Upload
praktikumhasillaut
View
23
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Praktikum Bab Fikosianin bertujuan untuk mengetahui proses isolasi fikosianin dari mikroalga Spirulina platensis dan mengetahui proses pembuatan pewarna bubuk fikosianin.
Citation preview
FIKOSIANIN
PEWARNA ALAMI DARI “BLUE
GREEN MICROALGAE” SPIRULINA
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Yusefta Clarencia Rizky Andhika
NIM : 13.70.0095
Kelompok A3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1
1. MATERI DAN METODE
1.1. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina, akuades,
dan dekstrin. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik,
erlenmeyer, gelas ukur, pipet volume, pompa pilleus, stirrer, hotplate, sentrufuge,
spektrofotometer, mangkok, pengaduk, plate wadah adonan, oven, plastik bening, dan
alat penumbuk.
1.2. Metode
1
Biomassa Spirulina sebanyak 8 gram dimasukkan dalam erlenmeyer.
Dilarutkan dalam aqua destilata dengan perbandingan biomassa : pelarut = 1 : 10.
2
Larutan diaduk dengan stirrer di atas hotolate selama ± 2 jam.
Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit hingga didapat endapan dan supernatan.
Supernatan diambil, sedangkan endapannya dibuang.
3
Supernatan diambil sebanyak 10 ml lalu diencerkan hingga diperoleh pengenceran 10-2.
Dicampur merata dan dituang ke wadah lalu diratakan.
Sisa supernatan diambil sebanyak 8 ml lalu ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan : dekstrin = 1 : 1.
Supernatan yang telah diencerkan pada pengenceran 10-2 diukur kadar fikosianin menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.
4
Dioven pada suhu 50°C hingga memiliki kadar air ± 7%.
Dihasilkan adonan kering yang gempal
Adonan kering dihancurkan dengan penumbuk hingga halus.
Dihasilkan pewarna fikosianin berbentuk powder.
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan terhadap nilai OD, konsentrasi fikosianin, yield, dan warna fikosianin dapat dilihat pada tabel 1.
KelBerat Jumlah Aquades Total Filtrat
OD615 OD652KF
(mg/ml)Yield(mg/g)
WarnaBiomassa Kering (g)
yang Ditambahkan (ml)
yang Diperoleh (ml)
Sebelum dioven
Setelah dioven
A1 8 80 58 0,0544 0,0225 0,819 5,938 ++ ++A2 8 80 58 0,0569 0,0223 0,868 6,293 ++ ++A3 8 80 58 0,0568 0,0227 0,862 6,250 ++ ++A4 8 80 58 0,0569 0,0226 0,865 6,271 ++ +A5 8 80 58 0,0574 0,0226 0,874 6,337 ++ ++
Tabel 1. Pengukuran nilai OD, Konsentrasi Fikosianin, Yield, dan Warna Fikosianin
Keterangan:+ : Biru Muda++ : Biru+++ : Biru Tua
Berdasarkan tabel 1, diketahui nilai OD hasil pengukuran spektrofotometri dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm, konsentrasi
dan yield fikosianin, serta uji sensori warna fikosianin. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada penggunaan berat biomassa dan
volume aquades yang sama, masing-masing kelompok memperoleh pengukuran nilai OD yang berbeda, sehingga konsentrasi fikosianin
(KF) dan yield yang dihasilkan juga berbeda. Kelompok A5 mendapatkan konsentrasi fikosianin dan yield tertinggi, yaitu berturut-turut
0,874 mg/ml dan 6,337 mg/g. Sedangkan kelompok A1 menghasilkan konsentrasi fikosianin dan yield terendah, yaitu berturut-turut 0,819
mg/ml dan 5,938 mg/g. Pada parameter warna, secara keseluruhan warna fikosianin antara sebelum dioven dengan setelah dioven tidak
5
6
mengalami perubahan warna yang signifikan, yaitu sebelum dan setelah dioven fikosianin tetap berwarna biru. Sedangkan pada kelompok
A4 terjadi perubahan warna pada fikosianin yang dihasilkan, dimana ketika sebelum dioven fikosianin berwarna biru kemudian berubah
menjadi biru muda setelah dioven.
3. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan proses ekstraksi pigmen fikosianin dari blue green
microalga, yaitu Spirulina platensis. Menurut Seo et al. (2013), blue green algae
merupakan microalgae yang paling banyak ditemukan di laut dan dan air tawar.
Microalgae ini menggunakan energi dari sinar matahari, karbondioksida (CO2), dan
mineral yang berada dalam air untuk tumbuh dan melakukan proses fotosintesis, dimana
produk yang dihasilkan dari proses fotosintesis tersebut digunakan sebagai sumber
nutrisi bagi makhluk hidup lain yang hidup dalam air. Borowitzka (1997)
menambahkan bahwa microalgae merupakan tumbuhan air yang berukuran sangat kecil
(renik) dan sangat mudah dikembangbiakkan karena memiliki tingkat produktivitas
yang tinggi dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan habitatnya. Blue green
microalgae mengandung pigmen alami yang dapat diekstrak dan dimanfaatkan untuk
memproduksi produk pangan dan produk kosmetik.
