29
PROPOSAL PENELITIAN GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENERAPAN PENANGANAN GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES PADA KEPALA KELUARGA WILAYAH DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG, KABUPATEN GIANYAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigitan anjing merupakan faktor predisposisi terjadinya kasus rabies di masyarakat. Rabies adalah penyakit viral yang menginfeksi sistem saraf pusat (SSP) pada hewan yang berdarah panas dan manusia, menyebabkan enchephalomyelitis akut dan hampir semua kejadian infeksinya berakhir dengan kematian. Virus rabies sangat peka terhadap zat pelarut lemak (seperti sabun, ether, chloroform, acetone), ethanol, dan jodium, virus ini juga cepat rusak apabila terkena sinar matahari terutama sinar ultraviolet. Sifat virus rabies lainnya adalah relatif stabil pada pH 5-10, mati pada pH 3, mati pada suhu 56 0 C selama 30 menit. Di laboratorium, virus rabies sangat mudah mati dengan pemberian beta propiolactone. 1,2 Kejadian rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Provinsi Jawa Barat. Rabies pertama kali dilaporkan terjadi di Cirebon oleh 1

Fix Proposal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fix Proposal

PROPOSAL PENELITIAN GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN

DAN PENERAPAN PENANGANAN GIGITAN HEWAN PENULAR

RABIES PADA KEPALA KELUARGA WILAYAH DESA

TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG, KABUPATEN

GIANYAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigitan anjing merupakan faktor predisposisi terjadinya kasus rabies di

masyarakat. Rabies adalah penyakit viral yang menginfeksi sistem saraf

pusat (SSP) pada hewan yang berdarah panas dan manusia, menyebabkan

enchephalomyelitis akut dan hampir semua kejadian infeksinya berakhir

dengan kematian. Virus rabies sangat peka terhadap zat pelarut lemak

(seperti sabun, ether, chloroform, acetone), ethanol, dan jodium, virus ini

juga cepat rusak apabila terkena sinar matahari terutama sinar ultraviolet.

Sifat virus rabies lainnya adalah relatif stabil pada pH 5-10, mati pada pH 3,

mati pada suhu 56 0C selama 30 menit. Di laboratorium, virus rabies sangat

mudah mati dengan pemberian beta propiolactone.1,2

Kejadian rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Provinsi

Jawa Barat. Rabies pertama kali dilaporkan terjadi di Cirebon oleh Esser

pada tahun 1884. Dari Jawa Barat, rabies selanjutnya menyebar secara

berantai ke seluruh Indonesia. Sampai saat ini rabies telah bersifat endemik

di 24 provinsi, dan Bali merupakan provinsi terakhir yang tertular rabies.3,4

Penularan dan penyebaran rabies di Indonesia hampir 90% terjadi melalui

gigitan anjing, sedangkan di luar negeri dapat melalui kelelawar, rubah,

musang, cerpelai. Setelah terjadi gigitan hewan penderita rabies, masa

inkubasinya biasanya 14 sampai 90 hari tetapi bisa mencapai 2 tahun,

tergantung jarak masuknya virus ke otak penderita. Terjadinya infeksi pada

jaringan saraf dan non saraf yang secara bersamaan menyebabkan hewan

yang terinfeksi rabies bisa menunjukan agresifitas sekaligus terjadi pasase

1

Page 2: Fix Proposal

virus kedalam saliva.5 Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kasus

gigitan oleh hewan penular rabies dan sekaligus penularan virus rabies

kepada korban gigitannya.

Begitu mulai muncul gejala klinis, baik pada hewan maupun pada manusia,

penderita akan berakhir dengan kematian. Kematian umumnya disebabkan

oleh tidak adanya perlakuan atau kurangnya perlakuan yang baik (post

exposure treatment) dari korban yang terkena Rabies.  Tindakan vaksinasi

dan pemberian serum anti rabies sebagai tindakan post exposure treatment

(PET) telah meningkatkan keberhasilan pengobatan bagi korban terutama

manusia yang terkena gigitan dan berisiko.

Tidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies,

penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal

jantung dan gagal nafas. Oleh karena itu diperlukan tindakan yang efektif

dan efisien baik pemberian profilaksis pra pajanan maupun pasca pajanan,

sehingga akibat buruk akibat virus ini dapat diminimalkan.

Sejak bulan Nopember 2008 saat pertama kali Bali dinyatakan terjangkit

rabies, sampai akhir bulan November 2010, kematian akibat rabies

mencapai 110 orang dan jumlah gigitan hewan penular rabies (HPR)

mencapai 71.543 gigitan (Sitrep November 2010).

Menurut data dari Dinas Peternakan Kecamatan Tegallalang, populasi

anjing peliharaan di Kecamatan Tegallalang pada tahun 2010 sebanyak 987

ekor. Berdasarkan data dari Puskesmas Tegallalang I penduduk Desa

Tegallalang pada tahun 2010 berjumlah 8315 jiwa, dan ini menempatkan

Desa Tegallalang sebagai desa dengan jumlah penduduk terbanyak di

Kecamatan Tegallalang.

Menurut data dari staf Penelusuran Epidemiologi Puskesmas Tegallalang I,

kasus gigitan anjing termasuk ke dalam 10 besar penyakit terbanyak pada

Puskesmas Tegallalang I yang menempati urutan keenam (7,47 %) pada

tahun 2010. Terdapat 359 (5,43%) kasus gigitan anjing dari total 6.611

kunjungan ke Puskesmas pada tahun 2012 dari bulan Januari – Oktober dan

577 (7,85%) kasus gigitan anjing dari total 7.350 kunjungan ke Puskesmas

2

Page 3: Fix Proposal

selama tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I (Desa

Tegallalang, Desa Kenderan, Desa Kedisan dan Desa Keliki). Pada tahun

2010 terdapat 677 (7,47%) kasus gigitan HPR dari total 9.065 kunjungan ke

Puskesmas. Dari 677 kasus gigitan anjing selama tahun 2010 tersebut

sebanyak 3 kasus kematian dinyatakan positif rabies, ketiga kasus rabies

tersebut terjadi di Desa Tegallalang, yaitu 1 korban berasal dari Banjar

Abangan dan 2 korban berasal dari Banjar Gentong. Adanya 3 kasus

kematian akibat rabies tersebut menjadikan rabies sebagai kejadian luar

biasa di Desa Tegallalang. Selanjutnya dilaporkan pada bulan Januari tahun

2011, terdapat 1 kasus kematian akibat rabies yang dialami oleh anak laki-

laki umur 12 tahun di Banjar Bayad, Desa Kedisan.

Menurut data laporan kematian/kejadian luar biasa di Puskesmas Tegalalang

I, ketiga korban meninggal tersebut sebelumnya tidak mencari pengobatan

awal ke puskesmas ataupun praktek kesehatan swasta. Alasan korban tidak

mencari pengobatan pada laporan kasus kematian adalah korban merasa

lukanya hanya luka kecil dan tidak perlu diobati, cukup dengan air hangat

saja. Hal ini merupakan tindakan yang terbukti fatal, karena dengan tidak

mendapat penanganan awal gigitan hewan penular rabies dan pemberian

VAR, ketiga orang tersebut akhirnya menunjukkan gejala infeksi rabies

yang berujung pada kematian.

Adanya kasus kematian akibat rabies di wilayah kerja Puskesmas

Tegallalang I, dimana tiga orang korbannya merupakan penduduk desa

Tegallalang, laporan kematian korban yang menunjukkan bahwa

pengetahuan dan sikap korban untuk mencari penanganan pertama gigitan

hewan penular rabies yang masih minimal. Meskipun ketersediaan VAR

yang sudah tersedia sejak tahun 2009 dan program penyuluhan mengenai

rabies sudah dijalankan, namun tampaknya sebagian besar masyarakat

belum memahami sepenuhnya tentang penanganan awal gigitan hewan

penular rabies.

