4

Click here to load reader

filsafat ibnu rusyd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

oumhar_ Bustan filosophy

Citation preview

Page 1: filsafat ibnu rusyd

Nama : Komarudin

NIM : 207201751

Kelas : PBA / A

FILSAFAT IBNU RUSYD

Pokok pikiran Ibnu Rusyd yang paling istimewa ialah merekonsiliasikan antara agama(wahyu) dan

filsafat(akal). Untuk meraih tujuan tersebut beliau melakukan dua pendekatan yang berbeda. Dalam kitab Fashl

al-Maqal dijelaskan pendekatan pertama, yaitu mulai dengan hasil penelitian filsafat, kemudian berakhir dengan

menguraikan apa yang dijelaskan agama. Cara kedua yaitu dalam kitab al-Kasyf ‘an Manhaj al-Adilat fi Aqo’id al-

Milat, beliau memulainya dengan menjabarkan kajian agama, kemudian beranjak dengan upaya rekonsiliasi dari

hasil penelitian filsafat. Pembuktian terhadap paralelisme antara kebenaran filsafat dan kebenaran agama ,

meskipun dinyatakan dalam lambang dan idiom yang berbeda, karena kebenaran tidaklah berlawanan dengan

kebenaran tetapi saling memperkuat.

Alam Qodim

Menurut, Ibnu Rusyd, terjadinya perbedaan pendapat tentang alam itu qodim atau ihdats d disebabkan

karena perbedaan kaum teolog muslim dan fiolosof muslim dalam mengartikan kata al-ihdats dan qodim. Bagi

teolog muslim, al-ihdats berarti menciptakan dari tiada sedangkan qodim berarti sesuatu yang mempunyai wujud

tanpa sebab. Sedangkan bagi filosof muslim, kata al-ihdats berarti mewujudkan dari ada menjadi ada dalam

bentuk lain, sedang kata qodim berarti sesuatu yang kejadiaannya dalam keadaan terus-menerus tanpa awal

dan tanpa akhir.

Dalam Fashal al-Maqal, Ibnu Rusyd menjelaskan perselisihan mereka tentang alam hanyalah

perselisihan dari segi semantic atau penamaan. Segala hal yang ada ini terbagi ke dalam tiga jenis :

a) Wujudnya karena sesuatu yang lain dan dari sesuatu, dengan arti wujudnya Pencipta dan diciptakan dari

benda dan didahului oleh zaman.

b) Wujudnya tidak karena sesuatu, tidak pula dari sesuatu dan tidak didahului oleh zaman.

c) Wujudnya karena sesuatu dan tidak berasal dari sesuatu dan tidak didahului oleh zaman.

Menurut Ibnu Rusyd, alam diciptakan dari sesuatu yang sudah ada, yakni dari al-ma’ dan al-dukhon dan

dari materi inilah alam diciptakan. Penciptaan ala mini berlangsung terus-menerus sejak azali (qodim). Jadi,

penciptaan ala mini bukan ibda’(penciptaan dari tiada) tetapi ijad(penciptaan dari suatu yang sudah ada sejak

zaman azali). Karenanya, alam menurut Ibnu Rusyd senantiasa berada dalam proses pembentukan wujud

secara terus-menerus semenjak zaman tak bermula. Tetapi pada tahun 1927 pendapat ini telah gugur oleh teori

Big Bang yang diungkapkan oleh kosmolog Georges Lemaitre (1894-1966) yang berpendapat bahwa alam

diciptakan dari ketiadaan, al-ma’ da al-dukhon merupakan proses penciptaan semesta saja.

Pembuktian adanya Pencipta (Allah SWT)

Untuk menetapkan tentang adanya Pencipta, dalam kitabnya al-Kasyf ‘an Manhaj al-Adilat fi Aqo’id al-

Milat dijelaskan dengan tiga metode :

a) Dalil Inayah al-Illahi, dalil ini berpijak pada tujuan segala sesuatu dengan mendasarkan pada dua prinsip,

yaitu semua yang ada di ala mini disesuaikan dengan kebutuhan manusia dan kesesuaian ini sudah pasti

Page 2: filsafat ibnu rusyd

dating dari sang Pencipta yang menghendaki demikian, karena kesesuaian tersebut mungkin terjadi secara

kebetulan.

b) Dalil Ikhtiro’, didasarkan pada fenomena penciptaan segala makhluk dan dengan ketundukan terhadap

ketentuan Pencipta.

c) Dalil gerak, gerak itu tidak selalu tatap dalam suatu keadaan, tetapi berubah-ubah dan semua jenis gerak

berakhir pada penggerak pertama yang tidak bergerak sama sekali.

Hukum Kausalitas

Ibnu Rusyd berbeda pendapat dengan Imam Ghozali, ia berpendapat bahwa antara sebab dan akibat

terdapat hubungan yang dhorury(pasti). Terjadinya sebab akibat bukanlah secara kebetulan, tetapi merupakan

ketentuan Allah. Mengenai hubungan sebab akibat dengan akal, secara tegas Ibnu Rusyd, menyatakan bahwa

pengetahuan akal tidak lebih daripada pengetahuan tentang segala yang mawjud beserta sebab akibat yang

menyertainya. Pengingkaran akan sebab berarti pengingkaran terhadap akal dan ilmu pengetahuan. Sebab

akibat atau sunnatullah sebagai suatu keniscayaan pada dasarnya diciptakan Allah sesuai dengan

kehendaknya, yang hakikatnya Allah juga yang menentukannya.

Mengenai mukjizat para Nabi, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa, “Kejadian-kejadian tersebut tidak boleh

dipermasalahkan atau diteliti para filosof, karena hal ini termasuk soal prinsip yang terdapat dalam syariat.

Arti Lahiriah dan Batiniah al-Qur’an

Menurut Ibnu Rusyd, manusia mempunyai natur dan kemampuan yang berbeda dalam menerima

kebenaran, sebab itu ayat-ayat al-Qur’an mengandung arti lahiriah dan batiniah. Arti batiniah ini hanya boleh

ditakwilkan oleh orang-orang yang termasuk al-rosikhun fi al-ilmi (filosof muslim). Beliau mengklasifikasikan

manusia menjadi tiga golongan, yaitu golongan burhaniyyat, jadalliyyat dan khitabiyyat. Penakwilan yang bersifat

akli ini termasuk dalam kategori ijtihad.

Simpulan

Ibnu Rusyd merupakan seorang filosof muslim rasional, mempercayai kekuatan akal dan

menjadikannya sebagai alat untuk mencapai kebenaran di samping wahyu, namun bukan berarti kebebasan liar,

tidak seperti yang terjadi pada averoisme yang free thinker ateis. Ia tidak mengutamakan akal dari wahyu, tetapi

mewariskan kepada kita pemikiran rasional yang sesuai dengan sinyal yang dipantulkan al-Qur’an. Tidak ada

satu pun dari ajarannya yang bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits, berbeda dengan averoisme yang

mengajarkan doubel truth, yang akhirnya menganggap agama tidak benar dan menjadi ateis. Tetapi pemikiran

rasional yang dikembangkan averoisme ini berhasil menndorong terjadinya renesains di Eropa yang kemudian

membuat kemajuan peradaban barat, yang dulunya kosong ilmu pengetahuan, berpikir sempit dan tak

menghargai akal.