29
DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Mencapai Derajat Sarjana S2 Program Magister Akuntansi Disusun Oleh Ryfal Yoduke 121600509 PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YAYASAN KELUARGA PAHLAWAN NEGARA YOGYAKARTA 2018

FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA

BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Mencapai Derajat Sarjana S2

Program Magister Akuntansi

Disusun Oleh

Ryfal Yoduke

121600509

PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

YAYASAN KELUARGA PAHLAWAN NEGARA

YOGYAKARTA

2018

Page 2: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA

BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI

Ryfal Yoduke

STIE YKPN Yogyakarta

([email protected])

Abstract This research is done in districts/cities that exist in Sulawesi Island. Year of data selection is fiscal

year 2016. Population in this research counted 81 regency/city that exist in Sulawesi Island. The

selected sample is 78 samples based on the criteria of completeness of data and information in the

combined balance sheet of the Ministry of Finance. The purpose of this study is to examine the

local government budget policy fiscal illusion of the form of flypaper effect and the illusion of debt

in regional expenditure as well as its effect on economic growth. The results of the study found: (1)

There was a fiscal illusion of the form of flypaper effect determined based on the ratio of

contribution of PAD and DAU in regional expenditure; (2) There is a debt illusion, which is

determined based on the ratio of PAD contribution and regional debt to regional expenditure; (3)

Expenditures that occurred flypaper effect and debt illusion have a significant positive effect on

economic growth. Contribution of PAD is 1,184 and DAU is 8,883 in regional expenditure. The

debt contribution of 2,247 is greater than PAD to regional expenditure. The influence of regional

spending that occurred flypaper effect and debt illusion of 2.085 to the economic growth of

regencies/cities in Sulawesi Island.

Keywords: fiscal illusion flypaper effect and illusion of debt, PAD, DAU, debt, regional

expenditure, and economic growth.

Penelitian ini di lakukan di kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi. Tahun pemilihan data

adalah tahun anggaran 2016. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 81 kabupaten/kota yang

ada di Pulau Sulawesi. Sampel yang terpilih sebanyak 78 sampel berdasarkan kriteria

kelengkapan data dan informasi dalam neraca gabungan Kementerian Keuangan. Tujuan

penelitian adalah untuk menguji kebijakan anggaran pemerintah daerah terdapat ilusi fiskal

bentuk flypaper effect dan ilusi utang dalam belanja daerah serta pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menemukan: (1) Terjadi ilusi fiskal bentuk flypaper

effect yang ditentukan berdasarkan perbandingan kontribusi PAD dan DAU dalam belanja

daerah; (2) Terjadi ilusi utang, yang ditentukan berdasarkan perbandingan kontribusi PAD dan

utang daerah terhadap belanja daerah; (3) Pengaruh belanja daerah yang terjadi flypaper effect

dan ilusi utang positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kontribusi PAD sebesar

1.184 dan DAU sebesar 8,883 pada belanja daerah. Kontribusi utang sebesar 2,247 lebih besar

dari PAD terhadap belanja daerah. Pengaruh belanja daerah yang terjadi flypaper effect dan

ilusi utang sebesar 2,085 terhadap pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota yang ada di

Pulau Sulawesi.

Kata kunci: Ilusi fiskal flypaper effect dan ilusi utang, PAD, DAU, utang, belanja daerah.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 3: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang paling demokratis dan terdesentralisasi di dunia (Butt, 2010).

Mardiasmo (2002) berpendapat bahwa desentralisasi atau otonomi daerah adalah hal yang

menjadi kebutuhan masyarakat daerah serta hak dan kewajibannya untuk melaksanakan

pengelolaan yang mengatur rumah tangganya sendiri. Litvack et al. (1998) menyatakan bahwa

konsep desentralisasi terdiri atas desentralisasi politik (political decentralization),

desentralisasi fiskal (fiscal decentralization), dan desentralisasi ekonomi (economics

decentralization). Sidik (2002) menyatakan bahwa komponen utama implikasi desentralisasi

adalah desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal adalah pemberian kewenangan dan penerapan

kebijakan untuk menggali sumber pendapatan serta hak untuk menentukan belanja di

daerahnya sendiri (Litvack et al., 1998). Sejalan dengan definisi desentralisasi fiskal tersebut,

dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa pelaksanaan desentralisasi menganut prinsip money

follow function. Prinsip money follow function adalah penyerahan hak kewenangan dan

kewajiban oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan definisi otonomi

daerah (desentralisasi), sehingga sejumlah kebijakan fiskal ikut diserahkan kepada pemerintah

daerah guna mendapatkan penghasilan sendiri untuk membiayai urusan pemerintahan di

daerahnya.

Tujuan penerapan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah agar pemerintah

daerah memiliki keuangan yang mandiri. Kemandirian keuangan daerah seharusnya dapat

diwujudkan melalui peningkatan PAD berdasarkan segala hak, kewenangan, dan kewajiban

yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kemandirian

keuangan dan peningkatan PAD dianggap sebagai suatu upaya (necessary condition) yang

dapat menunjukkan kesuksesan pelaksanaan otonomi daerah tanpa mengurangi harapan masih

adanya bantuan dan transfer dari pemerintah pusat (Sidik, 2002; Mardiasmo, 2002).

Peningkatan jumlah dan realisasi PAD seharusnya menjadi sumber yang dianggap “cukup”

untuk berkontribusi secara dominan terhadap belanja daerah (Simanjuntak, 2003), sehingga

ketergantungan terhadap transfer dapat diminimalisasi (Kuncoro, 2007).

Pemerintah daerah dalam mewujudkan kemandirian keuangan daerah tidak mengalami

perkembangan yang berarti, bahkan cenderung mengalami penurunan (Adi dan Ekaristi, 2009).

Penurunan kemandirian keuangan daerah menimbulkan ketimpangan antara PAD (kapasitas

fiskal) dan belanja daerah (kebutuhan fiskal). Kondisi seperti ini disebut fiscal gap (Oates

1999; Sidik, 2002). Litvack et al (1998) menyebutkan bahwa keterbatasan kemampuan

pemerintah daerah (disparitas atau ketidakseimbangan vertikal) dapat diatasi melalui

mekanisme fiskal pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Salah satunya adalah melalui

penyediaan sumber pendapatan yang berasal dari negara berupa transfer fiskal tanpa

mengabaikan upaya pemerintah daerah dalam mengumpulkan pajak atau pendapatan lainnya

sendiri. Tanpa format aturan perimbangan keuangan yang diberlakukan pemerintah pusat

untuk mendistribusikan pendapatan, maka akan meningkatkan disparitas horizontal

antardaerah kaya dan miskin (Simanjuntak, 2003).

Penelitian tentang perkembangan pelaksanaan desentralisasi banyak menyebutkan

bahwa di negara berkembang transfer dari pemerintah pusat tersebut merupakan bagian

terbesar dari pendapatan daerah (Oates, 1999, 2008; Dollery dan Worthington, 1995).

Penerimaan dan pemanfaatan dana transfer sebagai pendapatan yang lebih dominan

dibandingkan pendapatan dan pembiayaan terhadap belanja daerah dalam menyediakan barang

dan layanan jasa publik menurunkan tekanan terhadap basis PAD. Penurunan tekanan basis

PAD menyebabkan penerimaan pendapatan menurun, di sisi lain tuntutan masyarakat terhadap

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 4: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

penyediaan barang dan layanan jasa publik terus meningkat. Dalam kondisi ini, pemerintah

daerah memilih transfer dan tidak menaikkan tarif pajak dan pengutan lain kepada masyarakat

untuk membiayai penyediaan barang dan layanan jasa publik dalam belanja daerah. Fenomena

ini kemudian mengakibatkan pemerintah daerah mengalami ketergantungan pendapatan dalam

bentuk dana yang ditransfer dari pemerintah pusat (Kuncoro, 2004).

Kondisi ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer menimbulkan hal

yang menarik yaitu terdapat perbedaan persepsi (information asymmetry) antara pemerintah

pusat sebagai pemberi transfer dan pemerintah daerah sebagai penerima transfer. Perbedaan

persepsi mengarahkan pemerintah daerah untuk meningkatkan belanja daerah (Oates dan

Bradford, 1971; Alderete, 2004). Becker (1996) menambahkan bahwa terjadinya perbedaan

persepsi dikarenakan pemerintah daerah cenderung beranggapan bahwa pemberian transfer

adalah bentuk kesediaan pemerintah pusat untuk ikut menanggung atau berbagi sebagian biaya

dalam penyediaan barang dan layanan jasa publik di daerahnya. Pemerintah daerah bereaksi

tidak rasional atas hibah federal atau pemerintah pusat. Fenomena perbedaan persepsi seperti

ini kemudian disebut sebagai ilusi fiskal (Oates dan Bradford, 1971; Wagner, 1978; Becker,

1996).

Dalam bentuk yang paling umum, ilusi fiskal dapat diartikan sebagai kondisi

kesalahpahaman sistematis mengenai manfaat dan biaya aktivitas pemerintah oleh pembayar

pajak (masyarakat). Kemudian kesalahpahaman sistematis ini berdampak pada belanja daerah

dalam yurisdiksi fiskal tertentu yang akan terus meningkat, namun tetap murah (Dollery dan

Worthington, 1995). Oates (1985) menyimpulkan bahwa fenomena ilusi fiskal dapat terjadi

melalui: (1) Kompleksitas struktur pajak; (2) Pajak properti (milik atau sewa); (3) Elastisitas

pendapatan dan tarif pajak; (4) Ilusi utang; dan (5) Flypaper effect.

Jenis ilusi fiskal yang paling tepat untuk menjelaskan respon pemerintah daerah

terhadap transfer dan PAD dalam pemenuhan anggaran belanja daerah adalah flypaper effect

(Kuncoro, 2004). Flypaper effect adalah respon pemerintah daerah atas hibah atau transfer dari

pemerintah pusat yang digunakan untuk meningkatkan pengeluaran/belanja barang dan

layanan jasa publik melebihi jumlah pendapatan (PAD) dalam yurisdiksi tertentu (Dollery dan

Worthington, 1995). Respon pemerintah daerah atas transfer tersebut mengakibatkan

masyarakat sebagai pembayar pajak dan voters (pemilih pemerintah daerah) terilusi dengan

anggapan bahwa telah terjadi penurunan biaya penyediaan barang dan layanan jasa publik oleh

pemerintah daerah. Masyarakat dengan anggapan tersebut tidak memiliki informasi dan

pemahaman yang sempurna atas penggunaan dana transfer sebagai penyebab penurunan biaya

penyediaan barang dan layanan jasa publik (Oates, 1985). Anggapan masyarakat tersebut keliru

karena dana transfer tidak menurunkan biaya penyediaan barang dan layanan jasa, tetapi dana

transfer yang diterima oleh pemerintah daerah kemudian digunakan seluruhnya untuk

meningkatkan belanja daerah (Kuncoro, 2004). Sehingga bagi masyarakat, dana tranfer

pemerintah pusat tersebut seolah-olah menurunkan biaya penyediaan barang dan layanan jasa

di daerah.

Turnbull (1998) menyatakan kesalahan pemahaman masyarakat juga disebabkan

karena masyarakat tidak yakin terhadap jumlah tagihan pajak yang harus mereka bayar untuk

layanan tambahan atau biaya pajak yang sesuai atas konsumsi barang dan layanan jasa yang

mereka terima. Penelitian tentang respon atas dana transfer dan PAD terhadap belanja daerah

untuk pembuktian ilusi fiskal flypaper effect di Indonesia telah banyak dilakukan. Penelitian

tentang flypaper effect masih tetap menarik dilakukan untuk menunjukkan karakteristik

pemerintah daerah dalam merespon tuntutan belanja melalui PAD atau transfer dari pemerintah

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 5: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

pusat. Turnbull (1998) menyatakan masih penting untuk menguji fenomena flypaper effect di

suatu wilayah yurisdiksi untuk menguji kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan

PAD.

Penelitian ilusi fiskal dalam bentuk flypaper effect telah banyak dilakukan di Indonesia.

Namun, penelitian flypaper effect masih menarik untuk dilakukan menunjukkan karakteristik

pemerintah daerah dalam merespon tuntutan belanja melalui PAD atau transfer dari pemerintah

pusat. Terdapat risiko bagi pemerintah akibat penggunaan dana transfer atau bantuan yang

dominan terhadap belanja daerah dalam waktu yang lama. Pertama, kepercayaan dari

masyarakat akibat ketidaklengkapan informasi sumber dana pembangunan di daerah,

menggunakan PAD atau bantuan pemerintah pusat. Kedua, pemerintah daerah akan

menghadapi risiko tuntutan pembanguan yang masif dengan keterbatasan dana. Keterbukaan

informasi (transparansi) dan kerjasama antara pemerintah dan masayarakat daerah dapat

mengatasi kedua masalah tersebut.

