Upload
musa-oktavianus
View
9
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
good
Citation preview
MERAH PUTIH DALAM PERGERAKAN MAHASISWA
eringatan Kemerdekaan bangsa Indonesia sudah menginjak usia 70 tahun. Euforia
akan peringatannya pun semakin beragam. Ya, kemerdekaan memang sebuah
anugerah yang patut disyukuri oleh bangsa Indonesia karena diperoleh melalui cara
yang luar biasa. Bukan melalui pemberian cuma-cuma karena belas kasih penjajah,
melainkan melalui tetesan keringat dan darahlah kemerdekaan dapat kita raih. Dalam sejarah
perjuangan bangsa, tak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa memainkan peranan yang sangat
penting. Para mahasiswa tersebut pada awalnya membentuk wadah pergerakkan lalu dengan
lantang menyuarakan getir kemerdekaan mengatasnamakan rakyat Indonesia. Bahkan
setelah kemerdekaan itu diraih, gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen dalam
menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa di setiap rezim
kepemimpinan.
P
Mahasiswa memang memiliki peran strategis bagi sebuah bangsa. Mahasiswa sudah
telanjur dikenal masyarakat sebagai agent of change, agent of modernization, atau agen-agen
lainnya. Hal ini memberikan konsekuensi logis kepada mahasiswa untuk bertindak dan
berbuat sesuai dengan gelar yang disandangnya. Tanggung jawab inilah yang harus disadari
oleh mahasiswa saat ini. Melalui semangat kemerdekaan, kiranya mahasiswa di era sekarang
tetap turut terlibat dalam upaya perjuangan bangsa.
Menunjukan upaya perjuangan bangsa tidak hanya dilakukan melalui peperangan
yang menghasilkan kemerdekaan saja, tetapi juga dapat ditunjukkan dengan menampilkan
perilaku yang sesuai dengan kerangka ideologis bangsa, memiliki kemampuan dalam
membaca masalah, serta mampu menciptakan gagasan-gagasan pembaruan.
Mahasiswa harus menyadari ada banyak hal di negara ini yang harus diluruskan dan
diperbaiki. Maraknya praktik-praktik ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan
penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Kehadiran gerakan
mahasiswa sebagai perpanjangan aspirasi rakyat dalam situasi yang demikian itu memang
sangat dibutuhkan. Tentu kita beruntung bisa hidup di jaman yang relatif kondusif seperti
sekarang. Dahulu, mahasiswa yang berteriak lewat pergerakkan akhirnya ditelan terali besi,
tewas tertembak, bahkan raib tanpa jejak. Seharusnya pergerakkan mahasiswa saat ini lebih
berperan dengan memanfaatkan momentum dan kondisi yang ada.
Permasalahan yang dihadapi saat ini justru banyak mahasiswa yang mengalami
disorientasi, dislokasi dan terlibat pada kepentingan politik praktis di kampus. Jangankan
terlibat dalam upaya bela negara melalui pergerakkan, sebagian mahasiswa saat ini malah
asik duduk manis dan menjadi juru tepuk tangan di TV. Prestasi bagi mereka adalah ketika
berhasil membuat event besar dengan mendatangkan artis papan atas. Disinilah titik
memprihatinkan suatu bangsa ketika mahasiswanya sibuk mengurusi gaya hidupnya
sementara bangsanya sedang bersedih terlilit masalah.
Gerakan mahasiswa seolah kehilangan arah gerakannya pasca reformasi sehingga
terpolarisasi kepada banyak kutub. Sebagian mahasiswa telah terlena dalam euforia reformasi
sehingga cenderung lebih sering berkutat dengan bangku kuliahnya dibandingkan ikut dalam
mempengaruhi proses pemecahan masalah bangsa. Jika pun saat ini ada gerakan mahasiswa,
seringkali menimbulkan praduga sebagai tempat mahasiswa anarkis dan vandalis.
Keberadaan gerakan mahasiswa yang digadang berisi kumpulan aktivis pemikir dan
pemerhati bangsa sering dipandang sebelah mata ketika hendak menggulingkan kebohongan
publik yang telah lama bertengger di mata masyarakat. Penolakan semacam ini mendorong
sebagian pergerakan mahasiswa untuk menyuarakan suaranya secara vokal melalui
demonstrasi, namun ironisnya mahasiswa yang mengantongi label social control ini malah
tidak bisa mengontrol dirinya sendiri saat aksi demonstrasi di lapangan. Semakin turunlah
citra mahasiswa saat itu juga.
