Upload
naffadhilla
View
77
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Farmasi Fisika Mikromeritik laporan jadul
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Perkembangan teknologi di zaman sekarang ini semakin berkembang. Hal
ini juga berimbas dalam bidang farmasi. Farmasi adalah Ilmu khusus yang
mempelajari tentang obat-obatan. Dalam farmasi banyak cabang-cabang ilmu
yang dipelajari salah satunya yaitu farmasi fisika. Farmasi fisika merupakan
salah satu ilmu di bidang farmasi yang menerapkan ilmu fisika dalam sediaan
farmasi. Dalam farmasi fisika dipelajari sifat fisika dari berbagai zat yang
digunakan untuk membuat sediaan obat dan juga meliputi evaluasi akhir
sediaan obat tersebut. Sehingga akan menghasilkan sediaan yang sesuai
standar, aman dan stabil yang nantinya akan di digunakan oleh pasien yang
membutuhkan.
Cabang ilmu farmasi fisika mempersatukan pengetahuan fakta farmasi
melalui pengembangan prinsip-prinsipnya yang luas, dan hal ini membantu
ahli farmasi dalam usahanya meramalkan kelarutan, kestabilan, tercampurnya
obat, dan aksi biologi dari obat. Salah satu yang mempengaruhi kelarutan,
kestabilan, tercampurnya obat dan aksi biologi dari obat adalah ukuran
partikel (1).
Ukuran suatu partikel dalam pembuatan sediaan farmasi harus sangat
diperhatikan. Ukuran partikel dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin besar luas permukaan sehingga
kelarutan juga semakin besar. Oleh karena itu dalam cabang ilmu farmasi
fisika di pelajari mengenai ukuran partikel. Ukuran partikel ini dalam farmasi
fisika di sebut mikromeritik (3).
Mikromeritik sangat penting dipelajari dalam bidang farmasi karena
banyak manfaatnya di antaranya kita dapat menghitung luas permukaan,
mempelajari sifat kimia dan fisika dalam formulasi obat, secara teknis
mempelajari pelepasan obat yang diberikan secara oral, suntikan, dan topikal,
pembuatan obat bentuk emulsi dan suspensi serta mempelajari tentang
stabilitas obat (tergantung ukuran partikel).
Karena pentingnya mempelajari mikromeritik dalam bidang farmasi maka
dilakukan praktikum mikromeritik dengan mengukur diameter partikel gula
pasir dan pati jagung dengan menggunakan metode ayakan.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara pengukuran diameter partikel
suatu zat dengan menggunakan metode tertentu
1.2.2 Tujuan Percobaan
Mengukur diameter partikel dari gula pasir dan pati jagung
menggunakan metode ayakan
I.3 Prinsip Percobaan
Pengukuran partikel dari serbuk berdasarkan atas penimbangan residu
yang tertinggal pada ayakan yaitu dengan melewatkan serbuk pada ayakan
dari nomor mesh terendah kenomor mesh tertinggi yang digerakkan dengan
mesin penggetar dengan waktu dan kecepatan tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi yang mengukur partikel-
partikel kecil. Mikromeritik biasanya diartikan sebagai teknologi tentang
partikel yang kecil, dimana ukuran partikel dapat dinyatakan dengan
berbagai cara seperti ukuran diameter rata-rata, ukuran luas permukaan rata-
rata, volume rata-rata dan sebagainya. Setiap kumpulan partikel biasanya
disebut polidispersi. Ukuran partikel bahan obat padat mempunyai peranan
penting dalam farmasi, sebab ukuran partikel mempunyai peran besar dalam
pembuatan seduaan obat dan juga terhadap efek fisiologinya (2).
Metode untuk menentukan ukuran partikel yang sering digunakan
dalam bidang farmasi yaitu :
1. Metode mikroskopik optik
Dalam metode mikroskopik pengukuran diameter rata-rata dari
sistem diperoleh dengan pengukuran partikel secara acak sepanjang garis
yang ditentukan. Partikel yang tersusun secara acak diatur diameternya
dengan frekuensi yang sama dalam berbagai arah, sehingga partikel
tersebut dianggap sebagai partikel yang berbentuk bola dengan diameter
yang sama. Untuk memperoleh data yang statistik minimal harus diukur
200 partikel pada serbuk pharsetik (2). Partikel yang diukur dengan
menggunakan metode ini yaitu dari 10 – 1000 Angstrom (1 Angstrom =
0,001 mikrometer), mikroskop ini mempunyai jelajah ukur dari 12
mikrometer sampai kurang lebih 100 mikrometer (1).