Selain PAD dan DAU, pemerintah daerah diberikan akses untuk memiliki utang. Dalam

UU No. 33 Tahun 2004, dijelaskan bahwa pemerintah daerah diperbolehkan untuk memiliki

utang atau pinjaman kepada pihak ketiga, namun tetap dalam pengawasan pemerintah pusat

untuk menutupi celah fiskal yang ada. Ariwibawa (2005) berpendapat bahwa pinjaman daerah

kepada pihak ketiga dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi fiscal gap antara kemampuan

fiskal dan kebutuhan fiskal pemerintah daerah. Namun demikian, Utang yang dimiliki

pemerintah daerah saat ini belum banyak diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah

daerah (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). Pedoman pengungkapan informasi utang yang

dimiliki pemerintah daerah sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun

2010 tentang Standar Akuntasi Pemerintahan. Dalam peraturan tersebut pemerintah daerah

diwajibkan untuk melaksanakan pencatatan penerimaan pinjaman atau utang dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran

(LRA). Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dalam Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan (PSAP) No. 03 tentang Laporan Realisasi Anggaran menyebutkan bahwa LRA

sekurang-kurangnya memuat informasi akuntansi tentang realisasi pendapatan, belanja,

transfer (penerimaan dan pengeluaran transfer), surplus/defisit, serta penerimaan dan

pengeluaran pembiayaan yang masing-masing akun tersebut dipisahkan berdasarkan sifat dan

jenisnya.

Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 dan lampiran di dalamnya, seharusnya pemerintah

dalam hal ini pemerintah daerah mampu memberikan informasi keuangannya termasuk

penerimaan utang/pinjaman sehingga tingkat akuntabilitas terhadap laporan keuangan

pemerintah daerah meningkat. Namun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Lesmana

(2010), Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011), serta Setyaningrum dan Syafitri (2012) tentang

pengungkapan informasi wajib oleh pemerintah daerah dalam laporan keuangan daerah yang

dipublikasi menemukan bahwa pinjaman atau kewajiban tidak berpengaruh terhadap informasi

wajib yang diungkap pemerintah daerah. Temuan tersebut selanjutnya oleh Suhardjanto dan

Yulianingtyas (2011), serta Setyaningrum dan Syafitri (2012) diinterpretasikan bahwa

pemerintah daerah belum sepenuhnya memahami informasi wajib yang seharusnya

diungkapkan kepada publik termasuk di dalamnya informasi utang. Sejalan dengan

pengungkapan yang tidak lengkap tentang informasi utang pemerintah daerah tersebut di atas,

belum banyak penelitian tentang pemanfaatan utang atau pinjaman yang dimiliki pemerintah

daerah. Hal tersebut dikarenakan tidak semua pemerintah daerah memiliki utang atau pinjaman

(Adi dan Ekaristi, 2009). Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang

bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 6: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar

agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keuangan daerah.

Salah satu dampak negatif pinjaman bagi keuangan daerah adalah ilusi utang.

Ariwibawa (2005) dalam penelitiannya terhadap kemampuan tingkat pengembalian utang atau

pinjaman dari pihak ketiga oleh pemerintah daerah yang dilakukan di kota Semarang

menemukan bahwa pemerintah kota Semarang mampu mengembalikan pokok utang atau

pinjaman dan bunganya. Selain itu Ariwibawa (2005) juga menemukan bahwa pembiayaan

dalam hal ini utang atau pinjaman dari pihak ketiga menjadi salah satu sumber pendapatan

daerah kota Semarang.

Kajian seperti yang pernah dilakukan oleh FITRA (2012 dan 2017) menemukan bahwa

komponen utang dan pemanfaatannya nyata dalam belanja daerah. Berdasarkan temuan

Ariwibawa (2005) dan kajian FITRA tersebut dan akun utang perlu dicermati lebih lanjut dan

dilakukan penelaahan untuk mengetahui apakah terjadi ilusi fiskal dalam bentuk ilusi utang

melalui pemanfaatan utang yang diterima daerah untuk penyediaan barang dan layanan jasa

dalam anggaran belanja daerah. Deteksi ilusi utang penting untuk mencegah terjadinya

ketimpangan informasi antara masyarakat dan pemerintah daerah atas penganggaran sumber

pendanaan belanja barang serta layanan jasa yang dilakukan dengan menggunakan utang atau

pinjaman oleh pemerintah daerah. Selain ketimpangan informasi, deteksi ilusi utang penting

dikarenakan adanya asumsi tentang hubungan antargenerasi (intergenerational equity).

Asumsi tersebut adalah bahwa generasi yang akan datang ikut menanggung beban pengeluaran

dan pembiayaan barang dan layanan jasa yang dilakukan pemerintah daerah saat ini. Ilusi utang

dalam teori ilusi fiskal adalah pemilihan pendanaan belanja penyediaan barang dan layanan

jasa oleh pemerintah daerah dengan menggunakan pendapatan pajak dan pendapatan lain saat

ini atau hasil pendapatan dari utang (Oates, 1985). Seperti flypaper effect, ketergantungan

pendanaan penyediaan barang dan layanan jasa dari utang oleh pemerintah daerah cenderung

meningkatkan anggaran belanja daerah yang besar.

Meskipun belanja daerah menimbulkan fenomena flypaper effect dan ilusi utang, fungsi

belanja daerah salah satunya adalah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Daerah otonom

dengan pertumbuhan ekonomi yang baik berpeluang untuk meningkatkan penerimaan PAD.

Pemerintah daerah harus mampu memberdayakan kekuatan dan sumber daya ekonomi yang

diperoleh daerah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik. Logikanya setiap

penerimaan daerah yang digunakan pemerintah daerah untuk belanja daerah seharusnya

mampu merangsang kenaikan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) sebagai indikator

pengukuran pertumbuhan ekonomi (Adi, 2006). Dalam penjelasan umum UU No. 33 Tahun

2004 dijelaskan bahwa kekuatan dan sumber daya ekonomi daerah melalui dana transfer, PAD,

dan utang setidaknya harus mampu berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi

sehingga dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah untuk mendapatkan

pendapatan yang lebih besar dari sisi PAD di masa yang akan datang. Tujuan penelitian ini

dilakukan adalah untuk mendeteksi ilusi fiskal dalam bentuk flypaper effect dan ilusi utang

serta pengaruh belanja daerah yang terjadi kedua fenomena tersebut terhadap pertumbuhan

ekonomi.

Tinjauan Teori

Teori Otonomi Daerah

Otonomi daerah atau desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai tujuan bernegara,

yaitu menghadirkan negara untuk lebih dekat kepada masyarakat dengan memberikan

pelayanan yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 7: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

demokratis (Sidik, 2002). Ardika dan Sahrul (2011) menyebutkan bahwa otonomi daerah

secara implisit menunjukkan indikasi tujuan yang hendak dicapai untuk terwujudnya sistem

demokrasi di tingkat lokal, terciptanya efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah

daerah serta pembangunan ekonomi di daerah. Sedangkan konsep desentralisasi pada

hakekatnya mengandung makna adanya kebebasan daerah untuk mengambil keputusan

menurut prakarsa sendiri. Namun, pengambilan keputusan menurut prakarsa sendiri dalam

otonomi daerah atau desentralisasi tersebut tidak boleh bertentangan dengan aturan-aturan

yang lebih tinggi dalam hal ini negara (Kambo, 2015). Kamaluddin (2000) menyatakan bahwa

otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab secara

proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya

nasional serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pelaksanaan

otonomi daerah atau desentralisasi harus sesuai dengan prinsip demoktrasi dan melibatkan

peran aktif masyarakat daerah.

Teori Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal secara luas adalah penyerahan hak dan kewenangan kepada pemerintah

daerah oleh pemerintah pusat untuk menerapkan kebijakan fiskal sebagai upaya untuk

menggali postensi sumber daya dan memperoleh pendapatannya sendiri guna mendukung

penyelenggaraan fungsinya dalam urusan pemerintahan di daerahnya (Litvack et al., 1998;

Sidik, 2002). Secara implisit definisi desentralisasi fiskal dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dijelaskan melalui

konsep desentralisasi mengikuti prinsip money follow function. Prinsip money follow function

adalah sebuah konsekuensi akibat penyerahan hak kewenangan dan kewajiban sesuai dengan

definisi otonomi daerah atau desentralisasi, sehingga sejumlah kebijakan fiskal diserahkan

kepada pemerintah daerah guna mendapatkan penghasilannya sendiri untuk membiayai urusan

pemerintahan di daerahnya (Kurniawan, 2012).

Pendekatan penerapan desentralisasi fiskal dapat menggunakan expenditure dan

revenue assigment. Pendekatan expenditure assigment (tugas pembelanjaan) ditunjukkan

dengan peran local public goods (barang publik lokal) yang meningkat di daerah. Peningkatan

peran barang publik lokal terjadi akibat perubahan tanggung jawab pelayanan publik dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kemudian revenue assigment (tugas pendapatan)

ditunjukkan dengan pemberian bantuan dan dana transfer serta pengalihan pengelolaan sumber

pendapatan daerah oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sumber pendapatan bagi

daerah sebelumnya dikumpulkan pemerintah daerah, namun dikelola pemerintah pusat. Bentuk

penyerahan kewenangan dan pengelolaan pendapatan daerah tersebut salah satunya

ditunjukkan dengan adanya taxing power/tax assigment yang dimiliki pemerintah daerah

(Waluyo, 2007).

Sejalan dengan hal tersebut di atas, Sasana (2009) menyatakan bahwa dalam era

desentralisasi fiskal pemerintah daerah dituntut untuk melakukan fungsinya secara efektif dan

efisien. Penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah harus didukung dengan sumber-sumber

keuangan yang memadai dari daerah itu sendiri. Pemerintah daerah harus mampu

meningkatkan kapasitas fiskalnya dengan cara diantaranya meningkatkan aktivitas ekonomi

berbasis komoditi unggulan dan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan asli

daerah. Kadafi (2011) menyatakan bahwa desentralisasi fiskal haruslah diupayakan untuk

memandirikan daerah khususnya secara keuangan, meningkatkan rasa tanggung jawab daerah

dan meningkatkan daya saing antardaerah.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 8: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Teori Ilusi Fiskal

Dalam bentuk yang paling umum, ilusi fiskal dapat diartikan sebagai kondisi kesalahpahaman

sistematis mengenai manfaat dan biaya aktivitas pemerintah oleh pembayar pajak (masyarakat)

dan dampak kesalahan persepsi tersebut terhadap belanja daerah dalam yurisdiksi fiskal

tertentu yang akan terus meningkat (Dollery dan Worthington, 1995). Perbedaan persepsi

dalam teori ilusi fiskal adalah kesalahpahaman sistematis tentang parameter fiskal utama yang

digunakan oleh pemerintah daerah yang secara signifikan dapat mendistorsi pemahaman

masyarakat sebagai pembayar pajak dan voters atas pilihan fiskal tersebut.

Kesalahpahaman persepsi tentang parameter fiskal diakibatkan oleh tidak sempurnanya

informasi yang dimiliki masyarakat sebagai voters dan sebagai pembayar pajak di daerah

(Oates, 1985). Secara umum, ilusi utang dan flypaper effect menurut teori ilusi fiskal adalah

keadaan yang diakibatkan oleh kesalahpahaman informasi secara sistematis antara pemerintah

pusat dan pemerintah daerah serta masyarakat (Oates, 1985; Dollery dan Worthington, 1995;

Alderete, 2004). Ilusi utang dalam teori ilusi fiskal adalah kesalahpahaman masyarakat atas

pemilihan pendanaan belanja penyediaan barang dan layanan jasa oleh pemerintah daerah

dengan menggunakan pungutan pajak saat ini dan pendapatan lain daerah atau hasil pendapatan

dari utang (Oates, 1985). Kesalahpahaman informasi secara sistematis tersebut baik melalui

ilusi utang dan flypaper effect seharusnya dapat diminimalisasi dengan cara kerjasama antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta masyarakat di daerah. Salah satu bentuk

kerjasama tersebut adalah penyelarasan informasi bagi masing-masing pihak (pemerintah

pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat), sehingga kebutuhan dan tuntutan penyediaan

barang dan layanan jasa publik di daerah dapat didanai dengan dominasi peran sumber-sumber

pendapatan asli daerah. Ilusi fiskal dalam pendanaan penyediaan barang dan layanan jasa

publik akan memberatkan anggaran baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Di sisi

lain, ilusi fiskal dapat menyebabkan distorsi hak dan kewajiban masyarakat dalam

pembangunan daerah (Oates, 1993 dan 1999; Dollery dan Worthington, 1995).

