Upload
balqisnaurasusanto
View
35
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
green mood booster
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orang memerlukan perawatan terhadap kesehatan, baik ketika
dalam kondisi sakit maupun dalam kondisi sehat seutuhnya. Dalam
pemberian perawatan kesehatan tentu tidak dapat dilakukan oleh sembarang
orang, melainkan harus dilakukan oleh perawat yang telah menempuh
pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Tenaga keperawatan merupakan
The caring profession yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan
kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan
berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual yang dilaksanakan selama
24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri
dibandingkan pelayanan yang lainnya (Departemen Kesehatan RI ,2001).
Di dalam rumah sakit terdapat berbagai jenis pelayanan kesehatan,
baik pelayanan kesehatan umum, darurat, maupun intensive. Bagian
pelayanan kesehatan intensive yaitu Intensive Care Unit (ICU) menjadi
salah satu bagian pelayanan sentral bagi rumah sakit.
Intensive Care Unit (ICU) adalah bagian pelayanan di rumah sakit
dengan staf khusus, perlengkapan khusus, yang memberikan pelayanan
intensive bagi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera yang
mengancam jiwa atau potensial mengancam nyawa. Saat ini, ICU modern
telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu Intensive Care Medicine dan tidak
terbatas pada menangani pasien pasca bedah maupun ventilasi mekanis saja.
Ruang lingkup pelayanannya meliputi dukungan fungsi organ-organ vital
seperti pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lainnya
baik pada pasien dewasa atau pasien anak (Kepmenkes No
1778/MENKES/SK/XII/2010).
Pelayanan yang diberikan di ICU sangatlah kompleks apalagi ICU
yang khusus pada pasien gangguan kardovaskular. Keberhasilan perawatan
di pelayanan ICU yang melayani pasien gangguan kardovaskular didukung
1
oleh adanya peran perawat dimana mereka harus memiliki kemahiran dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien kritis.
Memberikan perawatan di pelayanan ICU apalagi pada pasien dengan
gangguan kardovaskular bukan hal yang mudah. Diperlukan kondisi fisik,
kognitif dan emosional yang selalu prima dalam memberikan perawatan
karena berkaitan dengan masalah perawtan yang komplek. Ada berbagai
kegiatan yang dilakukan diantaranya yaitu penilaian terhadap kondisi yang
mengancam jiwa pasien dengan kelainan kardovaskular, deteksi awal
terjadinya tanda dan gejala komplikasi akibat penyakit kardovaskular,
perawatan pasien dengan kondisi kritis akut yang memerlukan tindakan
segera (Life Saving) atau pasien kritis dengan kondisi sakit kronik,
pemantauan hemodinamik secara terus menerus setiap jam, interpretasi dan
intervensi tes diagnostic pada pasien, pemberian terapi sesuai dengan
program terapi, dan tindakan-tindakan lainnya. Dinamika perawatan ICU
yang kompleks dan kondisi pasien kritis inilah yang sering memicu stresor
terjadinya stress di ICU (Hudak & Gallo, 2010). Berdasarkan survei awal
tanggal 28 Februari 2008 pada 5 perawat yang bertugas di Ruang ICU
Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan didapatkan perawat yang
merasakan pekerjaan di Ruang ICU sebagai beban kerja berat sebesar 60%
atau 3 perawat, beban kerja sedang sebesar 20% atau 1 perawat, dan beban
kerja ringan sebesar 20% atau 1 perawat. Perawat tidak ada yang mengalami
stres kerja berat, stress kerja sedang sebesar 40% atau 2 perawat, dan stres
kerja ringan sebesar 60% atau 3 perawat.
Perawat Intensive Care Unit juga lebih rentan mengalami Post
Traumatic Stres Disorder (PTSD) di bandingkan dengan perawat
umum(Mealer, 2007). Berdasarkan penelitian Mealer di dapatkan hasil
bahwa dari 230 perawat Intensive Care Unit, terdapat 54 responden yang
mengalami PTSD (24%), sedangkan dari 121 responden dari perawat umum
terdapat 17 responden yang mengalami PTSD (14%).
Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa
disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan dan situasi social, 2
yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol (Morgan dan King dalam
Waluyo 2008). The National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) mendefinisikan stress kerja sebagai suatu kondisi fisik dan
emosional yang berbahaya yang terjadi ketika pekerjaan yang dilakukan
tidak sesuai dengan kemampuan, sumber daya dan kebutuhan pekerjaan
(NIOSH, 2008).