Pergerakan mahasiswa hakikatnya harus mewujudkan mahasiswa yang berasaskan Tri
Dharma Perguruan Tinggi, mengingat salah satu asasnya berisi tentang pengabdian
masyarakat. Mahasiswa yang diberi label social control tadi kiranya harus menempatkan diri
sebagai “pengabdi” yang dapat mengemban amanah untuk mengkontrol keadaan masyarakat,
bukan sebagai objek yang pasif minta dilayani oleh masyarakat. Wujud pengabdian dalam
pergerakan mahasiswa dapat berupa tindakan nyata melayani masyarakat misalnya terlibat
dalam kegiatan pendidikan di daerah tertinggal atau mengikuti sekolah pergerakkan seperti
yang diadakan oleh Bandung Strategic Leadership Forum, yang rutin membahas isu-isu
publik terkini dan mencari jalan keluarnya bersama.
Berbicara tentang isu-isu publik, mahasiswa sebagai ujung tombak pembangunan
bangsa, harus peka dan tanggap terhadap apa yang sedang menjadi permasalahan di
Indonesia. Pergerakan tidak hanya berbicara mahasiswa secara jamak, tetapi sebagai individu
pun mahasiswa dapat memulai langkah pergerakannya. Contohnya, ketika kita sedang
mendengar atau melihat masalah bangsa yang sekiranya menyita perhatian, kita bisa terlibat
langsung dalam proses penyelesaiannya misal dengan datang dan mengikuti Focus Group
Discussion (FGD) yang rutin diadakan oleh beberapa perguruan tinggi ketika ada isu yang
menjadi sorotan publik dan butuh perhatian secara khusus atau kita bisa bergabung melalui
telewicara bersama para pakar terkait masalah tersebut yang diadakan oleh beberapa acara di
stasiun televisi.
Mengingat kita berada di bawah naungan fakultas hukum yang pada dasarnya
mengedepankan ilmu hukum sebagai tolok ukur berpikir, mahasiswa fakultas hukum
diharapkan mampu berpartisipasi dan menyumbangkan buah pikirannya terhadap masalah
yang sedang dihadapi bangsanya. Korupsi, kecurangan sistem peradilan, pelanggaran hak
asasi manusia dan rentetan tindak pidana lainnya seolah menjadi reflektor sejauh mana
hukum dapat ditegakkan. Kemanakah adagium “Fiat justitia ruat caelum” yang menjadi
semangat penegakan hukum di dunia selama ini?
Selama duduk di bangku kuliah fakultas hukum, tidak seharusnya kita hanya belajar,
menyerap teori dan doktrin para ahli. Rakyat pun tidak butuh mahasiswa yang mampu
menghapal semua deretan pasal seluruh kitab hukum. Mahasiswa dibutuhkan untuk bergerak
di lapangan berbekal ilmu yang sudah didapat di kelas, begitu juga dengan fakultas hukum
yang berdiri menjadi wadah berpikir bagi para mahasiswanya sebelum “dilepas” di
masyarakat.
Dalam proses belajar, mahasiswa fakultas hukum diajari untuk berbicara dengan
landasan hukum yang tepat, tidak hanya asal bicara, debat kusir sana sini. Tidak mungkin
sebuah aspirasi dapat diterima ketika mahasiswa sendiri tidak bisa meyakinkan kepada
khalayak apa yang menjadi poin dari aspirasi tersebut. Maka dari itu, dibutuhkan landasan
hukum yang tepat dalam penyampaian argumentasi tersebut. Selain itu, fakultas hukum
seharusnya menyediakan berbagai sarana untuk mematangkan kemampuan diri di berbagai
bidang guna mengasah kemampuan dalam pergerakkan mahasiswa. Fakultas Hukum Unpad
sendiri telah memiliki Unit-Unit Kegiatan Mahasiswa yang sengaja dibentuk untuk mengasah
kemampuan tersebut. Dengan begitu mahasiswa akan dinilai berkompeten dan tidak lagi
dipandang sebelah mata ketika telah memiliki bekal dan perencanaan dalam melakukan
pergerakan.
Bisa dibayangkan bukan betapa kompleksnya tangggung jawab mengemban titel
mahasiswa? Semakin tua sebuah bangsa, semakin banyak pula gejolak permasalahan yang
dialami. Perigatan kemerdekaan tidak lagi butuh semarak kemeriahan yang sarat tanpa makna
dari rakyatnya. Makna sebenarnya dari sebuah kemerdekaan adalah semangat membangun
bangsa, salah satunya adalah melaui pergerakkan mahasiswa. Hidup mahasiswa!
_____“Loquendum ut vulgus, sentiendum ut docti”_____
We speak as the common people, we must think as the learned.