Teori Birokrasi

Niskanen (1968) dalam teori birokrasi berpendapat bahwa pemerintah daerah (birokrasi

daerah) memiliki informasi yang lebih baik mengenai kebutuhan dan kemampuan fiskal (PAD

dan transfer) serta sumber daya lainnya yang dimiliki daerah dibanding pemerintah pusat dan

masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah memiliki posisi lebih kuat dalam mengambil

kebijakan publik. Pemerintah daerah dapat memanfaatkan posisi ini untuk memaksimalkan

utilitasnya yang diproksikan dengan kekuasaan. Kekuasaan tersebut menyebabkan pemerintah

daerah menyusun anggaran harga satuan penyediaan barang dan layanan jasa publik sama

dengan biaya rata-rata. Jika pada kenyataan biaya rata-rata penyediaan barang dan layanan jasa

publik lebih rendah daripada biaya marginalnya, maka kuantitas penyediaan barang dan

layanan jasa publik akan terlalu banyak. Kemudian di sisi lain, masyarakat memiliki

keterbatasan akses informasi terhadap penggunaan pajak dan retribusi yang dibayarkan untuk

pendanaan penyediaan barang dan layanan jasa publik, serta pemanfaatan transfer yang

diperoleh pemerintah daerah dari pemerintah pusat. Melalui kondisi ini, secara sederhana

Niskanen (1968) menyebutkan bahwa flypaper effect adalah keadaan serta kekuasaan secara

luas yang dimiliki pemerintah daerah dibandingkan dengan pihak lain (pemerintah pusat dan

masyarakat) untuk menggunakan transfer lebih dominan dalam penyediaan barang dan layanan

jasa publik daripada menaikkan kemampuan fiskal daerah melaui PAD.

Kondisi keleluasaan dan kekuasaan pemerintah daerah sebagai birokrasi dalam akses

informasi tidak hanya terjadi pada pemanfaatan pendapatan sendiri dan transfer yang diterima.

Secara keseluruhan, keleluasaan dan kekuasaan terhadap akses informasi sebenarnya terjadi

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 9: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

pada seluruh informasi termasuk penerimaan pembiayaan, dalam hal ini utang. Berbeda kondisi

pada masyarakat, dengan keterbatasan akses informasi atas pemanfaatan penerimaan utang

akan menyebabkan distorsi hak dan kewajiban, sama seperti halnya flypaper effect.

Teori New Public Management

Teori New Public Management (NPM) pertama kali disampaikan oleh Christoper Hood (1991)

yang menyatakan bahwa konsep pengelolaan sektor publik berbasis NPM mampu menawarkan

pengelolaan yang lebih baik. Perbedaan utama antara konsep old public management dan NPM

adalah fokus kedua konsep tersebut berbeda. Old public management berfokus pada proses

administrasi, sedangkan NPM berfokus pada output kinerja sektor publik. Konsep pengelolaan

sektor publik dengan NPM adalah konsep pendekatan baru dengan pengelolaan berorientasi

pada pasar (mengadopsi mekanisme penglelolaan sektor privat ke dalam sektor publik),

sehingga tercipta efisiensi biaya yang besar dan pencapaian kinerja yang efektif bagi eksekutif

di sektor publik (Mardiasmo, 2002; Indrawati, 2010).

Penerapan pengelolaan sektor publik dengan NPM oleh pemerintah daerah khususnya

dalam penganggaran harus mengutamakan kepentingan publik. Pemerintah daerah melalui

penerapan otonomi daerah serta pemberian kebijakan untuk mengelola anggarannya

diharapkan mampu mewujudkan welfare society (kesejahteraan masyarakat) di wilayahnya

(Mardiasmo, 2002; Indrawati, 2010). Konsep NPM oleh Hood (1991) memiliki ide utama

pengadopsian pengelolaan sektor privat ke dalam sektor publik. Namun, Mardiasmo (2002)

menyatakan bahwa pengelolaan anggaran sektor publik oleh pemerintah daerah harus tetap

memegang prinsip-prinsip pengelolaan yang baik. Prinsip tersebut adalah akuntabilitas, value

for money (efektivitas dan efisiensi), kejujuran dalam pengelolaan keuangan publik,

transparansi, dan pengendalian. Prinsip-prinsip tersebut dalam konsep NPM disebut dengan

core value in public management.

Untuk mewujudkan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah daerah, pemerintah

perlu melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola anggaran dan

keuangan yang dimiliki pemerintah daerah. Prinsip transparansi dan akuntabilitas dapat

memberikan insentif berupa kepercayaan dari prinsipal secara horizontal dari marsyarakat dan

lembaga legislatif daerah serta vertikal dari pemerintah pusat (Mardiasmo, 2002). Kepercayaan

akibat transparansi dan akuntabilitas tersebut dapat meminimalisasi ketimpangan informasi

antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pemerintah pusat. Secara khusus, prinsip

transparansi dalam pengelolaan anggaran berbasis utang dapat memberikan informasi tentang

hak dan tanggung jawab bagi generasi selanjutnya yang secara tidak langsung ikut

menanggung biaya penyediaan barang dan layanan jasa di daerah (intergenerational equity).

Teori Keagenan

Rerangka hubungan keagenan dalam sektor publik dapat dikaji berdasarkan pendelegasian hak

dan kewenangan oleh pemerintah pusat dan pihak legislatif daerah (prinsipal) kepada

pemerintah daerah sebagai pihak eksekutif (agen). Dengan adanya penyerahan hak dan

kewenangan ini kemudian diharapkan agen dapat bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan

prinsipal (masyarakat dan pemerintah pusat). Pentingnya pengkajian dan penjabaran rerangka

hubungan agen dan prinsipal adalah untuk menganalisis komitmen dan kebijakan pemerintah

daerah (agen) dalam proses penyusunan hingga pengambilan kebijakan anggaran publik. Lebih

lanjut, penganalisaan tersebut penting karena komitmen dan kebijakan anggaran publik erat

kaitannya dengan asimetri informasi, moral hazard, dan adverse selection (Halim dan

Abdullah, 2006).

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 10: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Secara spesifik, Eisenhardt (1998) menyatakan bahwa teori keagenan terdiri atas tiga

landasan asumsi utama, yaitu: (1) Asumsi tentang sifat manusia; (2) Asumsi tentang

keorganisasian; (3), Asumsi tentang informasi. Asumsi pertama tentang sifat manusia adalah

sifat manusia yang cenderung mementingkan utilitas pribadi, memiliki keterbatasan

rasionalitas, dan menghindari risiko. Kedua, asumsi tentang keorganisasian adalah adanya

konflik kepentingan serta adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Ketiga, asumsi

tentang informasi sebagai komoditas adalah asumsi yang berpandangan bahwa informasi

adalah suatu komoditas yang dapat diperjualbelikan.

Sejalan dengan tiga asumsi tersebut di atas, hubungan fenomena ilusi fiskal dengan

masalah keagenan dalam birokrasi sektor publik (pemerintah daerah dan legislatif daerah

sebagai agen) serta masyarakat dapat dijelaskan melalui self-interesting model. Dalam sektor

publik, model ini menyatakan bahwa pemerintah daerah dan legislatif daerah akan

memaksimalkan anggararannya, sedangkan masyarakat akan memaksimalkan utilitasnya

(Halim dan Abdullah, 2006). Dari self-interesting model tersebut, ilusi fiskal dapat terjadi

karena dorongan birokrasi sektor publik yang bertujuan untuk mencapai popularitas agar

terpilih kembali oleh konstituen dengan memaksimalkan anggaran. Masyarakat akan

cenderung memilih birokrasi sektor publik (pemerintah daerah dan legislatif daerah) yang

mampu memenuhi utilitas atau preferensinya (Tiebout, 1956). Sedangkan hubungan keagenan

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah oleh Aderete (2004) disebutkan bahwa

pemerintah daerah memaksimalkan anggaran untuk mencapai keuntungan melalui perolehan

transfer dari pemerintah pusat untuk pendanaan peyediaan barang dan layanan jasa publik di

daerah tanpa menaikkan penghasilan daerah.

Teori Belanja Publik Lokal

Dalam teori belanja publik lokal (public local expenditures) menurut Tiebout (1956)

dinyatakan bahwa fungsi belanja lokal seharusnya mencerminkan keinginan dan kebutuhan

atau preferensi dari penduduk lokal atau suatu komunitas di daerah. Belanja lokal atau belanja

daerah adalah belanja yang pelaksanaannya menghasilkan barang dan layanan jasa publik yang

dapat dinikmati secara kolektif sebagai dampak penyatuan fungsi keinginan dan kebutuhan

serta preferensi oleh masyarakat daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah dalam

pemenuhan keinginan dan kebutuhan serta preferensi masyarakat lokal seharusnya dilakukan

di tingkat pemerintahan yang memiliki kontrol geografis yang kecil. Pemerintah daerah dalam

melaksanakan fungsi dan urusan pemerintahan di daerahnya akan lebih efektif dan efisien

karena: (1) Pemerintah lokal sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya; (2) Keputusan

pemerintah lokal sangat responsif terhadap keinginan dan kebutuhan serta preferensi

masyarakatnya, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam

penggunaan dana yang berasal dari masyarakat; (3) Persaingan antardaerah dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan

inovasi (Litvack et al., 1998).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dalam UU No. 33 Tahun 2004 dijelaskan

sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah. APBD dibahas dan disahkan bersama

dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) serta ditetapkan menjadi peraturan daerah (PERDA).

APBD merupakan acuan kerja pemerintah daerah untuk periode satu (1) tahun. Dalam struktur

APBD di Indonesia, komponen anggaran terdiri atas pendapatan, belanja dan pembiayaan

(Abdullah dan Rona, 2014). Anggaran pendapatan dalam APBD adalah anggaran pendapatan

yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan (transfer pemerintah pusat:

dana alokasi umum/DAU, dana bagi hasil/DBH, dan dana alokasi khusus/DAK), dan lain-lain

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 11: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

pendapatan. Sumber PAD adalah dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan. Selanjutnya,

pendapatan dalam bentuk dana perimbangan adalah pendapatan yang bersumber dari dana

transfer oleh pemerintah pusat yang telah dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja

negara (APBN). Pendapatan dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil (DBH), dana alokasi

umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK).

Selain PAD dan dana transfer daeri pemerintah pusat, daerah diperbolehkan memiliki

utang. Keberadaan utang bagi pemerintah daerah dapat dimanfaatkan sebagai tambahan

sumber daya ekonomi untuk melaksanakan peran dan fungsi penyediaan barang serta layanan

jasa melalui APBD di daerah. Setiap tambahan sumber daya ekonomi atau pendapatan yang

dimiliki daerah (PAD, dana transfer, utang) akan menentukan estimasi pengeluaran (yang

meliputi belanja dan pengeluaran pembiayaan daerah). Perubahan anggaran pendapatan dan

penerimaan pembiayaan akan menyebabkan perubahan dalam anggaran belanja dan

pengeluaran pembiayaan daerah (Abdullah dan Rona, 2014). Perubahan penerimaan dan

pengeluaran suatu pemerintah daerah seharusnya berada pada posisi yang seimbang sehingga

tidak menimbulkan defisit dalam APBD daerah (Adi dan Ekaristi, 2009). Secara keseluruhan,

pemerintah daerah dapat mengambil kebijakan anggaran yang menimbulkan ilusi fiskal dalam

APBD.

Teori Produksi

Produksi adalah segala kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan atau

menambah guna atas suatu benda atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang

lain melalui pertukaran (Partadireja, 1985: 21). Tenaga manusia, sumber-sumber daya alam,

modal dalam segala bentuknya, serta kecakapan diperlukan untuk melakukan proses produksi.