Spirulina platensis merupakan salah satu jenis blue green microalga yang
paling sering dimanfaatkan sebagai sumber pewarna alami dalam makanan karena
mengandung pigmen fikosianin yang berwarna biru. Menurut Richmond (1988),
Spirulina atau Arthrospira termasuk dalam golongan organisme bersel banyak
(multiseluler) dan memiliki tubuh berupa filamen tipis atau benang halus berbentuk
silinder, berwarna biru hijau, dan tidak bercabang. Warna hijau pada Spirulina berasal
berasal dari pigmen klorofil, sedangkan warna biru berasal dari pigmen fikosianin yang
terkandung dalam struktur selnya (Sivasankari et al., 2014). Mikroalga ini berukuran
sangat kecil yaitu sebesar 3,5-10 mikron dan memiliki filamen berbentuk spiral dengan
ukuran diameter sebesar 20-100 mikron (Desmorieux, 2006). Spirulina platensis
memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan spesies
microalgae lain serta paling mudah dicerna dan diserap dalam tubuh
manusia karena dinding selnya tidak mengandung selulosa (Seo et
al., 2013). Hal ini didukung oleh pendapat Tietze (2004) yang menyatakan
bahwa Spirulina memiliki membran sel yang sangat tipis dan halus sehingga mudah
untuk dicerna. Karakteristik ini menyebabkan pemanfaat Spirulina tidak memerlukan
7
8
proses pengolahan khusus yang lebih rumit (Richmond 1988). Klasifikasi taksonomi
Spirulina platensis adalah sebagai berikut.
Kingdom : Protista
Filum : Cyanobacteria
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina platensis Gambar 1. Spirulina platensis
(Pamungkas, 2005) Sumber: www.enfo.agt.bme.hu
Spirulina platensis memiliki kandungan asam nukleat yang rendah, serta
mengandung protein 70%, karbohidrat 15-20%, lemak 6-9%, serta
kaya akan vitamin, mineral, serat, dan pigmen (Seo et al., 2013).
Tietze (2004) mengatakan secara alami Spirulina mengandung sembilan vitamin yang
penting dari empat belas mineral yang terikat dengan asam amino. Komponen inilah
yang menyebabkan proses asimilasi pada tubuh menjadi lebih cepat. Sharma et al.
(2014) menambahkan bahwa Spirulina platensis dapat dimanfaatkan untuk
memproduksi bahan pangan yang bergizi, sebagai pupuk alami, dan aplikasi dalam
bidang bioteknologi karena memiliki banyak kandungan gizi, seperti protein, lemak,
karbohidrat, mineral, vitamin, dan asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated). Selain itu
Spirulina platensis juga dapat berperan sebagai senyawa anti kanker, meningkatkan
sistem imun, sumber sterol sebagai senyawa antimiktobial, mengandung polisakarida
polisulfat sebagai senyawa antivirus, mengandung fikobiliprotein sebagai antioksidan,
mengandung asam amino mikosporin dan skitonemin sebagai fotoprotektan,
mengandung asam lemak tidak jenuh sebagai penurun kolesterol, serta dapat mencegah
penyakit artritis, diabetes, trauma, dan gejala pramenstruasi.
Spirulina platensis merupakan alcaliphilic halobacteria yang dapat
hidup di danau tropis dan subtropis di Afrika serta Amerika Tengah
dan Selatan (Seo et al., 2013). Hal ini didukung oleh pendapat Tietze
9
(2004) bahwa Spirulina dapat tumbuh di perairan danau yang bersifat basa (alkali) dan
bersuhu hangat dan dapat tumbuh juga pada kolam dangkal di wilayah tropis. Richmond
(1988) menambahkan bahwa Spirulina merupakan mikroalga yang bersifat mesofilik,
sehingga memiliki suhu pertumbuhan optimal pada 35-40oC dan suhu pertumbuhan
minimal sekitar 18-20oC. Oleh sebab itu kultur Spirulina yang ditumbuhkan di
laboratorium harus dalam kondisi suhu 35-37 °C agar dapat tumbuh secara optimal.
Menurut Seo et al. (2013), Spirulina platensis mengandung
kromoprotein yang disebut fikobiliprotein dan biasanya dapat
digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan, produk
kosmetik, dan reagen dalam bidang kesehatan. Fikobiliprotein ini
terdiri dari fikroeritrin yang berwarna merah dan fikosianin yang
berwarna biru yang disusun oleh subunit α and β polipeptida yang
terpisah. Diharmi (2001) menambahkan bahwa Spirulina platensis mempunyai
membran tilakoid dan struktur granula berupa fikobilisom yang tersusun atas
fikobiliprotein. Fikobiliprotein ini berfungsi untuk menyerap cahaya matahari selama
proses fotosintesis dan untuk melindungi pigmen klorofil di dalam sel dari
kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi akibat paparan cahaya dengan intensitas tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sivasankari et al. (2014) bahwa Spirulina platensis yang
hidup di habitat dengan iradiasi cahaya tinggi memiliki pigmen pelengkap yang
berfungsi sebagai pelindung pigmen lain dari kerusakan radiasi dan oksidasi akibat
konjugasi ikatan rangkap di dalam kromofor. Cahaya yang telah diserap oleh pigem
fikosianin (fikobiliprotein) akan ditransfer menuju allofikosianin dan akan dikirimkan
kembali menuju pusat reaksi, yaitu klorofil a yang berada pada membran tilakoid.