Menurut Survey nasional di Prancis (Frasser 1997) ditemukan bahwa
presentase kejadian stress sekitar 74% dialami oleh perawat. Sedangkan di
Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan
Perawatan Nasional Indonesia (2006) terdapat 50,9% perawat Indonesia di
empat provinsi mengalami stress kerja. Selain faktor penyebab stress yang
bersumber dari tekanan psikologis tersebut, rentannya kondisi perawat
terhadap stress kerja dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti
faktor yang bersumber pada pekerjaan itu sendiri, faktor yang bersumber
dari organisasi tempat bekerja dan faktor eksternal di luar pekerjaannya
seperti faktor lingkungan, keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan dan
lain-lain (Greenberg, 2002). Ada berbagai faktor yang bersumber pada
pekerjaan, salah satu diantaranya ialah beban kerja.
Selain menimbulkan gejala fisik dan psikologis, stress kerja juga
menimbulkan perilaku absenteisme, turnover, dan kesalahan dalam
melakukan pengobatan atau perawatan (NIOSH, 2008). Stress tentu saja
dapat mempengaruhi motivasi serta energy fisik pekerja untuk melakukan
tugas dengan baik. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas kerja
serta meningkatkan eror dan kecelakaan (Handayani, 2003). Terjadinya
komunikasi yang kurang efektif akibat hubungan interpersonal yang kurang
baik serta suasana lingkungan kerja yang kurang menunjang dapat menjadi
faktor penyebab terjadinya stres kerja (NIOSH, 2008; Hudak & Gallo,
2010). Stres kerja banyak dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang tidak
nyaman (Evan & Johnson, 2000).
Stres kerja yang dialami perawat ICU dapat memberikan banyak
dampak tidak hanyak pada kondisi perawat sendiri tetapi juga pada 3
performa kerjanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meltzer, L.
S. et al., (2004) dari 60 perawat ICU pada dua buah rumah sakit di
California Selatan terhadap kejadian stress kerja yang dialami oleh beberapa
perawat yang bekerja di ruangan perawatan ICU, setelah diidentifikasi
diperoleh bahwa sebagian perawat sebanyak 17 perawat (56,7%)
mengalami stress kerja berat, 46,7% memiliki tingkat kepuasan kerja yang
kurang dengan 20 perawat (66,7%) dengan kinerja buruk.
Semakin banyak stressor dan pengalaman yang dialami dan mampu
menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasinya sehingga
kemampuan adaptif akan semakin baik pula (Hidayat, 2007). Pengelolaan
stress tersebut dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yang meliputi
penggunaan obat cemas (axiolytic) dan anti depresi (anti depressant), serta
terapi non farmakologi yang meliputi pendekatan perilaku, pendekatan
kognitif, serta relaksasi.
Ada bebagai jenis terapi nonfarmakolgi, salah satu diantaranya ialah
terapi warna. Salah satu jenis terapi yang dapat menimbulkan relaksasi
sehingga dapat mengurangi stress dan belum banyak di terapkan di
Indonesia adalah terapi warna (Kusuma, 2010). Warna yang digunakan
untuk terapi pun beraneka ragam, salah satunya yaitu watna hijau. Salah
satu warna yang dapat dimanfaatkan dan memiliki efek positif yaitu warna
hijau (Kusuma, 2010). Warna hijau dapat menimbulkan rasa nyaman, rileks,
mengurangi stres, menyeimbangkan, dan menenangkan emosi (Kusuma,
2010).
Mengingat beban kerja yang dapat menimbulkan stress kerja, stress kerja yang dapat memberikan dampak bagi kinerja perawat dan manfaat positif dari warna hijau serta kurangnya penerapan warna hijau untuk mengadaptasi stress kerja perawat, maka Tim Penulis menyusun karya tulis ilmiah dengan judul: “ Green Mood Booster (GEMBOOST) Efek Terapi Warna Hijau pada Wallpaper di Nurse Station Sebagai Proses Adaptasi Stres Beban Kerja Perawat dalam Pemberian Pelayanan Pasien dengan Gangguan Cardiovascular Disease di Ruang Intensive Care”
4
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang diangkat
dalam karya tulis ini adalah: Bagaimana warna hijau pada Wallpaper di
ruang perawat berperan terhadap proses adaptasi stress beban kerja perawat
dalam pemberian pelayanan pasien dengan gangguan kardiovaskular di
ruang Intensive Care?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya ini adalah: Mengetahui serta
mampu menerapkan bagaimana warna hijau pada Wallpaper di ruang
perawat berperan terhadap proses adaptasi stress beban kerja perawat dalam
pemberian pelayanan pasien dengan gangguan kardiovaskular di ruang
Intensive Care.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya tulis ini antara lain:
1. Pemerintah
Dalam hal ini khususnya adalah Dinas Kesehatan. Bagi Dinas
Kesehatan diharapakan karya tulis ini mampu menjadi sebuah pandangan
maupun harapan baru akan sebuah upaya-upaya dalam peningkatan
kesejahteraan dan kualitas hidup perawat yang selama memiliki peran
penting dari pelayanan kesehatan.
