13
Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 35 FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL JANGAN MENANGIS BANGSAKU KARYA N. MAREWO: KAJIAN HEGEMONI GRAMSCI *) (Ideology Formation and Negotiation in Jangan Menangis Bangsaku by N. Marewo: Gramsci’s Hegemony Study) Destyanisa Tazkiyah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Indonesia Jalan Prof. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang Kode Pos 50275 Telepon (+6224) 76480619; Faks (+6224) 7463100 Telepon penulis (WhatsApp) +6282227905838 Pos-el: [email protected] *) Diterima: 21 Oktober 2019, Disetujui: 4 April 2020 ABSTRAK Penelitian ini menggunakan novel Jangan Menangis Bangsaku (JMB) karya N. Marewo sebagai objek material dan teori hegemoni Gramsci sebagai objek formalnya. Tujuan utama penelitian adalah untuk mengidentifikasi ideologi yang direpresentasikan oleh tokoh-tokoh dalam novel dan mengetahui bagaimana formasi ideologinya, serta menganalisis negosiasi ideologi yang terdapat dalam novel JMB. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ideologi yang terdapat dalam novel JMB ialah nasionalisme, sosialisme, kapitalisme, teisme, humanisme, dan romantisme. Ideologi-ideologi tersebut saling berhubungan dan membentuk formasi ideologi yang bersifat kontradiktif, korelatif, dan subordinatif. Negosiasi ideologi dalam novel ini terjadi melalui peristiwa dan dialog antartokoh. Ideologi dominan yang terdapat dalam novel ini adalah sosialisme yang bernegosiasi dengan ideologi subaltern lainnya dan membentuk suatu hegemoni. Kata Kunci: formasi ideologi, negosiasi, hegemoni ABSTRACT This research used novel Jangan Menangis Bangsaku (JMB) by N.Marewo as the material object and Gramsci’s hegemony theory of literature as the formal object. The main objective of the research is to identify ideologies which are represented by the characters in the novel and find out the ideology formation, and analyze the ideological negotiations that contained in the novel. The method used is descriptive analysis. The results showed that the ideologies contained in the novel JMB were nationalism, socialism, capitalism, theism, humanism, and romanticism. These ideologies are interconnected and form ideological formations that are contradictory, correlative, and subordinative. Ideological negotiation in this novel occurs through events and dialogue among characters. The dominant ideology is socialism, this ideology negotiates with other subaltern ideologies and forms a hegemony. Keywords: ideology formation, negotiation, hegemony

FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 35

FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL

JANGAN MENANGIS BANGSAKU KARYA N. MAREWO:

KAJIAN HEGEMONI GRAMSCI *)

(Ideology Formation and Negotiation in Jangan Menangis Bangsaku by N. Marewo:

Gramsci’s Hegemony Study)

Destyanisa Tazkiyah

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Indonesia

Jalan Prof. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang Kode Pos 50275

Telepon (+6224) 76480619; Faks (+6224) 7463100

Telepon penulis (WhatsApp) +6282227905838

Pos-el: [email protected]

*) Diterima: 21 Oktober 2019, Disetujui: 4 April 2020

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan novel Jangan Menangis Bangsaku (JMB) karya N. Marewo sebagai objek

material dan teori hegemoni Gramsci sebagai objek formalnya. Tujuan utama penelitian adalah untuk

mengidentifikasi ideologi yang direpresentasikan oleh tokoh-tokoh dalam novel dan mengetahui

bagaimana formasi ideologinya, serta menganalisis negosiasi ideologi yang terdapat dalam novel

JMB. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ideologi yang terdapat dalam novel JMB ialah nasionalisme, sosialisme, kapitalisme, teisme,

humanisme, dan romantisme. Ideologi-ideologi tersebut saling berhubungan dan membentuk formasi

ideologi yang bersifat kontradiktif, korelatif, dan subordinatif. Negosiasi ideologi dalam novel ini

terjadi melalui peristiwa dan dialog antartokoh. Ideologi dominan yang terdapat dalam novel ini

adalah sosialisme yang bernegosiasi dengan ideologi subaltern lainnya dan membentuk suatu

hegemoni.

Kata Kunci: formasi ideologi, negosiasi, hegemoni

ABSTRACT

This research used novel Jangan Menangis Bangsaku (JMB) by N.Marewo as the material object and

Gramsci’s hegemony theory of literature as the formal object. The main objective of the research is to

identify ideologies which are represented by the characters in the novel and find out the ideology

formation, and analyze the ideological negotiations that contained in the novel. The method used is

descriptive analysis. The results showed that the ideologies contained in the novel JMB were

nationalism, socialism, capitalism, theism, humanism, and romanticism. These ideologies are

interconnected and form ideological formations that are contradictory, correlative, and

subordinative. Ideological negotiation in this novel occurs through events and dialogue among

characters. The dominant ideology is socialism, this ideology negotiates with other subaltern

ideologies and forms a hegemony.

Keywords: ideology formation, negotiation, hegemony

Page 2: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

36 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020

PENDAHULUAN

Pertengahan tahun 1997 merupakan

sejarah kelam bagi perekonomian

negara-negara di benua Asia,

mengingat pada saat itu terjadi krisis

moneter yang berdampak luas pada

stabilitas ekonomi dan kehidupan

masyarakat. Bukan itu saja, khusus

yang terjadi di Indonesia, krisis

ekonomi tahun 1998 menandai

berakhirnya satu rezim pemerintahan

yang telah berkuasa lebih dari 30

tahun. Ironisnya, peralihan orde

pemerintahan tersebut diwarnai

dengan penjarahan massal, tindak

kekerasan bernuansa rasial, serta

demonstrasi besar-besaran yang

dilakukan oleh mahasiswa dan

masyarakat sipil yang memakan

korban jiwa.

Kepemimpinan Soeharto pada

masa orde baru tersebut sangatlah

otoriter, sistem politik semakin lama

semakin kaku. Di samping itu,

militer berusaha keras membangun

diri untuk menjadi elemen kekuatan

politik dominan di negeri ini yang

tak tertandingi oleh kekuatan-

kekuatan lainnya (Wanandi, 2015:

56).