Hasil survey kami terhadap 15 pasien di poli umum mengenai pengetahuan

mereka tentang penanganan rabies, menunjukkan jika dari 15 pasien dewasa

3

Page 4: Fix Proposal

tersebut, hanya empat orang yang mengerti mengenai rabies, penanganan

awal, dan VAR. Sebelas orang sisanya tidak mampu memberikan penjelasan

yang baik mengenai penanganan awal rabies dan apa itu VAR. Menurut

kesimpulan kami jumlah ini menunjukkan pengetahuan masyarakat yang

belum baik dan belum merata. Berdasarkan hasil survey cepat tersebut,

maka kami tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan penerapan

penanganan gigitan hewan penular rabies pada kepala keluarga wilayah desa

Tegalalang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan penerapan penanganan gigitan

anjing dalam pencegahan penularan rabies pada kepala keluarga di desa

Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan penerapan penanganan

gigitan anjing dalam pencegahan penularan rabies pada kepala

keluarga di Desa Tegallalang, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten

Gianyar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.1.1 Untuk mengidentifikasi sejauh mana pengetahuan penanganan

gigitan anjing dalam pencegahan penularan rabies kepala

keluarga di wilayah Desa Tegallalang, Kecamatan Tegalalang,

Kabupaten Gianyar.

1.3.1.2 Untuk mengidentifikasi sejauh mana penerapan pengetahuan

penanganan gigitan anjing dalam pencegahan penularan rabies

pada kepala keluarga di Desa Tegallalang, Kecamatan

Tegalalang, Kabupaten Gianyar.

4

Page 5: Fix Proposal

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi mengenai gambaran

tingkat pengetahuan dan penerapan penanganan gigitan anjing dalam

pencegahan rabies pada penduduk wilayah Desa Tegallalang,

Kecamatan Tegallalang, Kbaupaten Gianyar.

1.4.2 Dapat dipergunakan sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi

untuk penelitian selanjutnya.

5

Page 6: Fix Proposal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia, sebagian besar diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang.7

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :

Awareness, (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.

Evaluation, menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

Adoption, dimana subjek telah perilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.7

Pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat

yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau dirangsang yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

6

Page 7: Fix Proposal

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan dan menyebutkan.

3) Aplikasi (Aplication)

Diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4) Analisis (Analysis)

Diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

sesuatu objek ke dalam sesuatu komponen–komponen, tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi. Dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti

dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainnya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis yang menunjukan kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.7

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

1) Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat

berulang tahun semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

2) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap orang

lain menuju ke arah suatu cita–cita tertentu, jadi dapat dikatakan bahwa

pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

7

Page 8: Fix Proposal

kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi

sehingga semakin banyak pula menerima pengetahuan yang dimilikinya.

3) Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupan dan kehidupan keluargannya.

4) Sosial Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak begitu memperhatikan

pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan-

kebutuhan lain yang lebih mendesak.7

2.2. Penyakit Rabies

Epidemiologi

Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun

1884 pada seekor kerbau, kemudian oleh Pening tahun 1889 pada seekor

anjing, dan Eilerls de Zhaan pada tahun 1894 pada manusia. Semua kasus

ini terjadi di Cirebon, Jawa Barat, dan setelah itu menyebar ke daerah lain di

Indonesia.8

Selama kurun waktu dua tahun terakhir ini, Bali menempati urutan teratas

dalam kasus rabies di Indonesia. Di Bali kasus rabies pertama muncul pada

14 November 2010, menimpa seorang warga banjar Giri Darma, Desa

Unggasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Data terakhir

menyebutkan, tahun 2012 ini empat desa di Bali masih dikategorikan

sebagai desa penularan rabies. Namun kata Kepala Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Bali, Putu Sumantra, jumlah rabies di bali menurun lebih

dari 70% dibanding tahun 2010. Penurunan ini bukan berarti kasusnya telah

habis. Keempat desa yang masih dikategorikan sebagai desa penularan

rabies antara lain dua desa di Kabupaten Jembrana, satu desa di Kabupaten

Bangli, dan satu desa di Kabupaten Klungkung. Sejak wabah rabies

merebak di Bali pada akhir tahun 2008, sudah 124 warga tewas akibat virus

8

Page 9: Fix Proposal

anjing gila ini. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, namun rabies

masih sulit dikendalikan.9

Etiologi dan Vektor

Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk keluarga Rhabdoviridae

dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae

adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus

ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara

penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis.

Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain,

rakun (Procyon Lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika

Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia,

dan Amerika Latin. Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa

hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui

jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus akan

masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan

bereplikasi di sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke

jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur, dan masuk ke dalam air liur.

Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ganas ataupun rabies

jinak/tenang. Pada rabies buas/ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak,

agresif, menggigit, dan menelan segala macam barang; air liur terus

menetes, meraung-raung gelisah, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada

rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal

atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami

kejang dan sulit bernafas, serta menunjukkan kegalakan.8,9,10

Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui hirupan udara

yang tercemar virus rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi

hal ini setelah mereka terekspos udara yang mengandung virus rabies. Pada

tahun 1950, dilaporkan dua kasus rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio

Cave, Texas, yang menghirup udara dimana ada jutaan kelelawar hidup di

tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan

sama sekali adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar.8

9

Page 10: Fix Proposal

Manifestasi Klinis

Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah

terinfeksi. Masa inkubasi virus hingga munculnya penyakit adalah 10-14

hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada manusia. Bila disebabkan

oleh gigitan anjing, luka yang memiliki resiko tinggi meliputi infeksi pada

mukosa, luka di atas daerah bahu (kepala, muka, leher), luka pada jari

tangan atau kaki, luka pada kelamin, luka yang lebar dan dalam, dan luka

yang banyak. Sedangkan luka dengan resiko rendah meliputi, jilatan pada

kulit yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan,

dan kaki. Gejala sakit yang dialami seseorang yang terinfeksi rabies

meliputi 4 stadium:8

1. Stadium Prodormal

Dalam stadium ini sakit yang timbul pada penderita tidak khas, yang

menyerupai infeksi virus pada umumnya, yang meliputi demam, sulit

makan yang menuju taraf anoreksia, pusing, mual, dan lain sebagainya.

2. Stadium Sensoris

Pada stadium ini penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada

daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, hipersalivasi, dilatasi

pupil, hiperhidrosisi, hiperlakrimasi.

3. Stadium Eksitasi

Pada stadium ini penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-

kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada

udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air

(hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak

yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Hidrofobia yang terjadi

pada penderita rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa

di kala berusaha menelan air.

4. Stadium Paralitik

Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya,

penderita akan menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh

ke bawah yang bersifat progresif.

10

Page 11: Fix Proposal

Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat, maka pada umumnya

keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. Gejala-gejala

yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas

gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras.

Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gejala yang tampak adalah dari

jinak menjadi ganas, hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang,

serta ekor dilengkungkan ke bawah perut.8,10

2.3. Pencegahan Gigitan Anjing

Anjing merupakan peliharan domestik dan keluarga yang banyak diminati.

Sehingga jumlah populasi binatang ini semakin meningkat di dunia,

sehingga perlu sekali adanya panduan untuk mencegah gigitan anjing.

Pencegahan dapat dimulai dari kejelian pemilihan jenis anjing saat akan

dipelihara dan edukasi terhadap anak kecil berumur di bawah 14 tahun dan

orangtua. Sebab angka tertinggi gigitan anjing pada anak dengan usia

dibawah 14 tahun. Sedangkan beberapa jenis ras anjing memiliki tingkat

agresifitas yang berbeda-beda. Anjing seperti pit bul, chow-chow, bull

terrier, dan collie memiliki tingkat agresifitas tinggi dan tingkat penyerang

yang tinggi. Anjing seperti dalmation, boxer, spaniel, dan labrador memiliki

tingkat agresifitas yang rendah dan cocok sebagai anjing keluarga.11

Ada beberapa sikap yang perlu diperhatikan untuk mencegah adanya gigitan

anjing:

Jangan pernah mendekati anjing yang tidak dikenali.

