fisiologi kodok

Embed Size (px)

Citation preview

Pratikum Fisiologi

Kerentanan Hubungan Otot-Saraf

terhadap Kurare

Kelompok B8 :

Sukarmi Gani

102008157

...............

Olivia Halim Kumala(Ketua kelompok)

102011002

...............

Yehiel Flavius Kabanga

102011063...............

Jocelyn Judian

102011089...............

Claudia Elleonora M. Da Lopez

102011169...............

Arif Nurkalim

102011257...............

Vebilia Ayudita Prianto

102011279...............

Rani Fitria Anggraini

102011386...............

Awalliantoni

102011411...............FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2011/2012

1. Tujuan percobaan :a. Percobaan 1

Mengamati sikap, gerakan dan waktu reaksi seekor katak terhadap berbagai rangsang sebelum dan sesudah penyuntikan kurare

b. Percobaan 2

Mengamati pengaruh kurare terhadap suatu bagian lengkung refleks

c. Percobaan 3

Mengamati tempat kerja kurare

2. Alat dan Bahana. 1 pelat kaca + papan fiksasi + beberapa jarum pentul

b. Waskom besar berisi air

c. 3 ekor katak + penusuk katak + benang

d. Stimulator induksi + elektroda perangsang

e. Gelas arloji

f. Semprit 2 cc + jarumnya

g. Larutan ringer

h. Larutan tubo-kurarin (dicairkan 1:1 dalam ringer)

i. Larutan atropin (0.01% dalam ringer)

j. Larutan prostigmin (dicairkan 1:1 dalam ringer)

k. Larutan tubo-kurarin 1% (dari ampul)

3. Prosedur kerjaa. Percobaan 1

1. Ambilah seekor katak dan letakan di pelat kaca. Perhatikan kegiatan binatang tersebut (aktif/pasif)

2. Cobalah menelentangkan katak tersebut beberapa kali dan perhatikan reaksinya (kembali/tidak kembali pada posisi semula)

3. Masukan katak kedalam Waskom yang berisi air dan perhatikan reaksinya (dapat berenang/tidak)

4. Keluarkan katak dari air dan selidikilah refleks nosiseptif dengan cara sebagai berikut:

Katak dipegang sedemikian rupa sehingga kedua kaki belakangnya tergantung bebas

Rangsanglah dengan menjepit salah satu telapak kakinya dengan pinset

Tetapkan waktu reaksinya

5. Suntikan 0.5 cc larutan tubo-kurarin 1:1 ke dalam kantong limfe ilikal. Dalam waktu 15-20 menit setelah penyuntikan tersebut ulangilah percobaan 1-4 diatas tadi dan perhatikan berbagai perbedaan sikap reaksinya.

6. Sebelum pernafasan berhenti sama sekali, suntikanlah kedalam kantong limfe iliakal secara berturut-turut:

a. 0.5 cc larutan Atropin 0.01%

b. 1 cc larutan Prostigimin 1:1

7. Setelah terjadi pemulihan lakukan sekali lagi perocbaan 1 s/d 4 diatas oleh karena pemulihan dapat memakan waktu 2-3 jam.

b. Percobaan 2

1. Ambil katak lain dan rusaklah otaknya saja tapi jangan merusak medulla spinalisnya

2. Bebaskan n. Ischiadicus paha kanan

3. Ikatlah seluruh paha kanan kecuali n. Ischiadicus-nya

4. Suntikan 0.5 cc larutan tubo-kurarin 1:1 kedalam kantong life depan dengan membuka mulut katak cukup lebar dan meusukan jarum suntik ke dasar mulut kearah lateral. Periksalah pada kaki yang tidak diikat setiap 5 menit berkurangnya refleks nosiseptif dan timbulnya kelumpuhan umum. Bila peristiwa tersebut diatas belum terjadi, ulangi suntikan setiap 20 menit.