2. Rumah Sakit
Mampu memberikan wacana bagi rumah sakit dalam upaya
mensejahterakan para tenaga kesehatan khususnya perawat. Jika perawat
sejahtera maka dalam memberikan perawatan kesehatan kepada pasien pun
dapat optimal. Dengan perawatan kesehatan optimal tentu dapat
meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang ada di
rumah sakit tersebut. Hal tersebut akan menarik lebih banyak pasien untuk
mengunjungi rumah sakit tersebut baik untuk berobat maupun hanya untuk
merawat kesehatan.
3. Akademisi
5
a. Sebagai upaya meningkatkan kreatifitas dan ketrampilan mahasiswa untuk
menemukan metode baru dalam terapi nonfarmakologi.
b. Sebagai upaya menggali potensi diri dari mahasiswa yang diharapkan
potensi-potensi tersebut mampu menjadikan para mahasiswa menjadi
manusia yang cerdas dan unggul. Kecerdasan dan keunggulan tersebut
tentunya juga diharapkan mampu dimanfaatkan oleh para mahasiwa dengan
baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup manusia
menjadi lebih baik. Dengan demikian potensi tersebut tidak akan terbuang
sia-sia tetapi mampu menjadikan sosok mahasiswa menjadi sosok manusia
yang berharga karena potensi yang dimilkinya bermanfaat bagi sesama.
1.5 Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan maka perlu ditetapkan
batasan masalah. Sasaran dari subjek penulisan ini adalah perawat dengan
stress beban kerja yang dialami selama pemberian pelayanan pasien dengan
gangguan kardovaskular di ICU. Proses adapatasi stress karena beban kerja
tersebut dilakukan dengan memanfaatkan warna hijau pada Wallpaper alam
yang diaplikasikan di ICU khususnya pada ruang perawat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stres
2.1.1 Definisi Stres
Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa
disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan dan situasi social,
yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol (Morgan dan King dalam
Waluyo 2008). Menurut Cooper (1994) dalam Perry & Potter (2005) Stres
didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang
mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau
melebihi batas kemampuan subjek.
2.1.2 Tahapan Stres
Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan,
menurut Van Amberg (1979 dalam Alimul 2008), tahapan stres dapat
terbagi menjadi enam tahap diantaranya :
a. Tahap Pertama
Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya
semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya,
merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya,
kemudian merasa senang akan pekerjaannya akan tetapi kemampuan yang
dimiliknya semakin berkurang.
b. Tahapan Kedua
Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut,
adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa
lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh
lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih .
c. Tahap Ketiga
Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti
pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar
tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang,
7
gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah
malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga.
d. Tahap Keempat
Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan
yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi
menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak
mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur,
sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan
konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan
yang tidak diketahui penyebabnya.
e. Tahap Kelima
Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak
mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan
pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan
kecemasan semakin meningkat.
f. Tahap Keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik
dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung
semakin keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan
berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
2.1.3 Stres Kerja
Greenberg (2002) mendefinisikan stress kerja sebagai kombinasi
antara sumber-sumber stress pada pekerjaan, karakteristik individual, dan
stresor di luar organisasi. Stres kerja (Selye, dalam Behr et al., 1992, dalam
Waluyo, 2009) dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang
menyebabkan reaksi individu berupa rekasi fisiologis, psikologis, dan
perilaku.
Faktor-faktor yang menyebakan stress kerja menurut Greenberg
(2002) meliputi kombinasi dari:
(1) faktor pekerjaan yang bersumber pada pekerjaan
8
(2) faktor stress kerja yang bersumber pada karakteristik individu
(3) faktor stress kerja yang bersumber di luar organisasi.
2.1.4 Gejala Stres Kerja
Respon tertentu dapat mengindikasikan adanya stress kerja pada
seseorang atau kelompok. Hal tersebut dapat berupa keluhan sakit kepala,
gangguan tidur, sulit untuk berkonsentrasi, gangguan pada lambung, dan
ketidakpuasan kerja (NIOSH, 2008).
Dalam penelitiannya, Mojoyinola (2008) menyatakan bahwa terdapat
efek yang signifikan antara stress kerja dengan kesehatan fisik dan mental
perawat di rumah sakit dan terdapat perbedaan signifikan dalam pribadi dan
perilaku perawat yang mengalami stress kerja yang tinggi dengan perawat
dengan tingkat stress yang rendah. Pada penelitian tersebut disebutkan
bahwa perawat yang mengalami stress kerja yang tinggi (55,5%)
menunjukkan masalah pribadi dan perilaku kerja seperti perilaku intimidasi,
absenteisme, mengundurkan diri, dan turn over.