Semua unsur tersebut adalah faktor-faktor produksi (factors of production). Secara singkat,

semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang

disebut sebagai faktor-faktor produksi (Napitupulu, 2013). Dalam proses produksi,

penggunaan faktor-faktor produksi tersebut dikenal dengan istilah input, sedangkan jumlah

produksi disebut sebagai output. Penyediaan barang dan layanan jasa publik oleh pemerintah

daerah dapat dikatakan sebagai suatu proses yang berkelanjutan seperti halnya proses produksi

pada umumnya.

Pemerintah daerah membutuhkan pendapatan (PAD dan DAU) serta penerimaan lain

(utang) sebagai modal kerja untuk proses produksi barang dan layanan jasa publik di daerah.

Untuk memperoleh pendapatan, pemerintah daerah harus meningkatkan pertumbuhan produk

domestik regional bruto (PDRB), sehingga penerimaan PAD suatu daerah dapat ditingkatkan.

Hal ini menunjukkan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan karena peningkatan PAD

sebenarnya merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi

di daerah dapat diukur dengan laju pertumbuhan PDRB (Adi, 2006). Semakin tinggi

pertumbuhan nilai PDRB suatu daerah serta diikuti dengan kemampuan realisasi potensi

penerimaan daerah yang optimal akan meningkatkan modal penyediaan barang dan layanan

jasa bagi pemerintah daerah.

Pengembangan Hipotesis

Terjadi flypaper effect pada belanja daerah kabupaten/kota di Sulawesi

Indikator pengukuran terjadi atau tidaknya flypaper effect pada belanja daerah adalah dengan

membandingkan antara kontribusi PAD dan DAU dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi

yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang cenderung merespon belanja

daerah secara dominan menggunakan DAU menunjukkan terjadinya fenomena flypaper effect.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 12: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Sedangkan untuk antitesis tidak terjadinya fenomena flypaper effect adalah dominasi kontribusi

PAD yang lebih besar dibandingkan dengan kontribusi DAU terhadap belanja daerah.

Kemampuan pemerintah daerah melalui kewenangan (revenue assigment) serta diskresi yang

diterima dari pemerintah pusat seyogyanya menghasilkan PAD yang cukup untuk membiayai

penyelanggaran urusan pemerintahan di daerah. Kemampuan PAD yang cukup bukan berarti

bahwa kebutuhan belanja pemerintah daerah sepenuhnya dapat ditutupi menggunakan PAD,

namun kontribusi PAD lebih besar dibandingkan dengan DAU dalam berlanja daerah

(Simanjuntak, 2003; Kuncoro, 2007). Selanjutnya Adi (2006) menyatakan bahwa idealnya

PAD merupakan komponen utama pendapatan daerah. Fenomena flypaper effect dalam ilusi

fiskal merupakan bentuk kesalahpahaman (information asymmetry) secara sistematis

pemerintah daerah dalam memanfaatkan pendapatan dana transfer dari pemerintah pusat.

Kesalahpahaman sistematis tersebut terjadi dikarenakan adanya anggapan bahwa pemerintah

pusat ikut menanggung sebagian biaya penyediaan barang dan layanan jasa di daerah.

Pemerintah daerah dalam hal ini dianggap bertindak tidak rasional (Becker, 1996). Dampak

kesalahpahaman sistematis ini tidak hanya dialami oleh pemerintah daerah, tetapi juga oleh

masyarakat sebagai pembayar pajak dan voters di daerah serta pemerintah pusat sebagai

pemberi transfer.

Penelitian pembuktian empiris fenomena flypaper effect di Indonesia telah banyak

dilakukan diantaranya seperti Kusumadewi dan Rahman (2007), Kuncoro (2007), Adi dan

Ekaristi (2009), Pramuka (2010), Rusyidi pada tahun 2010 (publikasi jurnal tahun 2015),

Kristianti dan Hastuti (2011), Bhakti (2013), Calvin dan Yuliana (2016), Rimawan dan

Badrudin (2017), Pratami dan Dwirandra (2017). Dari 10 penelitian yang dikutip tersebut,

sembilan penelitian menemukan terdapat atau terjadi fenonema ilusi fiskal dalam bentuk

flypaper effect. Sedangkan penelitian oleh Pramuka (2010), dalam penelitiannya tidak

menemukan terjadinya feonomena flypaper effect pada belanja daerah kabupaten dan kota di

pulau Jawa. Indikator yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut adalah

menggunakan nilai koefisien statistik antara PAD dan DAU yang dibandingkan dengan belanja

daerah. Berdasarkan uraian di atas, terdapat hasil yang dominan atas temuan fenomena ilusi

fiskal dalam bentuk flypaper effect terhadap belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah

daerah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

H1: Terjadi flypaper effect pada belanja daerah kabupaten/kota di Sulawesi

Terjadi ilusi utang pada belanja daerah kabupaten/kota di Sulawesi

Pemerintah daerah membutuhkan modal serta sarana dan prasarana untuk melaksanakan

urusan pemerintahan di wilayahnya (Sulistyo, 2017). Salah satu modal yang dapat diperoleh

pemerintah daerah selain PAD dan dana transfer dari pemerintah pusat adalah utang.

Pendanaan pelaksanaan urusan pemerintahaan pembiayaan obligasi atau utang oleh daerah

diharapkan akan memberikan dampak yang besar kepada masyarakat luas yang pada akhirnya

dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Di Indonesia, tidak banyak penelitian

yang menguji pengaruh utang daerah terhadap belanja daerah dikarenakan tidak semua daerah

memiliki utang (Adi dan Ekaristi, 2009).

Salah satu dorongan pemerintah daerah untuk memiliki utang adalah untuk menutupi

kekurangan fiskal di daerah. Kuncoro (2007) menyatakan dalam kesimpulan penelitiannya

bahwa jumlah pendapatan dana transfer pemerintah pusat yang tidak terprediksi

mengakibatkan pemerintah daerah menggunakan pinjaman (utang) untuk menutupi

kekurangan dalam pembiayaan operasi fiskalnya. Meksipun pemerintah daerah diperbolehkan

untuk memiliki utang, kontrol atas penggunaan utang dipelukan untuk mencegah beban

tambahan dalam anggaran pemerintah daerah. Ariwibawa (2005) menyatakan bahwa utang

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 13: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

yang dimiliki pemerintah kota Semarang merupakan salah satu komponen pendapatan

pemerintah kota Semarang meski tidak sebesar PAD dan pendapatan dana transfer dari

pemerintah pusat. Namun demikian, akses informasi atas transparansi pengelolaan dan

pemanfaatan utang oleh masyarakat belum sepenuhnya baik. Suhardjanto dan Yulianingtyas

(2011) menyatakan bahwa pengungkapan informasi oleh pemerintah daerah di Indonesia masih

sangat rendah. Pemerintah daerah masih mengabaikan item-item yang perlu diungkapkan

dalam pengungkapan informasi menurut sistem akuntansi pemerintahan (SAP), khususnya

pengungkapan informasi tentang utang sesuai dengan PSAP No. 09 tentang Akuntansi

Kewajiban.

Utang sebagai komponen pendapatan bagi pemerintah daerah masih belum banyak

diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Pengungkapan informasi utang yang

tidak lengkap dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya ilusi fiskal. Indikator tersebut adalah

kesalahpahaman antara masyarakat dengan pemerintah daerah akibat ketimpangan dan

keterbatasan akses terhadap informasi jumlah utang serta pengelolaan pemanfaatan utang yang

dapat mendistorsi hak dan kewajiban masyarakat dalam pembangunan di daerah. Barro (1974)

menyatakan bahwa secara sederhana pengukuran deteksi ilusi utang adalah dengan

membandingkan antara kontribusi pemanfaatan utang dengan PAD. Pemanfaatan utang yang

dominan dibandingkan kontribusi PAD dalam belanja daerah mengindikasikan terjadinya ilusi

utang, sebaliknya jika kontribusi pemanfaatan PAD lebih dominan dibandingkan utang, maka

tidak terjadi ilusi utang. Penelitian ini bersifat penelitian awal yang menguji pengaruh utang

terhadap belanja daerah. Selain melihat perbandingan kontribusi antara PAD dan utang, dalam

penelitian ini juga melihat signifikasi pemanfaatan utang (sehingga hipotesis dinyatakan

diterima jika t-statistik melebihi 1,96). Berdasarkan uraian tentang temuan ketidaklengkapan

pengungkapan informasi utang dalam kaitannya dengan konsep ilusi fiskal yang dapat

menimbulkan ketimpangan informasi antara pemerintah daerah, masyarakat dan pemerintah

pusat di atas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H2: Terjadi ilusi utang pada belanja daerah kabupaten/kota di Sulawesi

Pengaruh belanja daerah yang terjadi ilusi fiskal flypaper effect dan ilusi utang terhadap

pertumbuhan ekomoni daerah kabupaten/kota di Sulawesi

Setiap penerimaan daerah yang digunakan pemerintah daerah untuk belanja daerah seharusnya

mampu merangsang kenaikan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) di daerah sebagai

indikator pengukuran pertumbuhan ekonomi (Adi, 2006). Dalam penjelasan umum UU No. 33

Tahun 2004 dijelaskan bahwa kekuatan dan sumber daya ekonomi daerah melalui dana

transfer, PAD, dan utang setidaknya harus mampu berkontribusi positif terhadap pertumbuhan

ekonomi sehingga dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah untuk mendapatkan

pendapatan yang lebih besar dari sisi PAD di masa yang akan datang.

Penelitian tentang ilusi fiskal, khususnya flypaper effect telah banyak dilakukan di

Indonesia. Namun demikian, penelitian pembuktian fenomena ilusi fiskal khususnya flypaper

effect tidak menguji dampaknya terhadap belanja daerah. Salah satu penelitian tentang

fenomena flypaper effect pernah dilakukan oleh Rimawan dan Badrudin (2017) dengan

menguji pengaruh PAD dan DAU terhadap belanja daerah serta dampaknya terhadap

pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa belanja daerah (dengan

fenomena flypaper effect) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota

di Nusa Tenggara Barat. Penelitian tersebut menarik untuk dikembangkan dengan memperluas

populasi penelitian, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi tentang dampaknya

terhadap pertumbuhan ekonomi pada daerah dengan karakteristik yang berbeda.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 14: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Selanjutnya, penelitian ilusi utang masih belum banyak diteliti di Indonesia. Hal ini

dikarenakan tidak semua daerah memiliki utang. Namun demikian, pembangunan daerah yang

ekspansif biasanya didukung dengan pembiayaan utang (Barro, 1974). Ariwibawa (2005)

menyatakan bahwa utang merupakan salah satu komponen penerimaan daerah di kota

Semarang. Kuncoro (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan penerimaan utang harus dikontrol

sehingga tidak memberatkan anggaran pemerintah daerah. Simamora (2014) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa penerimaan utang dapat dimanfaatkan untuk menutup

defisit yang timbul pada belanja daerah. Penerimaan utang bagi pemerintah daerah dapat

difungsikan seperti halnya PAD dan DAU, yakni menambah komponen penerimaan daerah

untuk melaksanakan fungsi dan peran dalam peyediaan barang serta layanan jasa melaui

belanja daerah dengan tujuan akhir meningkatnya pertumbuhan ekonomi (Abdullah dan Rona,

2014). Perubahan yang terjadi dalam penerimaan daerah, baik itu berasal dari PAD, DAU, dan

utang akan mempengaruhi naik atau turunnya jumlah besaran anggaran belanja pemerintah

daerah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menguji pengaruh belanja daerah

yang terjadi flypaper effect dan ilusi utang terhadap perumbuhan ekonomi daerah

kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi dengan hipotesis sebagai berikut:

H3: Belanja daerah yang terjadi flypaper effect dan ilusi utang berpengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota di Sulawesi

Motodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan populasinya adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di Pulau

Sulawesi. Jumlah seluruh kabupaten/kota yang ada di enam provinsi di Pulau Sulawesi adalah

81 kabupaten/kota. Peneltian ini menggunakan purposive sampling dalam pengambilan

sampel. Adapun kriterianya adalah kelengkapan data dan informasi dalam laporan neraca

gabungan yang dirangkum oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Badan Pusat

Statistik. Sedangkan alat analisis yang digunakan adalah analisis partial least square dengan

bantuan software SmartPLS 3.0 berdasarkan pemodelam Sturctural Equation Model (SEM).

Devinisi Operasional Variabel

Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah (PAD) adalah semua pendapatan yang diperoleh daerah melalui

pungutan daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam penelitian ini komponen variabel PAD adalah jumlah keseluruhan pendapatan

yang dihasilkan daerah melalui pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah

dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah.

