Upload
hakhanh
View
229
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
MODEL MITIGASI KONFLIK MANUSIADAN HARIMAU SUMATERA
(Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) DI TAMAN NASIONALBUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS), LAMPUNG.
(TESIS)
OlehFIRDAUS RAHMAN AFFANDI
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2016
ii
ABSTRAK
MODEL MITIGASI KONFLIK MANUSIADAN HARIMAU SUMATERA
(Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) DI TAMAN NASIONALBUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS), LAMPUNG.
Oleh
FIRDAUS RAHMAN AFFANDI
Populasi harimau sumatera (Panthera tigis sumatrae Pocock, 1929) mengalamitekanan yang cukup tinggi karena berkurangnya habitat hutan. Konflik ManusiaHarimau (KMH) dan pengelolaannya di Sumatera menjadi sebuah tantangandalam upaya konservasi harimau, karena menimbulkan kerugian materi dankorban jiwa, yang akhirnya menurunkan toleransi masyarakat terhadap upayapelestariannya. Serangan dan pemangsaan terhadap ternak oleh harimau membuatmasyarakat lokal di beberapa desa pinggiran kawasan Taman Nasional BukitBarisan Selatan (TNBBS) mengembangkan beberapa pendekatan konvensionalyang bersifat non lethal control untuk melindungi ternak mereka dan mencegahtingkat konflik yang lebih tinggi terjadi. Tujuh desa lokasi penelitian di sekitarTNBBS memberikan informasi penting dalam pencegahan KMH yang digunakanmasyarakat di lansekap Bukit Barisan Selatan. Survey kuesioner dan wawancaraterstruktur telah dilakukan terhadap 154 responden. Beberapa model pencegahanlokal yang umum adalah kandang anti serangan harimau atau Tiger ProofEnclosure (TPE), perapian di sekitar kandang , penerangan atau lampu dikandang, kandang panggung tinggi, dan patroli atau penjagaan saat malam hari.Dari kuesioner yang dilakukan, model TPE dinilai efektif mencegah masuknyaharimau ke kandang oleh masyarakat desa. Dari 48 responden yang menyatakantelah membangun TPE, terdapat 4 TPE responden (8.3 %, n=48) yang mengalamigangguan dan pemangsaan pada ternaknya setelah TPE dibangun. Hasil analisaGeneralized Linear Model (GLM) memperlihatkan model TPE sebagaipermodelan terbaik yang menurunkan angka konflik dengan nilai delta Akaike’sInformation Criterion’ (AIC = 28,638), merupakan nilai kriteria yang terkecil.Intepretasi permodelan mengartikan bahwa semakin banyak TPE yang dibuat disebuah desa lokasi konflik, maka akan menurunkan jumlah frekuensi konflik yangterjadi.
Kata Kunci: Harimau sumatera, konflik,survey kuesioner, TPE, GLM.
iii
ABSTRACT
HUMAN - TIGER (Panthera tigris sumatrae POCOCK, 1929)CONFLICT MITIGATION MODELS
IN BUKIT BARISAN SELATAN NATIONAL PARK (BBSNP),LAMPUNG.
ByFIRDAUS RAHMAN AFFANDI
The population of Sumatran tigers (Panthera tigis sumatrae Pocock, 1929) ishaving fairly high pressure because of the forest habitat reduction. Human-tigerconflict (HTC) and its management in Sumatra have become a challenge in themeans of tiger conservation because they generate material loss and deaths, thateventually reduce community tolerance towards its conservation attempt. Attackand predation towards cattle by tigers have made local community in some suburbvillages of Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS / Bukit BarisanSelatan National Park) to develop some non-lethal control conventionalapproaches in order to protect their cattle and to prevent higher conflict to occur.Seven research location villages around TNBBS give important information inHTC prevention used by community in Bukit Barisan Selatan landscape.Questionnaire survey and structured interview have been done on 154respondents. Some general local prevention models are anti-tiger attack cage orTiger Enclosure Proof (TPE), fireplace around the cage, lighting or lamp in thecage, high platform cage, and night patrol and guard. From the questionnairedone, TPE model is evaluated effective in preventing tigers to enter the cage bylocal community. From 48 respondents stating that they have built TPE, there are4 TPE respondents (8.3 %, n=48) having disruption and predation after TPE isbuilt. The analysis result of Generalized Linear Model (GLM) shows that TPEmodel is the best modeling that reducing the number of conflicts with delta valueof Akaike’s Information Criterion’ (AIC = 28,638), which is the smallest criterionvalue. Modeling interpretation defines that more TPEs built by a village ofconflict area will decrease the number of occurring conflict frequencies.
Keywords: sumatran tiger, conflict, questionnaire survey, TPE, GLM.
iv
MODEL MITIGASI KONFLIK MANUSIADAN HARIMAU SUMATERA
(Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) DI TAMAN NASIONALBUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS), LAMPUNG.
OlehFIRDAUS RAHMAN AFFANDI
TesisSebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Magister BiologiFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2016
v
vi
vii
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Sidodadi, Bandar Lampung pada
tanggal 26 September 1982. Anak pertama dari lima
bersaudara dari pasangan Hi. Toni Khaidir dan Ibu Siti
Alfiah. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Al-Azhar
Way Halim, Bandar Lampung pada tahun 1994, SLTP
Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 1997, dan SLTA
Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2000.
Pada tahun 2000 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, melalui jalur
Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan lulus pada tahun 2005.
Penulis menikah dengan Ninuk Dewi Kesumaningrum pada tahun 2008, dan saat
ini diberi karunia 2 orang anak bernama Ibadurrahman Affandi dan Almaira
Rahma Affandi. Penulis bekerja di lembaga konservasi Wildlife Conservation
Society – Indonesia Program (WCS-IP) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(TNBBS), Lampung, sejak tahun 2003.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Magister
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
ix
MOTTO
Sungguh setiap perbuatan tergantung niatnya,
Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan
(Bukhori dan Muslim).
x
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan untuk cahaya-cahaya yang selalu adaNinuk Dewi Kesumaningrum, Ibadurrahman Affandi dan Almaira Rahma Affandi
Ayah Toni Khaidir dan Mamak Siti Alfiah
xi
SANWACANA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT Robbul alamin atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Model
Mitigasi Konflik Manusia dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae
Pocock, 1929) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Lampung “.
Shalawat serta salam untuk Nabi junjungan, akhirul anbiya Muhammad SAW.
Penelitian ini didukung sepenuhnya oleh Wildlife Conservation Society –
Indonesia Program (WCS-IP).
Selama proses penyelesaian tesis ini, penulis menyadari bahwa banyak pihak
yang telah memberi kontribusi. Untuk itu ucapan terimakasih setulusnya penulis
sampaikan kepada:
1. Bapak Drs. Tugiyono,M.Si, Ph.D., selaku pembimbing utama sekaligus
pembimbing akademik, atas ide, bimbingan, motivasi dan arahan dalam
penyelesaian tesis ini.
2. Bapak Dr. G. Nugroho Susanto, M.Sc., selaku pembimbing pembantu atas
ide, bimbingan, koreksi, dan arahannya selama penyelesaian tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku pembahas dan penguji,
atas segala arahan, bimbingan, saran, kritik, dan terutama ilmu pengetahuan
dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Ibu Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc., atas bimbingan, saran, arahan,
motivasi, ilmu, doa, serta kesabarannya dalam membagi pengetahuan
dengan penulis.
xii
5. Ibu Dr. Noviar Andayani, selaku Country Director Wildlife Conservation
Society – Indonesia Program (WCS-IP), atas rekomendasi dan kesempatan
penelitian yang diberikan.
6. Bapak Dr. Sumardi, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Biologi
FMIPA Universitas Lampung, atas segala arahan, saran dan motivasi
selama penulis menyelesaikan masa perkuliahan
7. Ibu Rochmah Agustrina, Ph.D., selaku Sekretaris Program Pascasarjana
Magister Biologi atas segala arahan, doa, dan motivasinya selama masa
perkuliahan.
8. Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Lampung, atas segala arahan, dan motivasi selama masa
perkuliahan.
9. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D, atas ilmu dan pengalaman yang telah
banyak diberikan kepada penulis.
10. Bapak dan Ibu dosen, staf beserta laboran Jurusan Biologi FMIPA Unila
atas ilmu dan pengalaman yang telah banyak diberikan kepada penulis.
11. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung.
12. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
13. Istriku, Ninuk Dewi Kesumaningrum, serta anak-anakku Ibadurrahman, dan
Almaira atas keceriaan, dukungan, dan doa yang tiada henti.
14. Ayah, Mamak, Iid, Ilik, Uyung, dan Tia, atas segala doa yang diberikan.
xiii
15. Teman-teman angkatan 2014 Magister Biologi FMIPA Universitas
Lampung: Mbak Hesti, Mbak Pit, Bu April, Bu Eko, Ratih, Gardis, dan
Fahrul, serta coral reefs group biology: Mbak Ana, Indah, Ajeng, dan Rudi,
atas kebersamaan selama menempuh pendidikan. Sukses selalu untuk
kalian.
16. Fahrul P. Amama, Cep Dedi Permadi, Fahrudin Surahmat, Ardiantiono,
Wulan Pusparini, Ari Sutopo, Aan Afrianto, Agus Budi Hartono, Obi, dan
staf WCS Kota Agung lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
atas dukungan dan kebersamaan selama ini.
17. Tim WRU Bukit Barisan Selatan: Tabah Pringombo, Ferry Wilantara,
Ismail, Babeh Ashari, Garnis Widiastuti, dan Oki P. Laoh, terimakasih atas
bantuan dan kebersamaan di lapangan.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan
penyusunan tesis ini.
19. Almamater tercinta Universitas Lampung.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah mereka
berikan. Dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal
Alamin.
Bandar Lampung, Juni 2016
Penulis,
Firdaus Rahman Affandi
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ iABSTRAK ....................................................................................................... iiABSTRACT ....................................................................................................... iiiHALAMAN JUDUL........................................................................................ ivHALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... vHALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... viPERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA.............................................. viiRIWAYAT HIDUP.......................................................................................... viiiMOTTO ....................................................................................................... ixPERSEMBAHAN............................................................................................ xSANWACANA................................................................................................ xiDAFTAR ISI.................................................................................................... xivDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviDAFTAR TABEL............................................................................................ xviiDAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xviii
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 11.1. Latar Belakang Masalah................................................................ 11.2. Tujuan Penelitian........................................................................... 61.3. Manfaat Penelitian......................................................................... 61.4. Kerangka Pemikiran...................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 112.1 Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ........................ 112.2 Bioekologi Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) ..................................... 132.3 Morfologi Harimau Sumatera ....................................................... 132.4 Populasi dan Distribusi.................................................................. 142.5 Perilaku.......................................................................................... 152.6 Habitat dan Pakan.......................................................................... 162.7 Ancaman........................................................................................ 172.8 Daerah Jelajah dan Konflik Manusia - Harimau........................... 192.9 Konflik Manusia dan harimau Sumatera....................................... 212.10 Wildlife Conservation Society (WCS).......................................... 22
III. METODE PENELITIAN..................................................................... 243.1 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 243.2 Alat Penelitian ............................................................................... 273.3 Sampel Responden ........................................................................ 273.4 Bahan Penelitian............................................................................ 283.5 Cara Kerja ..................................................................................... 28
3.5.1 Pembuatan Kuisioner dan Pelaksanaan Wawancara............ 28
xv
3.5.2 Skala Likert .......................................................................... 303.5.3 Analisis Data ........................................................................ 31
3.5.3.1 Uji Chi Square ......................................................... 323.5.3.2 Korelasi Pearson ...................................................... 323.5.3.3 Generalized Linear Model (GLM) .......................... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 354.1 Karakteristik Konflik..................................................................... 354.2 Data Responden............................................................................. 384.3 Persepsi Masyarakat terhadap Harimau Sumatera ........................ 44
4.3.1 Konflik Tipe I....................................................................... 444.3.2 Aktifitas Temporal ............................................................... 484.3.3 Konflik Tipe II ..................................................................... 494.3.4 Pemangsaan dan tindakan balas dendam (retaliasi) ........... . 534.3.5 Variabel Pengetahuan........................................................... 574.3.6 Variabel Sikap ...................................................................... 61
4.4 Manajemen Pencegahan Konflik Manusia dan Harimau.............. 644.5 Uji korelasi Pearson antara variabel pencegahan dan GLM ......... 72
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 785.1 Kesimpulan.................................................................................... 785.2 Saran.............................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 80
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Diagram alur penelitian .......................................................... 10Gambar 2 Harimau sumatera.................................................................... 13Gambar 3 Deforestasi di TNBBS ............................................................. 18Gambar 4 Lokasi penelitian...................................................................... 25Gambar 5 Korban konflik manusia dan harimau...................................... 37Gambar 6 Peta kerawanan KMH.............................................................. 39Gambar 7 Komposisi umur masyarakat responden.................................. 41Gambar 8 Komposisi pekerjaan masyarakat responden........................... 41Gambar 9 Komposisi pendidikan masyarakat responden ........................ 42Gambar 10 Komposisi suku masyarakat responden................................... 43Gambar 11 Komposisi pendapatan dan pengeluaran ................................. 44Gambar 12 Tanda temuan keberadaan harimau ......................................... 45Gambar 13 Jejak tapak harimau di Desa Kubu Perahu .............................. 45Gambar 14 Proporsi keberadaan harimau ................................................. 46Gambar 15 Aktifitas temporal harimau ..................................................... 48Gambar 16 Frekuensi pemangsaan oleh harimau....................................... 50Gambar 17 Sikap dukungan terhadap keberadaan harimau ....................... 55Gambar 18 Pernyataan harimau ditembak saja .......................................... 56Gambar 19 Sikap mengenai aksi balas dendam ......................................... 56Gambar 20 Pengetahuan tentang keberadaan harimau............................... 58Gambar 21 Skala sikap terhadap keberadaan harimau............................... 62Gambar 22 TPE dengan model pagar luar ................................................. 66Gambar 23 Efektifitas TPE ....................................................................... 67Gambar 24 Kandang panggung dan kandang konvensional ...................... 68Gambar 25 Persepsi terhadap model pencegahan ...................................... 71Gambar 26 Korelasi Pearson seluruh variabel .......................................... 74Gambar 27 Korelogram antar variabel ...................................................... 75
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Desa KMH di TNBBS ................................................................. 26Tabel 2 Bobot dan kategori pengukuran data dimensi pengetahuan......... 30Tabel 3 Bobot dan kategori pengukuran data dimensi sikap..................... 30Tabel 4 Batas-batas hasil transformasi ...................................................... 31Tabel 5 Interpretasi koefisien korelasi versi de Vaus ............................... 33Tabel 6 Data tipe konflik manusia dan harimau di TNBBS...................... 35Tabel 7 Jumlah korban ternak yang dimangsa harimau ............................ 36Tabel 8 Peristiwa konflik manusia dan harimau ....................................... 37Tabel 9 Data demografi responden............................................................ 40Tabel 10 Tipe predasi ternak oleh harimau di beberapa tempat.................. 51Tabel 11 Konversi pengetahuan tentang harimau ....................................... 61Tabel 12 Konversi sikap tentang harimau. .................................................. 64Tabel 13 Seleksi model GLM antara variabel.................................................. 76Tabel 14 3 model seleksi terbaik dari GLM................................................ 76
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ringkasan data deskriptif untuk dimensi pengetahuan Q1 dan Q2.Lampiran 2. Ringkasan data deskriptif untuk dimensi pengetahuan Q3 dan Q4.Lampiran 3. Ringkasan data deskriptif untuk dimensi sikap Q5 dan Q6.Lampiran 4. Ringkasan data deskriptif untuk dimensi sikap Q7 dan Q8Lampiran 5. Uji Chi Square dimensi pengetahuan dan sikap.Lampiran 6. Uji Chi Square Pearson respon terhadap keberadaan harimau
antara desa dampingan dan desa non dampingan.Lampiran 7. Tabel Uji Chi Square Pearson desa TPE dan desa non TPE
terhadap pemangsaan ternak.Lampiran 8. Konversi persepsi umum pengetahuan dan sikap tentang
keberadaan harimau sumatera.Lampiran 9. Uji korelasi Pearson antara variabel konflik dan variabel
pencegahan.Lampiran 10. Desain model kandang TPE.Lampiran 11. Foto kegiatan kuesioner dan wawancara masyarakat di desa.Lampiran 12. Tabel variabel data dan seleksi model GLM antara variabel.Lampiran 13. Tabel seleksi model dengan jumlah konflik sebagai varoiabel
respon.Lampiran 14. Korelasi pearson seluruh variabel menggunakan GLM.Lampiran 15. Nilai P-Value seluruh variabel dan nilai R korelasi Pearson dalam
GLMLampiran 16. Plot efek KMH – TPE , KMH - kandang panggung, dan KMH –
Patroli.Lampiran 17. Plot efek KMH – Lampu, KMH – Jumlah Ternak, KMH –
Perapian.Lampiran 18. Plot efek KMH – Pemukiman, KMH – Sawah, KMH – Kebun,
KMH – Belukar
Lampiran 19. Lembar data kuesioner (pertanyaan 1-13).
Lampiran 20. Lembar data kuesioner (pertanyaan 14 – 17).
Lampiran 21. Lembar data kuesioner (pertanyaan 18-26).
Lampiran 22. Lembar data kuesioner (pertanyaan 27 – 41).
Lampiran 23. Lembar data kuesioner (pertanyaan 42 – 50).
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu subspesies harimau
yang tersisa yang masih dimiliki Indonesia. Dua kerabat lainnya, harimau bali (P.
t. balica) dan harimau jawa (P. t. sondaica) telah punah pada tahun 1940-an dan
1980-an (Seidensticker, Christie, dan Jackson, 1999; Kehutanan, 2014). Saat ini
harimau sumatera tengah menghadapi tekanan dan ancaman perburuan dan
hilangnya habitat alami akibat kegiatan manusia (Dinata, Saleh, dan Fenilia,
2014), salah satu dampak dari penyempitan habitat alaminya adalah konflik antara
manusia dengan harimau.
Usaha perlindungan dan pelestarian telah dilakukan pemerintah dan dunia
internasional terhadap satwa langka endemik harimau sumatera, yang berstatus
kritis (critically endangered) (The IUCN Red List, 2008). Sementara itu
Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES) telah melarang segala bentuk perdagangan dan perburuan harimau
sumatera dan mengkategorikan dalam kelompok Appendix I.
Di Pulau Sumatera, Konflik Manusia dan Harimau (KMH) telah menjadi salah
satu tantangan dalam upaya konservasi harimau, karena menimbulkan kerugian
materi dan korban jiwa, yang akhirnya menurunkan toleransi masyarakat terhadap
2
upaya pelestariannya. Konflik seperti ini juga merupakan salah satu faktor yang
memicu masyarakat untuk menangkap dan bahkan membunuh harimau (Priatna et
al., 2012). Faktor utama KMH adalah perburuan dan perdagangan ilegal dari
bagian tubuh harimau (CITES, 1999).
Inisiasi penanganan melalui mitigasi KMH di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan telah dilakukan di daerah Talang Sebelas dan Talang Kalianda (wilayah
Desa Rajabasa, Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Lampung Barat). Konflik
manusia dan harimau terjadi dengan intensitas frekuensi tinggi, terekam pertama
kali pada 16 Desember 2005, dengan hilangnya hewan ternak kambing dari
kandang. Data jebakan kamera (camera trap) Wildlife Conservation Society –
Indonesia Program (WCS-IP) menunjukkan bahwa pemangsanya adalah harimau
sumatera (Adhiasto, 2008). Sampai dengan tahun 2007 tercatat 14 ekor kambing
dan 1 ekor anjing yang menjadi korban pemangsaan harimau di Talang Sebelas,
Desa Rajabasa, Bengkunat, Lampung Barat (Saroso, 2014).
Pada tahun 2014 di Komplek Taman Indah, Pekon Kubu Perahu, salah satu desa
yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, seekor
induk harimau sumatera dan anakan, keluar dari hutan kawasan taman nasional
dan memangsa ternak kambing dan sapi warga. Mitigasi dilakukan secara
swakarsa dengan memindahkan seluruh ternak dari Komplek Taman Indah, untuk
menghindari predasi harimau (WCSIP, 2014).
Data konflik terbaru April 2015 di Kabupaten Tanggamus, “Petir”, individu muda
(usia 3 tahun) yang baru dilepasliarkan satu bulan sebelumnya dari Tambling
Wildlife and Nature Conservation (TWNC), TNBBS, memasuki kawasan
3
pemukiman di Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus. Perilaku ini
diduga karena belum mendapatkan teritori. Berdasarkan data GPS colar, Petir
menempuh jarak lebih dari 100 km dari lokasi pelepasannya di TWNC. Petugas
Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Lampung akhirnya
dapat menangani Petir dengan tembakan bius, dan dikembalikan ke Tiger Rescue
Center, TWNC (WCSIP, 2015). Kejadian tersebut merupakan contoh mitigasi
konflik yang tertangani dengan baik oleh masyarakat, pemerintah dan stakeholder
di TNBBS.
Penanganan KMH di Desa Tanjung Raman, Kecamatan Pendopo, Kabupaten
Empat Lawang, Sumatera Selatan, 16 September 2015, dilakukan terhadap seekor
harimau yang terperangkap jerat babi yang dipasang masyarakat dan akhirnya
ditembak oleh aparat keamanan, atas desakan masyarakat (Wijaya, 2015). Oleh
karena itu pengetahuan dan pemahaman tentang teknik mitigasi terhadap KMH
sangat diperlukan.
Secara umum KMH dapat dikelompokkan kedalam 3 tipe. Tipe pertama adalah
peristiwa konflik atau kontak langsung ketika harimau menyerang manusia. Tipe
kedua harimau memangsa ternak, dan tipe ketiga harimau memasuki pemukiman
manusia tanpa ada predasi (Nugraha dan Sugardjito, 2009; Goodrich, 2010;
Priatna et al., 2012).
Tipe konflik pertama merupakan konflik langsung yang memiliki resiko tinggi
untuk terjadinya kematian terhadap salah satu entitas, bahkan jika manusia yang
mati maka kemungkinan akan berlanjut kepada tindakan pembalasan terhadap
4
harimau (Goodrich, 2010). Tipe ini disebut juga konflik dengan level yang tinggi
(Priatna et al., 2012).
Data korban kematian terhadap manusia akibat serangan harimau di Asia
Tenggara menyatakan angka tertinggi di Sumatera, diketahui antara 5-10 orang
meninggal akibat serangan harimau setiap tahunnya (Nyhus dan Tilson, 2004;
Nugraha dan Sugardjito, 2009). Dampak terhadap ekonomi dan emosi pada
masyarakat yang menjadi korban serangan harus dipertimbangkan karena
menyebabkan dampak negatif yang kuat terhadap konservasi dari harimau
sumatera (Quigley dan Hererro, 2005).
Tipe kedua dan ketiga, disebut juga level sedang dan rendah, merupakan konflik
tidak langsung yang paling umum terjadi, termasuk di Sumatera. Pada kedua tipe
konflik ini tidak terjadi kontak langsung dengan manusia, tetapi ancaman terhadap
harimau dapat berkembang menjadi konflik langsung (Priatna et al., 2012).
Forum Harimau Kita (FHK, 2012) menyatakan berdasarkan data KMH dari
Lembaga Konservasi di Sumatera: Wildlife Conservation Society – Indonesia
Program (WCS-IP), Zoological Society of London (ZSL), Fauna Flora
International (FFI), Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS), World Wide
Fund (WWF) antara tahun 1998 – 2011, lebih dari 563 KMH terekam di 8
provinsi (NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, dan Lampung), diketahui 46 ekor harimau terbunuh dan 57
orang meninggal (Pusparini, 2012; Priatna et al., 2012). Di Lampung tercatat 85
konflik tetapi tidak ada harimau atau manusia yang menjadi korban (Pusparini,
2012), perilaku pemangsaan hewan ternak menjadi peristiwa yang umum terjadi.
5
Hal ini menunjukkan bahwa KMH yang terjadi di TNBBS belum cukup tinggi.
Usaha yang berkesinambungan untuk dapat mempertahankan kondisi ini perlu
dilakukan.
Konflik manusia dan harimau sumatera dewasa cenderung tinggi di wilayah
dengan laju kerusakan hutan yang tinggi (Nyhus dan Tilson 2004). Model
mitigasi konflik dinilai menjadi penting dalam mencegah terjadinya korban antara
kedua entitas, baik manusia maupun harimau, sebagai sebuah usaha preventif.
Tidak ada solusi tunggal dalam menyelesaikan permasalahan tumpang tindih
habitat antara manusia dan harimau sumatera. Pencegahan dan penanggulangan
konflik pada suatu daerah tidak selalu dapat diterapkan di daerah lain (Priatna et
al., 2012).
Aktifitas manusia memiliki peranan besar dalam kepunahan harimau jawa dan
harimau bali (Seidensticker, 1987), serta penurunan populasi harimau sumatera
(Boomgaard, 2001). Intervensi konservasi melalui mitigasi konflik akan
memberikan dampak positif dengan tidak meningkatnya skala konflik manusia
dan harimau sumatera di TNBBS.
Peningkatan populasi harimau sumatera pada bentang alam konservasi harimau
sumatera (Tiger Conservation Landscape/ TCL) termasuk di Bukit Barisan
Selatan yang tertuang dalam Strategi Konservasi Harimau Sumatera (Soehartono
et al., 2007) adalah target yang diharapkan terwujud. Kemungkinan peningkatan
populasi tersebut akan diiringi pula oleh peningkatan angka konflik, jika tidak
dilakukan upaya mitigasi untuk mengurangi resiko tersebut (Goodrich, 2010).
6
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun model mitigasi konflik manusia
dan harimau sumatera yang efektif berdasarkan karakteristik konflik yang terjadi
di desa konflik di daerah penyangga TNBBS.
1.3 Manfaat Penelitian
Secara umum konflik manusia dan harimau di Pulau Sumatera belum menjadi isu
utama oleh pemerintah, dan pencegahan dan penanggulangannya hanya bersifat
sektoral. Lansekap TNBBS dengan 73 desa di pinggiran kawasan taman nasional,
yang sebagian mengalami peristiwa konflik, meskipun belum dalam level yang
mengkhawatirkan, harus ada upaya pencegahan untuk menjaga kondisi ini ke
dalam pola perilaku masyarakat yang sadar dan toleran terhadap keberadaan
harimau. Pemahaman akan akar permasalahan dan pola konflik ini dapat menjadi
panduan lokal yang diterapkan ke desa penyangga di kawasan lansekap TNBBS
untuk mencegah dan menanggulangi konflik.
1.4 Kerangka Pemikiran
Konflik atau pertentangan merupakan wujud dari persaingan terhadap sumber
daya yang terbatas, tidak adanya saling pengertian atau tidak adanya keinginan
menghargai keberadaan entitas lain di sekitarnya. Secara alamiah, makhluk hidup
mempunyai teknik tersendiri untuk menghindari terjadinya konflik. Konflik akibat
sumber daya yang terbatas dapat dikurangi dengan cara memilih jenis makanan
yang melimpah atau yang sangat spesifik, sehingga pertentangan antar spesies
berkurang.
7
Konflik antara manusia dengan satwa liar, terutama harimau, merupakan ekses
yang tidak dapat dihindarkan dari adanya penggunaan sumberdaya yang sama.
Catatan menunjukkan bahwa ada kecenderungan insiden konflik antara manusia
dan harimau di Sumatera meningkat dari tahun ke tahun, terutama pada daerah
hutan yang mengalami kerusakan.
Variasi habitat yang tersimpan di dalam TNBBS mendukung berbagai spesies
mamalia. Sejak ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tahun 1981, belum ada
survei atau penelitian yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai
konflik manusia dan satwa liar di kawasan tersebut.
Aktivitas manusia berupa perambahan, penebangan liar, pembukaan jalan dalam
kawasan dan perburuan merupakan fenomena yang menjadi tekanan dan ancaman
pada kawasan hutan. Pesatnya pertumbuhan populasi manusia dan pembangunan
ekonomi di dalam dan sekitar habitat harimau di TNBBS menyebabkan
meningkatnya kebutuhan akan konversi lahan untuk perkebunan dan pertanian,
yang kemudian berujung pada meningkatnya potensi konflik antara manusia dan
harimau. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, konflik antara manusia
dan harimau dipercaya menjadi salah satu ancaman utama bagi kelestarian
harimau sumatera sendiri.
Berkurangnya ketersediaan satwa mangsa akan membuat daya jelajah harimau
semakin meluas, tak terkecuali mereka akan memasuki pemukiman penduduk
untuk memangsa ternak. Upaya mitigasi harus dilakukan untuk mengurangi
dampak konflik. Pola penggembalaan ternak, kesadaran untuk tidak membuka
hutan kawasan dan berburu satwa mangsa harimau menjadi faktor yang berperan
8
untuk menjaga frekuensi dan level konflik tetap dalam tingkat resiko yang rendah
bagi kedua entitas.
Dari kategori level KMH di Sumatera, TNBBS tidak tergolong dalam level
konflik yang tinggi. Serangan harimau lebih banyak terhadap ternak seperti
kambing, sapi, atau bahkan anjing. Meski tidak ada konflik langsung yang
mengancam keselamatan manusia, hal ini tetap menimbulkan ketakutan pada
masyarakat. Kerentanan konflik juga berpotensi meningkat menjadi ancaman
terhadap harimau untuk ditangkap, dijerat, atau lebih parah lagi diburu sebagai
alibi untuk menghilangkan ketakutan pada masyarakat.
Belum terlaksananya program kompensasi bagi masyarakat terdampak konflik
menjadi sebuah contoh bahwa permasalahan konflik manusia dan satwa liar,
termasuk di dalamnya harimau sumatera, belum menjadi isu utama dalam
pemerintahan di Provinsi Lampung. Untuk lansekap TNBBS penanggulangannya
masih bersifat kebijakan sektoral dari Taman Nasional dan mitranya, berupa
pembentukan Satuan Tugas Penanganan Konflik (Satgas PK) oleh Kepala
BBTNBBS (SK 48.BBTNBBS.2.2014) yang dibuat pada November 2014.
Intervensi konservasi sangat diperlukan untuk membangun pemahaman dan sikap
toleran dari masyarakat akan keberadaan harimau agar tidak selalu dianggap
sebagai ancaman bagi kehidupan manusia di pinggiran kawasan TNBBS.
Pemahaman tentang keterkaitan resiko tinggal berdampingan dengan hutan dan
kondisi yang akan mencegah dan mengurangi resiko konflik antara kedua entitas,
serta sikap toleran terhadap keberadaan satwa liar seperti harimau yang memang
9
membutuhkan hutan sebagai pendukung kehidupannya diharapkan akan
menciptakan resiko konflik yang rendah.
Diagram alur penelitian berikut (Gambar 1) menjelaskan tentang latar belakang
KMH yang terjadi di desa-desa daerah penyangga TNBBS serta penanganannya.
Informasi mengenai data KMH sejak tahun 2008 menjadi dasar pemilihan lokasi
penelitian. Karakteristik konflik tersebar di setiap desa konflik akan menjadi data
yang sangat mendukung dalam menentukan model mitigasi yang digunakan oleh
masyarakat. Penelitian ini berbasis pada survey kuesioner untuk menggali
persepsi, pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap konflik yang
terjadi, sehingga akan diperoleh simpulan model mitigasi konflik yang efektif
berdasarkan karakteristik masyarakat dan tipe konflik terjadi.
Gambar 1. Alur penelitian model mitigasi konflik manusia dan harimau sumatera (KMH) di TNBBS
Konflik Manusiadan Harimau diTNBBS dalam
rentang waktu2008 – 2014(Time series)
DataSekunder :diolah daridata WCSIP
rentangwaktu yang
sama
Karakteristik Konflik
Persepsi tentangkeberadaan harimau
Tidak ada korbanmanusia danharimau
Kejadian umum :pemangsaanternak dan
harimaumendekati
pemukiman.
Penelitian tentangModel Mitigasi
Pengetahuan dan sikapterhadap konservasi
SurveyKuesioner
Manajemen pencegahankonflik
Pemilihan desamodel
Modelpencegahan
efektif
Berdasarkan frekuensikonflik
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan kawasan lindung
terbesar ketiga di sumatera seluas 356800 ha, dengan komposisi berbagai tipe
ekosistem hutan mencakup hutan pantai (3568 ha), hutan hujan dataran rendah
(160560 ha), hutan hujan perbukitan (121312 ha), dan luasan lainnya adalah
hutan pegunungan (BBTNBBS, 2014).
Tipe hutan hujan dataran rendah umumnya memiliki keanekaragaman spesies
yang tinggi. Berdasarkan kekayaan hayati yang luar biasa, status The Rainforest
Heritage Site (TRHS) ditetapkan oleh UNESCO pada Juli 2004 beserta 2 taman
nasional lainnya (TN Gunung Leuser dan TN Kerinci Seblat) sebagai Cluster
Natural World Heritage Site dengan nama The Tropical Rainforest Heritage of
Sumatra (TRHS), dan pada Juli 2007 TNBBS menjadi Taman Nasional Model
melalui SK Dirjen PHKA No. 69/IV-Set/HO/2006 serta menjadi Balai Besar TN
berdasarkan Permenhut No. P03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007.
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan adalah habitat penting bagi tak kurang dari
22 jenis mamalia termasuk satwa kunci seperti harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae Pocock, 1929) badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis Fischer,
1814), gajah asia (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847), tapir (Tapirus
12
indicus Desmarest, 1819), beruang madu (Helarctos malayanus Raffles, 1821),
ajag (Cuon alpinus Pallas, 1811), serta beberapa satwa langka seperti kelinci
sumatera (Nesolagus netscheri Schlelgel,1880), dan tokhtor sumatera
(Carpococcyx viridis Salvadori, 1879). Perambahan hutan dan perburuan liar
menjadi ancaman yang nyata terhadap tingginya keanekaragaman flora dan fauna
di TNBBS (O'Brien dan Kinnaird, 1996; Kinnaird et al., 2003).
Keanekaragaman tumbuhan meliputi sedikitnya 471 spesies pohon, 24 spesies
liana, 15 spesies bambu, 126 spesies anggrek. Tipe hutan yang ada di TNBBS
adalah secara umum adalah hutan hujan dipterokarp dataran rendah yang
merupakan hutan hujan dengan tutupan yang tinggi dan lebat, serta bernilai
ekonomi karena menghasilkan kayu gelondongan, sebagai dampaknya menjadi
sasaran eksploitasi manusia (BBTNBBS, 2014).
Berlokasi di ujung barat daya (40 31’ – 50 57’ LS dan 1030 34’ – 104043’ BT),
TNBBS terbentang di Propinsi Lampung, Bengkulu, dan sebagian kecil Sumatera
Selatan. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan berbatasan dengan 5 kabupaten
yaitu Kabupaten Tanggamus, Pesisir Barat, Lampung Barat (ketiganya di Propinsi
Lampung), Kaur (Prop. Bengkulu), dan Ogan Komering Ulu (Prop. Sumatera
Selatan), dengan total sedikitnya 73 desa yang mengelilingi perbatasan disertai
perkebunan kopi, damar, kelapa sawit, dan tanaman pertanian lainnya
(BBTNBBS, 2014).
Dengan bentuk yang sempit memanjang, memiliki luasan 365800 ha dan keliling
± 700 km, TNBBS merupakan sumber dan area tangkapan air untuk daerah barat
daya Sumatera. Di kawasan ini terakhir menunjukkan bahwa sudah terdapat 9
13
jalan lintas yang memotong kawasan TNBBS (4 jalan resmi, 5 belum berizin)
yang menjadi permasalahan tersendiri terhadap konservasi hidupan liar di
dalamnya (BBTNBBS, 2014).
2.2 Bioekologi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929)
Harimau sumatera (Gambar 2) memiliki nama dalam entitas suku-suku di Pulau
Sumatera; Lemawong (Lampung), Babiat (Batak), Datuk (Jambi), Setue
(Bengkulu), dan Inyiak Balang (Minang). Secara ilmiah harimau memiliki
klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
Famili : Felidae
Genus : Panthera
Spesies : Panthera tigris
Sub spesies : Panthera tigris Sumatrae
(Cracraft et al., 1998; Luo et al., 2004; Mazak dan Groves 2006).
2.3 Morfologi Harimau Sumatera
Harimau sumatera merupakan sub spesies endemik di Pulau Sumatera dengan
ukuran tubuh rerata terkecil diantara sub spesies harimau yang ada saat ini
(Kitchener, 1999; Mazak, 1981). Harimau sumatera jantan memiliki rerata
panjang dari kepala hingga ekor 240 cm dan berat 120 kg, sedangkan betina
memiliki rerata panjang dari kepala hingga ekor 220 cm dan berat 90 kg
(Soehartono et al., 2007). Ukuran kaki depan harimau sumatera lebih besar dan
WCSIP-TNBBSGambar 2. Harimau Sumatera
14
lebih panjang dibandingkan kaki belakang, karena harimau menggunakan kaki
depannya sebagai tumpuan untuk melompat dan menyergap mangsanya (Dinata et
al., 2014). Harimau sumatera memiliki pola belang berupa loreng bergaris garis
hitam di tubuhnya. Masing masing individu memiliki pola belang atau loreng
yang unik dan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Hal tersebut
yang menjadi salah satu kunci identifikasi harimau dalam membedakan per
individu pada jebakan kamera.
2.4 Populasi dan Distribusi
Indonesia pernah memiliki tiga dari delapan sub spesies harimau yang ada di
dunia, namun dua di antaranya, yaitu harimau jawa (P.t. sondaica) dan harimau
bali (P. t. balica) telah dinyatakan telah punah sejak pertengahan abad lalu
(Seidensticker et al., 1999). Saat ini hanya sub spesies harimau sumatera (P. t.
Sumatrae) yang tersisa dan hidup pada habitat yang terfragmentasi dan terisolasi
satu dengan lainnya.
Pada tahun 2012 populasi harimau sumatera di alam diperkirakan sekitar 350 ekor
(Priatna et al., 2012) dan terus mengalami penurunan (Wibisono dan Pusparini,
2010). Populasi harimau sumatera 400 – 500 ekor pada tahun 1990 yang tersebar
di 5 Taman Nasional (Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Way Kambas, Berbak dan
Bukit Barisan Selatan) dan 2 di Suaka Margasatwa (Kerumutan dan Rimbang),
sementara sekitar 100 ekor lainnya berada di luar ketujuh kawasan konservasi
tersebut (Abdillah, 2009).
15
Status harimau secara global menetapkan 12 bentang alam konservasi harimau
(Tiger Conservation Landscape) di Sumatera dan hanya dua di antaranya yang
dikategorikan sebagai prioritas global, yaitu bentang alam Kerinci Seblat dan
Bukit Tigapuluh, serta dua bentang alam prioritas regional, yaitu Bukit Balai
Rejang Selatan dan Kuala Kampar – Kerumutan (Sanderson et al., 2006).
Saat ini kantung populasi harimau sumatera terdapat lebih dari 18 kawasan
konservasi dan kawasan hutan lain yang berstatus sebagai hutan lindung dan
hutan produksi, yang terpisah satu sama lain. Apabila tidak dilakukan upaya
intervensi pengelolaan yang tepat, satu-satunya sub spesies harimau yang tersisa
di Indonesia ini diyakini akan punah dalam waktu yang singkat.
2.5 Perilaku harimau sumatera
Harimau adalah pemangsa dominan di dalam kawasan hutan, mereka umumnya
lebih aktif saat menjelang senja dan malam hari (nokturnal). Harimau memangsa
buruannya dengan cara mengendap lalu menyergap mangsanya. Umumnya
penyergapan pertama harimau akan membekuk mangsanya dengan kuat, jika
gagal biasanya tidak dilanjutkan lagi untuk jarak kejar yang cukup jauh (Dinata et
al., 2014). Harimau adalah satwa perenang, pada cuaca panas melakukan aktifitas
berendam. Pemangsaan juga dapat dilakukan di perairan karena terdapat selaput di
sela-sela jarinya yang mendukung kemampuan berenang. Harimau diketahui
menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila hewan buruan lambat berenang
(Kemenhut, 2014).
16
Harimau merupakan satwa soliter, jarang dijumpai berpasangan, kecuali pada
harimau betina beserta anak-anaknya (Sunquist et al., 1999) . Harimau
berkomunikasi melalui bau dan suara. Harimau mempunyai indra penciuman yang
kuat dan seringkali meninggalkan tanda berupa feses dan urin dengan bau yang
khas. Tanda tersebut berfungsi sebagai penanda jalan, penanda wilayah kekuasaan
atau sebagai alat komunikasi informasi yang lebih spesifik seperti identitas
individu, periode waktu individu harimau lewat pada areal tertentu, dan penanda
estrus pada harimau betina (Slater dan Alexander, 1986).
2.6. Habitat dan Pakan
Harimau sumatera memerlukan tiga kebutuhan dasar yaitu ketersediaan hewan
mangsa yang cukup, sumber air dan tutupan vegetasi yang rapat untuk tempat
menyergap mangsa (Sunquist, 1981). Di habitat alaminya, harimau sumatera
terdapat di hutan hujan dataran rendah hingga pegunungan, dengan ketinggian
antara 0 – 3000 meter di atas permukaan laut dan menghuni berbagai jenis habitat,
seperti hutan primer, hutan sekunder hutan pantai, hutan rawa gambut, hutan
tebangan, perkebunan, hingga belukar terbuka (Seidensticker et al., 1999).
Seperti sub spesies harimau lainnya, harimau sumatera adalah jenis satwa yang
mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya di alam
(Sunquist, 1981; Seidensticker et al., 1999). Sunarto (2011) menyatakan harimau
sumatera umumnya terdeteksi di areal yang memiliki kerapatan vegetasi bawah
yang tebal, tetapi cenderung lebih menyukai kawasan hutan.
17
Pakan utama harimau sumatera adalah dari keluarga Cervidae berukuran besar
yaitu rusa sambar (Cervus unicolor) dan kijang muntjak (Muntiacus muntjak)
(Sanquist et al., 1999; Wibisono, 2006) dan keluarga Suidae (babi hutan)
(Kawanishi dan Sunquist, 2004). Secara spesifik di TNBBS harimau sumatera
juga memangsa berbagai jenis mangsa lain yaitu kancil (Tragulus sp), beruk
(Macaca nemestrina), landak (Hystrix brachyura), trenggiling (Manis javanica),
kuau raja (Argusianus argus), sampai beruang madu (Helarctos malayanus)
(O’Brien et al., 2003 ; Soehartono et al., 2007).
2.7. Ancaman
Pada tahun 2009, International Union for Conservation of Nature (IUCN)
menetapkan status harimau sumatera sebagai kritis (critically endangered), dan
Pemerintah Indonesia juga telah memasukkan ke dalam perlindungan bagi spesies
prioritas (The IUCN Red List, 2008). Hal tersebut tak terlepas dari ancaman
besar yang terus melanda eksistensi harimau sumatera. Ancaman terbesar
terhadap kelestarian harimau sumatera adalah aktivitas manusia, terutama
deforestasi dengan alih fungsi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan seperti
perkebunan, pertambangan, perluasan pemukiman, transmigrasi dan
pembangunan infrastruktur lainnya (Soehartono et al., 2007; Wibisono dan
Pusparini, 2010). Faktor lain yang umum ditemukan adalah pembalasan
pembunuhan harimau karena konflik dengan penduduk desa merupakan faktor
utama penyebab berkurangnya populasi harimau sumatera. (Shepherd dan
Magnus, 2004 ; Wibisono dan Pusparini, 2010)
18
Nilai penting kawasan TNBBS dan pengakuan internasional ternyata belum cukup
mampu untuk menghindari kerusakan kawasan. Analisis spasial yang dilakukan
WCSIP dan TNBBS (Gaveau et al., 2009) melalui citra landsat 7 memberi
gambaran bahwa TNBBS mengalami deforestasi seluas 61.000 hektar dari tahun
1972 – 2006 (Gambar 3), deforestasi tersebut disebabkan oleh perubahan tutupan
hutan menjadi kebun kopi.
Gambar 3. Deforestasi di TNBBS (Gaveau et al.,2009)
Deforestasi hutan di TNBBS sendiri dimulai sejak tahun 1960-an. Pelaku
penebangan hutan di TNBBS adalah petani yang tinggal di dalam dan di sekitar
hutan (Suyadi, 2011). Selain mengakibatkan fragmentasi habitat, berbagai
aktivitas tersebut juga sering memicu konflik antara manusia dan harimau, dan
menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering berakhir dengan
tersingkirnya harimau dari habitatnya.
19
2.8. Daerah Jelajah dan Konflik Manusia - Harimau
Kajian yang dilakukan oleh Franklin et al. (1999) menunjukkan bahwa daerah
jelajah harimau sumatera betina dewasa berkisar antara 40 – 70 km2. Daerah
jelajah satu harimau jantan dewasa dapat mencakup daerah jelajah dua betina
dewasa. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi luas jelajah harimau
sumatera adalah ketersediaan satwa mangsa. Santiapillai dan Ramono (1985)
memperkirakan kepadatan rata-rata harimau sumatera dewasa berkisar antara 1
individu/100km2 pada hutan dataran tinggi dan meningkat hingga 1-3
individu/100 km2 pada hutan dataran rendah. Griffith (1994) memperkirakan
kecenderungan tersebut dipengaruhi oleh berkurangnya ketersediaan satwa
mangsa dengan meningkatnya ketinggian.
Daerah jelajah (home range) bagi hewan merupakan peta kognitif yang dipilih
oleh spesies manapun untuk tetap dapat menyesuaikan diri dengan status
sumberdaya (termasuk makanan, pasangan, keamanan), dan tempat yang tersedia
dengan persyaratan adanya sumberdaya tersebut (Powell dan Mitchell, 2012).
Sedangkan teritori adalah tempat yang khas yang selalu dipertahankan dengan
aktif misalnya semak rimbun tempat beristirahat harimau (Alikodra, 1990). Batas-
batas teritori ini dikenali dengan jelas oleh pemiliknya, biasanya ditandai dengan
urin, feses, dan sekresi lainnya. Pertahanan teritori ini dilakukan dengan perilaku
yang agresif, misalnya dengan mengeluarkan suara, ataupun dengan perlawanan
fisik.
Daerah jelajah dan pergerakan mamalia predator seperti harimau dipengaruhi oleh
lingkungan mereka dan distribusi dari sumberdaya yang mereka butuhkan untuk
20
tumbuh, berkembang biak dan bertahan hidup (Begon et al., 2006). Ruang spasial
ekologis dan pola pergerakan predator juga dipengaruhi oleh habitat kunci yang
menentukan distribusi dari satwa mangsa (Valeix et al., 2010). Kompetisi pada
daerah teritori juga akan membuat pola pergerakan dari predator untuk
mempertahankan daerahnya dari individu maupun spesies lain, namun
keuntungan yang diperoleh untuk mempertahankan wilayah tersebut harus
melebihi usaha yang sudah dilakukan tanpa memandang apakah mereka hewan
soliter atau berkelompok (Gordon, 1997).
Menurut Priatna et al. (2012), konflik dapat terjadi karena permasalahan dalam
pemanfaatan ruang, pelanggaran batas antara kedua entitas. Namun konflik dapat
dikurangi dengan menandai daerah aktifitas atau teritorial sehingga individu
ataupun spesies lain tidak memasuki area tersebut. Pemisahan relung (niche
segregation) merupakan perilaku ekologis yang dapat digunakan dalam
menghindari konflik dengan berpindah ke lokasi lain atau tetap beraktifitas dalam
daerah yang sama tapi dengan waktu yang tidak bersamaan.
Sunarto et al. (2008) menyatakan hewan ternak bukanlah merupakan mangsa
alami harimau. Pemangsaan ternak oleh karnivora, termasuk harimau, pada
umumnya terjadi pada kondisi hewan ternak digembalakan di sekitar daerah
jelajah harimau. Harimau masih memiliki preferensi untuk tetap memangsa satwa
liar yang ada di hutan dibandingkan dengan hewan ternak (Reedy et al., 2004).
21
2.9. Konflik Manusia dan Harimau Sumatera.
Nugraha dan Sugardjito (2009), Goodrich (2010) menyatakan bahwa peristiwa
pemangsaan hewan ternak oleh harimau adalah konflik yang umum terjadi.
Menurut Goodrich (2010); Priatna et al. (2012) konflik manusia dan harimau
dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu:
1. Tipe konflik pertama adalah harimau terdeteksi mendekati pemukiman,
ladang atau lahan perkebunan masyarakat, tidak ada konflik langsung,
namun tetap menyebabkan ketakutan atau ancaman psikologis terhadap
masyarakat.
2. Tipe konflik kedua adalah peristiwa pemangsaan hewan ternak ataupun
hewan peliharaan oleh harimau. Hal ini menyebabkan kerugian bagi pihak
manusia dan membuat image harimau menjadi negatif. Keinginan untuk
membalas dendam dapat muncul dari konflik tipe ini.
3. Tipe konflik ketiga atau dapat disebut juga tipe konflik langsung, adalah
peristiwa harimau menyerang manusia, menimbulkan korban luka maupun
kematian, ataupun sebaliknya harimau yang mati oleh aktifitas manusia.
Jika korban muncul dipihak manusia, maka tanggapan terhadap harimau
menjadi semakin negatif, meskipun banyak penyebab dari kejadian konflik
ini yang disebabkan faktor kelalaian manusia, seperti bekerja sendirian di
ladang dekat hutan, ataupun memasuki habitat harimau itu sendiri.
22
2.10. Wildlife Conservation Society (WCS)
Wildlife Conservation Society (WCS) berdiri pada tahun 1895 sebagai New York
Zoological Society, yang bekerja untuk menyelamatkan hidupan liar di seluruh
dunia. Keberadaan WCS Indonesia Program pada tahun 1991 memiliki misi
menyelamatkan hidupan liar dan kawasan liar yang bernilai bagi kehidupan
dengan memahami isu terpenting, merancang solusi berbasis sains terbaik, dan
melakukan aksi konservasi yang bermanfaat bagi alam dan kemanusiaan.
Program WCS-IP tersebar di Pulau Sumatera (Lansekap Leuser, Lansekap Bukit
Barisan Selatan, dan Way Kambas), Jawa dan Sulawesi, antara lain pada
konservasi mamalia kunci seperti harimau sumatera, gajah sumatera, dan badak
sumatera (WCS, 2015).
Intervensi konservasi WCS-IP di TNBBS bagi perlindungan harimau sumatera
telah dimulai sejak tahun 1997, data kepadatan relatif dan spasial menjadi dasar
dalam menentukan kantung populasi harimau sumatera di TNBBS. Jebakan
kamera menjadi metode valid yang digunakan untuk menghitung kepadatan dan
populasi kucing besar serta satwa mangsanya di dalam hutan. Konservasi hilir
juga dilakukan dengan membentuk satuan WCU / Wildlife Crime Unit (Unit
Kejahatan Satwa Liar) yang menangani kasus-kasus perdagangan harimau
sumatera dan satwa liar dilindungi lainnya, serta WRU / Wildlife Respon Unit
(Unit Respon Satwaliar) yang menangani dan melakukan mitigasi kejadian
konflik manusia dan satwa liar (WCU, 2014).
Untuk memahami dinamika populasi spesies kunci seperti harimau sumatera di
TNBBS, WCS telah memulai sebuah survei ilmiah di TNBBS secara
23
berkesinambungan sejak tahun 1998. Kombinasi data yang diperoleh dari jebakan
kamera, analisa citra satelit, serta demografi manusia menunjukkan bahwa habitat
harimau cenderung menghilang dan spesies mangsa diburu tanpa memperhatikan
prinsip yang berkelanjutan. Ketiadaan spesies mangsa berarti kekurangan pakan
bagi harimau, ditambah dengan menyempitnya ruang gerak bagi harimau, akan
menyebabkan meningkatnya serangan harimau. Intervensi konservasi yang
dilakukan WCS bersama mitra lainnya ditujukan untuk menyelamatkan spesies
terakhir harimau yang dimiliki oleh Indonesia (WCS, 2015).
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di 7 desa yang pernah tercatat sebagai lokasi KMH
di pinggiran kawasan TNBBS yaitu Desa Sukamaju, Rajabasa, Way Sindi, Pagar
Agung, Enclave Way Haru, Enclave Kubu Perahu, dan Tampang (Gambar 4)
(WCSIP, 2014). Pemilihan ketujuh desa tersebut berdasarkan pada frekuensi
KMH tertinggi yang ada di pinggiran kawasan taman nasional (Tabel 1), dan juga
kategorial dalam kelompok desa terdampak KMH yang mendapatkan aktifitas
pendampingan dan penyadartahuan oleh tim lembaga konservasi WCS-IP, dan
kategorial desa terdampak KMH yang tidak mendapatkan pendampingan.
Adapun desa yang mendapatkan aktifitas pendampingan dan penyadartahuan
dalam mengelola KMH adalah Desa Sukamaju, Rajabasa, dan Way Sindi. Ketiga
desa tersebut merupakan desa yang selalu dikunjungi untuk memantau aktifitas
dan keberadaan harimaunya. Desa Sukamaju dan Rajabasa sudah menjadi desa
dampingan sejak tahun 2006, sedangkan Desa Way Sindi tidak lagi didampingi
sejak tahun 2010 karena intensitas konfliknya dianggap sudah jauh berkurang.
Keempat desa lainnya adalah kategorial desa yang tidak mendapatkan aktifitas
pendampingan rutin yaitu Enclave Way Haru, Enclave Kubu Perahu, Desa
Tampang, dan Desa Pagar Agung.
25
Gambar 4. Lokasi penelitian KMH di pinggiran kawasan TNBBS, Lampung
26
Data pendukung (sekunder) tentang catatan konflik di pinggiran kawasan TNBBS
sejak tahun 2008 diperoleh dari lembaga konservasi Wildlife Conservation
Society - Indonesia Program (WCS-IP), sedangkan data primer di desa-desa
konflik akan diambil pada waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari - Maret
2016 (Tabel 1).
Tabel 1. Desa konflik manusia dan harimau sumatera di TNBBS (diolah dari data WCS-IP, TimeSeries 2008 - 2014).
No Lokasi konflik Desa Resort Tahun1 Talang 11 Rajabasa Pemerihan 20082 Talang Ujung Pandang Suka Maju Pemerihan 20113 Suka Marga Suka Marga Pemerihan 20124 Suka Marga Suka Marga Pemerihan 20125 Sukamaju Sukamaju Pemerihan 20126 Talang Sebelas Rajabasa Pemerihan 20147 Talang Ujung Pandang Sukamaju Pemerihan 20148 Pemerihan Pemerihan Pemerihan 20149 Gunung Sari Pemerihan Pemerihan 2014
10 Talang Sebelas Rajabasa Pemerihan 201411 Talang Sebelas Rajabasa Pemerihan 201412 Talang Sebelas Rajabasa Pemerihan 201513 Sinar Baru Kam Sukamaju Pemerihan 201514 Talang Sebelas Rajabasa Pemerihan 201515 Bambu Kuning Sumber Sari Pemerihan 201516 Kota Besi Kota Besi Balik Bukit 201117 Way Asahan Kubu Perahu Balik Bukit 201418 Way Asahan Kubu Perahu Balik Bukit 201419 Taman Indah Kubu Perahu Balik Bukit 201420 Taman Indah Kubu Perahu Balik Bukit 201421 Taman Indah Kubu Perahu Balik Bukit 201422 Bawang Bakung Negeri Ratu Balik Bukit 201423 Bawang Bakung Negeri Ratu Balik Bukit 201424 Talang Bawang Kembahang Balik Bukit 201425 Way Sepuntih Kubu Perahu Balik Bukit 201526 Taman Indah Taman Indah Balik Bukit 201527 Kota Besi Way Seluang Balik Bukit 201528 Bandar Dalam Way Haru Way Haru 201329 Dusun Pecandan Bandar Dalam Way Haru 2015
27
3.2 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah kamera digital (Nikon AW
120), Global Positioning System (GPS) Garmin 78S, Voice Recorder (SONY ICD
PX240), dan lembar data kuesioner.
3.3 Sampel Responden
Responden yang digunakan adalah populasi penduduk desa lokasi konflik (Desa
Sukamaju, Rajabasa, Way Sindi, Pagar Agung, Enclave Way Haru, Enclave Kubu
Perahu, dan Tampang ) yang pernah terdampak KMH secara langsung maupun
tidak langsung. Teknik pengambilan sampel responden adalah Purposive
Sampling, yaitu hanya pada responden yang mengalami dampak dari KMH.
Jumlah sampel responden yang diambil menggunakan rumus dari Taro Yamane
atau Slovin (Riduwan dan Kuncoro, 2007)
Diketahui jumlah KK di tujuh desa tersebut berdasarkan observasi awal adalah
2150 KK.
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :
n = N = 2150 KK = 99,56 = 100 responden minimal
N.d2 + 1 2150. (0,12) + 1
28
3.4 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah lembar kerja, kertas kuesioner
(Lampiran 2), peta citra satelit TNBBS 2015, Software pengolah data spasial Q-
GIS 2.6.0 Brighton, ArcGis 10.0, DNR Garmin, serta pengolahan data statistik
melalui Minitab 17.0.
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Pembuatan Kuesioner dan Pelaksanaan Wawancara
Penyusunan kuesioner menggunakan panduan buku “A guide to questionnaire
design” (Burgess, 2001 ; LGDU-W, 2009) dan artikel “Local People’s Attitudes
towards Wildlife Conservation” yang ditulis oleh Jackson, Wangchuk, dan Dadul
(2003). Pengamatan di lapangan akan dilakukan mulai bulan Januari 2015 di desa
konflik yang sudah dipilih untuk mendapatkan berbagai informasi yang
diperlukan.
Wawancara langsung dilakukan kepada penduduk desa, petugas TNBBS, BKSDA
propinsi Lampung, dan mitra konservasi di TNBBS (RPU-YABI dan WWF)
untuk mengetahui latar belakang dan status konflik manusia dan harimau
sumatera di desa penyangga TNBBS. Koleksi data konflik yang pernah terjadi
sebelumnya dilakukan sejak bulan Desember 2014.
Informasi yang didapatkan dari pengamatan di lapangan, wawancara langsung,
dan koleksi data digunakan sebagai dasar untuk menyusun pertanyaan pertanyaan
di dalam kuesioner. Tipe pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner adalah
29
kombinasi tipe pertanyaan tertutup dan terbuka. Tipe pertanyaan tertutup
digunakan untuk membatasi rentang jawaban responden dengan pilihan jawaban
dalam bentuk dikotom (ya/tidak) dan pilihan berganda. Tipe pertanyaan terbuka
digunakan untuk mengetahui detail konflik dan lokasi terjadinya konflik.
Pertanyaan kuesioner meliputi topik kunci pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat terhadap keberadaan harimau, pemeliharaan ternak, kerugian, dan
program mitigasi.
Sebelum digunakan di lapangan, pertanyaan di dalam kuesioner akan diuji
terlebih dahulu untuk menghindari ambiguitas antara pertanyaan yang diajukan
dan jawabannya, sehingga data yang didapatkan dapat dipercaya. Metode peer-
review dan wawancara kognitif digunakan untuk menguji keabsahan kuesioner
(LGDU-W 2009). Sepuluh responden dari WCS-IP yang mewakili akan
digunakan untuk menguji apakah pertanyaan pada kuesioner sudah jelas.
Pertanyaan kuesioner disusun dalam bahasa Indonesia. Enumerator atau
pengambil data akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 4 orang.
Enumerator akan dilatih sebelum melakukan wawancara di lapangan terkait hal
komunikasi dan pendekatan pada masyarakat. Enumerator akan mengunjungi
responden di desa konflik. Waktu pertemuan dengan responden akan dilakukan
sesuai dengan kegiatan responden yaitu di pagi hari (sebelum responden bekerja)
atau di malam hari (setelah responden bekerja).
Sebelum wawancara, penjelasan tentang tujuan penelitian dan kesediaan untuk
diwawancara akan disampaikan. Saat wawancara dilakukan diharapkan
responden menjawab dengan jujur, dan apabila ada keberatan untuk menjawab,
30
maka tidak diharuskan, tetapi diminta untuk memberikan alasan. Kemampuan
responden dalam memberikan jawaban yang dapat dipercaya merupakan hal yang
penting untuk mendapatkan data yang valid.
3.5.2 Skala Likert
Untuk mengukur pernyataan – pernyataan dari responden tentang dimensi
pengetahuan dan sikap, maka digunakan skala likert (Likert, 1932; Reips et
al.,2008) (Tabel 2 – 4), maka setiap jawaban diberikan skor penilaian dengan
bobot sebagai berikut:
Tabel 2. Bobot dan kategori pengukuran data dimensi pengetahuan
Keterangan Penilaian
Sangat Tidak Tahu 1
Tidak Tahu 2
Ragu - Ragu 3
Tahu 4
Sangat Tahu 5
Tabel 3. Bobot dan kategori pengukuran data dimensi sikap
Keterangan Penilaian
Sangat Tidak Setuju 1
Tidak Setuju 2
Ragu - Ragu 3
Setuju 4
Sangat Setuju 5
31
Data yang dihasilkan dari skala likert adalah data ordinal, untuk dapat digunakan
dalam analisis parametrik, maka data ini harus ditransformasi ke dalam data
interval. Transformasi data akan dilakukan menggunakan perangkat lunak
Minitab 17.0. Menurut Supangat (2007), angka hasil transformasi dapat
digunakan dengan batasan skala sebagai berikut:
Tabel 4. Batas-batas hasil transformasi untuk kedua dimensi (Supangat, 2007)
Keterangan Penilaian
Sangat Tidak Setuju 1 – 1,8
Tidak Setuju 1,81 – 2,61
Ragu - Ragu 2,62 – 3,42
Setuju 3,43 – 4,22
Sangat Setuju 4,23 – 5,03
3.5.3 Analisis Data
Formulir kuesioner yang telah lengkap akan dikode dan dimasukkan pada
aplikasi perangkat lunak Minitab 17.0 untuk diolah sebagai data statistik
deskriptif. Uji Pearson Chi-Square, Korelasi Pearson, dan Generalized Linear
Model (GLM) terhadap pengelompokan variabel data dilakukan meliputi topik
kunci pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap keberadaan harimau, aksi
pembalasan, dan manajemen pencegahan. Data dan informasi yang diperoleh
akan ditabulasi, dirangkum dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil
yang diperoleh akan menjadi rekomendasi bagi pemilik ternak di desa yang
mengalami konflik dengan harimau sumatera.
32
dengan df = (b-1)(k-1)
fo= nilai observasi (pengamatan)
fe = nilai ekspektasi (harapan)
b = jumlah baris
k = jumlah kolom
3.5.3.1 Uji chi square
Uji Chi Square dilakukan untuk melihat apakah ada homogenitas antara kelompok
desa dampingan dan desa non dampingan yang selama ini terdampak KMH. Jenis
data yang digunakan dalam uji ini adalah data kategori yang dihimpun dalam
frekuensi. Rumus uji chi square adalah sebagai berikut (Pearson, 1900) :
3.5.3.2. Korelasi Pearson
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Korelasi Pearson, yaitu salah
satu teknik yang dikembangkan oleh Karl Pearson (Pearson, 1900) untuk
menghitung koefisien korelasi. Kegunaan uji Korelasi Pearson adalah untuk
mencari hubungan variable prediktor (X) atau dapat disebut juga kovariat dengan
variabel respon (Y), dengan rumus sebagai berikut:
χ2
= E
EO 2)(
n
yy
n
xx
n
yxxy
r2
2
2
2
33
Keterangan :r = koefisien korelasi yang
dihitungx = deviasi rata-rata variabel Xy = deviasi rata-rata variabel Y
Tabel 5. Interpretasi koefisien korelasi versi de Vaus (2014).
Koefisien Kekuatan Hubungan
0 Tidak ada hubungan0.01 - 0.09 Hubungan kurang berarti0.10 - 0.29 Hubungan lemah0.30 - 0.49 Hubungan moderat0.50 - 0.69 Hubungan kuat0.70 - 0.89 Hubungan sangat kuat
> 0.90Hubungan mendekati
sempurna
Frekuensi konflik menjadi variabel respon yang bergantung terhadap kondisi
disekitarnya. Beberapa variabel prediktor yang digunakan adalah:
1. Kandang anti serangan harimau atau Tiger Proof Enclosure (TPE).
2. Kandang panggung tinggi.
3. Jumlah ternak.
4. Perapian di sekitar kandang (perun/ merun red:jawa).
5. Penerangan atau lampu di kandang.
6. Patroli atau penjagaan saat malam hari
7. Dan beberapa faktor lingkungan pendukung yaitu :
a. Tipe habitat pemukiman,
b. Tipe habitat sawah.
c. Tipe habitat kebun
d. Tipe habitat belukar.
34
3.5.3.3 Generalized Linear Model (GLM).
Generalized linear model (GLM) adalah metode yang digunakan dalam
kuantifikasi hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor dalam sebuah
model. Penggunaan GLM dapat menjadi model yang menjelaskan proses
perubahan antara nilai dari variabel prediktor terhadap variabel respon.
Model Linear predictor :
η = Variabel Respon
α = Nilai Intersep
β = Nilai Koefisien
χ = Variabel Prediktor (kategorikal, nominal, diskrit, kontinu)
Metode AIC dalam GLM
Metode AIC merupakan metode yang digunakan dalam menyeleksi model
korelasi terbaik yang ditemukan oleh Akaike (Grassa, 1989). Metode ini
berdasarkan pada maximum likelihood estimation (MLE).
Untuk menghitung nilai AIC digunakan rumus sebagai berikut:
k = jumlah parameter yang diestimasi dalam model korelasin = jumlah observasie = 2,718u = Sisa (residual)
Menurut metode AIC, model regresi terbaik adalah model regresi yang
mempunyai nilai AIC terkecil (Burnham et al., 2011).
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Karakteristik konflik manusia – harimau (KMH) di lokasi penelitian didominasi
oleh tipe konflik ke 2 atau konflik langsung yang merupakan peristiwa
pemangsaan oleh harimau sumatera terhadap hewan ternak penduduk. Sebanyak
352 (94,60 %) kejadian pemangsaan ternak terjadi antara tahun 2008 – 2016.
Model pencegahan yang dinilai paling efektif adalah dengan menggunakan
kandang Tiger Proof Enclosure (TPE). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan
bahwa TPE memiliki korelasi negatif yang paling kuat dan sangat berbeda nyata
(r = - 0,930, P < 0,01) terhadap menurunnya angka konflik. Hasil analisis
Generalized Linear Model (GLM) memperlihatkan model TPE sebagai
permodelan terbaik yang menurunkan angka konflik (AIC = 28,638), merupakan
nilai kriteria yang terkecil diantara lainnya. Intepretasi permodelan mengartikan
bahwa semakin banyak TPE yang dibuat di sebuah desa lokasi konflik, maka akan
menurunkan jumlah frekuensi konflik yang terjadi, khususnya pada tingkat
konflik kedua yaitu penurunan jumlah korban ternak akibat pemangsaan oleh
harimau Model selektif terbaik ini diambil berdasar peringkat dan dapat
dirumuskan sebagai model 2: frekuensi konflik ~ 2.23077 + (-0.11932.TPE).
5.2. SARAN
Uji permodelan terhadap jumlah konflik dan jumlah korban ternak terhadap
beberapa variabel spasial seperti jarak ke taman nasional, luasan area hutan yang
tersedia, serta keberadan kebun dan semak perlu dilakukan melalui General
Linear Model (GLM) Multivariat yang dapat mengakomodir hubungan setiap
variabel dengan lebih detail, sehingga model terbaik yang diperoleh dapat
dijadikan rekomendasi lebih lanjut dan diaplikasikan langsung terhadap
manajemen pengelolaan Konflik Manusia – Harimau (KMH) di Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, H. 2009. Mengenal Harimau Sumatera. Sumatera Rainforest Institute(SRI). Medan.
Adhiasto, D.N. 2008. Mitigasi Konflik Harimau Sumatera di Talang Sebelas.WRU- WCS-IP Brief Report 2008. Unpublished Report.
Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality, and Behaviour. (2nd ed). England. OpenUniversity Press.
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Departemen Pendidikandan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat AntarUniversitas Ilmu Hayat IPB. Bogor.
Arief, J. 2010. Kisah Si Jinak dan Si Pemakan Manusia dari Sumatera.http://ftp.unpad.ac.id/koran/republika/2010-09-02/republika_2010-09-02_005.pdf. Diakses pada 9 September 2015
Ayadi, D.P. 2013. Human-Wildlife Conflict in Buffer Zone Area: A Study ofBanke National Park, Nepal. Thesis Master. Department of EnvironmentScience of Tribhuvan University. Nepal.
Bhattarai, B.R. 2009. Human – Tiger (Panthera tigris tigris) Conflict in BardiaNatinal Park, Nepal. Thesis Master of Science in Landscape Ecology andNature Conservation. University of Greifswald Faculty of Mathematics andNatural Sciences Institute of Botany and Landscape Ecology.
BBTNBBS, 2014. Renstra dan RPJP 2014. Departemen Kehutanan. TNBBS.Lampung
Begon, M., Townsend ,C.R., dan Harper, J.R. 2006. Ecology, From Individual toEcosystem. Fourth Edition. Blackwell Publishing Ltd. UK.
Blumstein, D.T., dan Berger-Tal, O. 2015. Understanding Sensory Mechanismsto Develop Effective Conservation and Management Tools: CurrentOpinion of Behavioral Science. Science Direct. California. USA.
Boomgaard, P. 2001. Frontiers of Fear, Tiger and People in the Malay World,1600–1950. Yale University Press, New Haven and London, 306 pp
Borner, M. 1978. Status and conservation of the Sumatran tiger. Carnivore 1: 97-102
Burgess, T.F. 2001. A General Introduction to The Design of Questionnaires forSurvey Research. University of Leeds. UK.
Burnham, K.P., Anderson, D.R., dan Huyvaert, K.P. 2011, AIC Model Selectionand Multimodel Inference in Behavioral Ecology . Behavioral Ecology andSociobiology 65: 23–35, doi:10.1007/s00265-010-1029-6
Carbone, C., Mace, G.M., Robert, S.C., dan Macdonald, D.W. 1999. EnergeticConstraints on The Diet of Terrestrial Carnivores. Nature 402:286-288
Cat Specialist Group. 2002. Panthera tigris. 2006 IUCN Red List of ThreatenedSpecies. http://www.iucnredlist.org/details/15955/0. Diakses pada 02 April2015
CITES. 1999. Issues to relating species, tiger. Forty-second meeting of theStanding Committee, 28 September – 1 October 1999. Convention oninternational Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora,CITES Tiger Mission Team. Lisbon, Portugal.
Connover, M. 2002. Resolving Human-Wildlife Conflicts: The Science ofWildlife Damage Management. Boca Raton, 418 pp
Cracraft, J., Feinstein, J., Vaughn, J., dan Helm-Baychowski, K. 1998. ShortingOut Tigers (Panthera tigris): Mitochondrial Sequences, Nuclear Inserts,Systematics, and Conservation Genetics. Animal Conservation 1: 139-150.
De Vaus. D. 2014. Survey in Social Research. Sixth Edition. Routledge. Londonand New York.
Dinata,Y., dan Sugardjito, J. 2008. Keberadaan Harimau Sumatera (Pantheratigris sumatrae Pocock, 1929) dan Hewan Mangsanya di Berbagai TipeHabitat Hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Biodiversitas 9(3): 222-226
Dinata, Y., Saleh, A., dan Fenilia. 2014. Mengenal Harimau Sumatera diHabitatnya. Zoological Society of London (ZSL). Bogor.
Franklin, N., Bastoni, S., Siswomartono, D., Manansang, dan Tilson, R. J. 1999.Last of the Indonesian tigers: a cause for optimism. P:1-3. CambridgeUniversity Press, Cambridge, UK.
Fernández, L. D. 2015. Source-Sink Dynamics Shapes the Spatial Distribution of SoilProtists in an Arid Shrubland of Northern Chile. Journal of AridEnvironments, 113:121-125
Gaveau, D. L.A., Linkie, M., Suyadi,S., Levang, P., dan Leader-Williams, N.2009. Three Decades of Deforestation in Southwest Sumatra: Effects ofCoffee Prices, Law Enforcement and Rural Poverty. BiologicalConservation, 142: 597-605
Goodrich, J.M. 2010. Human – Tiger Conflict: A Review and Call forComprehensive Plans. Integrative Zoology; 5: 300-312. doi:10.1111/j.1749-4877.2010.00218
Gordon, D.M. 1997. The Populational Consequences of Territorial Behavior.Trends Ecol. Evol. 12: 63–66
Grassa, A. A. 1989. Econometric Model Selection: A New Approach, KluwerAcademic Press. Boston.
Griffiths, M. 1994. Population density of Sumatran tigers in Gunung LeuserNational Park. Sumatran Tiger Report: Population and Habitat ViabilityAnalysis: Apple Valley, Minnesota, Indonesian Directorate of ForestProtection and Nature Conservation and IUCN/SSC Conservation BreedingSpecialist Group.
Griffiths, M. dan Van Schaik, C.P. 1993. Camera-Trapping: A New Tool for TheStudy of Elusive Rain Forest Animals. Tropical Biodiversity 1: 131-135
Gunawan. H., Lilik, B.P., Mardiastuti, A., dan Agus.P.K. 2012. Habitat MacanTutul Jawa (Panthera pardus melas Cuvier, 1809) di Hutan Produksi yangTerfragmentasi. Jurnal PHKA. Vol 9 No.1 : 049-067
Gurung, B., Smith, J.L.D., McDougal, C., Karki, J.B. 2006. Tiger HumanConflicts: Investigating Ecological and Sociological Issues of TigerConservation in the Buffer Zone of Chitwan National Park, Nepal: FinalReport. University of Minnesota . International Trust for NatureConservation.Department of National Parks and Wildlife Conservation.Nepal
Gurung, B., Smith, J. L. D., McDougal, C., Karki, J.B., dan Barlow, A. 2008.Factors Associated with Human-Killing Tiger in Chitwan National Park,Nepal. Biological Conservation 141: 3069-3078
Hadi, H. 2014. Mengenal Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae).http://www.kehutanan.org/2014/08/mengenal-harimau-sumatera-panthera.html. Diakses pada 7 Desember 2015
Harihar, A., Mousumi, Ghosh-H., MacMillan, D.C. 2014. Human Resettlementand Tiger Conservation – Socio-Economic Assessment of PastoralistsReveals a Rare Conservation Opportunity in a Human-DominatedLandscape. Biological Conservation 169 (2014): 167–175
Hasiholan, W. 2005. Pengalaman dalam Implementasi Konservasi HarimauSumatera Secara In-Situ di Pulau Sumatera. Program Konservasi HarimauSumatera (PKHS). Bogor.
Howe, C., Medzhidov, R., dan Milner-Gulland, E. 2011. Evaluating the RelativeEffectiveness of Alternative Conservation Interventions in InfluencingStated Behavioural Intentions: The Saiga Antelope in Kalmykia (Russia).Environmental Conservation, 38(1), p.37–44
Hutajulu, M.B. 2007. Studi Karakteristik Ekologi Harimau Sumatera [Pantheratigris sumatrae (Pocock 1929)] Berdasarkan Camera Trap di LansekapTesso Nilo–Bukit Tigapuluh, Riau. Tesis Master. Fakultas Matematika DanIlmu Pengetahuan Alam. Program Pasca Sarjana. Program Studi Biologi.Universitas Indonesia. Depok.
Jackson, R., Wangchuk, R., Dadul, J. 2003. Local People’s Attitudes towardWildlife Conservation in the Hemis National Park, with Special Referenceto the Conservation of Large Predators. SLC Field Series Document No 7.California.
Johnson, A., Vongkhamheng, C., Hedemark, M., dan Saithongdam, T. 2006.Effects of Human–Carnivore Conflict on Tiger (Panthera tigris) and PreyPopulations in Lao PDR. Animal Conservation. 9: 421–430.doi: 10.1111/j.1469-1795.2006.00049
Karanth, K.U., dan Sunquist, M.E. 1992. Prey Selection by Tiger, Leopard, andDhole in Tropical Forests. Journal of Animal Ecology 64:439-450
Karanth, K.U., Gopal. R. 2005. An Ecology-Based Policy Framework forHuman–Tiger Coexistence in India. In: Woodroffe, R., Thirgood, S., andRabinowitz, A., eds. People and Wildlife: Conflict or Co-Existence?Cambridge University Press, Cambridge, UK, pp. 373–87
Karanth, K.K., Naughton-Treves. L., DeFries, R.S., dan Gopalaswamy, A.M.2013. Living with Wildlife and Mitigating Conflicts Around Three IndianProtected Areas. Environ Manag 52:1320–1332. DOI 10.1007/s00267-013-0162-1
Kawanishi, K., dan Sunquist, M.E. 2004. Conservation Status of Tigers in APrimary Rainforest of Peninsular Malaysia. Biological Conservation120:329-344
Kawanishi, K., Melvin G., Shepherd L.A., Goldthorpe G., Shepherd C.R.,Krishnasamy K., Hashim, A.K.A. 2010. The Malayan Tiger. Tigers of theWorld, Second Edition. Elsevier Inc.
Kinnaird, M., Sanderson E.W., O’Brien,T.G., Wibisono, H.T., Woolmer , G.2003. Deforestation Trends in a Tropical Landscape and Implications forEndangered Large Mammals. Conservation Biology, Pages 245–257.Volume 17, No.1.
Kitchener, A. C. 1999. Tiger Distribution, Phenotypic Variation andConservation Issues. p: 1939 Cambridge University Press, Cambridge, UK.
Kojola, I dan Kuittinen, J. 2002. Wolf Attacks on Dogs in Finland. Wildl. Soc.Bul. 2002, 30(2): 498-501.
Law. YH. 2015. A Hotspot for Humat – Tiger Conflict Transformed With Stickand Teamwork. http://www.earthtouchnews.com/conservation/human-impact . Diakses pada 12 Desember 2015.
Lestari, W.P. 2015. Dukungan Istri Terhadap Perilaku Suami Merawat TigerProof Enclosure. Tesis Master. Fakultas Psikologi. Program Studi PsikologiTerapan. Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Likert, Rensis. 1932. A Technique for The Measurement of Attitudes. Archives ofPsychology 140: 1–55.
Local Goverment Data Unit-Wales (LGDU-W). 2009. A Guide to QuestionnaireDesign. LGDU-W, UK: 25 hlm.
Luo, S., Kim, J., Johnson, W.E., Walt, J., Martenson, J.2004. Phylogeographyand Genetic Ancestry of Tigers (Panthera tigris). PLoS Biol 2(12): e442.
Maddox,T., Priatna, D., Gemita, E., dan Salampessy, A. 2007. The Conservationof Tigers and Other Wildlife in Oil Palm Plantations. Jambi Province,Sumatra, Indonesia. ZSL Conservation Report. No. 7. The ZoologicalSociety of London, London.
Malviya, M., Ramesh, K. 2015. Human - Felids Conflict In Coridor Habitat,Implication For Tiger And Leopard Conservation In Terai Arc Landscape,India. Human–Wildlife Interactions 9(1):48–57, Spring 2015.
Matarasso, M. 2004. Targeting Behaviour: Developing Conservation Education,Communications and Advocacy Programmes With The Participation ofLocal Communities. Hanoi: WWF Indochina Programme.
Mazak, V. 1981. Der Tiger Panthera Tigris Linneaus. Ziemsen Verlaag.Witenberg.
Mazak, V. 2004. Der Tiger. Westarp Wissenschaften Hohenwarsleben. ISBN 3-89432-759-6. Germany.
Mazak, J.H. dan Groves, C.P. 2006. A Taxonomic Revision of The Tigers(Panthera tigris) of Southeast Asia. Mammalian Biology. 71(5): 268-287.
Mukhacheva AS, Derugina VV, Maksimova GD, Soutyrina SV. 2015. AmurTiger Conservation Education Program: A Pilot Study on ProgramEffectiveness. Integrative Zoology 10, 403–7.
Murphy J. 2010. Do Compensation Schemes Work? . African Lion andEnvrionmental Research Trust. African Lion & Environmental ResearchTrust (Alert). UK.
Muruthi, P. 2005. Human Wildlife Conflict : Lessons Learned From AWF’sAfrican Heartlands. AWF Working Papers. Washingthon D.C. USA.
Nash, S., dan Nash, A. 1985. An Evaluation of The Tourism Potential of ThePadang-Sugihan Wildlife Reserve. World Wildlife Fund/IUCN Project3133. Field Report, No. 2.
Nugraha RT., dan Sugardjito, J. 2009. Assessment and Management Options ofHuman–Tiger Conflicts in Kerinci Seblat National Park, Sumatra,Indonesia. Mammal Study 34, 141–54.
Nyhus, P. J., dan Tilson, R. 2004. Characterizing Human-Tiger Conflict inSumatra, Indonesia: Implications for Conservation. Oryx Vol 38(1):6874.
O’Brien, T.G. dan Kinnaird, M.F. 1996. Birds and Mammals of the Bukit BarisanSelatan National Park, Sumatra, Indonesia. Oryx 30:207-217.
Ogra, M., dan Badola, R. 2008. Compensating Human-Wildlife Conflict inProtected Area Communities: Ground-Level Perspectives from Uttarakhand,India. Human Ecology, 717-729.
Pearl, J. 2000. Causality : Models, Reasoning, and Inference. University ofCalifornia. Los Angeles. Cambridge University Press. The EdinburghBuilding, Cambridge. UK.
Pearson. K. 1900. On the Criterion That a Given System of Deviations From TheProbable in The Case of A Correlated System of Variables is Such That ItCan Be Reasonably Supposed to Have Arisen from Random Sampling.Philosophical Magazine Series 5.Vol 50.DOI:10.1080/14786440009463897
Powell, A. R., Mitchell, S,M. 2012. What is A Home Range?. Journal ofMammalogy, 93(4):948–958. American Society of Mammalogists.
Pratama, B., Defri, Y., dan Rudianda, S. 2014. Pola Penggunaan Ruang OlehHarimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Pada Berbagai Umur KelapaSawit Dan Akasia Di Sekitar Taman Nasional Tesso Nilo Kecamatan UkuiKabupaten Pelalawan Provinsi Riau
Priatna, D., Novarino, W., Wibisono, H.T., Sunarto, Wahyudi, H.A., D’Arcy, L.,Goodrich, J., Wawandono, N.B., Sutito, A.S.B. 2012. PenyelamatanHarimau Sumatera: Pedoman Praktis Pencegahan dan PenanggulanganKonflik Antara Manusia dengan Harimau. Ditjen PHKA/Direktorat KKH,Kementerian Kehutanan: ix + 80 hlm.
Pusparini, Wulan. 2012. Konflik Harimau Sumatera – Manusia 1998 – 2001.Dipresentasikan pada acara Forum Harimau Kita (FHK) tanggal 6-11-2012.
Quigley, H. dan Herrero, S. 2005. Characterization and Prevention of Attacks onHumans. In R. Woodroffe, S. Thirgood & R. Rabinowitz. 2006. People andWildlife: Conflict or Coexistence? Cambridge, UK, Cambridge UniversityPress.
Reedy, H.S., Sprinivasulu C., dan Rao, K.T. 2004. Prey selection by The IndianTiger (Panthera tigris tigris) in Nagarjunasagar Srisailam Tiger Reserve,India. Mammalian Biology .DOI:10.1078/1616-5047-0016.
Reips, Ulf-Dietrich., Funke, Frederik. 2008. Interval Level Measurement WithVisual Analogue Scales in Internet-Based Research: VAS Generator.Behavior Research Methods. 40 (3): 699-704.doi:10.3758/BRM.40.3.699.
Ridout, M.S. dan Linkie, M. 2009. Estimating Overlap of Daily Activity patternsfrom Camera Trap Data. Journal of Agricultural, Biological andEnvironmental Statistics, 14, 322-337.
Riduwan, E.A., dan Kuncoro. 2007. Cara Menggunakan dan Memaknai AnalisisJalur (Path Analysis). Cetakan Pertama, Januari 2007. Bandung : Alfabeta.
Saroso, H.N.O. Mencegah Konflik Harimau Sumatera dengan Manusia :Pelajaran dari Desa Talang. http://www.teraslampung.com/2014/10/mencegah-konflik-harimau-sumatera.html. Diakses pada 7 Desember2014.
Sanderson, E., Forrest, J., Loucks, C., Ginsberg, J., Dinerstein, E., Seidensticker,J. 2006. Setting Priorities for the Conservation and Recovery of WildTigers: 2005–2015. WCS,WWF, Smithsonian, and NFWF-STF, New York,USA.
Santiapillai, C., dan Ramono, W. S. 1985. On The Status of The Tiger (Pantheratigris sumatrae Pocock, 1829). Sumatran Tiger paper 12(4):2329.
Seidensticker, J. 1986. Large Carnivores and The Consequences of HabitatInsularization: Ecology and Conservation of Tigers in Indonesia andBangladesh. Page: 1-41 in: S. D. Miller, dan D. D. Everett, editors. Cats ofthe world: biology, conservation, and management. National WildlifeFederation, Washington, DC.
Seidensticker, J. 1987. Bearing Witness: Observation on The Extinction ofPanthera tigris balica and Panthera tigris sondaica. In (R. I. Tilson and U.S. Seal, eds.) Tigers of the World: The Biology, Biopolitics, Management,and Conservation of an Endangered Species, pp. 416–426. NoyesPublications, New Jersey.
Seidensticker, J., S. Christie, dan P. Jackson. 1999. Introducing the Tiger.Halaman: 1-3 dalam: J. Seidensticker, S. Christie, P. dan Jackson, editor.Riding The Tiger: Tiger Conservation in Human Dominated Landscape.Cambridge University Press, Cambridge, UK.
Shepherd, C. R., dan Magnus, N. 2004. Nowhere to Hide, The Trade in SumatranTiger. TRAFFIC Southeast Asia.
Sillero-Zubiri, C., Sukumar, R., dan Treves, A. 2007. Living With Wildlife: theRoots of Conflict and The Solutions. MacDonald - Key Topics:Conservation Biology. 255-272.
Singh, R., Krausman, P.R., Goyal, S. P., Chauhan, N.S. 2015. FactorsContributing to Tiger Losses in Ranthambhore Tiger Reserve, India.Wildlife Society. 10.1002/wsb.561.
Slater, P., dan Alexander R. M. 1986. The Encyclopedia of Animal Behaviourand Biology.Volume VIII. Equinox (Oxford) Ltd. London.
Soehartono, T., Wibisono, H.T., Sunarto, Martyr, D., Susilo, H.D., Maddox,T.,Priatna. D. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera(Panthera tigris sumatrae) 2007–2017. Departemen Kehutanan, Jakarta,Indonesia.
Sugihara, G., May, R., Hao,Y., Hsieh, C.H., Deyle, E., Fogarty, M., Munch,S.2012. Detecting Causality in Complex Ecosystems. Science 338, 496. DOI:10.1126/science.1227079.
Sunarto, Widodo,E., Priatna, D. 2008. Rajut Si Belang. Zoological Society ofLondon (ZSL) - Departemen Kehutanan. Jakarta.
Sunarto, S., Kelly, M.J., Parakkasi, K., Klenzendorf, S., Septayuda, E.,Kurniawan, H. 2012. Tigers Need Cover: Multi-Scale Occupancy Study ofthe Big Cat in Sumatran Forest and Plantation Landscapes. PLoS ONE 7(1):e30859. doi:10.1371/journal.pone.0030859
Sunquist, M. E. 1981. The Social Organization of Tigers (Panthera Tigris) inRoyal Chitwan National Park, Nepal. Smithsonian Contribution to Zoology336:198.
Sunquist, M.E., Karanth, K.U., dan Sunquist, F. 1999. Ecology, behavior andresilience of the tiger and its conservation needs. In Riding the tiger: tigerconservation in human dominated landscapes. Seidensticker, J., Christie, S.,Jackson, P. (eds.). pp. 5-18. Cambridge University Press. Cambridge, UK.
Sunquist, M. E. dan F. Sunquist. 2009. Family Felidae. Pages 54-168, in Wilson,D. E. and Mittermier, R. A. (eds.). Handbook of the Mammals of the World.Vol. 1. Carnivores. Lynx Edicions, Barcelona.
Supangat, A. 2007. Statistika dalam Kajian Deskriftif, Inferensi danNonparametrik. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suyadi. 2011. Deforestation in Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra,Indonesia. Jurnal Biologi Indonesia 7 (2): 195-206.
Tempa, T., Norbu, N., Dhendup, P. dan Nidup, T. 2011. Results from A CameraTrapping Exercise for Estimating Tiger Population Size in the LowerFoothills of Royal Manas National Park. UWICE and RMNP: RGoB.Lamai Gompa, Bumtang.
The IUCN Red List of Threatened Species 2008: e.T15966A5334836.http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008.RLTS.T15966A5334836.en .Diakses pada 24 October 2015.
TRAFFIC Southeast Asia. 2002. Perdagangan harimau di Sumatera: fakta dangambaran dari hasil survei TRAFFIC 2002. Presentasi dalam LokakaryaPenyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau dan Gajah.Padang 29 – 31 Agustus 2002 (unpubl.)
Treves, A., Jurewicz, R.R., Naughton-Treves, L., Rose, R.A., Willing, R.C., danWydeven, A.P. 2002. Wolf Depredation on Domestic Animals in Wisconsin1976-2000. Wildl. Soc. Bul. 2002, 30(1): 231-241.
Valeix, M., Loveridge, A. J., Davidson, Z., Madzikanda, H., Fritz, H., danMacdonald, D. W. 2010. How Key Habitat Features Influence LargeTerrestrial Carnivore Movements: Waterholes and African Lions in A Semi-arid Savanna of North-Western Zimbabwe. Landscape Ecology, 25(3),337e351. http://dx.doi.org/ 10.1007/S10980-009-9425-X
WCS. 2015. Sumatran Tiger. http://programs.wcs.org/indonesia. Diakses pada 12Desember 2015.
WCU. 2014. Wildlife Crime Unit. http:// www.wildlifecrimesunit.org/About-Us.aspx. Diakses pada 15 Desember 2015.
WCSIP. 2014. Laporan Mitigasi Konflik Wildlife Respond Unit (WRU) – WildlifeConservation Society – Indonesia Program (WCSIP) di TNBBS (unpubl).
WCSIP. 2015. Laporan Mitigasi Konflik Wildlife Respond Unit (WRU) – WildlifeConservation Society – Indonesia Program (WCSIP) di TNBBS (unpubl).
Wibisono, H. T. 2006. Population Ecology of Sumatran Tigers (Panthera TigrisSumatrae) and Their Prey in Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra,Indonesia. Thesis Master. The Department of Natural ResourcesConservation, University of Massachusetts, Amherst, MA, USA.
Wibisono, H.T., dan Pusparini,W. 2010. Sumatran Tiger (Panthera TigrisSumatrae): A Review of Conservation Status. Integrative Zoology, 5:309 –318.
Wijaya, T. 2015. Persediaan Obat Bius Tidak Ada, Seekor Harimau punDitembak Mati di Sumsel. http://www.mongabay.co.id/2015/09/11.Diakses pada 9 September 2015.
Woodroffe. R., Thirgood, S., Rabinowitz, A. 2005. People and Wildlife, Conflictor Coexistance?. The Zoological Society of London. Cambridge UniversityPress. New York. USA.