Jangan pernah lari ataupun menjerit di depan anjing.

Cobalah untuk berpura-pura seperti “pohon”, ketika didekati oleh

anjing.

Jika dicoba untuk diserang, mencobalah untuk tenang dan nampak

seperti “batang kayu”.

Hindari anak-anak untuk bermain dnegan anjing tanpa didampingi

orangtua.

Segera laporkan jika ada anjing yang tersesat ataupun nampak bersikap

aneh.

11

Page 12: Fix Proposal

Hindari kontak langsung mata dnegan anjing.

Jangan ganggu anjing yang sedang makan, tidur, ataupun sedang

merawat anaknya.

Jangan pelihara anjing tanpa membiarkan anjing tersebut membaui anda

terlebih dahulu.

Beritahukan anak-anak agar melaporkan jika adnaya gigitan anjing

kepada orang dewasa sesegera mungkin.11

Dalam menanggulangi penularan rabies, selain mencegah adanya transmisi

rabies dari binatang melalui gigitan, beberapa langkah lainnya juga

dilakukan. Seperti adanya edukasi untuk kesehatan masyarakat mengenai

rabies. Tindakan esensial yang perlu dilakukan adalah edukasi terhadap

masyarakat mengenai rabies, pertanggungjawaban dari pemilik hewan

peliharaan jika peliharannya menggigit orang lain, dan vaksin serta

perawatan hewan berkala. Peningkatan adanya paparan rabies terhadap

binatang dan manusia dapat dicegah melalui peningkatan kesadaran

mengenai: rute transmisi rabies, menghindari kontak dengan hewan liar,

ikuti perawatan hewan peliharaan secara berkala. Pengenalan dan laporan

dini mengenai kemungkinan terpaparnya rabies, kepada profesi medis dan

pemegang otoritas kesehatan masyarakat sangatlah penting.12

Langkah lain yang dapat dilakukan adalah eliminasi paparan terhadap

binatang dan manusia dengan menyediakan terapi dini berupa perawatn luka

dan administrasi dari vaksin rabies. Dilakukannya vaksinasi terhadap hewan

peliharan terutama anjing juga sangatlah penting untuk dilakukan.12

2.4. Penanganan Gigitan Anjing

Gigitan merupakan segala penetrasi ke dalam kulit oleh gigi dimana

terdapat paparan terhadap suatu gigitan. Semua gigitan memiliki resiko

yang potensial, akan tetapi tergantung dari spesies binatang yang menggigit,

lokasi anatominya, dan tingkat keparahan dari luka. Salah satu gigitan yang

berbahaya adalah gigitan anjing, sebab saliva atau air liur anjing

12

Page 13: Fix Proposal

mengandung berbagai jenis virus dan bakteri yang dapat menimbulkan

penyakit. Salah satunya adalah virus rabies.13

Kementerian Kesehatan Indonesia memiliki tiga pesan utama yang terdiri

dari:14

1. Hindari Gigitan Anjing. Kandangkan anjing dan lindungi anak-anak

dari risiko tergigit anjing.

2. Pertolongan pertama pada gigitan hewan penular rabies (HPR) yaitu:

a. Cuci luka dengan sabun/deterjen menggunakan air mengalir selama

10-15 menit.

b. Berikan desinfektan atau antiseptik.

c. Segera berobat ke Puskesmas/Rabies Center atau sarana kesehatan

lainnya untuk mendapatkan pertolongan dan pengobatan.

3. Pemeliharaan kesehatan anjing peliharaan dengan pemeriksaan rutin ke

dokter hewan dan vaksinasi.

Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat

dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang

masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka

gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau detergent selama

10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat

merah dan lain-lain). Meskipun pencucian luka menurut keterangan

penderita sudah dilakukan namun di Puskesmas Pembantu/ Puskesmas/

Rumah Sakit harus dilakukan kembali seperti di atas. Luka gigitan tidak

dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali

untuk dijahit (jahitannya berupa jahitan situasi), maka diberi Serum Anti

Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di

sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra

muskuler. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian

serum/vaksin anti tetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian

analgetik.11,14,15

13

Page 14: Fix Proposal

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang,

Kabupaten Gianyar wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I, pada tanggal 26

November 2012 – 29 Desember 2012.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional untuk mengetahui tingkat pengetahuan

penanganan gigitan anjing dalam mencegah penularan rabies pada

penduduk wilayah Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten

Gianyar.

14

Penduduk

- Umur

- Jenis Kelamin

- Sosioekonomi

- Tingkat Pendidikan

Tingkat pengetahuan penanganan gigitan anjing dalam pencegahan penularan rabies

Penerapan pengetahuan penanganan gigitan anjing dalam pencegahan penularan rabies

- Penyuluhan

- Media Informasi Skup Penelitian

Page 15: Fix Proposal

3.4. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga di desa Tegalalang,

Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Giayar pada tahun 2012 berjumlah 4583

orang.

3.5. Besar Sampel

Dihitung menggunakan rumusan : = 60

Prevalensi yang diperoleh sebesar 20% ± 10% = 10% - 30%. Jika dihitung

nilai NxP, akan didapatkan minimal 10% x 60 = 6 dan maksimal 30% x 60

= 18. Nilai keduanya lebih besar dari 5. Dengan demikian, besar sampel

sebesar 60 boleh digunakan karena memenuhi syarat besar sampel untuk

penelitian deskriptif.

3.6. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara multistage sampling. Desa

Tegalalang terdiri atas 11 banjar. Dari sebelas banjar, pemilihan banjar

dirandom. Seluruh KK pada banjar yang terpilih akan diacak sederhana lagi,

untuk menentukkan KK yang terpilih untuk menjadi responden sebanyak

60. Jika pada banjar yang terpilih belum memenuhi jumlah sampel sebanyak

60, maka akan dipilih banjar lain untuk memenuhi kekurangannya.

3.7. Variabel Penelitian

Tingkat pengetahuan penanganan gigitan anjing untuk pencegahan

penularan Rabies :

15

n = jumlah sampel diperlukan

z = 1,96 (α=0,05)

p = 20% , q = 80%

d = deviasi yang diinginkan 10%

Page 16: Fix Proposal

Tingkat pengetahuan penanganan gigitan anjing untuk pencegahan

penularan Rabies

Perilaku penanganan gigitan anjing untuk pencegahan penularan Rabies

3.8. Definisi Operasional variable

Tingkat pengetahuan penanganan gigitan anjing untuk pencegahan

penularan rabies: Kemampuan yang dimiliki seorang responden dalam

menjawab kuisioner yang berkaitan dengan penanganan gigitan anjing

untuk pencegahan penularan rabies.

Penerapan pengetahuan penanganan gigitan anjing untuk pencegahan

penularan rabies: Konsistensi dalam menerapkan pengetahuan yang

dimiliki untuk penanganan gigitan anjing untuk pencegahan penularan

rabies.

3.9. Instrumen dan Alat Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner dalam bentuk

wawancara terstruktur untuk memperoleh data kuantitatif.

3.10. Cara Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada responden,

sampel yang tidak dapat dihubungi, diganti dengan sampel lainnya yang

diambil secara acak. Wawancara dilakukan di rumah kediaman responden

dengan tidak adanya pihak ketiga agar tidak mempengaruhi jawaban.