Klorofil a merupakan pigmen fotosintesis yang terletak di membran 5 tilakoid dan
tersebar di dalam kromoplasma (Diharmi, 2001). Richmond (1988) menambahkan
bahwa pigmen yang terkandung dalam Spirulina digolongkan menjadi tiga kelompok,
yaitu xantofil dan karotenoid sebesar 0,5% dari berat sel, klorofil a sebesar 1,7% dari
berat sel, dan fikobiliprotein sebagai pigmen dominan dalam Spirulina dan terdiri dari
20% protein seluler.
10
Selama fotosintesis, Spirulina platensis menggunakan cahaya matahari dan CO2 untuk
menghasilkan oksigen (O2), H2O, dan energi berupa ATP. Menurut Walter (2011),
Spirulina tidak hanya dapat hidup melalui proses fotosintesis saja, melainkan juga
memperoleh energi dari senyawa yang berasal dari limbah cair industri pangan. Selain
itu, pertumbuhan Spirulina yang hidup di dasar laut dapat sangat optimal karena air laut
mengandung unsur trace metal, seperti C, H, O, N, P, K, Mg, Ca, dan S, serta chelating
agent, seperti Mn, Fe, Mo, Cu, dan Co. Pada kondisi pertumbuhan yang sesuai, dapat
diperoleh biomasa kering Spirulina mencapai 60-70 ton/hektar kolam. Biomassa sel
Spirulina mudah larut dalam pelarut polar, seperti air dan buffer, sedangkan lebih sulit
larut dalam pelarut non-polar. Tinggi rendahnya kadar pigmen fikosianin dalam
biomasa sel tergantung pada jumlah suplai nitrogen yang dikonsumsi oleh Spirulina
dalam air (Richmond, 1988).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Spirulina platensis mengandung
pigmen fikosianin yang berwarna biru sebagai komponen utama
penyusun fikobiliprotein (Seo et al., 2013). Pemanfaatan pigmen
fikosianin sebagai bahan pewarna alami dalam makanan masih
sangat jarang digunakan oleh industri pangan. Hal ini disebabkan
karena warna dari bahan alami tidak beragam dan tidak homogen,
sulit didapatkan, dan tidak stabil terhadap perubahan suhu maupun
pH bahan (Syah et al., 2005). Warna yang beragam dapat menjadi daya tarik bagi
konsumen untuk mengonsumsi suatu bahan pangan. Namun di sisi lain tidak semua zat
pewarna aman untuk digunakan dan ditambahkan pada produk pangan. Menurut
Socaciu dalam Nornabilah (2010) terdapat dua jenis pewarna makanan, yaitu pewarna
alami dan pewarna sintetis. Pewarna alami adalah pewarna yang terdapat pada buah,
sayuran, atau bunga yang secara kimia terjadi secara alami. Sedangkan pewarna sintetis
merupakan bahan pewarna yang secara kimia dihasilkan oleh manusia. Pewarna sintetis
dibuat dengan proses kimia yang bertahap sehingga dapat menjadikannya lebih stabil
dalam kondisi apaun (Winarno, 2002). Keberadaan bahan pewarna ini sering
menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian konsumen karena dapat menimbulkan
dampak negatif bagi kesehatan (Hary dalam Hartono, 2013). Oleh sebab itu untuk
11
menghindari penggunaan pewarna yang berbahaya tersebut, dapat digunakan bahan
pewarna alami dari pigmen fikosianin yang terdapat pada Spirulina platensis.
Fikosianin merupakan senyawa kompleks pigmen-protein yang saling berhubungan
serta terlibat dalam pemanenan cahaya dan energi transduksi (Romay et al, 1998).
Pigmen fikosianin mampu menghasilkan warna biru tua dalam suatu bahan dan dapat
memancarkan warna merah tua ketika terkena cahaya. Fikosianin merupakan pigmen
dominan pada Spirulina platensis yang terdapat pada fikobiliprotein dan bersifat
hidrofilik, sehingga mudah larut dalam pelarut polar, seperti air (Richmond, 1988).
Martelli et al. (2013) menambahkan bahwa fikosianin termasuk dalam kelompok
fikobiliprotein yang terdiri dari dua subunit, yaitu α dan β. Fikosianin merupakan
penyusun utama fikobiliprotein sebesar 20% dari berat kering Spirulina. Fikosianin
memiliki absorbansi cahaya maksimum pada panjang gelombang 546 nm. Selain itu
berat molekul fikosianin (c-fikosianin) adalah sebesar 134 kDa, namun terdapat pula
berat molekul fikosianin yang lebih besar, yaitu 262 kDa, yang diperoleh dari ekstrak
fikosianin segar pada beberapa spesies. Berat molekul fikosianin yang lebih besar ini
dapat disebabkan karena adanya fragmen fikobilisom dalam Spirulina (Ó Carra & Ó
hEocha, 1976). Di dalam Spirulina, fikosianin dapat berperan sebagai bahan penyimpan
nitrogen dan penyerap cahaya terbaik dibandingkan pigmen lain yang terkandung
(Romay et al, 1998). Struktur kimia fikosianin dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Struktur Fikosianin
(Ó Carra & Ó hEocha, 1976)
Romay et al. (1998) menyatakan bahwa warna biru yang dihasilkan oleh pigmen
fikosianin berasal dari senyawa kelompok prostetik kovalen yang berikatan pada rantai
kromofor tetrapirol terbuka dengan cincin fikobilin yang memiliki kemampuan untuk
12
menangkap radikal oksigen. Apabila ditinjau dari strukur kimia dan fungsinya,
kromofor (tetrapirol terbuka) pada c-fikosianin memiliki kemiripan dengan bilirubin.