Menurut metode mikroskopik, suatu emulsi atau suspensi
diencerkan diletakkan dibawah lensa mikroskop. Dibawah mikroskop
tersebut, pada tempat dimana partikel terlihat, diletakkan mikrometer
untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Hasil dalam mikroskop
diproyeksikan ke sebuah layar dimana partikel-partikel tersebut lebih
mudah diukur, atau pemotretan bisa dilakukan dari slide yang sudah
disiapkan dan diproyeksikan kelayar untuk diukur (3).
Partikel-partikel diukur sepanjang garis tetap yang dipilih
sembarang. Garis ini biasanya dibuat horizontal melewati pusat partikel.
Dalam cara ini bayangan dari partikel dapat dipisah sampai kedua
bayangan tersebut terpisah (2).
Pengukuran biasanya dengan menggunakan mikroskopik
mempunyai daya pisah yang bagus. Alat optik mikromeritik harus
mempunyai jarum penunjuk yang digerakkan dengan kalibrasi
mikrometer sekrup. Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah
yang diperoleh hanya dari dua dimensi dari partikel tersebut, yaitu
dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa diperoleh
untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan memakai metode ini.
Tambahan lagi, jumlah partikel yang harus dihitung (sekitar 300-500)
agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari distribusi , menjadikan
metode tersebut memakan waktu dan jelimet. Namun demikian pengujian
mikroskopis dari suatu sampel harus selalu dilaksanakan, bahkan jika
digunakan metode analisis ukuran partikel lainnya, karena adanya
gumpalan dan partikel-partikel lebih dari satu komponen seringkali bisa
dideteksi dengan metode ini (3).
2. Metode Pengayakan
Metode ayakan merupakan metode yang digunakan untuk
mengukur partikel yang agak kasar. Metode ini adalah metode yang
paling sederhana untuk mengukur ukuran rata-rata partikel. Dalam
menentukan ukuran partikel dengan ayakan, ayakan disusun bertingkat
dengan ayakan yang paling kasar diletakan paling atas pada penggerak,
dan serbuk yang akan diayak dituangkan pada ayakan teratas yang
memiliki lubang yang besar, sehingga partikel yang memiliki ukaran
lebih kecil dari ukuran pengayak dapat dengan mudah melewatinya (4).
Bahan yang tertinggal disetiap ayakan dikumpulkan lalu ditimbang.
Kesalahan dari metode pengayakan akan timbul dari sejumlah variabel
termasuk beban ayakan dan lama intensitas penggoyangan. Partikel, yang
ukurannya lebih kecil daripada lebar ukuran lubang ayakan yang
dijumpai, berjatuhan melewatinya. Partikel-partikel tersebut membentuk
bahan halus. Partikel yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk
bahan kasar.
3. Sedimentasi
Metode ini digunakan untuk mengukur bobot jenis suatu senyawa
polimer. Namun, dapat juga untuk menetapkan ukuran paartikel suatu zat
padat (5).
Metode sedimentasi didasarkan pada hukum Stoke, serbuk yang akan
diukur disuspensikan dalam cairan, dimana serbuk tidak dapat larut.
Suspensi ini ditempatkan pada sebuah pipet yang bervariasi. Kemudian
diuapkan untuk dikeringkan dan residunya ditimbang. Pada ujung pipet
nantinya akan terjadi pengendapan yang disebabkan oleh adanya ukuran
partikel yang besar dari serbuk (4).
II.2 Uraian Bahan
1. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol, alkohol, Ethyl alkohol
RM/BM : C2H5OH/46,07
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan
mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform dan
dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan : Untuk membebaslemakkan dan membersihkan alat.
2. Amilum (Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi : Amylum maydis
Nama Lain : Pati Jagung
Pemerian : Serbuk sangat halus, putih.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup rapat.
Kegunaan : Sebagai sampel
3. Sukrosa (Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi : Sucrosum
Nama Lain : Sakarosa
RM/BM : C12H22O11/342,30
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau
berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa manis, stabil diudara. Larutannya netral
terhadap lakmus
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut
dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak
larut dalam kloroform dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik, ditempat yang sejuk dan
kering.
Kegunaan : Sebagai sampel
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan Percobaan
III.1.1 Alat-alat yang digunakan
1. Ayakan nomor 21,23,30,46
2. Kaca arloji
3. Neraca analitik
4. Sendok tanduk
III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Alkohol 70%
2. Gula pasir
3. Kertas Perkamen
4. Pati Jagung
5. Tissue
III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70 % tujuannya agar bebas dari lemak
dan kotoran yang melekat.