2.1.5 Dampak Stres Kerja
Stres yang timbul akibat akibat ketidakjelasan sasaran dalam
pekerjaan akhirnya mengarah ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki
percaya diri, rasa tidak berguna, rasa harga diri yang menurun, depresi,
motivasi rendah untuk bekerja, peningkatan tekanan darah dan detak nadi,
dan kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan (Munandar, 2008).
Dari hasil penelitian Indriyani (2009) menunjukkan bahwa semakin
tinggi stress kerja akibat tingginya konflik keluarga-pekerjaan atau
pekerjaan-keluarga, maka semakin rendah kinerja perawat tersebut. Arnold
(1986) dalam Waluyo (2009) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi
yang dapat terjadi akibat stress kerja yang dialami oleh individu, yaitu
terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta
mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.
9
2.2 Intensive Care Unit (ICU)
ICU atau ICCU (Intensive care unit/ Intensive cardiac care unit)
adalah layanan rumah sakit yang memberikan asuhan keperawatan secara
terkonsentrasi dan lengkap. Unit ini memiliki tenaga perawat yang terlatih
khusus dan berisi peralatan pemantauan dan dukungan khusus untuk pasien
yang membutuhkan perawatan dan observasi intensif dan komprehensif,
karena syok, trauma, atau kondisi yang mengancam jiwa.
Bekerja di ruang ICU membutuhkan kecekatan, keterampilan dan
kesiagaan setiap saat (Nur’aini, 2004). Hal ini dikarenakan kondisi pasien di
ruang ICU kritis, di mana pasien merupakan pasien dengan tingkat
ketergantungan total sehingga membutuhkan bantuan pada semua atau
hampir semua kebutuhan. Pasien harus selalu diobservasi setiap jam bahkan
lebih sering lagi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan stres kerja di ruang
ICU.
Tugas dan tanggung jawab atau beban kerja perawat ICU cukup
kompleks, antara lain : melakukan observasi pasien secara ketat, banyaknya
dan beragamnya pekerjaan yang harus dilakukan demi keselamatan
pasien,perawat juga harus melakukan kontak langsung dengan pasien secara
terus menerus selama jam kerja, dan lain sebagainya (Nursalam, 2003).
2.3 Kardiovaskular
Fungsi sistem kardiovaskular adalah untuk memberikan dan
mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan serta organ tubuh
yang diperlukan untuk proses metabolisme. Normalnya setiap jaringan dan
organ tubuh akan menerima aliran darah yang cukup serta penuh dengan
nutrisi yang adekuat.
Sistem kardiovaskular memerlukan banyak mekanisme yang
bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons seluruh aktivitas tubuh,
salah satunya adalah mekanisme meningkatkan suplai darah agar aktivitas
jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, maka aliran darah tersebut
lebih banyak diarahkan pada organ organ vital seperti jantung dan otak yang
berguna untuk memelihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.
10
Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem transport tertutup yang
terdiri atas beberapa komponen berikut ini.
1. Jantung: sebagai organ pemompa darah
2. Komponen darah: sebagai pembaw materi oksigen dan nutrisi
3. Pembuluh darah: sebagai media atau jalan dari komponen darah
2.3.1 Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empar ruang yang
terletak di rongga dada, dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah
kiri sternum. Ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding tipis
disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut
ventrikel (bilik).
Jantung terdapat di dalam sebuah kantung longgar berisi cairan yang
disebut pericardium. Keempat ruang jantung tersebut adalah atrium kiri dan
kanan serta ventrikel kiri dan kanan. Atrium terletak di atas ventrikel dan
saling berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan satu dari yang lain
oleh katup satu-arah. Sisi kiri dan kanan jantung dipisahkan oleh sebuah
dinding jaringan yang disebut septum. Dalam keadaan normal tidak terjadi
pencampuran darah antara kedua atrium, kecuali pada masa janin, dan tidak
pernah terjadi pencampuran darah antara kedua ventrikel pada jantung yang
sehat. Semua ruang tersebut dikelilingi oleh jaringan ikat. Jantung juga
mendapat suplai persarafan yang luas.
2.3.2 Macam-Macam Kelainan Jantung
1. Gagal Jantung adalah berkurang atau hilangnya sebagian fungsi
miokardium yang menyebabkan penurunan curah jantung.
2. Infark Miokardium adalah nekrosis miokardium yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner.
11
3. Endokarditis adalah peradangan pada katup dan permukaan endotel
jantung.
4. Perikarditis adalah peradangan perikardium parietal, perikardium
viseral, atau kedua-duanya.
5. Miokarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokard.
6. Kardiomiopati adalah suatu penyakit miokardium yang menyerang otot
jantung (miokard) dan penyebabnya tidak diketahui.
7. Stenosis Mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah bilah
katup mitral yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan
progresif aliran darah.