5. Rangsanglah ujung jari kaki kanan dengan rangsang faradic yang cukup kuat sehingga terjadi withdrawal reflex. Catat kekuatan rangsang yang digunakan.

6. Rangsanglah ujung kaki kiri dengan rangsang faradic yang cukup kuat sehingga terjadi withdrawal reflex. Catatlah kekuatan rangsang yang digunakan.

7. Bebaskan n. ischiadicus kaki kiri dan buanglah sedikit kulit yang menutupi m. gastrocnemius kanan dan kiri.

8. Tentukan ambang rangsang buka masing-masing n. ischiadicus.

9. Tentukan ambang-rangsang-buka untuk masing-masing m. gastrocnemius yang dirangsang secara langsung.

c. Percobaan 3

1. Buatlah 2 sediaan otot-saraf (A dan B) dari seekor katak lain dan usahakan agar didapatkan saraf yang sepanjang-panjangnya.

2. Masukan otot sediaan A dan saraf sediaan B kedalam gelas arloji yang berisi cc laurtan tubo-kurarin 1%

3. Selama menunggu 20 menit basahilah saraf sediaan A dan otot sediaan B dengan larutan Ringer.

4. Berilah rangsangan dengan arus-buka pada

a. saraf sediaan A

b. otot sediaan B

c. otot sediaan A

d. saraf sediaan B

5. Tentukanlah kekuatan rangsang yang digunakan baik untuk sediaan yang memberikan jawaban maupun yang tidak memberikan jawaban

6. Apa kesimpulan saudara mengenai tempat kerja kurare?4. Hasil Percobaan

a. Percobaan 1

Hasil laporan mula-mula katak ini aktif. Pernafasannya sekitar 80 kali pernafasan/menit. Setelah dicoba ditelentangkan, katak ini langsung kembali ke posisinya yang semula. Saat dimasukkan ke dalam waskom berisi air, katak tidak berenang. Telapak kaki katak dirangsang dengan menjepit salah satu kakinya dengan pinset, waktu reaksinyadalam 1 menit 5 kali refleks.

Hasil laporan kedua dengan penyuntikan tubokurarin katak menjadi pasif, saat ditelentangkan tidak berusaha kembali ke posisinya yang semula, saat dimasukkan ke baskom berisi air tidak berenang, waktu pernafasannya 65 kali pernafasan/menit, saat dirangsang dengan pinset dia bereaksi dalam 1 menit hanya 1 kali refleks.

Hasil laporan dengan penyuntikan Atropin dan Prostigmin katak menjadi aktif, saat dimasukkan ke baskom berisi air tidak berenang, waktu pernafasannya 50 kali pernafasan/menit, saat dirangsang dengan pinset dia tidak bereaksi dalam 1 menit.b. Percobaan 2

Pada percobaan ke-2, hasil yang diperoleh adalah sbb:Kaki sebelah kiri (kaki yang bebas / tidak diikat) membutuhkan voltase rangsangan lebih besar dari pada kaki yang sebelah kanan (kaki yang diikat) untuk dapat merespon rangsangan tersebut.

Kaki yang tidak terkena tubo-kurarin 1 : 1 membutuhkan rangsangan sebesar 0,1 x 10 volt untuk dapat merespon, sementara kaki yang terkena efek dari tubo-kurarin 1 : 1 membutuhkan rangsangan yang lebih besar yaitu 0,1 x 30 volt.c. Percobaan 3

Pada percobaan 3 hasil yang diperoleh adalah sbb:No.SediaanLarutanResponKekuatan rangsangan

1Saraf ARingerTidak ada respon

2Otot AKurarinTidak Ada respon

3Saraf BKurarinAda respon400mV

4Otot BringerAda respon2mV

5. Pembahasan

D-tubokurarine merupakan salah satu tipe dari 3 tipe kurare (kurare: obat pelumpuh otot rangka) Kerja D-tubokurarine adalah sebagai berikut D-tubokurarine bersaing dengan asetilkolin untuk memasuki reseptor asetilkolin sehingga asetilkolin yang dikeluarkan dari terminal axon tidak dapat meningkatkan permeabilitas channel asetilkolin membran sel otot sehingga tidak dapat menimbulkan potensial aksi.a. Percobaan 1

Sebelum suntikan tubokurarin katak bereaksi secara aktif karena otot bisa berkontraksi dan relaksasi secara normal. Pada saat kaki dijepit reaksi katak berlangsung pantas karena sinyal berjalan lancar. Setelah disuntik tubo-kurarin katak menjadi pasif akibat kelumpuhan otot (kerja tubokurarine). Namun begitu kesadaran dan fungsi sensorik tidak

terganggu. Sedangkan setelah disuntik Atropin dan Prostigmin (prostigmin: antidote curare), katak tidak menunjukkan reaksi pemulihan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya:

1. Waktu penyuntikan Atropin dan Prostigmin yang kurang awal

2. Salah tempat penyuntikan

3. Kadar antidotenya kurang, dll.b. Percobaan 2

Tubo-kurarin 1:1, merupakan inhibitor untuk asetilkolin. Dimana asetilkolin sendiri adalah suatu zat neurotransmitter yang dapat ditemukan di dalam system saraf organisme vertebrata. Asetilkolin berperan dalam mentransmisikan sinyal atau rangsangan yang diterima untuk diteruskan di antara sel-sel saraf yang berdekatan atau pada sambungan neuromuscular.

Dengan menyuntikan Tubo-kurarin 1 : 1 akan memperlambat atau bahkan menghentikan kerja asetilkolin dalam tubuh. Karena tubo-kurarin akan menduduki reseptor asetilkolin pada tubuh. Ketika asetilkolin berhenti bekerja dalam tubuh maka rangsangan didalam sistem saraf katak terganggu. Maka dari pada itu untuk merangsang kaki kiri katak dibutuhkan voltase yang lebih besar dari kaki kanan.

Sementara kaki kanan yang diikat dengan benang membuat tubo-kurarin 1:1 tidak dapat mengalir kebagian kaki kanan, karena tubo-kurarin 1:1 yang disuntikan melalui kantong limfe (yang akhirnya bermuara kepembuluh darah) terhambat oleh ikatan benang tersebut. Sehingga rangsangan pada kaki kanan tetap mendapatkan respon.

c. Percobaan 3

Berdasarkan hasil percobaan, sediaan A dengan otot dilarutan kurarin dan sarafnya dilarutan ringer. Larutan ringer merupakan larutan fisiologis yang menjaga agar otot tidak mengalami kekeringan. Ketika diberikan rangsangan, Otot sediaan A tidak akan terjadi kontraksi hal ini dikarenakan Tubocurarine bersifat menghalangi neuromuskular atau relaksasi otot rangka dalam kategori penghambatan neuromuskular non depolarisasi. Sedangkan pada sediaan B dengan otot dilarutan ringer dan sarafnya dilarutan kurarin tidak terjadi hambatan untuk rangsangan yang diberikan karena larutan tubokurarin tidak menghalangi rangsangan yang diberikan ke otot melalui saraf.

6. Kesimpulan

Dari ketiga percobaan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :a. Kurare menghambat kerja reseptor asetilkolin pada otot (pada neuromuscular junction). Kurare melumpuhkan otot secara kompetitif menghambat asetilkolin pada motor end plate.b. Rangsangan yang diberikan secara langsung akan memberikan respon lebih cepat dan kuat dibandingkan rangsangan yang diberikan secara tidak langsung.

c. Cairan prostigmin dan atropine seharusnya dapat memulihkan kondisi reseptor asetilkolin.Daftar Pustaka1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2001.hal.208-92. Guyton AC. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 1983.3. Ganong WF. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 1985.5