Bilirubin merupakan senyawa antioksidan yang memiliki kemampuan mengikat radikal
peroksi dengan cara mendonorkan atom hidrogen yang terikat pada molekul tetrapirol,
yaitu atom C ke 10. Keberadaan bilirubin sangat diperlukan dalam tubuh untuk menjaga
kesehatan hati dan saluran pencernaan. Perbedaan struktur kimia fikosianin dengan
bilirubin dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Struktur Kimia Fikosianin (a) dan Bilirubin (b)
(Romay et al., 1998)
Menurut Seo et al. (2013), fikosianin sebagai pigmen alami berwarna
biru memiliki peran yang penting bagi kesehatan. Fikosianin dapat
dimanfaatkan untuk mencegah penuaan (anti aging), memiliki
aktivitas antioksidan, anti inflamasi, dan mencegah pembentukan sel
kanker dalam tubuh. Sharma et al. (2014) menambahkan bahwa fikosianin juga
dapat berperan sebagai senyawa anti-viral, anti tumor, neuro-protective,
epatoprotective, dan radioprotection. Namun sama seperti pigmen lainnya, fikosianin
juga memiliki kekurangan, yaitu sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan pH akibat
subunit polipeptida yang terkandung (Seo et al., 2013). Martelli et al. (2013)
menambahkan bahwa fikosianin tidak stabil terhadap cahaya, suhu,
pH, dan oksigen dan menyebabkan pemudaran warna biru hingga
mencapai 90%. Dalam jurnalnya, Sharma et al. (2014) menyatakan bahwa tingkat
salinitas dan pH bahan juga dapat mempengaruhi kestabilan fikosianin yang dihasilkan.
Dari hasil penellitiannya diketahui bahwa dengan penggunaan garam NaCl 0,4 M pada
pH netral dapat diperoleh fikosianin sebagai bagian dari fikobiliprotein dalam jumlah
13
yang banyak, sehingga dengan kondisi ini fikoseianin dapat dijadikan solusi sebagai
sumber protein untuk produksi pengolahan produk massal.
Mishra et al., (2008) menyatakan bahwa proses penyimpanan fikosianin perlu
diperhatikan untuk tetap menjaga kestabilan warna yang dihasilkan. Fikosianin akan
mengalami degradasi pada kondisi suhu tinggi dan akan mengalami pemudaran warna
mencapai 30% ketika disimpan selama 5 hari. Selain itu penyimpanan fikosianin selama
15 hari pada suhu 35oC dapat menyebabkan terjadinya degradasi mayor, dimana warna
biru pada fikosianin berubah menjadi bening (colourless). Upaya pencegahan terjadinya
kerusakan pada fikosianin dapat dilakukan dengan menambahkan bahan dekstrin ke
dalam sampel Spirulina. Pigmen fikosianin akan diikat oleh dekstrin, sehingga proses
pemudaran warna akibat degradasi akan terhambat (Thompson, 2015).
Dekstrin merupakan suatu produk hidrolisis pati yang berwarna putih hingga
kekuningan dan berbentuk padat atau amorf (SNI, 1992). Agra et al. (1987)
menambahkan bahwa dekstrin adalah senyawa glukosa yang diperoleh dari hasil
hidrolisisis pati melalui pemanasan dengan penambahan asam atau enzim. Proses
pembentukan dekstrin ini tergantung pada reaksi pemecahan rantai polisakarida yang
terkandung di dalamnya. Dekstrin memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan
(film), bersifat adesive, dan mudah larut dalam air. Dekstrin tersusun atas senyawa
glukosa yang bersifat hidrofilik, sehingga sangat mudah berikatan dengan air,
sedangkan sulit berikatan dengan pelarut non polar. Menurut Ningsih et al. (2010),
dekstrin dapat digunakan sebagai penguat flavor, untuk substitusi gelatin dan lemak,
serta sebagai bahan pengisi karena dapat meningkatkan berat produk pangan dalam
bentuk bubuk. Selain itu, dekstrin juga berfungsi untuk membawa bahan tambahan
pangan yang dibutuhkan untuk larut dalam air, seperti flavor dan zat pewarna
(Thompson, 2015). Suparti (2000) menambahkan bahwa desktrin bersifat stabil pada
suhu tinggi, sehingga dapat menghambat penguapan senyawa volatil dalam bahan
pangan dan dapat dimanfaatkan sebagai stabilizer dalam bahan pangan, termasuk bahan
pangan yang mengandung pigmen fikosianin. Dekstrin akan memerangkap fikosianin,
sehingga fikosianin menjadi terenkapsulasi oleh desktrin dan proses degradasi pigmen
akan tereduksi.
