:59-6811. Leitch JW, Thompson D, Baird DK. The importance of of age as a predictor of atrial

fibrillation and atrial flutter after coronary artery bypass grafting. J Thorac Cardiovasc Surg. 1990;100:338-342

7

Page 8: Fibrilasi Atrium, Mcvu

12. Creswell LL, Schurssler RB, Rosenbloom M. Hazards of postoperative AF. Ann Thorac Surg. 1993;56:539-549

13. Van Gelder IC, Crijns HJ, Van Gilst WH, Verwer R, Lie KI. Prediction of uneventful cardioversion and maintenance of sinus rhytm from direct current electrical cardioversion of chronic atrial fibrillation and flutter. Am J Cardiol. 1991;68:41-46

14. Rong B, Patel D, Biase LD, Schweikert R,Saliba W. Atrial fibrillation. In Natale A, ed: Cardiac Handbook of Electrophysiology. Informa UK; 2007:p101-110

15. Jung W, Herwig S, Newman D. Impact of AF on quality of life: A prospective multicenter study. JACC 1999;32:104

16. Singh BN, Singh SN, Reda DJ, Tang XC, Lopez B, Harris CL, et al. Sotalol Amiodaron Atrial Fibrillation Efficacy Trial (SAFE-T) Investigators. Amiodaron versus Sotalol for atrial fibrillation. NEJM 2005;352:1861

17. Laufante-Laufante C, Mahe I,Extramiana F. Management of atrial fibrillation. BMJ. 2010;340:40-45

18. Wood MA, Brown-Mahoney C, Kay GN, Ellenbogen KA. Clinical outcomes after ablation and pacing therapy for atrial fibrillation: a meta analysis. Circulation. 2000;101:1138-44

8