Dana Alokasi Umum

Dana alokasi umum (DAU) adalah pendapatan yang diperoleh suatu daerah otonom bersumber

dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Penggunaan DAU sebagai variabel

untuk mengukur flypaper effect dianggap tepat karena sifatnya sebagai bantuan dana kepada

pemerintah daerah (Mardiasmo, 2002; Kuncoro, 2007). Untuk keperluan pengujian hipotesis

yang telah diajukan, maka jumlah penerimaan DAU akan diidentifikasi dan dipisahkan dari

jumlah keseluruhan dana perimbangan yang diterima setiap pemerintah daerah kabupaten/kota

yang ada di pulau Sulawesi.

Utang

Dalam UU UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah serta UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa

pinjaman daerah atau utang adalah penerimaan sejumlah dana yang menjadi tambahan

kekayaan pemerintah daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Penerimaan

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 15: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

pendapatan dari utang menurut Simamora (2014) dapat digunakan untuk menutupi celah fiskal

yang ada dalam belanja daerah. Selain untuk menutupi celah fiskal, penerimaan pendapatan

dari utang dapat dimanfaatkan pemerintah daerah dalam urusan pemerintahan daerah berkaitan

dengan penyediaan barang dan layanan jasa publik melalui belanja daerah. Dalam penelitian

ini, data untuk utang diambil dari data total penerimaan pembiayaan khususnya penerimaan

pinjaman yang dimiliki oleh daerah per kabupaeten/kota yang ada di pulau Sulawesi periode

tahun 2016.

Belanja Daerah

Belanja daerah adalah semua kewajiban pemerintah daerah dalam APBD yang menjadi

pengurang kekayaan pemerintah daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut

Adi (2006), belanja daerah adalah fungsi dari setiap penerimaan pendapatan baik dari PAD,

dana transfer dari pemerintah pusat, dan utang yang dimiliki oleh pemerintah daerah.

Penggunaan data belanja daerah secara keseluruhan per kabupaten/kota tanpa

mengklasifikasian belanja menurut jenis atau sifat ekonominya didasarkan pada anggapan

bahwa pemerintah merupakan satu kesatuan fungsi dan peran dalam urusan pemerintahan.

Kesatuan fungsi dan peran pemerintah daerah adalah pemerintah daerah dan unsur birokrasi di

dalamnya melakukan fungsi pengadaan barang dan memberikan pelayanan publik secara luas

kepada masyarakat di daerah. Berdasarkan anggapan tersebut, data belanja daerah digunakan

sebagai variabel endogen intervening dan diukur dengan jumlah total belanja daerah dalam

LRA per kabupaeten/kota yang ada di pulau Sulawesi periode tahun 2016.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah ukuran aktivitas yang menunjukkan kegiatan ekonomi guna

menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat di suatu wilayah dalam periode tertentu

(Ginting dan Rasbin, 2010). Kegiatan atau aktivitas ekonomi tersebut diukur untuk

mendapatkan referensi tentang perkembangan fiskal (kenaikan nilai) atas suatu barang dan

layanan jasa di suatu wilayah seperti pertumbuhan nilai atas suatu produk barang dan layanan

jasa, pertumbuhan infrastruktur, pertambahan sekolah, dan pertambahan barang modal lainnya

(Sukirno, 2004: 423). Kenaikan nilai produk barang dan layanan jasa di suatu wilayah

menunjukkan tingkat kemakmuran masyarakat di wilayah tersebut. Dalam penelitian ini, data

pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai variabel endogen tergantung dengan asumsi bahwa

pertumbuhan ekonomi yang baik adalah suatu kondisi atau keadaan yang hendak dicapai oleh

pemerintah daerah dengan memanfaatkan penerimaan dana oleh daerah baik dari PAD, DAU,

dan utang. Logikanya, pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat menunjukkan peningkatan

nilai dalam kegiatan ekonomi sehingga memberikan informasi tentang tingkat kemakmuran

masyarakat di suatu wilayah yang kemudian dapat dijadikan sebagai dasar prediksi pendapatan

daerah, dalam hal ini PAD di masa yang akan datang (Adi, 2006).

Anlisis Induktif

Jumlah sampel yang digunakan untuk pengujian hipotesis berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan adalah 78 kabupaten/kota dari total 81 kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi

Tengah. Berikut Tabel 1 dan Tabel 2 masing-masing adalah informasi keuangan dan

pertumbuhan ekonomi yang dikelompokkan berdasarkan provinsi kabupaten/kota sampel serta

statistik deskriptifnya.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 16: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Tabel 1 Informasi Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten/Kota per Provinsi yang di Pulau Sulawesi (dalam jutaan rupiah & persen)

Nama Provinsi PAD DAU Utang Belanja PE

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Rp786

Rp899

Rp5.086

Rp7.102

Rp7.920

Rp15.947

Rp906.294

Rp1.082.080

Rp3.844.468

Rp13.497

Rp14.825

Rp33.400

90,66

114,52

179,32

Sulawesi Tenggara

Gorontalo

Sulawesi Barat

Rp725

Rp423

Rp289

Rp8.192

Rp3.066

Rp3.224

Rp1.003.478

Rp380.448

Rp433.452

Rp15.817

Rp5.706

Rp5.788

114,71

40,96

37,19

Total Rp3.124 Rp29.506 Rp3.805.754 Rp55.635 398,04

Sumber: DJPK dan BPS, data diolah.

Tabel 2 Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean

PAD2016 78 4188750,00 1545595538,00 104697303,4872

DAU2016 78 312716538,00 1324023135,00 569334036,9359

UTG2016 78 956378646,00 707018095160,96 98079789302,6249

BD2016 78 532378105,00 3825221632,00 1115963641,7564

PE2016 78 1,62 37,12 7,1737

Valid N (listwise) 78

Sumber: DJPK dan BPS, data diolah.

Berdasarkan analisis statistik deskriptif untuk data dan variabel yang digunakan dalam

penelitian ini menunjukkan nilai terendah, maksimum, dan rata-ratanya pada tahun 2016.

Variabel PAD kabupaten/kota di Sulawesi pada tahun 2016 memiliki nilai terendah sebesar

Rp4.188.750.000,00 yang dimiliki oleh Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi

Tenggara. Sedangkan variabel PAD kabupaten/kota tertinggi dimiliki oleh Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan dengan nilai sebesar Rp. 1.545.595.538.000,00. Nilai rata-rata

jumlah PAD kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi tahun 2016 adalah sebesar

Rp104.697.303,50.

Variabel DAU memiliki nilai terendah sebesar Rp312.716.538.000,00 dimiliki oleh

Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Nilai tertinggi variabel DAU pada tahun

2016 sebesar Rp1.324.023.135.000,00 dimiliki oleh Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Nilai

rata-rata variabel DAU tahun 2016 adalah Rp569.334.037.000,00. Untuk variabel utang

(UTG), pada tahun 2016 memiliki nilai terendah sebesar Rp956.378.646.000,00 yang dimiliki

oleh Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah. Nilai tertinggi UTG sebesar

Rp707.018.095.161,00 dimiliki oleh Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Untuk

variabel belanja daerah (BD), nilai terendah sebesar Rp532.378.105,00 dimiliki oleh

Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Nilai tertinggi BD sebesar Rp3.825.221.632,00

dimiliki oleh Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Rata-rata nilai variabel BD adalah

Rp1.115.963.642,00. Pada variabel pertumbuhan ekonomi (PE) dengan laju perumbuhan

ekonomi terendah 1,62% dimiliki oleh Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Laju

pertumbuhan ekonomi tertinggi 37,12% dimiliki oleh Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Keseluruhan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Pulau Sulawesi memiliki nilai rata-

rata sebesar 7,17%.

Jumlah sampel (N) pada Tabel 2 dengan angka 78 menunjukkan jumlah daerah

kabupaten/kota yang dijadikan sampel pengujian berdasarkan pada kriteria yang telah

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 17: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

ditetapkan sebelumnya. Kriteria tersebut adalah pengungkapan informasi yang lengkap dalam

laporan neraca gabungan pemerintah kabupaten/kota tahun 2016.

Penilaian Outer dan Inner Model

Penilaian outer model tidak dilakukan karena variabel yang digunakan adalah variabel yang

dapat diukur secara langsung (Ghozali dan Latan, 2015: 31-32). Sedangkan penilaian inner

model didasarkan pada perhitungan nilai Q-square berdasarkan nilai R-Square dan fungsi

blindfolding yang tersedia dalam software SmartPLS 3.0. Tabel 3 berikut adalah hasil

alogaritma untuk memperoleh nilai R-Square dan hasil blindfolding untuk memperoleh nilai

Q-Square.

Tabel 3 Hasil Penilaian Inner Model (Goodness of Fit Model)

Hasil Algorithm Hasil Blinfolding

Variabel R-Square Variabel SSO SSE Q² (1-SSE/SSO)

PAD2016 - BD2016 78,000 16,288 0,791

DAU2016 - DAU2016 78.000 78,000 -

UTG2016 - PAD2016 78,000 78,000 -

BD2016 0,914 PE2016 78,000 76,432 0,020

PE2016 0,47 UTG2016 78,000 78,000 -

Sumber: Output SmartPLS 3.0, data diolah.

Goodness of fit model pada PLS menggunakan ukuran Stone-Geisser Q-Square test

yang berupa nilai Q-Square predictive relevance dihitung berdasarkan nilai R-Square masing-

masing variabel endogen. R-Square variabel endogen intervening (RBD2016²) adalah sebesar

0,914 dan R-Square variabel endogen tergantung (RPE2016²) adalah 0,047, sehingga nilai Q-

Square predictive relevance untuk penilaian goodness fit of model dihitung sebagai berikut:

Q²= 1-(1- RBD2016²) (RPE2016²)

= 1-(1-0,914) (1-0,047)

= 1-(0,086) (0,953)

= 0,92

Q² = 1-(1-0,791) (1-0.020)

= 1-(0,209) (0,98)

= 1-0,205

= 0,795

Berdasarkan perhitungan Q-Square di atas, diperoleh nilai Q-Square predictive

relevance sebesar 0,92 atau sama dengan 92%. Nilai Q-Square predictive relevance menurut

Jaya dan Sumertajaya (2008) akan memiliki nilai prediktif yang baik jika nilai Q-Square

mendekati angka satu. Nilai Q-Square 0,92 atau 92% dapat disimpulkan bahwa model dengan

variabel PAD, DAU, UTG yang telah dibangun memiliki nilai prediktif sebesar 92%,

sedangkan 8% lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Selanjutnya hasil fungsi blindfolding di atas maka diperoleh nilai Q-Square untuk

masing-masing variabel endogen (intervening dan tergantung) yang ada di dalam model. SSO

dalam tabel adalah sum of squares of observation, sedangkan SSE adalah sum squares of

prediction error. Nilai SSE sebagai nilai kesalahan prediksi dibagi dengan nilai pada kolom

observasi yang kemudian menghasilkan nilai Q-Square. Pada perhitungan di atas, nilai Q-

Square sebesar 0,795 atau sebesar 79,5% variabel eksogen mampu menjelaskan perubahan

pada variabel endogen, sedangkan sisanya dijelaskan variabel diluar model.

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan fungsi yang tersedia

dalam aplikasi komputer SmartPLS 3.0 yang disebut dengan resampling bootstrap. Penerapan

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 18: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

metode resampling bootstrap memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas (distribution

free), tidak memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar

(namun direkomendasikan sampel minimum 30). Pengujian hipotesis dan data empiris

dilakukan dengan cara membandingkan nilai t-test per variabel eksogen (diperoleh dari nilai

sampel asli dibagi dengan nilai standar deviasi). Jika diperoleh p-value < 0,05 (alpha 5 %),

maka disimpulkan variabel berpengaruh signifikan pada variabel endogen dan sebaliknya jika

melebihi nilai p-value yang ditetapkan maka pengaruh variabel eksogen dianggap tidak

signifikan. Tujuan pengujian hipotesis dengan menjalankan fungsi resampling bootstrap pada

dasarnya untuk menguji pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen.