14
Pada praktikum ini, dilakukan proses ekstraksi fikosianin dari biomassa Spirulina
platensis. Hal ini telah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sivasankari et al.
(2014) yang menyatakan bahwa Spirulina platensis merupakan salah satu jenis
blue green microalga yang mengandung pigmen fikosianin sebagai penyusun utama
fikobiliprotein. Mula-mula, biomassa Spirulina yang berbentuk bubuk ditimbang
sebanyak 8 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu sampel
ditambahkan dengan aquades dengan perbandingan pelarut : biomassa = 10:1, sehingga
volume aquades yang digunakan sebanyak 80 ml. Penambahan aquades berfungsi
sebagai pelarut. Hal ini telah sesuai dengan pendapat Richmond (1988) bahwa
fikosianin merupakan pigmen yang terdapat pada Spirulina platensis sebagai penyusun
utama fikobiliprotein dan bersifat hidrofilik, sehingga mudah larut dalam pelarut polar.
Setelah itu larutan diaduk menggunakan stirrer di atas hotplate selama dua jam.
Magnetic stirrer adalah alat pengaduk larutan yang membutuhkan arus elektrik dalam
penggunaannya. Arus tersebut dapat diperoleh sepotong magnet yang dibungkus plastik,
yang memiliki kecepatan mengaduk 250-1000 rpm (Pudyaatmaka & Qodratillah, 2002:
8,935). Proses pengadukan ini bertujuan untuk mencampurkan larutan agar biomassa
Spirulina dapat terlarut secara sempurna dalam pelarut dan fikosianin dapat terekstrak
dengan optimal (Fardiaz, 1992).
Tahap selanjutnya yaitu larutan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10
menit hingga diperoleh endapan dan supernatan yang mengandung fikosianin. Menurut
Suyitno (1989), sentrifugasi adalah pemisahan antara dua komponen, baik antara kedua
zat cair yang tidak saling melarutkan maupun antara zat cair dengan padatan yang
terdispersi di dalamnya. Proses pemisahan ini dilakukan berdasarkan berat jenis
molekul yang berbeda melalui pemberian gaya sentrifugal, sehingga substansi yang
memiliki berat jenis lebih tinggi akan berada di bagian dasar, sedangkan substansi
dengan berat jenis lebih rendah akan terletak di bagian atas (Faatih, 2009). Dalam hal
ini, Spirulina memiliki berat molekul yang lebih tinggi dibandingkan fikosianin yang
terlarut dalam aquades, sehingga Spirulina berada di bagian bawah sedangkan
fikosianin berada di bagian atas.
15
Supernatan yang mengandung fikosianin diambil, sedangkan endapannya dibuang.
Sebanyak 10 ml supernatan diambil untuk dilakukan penentuan konsentrasi fikosianin
menggunakan spektrofotometer. Sebelum dilakukan uji selanjutnya, supernatan tersebut
diencerkan terlebih dahulu hingga pengenceran 10-2. Sebanyak 1 ml larutan dimasukkan
ke dalam tabung reaksi 1 berisi aquades 9 ml, sehingga diperoleh pengenceran 10 -1.
Lalu larutan dari pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi 2 berisi aquades 9 ml, sehingga diperoleh pengenceran 10 -2. Proses
pengenceran bertujuan untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi yang lebih
rendah dan tidak terlalu pekat (Khopkar, 1990). Setelah diencerkan dilakukan
pengukuran nilai absorbansi larutan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm. Proses pengukuran nilai absorbansi ini telah sesuai
dengan pendapat Martelli et al. (2013) yang menyatakan dalam jurnalnya bahwa
fikosianin yang memiliki pigmen hijau-biru memiliki penyerapan cahaya pada panjang
gelombang 650-655 nm, sedangkan penyerapan maksimalnya terjadi pada panjang
gelombang 615-620 nm. Prinsip pembacaan absorbansi ini didasarkan pada aktivitas
serapan molekul fikosianin terhadap sinar pada panjang gelombang tertentu (Winarno,
2002). Penggunaan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm juga telah sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Antelo et al. (2010). Dalam jurnalnya, Antelo et al.
(2010) melakukan ekstraksi fikosianin dari Spirulina platensis menggunakan sistem dua
fase. Kultur Spirulina diolah menjadi berbentuk biomassa, kemudian dilakukan ekstrak
fikosianin menggunakan sistem tanpa debris sel. Setelah disentrifugasi dan diperoleh
filtrat, dilakukan penentuan konsentrasi fikosianin dengan cara mengukur OD
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.
Hasil absorbansi yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung konsentrasi
dan yield fikosianin dalam Spirulina platensis. Proses ekstraksi fikosianin yang
dilakukan dalam praktikum ini telah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sivansakari et al. (2014). Dalam jurnalnya, Sivansakari et al. (2014) melakukan
ekstraksi fikosianin dari Spirulina platensis, yaitu dengan cara melarutkan biomassa
Spirulina platensis dalam pelarut untuk merusak dinding sel dan mengisolasi fikosianin
dari bahan, kemudian sampel disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15
menit. Setelah itu supernatan yang dihasilkan diukur absorbansinya menggunakan
16
spektrofotometer UV-VIS untuk menentukan yield ekstraksi fikosianin dari biomassa
Spirulina platensis.