8. Stenosis Aorta menghalangi aliran darah dari venrikel kiri ke aorta pada
waktu sistolik ventrikel.
9. Insufisiensi Mitral adalah daun katup mitral yang tidak dapat menutup
dengan rapat, sehingga darah dapat mengalir balik atau akan mengalami
kebocoran (sinonimnya adalah regurgitasi katup mitral dan
inkompetensi katup mitral).
2.4 Warna Hijau
Warna hijau memiliki efek penenang, mengurangi iritasi dan
kelelahan, serta dapat menenangkan gangguan emosi dan sakit kepala
(Vernolia, 1988 dalam Edge, 2003). Warna ini menimbulkan rasa nyaman,
rileks, mengurangi stres, menyeimbangkan, dan menenangkan emosi
(Kusuma, 2010).
a. Hijau daun
Memudahkan relaksasi,menyeimbangkan emosi dan member rasa aman.
12
b. Hijau muda
Penuh ketenangan, menghadirkan keseimbangan dan menciptakan
keyakinan.
c. Hijau Pupus
Menciptakan suasana tenang, hening dan elegan .
2.4.1 Terapi Warna
Terapi warna adalah teknik mengobati penyakit melalui penerapan
warna agar tubuh tetap sehat dan memperbaiki ketidakseimbangan di dalam
tubuh sebelum hal itu menimbulkan masalah fisik maupun mental.
Terapi warna yang dikenal juga dengan nama chromatherapy
merupakan terapi yang didasarkan pada pernyataan bahwa setiap warna
tertentu mengandung energi-energi penyembuh. Dalam bidang kedokteran,
menurut Kusuma (2010) terapi warna digolongkan sebagai electromagnetic
medicine atau pengobatan dengan gelombang elektromagnetik.
2.4.2 Terapi Warna Hijau
Terapi warna hijau ini dapat mempengaruhi hipotalamus dalam
mengeluarkan berbagai neurohormon sehingga dapat mengurangi stres.
Jalur utama dari mekanisme transmisi warna menuju sistem limbik dan
sistem endokrin adalah Retinohypothalamic tract yang merupakan salah satu
jalur dimana hipotalamus menghubungkan sistem saraf dengan Autonomic
Nervous System (ANS) dan sistem endokrin (Holzberg & Albrecht, 2003
dalam Honig, 2007).
13
Berdasarkan studi percontohan yang dilakukan oleh Shealy dkk
(1996) dalam Honig (2007), yang mengukur perubahan dalam berbagai zat
kimia saraf dan neurohormonnya sebagai respon terhadap cahaya berwarna,
ditemukan bahwa warna hijau menyebabkan terjadinya peningkatan rata-
rata kadar serotonin hingga 104%, oksitosin hingga 45,5%, beta endorfin
hingga 33%, dan growth hormone hingga 150%. Warna hijau juga
menyebabkan terjadinya penurunan kadar norepinefrin hingga 29%.
Perubahan kadar zat kimia saraf dan neurohormon tersebut memiliki
pengaruh dalam menurunkan stres.
Pemberian terapi warna hijau akan merangsang pelepasan serotonin,
sehingga peningkatan kadar serotonin dapat meningkatkan mood seseorang
sehingga dapat menciptakan rasa bahagia dan menurunkan stres
(Psychother, 2005).
2.5 Wallpaper
Wallpaper dinding atau kertas dinding merupakan jenis bahan yang
digunakan untuk menutupi dan menghiasi dinding rumah, gedung dan lain-
lain. Kertas dinding juga merupakan sejenis kertas yang digunakan
sebagai bahan bangunan pelapis dinding. Kertas dinding menjadi salah satu
yang sangat digemari karena memiliki keunggulan yaitu pilihan corak yang
ditawarkan cukup banyak sehingga banyak pilihan yang diberikan. Untuk
melekatkan kertas dinding pada dinding, digunakan bahan perekat khusus.
Kertas dinding diperdagangkan dalam bentuk roll dengan lebar tertentu,
yaitu 50 centi meter sampai 130 centi meter dengan panjang roll 10 meter
sampai 50 meter. Kertas dinding merupakanmaterial yang cukup rentan
dengan kelembapan. Ketika seseorang ingin memasang kertas dinding
pastikan permukaan dinding bener-bener kering karena kertas dinding tidak
akan bisa benar-benar merekat sempurna pada permukaan dinding yang
lembab sehingga dapat mengakibatkan kertas dinding cepat rusak.
Ada beberapa jenis kertas dinding yaitu vinni Wallpaper, pre-pasted
walpaper, lining paper. Vinni Wallpaper merupakan kertas dinding
berlapis PVC yang membuatnya lebih kuat dan tahan air. Pre-pasted 14
walpaper merupakan kertas dinding yang dibuat dengan lapisan belakang
bahan adesif koring. Lining paper merupakan kertas dinding yang
digunakan di bawah kertas dinding untuk memberi tampilan yang lebih
baik.