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan yakni kelengkapan pengungkapan informasi

dalam neraca gabungan, maka dari total 81 kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi terpilih

78 sampel yang memenuhi kriteria untuk dilakukan analisis statistik dengan hipotesis yang

telah ditetapkan. Pengujian secara statistik pada data dimakudkan untuk menjawab rumusan

masalah dan hipotesis yang telah dikembangkan disajikan dalam Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4 Hasil Resampling Bootsrapp Pengujian Hipotesis

Interaksi Sampel Asli

(O)

Sampel

Mean (M)

Standar

Deviasi

T-Statistik

(O/STDev.) P-Values

BD2016->PE2016 0,217 0,227 0,104 2,085 0,038

DAU2016->BD2016 0,842 0,813 0,095 8,883 0,000

PAD2016->BD2016 0,148 0,172 0,125 1,184 0,237

UTG2016->BD2016 0,077 0,074 0,034 2,247 0,025

Sumber: Output SmartPLS 3.0, data diolah.

Gambar 1 Model Interaksi Variabel (Bootstraping)

Model Pembanding untuk Pembahasan

Model pembanding dalam penelitian ini menggunakan belanja modal yang terdiri atas belanja

barang dan belanja jasa yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten/kota yang ada di Pulau

Sulawesi. Belanja modal merupakan bagian belanja daerah secara keseluruhan, namun dengan

tujuan secara khusus untuk menambah barang modal pemerintah daerah. Anggaran belanja

modal adalah anggaran untuk dana yang digunakan dalam menjalankan peran dan fungsi

pemerintah daerah menyediakan barang modal.

Berdasarkan hal tersebut, model pembanding dibuat dengan tujuan untuk mengetahui

upaya pemerintah daerah dalam menyediakan barang dan layanan jasa di daerah guna

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 19: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

mendapatkan pengahasilan di masa yang akan datang dari investasi melalui belanja modal.

Pengujian model pembanding dilakukan sama seperti pengujian pada model yang telah

dibangun dalam penelitian ini yang meliputi: (1) analisis deskriptif data penelitian; (2)

penilaian inner model/goodness of fit model; (3) pengujian hipotesis.

Deskriptif Data Model Pembanding

Kriteria penentuan sampel yang akan digunakan adalah kelengkapan pengungkapan informasi

dalam laporan neraca gabungan pemerintah daerah kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi.

Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh sampel 73 daerah kabupaten/kota dari total 81

kabupaten/kota di enam provinsi yang ada di Pulau Sulawesi. Tabel 5 berikut adalah statistik

deskiptif keuangan kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi.

Tabel 5 Deskripsi Data Model Pembanding

N Minimum Maximum Mean

PAD2016 73 4188750,00 1545595538,00 110137704,9178

DAU2016 73 339526201,00 1324023135,00 576917029,3562

UTG2016 73 956378646,00 707018095160,96 101394007261,4674

BM2016 73 218664041955,00 1749721943828,00 509402491518,7661

PE2016 73 1,62 37,12 7,2344

Valid N (listwise) 73

Sumber: Output SPSS, data diolah.

Hasil analisis deskriptif pada Tabel 5 tersebut di atas menunjukkan PAD tahun 2016 dengan

nilai terendah dimiliki oleh Kabupaten Buton Tengah sebesar Rp4.188.750,00. Pengumpulan

PAD tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sebesar

Rp1.545.595.538,00. Rata-rata keseluruhan pemerolehan PAD 73 kabupaten/kota sampel

sebesar Rp110.137.704,92. Perolehan dana transfer dalam bentuk DAU terendah dimiliki oleh

Kabupaten Bolaang Mongondow Timur sebesar Rp339.526.201,00. Kota Makassar memiliki

DAU tertinggi dari seluruh sampel yang ada dengan jumlah sebesar Rp1.324.023.135,00. Rata-

rata nilai perolehan dana transfer DAU dari pemerintah pusat untuk kabupaten/kota yang ada

di Pulau Sulawesi sebesar Rp576.917.029,36.

Besaran utang terendah tahun 2016 dimiliki oleh Kabupaten Tojo Una-una sebesar

Rp956.378.646,00. Nilai tertinggi untuk utang dimiliki oleh Kabupaten Sidenreng Rappang

dengan nilai Rp707.018.095.160,96. Rata-rata utang pada tahun 2016 adalah sebesar

Rp101.394.007.261,47. Untuk belanja modal, nilai terendah dimiliki oleh Kabupaten Buton

Selatan sebesar Rp218.664.041.955,00. Pemerintah daerah yang melakukan belanja modal

tertinggi adalah pemerintah Kota Makassar dengan nilai sebesar Rp1.749.721.943.828,00.

Rata-rata belanja modal yang dilakukan seluruh pemerintah kabupaten/kota di Pulau Sulawesi

sebesar Rp509.402.491.518,77. Tingkat pertumbuhan ekonomi terendah pada tahun 2016

adalah 1,62% yang merupakan capaian pemerintah Kabupaten Luwu Timur, sedangkan

capaian tertinggi diraih oleh pemerintah Kabupaten Banggai dengan nilai 37,12%. Rata-rata

pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi adalah 7,23%.

Penilaian Outer dan Inner Model Pembanding

Penilaian outer model untuk model pembanding tidak dilakukan karena variabel yang

digunakan dalam model pembanding merupakan variabel yang dapat diukur secara langsung.

Sedangkan penilaian inner model dimaksudkan untuk menilai kelayakan model (goodness of

fit model) dengan cara menghitung Q-Square berdasarkan perhitungan nilai R-Square yang

diperoleh dari proses menjalankan fungsi alogaritma dan fungsi blindfolding dalam SmartPLS

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 20: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

3.0. Tabel 6 memuat nilai R-Square hasil alogaritma dan Q-Square hasil dari fungsi

blindfolding.

Tabel 6 Hasil Penilaian Inner Model (Goodness of Fit Model)

Hasil Alogaritma Hasil Blindfolding

Variabel R-Square Variabel SSO SSE Q²= (1-SSE/SSO)

PAD2016 - BM2016 73,000 28,003 0,616

DAU2016 - DAU2016 73.000 73,000 -

UTG2016 - PAD2016 73,000 73,000 -

BM2016 0,735 PE2016 73,000 72,46 0,008

PE2016 0,024 UTG2016 73,000 73,000 -

Sumber: Output SmartPLS 3.0, data diolah.

Hasil running algorithm dan blindfolding tersebut dapat digunakan untuk menghitung Q-

Square predictive relevance untuk model pembanding. Perhitungan Q-Square predictive

relevance ukuran Stone-Geisser berdasarkan R-Square hasil fungsi algarithm dan Q-Square

berdasarkan fungsi blindfolding adalah sebagai berikut:

Q² = 1-(1- RBM2016²) (RPE2016²)

= 1-(1-0,735) (1-0,024)

= 1-(0,265) (0,976)

= 0,74

Q² = 1-(1-0,616) (1-0.008)

= 1-(0,384) (0,992)

=1-0,381

= 0,62

Berdasarkan perhitungan Q-Square predictive relevance di atas, diperoleh nilai kekuatan

prediktif berdasarkan R-Square sebesar 0,74 yang masuk dalam kategori baik karena

mendekati angka satu (Jaya dan Sumertajaya, 2008). Sedangkan nilai kekuatan prediktif

berdasarkan blindfolding menghasilkan nilai 0,62 masuk dalam kategori kuat karena berada di

atas nol, sehingga dapat dikatakan model memiliki predictive relevance yang baik (Ghozali

dan Latan, 2015: 42).

Pengujian Hipotesis pada Model Pembanding

Pengujian variabel dalam model pembanding dimaksudkan untuk mengetahui upaya

pemerintah daerah kabupaten/kota di Pulau Sulawesi dalam melakukan investasi terhadap

barang modal guna meningkatkan pendapatan asli daerah di masa yang akan datang. Tabel 7

menunjukkan hasil resampling bootstrap SmartPLS 3 untuk variabel peneltian dalam model

pembanding.

Tabel 7 Hasil Resampling Bootsrap Pengujian Hipotesis

Interaksi Sampel Asli

(O)

Sampel

Mean (M)

Standar

Deviasi

T-Statistik

(O/STDev.) P-Values

BM2016->PE2016 0,154 0,169 0,096 1,596 0,111

DAU2016->BM2016 0,635 0,572 0,128 4,943 0,000

PAD2016->BM2016 0,296 0,348 0,159 1,858 0,064

UTG2016->BM2016 0,077 0,063 0,065 1,184 0,237

Sumber: Output SmartPLS 3.0, data diolah.

Berdasarkan penjabaran dari poin satu dan dua dapat disimpulkan bahwa pengaruh atau

kontribusi DAU lebih besar dibandingkan dengan kontribusi PAD pada belanja modal. Hasil

ini sejalan dengan pengujian pada model dan hipotesis yang telah dibangun. Pada poin dua dan

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 21: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

tiga, pengujian dimaksudkan untuk mengukur pengaruh utang terhadap belanja daerah. Hasil

pengujian pada Tabel 4.9 menunjukkan perbandingan antara pengaruh utang yang berarah

positif pada belanja modal, namun tidak signifikan sebesar 1,184. Nilai t statistik pengaruh

utang sebesar 1,184 lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh PAD terhadap belanja modal

yakni sebesar 1,858. Nilai t statistik pengaruh utang pada belanja modal tersebut menunjukkan

pemanfaatan utang tidak ditujukan untuk barang modal pemerintah daerah.

Pengaruh belanja modal sebagai upaya pemerintah menyediakan barang modal untuk

memperoleh pendapatan di masa yang akan datang berpengaruh positif, namun tidak

signifikan. Nilai t statistik pengaruh belanja modal terhadap belanja modal sebesar 1,596 dan

nilai p-value 0,111 atau sama dengan 11,1% lebih besar dari 5%, hasil ini berbeda dengan

pengujian pada model penelitian yang telah dibangun.

Gambar 2 Model Interaksi Variabel Model Pembanding (Bootstraping)

Pembahasan

Untuk keperluan pembahasan, hasil pengujian hipotesis diringkas dan disajikan dalam satu

tabel. Berikut pada Tabel 8 adalah ringkasan hasil pengujian hipotesis pada model penelitian

dan model pembanding.

Tabel 8 Ringkasan Hasil Model Penelitian dan Model Pembanding

Model Penelitian (Model A) Model Pembanding (Model B)

Interaksi T-Statistik P-Values Interaksi T-Statistik P-Values

BD>PE 2,085 0,038 BM>PE 1,596 0,111

DAU>BD 8,883 0,000 DAU>BM 4,943 0,000

PAD>BD 1,148 0,237 PAD>BM 1,858 0,064

UTG>BD 2,247 0,025 UTG>BM 1,148 0,237

Sumber: Output SmartPLS 3.0, data diolah

Terjadi Ilusi Fiskal Flypaper Effect pada Belanja Daerah Kabupaten Kota di Pulau

Sulawesi

Fenomena flypaper effect dapat diukur dengan menghitung perbandingan kontribusi PAD dan

DAU pada belanja daerah. Hasil pengujian statistik pada model yang telah dibangun

berdasarkan data empiris menunjukkan kontribusi PAD terhadap belanja daerah sebesar 1,184

dengan p-value 0,237. Nilai Kontribusi tersebut lebih kecil dibanding dengan kontribusi DAU

terhadap belanja daerah dengan nilai 8,883 dengan p-value 0,000. Hasil pengujian ini sejalan

dengan hasil pengujian data pada model pembanding. Uji statistik dengan data epiris pada

model pembanding menunjukkan kontribusi PAD dan DAU terhadap belanja daerah masing-

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 22: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

masing diperoleh nilai sebesar 4,943 dengan p-value sebesar 0,000 dan 1,858 dengan p-value

sebesar 0,064.

Berdasarkan hasil pengujian statistik dapat diartikan bahwa pemerintah daerah lebih

menggunakan penerimaan dana transfer dari pemerintah pusat untuk menjalankan peran dan

fungsi dalam menyediakan barang dan layanan jasa publik di daerah. Hal yang perlu

dipertimbangkan oleh pemerintah daerah adalah pemanfaatan dana transfer yang lebih

dominan untuk menyediakan barang dan layanan jasa publik di daerah dapat menurunkan basis

PAD (Oates, 1998 dan 2008). Penurunan basis PAD dapat menyebabkan penerimaan

pendapatan di masa yang akan datang menurun. Di sisi lain, tuntutan masyarakat terhadap

penyediaan barang dan layanan jasa publik terus meningkat. Keadaan seperti ini

mengakibatkan pemerintah daerah memilih dana transfer dan tidak menaikkan tarif pajak atau

pengutan lain kepada masyarakat untuk membiayai penyediaan barang dan layanan jasa publik

dalam belanja daerah dapat mendistorsi hak dan kewajiban masyarakat (Kuncoro, 2004).

Perbandingan hasil pengujian antara model yang telah dibangun (Model A) dengan

model pembanding (Model B) menunjukkan hal yang menarik. Hal menarik tersebut adalah

kontribusi PAD pada Model A (belanja daerah) sebesar 1,184 dan kontribusi pada Model B

(menggunakan belanja modal) sebesar 1,858. Meskipun nilai sinifikan pada model B sebesar

0,064 lebih besar dari 0,05 (5%), tetapi hal tersebut menunjukkan bahwa kontribusi PAD

terhadap belanja modal lebih besar dibandingkan kontribusi PAD pada belanja daerah.

Kontribusi tersebut dapat diartikan bahwa pemanfaatan PAD yang telah dikumpulkan oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi telah mengarah pada arah

kebijakan yang baik. Pemerintah daerah memanfaatkan penerimaan PAD untuk belanja modal

lebih besar dibandingkan pada belanja rutin, sehingga dikatakan setiap kenaikan 1,858 PAD

(meskipun tidak signifikan) akan menambah barang modal sebesar 1,858.

Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh

Kusumadewi dan Rahman (2007), Kuncoro (2007), Adi dan Ekaristi (2009), Rusyidi (2015),

Kristianti dan Hastuti (2011), Bhakti (2013), Calvin dan Yuliana (2016), Rimawan dan

Badrudin (2017), Pratami dan Dwirandra (2017). Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa

terjadi flypaper effect pada belanja pemerintah daerah. Hasil penelitian ini berbeda temuan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Pramuka (2010). Perbedaan tersebut dikarenakan

interpretasi dari flypaper effect. Pramuka (2010) menggunakan kontribusi positif-negatif untuk

mengklasifikasikan temuannya, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan perbandingan

besaran kontribusi PAD dan DAU pada belanja daerah. Berdasarkan hasil pengujian model

yang telah dikembangkan dan model pembanding dapat disimpulkan bahwa kontribusi DAU

lebih besar dibandingkan dengan kontribusi PAD pada belanja daerah dan belanja modal,

sehingga dapat dikatakan terjadi flypaper effect pada belanja daerah kabupaten/kota yang ada

di Pulau Sulawesi. Kesimpulan ini mendukung dugaan yang telah dikembangkan pada

hipotesis satu.

Terjadi Ilusi Utang pada Belanja Daerah Kabupaten Kota di Pulau Sulawesi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi ilusi fiskal dalam bentuk ilusi utang dalam

belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah. Kontribusi utang lebih besar dibandingkan

dengan kontribusi PAD pada belanja daerah. Uji statistik menunjukkan kontribusi utang

dengan nilai sebesar 2,247 dengan p-value sebesar 0,025 (< 0,05) dan PAD pada belanja daerah

sebesar nilai 1,184 dengan p-value sebesar 0,237 (> 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa

pemerintah daerah memanfaatkan utang dalam belanja daerah. Namun, nilai kontribusi yang

dihasilkan dalam pengujian Model A dan Model B berbeda. Nilai kontribusi utang terhadap

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 23: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

belanja daerah pada Model A sebesar 2,247 dengan signifikansi 0,025 (< 0,05), sedangkan

Model B memiliki nilai sebesar 1,184 dengan signifikansi sebesar 0,237 (> 0,05). Hasil ini

menunjukkan bahwa utang memiliki kontribusi positif signifikan pada belanja daerah namun

tidak signifikan pada belanja modal. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan terjadi ilusi

utang pada belanja daerah kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi.

Pemanfaatan utang dalam belanja daerah yang signifikan mendukung pernyataan

Ariwibawa (2005), Kuncoro (2007 dan 2008), dan Simamora (2014). Ariwibawa (2005),

mengatakan bahwa utang yang dimiliki pemerintah daerah dapat digunakan untuk menutupi

celah fiskal yang ada dalam belanja daerah. Kuncoro (2007 dan 2008) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa pemanfaatan utang harus dikontrol agar tidak memberatkan anggaran

belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Bantuan dana dari pemerintah pusat perlu

dimanfaatkan secara optimal untuk meingkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah, tanpa

mengabaikan bahwa bantuan dana transfer dapat digunakan untuk membayar kewajiban

pemerintah daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Simamora (2014). Dalam penelitiannya, Simamora (2014) menyatakan bahwa utang yang

dimiliki pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap belanja pemerintah daerah. Secara

keseluruhan, perbedaan hasil pada Model A dan Model B dapat disimpulkan bahwa

pemanfaatan utang oleh pemerintah daerah bukan ditujukan untuk program-program produktif

tetapi ditujukan untuk menutupi celah fiskal dalam APBD.

Utang sebagai modal tambahan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan peran dan

fungsi guna menyediakan barang dan layanan jasa perlu disosialisasikan kepada voters di

daerah. Sosialisasi pemanfataan dapat mencegah ketimpangan informasi antara pemerintah

daerah, masyarakat, dan generasi yang akan datang. Keterkaitan informasi bagi generasi yang

akan datang adalah adanya asumsi intergenerational equity, yakni generasi yang akan datang

ikut menanggung biaya penyediaan barang dan layanan jasa saat ini.

Pengaruh Belanja Daerah yang Terjadi Flypaper Effect dan Ilusi Utang terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kota di Pulau Sulawesi

Belanja daerah yang terjadi flypaper effect dan ilusi utang berpengaruh positif signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi. Hal ini dapat

dilihat dari hasil pengujian statistik dengan koefisien jalur belanja daerah sebesar 2,085 dan

nilai p-value sebesar 0,038 yang lebih kecil dari alpha 0,005. Hasil penelitian ini dapat

diinterpretasikan bahwa belanja daerah dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi seperti

PAD, DAU, dan utang oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di

daerah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh

Rimawan dan Badrudin (2017). Dalam penelitiannya, Rimawan dan Badrudin (2017)

menyatakan bahwa belanja daerah dengan pengaruh kontribusi DAU yang dominan

dibandingkan dengan PAD pada belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi adalah positif.

Penelitian ini mendukung pernyataan Adi (2006) bahwa belanja daerah merupakan fungsi dari

setiap penerimaan daerah dan pertumbuhan ekonomi merupakan ekses dari pemanfaatan

penerimaan daerah.

Perbedaan hasil pengujian statistik Model A dan Model B yang berbeda menunjukkan

nilai kontribusi belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,596 dengan

signifikansi p-value 0,111 (> 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa belanja modal berpengaruh

positif sebesar 1,596 namun tidak tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 24: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Perbedaan hasil kontribusi penerimaan daerah terhadap belanja daerah lebih besar

dibandingkan kontribusi belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan oleh

distribusi pendapatan yang dilakukan pemerintah daerah. Distribusi pendapatan tersebut oleh

pemerintah daerah lebih didominasi melalui belanja rutin yang telah ada sebelumnya seperti

belanja pegawai daerah. Hal ini menunjukkan pemanfaatan dana transfer (DAU), PAD, dan

utang tidak optimal untuk investasi barang modal melalui alokasi anggaran belanja modal guna

meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah.

Kesimpulan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi ilusi fiskal dalam bentuk flypaper effect dan ilusi

utang pada belanja daerah serta dampak belanja daerah dengan ilusi tersebut pada pertumbuhan

ekonomi kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi. Berdasarkan hasil pengujian data empiris

secara statistik sehingga dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Terjadi ilusi fiskal dalam bentuk flypaper effect pada belanja pemerintah daerah

kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi. Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa

kontribusi DAU lebih besar daripada kontribusi PAD pada belanja daerah. Kontribusi DAU

pada belanja daerah yang lebih besar dapat diinterpretasikan terjadi flypaper effect pada

belanja daerah.

2. Terjadi ilusi utang pada belanja pemerintah daerah kabupaten/kota yang ada di Pulau

Sulawesi. Pemerintah daerah mulai memanfaatkan utang sebagai modal tambahan dalam

menjalankan peran dan fungsinya untuk menyediakan barang dan layanan jasa di daerah.

3. Belanja daerah yang terjadi ilusi fiskal dalam bentuk flypaper effect dan ilusi utang dapat

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang ada di Pulau Sulawesi.

Pemanfaatan sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah secara tepat dapat menjadi pemicu

pertumbuhan ekonomi di daerah, sehingga di masa yang akan datang pemerintah dapat

memperoleh keuntungan dari pertambahan nilai atas barang dan jasa atau kegiatan ekonomi

lainnya di daerah.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbasan sebagai berikut: (1) Penelitian ini hanya menggunakan

neraca, APBD, dan data publikasi BPS satu tahun yakni tahun 2016; (2) Penggunaan data

sekunder untuk menguji fenomena ilusi fiskal dalam bentuk flypaper effect memiliki

keterbatasan dalam hal konfirmasi teori yang tepat untuk menyimpulkan motivasi terjadinya

fenomena flypaper effect di daerah yang menjadi sampel penelitian; (3) Pengujian ilusi utang

dalam penelitian ini menggunakan perbandingan kontribusi PAD dan kewajiban/utang yang

ada di laporan neraca gabungan pemerintah daerah secara kumulatif terhadap realisasi alokasi

belanja daerah. Pengujian kontribusi kewajiban/utang pada belanja modal dilakukan secara

total tanpa mempertimbangkan pengalokasiannya yang dapat menambah barang modal

pemerintah daerah serta perolehan jumlah utang dalam tahun anggaran 2016; (4) Penelitian ini

tidak melakukan studi komparatif sehingga tidak dapat menyimpulkan kelebihan dan

kelemahan atas pengaruh flypaper effect dan ilusi utang terhadap pertumbuhan ekonomi di

daerah yang terjadi flypaper effect dengan daerah yang terjadi ilusi utang.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan, dan keterbatasan penelitian, berikut ini adalah saran

untuk penelitian selanjutnya.

1. Pada penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan penggunaan data primer dan menguji

motivasi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan yang menimbulkan fenomena

flypaper effect. Penelitian dengan data primer juga dapat digunakan untuk menguji

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 25: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk ikut terlibat dalam membangun daerah

dengan dasar kajian teori keperilakuan keuangan.

2. Pada penelitian selanjutnya perlu mengidentifikasi lebih lanjut perolehan dan pemanfaatan

utang pada belanja modal dengan lebih saksama pada jumlah utang/kewajiban yang

diperoleh pada tahun anggaran yang akan diteliti. Manfaat dari mengidentifikasi lebih

saksama adalah dapat menghitung secara tepat biaya produksi dan tarif penggunaan barang

modal oleh masyarakat daerah.

3. Penelitian selanjutnya dapat melakukan studi komparatif pada belanja daerah yang terdapat

flypaper effect dan ilusi utang dengan belanja daerah yang tidak terdapat fenomena tersebut.

Penelitian selanjutnya juga perlu menambahkan uji beda dalam pengujian sampel data serta

menambah periode tahun yang akan diteliti sebagai tambahan kajian pembahasan dalam

penelitian.

5.4 Implikasi

Penelitian ini memiliki implikasi bagi pemerintah daerah dan masyarakat sebagai berikut:

1. Ilusi fiskal dalam bentuk flypaper effect dan ilusi utang yang terjadi pada kebijakan fiskal

pemerintah daerah dapat menyebabkan terjadinya ketimpangan informasi serta distorsi hak

dan kewajiban masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pemerintah daerah

sebagai pelaksana urusan pemerintahan di daerah yang sekaligus menjalankan peran dan

fungsi penyediaan barang dan layanan jasa publik dapat memanfaatkan data dan informasi

yang ada untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan fiskal yang diambil pemerintah daerah.

Hal ini dapat menyelaraskan hak dan kewajiban antara masyarakat, pemerintah daerah, dan

pemerintah pusat.

2. Pemanfaatan utang oleh pemerintah daerah sebaiknya perlu lebih memperhatikan

transparansi dalam pengelolaannya dan dioptimalkan pada program-program yang

produktif. Hal ini juga berlaku bagi penerimaan-penerimaan lain yang dimiliki pemerintah

daerah. Tujuan alokasi sumber daya ekonomi pada program-program produktif adalah untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang. Keuntungan dari

pertumbuhan ekonomi bagi pemerintah daerah dimasa yang akan datang dapat dijadikan

dasar yang baik untuk mengukur proyeksi tingkat pendapatan asli daerah.

3. Masyarakat di daerah wajib dan perlu memahami tentang kebijakan-kebijakan fiskal yang

diambil pemerintah daerah sebagai wujud keikutsertaan dalam membangun daerah.

Masyarakat di daerah sebenarnya memiliki “hubungan kerja” secara tidak langsung dengan

pemerintah daerah untuk mencapai dan mewujudkan kesejahteraan bersama (welfare

society). Hubungan kerja secara tidak langsung adalah kesadaran masyarakat dalam

memenuhi kewajiban-kewajiban yang ditetapkan pemerintah daerah melalui peraturan

daerah.

4. Adanya asumsi intergenerational equity perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan

masyarakat di daerah. Pemerintah dan masyarakat daerah saat ini memanfaatkan utang

untuk melaksanakan pembangunan di daerah secara tidak langsung akan menjadi

tanggungan atau kewajiban bagi generasi yang akan datang. Berdasarkan asumsi tersebut,

pemerintah daerah dan masyarakat perlu menjalankan peran dan fungsinya masing-masing

dengan baik dan optimal sehingga distorsi hak dan kewajiban bagi generasi yang akan

datang dapat diminimalisasi.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 26: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Daftar Pustaka

Abdullah, Syukriy., dan Rona, Riza. (2014). Pengaruh Sisa Anggaran, Pendapatan Sendiri, dan

Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal. Iqtishadia, Vol. 7, No. 1, Maret 2014.

Adi, Priyo Hari. (2006). Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja

Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.

K-ASPP 03. Padang 23-26 Agustus 2006.

Adi, Priyo Hari., dan Ekaristi, Puspa Dewi. (2009). Fenomena Ilusi Fiskal dalam Kinerja

Anggaran Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 6, No.

1, Juni 2009.

Alderete, Jaime Calleja. (2004). Asymmetric Responses of Local Expenditures to Changes in

Intergovernmental Grants. SIEPR Discussion Paper No. 03-15.

Ariwibawa, Benedictus Didik. (2005). Kapasitas Pengembalian Pinjaman Daerah dalam

Pembiayaan Pembangunan Perkotaan (Studi Kasus Kota Semarang). Tesis. UPT-

PUSTAK-UNDIP, No. Daft : 4215/7/MTWP/CI

Ardika, Gede Tusan., dan Sahrul. (2011). Konsep Dasar Otonomi Daerah dalam Era Reformasi.

GeneÇ Swara, Vol. 5 No.1 Februari 2011.

Barro, Robert J. (1974). Are government bonds net wealth? Journal of Political Economy

82(6): 1095-1117

Becker, Elizabeth. (1996). The Illusion of Fiscal Illusion: Unsticking the Flypaper Effect.

Public Choice 86: 85-102, 1996.

Butt, Simon. (2010). Regional Autonomy and Legal Disorder: The Proliferation of Local Laws

in Indonesia. Sydney Law Review Vol. 32: 177.

Bradford, David F., dan Oates, Wallace E. (1971). Towards a Predictive Theory of

Intergorvernmental Grants. The American Economic Review, Vol. 61, Papers and

Proceedings of the Eighty-Third Annual Meeting of The American Economic

Association.

Dollery, Brian E., and Worthington, Andrew C. (1995). The Impact of Fiscal Illusion on

Housing Values: An Australian Test of the Debt Illusion Hypothesis. Public Budgeting

and Finance 15(3):pp. 63-73.

Dollery, Brian E., and Worthington, Andrew C. (1995). Federal Expenditure and Fiscal

Illusion: A Test of the Flypaper Hypothesis in Australia. The Journal of Federalism 25:

1 (Winter 1995).

Eisenhardt, Kathleen M. (1989). Agensy Theory: An Assessment and Review. The Academy

of Management Review Vol. 14, No. 1 (Jan. 1989) pp. 57-74.

Ginting, Ari Mulianta., dan Rasbin, Rasbin. (2010). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Tingkat Kemiskinan di Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis. Jurnal Ekonomi dan

Kebijakan Publik. Vol. 1 No. 2 (2010).

Halim, Abdul., dan Abdullah, Syukriy. (2006). Hubungan dan Masalah Keagenan di

Pemerintah Daerah: Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi. Jurnal

Akuntansi Pemerintahan Volume 2, Nomor 1, Hal: 53-64, 2006.

Hood, Christoper. (1991). A Public Management for All Seasons?. Public Administration Vol.

69 Spring 1991(3-19).

Indrawati, Novita. (2010). Penyusunan Anggaran Dalam Era New Public Management:

Implementasinya di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis. Vol. 10 No.

2/September 2010.

Jaya, I Gede Nyoman Mindra., dan Sumertajaya, I Made. (2008). Pemodelan Persamaan

Struktural dengan Partial Least Square. Semnas Matematika dan Pendidikan

Matematika 2008 1-118. 2008.

Kadafi, Muhammad. (2011). Ada Apa dengan Desentralisasi Fiskal di Indonesia. Jurnal Eksis.

Vol. 7, No. 2, Agustus 2011: 1267-2000. ISSN: 0216-6437.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 27: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Kamaluddin, Rustian. (2000). Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Rangka

Otonomi Daerah. Naskah Publikasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. No.

20. Juni-Juli 2000.

Kambo, Gustiana A. (2015). Entitas dalam Otonomi Daerah. The POLITICS: Jurnal Magister

Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Volume 1, Number 1, January 2015.

Kuncoro, Haryo. (2007). Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah

Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Simposium Nasional akuntansi X Makassar,

26-28 Juli 2007. ASPP-08.

______________. (2008). Variansi Anggaran dan Realisasi Anggaran Belanja Studi Kasus

Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan I

Tahun 1, No. 2 Agustus 2008.

Kurniawan, Dhani. (2012). Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal di Indonesia. Jurnal

Ekonomi dan Ilmu Sosial. Volume 7, No. 2 (2012). ISSN: 1858-4071

Kusumadewi, Dyah Ayu., Rahman, Arief. (2007). Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum

(DAU) dan Pendapatan Alsi Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada

kabupaten/Kota di Indonesia. JAAI Volume 11, No. 1, Juni, 2007: 67-80.

Lesmana, Sigit Indra .(2010). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Tingkat

Pengungkapan Wajib di Indonesia. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Litvack, Jennie., Ahmad, Junaid., dan Bird, Richard. (1998). Retihinking Decentralization In

Developing Countries. The International Bank for Reconstruction and Development

ISBN 0-8213-4350-5.

Mardiasmo. (2002). Otonomi Daerah sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian

Daerah. Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Krisis Moneter Indonesia. Jakarta, 7

mei 2002.

Napitupulu, Dewi Agustina. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gula dalam

Negeri dan Proyeksi Produksi Gula dan Konsumsi Gula di Indonesia. Skripsi. Di ujikan

tanggal 13 Juni 2013 di Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Niskanen, William A. (1968). The Peculiar Economics of Bureaucracy. The American

Economic Review, Vol. 58, No. 2, Papers and Proceeding of the Eightieth Annual

Meeting of the American Economic Association (May, 1968), pp. 293-305

Oates, Wallace, E. (1985) On the Nature and Measurement of Fiscal Illusion: A Survey.

Taxation and Fiscal Federalism No. 5. pp 65-82. 1985.

______________. (1999). An Essay on Fiscal Federalism. Journal of Economic Literature.

Vol. 37, No. 3 (Sept. 1999), pp. 1120-1149.

_____________. (2006). On the Theory and Practice of Fiscal Decentralization. IFIR Working

Paper No. 2006-05.

_____________. (2008). On The Evolution of Fiscal Federalism: Theory and Institutions.

National Tax Journal Vol. LXI, No. 2 June 2008.

Partadireja, Ace. (1985). Pengantar Ekonomi, BPFE-UGM, Yogyakarta, 1985, Hal 21.

Pramuka, Bambang Agus. (2010). Flypaper Effect pada Pengeluaran Pemerintah Daerah di

Jawa. Jurnal ekonomi Pembanguan. Volume 11, Nomor 1, Juni 2010, hlm. 1-12.

Pratami, A.A. Putu Nandya Indah., dan Dwirandra, A. A. N. B. (2017). Pengaruh PAD, Dana

Perimbangan, LPDS, dan PDRB pada Belanja Daerah serta Deteksi Ilusi Fiskal. E-

jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 18. 2. Februari (2017): 1141-1170.

ISSN:2302-8556.

Rimawan, M., dan Badrudin, Rudy. (2017). Fenomena Flypaper Effect dan Pengaruhnya

terhadap Belanja Daerah serta Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten dan Kota di

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 28: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tesis. Diujikan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Yayasan Keluarga Pahlawan, Yogyakarta (2016).

Rusyidi, Bahrudin Ulum. (2015). Analisis Determinan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

dan Deteksi Ilusi Fiskal (Studi Kasus Provinsi di Indonesia tahun 2005-2008).

Iqtisaduna, Volume 1 Nomor 2, Desember 2015: 116-129.

Sasana, Hadi. (2009). Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10, No. 1,

Juni 2009, Hal. 102-124.

Setyaningrum, Dyah., dan Syafitri, Febriyani. (2012). Analisis Karateristik Pemerintah Daerah

terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan

Indonesia. Volume 9 No. 2, Desember 2012.

Sidik, Machfud. (2002). “Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka

Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah”. Orasi ilmiah acara wisuda XXI STIA

LAN Bandung, 2002.

____________. (2002). Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai Pelaksanaan

Desentralisasi Fiskal (Antara Teori dan Aplikasinya Di Indonesia). Seminar “Setahun

Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia”. Yogyakarta, 13 Maret 2002.

____________. (2002). Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang

Mengacu pada Pencapaian Tujuan Nasional. Seminar Nasional “Public Sector

Scorecard”. Jakarta, 17-18 April 2002.

Simanjuntak, Robert A. (2003). Kebijakan Pungutan Daerah di Era Otonomi. Working Paper

No. 6/2003.

Simamora, Sihar. (2014). Pengaruh Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), Penerimaan

dan Pengeluaran Pembiayaan terhadap Belanja Daerah: Dalam Perspektif Teoritis.

Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis. Vol. 14 No. 2/September 2014.

Suhardjanto, Djoko., dan Yulianingtyas, Rena Rukmita. (2011). Pengaruh Karakteristik

Pemerintah Daerah terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib dalam Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Indonesia).

Jurnal Akuntansi dan Auditing, Vol. 8/No.1/November 2011:1-94.

Sulistyo, Budi. (2017). Pasang Surut (Rencana) Penerbitan Obligasi Daerah. Publikasi Ilmiah

Kementerian Keuangan Republik Indonesia tanggal 31 Oktober 2017.

https://www.kemenkeu.go.id/...dan.../pasang-surut-rencana-penerbitan-obligasi-

daerah.

Turnbull, Geoffrey K. (1998). The Overspending and Flypaper Effects of Fiscal Illusion:

Theory and Empirical Evidence. Journal of urban economics 44, 1-26 -1998.

Wagner, Richard E. (1976). Revenue Structure, Fiscal Illusion, and Pubic Budgetary Choice.

Public Choice (pre-1986); Sping 1976; 25, ABI/INFORM Global.

Waluyo, Joko. (2007). Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Pendapatan Antardaerah di Indonesia. Parrarel Session IA: Fiscal

Decentralization. 12 Desember 2007, Wisma Makara, Kampus UI-Depok.

[BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. (2016). Publikasi Statistik Keuangan

Pemerintah Kabupaten/Kota tahun 2016. Buku satu dan buku dua. Dikeluarkan di

Jakarta, April 2017.

[FITRA] Forum Informasi untuk Transparansi Anggaran. (2012) Analisis Anggaran Daerah:

Studi Terhadap APBD Tahun 2008-2011 20 Kabupaten/Kota di 4 Provinsi.

Dikeluarkan di Jakarta pada bulan Mei 2012.

_______________________________________________(2016). Laporan Analisis Anggaran

Daerah 2016 Hasil Penelitian 70 Kabupaten/Kota. Dikeluarkan di Jakarta tahun 2016.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id

Page 29: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA …repository.stieykpn.ac.id/229/1/JURNAL Ryfal Yoduke...DETEKSI ILUSI FISKAL: FLYPAPER EFFECT DAN ILUSI UTANG PADA BELANJA DAERAH SERTA PENGARUHNYA

Ghozali, Imam. dan Latan, Hengky. (2015). Partial Least Squares. Konsep, Teknik dan

Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 3.0 untuk Penelitian Empiris. Badan

Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. ISBN: 979.704.300.2.

Sukirno, Sadono. (2004). Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Divisi Buku

Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada. Jakarta, 2004.

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntasi Pemerintahan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

repository.stieykpn.ac.id