3.11. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan deskriptif dengan menskoring berdasarkan

pertanyaan yang dibuat dalam kuisioner kemudian dikategorikan ke dalam

tiga kategori, baik, sedang, dan buruk. Dari ketiga kategori ini kemudian

akan didistribusikan berdasarkan data demografi dari responden, yaitu

umur, jenis kelamin, sosioekonomi dan tingkat pendidikan. Kemudian data

16

Page 17: Fix Proposal

tersebut akan didistribusikan kembali berdasarkan kategori penerapannya,

apakah diterapkan atau tidak.

3.12. Jadwal Penelitian

Kegiatan penelitian meliputi :

a. Persiapan : pembuatan proposal penelitian, pemilihan alat pengumpul

b. data, listing penduduk usia dewasa dan pemilihan sampel.

c. Pengumpulan data

d. Pengolahan data : editing, coding, data entry, data cleaning dan

analisis

e. data

f. Penulisan laporan

g. Presentasi laporan penelitian

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Waktu (Minggu)

1 2 3 4 5

1 Persiapan/Pembuatan

Proposal

2 Perbaikan Proposal

3 Pelaksanaan

Penelitian

4 Analisis Data

5 Presentasi

17

Page 18: Fix Proposal

DAFTAR PUSTAKA

1. Bowen-Davies, J. and Lowings, P. (2000) Current perspectives on

rabies.1. The biology of rabies and rabies-related viruses. In practice,

March 2000, 118-124.

2. Kaplan, M.M. (1996) Safety Precautions in Handling Rabies Virus. Dalam

“Laboratory Techniques in Rabies”. Fourth Edition, Edited by F.X.

Meslin, M.M. Kaplan and H. Koprowski. World Health Organization,

Geneva, 1-8.

3. Corey, Lawrence (1999). “Rabies, Rhabdovirus, dan Agen Mirip-

Marburg”. In: Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13.

EGC. Jakarta.

4. Putra A. A. G., 2009. Tinjauan Ilmiah Upaya Pemutusan Rantai Penularan

Rabies Dalam Rangka Menuju Indonesia Bebas Rabies 2015. Buletin

Veteriner BBVet Denpasar, Vol. XXI, No. 75, Desember 2009.

5. M. Donal McGavin, James F. Zachary, (2007). Pathologic Basis of

Veterinary Disease. MOSBY ELSEVIER, 11830 Westline Industrial

Drive, St. Louis, Missouri 63146. pp. 887-890.

6. Bleck. TP. Rupprecht. CE. Rabies Virus. In: Mandell GL, Bennet JE,

Dollin R (Eds) (2000). “Mandell, Douglas and Bennet’s Principles and

Practice of Infectious Diseases”. 5th ed. Churchill Livingstone,

Philadelphia.

7. Shvoong. Anonim. Konsep Tingkat Pendidikan. 2010. Diunduh dari:

http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2053284-konsep-tingkat-

pengetahuan/ (akses: 18 Maret 2012).

8. Wikipedia. Rabies. 2012. Diunduh dari: http://wikipedia.com/rabies/html

(akses: 18 Maret 2012).

18

Page 19: Fix Proposal

9. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Penyakit Rabies di Bali. Diunduh dari:

http://balimandara.co.id/penyakitrabies/html (akses: 18 Maret 2012).

10. Muftisany H. Rabies di Bali Turun 70 Persen. Diunduh dari:

http://republica.co.id (akses: 18 Maret 2012).

11. Presutti, John. Prevention and Treatment of Dog Bites. Am Fam

Physician. 2001;63(8):1567-1573.

12. Brown M, Catherine. Compendium of Animal Rabies Prevention and

Control, 2011. National Association of State Public Health Veterinarians,

Inc. 2001:1-16.

13. CDC. What Type of Exposure Occurred? 2011. Diunduh dari:

http://www.cdc.gov/rabies/ exposure/type.html (akses: 18 Maret 2012).

14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hari Rabies Sedunia 2010.

2010. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-

release/1221-hari-rabies-sedunia-2010.html (akses: 18 Maret 2012).

15. CDC. Human Rabies Prevention-United States 2008. 2008. Diunduh dari:

http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr57e507a1.htm (akses: 18

Maret 2012).

19