Gambar 2.1 Pilihan Warna dan Motif Wallpaper
15
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Tahapan penulisan
Penyusunan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif untuk
mengolah dan menganalisis data yang diperoleh serta memilki tahapan-
tahapan dalam proses penulisanya yang dilakukan sebagai landasan untuk
mengembangkan konsep dasar dalam perumusan masalah yang diangkat.
Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tahapan perumusan tema dan permasalahan
b. Tahapan pengumpulan landasan teori dan data
c. Tahapan analisis
d. Tahapan kesimpulan dan rekomendasi
3.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan karya tulis ini,
mengunakan beberapa metode yaitu:
a. Tinjauan pustaka
Data-data yang diperoleh, diambil dari jurnal ilmiah serta reverensi
buku yang didapat dari perpustakaan yang memiliki relevansi dengan
pembahasan.
b. Tinjauan media
Adanya informasi-informasi lain yang diperoleh sebagai input dalam
penyusunan karya ini melalui internet, media cetak dan media
elektronik.
3.3 Metode Analisa Data
Adapun metode pendekatan pada proses analisis yang dilakukan adalah:
a. Metode analisis deskriptif untuk mengolah dan menafsirkan data yang
diperoleh sehingga dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya
pada objek yang dikaji.
16
b. Metode analisis komparatif untuk melihat perbandingan gagasan yang
ditawarkan dengan beberapa teori yang relevan dengan gagasan.
3.4 Kerangka Konsep
Tulisan ini memiliki kerangka konsep dalam proses penulisannya.
Kerangka atau alur pikir digunakan untuk mempermudah proses penulisan.
Adapun kerangka konsep dalam tulisan ini akan dijelaskan pada gambar 2.1
di bawah ini :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penulisan
17
IDE TULISAN
Dinamika perawatan ICU yang kompleks dan kondisi pasien kritis sering memicu terjadinya stress di ICU (Hudak & Gallo, 2010).
Stres kerja banyak dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang tidak nyaman (Evan & Johnson, 2000)
EKSPLORASI PERMASALAHAN
Rendahnya kualitas kerja perawat akibat stres Terjadinya eror dan kecelakaan kerja yang berdampak buruk pada pasien
Diperlukan upaya adaptasi stress beban kerja perawat
Pemanfaatan warna hijau pada Wallpaper bertemakan alam yang diaplikasikan di ruang perawat ICU untuk proses pengadaptasian stress beban kerja perawat
Stres teradaptasi dibuktikan dengan perfoma kerja perawat meningkat setelah dilakukan proses adaptasi diruang perawat ICU
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Efektivitas Terapi Warna Hijau sebagai Proses Adaptasi Stres
Pelaksanaan tersebut berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di
Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.
Metode penerapan terapi warna hijau untuk mengadaptasi stres beban
kerja perawat diawali dengan menentukan populasi dari penelitian dan
diperoleh populasi 52 lansia. Kemudian peneliti mengambil sampel
berjumlah 30 orang sesuai dengan kriteria sampel. Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik sampling Non Probability Sampling, yaitu
Purposive Sampling.
Identifikasi stres yang dilakukan sebelum penerapan terapi warna hijau
untuk mengetahui pengaruh warna hijau untuk adaptasi stres. Tahap
selanjutnya yaitu pelaksanaan terapi warna hijau dengan prosedur sebagai
berikut:
1. Satu hari sebelum terapi, kaji tingkat stress melalui wawancara dan
pengukuran stress menggunakan Depression Anxiety Stress Scale (DASS
42) sebagai amatan awal atau pre-test
2. Kondisikan tempat dan suasana ruangan dengan nuansa warna hijau
3. Persiapkan responden untuk menuju ruang terapi
4. Responden masuk kedalam ruangan dengan nuansa hijau dan diberikan
paparan slide berwarna hjjau selama 10 menit
5. Terapi dilakukan selama satu kali sehari selama satu minggu
6. Hari kedelapan dilakukan post-test dengan wawancara terstruktur
menggunakan kuesioner DASS 42
7. Analisa hasil
18
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan gambaran stres responden
kelompok kontrol sebelum terapi warna hijau yaitu rata-rata skor didapatkan
sebesar 27,13 dengan standar deviasi sebesar 8,66, berdasarkan pembagian
kategori stres, didapatkan dari 15 orang responden 46,7% mengalami
tingkat stres ringan dan 53,3% mengalami tingkat stres sedang. Gambaran
stres responden kelompok kontrol setelah terapi warna hijau yaitu rata-rata
skor didapatkan sebesar 25,93 dengan standar deviasi sebesar 8,24,
berdasarkan pembagian kategori stres, didapatkan dari 15 orang responden
46,7% mengalami tingkat stres ringan dan 53,3% mengalami tingkat stres
sedang. Gambaran stres responden kelompok eksperimental sebelum terapi
warna hijau yaitu rata-rata skor didapatkan sebesar 31 dengan standar
deviasi sebesar 5,21, berdasarkan pembagian kategori stres, didapatkan dari
15 orang responden 6,7% mengalami tingkat stres ringan dan 93,3%
mengalami tingkat stres sedang. Gambaran stres responden kelompok
eksperimental setelah terapi warna hijau yaitu rata-rata skor didapatkan
sebesar 19,2 dengan standar deviasi sebesar 5,16. Berdasarkan pembagian
kategori stres, didapatkan dari 15 orang responden 86,7% mengalami
tingkat stres ringan dan 13,3% mengalami tingkat stres sedang.
