103
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG MENGANDUNG VERAPAMIL HIDROKLORIDA SKRIPSI RHESA RAMADHAN 1111102000068 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA APRIL 2015

FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI DAN KARAKTERISASI

TRANSFERSOM YANG MENGANDUNG

VERAPAMIL HIDROKLORIDA

SKRIPSI

RHESA RAMADHAN

1111102000068

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

APRIL 2015

Page 2: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI DAN KARAKTERISASI

TRANSFERSOM YANG MENGANDUNG

VERAPAMIL HIDROKLORIDA

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

RHESA RAMADHAN

1111102000068

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

APRIL 2015

Page 3: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

iii

Page 4: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

iv

Page 5: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

v

Page 6: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

vi

ABSTRAK

Nama : Rhesa Ramadhan

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi dan Karakterisasi Transfersom yang

Mengandung Verapamil Hidroklorida

Transfersom merupakan sistem penghantaran obat berbasis fosfolipid, surfaktan,

dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal. Transfersom

diformulasikan untuk dapat memperbaiki penetrasi verapamil hidroklorida dalam

menembus membran kulit. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula

transfersom yang mengandung verapamil hidroklorida yang dapat meningkatkan

laju penetrasi verapamil hidroklorida melalui membran kulit. Transfersom dibuat

dalam tiga formula, dengan perbandingan konsentrasi antara soya

phosphatidylcholine:tween 80 untuk F1, F2, dan F3 secara berurutan adalah

75:25; 85:15; dan 95:5. Transfersom yang dihasilkan dikarakterisasi ukuran

partikel dan efisiensi penjerapannya. Formula dengan karakteristik terbaik dibuat

menjadi sediaan gel dan diuji kemampuan penetrasinya. Hasil yang diperoleh

menunjukan bahwa F1 memiliki karakteristik terbaik dengan ukuran partikel

83,86 nm dan efisiensi penjerapan 98,5157±0,0016%, serta jumlah kumulatif

verapamil hidroklorida terpenetrasi 861,0263±1,885 μg/cm2 dengan fluks

107,628±0,214 μg.cm-2

.jam-1

, meningkat dibandingkan kontrol dengan jumlah

kumulatif verapamil hidroklorida terpenetrasi 610,303±1,718 μg/cm2

dengan fluks

76,287±0,235 μg.cm-2

.jam-1

.

Kata kunci : Transdermal, transfersom, verapamil hidroklorida

Page 7: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

vii

ABSTRACT

Name : Rhesa Ramadhan

Study Program : Bachelor of Pharmacy

Title : Formulation and Characterization of Verapamil

Hydrochloride Loaded Transfersome

Transfersome is a drug delivery system, composed by phospholipid, surfactant,

and water which can improve penetration of transdermal drug delivery system.

Transfersome were formulated to improve the penetration of verapamil

hydrochloride through the skin membrane. The aims of this study were to obtain

formula of verapamil hydrochloride loaded transfersome which can improve

penetration of verapamil hydrochloride through the skin. Transfersom were

formulated by three formulas with the ratio concentration of soya

phosphatidylcholine:tween 80 for F1, F2, and F3 were 75:25; 85:15; and 95:5,

respectively. The result was characterized for particle size and entrapment

efficiency. A formula which show the best characterization was made into gel and

the penetration ability was evaluated. The result showed that F1 has the best

characterization which has particle size of 83.86 nm and the entrapment efficiency

were 98.5157±0.0016%, and the cumulative penetrated verapamil hydrochloride

were 861,0263±1,885 μg/cm2 and the flux were 107.628±0.214 μg.cm

-2.hours

-1

increased from the control which showed the cumulative penetrated verapamil

hydrochloride were 610,303±1,718 μg/cm2

and the flux were 76,287±0,235

μg.cm-2

.hours-1

Keywords : Transdermal, transfersome, verapamil hydrochloride

Page 8: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan

skripsi yang berjudul “Formulasi dan Karakterisasi Transfersom yang

Mengandung Verapamil Hidroklorida” bertujuan untuk memenuhi persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan (FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan Afriani Rahma, M.Farm., Apt., selaku

dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga,

saran, dan dukungan dalam penelitian ini.

2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi dan

Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak motivasi, bantuan,

serta ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Nelly Suryani, Ph.D., Apt., dan Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt., selaku dewan

penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan dukungan

dalam penelitian ini.

5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas

ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Kedua orang tua, ayahanda tersayang Nugroho Dadi Santoso dan ibunda

tercinta Rosalina yang selalu memberikan kasih sayang, doa yang tak pernah

terputus dan dukungan baik moril maupun materil. Tak ada satu hal pun di

Page 9: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

ix

dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta, dan kasih sayang yang

telah kalian berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu memberikan

keberkahan, kesehatan, keselamatan, perlindingan, cinta, dan kasih sayang

kepada kedua orang tua penulis tercinta.

7. Kedua kakakku tersayang Garry Ramdhany, B.Sc., dan Hendy Utomo, MBA,

dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa, semangat, dan

dukungan hingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

8. Seluruh keluarga besar Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberikan kesempatan, dan kemudahan untuk melakukan penelitian

serta dukungan yang amat besar.

9. Muhammad Reza, Aziz Iqbal Iraqia, dan Muhammad Haidar Ali atas segala

pengertian, semangat, perhatian, dan bantuannya.

10. Fio Noviany, Rianisa Karunia Dewi, serta teman-teman Program Studi

Farmasi Angkatan 2011 yang telah member banyak semangat dan

kebersamaannya, terimakasih atas kerjasama dalam penelitian ini.

11. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun

penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada

khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas

segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian

ini.

Ciputat, 9 April 2015

Penulis

Page 10: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

x

Page 11: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

xi

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v

ABSTRAK ..................................................................................................... vi

ABSTRACT .................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 3

1.5. Hipotesis ..................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit ..................................................... 4

2.2. Sistem Penghantaran Obat Melalui Kulit .................................. 6

2.2.1. Mekanisme Absorpsi Obat Melalui Kulit ........................ 6

2.2.2. Teori Difusi...................................................................... 7

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat Melalui Kulit 9

2.3. Verapamil Hidroklorida ............................................................. 11

2.4. Transfersom ............................................................................... 12

2.5. Komponen Pembentuk Sistem Transfersom .............................. 19

2.5.1. Fosfatidilkolin .................................................................. 19

2.5.2. Tween 80 ......................................................................... 19

2.5.3. Etanol ............................................................................... 20

2.5.4. Phosphate buffered saline ............................................... 21

2.6. Persen Efisiensi Penjerapan ....................................................... 21

2.7. Ukuran Partikel, Distribusi Ukuran Partikel, dan Indeks

Polidispersitas ........................................................................... 21

2.8. Gel Transdermal ....................................................................... 22

2.9. Preformulasi Gel Transdermal................................................... 23

Page 12: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

xii

2.9.1. Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) ......................... 23

2.9.2. Gliserin ............................................................................ 23

2.9.3. Propilen Glikol ................................................................ 24

2.9.4. Metil Paraben .................................................................. 25

2.9.5. Propil Paraben ................................................................. 25

2.9.6. Natrium Metabisulfit ....................................................... 26

2.9.7. Aquadest .......................................................................... 26

2.10. Franz Diffusion Cell .................................................................... 26

2.11. Spektrofotometer UV-Vis ........................................................... 28

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 30

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 30

3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 30

3.2.1. Alat .................................................................................. 30

3.2.2. Bahan ............................................................................... 30

3.3. Prosedur Penelitian .................................................................... 31

3.3.1. Formula Transfersom ...................................................... 31

3.3.1.1. Pembuatan Larutan Buffer Fosfat Saline pH 7,3 31

3.3.1.2. Pembuatan Transfersom dengan Metode Hidrasi

Lapis Tipis ......................................................... 31

3.3.2. Pengukuran Ukuran Partikel ........................................... 32

3.3.3. Pengukuran Efisiensi Penjerapan .................................... 32

3.3.4. Preparasi dan Pengujian Kadar Verapamil Hidroklorida 33

3.3.4.1. Preparasi Standar ............................................... 33

3.3.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Optimum ......... 33

3.3.4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi ............................... 33

3.3.4.4. Pengukuran Sampel ........................................... 33

3.3.5. Formula Gel .................................................................... 34

3.3.6. Pembuatan Gel Transfersom Verapamil Hidroklorida ... 34

3.3.7. Evaluasi Gel Transfersom Verapamil Hidroklorida ....... 35

3.3.7.1. Pemeriksaan Organoleptis Gel ......................... 35

3.3.7.2. Uji Homogenitas Gel ........................................ 35

3.3.7.3. Pengukuran pH Gel .......................................... 35

3.3.7.4. Pengukuran Viskositas Gel ............................... 35

3.3.8. Penyiapan Kulit Tikus ..................................................... 36

3.3.9. Uji Kemampuan Difusi Zat Aktif ................................... 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 37

4.1. Formulasi Transfersom ............................................................. 37

4.2. Karakterisasi Transfersom Verapamil Hidroklorida ................ 40

4.2.1. Organoleptis .................................................................... 40

4.2.2. Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel .......................... 41

4.2.3. Pengukuran Efisiensi Penjerapan ................................... 41

4.2.3.1. Pembuatan Spektrum Serapan Kurva

Kalibrasi Verapamil Hidroklorida dalam

Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2 ............ 41

4.2.3.2. Penentuan Jumlah Verapamil Hidroklorida

Page 13: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

xiii

yang Tidak Terjerap Transfersom .................... 42

4.3. Formulasi Gel ............................................................................ 42

4.4. Karakterisasi Gel ....................................................................... 43

4.4.1. Pengamatan Organoleptis ............................................... 43

4.4.2. Pengujian Homogenitas .................................................. 44

4.4.3. Pengukuran Derajat Keasaman (pH) .............................. 44

4.4.4. Pengukuran Viskositas ................................................... 45

4.5. Uji Kemampuan Difusi Zat Aktif .............................................. 45

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 51

5.1. Kesimpulan ................................................................................ 51

5.2. Saran .......................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52

LAMPIRAN .................................................................................................... 59

Page 14: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1. Anatomi Kulit ....................................................................... 4

Gambar 2.2. Lapisan Epidermis Kulit ....................................................... 5

Gambar 2.3. Jalur Absorbsi Obat Melalui Kulit ........................................ 6

Gambar 2.4. Mekanisme Absorbsi Obat Melalui Kulit ............................. 7

Gambar 2.5. Verapamil Hidroklorida ........................................................ 11

Gambar 2.6. Struktur Transfersom ............................................................ 13

Gambar 2.7. Elastisitas Transfersom ......................................................... 16

Gambar 2.8. Soybean Derived Phosphatidylcholine ................................. 19

Gambar 2.9. Tween 80 .............................................................................. 20

Gambar 2.10. Struktur Kimia HPMC .......................................................... 23

Gambar 2.11. Struktur Kimia Gliserin ........................................................ 24

Gambar 2.12. Struktur Kimia Propilen Glikol ............................................ 24

Gambar 2.13. Struktur Kimia Metil Paraben ............................................... 25

Gambar 2.14. Struktur Kimia Propil Paraben ............................................. 26

Gambar 2.15. Struktur Kimia Natrium Metabisulfit .................................... 26

Gambar 2.16. Franz Diffusion Cell ............................................................. 27

Gambar 4.1. Dispersi Transfersom Verapamil Hidroklorida .................... 40

Gambar 4.2. Pengamatan Organoleptis Gel .............................................. 44

Gambar 4.3. Jumlah Kumulatif Verapamil Hidroklorida yang

Terpenetrasi Per Satuan Luas Membran .........................................................

Gambar 4.4. Persentase Jumlah Kumulatif Verapamil Hidroklorida

yang Terpenetrasi dari Gel Selama 8 Jam ......................................................

48

48

Page 15: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

xv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 3.1. Formula Transfersom Hidroklorida.............................................. 31

Tabel 3.2. Formula Gel .................................................................................. 34

Tabel 4.1. Data Distribusi Ukuran Partikel dan Indeks Polidispersitas

Transfersom Verapamil Hidroklorida ......................................... 41

Tabel 4.2. Efisiensi Penjerapan Transfersom Verapamil Hidroklorida ....... 42

Page 16: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Alur Penelitian ........................................................................ 59

Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian ......................................... 60

Lampiran 3. Gambar Hasil Pembentukan Lapis Tipis ................................ 61

Lampiran 4. Gambar Uji Kemampuan Difusi Zat Aktif ............................. 61

Lampiran 5. Scanning Panjang Gelombang MaksimumVerapamil

Hidroklorida dalam Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2.... 62

Lampiran 6. Data Absorbansi Kurva Standar Verapamil Hidroklorida

dalam Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2 ........................ 63

Lampiran 7. Kurva Kalibrasi Verapamil Hidroklorida dalam Phosphate

Buffered Saline pH 7,3±0,2 ..................................................... 63

Lampiran 8. Kurva Distribusi Ukuran Partikel ........................................... 64

Lampiran 9. Data Efisiensi Penjerapan Transfersom Verapamil

Hidroklorida ............................................................................ 67

Lampiran 10. Data Hasil Uji Penetrasi Verapamil Hidroklorida dalam

Larutan Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2 dari Gel

Verapamil Hidroklorida dan Gel Transfersom Verapamil

Hidroklorida ............................................................................ 67

Lampiran 11. Data Persentase Kumulatif Verapamil Hidroklorida

Terpenertasi dari Gel Verapamil Hidroklorida dan Gel

Transfersom Verapamil Hidroklorida Berdasarkan Uji

Penetrasi Selama 8 Jam ........................................................... 68

Lampiran 12. Data Hasil Jumlah Kumulatif Verapamil Hidroklorida yang

Terpenetrasi, Persentase Jumlah Verapamil Hidroklorida

yang Terpenetrasi, dan Fluks Verapamil Hidroklorida dari

Gel Verapamil Hidroklorida dan Gel Transfersom Verapamil

Hidroklorida berdasarkan Uji Penetrasi selama 8 jam ........... 68

Lampiran 13. Data Statistik Fluks Verapamil Hidroklorida ......................... 69

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Persen Efisiensi Penjerapan

Verapamil Hidrokloridapada F1 .............................................. 70

Lampiran 15. Contoh Perhitungan Jumlah Verapamil Hidroklorida yang

Terpenetrasi dari Gel Transfersom Verapamil Hidroklorida

pada Menit ke-480 ................................................................... 71

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Fluks Difusi pada Gel Transfersom

Verapamil Hidroklorida Jam ke delapan ................................. 72

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Persentase Jumlah Kumulatif

Verapamil Hidroklorida yang Terpenetrasi dari Gel

Transfersom Verapamil Hidroklorida ..................................... 73

Lampiran 18. Sertifikat Analisis Soya Phosphatidylcholine .......................... 74

Lampiran 19. Sertifikat Analisis Verapamil Hidroklorida ............................. 75

Lampiran 20. Sertifikat Analisis Etanol ........................................................ 80

Lampiran 21. Sertifikat Analisis Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2 ..... 82

Lampiran 22. Sertifikat Analisis HPMC ....................................................... 83

Lampiran 23. Sertifikat Analisis Gliserin ..................................................... 85

Lampiran 24. Surat Keterangan Hewan Uji .................................................. 87

Page 17: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem penghantaran secara transdermal merupakan sistem penghantaran

obat melalui kulit yang mudah diaplikasikan, non-invasif, tidak mahal, serta dapat

dilakukan oleh pasien sendiri. Pelepasan obat melalui rute transdermal dilakukan

secara perlahan sehingga konsentrasi obat dalam plasma dapat terjaga dalam

waktu yang lebih lama. Sistem penghantaran transdermal memiliki keuntungan

dalam menghindari jalur metabolisme lintas pertama, dapat memberikan sifat

pemberian yang terkontrol pada periode waktu tertentu, dan meningkatkan

kenyamanan pada pasien saat pemberian. Pengembangan sistem penghantaran

secara transdermal dilakukan untuk mengatasi berbagai kekurangan pemberian

obat secara oral (Shah, Tojo, dan Chien, 1992).

Salah satu model obat yang dapat dapat diaplikasikan dalam sistem

penghantaran secara transdermal adalah verapamil hidroklorida. Hal ini

disebabkan karena verapamil hidroklorida yang diberikan secara oral memiliki

bioavaibilitas yang sangat rendah akibat metabolisme lintas pertama oleh hati.

Bioavaibilitas verapamil hidroklorida hanya sekitar 10 sampai 23% dan waktu

paruh eleminasinya juga sangat singkat, yaitu berkisar antara 2 sampai 4 jam

(Singh, 2014). Hal tersebut mengakibatkan pemberian dosis verapamil menjadi

besar dan juga frekuensi penggunaanya menjadi lebih banyak dalam sehari. Oleh

karena itu, dengan dibuatnya sediaan transdermal yang mengandung verapamil

hidroklorida, diharapkan permasalahan pemberian verapamil hidroklorida melalui

rute oral dapat teratasi.

Namun, pada sistem penghantaran transdermal, kemampuan obat

berpenetrasi menembus membran kulit menjadi permasalahan sekaligus menjadi

keterbatasan sistem penghantaran ini. Obat harus mampu melewati sawar kulit,

terutama stratum korneum. Stratum korneum memiliki struktur seperti batu bata

yang menyulitkan obat berpenetrasi masuk menembus jaringan kulit. Stratum

korneum mengandung keratin korneosit yang saling melekat satu sama lain

dengan adanya “semen”, yaitu lipid bilayer yang terdiri dari kolesterol, ester

1

Page 18: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kolesterol, asam lemak, dan seramid, sehingga menyulitkan penetrasi obat melalui

jalur ini (Barry, 2001).

Salah satu cara untuk mengatasi masalah penetrasi tersebut adalah dengan

membuat suatu sistem penghantaran yang mampu menembus barrier pada

membran kulit dengan mudah. Dalam penelitian ini, dirancang vesikel lipid elastis

yang dapat menghantarkan suatu obat menembus membran sel untuk mencapai

tempat kerjanya dan menghasilkan efikasi yang tinggi, yaitu transfersom.

Transfersom merupakan suatu sistem penghantaran obat berbasis fosfolipid,

surfaktan, dan air yang ditujukan untuk memperbaiki penghantaran melalui rute

transdermal. Karena komposisinya tersebut, transfersom memiliki struktur

menyerupai barrier pada membran kulit, sehingga transfersom dapat berpenetrasi

menembus membran kulit dengan mudah. Transfersom memiliki elastisitas,

kemampuan berpenetrasi, dan kemampuan menjerap obat yang lebih baik

dibandingkan dengan vesikel lipid lainnnya (liposom, niosom, entosom, dan lain-

lain).

Transfersom akan membentuk vesikel yang akan menjerap verapamil

hidroklorida yang akan menghantarkannya menembus membran sel kulit.

Sehingga bioavaibilitas verapamil hidroklorida yang dihasilkan akan meningkat

(Vinod, 2012). Salah satu faktor yang mempengaruhi karakteristik transfersom

adalah rasio konsentrasi fosfolipid dengan surfaktan yang digunakan. Rasio

konsentrasi fosfolipid dengan surfaktan tersebut dapat mempengaruhi ukuran

partikel dan efisiensi penjerapan transfersom. Transfersom dengan karakteristik

yang baik memiliki ukuran partikel yang kecil dan efisiensi penjerapan yang

besar, sehingga jumlah obat yang dapat dihantarkan juga besar

Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini akan diformulasi dan

dikarakterisasi transfersom yang mengandung verapamil hidroklorida dengan tiga

rasio konsentrasi fosfolipid dan surfaktan yang berbeda, sebagai sistem

penghantaran obat melalui rute transdermal.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana formula, karakteristik, serta kemampuan penetrasi transfersom

verapamil hidroklorida?

Page 19: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh formula transfersom yang

mengandung verapamil hidroklorida yang dapat meningkatkan laju penetrasi

verapamil hidroklorida melalui membran kulit.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini, dapat memberikan informasi mengenai transfersom

yang dapat meningkatkan penetrasi verapamil hidroklorida menembus membran

kulit.

1.5. Hipotesis

Transfersom dapat meningkatkan laju penetrasi verapamil hidroklorida

melalui membran kulit.

Page 20: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 sampai 2,0 m2 dengan

berat kira-kira 16% berat badan (4,8 kg pada pria dan 3,2 kg pada wanita). Kulit

mempunyai lima fungsi utama, yaitu fungsi proteksi, fungsi absorpsi, fungsi

ekskresi, fungsi persepsi, dan fungsi termoregulasi (Pearce, 2009).

Gambar 2.1. Anatomi Kulit

(sumber : McGraw-Hill Companies, 2009)

Kulit terdiri atas tiga lapisan dengan berbagai jenis sel dan fungsinya

(Trommer dan Neubert, 2006). Ketiga lapisan tersebut adalah:

a. Epidermis

Merupakan lapisan terluar kulit yang tidak terdapat pembuluh darah. Sel-

sel epidermis terus menerus mengalami mitosis, dan digantikan dengan sel baru

sekurang-kurangnya setiap 30 hari sekali. Bagian epidermis ini tersusun atas

jaringan epitel skuamosa bertingkat, yaitu: stratum korneum, stratum lusidum,

stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.

4

Page 21: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Stratum korneum merupakan lapisan epidermis teratas yang tersusun atas

sel mati, tidak memiliki inti sel, mengandung zat keratin (protein), lapisan kulit

yang utama digunakan untuk difusi substrat yang larut air dan lemak. Stratum

korneum yang utuh menyediakan barrier permanen yang disebut dengan struktur

“brick and mortar” atau “bata dan semen” yang dianalogikan seperti dinding.

