8
TINJAUAN PUSTAKA Etika Kedokteran Di dalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain mempertimbangkan keempat kebutuhan atau kedokteran, selain mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar diatas, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar diatas, terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien. Etika adalah disiplin il mu yang mempelajari baik atau benar. Salah satunya sikap atau perbuatan seorang individu atas intitusi dilihat dari moralitas. Penilaian buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan perdekatan teori etika yang cukup banyak jumalahnya. Terdapat dua teori etika yang cukup banyak dianut orang adalah teori Deontologi dan teologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, Deontologi mengajarkan bahwa baik buruknya suatu perbuatan harus diliat dari perbuatan itu sendiri ( I Kant), sedangkan teologi mengajarkan untuk menilai baik buruknya tindakan degan melihat hasilnya atau akibatnya (D Hume, J Benthan, JS Mills). Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran agama ,tradisi, budaya sedangkan teleontologi lebih kearah penalaran (Reasoing) dan pembenaran (Justifikasi ) kepada azas manfaat (Aliran utilitarian).

forensik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: forensik

TINJAUAN PUSTAKA

Etika Kedokteran

Di dalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain

mempertimbangkan keempat kebutuhan atau kedokteran, selain mempertimbangkan keempat

kebutuhan dasar diatas, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak asasi pasien.

Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar

diatas, terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.

Etika adalah disiplin il mu yang mempelajari baik atau benar. Salah satunya sikap

atau perbuatan seorang individu atas intitusi dilihat dari moralitas. Penilaian buruk dan benar

salah dari sisi moral tersebut menggunakan perdekatan teori etika yang cukup banyak

jumalahnya. Terdapat dua teori etika yang cukup banyak dianut orang adalah teori

Deontologi dan teologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, Deontologi mengajarkan

bahwa baik buruknya suatu perbuatan harus diliat dari perbuatan itu sendiri ( I Kant),

sedangkan teologi mengajarkan untuk menilai baik buruknya tindakan degan melihat hasilnya

atau akibatnya (D Hume, J Benthan, JS Mills). Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran

agama ,tradisi, budaya sedangkan teleontologi lebih kearah penalaran (Reasoing) dan

pembenaran (Justifikasi ) kepada azas manfaat (Aliran utilitarian).

Beucham dan Childress (1994) menguraikan bahwauntuk mencapai suatu keputusan

etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle)dan beberapa rules dibawahnya. Ke -4

dasar moral tersebut adalah:

1. Prinsip Otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak

otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian

melahirkan doktrin infromed consent

2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang

ditunjukan untuk kebaikan pasien. Dalam beneficience tidak hanaya dikenal

perbuatan untuk kebaikan saja, melaikan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat)

lebih besar dari pada sisi buruknya (mudharatnya)

3. Prinsip Non-maleficience, yaitu prinsip moral yang melaran tindakan yang

memperburuk keaadan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau

“above all do no harm”

Page 2: forensik

4. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

bersikap maupun dalam mendistribusikan sumberdaya (distributive justice)

Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar jujur dan trbuka),

privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentially (menjaga kerahasiaan pasien) dan

fidelity (loyalitas dan promise keeping).

Selain prinsip dan kaidah dasar moral diatas yang harusnya dijadikan pedoman dan

mengambil keputusan linis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai

panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct). Sebagaimana diuraikan

pada pendahuluan, nilai-nilai dalan etika kedokteran berisikan “kontak kewajiban moral”

antara dokter dengan peer –groupnya yaitu masyarakat profesinya.

Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang

melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum

sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut harus

menjadi “pemimpin” dari kewajiban dalam hukum kedokteran. Hukum kedokteran yang baik

haruslah hukum yang etis.

Kode Etik Kedokteran Indonesia

Sejak disusun pertama kali hingga sekarang norma-norma dalam kode etik kedokteran

indonesia telah mengalami banyak perubahan, sehingga sebagai konsekuensinya dari

dinamika etik itu sendiri yang lalu berupaya mengikuti etika kedokteran internasional.

KODEKI terdiri dri 4 kewajiban, yaitu kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien,

kewajiban terhadap teman sejawat, dan kewajiban terhadap diri sendiri. Bunyi pasal-pasalnya

adalah sbb:

1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan

standar yang tinggi

3. Dalam melaksanakan pekerjaan kedokteranya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi

oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangya kebebasan dan kemandirian profesi

4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Page 3: forensik

5. Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun

fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh

persetujuan pasien.

6. Setiap dokter harus senatiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan

setiap penentuan teknik atau pengobatan baru yang belum dijuji kebenarannya dalam

hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat

7. Setiap dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa

sendiri kebenarannya.

(7a) Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya memberikan pelayanan

serta kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

(7b) Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui

memiliki kekurangan dalam karakternya atau kompetensi, atau yang melakukan

penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien,

(7c) Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasiennya, hak-hak sejawatnya, dan

hak tenaga kesehatan lainya, dan harus mejaga kepercayaan pasien.

(7d) Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk

insani.

8. Dalam melakukan pekerjaanya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memperthatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

(promotif, preventif,kuratif dan rehabilitastif), baik fisik maupun psikososial serta

berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

9. Setiap dokter dalam kerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang

lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

10. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

keterampilan untuk kepentingan pasiendalam hal ia tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetjuan pasien, ia wajib merujuk pasien

kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam bidang tersebut.

11. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senatiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam

masalah lainnya.

12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang

pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Page 4: forensik

13. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu bentuk tugas

kemanusian, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mapu memberikannya.

14. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan

15. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan

persetujuan atas prosedur yang etis

16. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik

17. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi

kedokteran/kesehatan

Informed Consent

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi efektif antara dokter

dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan

dilakukan pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah suatu perjanjian

antara dua pihak, melainkan lebih kearah persetujuan sepihak atas layananyang ditawarkan

pihak lain:

Informed consent memilki tiga komponen:

1. Threshold elements

Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen oleh karena sifatnya

lebih kearah syarat yaitu pemberi consent haruslah seorang yang kompeten.

Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan (medis).

Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupak suatu contium,

dari sama sekali tidak memiliki kompetensi sehingga memiliki kompetensi yang

penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan

tertentu (keputusan yang reasoneble berdasarkan alasan yang reasonable).

Secara hukum seorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila dewasa, sadar dan

berada dalam keadaan mental yang tidak dibawah pengampunan. Dewasa diartikan

sebagai usia telahmencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan

mental yang dianggap tidak komponen adalah apabila ia mempunyai penyakit

mental sedemikian rupa, sehingga kemampuan membuat keputusan terganggu.

2. Informasi elements.

Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclousure (pengungkapan) dan

understanding (Pemahaman)

Page 5: forensik

Pengertian “berdasarkan pengalaman dan adekuat” membawa konsekuensi kepada

tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa agar pasien

dapat mecapai pemahaman yang adekuat

Dalam hal ini, seberapa “baik” informasi harus diberikan kepada pasien dapat dilihat

dari 3 standar yaitu:

Standar praktek profesi

Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria keadekuatan informasi

ditentukan bagaimana biasanya dalam komunitas tenaga medis (constumary

practises of a professional community-Faden and Beauchamp 1986). Standar

yang ini terlalu mengacu pada nilai-nilai yang ada di dalam komunitas

kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan kemampuan

pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut.

Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut diatas tidak

sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya : resiko yang “tidak

bermakna” (menurut medis) tidak di informasikan padahal mungkin

bermakna dari sisi sosial/pasien.

Standar Subyektif

Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien

secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk

pasien tersebut dalam membuat keputusan. Sebaliknya dari standar

sebelumnya, standar ini sanagt sulit dilaksanakan atau hampir mustahil.

Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai yang secara

individula dianut oleh pasien.

Standar pada reasonable person

Standar ini merupakanh hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya,

yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi

kebutuhan umumya orang awam.