Keefektifan penerapan warna hijau pada dalam mengadaptasi stres ini
berdasarkan terapi warna hijau ini dapat mempengaruhi hipotalamus dalam
mengeluarkan berbagai neurohormon sehingga dapat mengurangi stres.
Jalur utama dari mekanisme transmisi warna menuju sistem limbik dan
sistem endokrin adalah Retinohypothalamic tract yang merupakan salah satu
jalur dimana hipotalamus menghubungkan sistem saraf dengan Autonomic
Nervous System (ANS) dan sistem endokrin (Holzberg & Albrecht, 2003
dalam Honig, 2007).
Berdasarkan studi percontohan yang dilakukan oleh Shealy dkk
(1996) dalam Honig (2007), yang mengukur perubahan dalam berbagai zat
kimia saraf dan neurohormonnya sebagai respon terhadap cahaya berwarna,
ditemukan bahwa warna hijau menyebabkan terjadinya peningkatan rata-
rata kadar serotonin hingga 104%, oksitosin hingga 45,5%, beta endorfin
19
hingga 33%, dan growth hormone hingga 150%. Warna hijau juga
menyebabkan terjadinya penurunan kadar norepinefrin hingga 29%.
Perubahan kadar zat kimia saraf dan neurohormon tersebut memiliki
pengaruh dalam menurunkan stres.
Serotonin disekresikan oleh nukleus yang berasal dari medial batang
otak dan berproyeksi di sebagian besar daerah otak, khususnya yang menuju
radiks dorsalis medula spinalis dan hipotalamus. Setelah dilepaskan,
serotonin mampu mengaktifkan reseptor serotonin pre-sinaps maupun post-
sinaps. Serotonin dalam kondisi normal mempunyai peran penting untuk
mengontrol tidur-bangun, perilaku makan, pengendalian transmisi sensoris,
mood, dan sejumlah perilaku. Pemberian terapi warna hijau akan
merangsang pelepasan serotonin, sehingga peningkatan kadar serotonin
dapat meningkatkan mood seseorang sehingga dapat menciptakan rasa
bahagia dan menurunkan stres (Psychother, 2005).
Di hipotalamus, oksitosin dibuat di magnocellular neurosecretory cells
di supraoptik and nukleus paraventrikular. Oksitosin dapat menginduksi anti
stres serta memberikan efek dalam penurunan tekanan darah dan kadar
kortisol (Psychother, 2005). Tingkat oksitosin endogen berhubungan dengan
kecemasan dan stres secara dua arah, yaitu oksitosin memberikan efek
ansiolitik, tetapi oksitosin juga dirilis dalam respon terhadap stres.
Pemberian terapi warna hijau dapat meningkatan kadar oksitosin dalam
darah, sehingga efek ansiolitik yang dikeluarkan dapat menurunkan stres.
Terapi warna hijau juga meningkatkan beta endorfin yang merupakan
hormon antistres yang tentunya juga dapat menurunkan stres (John Hughes,
1975 dalam Liza 2010).
Norepinefrin merupakan hormon stres yang mempengaruhi
hipotalamus. Sama dengan epinefrin, norepinefrin juga mendasari respon
fight-or-flight yang bekerja meningkatkan denyut jantung, memicu
pelepasan glukosa dari penyimpanan energi, dan meningkatkan aliran darah
ke otot rangka (Heneka et al, 2010). Pemberian terapi warna hijau dapat
20
menurunkan kadar norepinefrin dalam darah, sehingga stres dapat
berkurang.
4.2 Penggunaan Wallpaper dengan Nuansa Warna Hijau sebagai Proses
Adaptasi Stres Beban Kerja Perawat
Ada berbagai cara dalam menerapkan warna hijau sehingga rasa stress
dapat teradaptasi, salah satunya yaitu menggunakan media Wallpaper yang
diaplikasikan pada dinding suatu ruangan, berikut pilihan motif wallpaper
seperti pada gambar dibawah:
Gambar 4.1 Macam-Macam Motif Wallpaper
Dalam Tehnik Pemasangan Wallpaper pada dinding dibutuhkan
beberapa alat yaitu antara lain: alas plastik, tangga, cutter, pensil, penggaris
dan meteran, benang dengan pemberat, lem wallpaper dinding, bak untuk
adukan lem (2 buah), spons, kuas lem, roller,amplas, dan kape untuk
meratakan dinding.
Aplikasi wallpaper pada dinding dilakukan dengan berbagai tahap
yaitu:
1. Pengukuran panjang dan lebar bidang yang akan dilapisi wallpaper dinding.
21
2. Pemotongan Potong panjang wallpaper dinding menjadi panel-panel, namun
disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Tandai posisi wallpaper dinding dengan pensil. Gunakan alat bantu berupa
benang dengan alat pemberat agar lurus dan rapi.
4. Menempel wallpaper dinding dengan hati-hati.
5. Sambungan Pada bagian sambungan, gunakan lem yang lebih kental.
Sapukan dengan kuas khusus pada bagian ini.
6. Meratakan wallpaper dinding yang telah terpasang dengan penggaris akrilik.
Potong sisa wallpaper dinding dengan cutter. Gunakan spons untuk
menyerap kelebihan lem. Proses ini juga berfungsi untuk meratakan
wallpaper dinding.
Gambar 4.2 Aplikasi Wallpaper Warna Hijau didalam Interior
Ruangan
Setiap ruang perawat ICU yang ada di rumah sakit dapat menerapakan
warna hijau pada Wallpaper pada seiap dinding ruang perawat tersebut
sesuai dengan ketentuan yang disepakati dengan pihak-pihak terkait.
Praktis, ekonomis, dan Estetika merupakan hal utama yang dijadikan alasan
22
penggunaan Wallpaper dalam menerapkan warna hijau untuk mengadaptasi
stress beban kerja perawat ICU.
Penerapan warna hijau pada Wallpaper pada ruang perawat ini lebih
menekankan kepada: Pertama; peningkatan performa kerja perawat ICU,
Ke-dua; mengoptimalkan kesehatan perawat ICU, Ke-tiga; meningkatkan
kesejahteraan perawat ICU. Sedangkan melalui proses adaptasi stress
perawat didalam ruangan lebih diarahkan kepada peningkatan perfoma
kerja, pengetahuan serta keterampilan perawat dalam memanfaatkan media
Wallpaper atau kertas dinding dengan menampilkan nuansa warna hijau
yang telah terbukti dapat memberikan efek relaksasi.
Perawat memiliki hak untuk sejahtera dan bebas dari rasa stress yang
sering dirasakannya akibat beban kerja nya. Oleh karena itu, suatu
pendekatan nonfarmakologi dalam proses pengadaptasian stress beban kerja
perawat merupakan hal yang penting. Perawat ICU memiliki beban kerja
yang cukup berat jika dibandingkan dengan perawat di ruangan lain. Beban
kerja inilah yang menjadi faktor utama terjadinya stress pada perawat. Stres
yang dirasakan perawat dapat berdampak buruk tidak hanya pada
lingkungan kerjanya tetapi juga kondisi kesehatan perawat itu sendiri. Ada
banyak sekali dampak buruk yang dapat ditimbulkan akibat stress mulai dari
terjadinya kecelakaan kerja pada perawat maupun penyakit yang menyerang
perawat seperti penyakit jantung serta masih banyak yang lainnya.
Partisipasi perawat, rumah sakit, dinas kesehatan, serta pihak-pihak
terkait dalam perancangan, perencanaan dan penerapan warna hijau akan
mewarnai dunia kesehatan, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin
bahwa persepsi setempat, pola sikap, dan pola pikir serta nilai-nilai
pengetahuannya ikut mendapat perhatian secara penuh.
23
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Jadi, terapi warna hijau terbukti mampu mengadaptasi stress beban
kerja perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien dengan gangguan
kardiovaskuler di ruang intensive care.
5.2 Saran
Penulisan karya tulis ini diharapkan akan berguna bagi beberapa pihak
yang terkait antara lain :
1. Pemerintah
Dalam hal ini Dinas Kesehatan yang merupakan lembaga pemerintah
yang bergerak dalam bidang kesehatan termasuk dalam permasalahan
peningkatan performa kerja dan kualitas hidup perawat.
2. Rumah Sakit
Dalam hal ini khususnya pihak pihak yang terkait dalam pengelolaan
rumah sakit seperti direktur dapat menjadikan karya ini sebagai wacana
dalam meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit tersebut.
3. Akademisi
Sebagai usaha dalam peningkatan keterampilan mahasiswa untuk
penemuan baru dalam terapi pengobatan nonfarmakologi.
24