Dalam pelaksanaannya, selain

mengurus hal-hal yang makro dalam

negara, pemerintah orde baru juga

menertibkan setiap pemikiran dan

perbuatan individu. Hal ini dilakukan

untuk melanggengkan kekuasaannya.

Akibatnya pengungkapan ekspresi

masyarakat semakin sempit, opini

atau pendapat pribadi terus menerus

dicurigai, dan bahkan diiringi

ancaman hukuman penjara.

Kekuasaan Orde Baru ini telah

merepresi kebebasan individu,

termasuk sastrawan. Banyak

sastrawan yang tidak dapat

melakukan kegiatan kesusastraannya

secara terang-terangan, seperti yang

dialami oleh W.S. Rendra, N.

Riantiarno, dan lain-lain. Selain itu,

juga terjadi pembredelan terhadap

media massa.

Meskipun demikian, tidak

sedikit sastrawan Indonesia yang

tetap mengangkat tema mengenai

rezim orde baru pada karya-karya

sastranya, baik berupa puisi, cerpen,

novel, maupun pementasan drama,

salah satunya adalah novel karya N.

Marewo yang berjudul Jangan

Menangis Bangsaku. Tokoh dan latar

cerita dalam novel ini merupakan

gambaran kondisi sosial dan

ekonomi pada tahun 1997 hingga

1998.

Gambaran kehidupan yang

direpresentasikan dalam karya sastra

merupakan hasil produksi pandangan

pengarang terhadap kondisi

masyarakat pada masa tertentu.

Sastra bukanlah sekadar permainan

imajinasi yang pribadi sifatnya,

tetapi merupakan rekaman tata cara

zamannya, suatu perwujudan macam

pikiran tertentu (Tanie dalam

Saraswati, 2003: 27). Novel

merupakan salah satu bentuk karya

sastra yang dapat digunakan

pengarang untuk menggambarkan

segala jenis aspek kehidupan.

Novel Jangan Menangis

Bangsaku yang selanjutnya disingkat

JMB diterbitkan pada tahun 2000.

Novel ini mengisahkan perjalanan

seorang pemuda bernama Tambor,

dengan latar kondisi Indonesia pada

tahun 1998 ketika terjadi krisis dan

kerusuhan di beberapa kota serta

kelangkaan bahan makanan karena

harganya yang melambung tinggi.

Dalam perjalanannya, Tambor

bertemu dengan Riska, gadis asal ibu

kota yang meninggalkan rumahnya

karena merasa tidak tahan dengan

hiruk pikuk kerusuhan di kota

kelahirannya. Mereka berdua

akhirnya tiba di sebuah lembah dan

bersama-sama membangun

peradaban baru di sana. Para

pendatang yang tidak tahu harus

Page 3: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 37

bermukim ke mana pun mereka

tampung dan mereka bina. Tambor

sehari-hari bertani dan beternak demi

bertahan hidup, sedangkan Riska

menjadi guru bagi anak-anak yang

ada di lembah, seraya menanamkan

rasa nasionalisme dan gotong royong

kepada semua orang.

Kegiatan Tambor tidak

berhenti sampai di sini saja. Ketika ia

merasa kehidupan di lembah sudah

cukup makmur, ia bergegas pergi

melanjutkan perjalanannya untuk

membangun bangsa ini sedikit demi

sedikit meski usahanya tidak

berpengaruh besar bagi negeri ini.

Akan tetapi, setidaknya ia telah

berjasa bagi segelintir orang yang

ditemuinya. Di tempat yang baru ia

akan menjadi seorang penjaga

masjid. Tambor akan menjadi

penjaga masjid pada masjid yang

sangat jarang dikunjungi jemaahnya,

sedangkan Riska kembali ke ibu kota

untuk menekuni karier yang sempat

ditinggalkannya.

Pergaulan antartokoh melalui

dialog dan tingkah lakunya

merepresentasikan ideologi dari

tokoh tersebut. Tokoh dan

penokohan dalam cerita merupakan

simbolisasi dari gagasan-gagasan

yang ingin disampaikan oleh

pengarang cerita. Gagasan-gagasan

tersebut mencerminkan ideologi

pengarang yang ditransfer melalui

dialog tokoh, latar, peristiwa,

maupun karakter tokoh. Makalah ini

membahas ideologi yang ada di

dalam novel tersebut dengan

mengidentifikasi ideologi-ideologi

apa saja yang direpresentasikan oleh

tokoh-tokoh dalam novel, bagaimana

formasi ideologinya, serta negosiasi

ideologi yang terdapat dalam novel

JMB.

Dalam novel, pemikiran tokoh

yang satu dan lainnya kadang

bertentangan. Begitu juga dengan

para tokoh dalam JMB yang

memiliki beberapa konflik mengenai

persoalan dalam kehidupan sehari-

harinya. Hal ini mengisyaratkan

adanya pertentangan ideologi terkait

sisi kehidupan dalam novel tersebut.

Pertentangan ideologi yang terjadi

karena adanya perbedaan gagasan

dan pemikiran antartokoh yang satu

dengan lainnya tersebut

memunculkan gejala dan upaya dari

ideologi yang tertindas untuk

melakukan perlawanan terhadap

ideologi yang mendominasi. Upaya

perlawanan terhadap dominasi

ideologi menunjukkan adanya usaha

negosiasi yang dilakukan untuk

mencapai kesepakatan bersama demi

kesatuan sosial.

Gramsci menyatakan bahwa

ideologi memberi kesadaran pada

fungsinya sendiri, bukan hanya

dalam bidang ekonomi, tetapi juga

dalam bidang sosial dan politik.

Ideologi harus dapat membuka

pikiran manusia terkait dunia di

sekitarnya. Tujuannya adalah agar

pandangan dunia individu dapat

berkembang. Ideologi adalah

manifestasi dari bekerjanya sistem

dan proses kekuasaan. Ideologi

terbentuk melalui proses sejarah

yang panjang yang melahirkan suatu

keadaan sehingga kelompok atau

individu yang dikuasai seolah-olah

menerima hubungan dominasi yang

ada (Gramsci, 2013: 210—213).