3. Disusun ayakan dari 46 paling atas dan 21 paling bawah
4. Pati jagung dan gula pasir ditimbang sebanyak 25 gr
5. Dituang bahan kedalam ayakan paling atas. Pertama gula pasir
kemudian pati jagung
6. Diayak dalam waktu 10 menit
7. Ditimbang secara analitik sampel yang tertinggal dimasing-masing
ayakan
8. Dicatat berat yang diperoleh
9. Dihitung diameter partikel
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
Jenis sampel
yang diuji
Nomor
OPN
Diameter
rata-rata
Bobot
tertinggal
(a)
Persen
tertinggal
(d)
a x d
Gula Pasir
46 8,1735 14,269 57,076 814,4174
30 2,0265 7,105 28,42 201,9241
23 0,1171 1,708 6,832 11,6690
21 0,1341 1,828 7,312 13,3663
∑❑ 10.4512 24,91 99,64 1041,3768
Pati Jagung
46 5,1206 11,214 44,856 503,0151
30 1,9555 6,930 27,72 192,0996
23 0,7459 4,280 17,12 73,2736
21 0,1854 2,134 8,536 18,2158
∑❑ 8,0074 24,558 98,232 786,6041
IV.2 Perhitungan
1. % tertinggal = jumlahbobot tertinggal
jumlah seluruh bobot yang tertahan x 100
2. Diameter rata-rata
D = a . d
d
Keterangan : D = Diameter rata-rata
a = bobot tertinggal
d = persen tertinggal
a. Pati jagung
D = a .d
d
= 192,0996
98,232
= 1,9555 μm
b. Gula
D = a .d
d
= 201,9241
99,64
= 2,0265 μm
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan pengukuran ukuran partikel gula pasir
dan pati jagung dengan menggunakan salah satu cara metode dalam mikromeritik
yaitu metode ayakan. Metode ayakan adalah metode yang paling sederhana yang
digunakan untuk mengukur ukuran rata-rata partikel. Metode ini didasarkan pada
penimbangan jumlah residu yang tertinggal pada ayakan, dengan melewatkan
serbuk pada ayakan nomor Mesh terendah ke nomor Mesh tertinggi yang
digerakkan dengan mesin penggetar dengan waktu dan kecepatan tertentu. Namun
dalam praktikum kali ini digunakan ayakan dengan satuan OPN. Nomor OPN
yang digunakan dalam praktikum ini yaitu nomor 46, 30, 23, dan 21.
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu disiapkan
ayakan dengan nomor OPN, beserta kaca arloji sebagai wadah gula pasir dan pati
jagung. Kemudian alat tersebut dibersihkan dengan alkohol 70%. Tujuannya
untuk membebaskan debu dan kotoran yang melekat (4). Selanjutnya ayakan
disusun berdasarkan nomor OPN tertinggi ke nomor OPN terendah yaitu 46, 30.
23, dan 21. Tujuan penyusunan ayakan adalah memisahkan partikel sesuai dengan
ukuran partikel masing-masing sehingga bahan yang lolos ayakan pertama akan
tersaring pada ayakan kedua dan seterusnya hingga partikel itu tidak dapat lagi
melewati ayakan dengan nomor OPN tertentu (5).
Langkah berikutnya ditimbang gula pasir dan pati jagung pada neraca
analitik masing-masing sebanyak 25 gram. Penimbangan pati jagung harus hati-
hati karena sifat fisik pati jagung yang mudah berikatan dengan udara (4).
Sehingga diperlukan kertas perkamen untuk menutup bagian atas pati jagung
setelah ditimbang. Setelah melakukan penimbangan pada masing-masing sampel
selanjutnya dilakukan pengayakan. Sampel yang pertama di ayak yaitu gula pasir.
Ayakan tersebut kemudian digoyang-goyangkan dengan kecepatan konstan
selama 10 menit. Gerakan konstant ini dapat mempengaruhi hasil ayakan yang
nantinya akan didapatkan. Apabila gerakannya berubah-ubah maka hasil ayakan
yang didapatkan kurang akurat.
Setelah 10 menit gerakan ayakan di hentikan, sampel yang tertinggal pada
masing-masing ayakan di masukan ke kertas perkamen untuk ditimbang
residunya. Setelah dilakukan penimbangan untuk masing-masing sampel gula
pasir di dapatkan hasil yang berbeda dalam setiap nomor OPN yaitu untuk nomor
OPN 46 adalah 14,269 gram, dengan presentase 57,076, nomor OPN 30 adalah
7,105 gram dengan presentase 28,42, nomor OPN 23 yaitu 1,708 dengan
presentase 6,832 dan nomor ayakan 21 adalah 1,828 dengan presentase 7,312.
