formasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

semangat brooo

Citation preview

Yogyakarta dan sekitarnyan memiliki tatanan karakteristik lingkungan fisik yang cukup spesifik dan dapat dikatakan cukup lengkap untuk mewakili keragaman geologi maupun genetika bentuklahan. Bab inisecara ringkasakan memaparkan garis besar fenomena fisik Yogyakarta dan sekitarnya.1. GeologiStruktur geologi Yogyakarta dan sekitarnya menunjukkan adanya gejala pengaruh yang nyata dari tumbukan antar dua lempeng utama dunia yaitu Eurasia dengan Indoaustralia di sebelah selatan Pulau Jawa. Lempeng Eurasia yang mengalasi Yogyakarta menumpang pada Lempeng Indoaustralia di laut selatan Jawa menghasilkan jalur magmatik Jawa, jalur busur luar, dan palung samudra. Jalur busur luar selatan Jawa tidak menghasilkan pulau seperti halnya baratdaya Sumatera yaitu Simeulue, Nias, Siberut, Sipora, Pagai dan lainnya karena sudut penunjaman atau subsdaksi yang lebih landai. Konsekwensi dari letak Yogyakarta dalam tatanan geologi tersebut adalah kerentanan multi bencana yang tinggi. Zona gesekan penunjaman merupakan pembangkit gempa bumi, batas lempeng pada palung samudera merupakan zona pembangkit tsunami, zona pelelehan merupakan sumber magma bagi gunungapi, serta zone kompresi menghasilkan sesar pada batuan kaku dan lipatan pada batuan lentur. Kompresi berakibat pada penghancuran batuan yang menimbulkan zona rawan gerakanmassa terutama sepanjang Pegunungan Kulon Progo dan Baturagung.Pensesaran di Yogyakarta cukup aktif dalam kurun waktu sejarah geologi. Sesar Opak yang membujur antara Prambanan sampai Parangtritis di timur Kota Yogyakarta merupakan sesar utama yang diikuti dengan puluhan sesar dengan posisi tegaklurus pada pegunungan Baturagung. Demikian juga sesar yang membatasi Pegunungan Kulon Progo dengan dataran Yogyakarta pada bagian barat Yogyakarta, juga terdapat puluhan sesar dengan arah selatan barat tegak lurus dengan Pegunungan Kulon Progo. Kedua sesar utama tersebut mengakibatkan zona dataran Yogyakarta bagian selatan ambles ke bawah yang dikenal sebagai Graben Bantul. Antara Graben Bantul apabila ditarik ke arah utara melintasi Gunungapi Merapi sampai ke Gunungapi Ungaran dan Kota Semarang, akan membentuk suatu kelurusan yang membagi geologi Pulau Jawa menjadi sisi barat dan timur.Zona Pegunungan Selatan Gunungkidul memiliki keunikan stratigrafi yang dapat digunakan untuk rekonstruksi terbentuknya sebagian Pulau Jawa dalam kurun waktu geologi yang panjang. Urutan stratigrafi yang menghasilkan satuan litologi atau dikenal sebagai formasi batuan di zona ini secara kronologis disajikan pada Tabel 1.Tabel 1. Karakteristik Formasi Batuan padaZona Pegunungan Selatan GunungkidulFormasiUmurLitologiLingkungan Pembentukan

Kebo ButakPaleosen, eosen, oligosenTuf, batu pasir tuf, batu apung, batu lempung, aglomeratGunungapi bawah laut

SemilirOligosen akhir-Miosin awalTuf, batu pasir tuf, batu apung, batu lempung, aglomeratGunungapi bawah laut

NgelanggeranOligosen-miosen tengahBreksi vulkanik, endapan lava, aglomerat, pasir tufGunungapi di laut

SambipituMiosin awal-Miosin tengahNapal, lempung, pasir gampingan, pasir tufaanLaut dengan arus aktif

OyoMiosin tengahBatugamping frakmental, pasiran, gampingan, konglomerat gamping, napal, tufLaut dangkal, karbonat bersispan volkan

WonosariMiosin tengahBatugamping terumbu berlapis, napal, konglomerat gampingLaut dangkal, murni karbonat

KepekMiosin akhir-PliosenLempung, napal pasiran, batugamping berlapisLaguna

WuniMiosin tengahBreksi volkan, tuf, lanau, pasir tuf, batugampingLaut dangkal

TufSlawuPlistosen awalTuf pasiranAbu gunungapi Darat

Endapan kwarterPlistosen-HolosenLempung hitam, pasir, lanau, konglomeratEndapan sungai

Sumber : Samodra (2005) dan Kusumayudha (2005)2. GeomorfologiKondisi morfologi mencerminkan sisa atau bentuk akhir batuan setelah terkena prosesendogendaneksogen. Kondisi ini dapat ditinjau secara fisiografi yaitu tinjauan relief permukaan bumi. Secara fisiografi Yogyakarta dapat dirinci berupa kerucut Gunungapi Merapi, Pegunungan Kulon Progo, Perbukitan Sentolo, Dataran Aluvial Merapi, Pegunungan Baturagung, Gunungsewu, dan Plato Wonosari. Variasi fisiografi berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan toposequen tanah. Secara umum tanah di Yogyakarta dan sekitarnya terdiri dari Aluvial, Regosol gunungapi dan pesisir, Latosol yang tererosi menjadi Litosol pada wilayah igir Baturagung, serta Mediteran dan Vertisolpada lahan tinggi baturagung dan karst.Fisiografi dicirikan oleh relief permukaan yang menentukan tatanama. Sering dijumpai tatanama ini kadang menimbulkan tumpang tindih yang terkait dengan konsep ilmu. Penamaan biasanya terkait dengan lokasi toponomi suatu wilayah di permukaan bumi. Oleh sebab itu perlu dipahami hubungan antara konsep keilmuan dengan toponomi suatu wilayah. Hubungan konsep, nama, dan keruangan antara fisiografi, litologi dan bentuklahan disajikan pada Tabel 2.Tabel 2. Hubungan Konsep, Nama, dan KeruanganFisiografiReliefFormasi (litologi)Bentuklahan

BaturagungBerbukit -bergunungKebo Butak, Semilir, Ngelanggeran, Sambipitu ?StrukturalDanudasional

Plato Wonosari / Basin WonosariDatar, berombak, bergelombangWonosari, Oyo, KepekKarstFluvial

GunungsewuBerbukit -bergunungWonosariKarst

Panggung MasifBerbukitOyo ?Struktural

Dataran MerapiDatar, berombak, bergelombangEndapan aluvialFluvial, Marin,Eolin

Sumber : Penulis (2010)Zona Pegunungan Selatan Wonosari memiliki keunikan relief, genetik bentuklahan, dan proses, selain litologi yang sudah dibahas. Relief terlihat dari dataran sampai bergunung sedangkan genetik bentuklahan cukup lengkap meliputi struktural, danudasional, fluvial, marin, eolin, solusional, dan tentunya antropogenik. Pada masa lampau dijumpai juga vulkanik dan organik yang saat ini hanya dapat dijumpai bekas-bekasnya. Secara proses dapat dikaji peran tenaga endogen seperti proses pengangkatan yang menimbulkan kejadian gempabumi, pensesaran yang menimbulkan kekar-kekar, maupun tenaga eksogen berupa pelapukan, erosi dan gerakanmassa.Bentuklahan sebagai objek kajian geomorfologi lebih lanjut dapat dirinci atau didetailkan sesuai dengan skala yang akan digunakan. Sebagai contoh adalah bentuklahan fluvial yang berkembang di muara Opak sekitar Parangtritis dapat dirinci menjadi tanggul alam, dataran banjir, dan gosong sungai. Pada masing-masing bentuklahan dapat dijumpai berbagai fenomena menarik yang dapat teridentifikasi. Keragaman aktivitas kehidupan manusia berkembang di atas bentuklahan dan berinteraksi secara jelas. Pada tanggul alam berkembang permukiman manusia karena lokasi ini terletak pada daerah yang lebih tinggi dari sungai. Sedangkan pada dataran banjir berkembang menjadi lahan pertanian karena lokasi lahan yang rendah dengan tanah Glei Humus dan kadang tergenangi oleh air luapan Sungai Opak. Kehidupan masyarakat secara turun menurun tidak lepas dari proses adaptasi terhadap kondisi bentuklahan dimana mereka hidup.PiroksenKLINO PIROKSEN (AUGIT, DIOPSID) Warna bening, abu-abu kecoklatan, prismatik, sayatan//c belahan 1arah, sayatan tegak lurus c belahan 2 arah 90 Gelapan miring, augit 45-54 diopsid 37-44 index bias (+) sb2ORTOPIROKSEN (ENSTANTIN, HIPERSTEN) Sifat optik sama dengan klinopiroksen Yang membedakan adalah gelapannya sejajar (klino=miring) index bias (-) hipersten (+) enstatitPada piroksen pleokroismenya lemah