Penelitian terdahulu menjadi

bahan pertimbangan dalam

menyusun makalah ini. Binanto

(2010) mengungkapkan kritik sosial

dalam bidang ekonomi, pendidikan,

dan kekuasaan yang terdapat dalam

novel JMB. Hasil penelitiannya

mengungkap kritik dalam bidang

ekonomi tentang penderitaan

masyarakat yang terpaksa mengungsi

akibat krisis ekonomi, kejahatan dan

penyakit sosial; kritik bidang

Page 4: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

38 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020

pendidikan tentang dampak yang

ditimbulkan oleh sistem pendidikan

yang salah serta kondisi masyarakat

dalam mendapatkan pendidikan;

kritik dalam bidang kekuasaan

memuat keotoriteran yang

menyebabkan penjajahan terhadap

rakyat dengan merampas hak-hak

dasar. Penjajahan ini dimaksudkan

untuk melanggengkan kedudukan

penguasa.

Selanjutnya, Ibadurrohman

(2016) mengidentifikasi dan

mendeskripsikan formasi ideologi-

ideologi dalam novel Zuqāq al-

Midaq karya Najīb Maḥfūẓ serta

melihat hubungannya dengan posisi

ideologi pengarang menggunakan

kajian teori hegemoni yang digagas

Antonio Gramsci. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ideologi-

ideologi dalam novel tersebut adalah

individualisme, Islam, liberalisme,

sekularisme, kapitalisme dan

komunalisme. Formasi ideologi

dalam novel memiliki hubungan

dengan posisi ideologis pengarang,

Maḥfūẓ merupakan sastrawan yang

mengusung ideologi sosialisme

demokratik, liberalism, dan Islam

sekuler. Dalam wacana hegemoni

ideologi tersebut Maḥfūẓ berusaha

untuk menampung aspirasi Islam

dengan menekankan bahwa

kebebasan, kesetaraan, dan cinta

dunia merupakan nilai-nilai utama

dalam Islam.

Teori ideologi menurut

perspektif Gramsci sangatlah relevan

untuk menganalisis ideologi yang

terdapat dalam novel JMB. Dengan

menggunakan teori ideologi Gramsci

peneliti memfokuskan masalah

penelitian pada ideologi apa saja

yang direpresentasikan oleh tokoh-

tokoh dalam novel dan formasi

ideologinya, serta analisis negosiasi

ideologi yang terdapat dalam novel

JMB. Metode penelitian yang

digunakan adalah deskriptif analisis.

Data sepenuhnya diperoleh dari

novel JMB, yaitu berupa dialog

antartokoh dan deskripsi konflik-

konflik yang terjadi dalam cerita,

selanjutnya data tersebut dianalisis

untuk menemukan formasi ideologi

dan negosiasi yang terdapat dalam

novel JMB.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Ideologi dalam Novel

Jangan Menangis Bangsaku

Menurut Abercrombie (2010: 268—

269), istilah ideologi telah digunakan

dalam tiga pengertian penting: (1)

merujuk pada keyakinan tertentu, (2)

merujuk pada keyakinan yang

terdistorsi atau palsu dalam beberapa

pengertian, (3) merujuk pada

serangkaian keyakinan yang meliputi

segala hal, mulai dari pengetahuan

ilmiah, agama, hingga keyakinan

sehari-hari yang berkenaan dengan

perilaku yang pantas, terlepas dari

benar atau salah. Secara harfiah,

ideologi diartikan sebagai aturan atau

hukum tentang ide. Namun, Gramsci

berpandangan bahwa ideologi

memiliki peran yang lebih besar dari

sekadar sistem ide.

Sebagai sebuah karya fiksi,

novel JMB mengandung ideologi

yang muncul melalui interaksi,

pertentangan pikiran, dan konflik

para tokoh. Setiap tokoh dalam JMB

bertindak tutur sesuai dengan

pandangan hidup tertentu.

Pandangan hidup tersebut didapat

dari ideologi yang mereka anut,

sebagaimana ideologi merupakan

kesadaran mental yang tersusun

berdasarkan perolehan pemahaman

dan pengalaman. Berikut penjelasan

mengenai ideologi yang terdapat

dalam novel JMB.

Ideologi Nasionalisme

Page 5: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 39

Secara etimologi, nasionalisme

berasal dari kata nasional dan isme,

yaitu paham kebangsaan yang

mengandung makna kesadaran dan

semangat cinta tanah air; memiliki

kebanggaan sebagai bangsa, atau

memelihara kehormatan bangsa;

memiliki rasa solidaritas terhadap

musibah dan kekurangberuntungan

saudara setanah air, sebangsa dan

senegara; persatuan dan kesatuan

(Wardaya, 2002: 25).

Pada novel JMB, nasionalisme

direpresentasikan oleh tokoh

Tambor. Dalam novel tersebut

dikisahkan Tambor adalah seorang

pemuda yang sedang berkelana, ia

bercita-cita untuk bisa mengubah

kebobrokan negeri ini dengan

usahanya sedikit demi sedikit.

Berikut adalah beberapa kutipan dari

dalam novel:

―Kamu keliru menilaiku. Bila

bukan karena cinta dan rasa

terima kasihku pada tanah air ini,

untuk apa aku kesini? Oh, Riska.

Banyak cinta yang berkata-kata.

Namun cintaku pada negeri ini

tanpa kata.‖ (Marewo, 2000: 10).

Selain itu, nasionalisme Tambor juga

terlihat dari tindakannya yang selalu

berusaha untuk melakukan upaya

dalam menyejahterakan negeri ini.

―Ikut kapal barang ke luar negeri.

Cukup lama saya tinggal disana.

Kini, saya kembali, mesti

kembali. Bagaimana tega

membiarkan negeri sendiri seperti

ini? Saya pikir kita mesti berbuat,

melakukan sesuatu yang mungkin

dilakukan, demi bangsa dan

Negara, dan demi kemanusiaan.‖

(Marewo, 2000: 36).

Bukan apa yang kita peroleh dari

tanah ini, Bahar. Pikirkanlah apa

yang dapat kita berikan.‖

(Marewo, 2000: 38).

Selain tokoh Tambor, ideologi

nasionalisme juga direpresentasikan

oleh tokoh Riska. Riska senantiasa

membantu Tambor dalam melakukan

berbagai usahanya.

―Seluruh hidup dan cintaku telah

kucurahkan buat negeri ini.‖

(Marewo, 2000: 5).

―Aku berdoa untuk keluargaku.

Aku berdoa untuk orang-orang

yang pernah kukenal. Aku berdoa

untuk negeri ini, semoga ada

perubahan-perubahan yang

positif.‖ (Marewo, 2000: 17).

Para tokoh dengan ideologi

nasionalisme memiliki suatu sikap

atau perbuatan untuk mencurahkan

segala tenaga dan pikirannya demi

kemajuan, kehormatan, dan tegaknya

kedaulatan negara dan bangsa.

Nasionalisme tecermin dari perilaku

Tambor dan Riska dalam

membangun kehidupan di lembah

yang mereka temukan, mulai dari

menggali sumur, bertani dan

beternak, serta bergotong-royong

bersama para pendatang. Mereka

juga menanamkan nilai-nilai moral

kepada anak-anak penerus bangsa

dengan membangun sekolah meski

hanya seadanya.

Ideologi Sosialisme

Sosialisme adalah rasa perhatian,

simpati dan empati antarindividu

kepada individu lainnya tanpa

memandang status. Pandangan hidup

dan ajaran kemasyarakatan tertentu,

yang berhasrat menguasai sarana-

sarana produksi serta pembagian

hasil-hasil produksi secara merata.

Sosialisme merupakan suatu paham

Page 6: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

40 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020

yang mengutamakan kebersamaan

sebagai tujuan hidup (Winardi, 1986:

25).

Ideologi sosialisme dalam

novel JMB terlihat dari pandangan

hidup Riska, ia sangatlah berempati

kepada sesama tanpa pandang bulu.

―Saat ini, dimana-mana seluruh

rakyat negeri inisedang

menderita. Bagaimana tega kamu

di sini mengurus perut kamu

sendiri?‖ (Marewo, 2000: 10).

―Negeri kita, Tambor. Tanah air

kita. Semakin memprihatinkan,

ekonomi yang tak karuan,

manajemen yang amburadul, bila

moral disepelekan, kekuasaan

yang sewenang-wenang. Tetapi

masak para penguasa itu cuma

mementingkan kepentingan diri

sendiri.‖ (Marewo, 2000: 96).

Selain dari dialog tersebut,

sosialisme pada diri Riska juga

tecermin dari deskripsi yang

dijabarkan oleh si tokoh.

―Akulah guru SD itu; yang

memberantas buta huruf;

memperkenalkan bocah-bocah itu

pada huruf dan angka, agar kelak

mereka bisa menghitung, supaya

mereka tidak dibodohi orang

lain.‖ (Marewo, 2000: 56).

―Namaku Riska dan akan tetap

saja Riska; kakak dari puluhan

orang bocah, teman bermain

orang-orang sejawat, saudara

setiap manusia.‖ (Marewo, 2000:

56).

Tokoh Riska yang merepresentasi

ideologi sosialisme berharap akan

adanya derajat dan pemerataan bagi

setiap manusia tanpa memandang

kelas sosial mereka. Riska berusaha

mewujudkannya dengan menjadi

guru bagi anak-anak di lembah,

menjadi kawan yang merangkul

semua penduduk di lembah itu,

bahkan mengobati mereka yang sakit

tanpa imbalan sepeser pun.

Tokoh Tambor juga

merupakan representasi ideologi

sosialisme. Sebagai pemuda yang

membangun permukiman baru di

lembah, ia membebaskan siapa saja

untuk hidup bersama di lembah.

Tanpa pandang bulu Tambor

mewujudkan kesamarataan bagi

semua penduduk lembah,

membangun gotong-royong di antara

penduduk, dan peduli betapa

pentingnya pendidikan bagi anak-

anak kecil penghuni lembah.

―Tak ada orang asing di tempat

ini, siapapun mereka dan dari

mana pun mereka berasal, sebab

lembah ini adalah negeri kita

sendiri. Dalam hati kita bersatu.

Dalam perbuatan kita bersatu.

Dalam darah kita pun bersatu.

Siapa saja layak hidup di sini.

Setiap jiwa yang ada di sini layak

hidup bahagia. Persediaan pangan

yang sudah ada lebih dari cukup.

Sehingga kita dapat bertahan

untuk beberapa bulan

mendatang.‖ (Marewo, 2000: 41).

―Kita mesti mendirikan sebuah

tempat di mana anak-anak kecil

itu bisa memperoleh pendidikan

dengan sebaik-baiknya, sebab kita

semua percaya bahwa kebodohan

merupakan pangkal penderitaan.‖

(Marewo, 2000: 42).

Selain Tambor dan Riska,

tokoh lain yang merupakan

representasi ideologi sosialisme

adalah Bahar. Berikut kutipan yang

dikatakan tokoh Tambor mengenai

Bahar.

―Tapi yang jelas, apa yang telah

kita bangun di lembah ini harus

tetap diteruskan. Untuk itu,

peranan bahar sangat penting. Dia

punya etos kerja. Dan dia punya

Page 7: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 41

pengetahuan yang cukup. Dialah

pemuda yang bakal menjadi

pemimpin di lembah ini.‖

(Marewo, 2000: 70).

Bahar adalah seorang remaja yang

menjadi pendatang pertama di

lembah bersama dengan ibunya. Ia

tumbuh menjadi pemuda yang baik

dan santun, ia rela membangun

peradaban di lembah tanpa pamrih

demi mencapai kemakmuran bagi

penduduk lembah. Bahar selalu

berharap meski negeri ini sedang

dalam masa krisis, tetapi penduduk

lembah paling tidak mendapatkan

haknya untuk hidup dengan aman

dan nyaman.

Ideologi Kapitalisme

Kapitalisme berasal dari kata capital

yang artinya modal. Kapitalisme

merupakan suatu paham yang

meyakini bahwa pemilik modal

dapat melaksanakan usahanya untuk

meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Kapitalisme memiliki anggapan

bahwa modal merupakan satu-

satunya unsur untuk perkembangan

pertumbuhan ekonomi. Pengikut

kapitalisme menganggap bahwa

modal dapat menghasilkan lebih

banyak kekayaan. Oleh karena itu,

kapitalisme juga identik dengan

materialisme (Winardi, 1986: 52).

Kapitalisme pada novel JMB

direpresentasikan oleh tokoh Pak

Karun. Pak Karun digambarkan

sebagai manusia yang serakah dan

ambisius dalam mendapat

keuntungan yang lebih banyak dari

hasil panen para penduduk lembah.

Agar mendapat keuntungan yang

lebih besar, Pak Karun pun berusaha

mengeluarkan modal sekecil-

kecilnya, yaitu dengan mencuri hasil

panen para penduduk yang berupa

jagung dan singkong kemudian

memfermentasikannya menjadi

minuman keras dan menjualnya ke

kota.

―Di kota harga minuman keras

sangatlah mahal. Kita nggak perlu

sok bermoral. Sekarang adalah

kesempatan emas bagi kita buat

membikin uang sebanyak-

banyaknya.‖ (Marewo, 2000: 80).

Pak Karun sudah sejak lama

mengambil hasil panen para

penduduk dari lumbung

penyimpanan. Ia membawanya

menggunakan kuda menuju tempat

persembunyian, lalu bersama dengan

beberapa pekerja dari kota, mereka

melakukan aksi jahatnya. Hal yang

dipikirkan oleh Pak Karun hanyalah

tentang bagaimana ia mendapatkan

uang sebanyak-banyaknya, ia tak

memikirkan kerugian yang dialami

oleh penduduk lembah.

Ideologi Teisme

Teisme adalah kepercayaan terhadap

Tuhan yang mencipta dan

memelihara alam semesta, serta

menentukan hidup dan mati manusia.

Material dari ideologi ini adalah

ajaran agama yang dianut oleh

seorang individu. Penganut ideologi

ini meyakini sepenuhnya akan

keberadaan Tuhan sebagai pencipta

alam semesta dan pemilik jagad raya

(Tambayong, 2013: 305).

Ideologi teisme dimiliki oleh

Bu Bahar. Ia adalah salah seorang

penduduk yang beragama dan

percaya akan kehadiran Tuhan. Ia

selalu mengingat Tuhan dalam setiap

tindakan dan perilakunya. Hal ini

terlihat dari kutipan dalam novel

berikut.

―Terima kasih, Nak. Rupanya

Tuhan masih memberikan

Page 8: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

42 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020

kebaikan bagi hamba-hamba-Nya

yang mau berusaha.‖ (Marewo,

2000: 27).

―Semoga Tuhan senantiasa

menyertai kalian, Nak.‖ (Marewo,

2000: 94).

Pak Soleh juga adalah salah satu

tokoh agamis dalam novel JMB. Ia

adalah seorang imam masjid yang

menjadi tempat persinggahan

Tambor setelah kepergiannya dari

lembah. Pak Soleh adalah orang

yang taat dalam beribadah dan

menjalankan perintah Allah.

―Tiap hari Pak Soleh berpuasa,

dan setiap hari pula ia berbuka

dan makan sahur seadanya.‖

(Marewo, 2000: 114).

―Laki-laki tua yang selalu

bersarung dan berpeci hitam.

Malam yang remang ia duduk

khusuk di dalam masjid.‖

(Marewo, 2000: 114).

Selain kedua tokoh ini, Tambor juga

termasuk tokoh yang mencerminkan

ideologi teisme. Setelah

kepergiannya dari lembah, Tambor

menjadi muazin di masjid tempat

Pak Soleh berada. Tambor

membersihkan semua penjuru

masjid, mengecat kembali tembok-

tembok masjid, mengganti lampu

yang rusak dan memperbaiki atapnya

yang bocor.

―Tak ada paksaan beragama, Pak.

Selain beribadah, kita tak punya

kepentingan apa-apa. Bukankah

di hadapan Tuhan masing-masing

orang mempertanggungjawabkan

dirinya sendiri?‖ (Marewo, 2000:

124).

―Tak ada kebahagiaan bagi

seorang muslim bila dia tidak

menghambakan diri kepada

Tuhan.‖ (Marewo, 2000: 127).

Ideologi teisme menjadi dasar

bagi para penganutnya untuk

menjalani kehidupan di dunia.

Penganut ideologi ini sadar bahwa

mereka adalah makhluk ciptaan

Tuhan. Mereka menyerahkan

sepenuhnya hidup dan mati mereka

pada Tuhan. Penganut ideologi

teisme mengingat dan mematuhi

perintah Tuhan dengan selalu

beribadah sesuai agama yang

dianutnya.

Ideologi Humanisme

Ideologi humanisme adalah

pandangan yang menekankan

martabat manusia dan

kemampuannya. Manusia

bermartabat luhur, mampu

menentukan nasib sendiri, dan punya

kekuatan untuk mengembangkan

diri. Humanisme beranggapan

manusia memiliki nilai yang sama

dan mengajarkan untuk

memanusiakan manusia, melalui

nilai peri kemanusiaan (Hadi, 2012:

10).

Tokoh Riska adalah

representasi humanisme. Untuk

menyelesaikan kekacauan yang

terjadi di lembah, Tambor

memutuskan untuk membunuh Pak

Karun. Namun, Riska sangat tidak

setuju dengan keputusan ini.

―Seharusnya Pak Karun tak usah

di bunuh.‖ (Marewo, 2000: 88).

―Dia pun manusia seperti kita-kita

juga, yang punya hak hidup

seperti siapa saja. Tapi karena dia

penjahat, maka ruang geraknya

saja yang diperkecil.‖ (Marewo,

2000: 89).

Selain Riska, tokoh lain dengan

ideologi humanisme adalah Arman.

Page 9: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 43

Berikut kutipan dialog yang

disampaikan tokoh Arman.

―Kejahatan yang dilakukan oleh

mertua saya adalah penindasan

terhadap harkat dan martabat

manusia. Dia merampas hak

orang lain semau dia. Dia

menggunakan kebesaran dan

kekuatannya untu menakut-nakuti

dan menekan orang lain. Dia

menciptakan minuman keras,

meracuni anak-anak bangsa,

membikin laba dari kejahatannya

tanpa memperdulikan kondisi

bangsa kita yang sedang

sengsara.‖ (Marewo, 2000: 90).

Para tokoh dengan ideologi

humanisme dalam novel ini hampir

semua tindakan dalam kehidupannya

didasari pada nilai yang

menempatkan manusia sebagaimana

hakikat manusia. Mereka

mengutamakan nilai-nilai

kemanusiaan dalam melakukan

segala hal dan berelasi dengan orang

lain.

Ideologi Romantisme

Romantisme adalah pandangan yang

lebih mementingkan unsur emosi

daripada pikiran (Thabroni, 2019: 3).

Tokoh Nana adalah representasi dari

ideologi romantisme. Nana adalah

gadis cantik yang juga menjadi

pendatang di lembah. Selama

hidupnya di lembah, Nana rupanya

menaruh perasaan kepada Tambor,

semakin hari perasaan itu tak dapat

lagi dibendungnya. Nana mengetahui

bahwa Riska sepertinya juga

menyukai Tambor, dan ia pun juga

sadar jika Bahar mencintai dirinya,

tetapi yang disukai oleh Nana

hanyalah Tambor seorang.

―Nana merangkul tubuh Tambor

erat-erat. Diciumnya punggung

laki-laki itu seakan-akan mereka

tak akan berjumpa lagi.‖

(Marewo, 2000: 71).

―Saya bicara sesungguhnya,

Bahar. Bila bukan karena

Tambor, saya tak akan menikah

denganmu. Bila bukan karena

Tambor, lembah ini sudah kutukar

dengan uang sekian dolar.‖

(Marewo, 2000: 122).

Meski Nana akhirnya menikah

dengan Bahar, tetapi ia tidak dapat

mencintainya dengan setulus hati,

karena dalam hatinya hanya ada

Tambor.

Formasi Ideologi dalam Novel

Jangan Menangis Bangsaku

Beberapa ideologi yang terdapat

dalam novel JMB mengandung

susunan yang berhubungan dan tidak

dapat dipisahkan antara satu dan

yang lainnya. Ideologi yang dimiliki

oleh para tokoh tersebut saling

berelasi satu sama lain. Relasi

tersebut dapat berupa hubungan

pertentangan atau kontradiktif,

korelatif, maupun subordinatif.

Susunan ideologi yang bersifat

kontradiktif, korelatif, dan

subordinatif tersebut yang kemudian

disebut dengan formasi ideologi.

Dalam hal ini, formasi ideologi tidak

hanya membahas mengenai ideologi

yang ada dan dominan dari seorang

tokoh, tetapi juga membahas

hubungan antarideologi.

Hubungan kontradiktif

ideologi dalam novel JMB

ditunjukkan oleh pertentangan antara

ideologi kapitalisme dan ideologi

sosialisme. Hubungan pertentangan

ini muncul dalam konflik antara Pak

Karun dan Tambor serta Bahar. Pak

Karun mengambil hasil panen

penduduk lembah dan

Page 10: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

44 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020

menjadikannya sebagai modal untuk

usahanya membuat minuman keras

dan menjualnya ke kota, Pak Karun

hanya memirkan bagaimana cara

mendapat keuntungan sebanyak-

banyaknya. Tambor dan Bahar

tentunya sangat menentang usaha

yang dilakukan oleh Pak Karun,

karena selain merugikan para

penduduk lembah, memproduksi

minuman keras juga bukanlah bisnis

yang bagus. Pada masa krisis seperti

ini minuman keras hanya akan

menambah rusaknya moral anak

bangsa.

Hubungan korelatif ideologi-

ideologi dalam novel ini ditunjukkan

oleh ideologi teisme yang berelasi

dengan ideologi humanisme.

Ideologi teisme merupakan

pandangan yang percaya akan

Tuhan. Dalam ajaran agama, setiap

manusia yang hidup di dunia ini

haruslah saling menolong, peduli

kepada sesama manusia yang

lainnya. Sama halnya dengan

pandangan humanisme yang sangat

menjunjung tinggi peri kemanusiaan.

Hubungan subordinatif

ideologi ditunjukkan dengan

dipengaruhinya kehidupan penduduk

lembah oleh ideologi dominan, yaitu

sosialisme yang membawahi ideologi

nasionalisme. Dalam semua

peristiwa yang terjadi pasti

melibatkan ideologi nasionalisme

dan sosialisme. Ideologi

nasionalisme ini mendukung ideologi

sosialisme demi mewujudkan

kehidupan bernegara yang adil dan

makmur.

Tidak hanya ideologi yang

memiliki formasi, tetapi para tokoh

yang memiliki lebih dari satu

ideologi juga memiliki formasi

ideologinya. Dari semua ideologi

yang dimiliki oleh tokoh-tokoh

tersebut terdapat satu ideologi yang

dominan. Tokoh Tambor memiliki

ideologi nasionalisme, sosialisme,

dan juga teisme. Ideologi dominan

yang dimiliki Tambor adalah

sosialisme. Adapun tokoh Riska

memiliki ideologi nasionalisme,

sosialisme, dan juga humanisme.

Ideologi dominan yang dimiliki

Riska adalah nasionalisme. Ideologi

dominan pada tokoh Bahar adalah

sosialisme, ideologi dominan tokoh

Arman adalah humanisme, ideologi

dominan tokoh Pak Karun adalah

kapitalisme, sedangkan ideologi

dominan Bu Bahar dan Pak Soleh

adalah teisme, dan Nana memiliki

ideologi dominan romantisme.

Berdasarkan uraian tersebut

dapat disimpulkan bahwa setiap

ideologi pasti memiliki relasi dengan

ideologi lainnya, entah itu

pertentangan ataupun korelatif.

Ideologi-ideologi tersebut berperan

untuk saling melengkapi maupun

saling bertentangan satu sama lain.

Selain itu, juga terdapat formasi

ideologi yang dimiliki oleh para

tokoh. Setiap tokoh memiliki

ideologi dominan yang berperan

dalam membangun alur cerita pada

sebuah novel.

Negosiasi dalam Novel Jangan

Menangis Bangsaku

Pada novel JMB terdapat relasi

antarideologi yang menyebabkan

terjadinya negosiasi. Untuk

mencapai hegemoni, dibutuhkan juga

negosiasi ideologi yang dapat terjadi

melalui peristiwa dan dialog

antartokoh, serta melalui perenungan

diri sendiri.

Negosiasi Tambor, Bahar, dan

Arman

Dalam novel JMB tokoh Tambor dan

Bahar merupakan representasi

ideologi sosialisme. Tambor selalu

berelasi dengan para penduduk

lembah, salah satunya adalah Arman.

Page 11: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 45

Hubungan kedua tokoh ini juga

merupakan relasi dua ideologi, yaitu

sosialisme dan humanisme. Kedua

relasi ideologi ini mengisyaratkan

adanya negosiasi dan upaya

hegemoni antara yang dominan

terhadap yang subaltern.

Dalam novel JMB

humanisme digambarkan

terhegemoni oleh sosialisme. Hal itu

tampak ketika Tambor dan Bahar

mampu mengubah pemikiran Arman

menjadi sepemikiran dengan mereka,

dan Arman menerima itu dengan

ikhlas dan memandangnya sebagai

sesuatu yang realistis.

―Orang tua itu harus dihukum.

Kelaparan dan kemiskinan masih

segar dalam ingatan kita semua.

Bagaimana tega dia membuat

alcohol, membikin laba dari

sesuatu yang menghancurkan

bangsanya sendiri? Tembak saja

orang itu Bahar.‖ (Marewo, 2000:

84).

Kutipan tersebut menunjukkan

bahwa Arman sependapat dengan

Tambor dan Bahar bahwa Pak Karun

meskipun ia adalah mertuanya

sendiri pantas untuk dihukum karena

telah mengambil keuntungan dari

penduduk lembah. Tujuan utama

sosialisme adalah mewujudkan

adanya kesamaan dan pemerataan

dalam menjalani hidup. Pak Karun

merupakan seorang kapitalis yang

menurut Tambor dan Bahar sudah

sepantasnya dihukum, karena jika

tidak, perbuatannya pasti akan

terulang kembali. Dalam konteks

tersebut, Arman yang seorang

humanis setuju untuk menghukum

Pak Karun dengan menembaknya.

Dapat dikatakan pula bahwa Arman

telah terhegemoni oleh Tambor dan

Bahar. Sosialisme adalah ideologi

yang dominan dan mampu

menghegemoni humanisme yang

dimiliki oleh kelas subaltern. Arman

memilih bersikap demokratis ketika

menghadapi Tambor dan Bahar.

Negosiasi Riska dan Tambor

Hubungan antara Riska dan Tambor

menunjukkan relasi sosialisme dan

nasionalisme. Ideologi sosialisme

dan nasionalisme didalamnya juga

terdapat negosiasi dan upaya saling

menghegemoni. Riska dan Tambor

terkadang mempunyai perbedaan

pendapat pada suatu hal, bahkan

cenderung konfrontatif. Pada suatu

saat keduanya terlibat pertentangan

terkait cara pandang pada suatu

permasalahan.

Nasionalisme adalah ajaran

untuk mencintai bangsa dan negara,

sedangkan sosialisme adalah

pandangan adanya kesamaan dan

kesederajatan dalam menjalani

hidup. Dalam novel tersebut Riska

mengajak Tambor untuk ikut

bersamanya ke Jakarta. Kota Jakarta

yang sekarang penuh kerusuhan dan

demonstrasi menurut Riska menjadi

bukti rasa kesetiaan Tambor pada

negara ini. Namun, Tambor memilih

untuk tetap berhenti di kota T untuk

membangun kembali desa yang telah

mati. Pada akhirnya, Riska kembali

pergi dari Jakarta dan mencari

Tambor untuk membantunya.

Begitu pula ketika mereka

pertama kali bertemu, Riska dengan

tanpa pamrih selalu bergotong-

royong bersama dengan Tambor

untuk membuat kehidupan yang

layak dan adil di lembah. Hal ini

membuktikan bahwa Riska telah

terhegemoni oleh sosialisme

Tambor. Rasa simpati antarindividu

tanpa memandang status tumbuh

begitu saja dalam benak Riska.

Nasionalisme pada realisasinya akan

dijalankan oleh beberapa kaum

Page 12: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

46 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020

petinggi negara untuk kepentingan

partai tertentu. Dalam novel ini

digambarkan bahwa sosialisme

adalah pandangan yang tepat demi

terciptanya kesederajatan dan

pemerataan dalam menjalani hidup.

Negosiasi Tambor dan Nana

Relasi antara Tambor dan Nana

dapat dianggap sebagai relasi antara

sosialisme dan romantisme. Tokoh

Nana yang menyukai Tambor pada

akhirnya dapat menerima bahwa

Tambor tidak dapat menerima

cintanya. Tambor harus terus

melanjutkan perjalanannya dan tidak

dapat tinggal selamanya di lembah.

―Bila orang seperti mereka yang

akan menguasai lembah ini, maka

apa yang telah kita bangun tak

akan punya arti apa-apa karena

mereka yang rakus itu hanya

mementingkan diri sendiri.

Karena itu kumohon padamu

dampingilah Bahar, anak yang tak

punya ayah itu. Dia anak baik

Nana. Berbuatlah sebagai ibu

yang baik buat lembah ini, sebab

apa yang dibutuhkannya hanyalah

cinta.‖ (Marewo, 2000: 72).

Nana pada akhirnya menikah dengan

Bahar. Sepeninggalan Tambor, ia

menggantikan posisi Riska menjadi

guru bagi anak-anak lembah,

menolong para penduduk lembah

yang sakit dan membantu pertanian

para penduduk. Humanisme adalah

pandangan manusia dengan manusia,

dalam relasi sosialisme dan

romantisme, humanisme berperan

sebagai mediator atau negosiator

antara keduanya. Sosialisme adalah

ideologi dominan yang mampu

menghegemoni romantisme dengan

negosiator ideologi humanism. Nana

mengesampingkan emosinya dan

tanpa disadari ia menjalani hidupnya

demi kemakmuran kehidupan di

lembah.

SIMPULAN

Analisis terhadap novel Jangan

Menangis Bangsaku karya N.

Marewo menghasilkan dua hal

penting, yaitu ideologi dan formasi

negosiasi.

Berdasarkan identifikasi

formasi ideologi ditemukan enam

ideologi dalam novel ini. Ideologi-

ideologi tersebut adalah

nasionalisme, sosialisme,

kapitalisme, teisme, humanisme, dan

romantisme. Setiap ideologi

memiliki fungsi dan perannya

masing-masing dalam menyusun alur

cerita dalam novel JMB.

Ideologi-ideologi yang muncul

dalam novel memiliki hubungan

yang membentuk formasi ideologi.

Hubungan-hubungan tersebut

bersifat kontradiktif, korelatif, dan

subordinatif. Hubungan kontradiktif

ditunjukkan oleh sosialisme yang

bertentangan dengan kapitalisme.

Pertentangan ini muncul pada

masalah Pak Karun yang

mendapatkan keuntungan dari

mengambil hasil panen penduduk

lembah. Hubungan korelatif

ditunjukkan oleh ideologi teisme

yang berelasi dengan ideologi

humanisme. Korelasi kedua ideologi

ini terletak pada pandangan terhadap

peri kemanusiaan, menekankan

martabat manusia dan

kemampuannya. Hubungan

subordinatif ditunjukkan oleh

dominasi ideologi sosialisme dan

subordinasi ideologi nasionalisme,

humanisme terhadap ideologi

dominan. Hubungan subordinatif

antarideologi tersebut menunjukkan

bahwa masyarakat dalam novel

Jangan Menangis Bangsaku

bergerak di bawah ideologi dominan,

yaitu sosialisme.

Page 13: FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL …

Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 47

Ideologi-ideologi yang

direpresentasikan para tokoh saling

berelasi dan memunculkan ideologi

dominan di dalam formasi ideologi.

Ideologi dominan yang dimiliki

Tambor adalah sosialisme. Ideologi

dominan yang dimiliki Riska adalah

nasionalisme. Ideologi dominan pada

tokoh Bahar adalah sosialisme.

Ideologi dominan tokoh Arman

adalah humanisme. Ideologi

dominan tokoh Pak Karun adalah

kapitalisme, ideologi dominan Bu

Bahar dan Pak Soleh adalah teisme,

sedangkan Nana memiliki ideologi

dominan romantisme.

Analisis terhadap negosiasi

ideologi yang terdapat dalam novel

JMB menunjukkan bahwa negosiasi

dalam novel ini terjadi melalui

peristiwa maupun dialog

antartokohnya. Negosiasi terjadi

antara Tambor, Bahar, dan Arman;

Riska dan Tambor; Tambor dan

Nana. Negosiasi-negosiasi tersebut

menunjukkan adanya dialektika yang

membagi ideologi-ideologi. Ideologi

yang termasuk ke dalam kelompok

dominan adalah sosialisme yang

bernegosiasi dengan ideologi

subaltern lainnya dan membentuk

suatu hegemoni.

DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie, Nicholas, etc. 2010.

Kamus Sosiologi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Binanto. Sugiarto Tri. 2010. ―Kritik

Sosial dalam Novel Jangan

Menangis Bangsaku‖. Tesis.

Universitas Sebelas Maret.

Gramsci, Antonio. 2013. Prison

Notebooks: Catatan-Catatan

dari Penjara. Terjemahan oleh

Teguh Wahyu Utomo dari

Selections from the Prison

Notebooks. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Hadi, Sumasno. 2012. ―Konsep

Humanisme Yunani Kuno dan

Perkembangannya dalam

Sejarah Pemikiran Filsafat‖

dalam Jurnal Filsafat: Volume

22, Nomor 2: 107–119.

Yogyakarta: UGM.

Ibadurrohman. 2016. ―Formasi

Ideologi dalam Novel Zuqaq

Al-Midaq Karya Najib

Mahfuz: kajian Hegemoni

Gramsci. Tesis. Universitas

Gadjah Mada.

Marewo, N. 2000. Jangan Menangis

Bangsaku. Yogyakarta: Media

Pressindo.

Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi

Sastra: Sebuah Pemahaman

Awal. Malang: Bayu Media.

Tambayong, Yapi. 2013. Kamus

Isme-Isme. Bandung: Nusa

Cendekia.

Thabroni, Gamal. 2019. "Aliran

Romantisisme–Pengertian,

Sejarah, Tokoh &

Contoh".https://serupa.id/aliran

-

romantisisme/#.XdyWZegzaU

k. diunduh pada tanggal 13

November 2019.

Wanandi, Jusuf. 2015. Menyibak

Tabir Orde Baru. Jakarta:

Kompas Penerbit Buku.

Wardaya, Baskara. 2002.

―Nasionalisme Universal:

Menjawab Ajakan ―Pasca-

Nasionalis‖-nya Romo

Mangun‖ dalam Jurnal Iman,

Ilmu, Budaya: Volume 3.

Winardi. 1986. Kapitalisme Versus

Sosialisme. Bandung: Remaja

Karya.