Sementara itu, dari supernatan yang masih tersisa diambil sebanyak 8 ml kemudian
ditambahkan dengan dekstrin pada perbandingan supernatan : dekstrin = 1:1, sehingga
dekstrin yang digunakan sebanyak 8 gram. Penggunaan dekstrin bertujuan untuk
memerangkap pigmen fikosianin dalam sampel, sehingga pemudaran warna biru dari
fikosianin akibat degradasi pigmen selama penyimpanan menjadi terhambat
(Thompson, 2015). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh Martelli et al.
(2013) dalam jurnalnya bahwa penambahan gula dengan konsentrasi tinggi akan
meningkatkan stabilitas termal fikosianin sehingga dapat diaplikasikan pada industri
pengolahan pangan, seperti pembuatan es krim dan sirup. Suparti (2000) menambahkan
bahwa penambahan dekstrin juga bertujuan untuk mempertahankan kestabilan pigmen
selama proses pengeringan karena fikosianin dapat mengalami kerusakan pada suhu
tinggi. Selain itu Fennema (1985) juga berpendapat bahwa penggunaan dekstrin
bertujuan untuk meningkatkan berat dan yield yang dihasilkan oleh pigmen fikosianin.
Campuran diaduk hingga homogen kemudian dituangkan dalam wadah yang digunakan
sebagai alas untuk proses pengeringan. Setelah itu sampel dikeringkan dalam oven pada
suhu 50oC hingga memiliki kadar air ± 7% dan dihasilkan adonan kering yang gempal.
Kemudian adonan yang telah mengering tersebut dihancurkan hingga halus dan
berbentuk bubuk (powder). Proses pengeringan yang dilakukan bertujuan untuk
menguapkan kandungan air dalam sampel, sehingga sampel menjadi lebih kering
dibandingkan sebelumnya. Sedangkan proses penghancuran sampel bertujuan untuk
memperkecil ukuran pratikel dan meningkatkan luas permukaan sehingga semakin
mudah larut dalam air apabila digunakan pada proses pengolahan bahan pangan
selanjutnya (Potter, 1987). Suhartono (2000) menambahkan bahwa fikosianin perlu
disimpan dalam kondisi kering sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Hal ini disebabkan karena selama proses penyimpanan memungkinkan terjadinya proses
fermentasi pada fikosianin cair, sehingga fikosianin cepat mengalami kerusakan dan
umur simpannya menjadi sangat singkat.
17
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui nilai OD hasil pengukuran spektrofotometri
dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm, konsentrasi dan yield fikosianin, serta
uji sensori warna fikosianin. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada
penggunaan berat biomassa dan volume aquades yang sama, masing-masing kelompok
memperoleh pengukuran nilai OD yang berbeda, sehingga konsentrasi fikosianin (KF)
dan yield yang dihasilkan juga berbeda, meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan.
Kelompok A5 mendapatkan konsentrasi fikosianin dan yield tertinggi, yaitu berturut-
turut 0,874 mg/ml dan 6,337 mg/g. Sedangkan kelompok A1 menghasilkan konsentrasi
fikosianin dan yield terendah, yaitu berturut-turut 0,819 mg/ml dan 5,938 mg/g.
Menurut Day & Underwood (1992), nilai absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi
larutan, tebal cuvet, dan intensitas penyinaran. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka
semakin tinggi pula nilai absorbansi pada larutan tersebut (Ewing, 1976). Seharusnya
konsentrasi larutan yang digunakan oleh semua kelompok adalah sama karena berat
biomassa dan volume aquades yang digunakan besarnya sama. Namun pada hasil
pengamatan diketahui bahwa nilai OD pada setiap larutan berbeda-beda. Perbedaan
nilai OD ini dapat disebabkan karena terjadi kesalahan dalam pembacaan skala alat atau
pembacaan yang tidak akurat. Hal ini dapat disebabkan karena pencucian cuvet yang
kurang bersih sebelum digunakan, sehingga masih terdapat bekas sidik jari yang
menempel pada dinding cuvet dan mempengaruhi penyerapan intensitas cahaya oleh
molekul fikosianin (Day & Underwood, 1992). Selain itu juga dapat disebabkan karena
pengukuran berat biomassa atau volume pelarut yang kurang akurat sehingga akan
mempengaruhi konsentrasi larutan yang dihasilkan. Semakin pekat larutan maka
semakin tinggi konsentrasinya, sehingga semakin tinggi pula nilai absorbansinya
(Ewing, 1976). Dari hasil pengamatan diketahui bahwa semakin tinggi nilai OD larutan
pada panjang gelombang tertentu, maka konsentrasi fikosianin dan yield yang
dihasilkan juga semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa nilai OD berbanding lurus
dengan konsentrasi fikosianin dan yield.
Pada parameter warna, secara keseluruhan warna fikosianin antara sebelum dioven
dengan setelah dioven tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kelompok A1, A2,
A3, dan A5 menghasilkan fikosianin yang berwarna biru, baik sebelum dan setelah
dioven. Hal ini telah sesuai dengan pendapat Seo et al. (2013) yang
18
menyatakan bahwa Spirulina platensis mengandung pigmen fikosianin
yang berwarna biru sebagai komponen utama penyusun
fikobiliprotein. Romay et al. (1998) menjelaskan bahwa warna biru yang dihasilkan
oleh pigmen fikosianin berasal dari senyawa kelompok prostetik kovalen yang berikatan
pada rantai kromofor tetrapirol terbuka dengan cincin fikobilin yang memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal oksigen. Di sisi lain, dari hasil pengamatan
menunjukkan pada kelompok A4 terjadi perubahan warna fikosianin yang dihasilkan,
dimana ketika sebelum dioven fikosianin berwarna biru kemudian berubah menjadi biru
muda setelah dioven. Menurut Seo et al. (2013), fikosianin sangat sensitif
terhadap perubahan suhu dan pH akibat subunit polipeptida yang terkandung. Hal ini
didukung oleh pendapat Mishra et al., (2008) yang menyatakan bahwa fikosianin akan
mengalami degradasi pada kondisi suhu tinggi sehingga terjadi pemudaran warna.
Seharusnya pemudaran warna ini tidak terjadi karena telah dilakukan penambahan
dektrin ke dalam larutan fikosianin sebelum melalui proses pengeringan. Dekstrin akan
memerangkap fikosianin sehingga fikosianin menjadi lebih stabil dan proses degradasi
menjadi terhambat (Thompson, 2015). Ketidaksesuaian yang terjadi dapat disebabkan
karena penentuan warna fikosianin ini tidak dilakukan secara obyektif menggunakan
alat seperti chromameter, melainkan dilakukan pengujian sensoris sehingga bersifat
subyektif berdasarkan perspektif praktikan yang berperan sebagai panelis. Selain itu
juga dapat disebabkan karena berat dekstrin yang ditambahkan pada fikosianin kurang
tepat sehingga akan mempengaruhi kualitas warna yang dihasilkan.
4. KESIMPULAN
Spirulina platensis merupakan salah satu jenis blue green microalga yang
mengandung pigmen fikosianin berwarna biru.
Spirulina merupakan organisme multiseluler dan memiliki tubuh berupa filamen tipis
berbentuk silinder, berwarna biru hijau, dan tidak bercabang.
Spirulina platensis melakukan fotosintesis untuk menghasilkan produk sebagai
sumber energi bagi dirinya dan organisme lain yang hidup di laut.
Fikosianin merupakan pigmen dominan pada Spirulina platensis yang terdapat pada
fikobiliprotein dan bersifat hidrofilik.
Warna biru pada fikosianin berasal dari senyawa kelompok prostetik kovalen yang
berikatan pada rantai kromofor tetrapirol terbuka dengan cincin fikobilin.
Fikosianin dapat digunakan untuk mencegah penuaan, sebagai
antioksidan, anti inflamasi, anti-viral, dan mencegah pembentukan
sel kanker dalam tubuh.
Penggunaan dekstrin bertujuan untuk memerangkap pigmen fikosianin, sehingga
pemudaran warna biru selama penyimpanan dan pemanasan menjadi terhambat.
Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan endapan berisi Spirulina dengan filtrat
yang mengandung fikosianin.
Fikosianin mengandung pigmen hijau-biru sehingga mampu menyerap cahaya pada
panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.
Nilai OD dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, tebal cuvet, dan intensitas
penyinaran.
Semakin tinggi nilai OD larutan pada panjang gelombang tertentu, maka konsentrasi
fikosianin dan yield yang dihasilkan juga semakin tinggi.
Pemudaran warna fikosianin setelah dioven disebabkan karena terjadi degradasi
fikosianin akibat proses pemanasan.
Penyimpanan fikosianin dalam bentuk bubuk akan memperpanjang umur simpannya.
Semarang, 25 September 2015
Praktikan, Asisten Dosen,
- Deanna Suntoro
19
20
Yusefta Clarencia R.A. - Ferdyanto Juwono
13.70.0095
5. DAFTAR PUSTAKA
Agra, I. B., Warnijati, S., Indriyani, K. (1987). Hydrolysis of Dry Cassava Powder. CHEMECA 87, The 15th Australasian Chemical Engineering Conference. pp. 99. 1 – 96, Melbourne, Australia.
Antelo, Francine S., Andréia Anschau, Jorge A. V. Costa and Susana J. Kalil. (2010). Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated Aqueous Two-Phase Systems. Universidade Federal do Rio Grande, Brazil. Journal Brazil Chemistry Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926.
Badan Standardisasi Nasional. (1992). SNI 01-2593-1992 : Dekstrin untuk Industri Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Borowitzka M.A. (1997). Microalgae for Aquaculture, Opportunities and Constraints. Journal Application Phycology Vol. 9, hal. 393-401.
Day, R.A. & A.L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.
Diharmi A. (2001). Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif Mikrolaga Spirulina platensis Strain Lokal (INK). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Grow Hill Book Company. USA.