Langkah selanjutnya dilanjutkan dengan sampel pati jagung. Pati jagung
yang telah ditimbang 25 gr di masukkan ke dalam pengayak. Kemudian pengayak
di goyang-goyangkan dengan kecepatan konstant selama 10 menit. Kemudian
partikel-partikel yang tertinggal di masing-masing ayakan ditimbang dan dihitung
presentase bobot tertinggal. Sehingga didapatkan partikel di nomor OPN 46
adalah 11,214 dengan presentase 44,856, nomor ayakan 30 adalah 6,930 dengan
presentase 27,72, nomor ayakan 23 adalah 4,280 dengan presentase 17,12, dan
nomor ayakan 21 adalah 2,134 dengan presentase 8,536.
Dari hasil yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nomor OPN maka semakin besar pula ukuran lubang ayakan sehingga
serbuk yang tertinggal pada ayakan tersebut yaitu serbuk yang kasar, dimana
bobot serbuk yang tertinggal pada ayakan semakin ke atas menunjukan serbuk
tersebut semakin kasar dan sebaliknya. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan
teori dimana OPN berbanding lurus dengan serbuk yang akan dihasilkan. Semakin
besar nomor OPN maka semakin kasar serbuk yang dihasilkan sebaliknya
semakin kecil nomor OPN maka semakin halus serbuk yang dihasilkan.
Berdasarkan data yang didapat maka diperoleh hasil perhitungan
presentase untuk sampel yang tertinggal pada masing-masing ayakan untuk
sampel gula pasir yaitu 99,64 dan untuk pati jagung 98,232.
Keuntungan dari metode pengayakan antara lain.
1. Lebih cepat dan praktis.
2. Dapat diketahui ukuran partikel dari kecil sampai besar.
3. Dalam waktu relatif singkat dapat diperoleh hasil yang diinginkan.
4. Lebih mudah diamati.
5. Tidak membutuhkan ketelitian mata pengamat.
Kerugian dari metode pengayakan antara lain.
1. Tidak dapat mengetahui bentuk partikel secara pasti seperti pada metode
mikroskopik.
2. Ukuran partikel tidak pasti karena ditentukan secara kelompok (berdasarkan
keseragaman). Tidak dapat menentukan diameter partikel karena ukuran
partikel diperoleh berdasarkan nomor OPN ayakan.
3. Adanya agregasi karena adanya getaran sehingga mempengaruhi validasi
data.
4. Tidak dapat melihat bentuk partikel dan dapat menyebabkan erosi pada
bahan-bahan granul.
Kemungkinan kesalahan yang terjadi saat praktikum ini:
1. Kurangnya ketelitian praktikan dalam menimbang sampel pertama sebelum
perlakuan. Karena tidak tersedia wadah yang dapat menampung sampel
hingga 25 gram, maka pada saat penimbangan sampel dibagi menjadi empat
bagian
2. Menggerakkan pengayak tidak konstant baik cara dan waktu sehingga
mempengaruhi jumlah partkel yang tertinggal di masing-masing ayakan. Oleh
karena itu gerakan dan waktu harus diperhatikan untuk mendapatkan data
yang akurat.
3. Pada saat penimbangan jumlah residu yang tertinggal di masing-masing
pengayak khususnya pati jagung. Pada nomor ayakan 21 OPN partikel yang
dihasilkan sangat halus sehingga mempersulit praktikan dalam
memindahkannya untuk ditimbang.
BAB VI
PENUTUP
VI.I Kesimpulan
Dari percobaan diatas kesimpulan yang diperoleh adalah diameter
partikel dari sampel pati jagung adalah 1,9555 µm dan diameter partikel gula
adalah 2,0265 µm.
VI.2 Saran
Peningkatan mutu dan kualitas laboratorium perlu diperhatikan demi
kelancaran praktikum kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
(1) M. Idris Effendi. (2003). Materi Kuliah Farmasi Fisika . Jurusan farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar.
(2) Team teaching, 2013. Modul Penuntun Farmasi Fisika. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo
(3) Martin, A. 1994. Farmasi Fisika jilid II. Jakarta: Universitas Indonesia Press Mineneapolis
(4) Voigt, R 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press
(5) Anonim. 2005. Teknologi Farmasi Eropa “Pengayakan’’. (Online). (http://www.pharmtech.com/pharmtech/Analytical/article/detail/160632, diakses Minggu, 14 Oktober 2013 pukul 20.02 WITA)
(6) Martin, Alfred, 1990. Farmasi Fisika edisi ketiga. Jakarta: UI Press
(7) Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakart: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(8) Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia