5
1 Indera Penciuman Blok XI FK UMP dr.Anis, K. M.Sc HIDUNG SEBAGAI INDERA PENCIUMAN dr. ANIS KUSUMAWATI, M.Sc PRODI PENDIDIKAN DOKTER-FK UMP Hidung memiliki 10-100 juta reseptor untuk penciuman. Reseptor ini terletak di epitelium olfaktori dengan luas total areanya 5 cm 2 , terletak di bagian superior rongga hidung, menutupi permukaan inferior lempeng cribiformis dan meluas sampai concha nasal superior. Epitel olfaktori tersusun atas 3 jenis sel: resptor olfaktorius, supporting cells dan basal cells (Gambar 1) Gambar 1. Epitel dan reseptor olfaktori. (a) lokasi epitel olfaktori di rongga hidung. (b). anatomi reseptor olfaktori, tersusun atas neuron first-order yang mempunyai akson meluas melalui lempeng cribriformis dan berakhir di olafactroy bulb. Reseptor olfaktori merupakan first-order neuron dari olfactory pathway. Setiap reseptor merupakan neuron bipolar dengan exposed knob-dendrit dan aksonnya menjulur melalui lempeng cribiformis dan berakhir di olfactory bulb. Bagian dari reseptor olfaktori yang memberikan respon terhadap bahan kimia yang dihirup adalah olfactory hairs, yaitu suatu silia yang menjulur dari dendrit. Bahan kimia yang berbau dan dapat menstimulasi olfactory hairs disebut sebagai odoran. Reseptor olfaktori memberikan respon terhadap stimulan kimia molekul odoran dengan memproduksi generator potential, yang menginisiasi respon olfaktori.

Fisiologi Hidung Sebagai Indera Penciuman

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dr. Anis Kusumawati M.Sc

Citation preview

  • 1

    Indera Penciuman Blok XI FK UMP dr.Anis, K. M.Sc

    HIDUNG SEBAGAI INDERA PENCIUMAN

    dr. ANIS KUSUMAWATI, M.Sc PRODI PENDIDIKAN DOKTER-FK UMP

    Hidung memiliki 10-100 juta reseptor untuk penciuman. Reseptor ini terletak di epitelium

    olfaktori dengan luas total areanya 5 cm2, terletak di bagian superior rongga hidung, menutupi

    permukaan inferior lempeng cribiformis dan meluas sampai concha nasal superior. Epitel olfaktori

    tersusun atas 3 jenis sel: resptor olfaktorius, supporting cells dan basal cells (Gambar 1)

    Gambar 1. Epitel dan reseptor olfaktori. (a) lokasi epitel olfaktori di rongga hidung. (b). anatomi reseptor olfaktori, tersusun atas neuron first-order yang mempunyai akson meluas melalui lempeng cribriformis dan berakhir di olafactroy bulb. Reseptor olfaktori merupakan first-order neuron dari olfactory pathway. Setiap reseptor

    merupakan neuron bipolar dengan exposed knob-dendrit dan aksonnya menjulur melalui lempeng

    cribiformis dan berakhir di olfactory bulb. Bagian dari reseptor olfaktori yang memberikan respon

    terhadap bahan kimia yang dihirup adalah olfactory hairs, yaitu suatu silia yang menjulur dari dendrit.

    Bahan kimia yang berbau dan dapat menstimulasi olfactory hairs disebut sebagai odoran. Reseptor

    olfaktori memberikan respon terhadap stimulan kimia molekul odoran dengan memproduksi generator

    potential, yang menginisiasi respon olfaktori.

  • 2

    Indera Penciuman Blok XI FK UMP dr.Anis, K. M.Sc

    Supporting cells merupakan sel epitel kolumner dari membran mukosa yang melapisi hidung.

    Mereka menghasilkan suport fisik, memberi makan dan penyekat elektrik reseptor olfaktori dan

    membantu detoksifikasi zat kimia yang kontak dengan epitel olfaktori.

    Basal cells merupakan stem cells yang terletak di antara basal dengan supporting cells.

    Secara terus-menerus selnya membelah dan menghasilkan reseptor olfaktori baru, yang hanya hidup 1

    bulan atau lebih sebelum diganti (Gambar 2)..

    Gambar 2. Sel-sel epitel olfaktori

    Didalam connective tissue yang mensupport epitel olfactori terdapat kelenjar olfaktori Bowman,

    yang menghasilkan mukus yang dibawa ke permukaan epitel kelenjar. Sekresinya akan melembabkan

    permukaan epitel olfaktori dan melarutkan odoran sehingga terjadilah transduksi. Supporting cells

    epitel nasal dan kelenjar olfaktori diinervasi oleh cabang nervus facialis (n VII) yang dapat dirangsang

    oleh zat kimia tertentu. Impuls saraf ini selanjutnya merangnsang kelenjar lakrimalis di mata dan

    kelenjar mukus hidung. Akibatnya air mata dan hidung basah setelah menghirup substansi seperti

    mrica atau amonia.

    FISIOLOGI PENCIUMAN

    Banyak penelitian dilakukan untuk membedakan dan mengklasifikasikan sensasi bau primer.

    Secara genetik ditemukan ratusan odor primer. Kemampuan manusia mengenali sekitar 10.000 odor

    yang berbeda kemungkinan tergantung pada pola aktifitas otak karena aktifasi banyak kombinasi

    respetor olfaktori yang berbeda.

    Reseptor olfaktori bereaksi terhadap molekul odoran dengan cara yang sama dimana sebagian

    besar reseptor sensori bereaksi terhadap stimuli spesifik: generator potential (depolarisasi)

    berkembang dan memicu 1 atau lebih impuls saraf. Pada beberapa kasus, odoran berikatan dengan

  • 3

    Indera Penciuman Blok XI FK UMP dr.Anis, K. M.Sc

    protein reseptor olfaktori di membran plasma olfactory hairs (Gambar....). Protein reseptor olfaktori

    berpasangan dengan protein membran yang disebut sebagai protein G, yang selanjutnya mengaktifkan

    enzim adenylate cyclase. Hasilnya rantai kejadian sebagai berikut: produksi cAMP------pembukaan

    kanal ion Na+------------inflow Na+-------------depolarisasi generator potential---------------menghasilkan

    impuls saraf dan menjalar sepanjang akson reseptor olfaktorius (Gambar 3).

    Gambar 3. Transduksi olfaktori. Ikatan molekul odoran dengan protein reseptor olfaktori mengaktifkan protei G dan adenylate cyclase, menghasilkan produksi cAMMP. cAMPmembuka kanal ion Na+ dan ion Na+ memasuki reseptor olfaktori. Depolarisasi yang dihasilkan menghasilkan potensial aksi yang menjalar sepanjang akson reseptor olfaktori.

    ODOR THRESHOLD DAN ADAPTASI

    Penciuman, seperti juga organ sensoris yang lain, memiliki ambang rangsang yang rendah.

    Hanya sedikit molekul dari substansi tertentu dibutuhkan di udara sehingga bisa diterima sebagai odor.

    Contoh: methyl mercaptan yang tercium seperti kubis busuk dan dapat terdeteksi pada konsentrasi

    rendah sekitar 1/25 juta mg/ml udara. Karena gas natural digunakan untuk memasak dan memanaskan

    tidak bebrbau namun lethal dan potensial meledak jika terakumulasi, jumlah kecil methyl mercaptan

    ditambahkan ke gas natural untuk memberikan peringatan olfaktorius dari kebocoran gas.

    Adaptasi (penurunan sensitifitas) terhadap bau berlangsung cepat. Reseptor olfaktorius

    adaptasi terhadap bau pada 50% detik-detik pertama atau sesudahnya namun adaptasi sangat lambat

    sesudahnya. Intensitas lengkap pada bau yang menyengat terjadi beberapa menit setelah paparan.

    Nampaknya, penurunan sensitifitas melibatkan proses adaptasi di sistema saraf pusat dengan baik.

  • 4

    Indera Penciuman Blok XI FK UMP dr.Anis, K. M.Sc

    JALUR OLFAKTORIUS

    Di setiap sisi hidung, serabut kecil akson yang tidak bermielin dari reseptor olfaktori meluas

    melalui 20 foramen olfaktori di cribriformis plate tulang ethmoid. Sejumlah 40-an serabut akson

    bersama membentuk saraf olfaktorius (I) kiri dan kanan. Saraf olfaktorius berakhir di otak di suatu masa

    berpasangan gray matter disebut sebagai olfactory bulbs, yang terletatak di bawah lobus frontal

    serebrum dan di lateral crista galli tulang ethmoid. Di dalam olfactory bulbs, akson terminal reseptor

    olfaktorius membentuk sinaps dengan dendrit dan cell bodies neuron olfactory bulbs.

    Akson neuron olfactory bulb meluas ke posterior dan membentuk olfactory tract (Gambar 4).

    Beberapa akson dari olfactory tract menjulur ke area olfaktori primer korteks serebri, yang terletak di

    permukaan inferior dan medial lobus temporalis, area olfaktori primer merupakan tempat dimana

    kesadaran penciuman dimulai. Sensasi olfaktori merupakan satu-satunya sensasi yang mencapai

    korteks serebri tanpa mengalami sinaps di talamus. Akson lain olfactory tract menjulur ke sistim limbik

    dan hipotalamus, hubungan ini bertanggungjawab terhadap respon emosi dan membangkitkan

    kenangan terhadap bau. Contoh perangsangan seksual setelah mencium bau tertentu, mual terhadap

    bau makanan yang menyebabkan sakit.

    Dari area olfaktori primer, jalur juga meluas ke lobus frontalis. Regio yang penting untuk

    identifikasi bau dan diskriminasi di area orbitofrontal. Seseorang yang mengalami kerusakan area ini

    akan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi bau yang berbeda.

    Gambar 4. Jalur olfaktori.

  • 5

    Indera Penciuman Blok XI FK UMP dr.Anis, K. M.Sc

    Referensi:

    Despopoulos, A & Silbernagl, S., 2003. Color atlas of physiology. Thieme. Stutgart. Layman , D., 2004. Physiology Demystified. A self-teaching Guide. The McGraw-Hill companies, Inc.

    USA. Tortora, G.J & Derrickson, B.H., 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. Vol 1. John Wiley

    & Sons, Inc. Danvers. Guyton