Faatih, M. (2009). Isolasi dan Digesti DNA Kromosom. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi; 10(1): 61-67.
Fardiaz, Srikandi. (1992). Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.PAU Pangan dan Gizi.Institut Pertanian Bogor.
Fennema, D. R. (1985). Food Chemistry, Third Edition. Marcel Dekker Inc. New York.
Hartono, Michelle Angelia, L.M. Ekawati Purwijantiningsih, Dan Sinung Pranata. (2013). Pemanfaatan Ekstrak Bunga Telang (Clitoria Ternatea L.) sebagai Pewarna Alami Es Lilin. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
Khopkar S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.
Martelli, Giulia; Claudia Folli, Livia Visai, Maria Daglia, Davide Ferrari. (2013). Thermal Stability Improvement Of Blue Colorant C-Phycocyanin from Spirulina Platensis for Food Industry Applications. University of Parma, Italy.
21
22
Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. (2008). Effect of preservatives for food grade C-PC from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339–345.
Ningsih, Dian Riana; Ari Asnani, Amin Fatoni. (2010). Pembuatan Dekstrin dari Pati Ubi Kayu Menggunakan Enzim Amilase dari Azospirillum sp. JG3 dan Karakterisasinya. Fakultas Sains dan Teknik. UNSOED. Purwakarta. Molekul, Vol. 5, No. 1, Mei 2010 : 15 – 2115.
Nornabilah. (2010). Color Stability of Natural Colorant on Blue Pea Flowers. Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering. Universitas Malaysia Pahang. Kuala Lumpur.
Ó Carra P, Ó hEocha C. (1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. Academic press inc. London.
Pamungkas, Estiamboro. (2005). Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Kujang dengan Spirulina sp. pada Reaktor Curah (Batch). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Potter, N. (1987). Food Science. 3 edition. AVI Publishing Company. New Delhi.
Pudyaatmaka, A. Hadyana & Meity Taqdir Qodratillah. 2002. Kamus Kimia cetakan II. Balai Pustaka. Jakarta.
Richmond A. (1988). Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Romay, C., Armesto, J., Remirez, D., Gonzalez, R., Ledon, N., & Garcis, I. (1998). Inflamn Res 47, 36-41.
Seo, Yong Chang; Woo Seok Choi, Jong Ho Park, Jin Oh Park, Kyung-Hwan Jung, and Hyeon Yong Lee. (2013). Stable Isolation of Phycocyanin from Spirulina platensis Associated with High-Pressure Extraction Process. International Journal of Molecular Sciences 2013, 14, 1778-1787; ISSN 1422-0067, doi:10.3390/ijms14011778
Sharma, Gaurav; Manoj Kumar, Mohammad Irfan Ali and Nakuleshwar Dut Jasuja. (2014). Effect of Carbon Content, Salinity and pH on Spirulina platensis for Phycocyanin, Allophycocyanin and Phycoerythrin Accumulation. Suresh Gyan Vihar University, India. Journal Microbial and Biochemical Technology 2014, 6:4.
Sivasankari, S., Naganandhini, and David Ravindran. (2014). Comparison of Different Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis. Gandhigram Rural Institute-Deemed University, India. International Journal Current Microbiology Applications Science Volume 3 Number 8 (2014) pp. 904-909, ISSN: 2319-7706.
23
Suhartono TS. (2000). Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat. Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.
Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: Pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaaya. Malang.
Suyitno. (1989). Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.
Syah et al. (2005).Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Thompson, Caroline. (2015). What Is Wheat Dextrin? http://www.livestrong.com/article/499266-what-is-wheat-dextrin/. Diakses pada 22 September 2015 pukul 15.21 WIB.
Tietze HW. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing. Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.
Walter, Alfredo, Julio Cesar de C., Vanete T. S., Ana B. B., Vanessa G., and Carlos R. S. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra. Vol. 54, pp 675-682.
Winarno, F.G. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus :
Konsentrasi Fikosianin (mg/ml) = OD615−0,474 (OD¿¿652)
5,34×
1Fp
¿
Yield (mg/g) = KF ×Vol(total filtrat)
g (berat Biomassa)
Kelompok A1
Konsentrasi Fikosianin = 0,0544 – 0,474(0,0225)
5,34×
110−2
= 0,819 mg/ml
Yield = 0,819 ×58
8= 5,938 mg/g
Kelompok A2
Konsentrasi Fikosianin = 0,0569 – 0,474 (0,0223)
5,34×
110−2
= 0,868 mg/ml
Yield = 0,868 ×58
8= 6,293 mg/g
Kelompok A3
Konsentrasi Fikosianin = 0,0568 – 0,474 (0,0227)
5,34×
110−2
= 0,862 mg/ml
Yield = 0,862× 58
8= 6,250 mg/g
24
25
Kelompok A4
Konsentrasi Fikosianin = 0,0569 – 0,474 (0,0226)
5,34×
110−2
= 0,865 mg/ml
Yield = 0,865 ×58
8= 6,271 mg/g
Kelompok A5
Konsentrasi Fikosianin = 0,0574 – 0,474(0,0226)
5,34×
110−2
= 0,874 mg/ml
Yield = 0,874 ×58
8= 6,337 mg/g
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal