Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 35
FORMASI IDEOLOGI DAN NEGOSIASI DALAM NOVEL
JANGAN MENANGIS BANGSAKU KARYA N. MAREWO:
KAJIAN HEGEMONI GRAMSCI *)
(Ideology Formation and Negotiation in Jangan Menangis Bangsaku by N. Marewo:
Gramsci’s Hegemony Study)
Destyanisa Tazkiyah
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Indonesia
Jalan Prof. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang Kode Pos 50275
Telepon (+6224) 76480619; Faks (+6224) 7463100
Telepon penulis (WhatsApp) +6282227905838
Pos-el: [email protected]
*) Diterima: 21 Oktober 2019, Disetujui: 4 April 2020
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan novel Jangan Menangis Bangsaku (JMB) karya N. Marewo sebagai objek
material dan teori hegemoni Gramsci sebagai objek formalnya. Tujuan utama penelitian adalah untuk
mengidentifikasi ideologi yang direpresentasikan oleh tokoh-tokoh dalam novel dan mengetahui
bagaimana formasi ideologinya, serta menganalisis negosiasi ideologi yang terdapat dalam novel
JMB. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ideologi yang terdapat dalam novel JMB ialah nasionalisme, sosialisme, kapitalisme, teisme,
humanisme, dan romantisme. Ideologi-ideologi tersebut saling berhubungan dan membentuk formasi
ideologi yang bersifat kontradiktif, korelatif, dan subordinatif. Negosiasi ideologi dalam novel ini
terjadi melalui peristiwa dan dialog antartokoh. Ideologi dominan yang terdapat dalam novel ini
adalah sosialisme yang bernegosiasi dengan ideologi subaltern lainnya dan membentuk suatu
hegemoni.
Kata Kunci: formasi ideologi, negosiasi, hegemoni
ABSTRACT
This research used novel Jangan Menangis Bangsaku (JMB) by N.Marewo as the material object and
Gramsci’s hegemony theory of literature as the formal object. The main objective of the research is to
identify ideologies which are represented by the characters in the novel and find out the ideology
formation, and analyze the ideological negotiations that contained in the novel. The method used is
descriptive analysis. The results showed that the ideologies contained in the novel JMB were
nationalism, socialism, capitalism, theism, humanism, and romanticism. These ideologies are
interconnected and form ideological formations that are contradictory, correlative, and
subordinative. Ideological negotiation in this novel occurs through events and dialogue among
characters. The dominant ideology is socialism, this ideology negotiates with other subaltern
ideologies and forms a hegemony.
Keywords: ideology formation, negotiation, hegemony
36 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020
PENDAHULUAN
Pertengahan tahun 1997 merupakan
sejarah kelam bagi perekonomian
negara-negara di benua Asia,
mengingat pada saat itu terjadi krisis
moneter yang berdampak luas pada
stabilitas ekonomi dan kehidupan
masyarakat. Bukan itu saja, khusus
yang terjadi di Indonesia, krisis
ekonomi tahun 1998 menandai
berakhirnya satu rezim pemerintahan
yang telah berkuasa lebih dari 30
tahun. Ironisnya, peralihan orde
pemerintahan tersebut diwarnai
dengan penjarahan massal, tindak
kekerasan bernuansa rasial, serta
demonstrasi besar-besaran yang
dilakukan oleh mahasiswa dan
masyarakat sipil yang memakan
korban jiwa.
Kepemimpinan Soeharto pada
masa orde baru tersebut sangatlah
otoriter, sistem politik semakin lama
semakin kaku. Di samping itu,
militer berusaha keras membangun
diri untuk menjadi elemen kekuatan
politik dominan di negeri ini yang
tak tertandingi oleh kekuatan-
kekuatan lainnya (Wanandi, 2015:
56).
Dalam pelaksanaannya, selain
mengurus hal-hal yang makro dalam
negara, pemerintah orde baru juga
menertibkan setiap pemikiran dan
perbuatan individu. Hal ini dilakukan
untuk melanggengkan kekuasaannya.
Akibatnya pengungkapan ekspresi
masyarakat semakin sempit, opini
atau pendapat pribadi terus menerus
dicurigai, dan bahkan diiringi
ancaman hukuman penjara.
Kekuasaan Orde Baru ini telah
merepresi kebebasan individu,
termasuk sastrawan. Banyak
sastrawan yang tidak dapat
melakukan kegiatan kesusastraannya
secara terang-terangan, seperti yang
dialami oleh W.S. Rendra, N.
Riantiarno, dan lain-lain. Selain itu,
juga terjadi pembredelan terhadap
media massa.
Meskipun demikian, tidak
sedikit sastrawan Indonesia yang
tetap mengangkat tema mengenai
rezim orde baru pada karya-karya
sastranya, baik berupa puisi, cerpen,
novel, maupun pementasan drama,
salah satunya adalah novel karya N.
Marewo yang berjudul Jangan
Menangis Bangsaku. Tokoh dan latar
cerita dalam novel ini merupakan
gambaran kondisi sosial dan
ekonomi pada tahun 1997 hingga
1998.
Gambaran kehidupan yang
direpresentasikan dalam karya sastra
merupakan hasil produksi pandangan
pengarang terhadap kondisi
masyarakat pada masa tertentu.
Sastra bukanlah sekadar permainan
imajinasi yang pribadi sifatnya,
tetapi merupakan rekaman tata cara
zamannya, suatu perwujudan macam
pikiran tertentu (Tanie dalam
Saraswati, 2003: 27). Novel
merupakan salah satu bentuk karya
sastra yang dapat digunakan
pengarang untuk menggambarkan
segala jenis aspek kehidupan.
Novel Jangan Menangis
Bangsaku yang selanjutnya disingkat
JMB diterbitkan pada tahun 2000.
Novel ini mengisahkan perjalanan
seorang pemuda bernama Tambor,
dengan latar kondisi Indonesia pada
tahun 1998 ketika terjadi krisis dan
kerusuhan di beberapa kota serta
kelangkaan bahan makanan karena
harganya yang melambung tinggi.
Dalam perjalanannya, Tambor
bertemu dengan Riska, gadis asal ibu
kota yang meninggalkan rumahnya
karena merasa tidak tahan dengan
hiruk pikuk kerusuhan di kota
kelahirannya. Mereka berdua
akhirnya tiba di sebuah lembah dan
bersama-sama membangun
peradaban baru di sana. Para
pendatang yang tidak tahu harus
Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 37
bermukim ke mana pun mereka
tampung dan mereka bina. Tambor
sehari-hari bertani dan beternak demi
bertahan hidup, sedangkan Riska
menjadi guru bagi anak-anak yang
ada di lembah, seraya menanamkan
rasa nasionalisme dan gotong royong
kepada semua orang.
Kegiatan Tambor tidak
berhenti sampai di sini saja. Ketika ia
merasa kehidupan di lembah sudah
cukup makmur, ia bergegas pergi
melanjutkan perjalanannya untuk
membangun bangsa ini sedikit demi
sedikit meski usahanya tidak
berpengaruh besar bagi negeri ini.
Akan tetapi, setidaknya ia telah
berjasa bagi segelintir orang yang
ditemuinya. Di tempat yang baru ia
akan menjadi seorang penjaga
masjid. Tambor akan menjadi
penjaga masjid pada masjid yang
sangat jarang dikunjungi jemaahnya,
sedangkan Riska kembali ke ibu kota
untuk menekuni karier yang sempat
ditinggalkannya.
Pergaulan antartokoh melalui
dialog dan tingkah lakunya
merepresentasikan ideologi dari
tokoh tersebut. Tokoh dan
penokohan dalam cerita merupakan
simbolisasi dari gagasan-gagasan
yang ingin disampaikan oleh
pengarang cerita. Gagasan-gagasan
tersebut mencerminkan ideologi
pengarang yang ditransfer melalui
dialog tokoh, latar, peristiwa,
maupun karakter tokoh. Makalah ini
membahas ideologi yang ada di
dalam novel tersebut dengan
mengidentifikasi ideologi-ideologi
apa saja yang direpresentasikan oleh
tokoh-tokoh dalam novel, bagaimana
formasi ideologinya, serta negosiasi
ideologi yang terdapat dalam novel
JMB.
Dalam novel, pemikiran tokoh
yang satu dan lainnya kadang
bertentangan. Begitu juga dengan
para tokoh dalam JMB yang
memiliki beberapa konflik mengenai
persoalan dalam kehidupan sehari-
harinya. Hal ini mengisyaratkan
adanya pertentangan ideologi terkait
sisi kehidupan dalam novel tersebut.
Pertentangan ideologi yang terjadi
karena adanya perbedaan gagasan
dan pemikiran antartokoh yang satu
dengan lainnya tersebut
memunculkan gejala dan upaya dari
ideologi yang tertindas untuk
melakukan perlawanan terhadap
ideologi yang mendominasi. Upaya
perlawanan terhadap dominasi
ideologi menunjukkan adanya usaha
negosiasi yang dilakukan untuk
mencapai kesepakatan bersama demi
kesatuan sosial.
Gramsci menyatakan bahwa
ideologi memberi kesadaran pada
fungsinya sendiri, bukan hanya
dalam bidang ekonomi, tetapi juga
dalam bidang sosial dan politik.
Ideologi harus dapat membuka
pikiran manusia terkait dunia di
sekitarnya. Tujuannya adalah agar
pandangan dunia individu dapat
berkembang. Ideologi adalah
manifestasi dari bekerjanya sistem
dan proses kekuasaan. Ideologi
terbentuk melalui proses sejarah
yang panjang yang melahirkan suatu
keadaan sehingga kelompok atau
individu yang dikuasai seolah-olah
menerima hubungan dominasi yang
ada (Gramsci, 2013: 210—213).
Penelitian terdahulu menjadi
bahan pertimbangan dalam
menyusun makalah ini. Binanto
(2010) mengungkapkan kritik sosial
dalam bidang ekonomi, pendidikan,
dan kekuasaan yang terdapat dalam
novel JMB. Hasil penelitiannya
mengungkap kritik dalam bidang
ekonomi tentang penderitaan
masyarakat yang terpaksa mengungsi
akibat krisis ekonomi, kejahatan dan
penyakit sosial; kritik bidang
38 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020
pendidikan tentang dampak yang
ditimbulkan oleh sistem pendidikan
yang salah serta kondisi masyarakat
dalam mendapatkan pendidikan;
kritik dalam bidang kekuasaan
memuat keotoriteran yang
menyebabkan penjajahan terhadap
rakyat dengan merampas hak-hak
dasar. Penjajahan ini dimaksudkan
untuk melanggengkan kedudukan
penguasa.
Selanjutnya, Ibadurrohman
(2016) mengidentifikasi dan
mendeskripsikan formasi ideologi-
ideologi dalam novel Zuqāq al-
Midaq karya Najīb Maḥfūẓ serta
melihat hubungannya dengan posisi
ideologi pengarang menggunakan
kajian teori hegemoni yang digagas
Antonio Gramsci. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ideologi-
ideologi dalam novel tersebut adalah
individualisme, Islam, liberalisme,
sekularisme, kapitalisme dan
komunalisme. Formasi ideologi
dalam novel memiliki hubungan
dengan posisi ideologis pengarang,
Maḥfūẓ merupakan sastrawan yang
mengusung ideologi sosialisme
demokratik, liberalism, dan Islam
sekuler. Dalam wacana hegemoni
ideologi tersebut Maḥfūẓ berusaha
untuk menampung aspirasi Islam
dengan menekankan bahwa
kebebasan, kesetaraan, dan cinta
dunia merupakan nilai-nilai utama
dalam Islam.
Teori ideologi menurut
perspektif Gramsci sangatlah relevan
untuk menganalisis ideologi yang
terdapat dalam novel JMB. Dengan
menggunakan teori ideologi Gramsci
peneliti memfokuskan masalah
penelitian pada ideologi apa saja
yang direpresentasikan oleh tokoh-
tokoh dalam novel dan formasi
ideologinya, serta analisis negosiasi
ideologi yang terdapat dalam novel
JMB. Metode penelitian yang
digunakan adalah deskriptif analisis.
Data sepenuhnya diperoleh dari
novel JMB, yaitu berupa dialog
antartokoh dan deskripsi konflik-
konflik yang terjadi dalam cerita,
selanjutnya data tersebut dianalisis
untuk menemukan formasi ideologi
dan negosiasi yang terdapat dalam
novel JMB.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Ideologi dalam Novel
Jangan Menangis Bangsaku
Menurut Abercrombie (2010: 268—
269), istilah ideologi telah digunakan
dalam tiga pengertian penting: (1)
merujuk pada keyakinan tertentu, (2)
merujuk pada keyakinan yang
terdistorsi atau palsu dalam beberapa
pengertian, (3) merujuk pada
serangkaian keyakinan yang meliputi
segala hal, mulai dari pengetahuan
ilmiah, agama, hingga keyakinan
sehari-hari yang berkenaan dengan
perilaku yang pantas, terlepas dari
benar atau salah. Secara harfiah,
ideologi diartikan sebagai aturan atau
hukum tentang ide. Namun, Gramsci
berpandangan bahwa ideologi
memiliki peran yang lebih besar dari
sekadar sistem ide.
Sebagai sebuah karya fiksi,
novel JMB mengandung ideologi
yang muncul melalui interaksi,
pertentangan pikiran, dan konflik
para tokoh. Setiap tokoh dalam JMB
bertindak tutur sesuai dengan
pandangan hidup tertentu.
Pandangan hidup tersebut didapat
dari ideologi yang mereka anut,
sebagaimana ideologi merupakan
kesadaran mental yang tersusun
berdasarkan perolehan pemahaman
dan pengalaman. Berikut penjelasan
mengenai ideologi yang terdapat
dalam novel JMB.
Ideologi Nasionalisme
Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 39
Secara etimologi, nasionalisme
berasal dari kata nasional dan isme,
yaitu paham kebangsaan yang
mengandung makna kesadaran dan
semangat cinta tanah air; memiliki
kebanggaan sebagai bangsa, atau
memelihara kehormatan bangsa;
memiliki rasa solidaritas terhadap
musibah dan kekurangberuntungan
saudara setanah air, sebangsa dan
senegara; persatuan dan kesatuan
(Wardaya, 2002: 25).
Pada novel JMB, nasionalisme
direpresentasikan oleh tokoh
Tambor. Dalam novel tersebut
dikisahkan Tambor adalah seorang
pemuda yang sedang berkelana, ia
bercita-cita untuk bisa mengubah
kebobrokan negeri ini dengan
usahanya sedikit demi sedikit.
Berikut adalah beberapa kutipan dari
dalam novel:
―Kamu keliru menilaiku. Bila
bukan karena cinta dan rasa
terima kasihku pada tanah air ini,
untuk apa aku kesini? Oh, Riska.
Banyak cinta yang berkata-kata.
Namun cintaku pada negeri ini
tanpa kata.‖ (Marewo, 2000: 10).
Selain itu, nasionalisme Tambor juga
terlihat dari tindakannya yang selalu
berusaha untuk melakukan upaya
dalam menyejahterakan negeri ini.
―Ikut kapal barang ke luar negeri.
Cukup lama saya tinggal disana.
Kini, saya kembali, mesti
kembali. Bagaimana tega
membiarkan negeri sendiri seperti
ini? Saya pikir kita mesti berbuat,
melakukan sesuatu yang mungkin
dilakukan, demi bangsa dan
Negara, dan demi kemanusiaan.‖
(Marewo, 2000: 36).
Bukan apa yang kita peroleh dari
tanah ini, Bahar. Pikirkanlah apa
yang dapat kita berikan.‖
(Marewo, 2000: 38).
Selain tokoh Tambor, ideologi
nasionalisme juga direpresentasikan
oleh tokoh Riska. Riska senantiasa
membantu Tambor dalam melakukan
berbagai usahanya.
―Seluruh hidup dan cintaku telah
kucurahkan buat negeri ini.‖
(Marewo, 2000: 5).
―Aku berdoa untuk keluargaku.
Aku berdoa untuk orang-orang
yang pernah kukenal. Aku berdoa
untuk negeri ini, semoga ada
perubahan-perubahan yang
positif.‖ (Marewo, 2000: 17).
Para tokoh dengan ideologi
nasionalisme memiliki suatu sikap
atau perbuatan untuk mencurahkan
segala tenaga dan pikirannya demi
kemajuan, kehormatan, dan tegaknya
kedaulatan negara dan bangsa.
Nasionalisme tecermin dari perilaku
Tambor dan Riska dalam
membangun kehidupan di lembah
yang mereka temukan, mulai dari
menggali sumur, bertani dan
beternak, serta bergotong-royong
bersama para pendatang. Mereka
juga menanamkan nilai-nilai moral
kepada anak-anak penerus bangsa
dengan membangun sekolah meski
hanya seadanya.
Ideologi Sosialisme
Sosialisme adalah rasa perhatian,
simpati dan empati antarindividu
kepada individu lainnya tanpa
memandang status. Pandangan hidup
dan ajaran kemasyarakatan tertentu,
yang berhasrat menguasai sarana-
sarana produksi serta pembagian
hasil-hasil produksi secara merata.
Sosialisme merupakan suatu paham
40 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020
yang mengutamakan kebersamaan
sebagai tujuan hidup (Winardi, 1986:
25).
Ideologi sosialisme dalam
novel JMB terlihat dari pandangan
hidup Riska, ia sangatlah berempati
kepada sesama tanpa pandang bulu.
―Saat ini, dimana-mana seluruh
rakyat negeri inisedang
menderita. Bagaimana tega kamu
di sini mengurus perut kamu
sendiri?‖ (Marewo, 2000: 10).
―Negeri kita, Tambor. Tanah air
kita. Semakin memprihatinkan,
ekonomi yang tak karuan,
manajemen yang amburadul, bila
moral disepelekan, kekuasaan
yang sewenang-wenang. Tetapi
masak para penguasa itu cuma
mementingkan kepentingan diri
sendiri.‖ (Marewo, 2000: 96).
Selain dari dialog tersebut,
sosialisme pada diri Riska juga
tecermin dari deskripsi yang
dijabarkan oleh si tokoh.
―Akulah guru SD itu; yang
memberantas buta huruf;
memperkenalkan bocah-bocah itu
pada huruf dan angka, agar kelak
mereka bisa menghitung, supaya
mereka tidak dibodohi orang
lain.‖ (Marewo, 2000: 56).
―Namaku Riska dan akan tetap
saja Riska; kakak dari puluhan
orang bocah, teman bermain
orang-orang sejawat, saudara
setiap manusia.‖ (Marewo, 2000:
56).
Tokoh Riska yang merepresentasi
ideologi sosialisme berharap akan
adanya derajat dan pemerataan bagi
setiap manusia tanpa memandang
kelas sosial mereka. Riska berusaha
mewujudkannya dengan menjadi
guru bagi anak-anak di lembah,
menjadi kawan yang merangkul
semua penduduk di lembah itu,
bahkan mengobati mereka yang sakit
tanpa imbalan sepeser pun.
Tokoh Tambor juga
merupakan representasi ideologi
sosialisme. Sebagai pemuda yang
membangun permukiman baru di
lembah, ia membebaskan siapa saja
untuk hidup bersama di lembah.
Tanpa pandang bulu Tambor
mewujudkan kesamarataan bagi
semua penduduk lembah,
membangun gotong-royong di antara
penduduk, dan peduli betapa
pentingnya pendidikan bagi anak-
anak kecil penghuni lembah.
―Tak ada orang asing di tempat
ini, siapapun mereka dan dari
mana pun mereka berasal, sebab
lembah ini adalah negeri kita
sendiri. Dalam hati kita bersatu.
Dalam perbuatan kita bersatu.
Dalam darah kita pun bersatu.
Siapa saja layak hidup di sini.
Setiap jiwa yang ada di sini layak
hidup bahagia. Persediaan pangan
yang sudah ada lebih dari cukup.
Sehingga kita dapat bertahan
untuk beberapa bulan
mendatang.‖ (Marewo, 2000: 41).
―Kita mesti mendirikan sebuah
tempat di mana anak-anak kecil
itu bisa memperoleh pendidikan
dengan sebaik-baiknya, sebab kita
semua percaya bahwa kebodohan
merupakan pangkal penderitaan.‖
(Marewo, 2000: 42).
Selain Tambor dan Riska,
tokoh lain yang merupakan
representasi ideologi sosialisme
adalah Bahar. Berikut kutipan yang
dikatakan tokoh Tambor mengenai
Bahar.
―Tapi yang jelas, apa yang telah
kita bangun di lembah ini harus
tetap diteruskan. Untuk itu,
peranan bahar sangat penting. Dia
punya etos kerja. Dan dia punya
Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 41
pengetahuan yang cukup. Dialah
pemuda yang bakal menjadi
pemimpin di lembah ini.‖
(Marewo, 2000: 70).
Bahar adalah seorang remaja yang
menjadi pendatang pertama di
lembah bersama dengan ibunya. Ia
tumbuh menjadi pemuda yang baik
dan santun, ia rela membangun
peradaban di lembah tanpa pamrih
demi mencapai kemakmuran bagi
penduduk lembah. Bahar selalu
berharap meski negeri ini sedang
dalam masa krisis, tetapi penduduk
lembah paling tidak mendapatkan
haknya untuk hidup dengan aman
dan nyaman.
Ideologi Kapitalisme
Kapitalisme berasal dari kata capital
yang artinya modal. Kapitalisme
merupakan suatu paham yang
meyakini bahwa pemilik modal
dapat melaksanakan usahanya untuk
meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Kapitalisme memiliki anggapan
bahwa modal merupakan satu-
satunya unsur untuk perkembangan
pertumbuhan ekonomi. Pengikut
kapitalisme menganggap bahwa
modal dapat menghasilkan lebih
banyak kekayaan. Oleh karena itu,
kapitalisme juga identik dengan
materialisme (Winardi, 1986: 52).
Kapitalisme pada novel JMB
direpresentasikan oleh tokoh Pak
Karun. Pak Karun digambarkan
sebagai manusia yang serakah dan
ambisius dalam mendapat
keuntungan yang lebih banyak dari
hasil panen para penduduk lembah.
Agar mendapat keuntungan yang
lebih besar, Pak Karun pun berusaha
mengeluarkan modal sekecil-
kecilnya, yaitu dengan mencuri hasil
panen para penduduk yang berupa
jagung dan singkong kemudian
memfermentasikannya menjadi
minuman keras dan menjualnya ke
kota.
―Di kota harga minuman keras
sangatlah mahal. Kita nggak perlu
sok bermoral. Sekarang adalah
kesempatan emas bagi kita buat
membikin uang sebanyak-
banyaknya.‖ (Marewo, 2000: 80).
Pak Karun sudah sejak lama
mengambil hasil panen para
penduduk dari lumbung
penyimpanan. Ia membawanya
menggunakan kuda menuju tempat
persembunyian, lalu bersama dengan
beberapa pekerja dari kota, mereka
melakukan aksi jahatnya. Hal yang
dipikirkan oleh Pak Karun hanyalah
tentang bagaimana ia mendapatkan
uang sebanyak-banyaknya, ia tak
memikirkan kerugian yang dialami
oleh penduduk lembah.
Ideologi Teisme
Teisme adalah kepercayaan terhadap
Tuhan yang mencipta dan
memelihara alam semesta, serta
menentukan hidup dan mati manusia.
Material dari ideologi ini adalah
ajaran agama yang dianut oleh
seorang individu. Penganut ideologi
ini meyakini sepenuhnya akan
keberadaan Tuhan sebagai pencipta
alam semesta dan pemilik jagad raya
(Tambayong, 2013: 305).
Ideologi teisme dimiliki oleh
Bu Bahar. Ia adalah salah seorang
penduduk yang beragama dan
percaya akan kehadiran Tuhan. Ia
selalu mengingat Tuhan dalam setiap
tindakan dan perilakunya. Hal ini
terlihat dari kutipan dalam novel
berikut.
―Terima kasih, Nak. Rupanya
Tuhan masih memberikan
42 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020
kebaikan bagi hamba-hamba-Nya
yang mau berusaha.‖ (Marewo,
2000: 27).
―Semoga Tuhan senantiasa
menyertai kalian, Nak.‖ (Marewo,
2000: 94).
Pak Soleh juga adalah salah satu
tokoh agamis dalam novel JMB. Ia
adalah seorang imam masjid yang
menjadi tempat persinggahan
Tambor setelah kepergiannya dari
lembah. Pak Soleh adalah orang
yang taat dalam beribadah dan
menjalankan perintah Allah.
―Tiap hari Pak Soleh berpuasa,
dan setiap hari pula ia berbuka
dan makan sahur seadanya.‖
(Marewo, 2000: 114).
―Laki-laki tua yang selalu
bersarung dan berpeci hitam.
Malam yang remang ia duduk
khusuk di dalam masjid.‖
(Marewo, 2000: 114).
Selain kedua tokoh ini, Tambor juga
termasuk tokoh yang mencerminkan
ideologi teisme. Setelah
kepergiannya dari lembah, Tambor
menjadi muazin di masjid tempat
Pak Soleh berada. Tambor
membersihkan semua penjuru
masjid, mengecat kembali tembok-
tembok masjid, mengganti lampu
yang rusak dan memperbaiki atapnya
yang bocor.
―Tak ada paksaan beragama, Pak.
Selain beribadah, kita tak punya
kepentingan apa-apa. Bukankah
di hadapan Tuhan masing-masing
orang mempertanggungjawabkan
dirinya sendiri?‖ (Marewo, 2000:
124).
―Tak ada kebahagiaan bagi
seorang muslim bila dia tidak
menghambakan diri kepada
Tuhan.‖ (Marewo, 2000: 127).
Ideologi teisme menjadi dasar
bagi para penganutnya untuk
menjalani kehidupan di dunia.
Penganut ideologi ini sadar bahwa
mereka adalah makhluk ciptaan
Tuhan. Mereka menyerahkan
sepenuhnya hidup dan mati mereka
pada Tuhan. Penganut ideologi
teisme mengingat dan mematuhi
perintah Tuhan dengan selalu
beribadah sesuai agama yang
dianutnya.
Ideologi Humanisme
Ideologi humanisme adalah
pandangan yang menekankan
martabat manusia dan
kemampuannya. Manusia
bermartabat luhur, mampu
menentukan nasib sendiri, dan punya
kekuatan untuk mengembangkan
diri. Humanisme beranggapan
manusia memiliki nilai yang sama
dan mengajarkan untuk
memanusiakan manusia, melalui
nilai peri kemanusiaan (Hadi, 2012:
10).
Tokoh Riska adalah
representasi humanisme. Untuk
menyelesaikan kekacauan yang
terjadi di lembah, Tambor
memutuskan untuk membunuh Pak
Karun. Namun, Riska sangat tidak
setuju dengan keputusan ini.
―Seharusnya Pak Karun tak usah
di bunuh.‖ (Marewo, 2000: 88).
―Dia pun manusia seperti kita-kita
juga, yang punya hak hidup
seperti siapa saja. Tapi karena dia
penjahat, maka ruang geraknya
saja yang diperkecil.‖ (Marewo,
2000: 89).
Selain Riska, tokoh lain dengan
ideologi humanisme adalah Arman.
Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 43
Berikut kutipan dialog yang
disampaikan tokoh Arman.
―Kejahatan yang dilakukan oleh
mertua saya adalah penindasan
terhadap harkat dan martabat
manusia. Dia merampas hak
orang lain semau dia. Dia
menggunakan kebesaran dan
kekuatannya untu menakut-nakuti
dan menekan orang lain. Dia
menciptakan minuman keras,
meracuni anak-anak bangsa,
membikin laba dari kejahatannya
tanpa memperdulikan kondisi
bangsa kita yang sedang
sengsara.‖ (Marewo, 2000: 90).
Para tokoh dengan ideologi
humanisme dalam novel ini hampir
semua tindakan dalam kehidupannya
didasari pada nilai yang
menempatkan manusia sebagaimana
hakikat manusia. Mereka
mengutamakan nilai-nilai
kemanusiaan dalam melakukan
segala hal dan berelasi dengan orang
lain.
Ideologi Romantisme
Romantisme adalah pandangan yang
lebih mementingkan unsur emosi
daripada pikiran (Thabroni, 2019: 3).
Tokoh Nana adalah representasi dari
ideologi romantisme. Nana adalah
gadis cantik yang juga menjadi
pendatang di lembah. Selama
hidupnya di lembah, Nana rupanya
menaruh perasaan kepada Tambor,
semakin hari perasaan itu tak dapat
lagi dibendungnya. Nana mengetahui
bahwa Riska sepertinya juga
menyukai Tambor, dan ia pun juga
sadar jika Bahar mencintai dirinya,
tetapi yang disukai oleh Nana
hanyalah Tambor seorang.
―Nana merangkul tubuh Tambor
erat-erat. Diciumnya punggung
laki-laki itu seakan-akan mereka
tak akan berjumpa lagi.‖
(Marewo, 2000: 71).
―Saya bicara sesungguhnya,
Bahar. Bila bukan karena
Tambor, saya tak akan menikah
denganmu. Bila bukan karena
Tambor, lembah ini sudah kutukar
dengan uang sekian dolar.‖
(Marewo, 2000: 122).
Meski Nana akhirnya menikah
dengan Bahar, tetapi ia tidak dapat
mencintainya dengan setulus hati,
karena dalam hatinya hanya ada
Tambor.
Formasi Ideologi dalam Novel
Jangan Menangis Bangsaku
Beberapa ideologi yang terdapat
dalam novel JMB mengandung
susunan yang berhubungan dan tidak
dapat dipisahkan antara satu dan
yang lainnya. Ideologi yang dimiliki
oleh para tokoh tersebut saling
berelasi satu sama lain. Relasi
tersebut dapat berupa hubungan
pertentangan atau kontradiktif,
korelatif, maupun subordinatif.
Susunan ideologi yang bersifat
kontradiktif, korelatif, dan
subordinatif tersebut yang kemudian
disebut dengan formasi ideologi.
Dalam hal ini, formasi ideologi tidak
hanya membahas mengenai ideologi
yang ada dan dominan dari seorang
tokoh, tetapi juga membahas
hubungan antarideologi.
Hubungan kontradiktif
ideologi dalam novel JMB
ditunjukkan oleh pertentangan antara
ideologi kapitalisme dan ideologi
sosialisme. Hubungan pertentangan
ini muncul dalam konflik antara Pak
Karun dan Tambor serta Bahar. Pak
Karun mengambil hasil panen
penduduk lembah dan
44 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020
menjadikannya sebagai modal untuk
usahanya membuat minuman keras
dan menjualnya ke kota, Pak Karun
hanya memirkan bagaimana cara
mendapat keuntungan sebanyak-
banyaknya. Tambor dan Bahar
tentunya sangat menentang usaha
yang dilakukan oleh Pak Karun,
karena selain merugikan para
penduduk lembah, memproduksi
minuman keras juga bukanlah bisnis
yang bagus. Pada masa krisis seperti
ini minuman keras hanya akan
menambah rusaknya moral anak
bangsa.
Hubungan korelatif ideologi-
ideologi dalam novel ini ditunjukkan
oleh ideologi teisme yang berelasi
dengan ideologi humanisme.
Ideologi teisme merupakan
pandangan yang percaya akan
Tuhan. Dalam ajaran agama, setiap
manusia yang hidup di dunia ini
haruslah saling menolong, peduli
kepada sesama manusia yang
lainnya. Sama halnya dengan
pandangan humanisme yang sangat
menjunjung tinggi peri kemanusiaan.
Hubungan subordinatif
ideologi ditunjukkan dengan
dipengaruhinya kehidupan penduduk
lembah oleh ideologi dominan, yaitu
sosialisme yang membawahi ideologi
nasionalisme. Dalam semua
peristiwa yang terjadi pasti
melibatkan ideologi nasionalisme
dan sosialisme. Ideologi
nasionalisme ini mendukung ideologi
sosialisme demi mewujudkan
kehidupan bernegara yang adil dan
makmur.
Tidak hanya ideologi yang
memiliki formasi, tetapi para tokoh
yang memiliki lebih dari satu
ideologi juga memiliki formasi
ideologinya. Dari semua ideologi
yang dimiliki oleh tokoh-tokoh
tersebut terdapat satu ideologi yang
dominan. Tokoh Tambor memiliki
ideologi nasionalisme, sosialisme,
dan juga teisme. Ideologi dominan
yang dimiliki Tambor adalah
sosialisme. Adapun tokoh Riska
memiliki ideologi nasionalisme,
sosialisme, dan juga humanisme.
Ideologi dominan yang dimiliki
Riska adalah nasionalisme. Ideologi
dominan pada tokoh Bahar adalah
sosialisme, ideologi dominan tokoh
Arman adalah humanisme, ideologi
dominan tokoh Pak Karun adalah
kapitalisme, sedangkan ideologi
dominan Bu Bahar dan Pak Soleh
adalah teisme, dan Nana memiliki
ideologi dominan romantisme.
Berdasarkan uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa setiap
ideologi pasti memiliki relasi dengan
ideologi lainnya, entah itu
pertentangan ataupun korelatif.
Ideologi-ideologi tersebut berperan
untuk saling melengkapi maupun
saling bertentangan satu sama lain.
Selain itu, juga terdapat formasi
ideologi yang dimiliki oleh para
tokoh. Setiap tokoh memiliki
ideologi dominan yang berperan
dalam membangun alur cerita pada
sebuah novel.
Negosiasi dalam Novel Jangan
Menangis Bangsaku
Pada novel JMB terdapat relasi
antarideologi yang menyebabkan
terjadinya negosiasi. Untuk
mencapai hegemoni, dibutuhkan juga
negosiasi ideologi yang dapat terjadi
melalui peristiwa dan dialog
antartokoh, serta melalui perenungan
diri sendiri.
Negosiasi Tambor, Bahar, dan
Arman
Dalam novel JMB tokoh Tambor dan
Bahar merupakan representasi
ideologi sosialisme. Tambor selalu
berelasi dengan para penduduk
lembah, salah satunya adalah Arman.
Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 45
Hubungan kedua tokoh ini juga
merupakan relasi dua ideologi, yaitu
sosialisme dan humanisme. Kedua
relasi ideologi ini mengisyaratkan
adanya negosiasi dan upaya
hegemoni antara yang dominan
terhadap yang subaltern.
Dalam novel JMB
humanisme digambarkan
terhegemoni oleh sosialisme. Hal itu
tampak ketika Tambor dan Bahar
mampu mengubah pemikiran Arman
menjadi sepemikiran dengan mereka,
dan Arman menerima itu dengan
ikhlas dan memandangnya sebagai
sesuatu yang realistis.
―Orang tua itu harus dihukum.
Kelaparan dan kemiskinan masih
segar dalam ingatan kita semua.
Bagaimana tega dia membuat
alcohol, membikin laba dari
sesuatu yang menghancurkan
bangsanya sendiri? Tembak saja
orang itu Bahar.‖ (Marewo, 2000:
84).
Kutipan tersebut menunjukkan
bahwa Arman sependapat dengan
Tambor dan Bahar bahwa Pak Karun
meskipun ia adalah mertuanya
sendiri pantas untuk dihukum karena
telah mengambil keuntungan dari
penduduk lembah. Tujuan utama
sosialisme adalah mewujudkan
adanya kesamaan dan pemerataan
dalam menjalani hidup. Pak Karun
merupakan seorang kapitalis yang
menurut Tambor dan Bahar sudah
sepantasnya dihukum, karena jika
tidak, perbuatannya pasti akan
terulang kembali. Dalam konteks
tersebut, Arman yang seorang
humanis setuju untuk menghukum
Pak Karun dengan menembaknya.
Dapat dikatakan pula bahwa Arman
telah terhegemoni oleh Tambor dan
Bahar. Sosialisme adalah ideologi
yang dominan dan mampu
menghegemoni humanisme yang
dimiliki oleh kelas subaltern. Arman
memilih bersikap demokratis ketika
menghadapi Tambor dan Bahar.
Negosiasi Riska dan Tambor
Hubungan antara Riska dan Tambor
menunjukkan relasi sosialisme dan
nasionalisme. Ideologi sosialisme
dan nasionalisme didalamnya juga
terdapat negosiasi dan upaya saling
menghegemoni. Riska dan Tambor
terkadang mempunyai perbedaan
pendapat pada suatu hal, bahkan
cenderung konfrontatif. Pada suatu
saat keduanya terlibat pertentangan
terkait cara pandang pada suatu
permasalahan.
Nasionalisme adalah ajaran
untuk mencintai bangsa dan negara,
sedangkan sosialisme adalah
pandangan adanya kesamaan dan
kesederajatan dalam menjalani
hidup. Dalam novel tersebut Riska
mengajak Tambor untuk ikut
bersamanya ke Jakarta. Kota Jakarta
yang sekarang penuh kerusuhan dan
demonstrasi menurut Riska menjadi
bukti rasa kesetiaan Tambor pada
negara ini. Namun, Tambor memilih
untuk tetap berhenti di kota T untuk
membangun kembali desa yang telah
mati. Pada akhirnya, Riska kembali
pergi dari Jakarta dan mencari
Tambor untuk membantunya.
Begitu pula ketika mereka
pertama kali bertemu, Riska dengan
tanpa pamrih selalu bergotong-
royong bersama dengan Tambor
untuk membuat kehidupan yang
layak dan adil di lembah. Hal ini
membuktikan bahwa Riska telah
terhegemoni oleh sosialisme
Tambor. Rasa simpati antarindividu
tanpa memandang status tumbuh
begitu saja dalam benak Riska.
Nasionalisme pada realisasinya akan
dijalankan oleh beberapa kaum
46 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 1, Mei 2020
petinggi negara untuk kepentingan
partai tertentu. Dalam novel ini
digambarkan bahwa sosialisme
adalah pandangan yang tepat demi
terciptanya kesederajatan dan
pemerataan dalam menjalani hidup.
Negosiasi Tambor dan Nana
Relasi antara Tambor dan Nana
dapat dianggap sebagai relasi antara
sosialisme dan romantisme. Tokoh
Nana yang menyukai Tambor pada
akhirnya dapat menerima bahwa
Tambor tidak dapat menerima
cintanya. Tambor harus terus
melanjutkan perjalanannya dan tidak
dapat tinggal selamanya di lembah.
―Bila orang seperti mereka yang
akan menguasai lembah ini, maka
apa yang telah kita bangun tak
akan punya arti apa-apa karena
mereka yang rakus itu hanya
mementingkan diri sendiri.
Karena itu kumohon padamu
dampingilah Bahar, anak yang tak
punya ayah itu. Dia anak baik
Nana. Berbuatlah sebagai ibu
yang baik buat lembah ini, sebab
apa yang dibutuhkannya hanyalah
cinta.‖ (Marewo, 2000: 72).
Nana pada akhirnya menikah dengan
Bahar. Sepeninggalan Tambor, ia
menggantikan posisi Riska menjadi
guru bagi anak-anak lembah,
menolong para penduduk lembah
yang sakit dan membantu pertanian
para penduduk. Humanisme adalah
pandangan manusia dengan manusia,
dalam relasi sosialisme dan
romantisme, humanisme berperan
sebagai mediator atau negosiator
antara keduanya. Sosialisme adalah
ideologi dominan yang mampu
menghegemoni romantisme dengan
negosiator ideologi humanism. Nana
mengesampingkan emosinya dan
tanpa disadari ia menjalani hidupnya
demi kemakmuran kehidupan di
lembah.
SIMPULAN
Analisis terhadap novel Jangan
Menangis Bangsaku karya N.
Marewo menghasilkan dua hal
penting, yaitu ideologi dan formasi
negosiasi.
Berdasarkan identifikasi
formasi ideologi ditemukan enam
ideologi dalam novel ini. Ideologi-
ideologi tersebut adalah
nasionalisme, sosialisme,
kapitalisme, teisme, humanisme, dan
romantisme. Setiap ideologi
memiliki fungsi dan perannya
masing-masing dalam menyusun alur
cerita dalam novel JMB.
Ideologi-ideologi yang muncul
dalam novel memiliki hubungan
yang membentuk formasi ideologi.
Hubungan-hubungan tersebut
bersifat kontradiktif, korelatif, dan
subordinatif. Hubungan kontradiktif
ditunjukkan oleh sosialisme yang
bertentangan dengan kapitalisme.
Pertentangan ini muncul pada
masalah Pak Karun yang
mendapatkan keuntungan dari
mengambil hasil panen penduduk
lembah. Hubungan korelatif
ditunjukkan oleh ideologi teisme
yang berelasi dengan ideologi
humanisme. Korelasi kedua ideologi
ini terletak pada pandangan terhadap
peri kemanusiaan, menekankan
martabat manusia dan
kemampuannya. Hubungan
subordinatif ditunjukkan oleh
dominasi ideologi sosialisme dan
subordinasi ideologi nasionalisme,
humanisme terhadap ideologi
dominan. Hubungan subordinatif
antarideologi tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat dalam novel
Jangan Menangis Bangsaku
bergerak di bawah ideologi dominan,
yaitu sosialisme.
Formasi Ideologi dan Negosiasi dalam Novel...(Destyanisa Tazkiyah) 47
Ideologi-ideologi yang
direpresentasikan para tokoh saling
berelasi dan memunculkan ideologi
dominan di dalam formasi ideologi.
Ideologi dominan yang dimiliki
Tambor adalah sosialisme. Ideologi
dominan yang dimiliki Riska adalah
nasionalisme. Ideologi dominan pada
tokoh Bahar adalah sosialisme.
Ideologi dominan tokoh Arman
adalah humanisme. Ideologi
dominan tokoh Pak Karun adalah
kapitalisme, ideologi dominan Bu
Bahar dan Pak Soleh adalah teisme,
sedangkan Nana memiliki ideologi
dominan romantisme.
Analisis terhadap negosiasi
ideologi yang terdapat dalam novel
JMB menunjukkan bahwa negosiasi
dalam novel ini terjadi melalui
peristiwa maupun dialog
antartokohnya. Negosiasi terjadi
antara Tambor, Bahar, dan Arman;
Riska dan Tambor; Tambor dan
Nana. Negosiasi-negosiasi tersebut
menunjukkan adanya dialektika yang
membagi ideologi-ideologi. Ideologi
yang termasuk ke dalam kelompok
dominan adalah sosialisme yang
bernegosiasi dengan ideologi
subaltern lainnya dan membentuk
suatu hegemoni.
DAFTAR PUSTAKA
Abercrombie, Nicholas, etc. 2010.
Kamus Sosiologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Binanto. Sugiarto Tri. 2010. ―Kritik
Sosial dalam Novel Jangan
Menangis Bangsaku‖. Tesis.
Universitas Sebelas Maret.
Gramsci, Antonio. 2013. Prison
Notebooks: Catatan-Catatan
dari Penjara. Terjemahan oleh
Teguh Wahyu Utomo dari
Selections from the Prison
Notebooks. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hadi, Sumasno. 2012. ―Konsep
Humanisme Yunani Kuno dan
Perkembangannya dalam
Sejarah Pemikiran Filsafat‖
dalam Jurnal Filsafat: Volume
22, Nomor 2: 107–119.
Yogyakarta: UGM.
Ibadurrohman. 2016. ―Formasi
Ideologi dalam Novel Zuqaq
Al-Midaq Karya Najib
Mahfuz: kajian Hegemoni
Gramsci. Tesis. Universitas
Gadjah Mada.
Marewo, N. 2000. Jangan Menangis
Bangsaku. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi
Sastra: Sebuah Pemahaman
Awal. Malang: Bayu Media.
Tambayong, Yapi. 2013. Kamus
Isme-Isme. Bandung: Nusa
Cendekia.
Thabroni, Gamal. 2019. "Aliran
Romantisisme–Pengertian,
Sejarah, Tokoh &
Contoh".https://serupa.id/aliran
-
romantisisme/#.XdyWZegzaU
k. diunduh pada tanggal 13
November 2019.
Wanandi, Jusuf. 2015. Menyibak
Tabir Orde Baru. Jakarta:
Kompas Penerbit Buku.
Wardaya, Baskara. 2002.
―Nasionalisme Universal:
Menjawab Ajakan ―Pasca-
Nasionalis‖-nya Romo
Mangun‖ dalam Jurnal Iman,
Ilmu, Budaya: Volume 3.
Winardi. 1986. Kapitalisme Versus
Sosialisme. Bandung: Remaja
Karya.