Stratum korneum tersusun atas lapisan lipid bilayer dari seramid, asam lemak,

kolesterol, dan ester kolesterol.

Gambar 2.2. Lapisan Epidermis Kulit

(sumber : McGraw-Hill Companies, 2009)

b. Dermis

Dermis adalah suatu lapisan yang tersusun atas jaringan fibrosa dan

jaringan ikat elastis yang terletak di bawah epidermis dan berfungsi sebagai

penopang struktur dan nutrisi. Permukaan lapisan dermis tersusun atas papila-

papila kecil, sedangkan pada lapisan yang lebih dalam terdapat jaringan

subkutan dan fasia. Lapisan dermis ini mengandung pembuluh darah,

pembuluh limfa, dan saraf yang disuplai oleh saraf sensorik dan motorik.

c. Subkutan (Hipodermis)

Lapisan ini terdiri atas jaringan penghubung, pembuluh darah, dan sel-

sel penyimpan lemak yang memisahkan lemak dengan otot, tulang, dan

struktur lain. Lapisan hypodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan

bantalan untuk melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik, serta berperan

dalam pengaturan suhu tubuh.

Page 22: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2. Sistem Penghantaran Obat Melalui Kulit

2.2.1. Mekanisme Absorpsi Obat Melalui Kulit

Mekanisme absorbsi obat melalui kulit terdiri dari dua jalur utama

(Gambar 2.3) (Trommer, 2006 ; Banker, 2002):

a. Transepidermal

Transepidermal merupakan jalur difusi melalui stratum korneum yang

terjadi melalui dua mekanisme, yaitu transelular yang berarti jalur difusi

melalui protein di dalam sel kemudian melewati daerah yang kaya akan lipid,

dan jalur paraselular yang berarti jalur melalui ruang atau celah antar sel.

Penetrasi transepidermal berlangsung melalui dua tahap. Pertama, pelepasan

obat dari pembawa ke stratum korneum, yang bergantung pada koefisien

partisi obat dalam pembawa dan stratum korneum. Kedua, difusi melalui

epidermis dan dermis yang dibantu oleh aliran pembuluh darah dalam lapisan

dermis. Jalur transepidermal merupakan jalur utama dibandingkan dengan

jalur melalui kelenjar-kelenjar lainnya karena luas permukaan epidermal 100

sampai 1000 kali lebih luas dari luas permukaan kelenjar-kelenjar tersebut.

b. Transappendageal

Transappendageal merupakan jalur masuknya obat melalui folikel

rambut (transfolikular) dan kelenjar keringat (transglandular) yang disebabkan

karena adanya pori-pori di antara kedua kelenjar tersebut, sehingga

memungkinkan obat berpenetrasi masuk ke dalam folikel atau kelenjar

keringat tersebut.

Gambar 2.3. Jalur Absorbsi Obat Melalui Kulit

(sumber : McGraw-Hill Companies, 2009)

Page 23: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Secara skematis, langkah-langkah absorpsi obat rnelalui kulit dapat

dijelaskan dengan sebagai berikut (Banker, 2002):

Gambar 2.4. Mekanisme Absorbsi Obat Melalui Kulit

(Sumber: Banker, 2002)

2.2.2. Teori Difusi

Perlintasan dalam membran sintesis pada umumnya berlangsung dalam

dua tahap (Aiache, 1993):

a. Tahap awal adalah proses difusi zat aktif menuju permukaan yang kontak

dengan membran

b. Tahap kedua adalah pengangkutan

Proses masuknya obat ke dalam kulit secara umum terjadi melalui proses

difusi pasif. Difusi tersebut secara umum terjadi melalui stratum korneum (jalur

transepidermal), tetapi dapat juga terjadi melalui kelenjar keringat, minyak atau

folikel rambut (jalur transpappendageal atau transfolikular). Penetrasi

Disolusi obat dalam pembawa

Disolusi obat melalui pembawa ke permukaan kulit

Jalur Transepidermal Transappendageal

Partisi ke dalam

stratum korneum

Partisi ke dalam

sebum

Difusi melalui matriks protein-lipid

stratum korneum

Difusi melalui lipid dalam

kelenjar sebasea

Partisi ke dalam viabel epidermis Difusi melalui sel epidermis

Difusi melalui sel dermis Uptake kapiler dan dilusi sistemik

Page 24: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

transpappendageal ini sangat sedikit digunakan untuk transport molekul obat,

karena hanya mempunyai daerah yang kecil (< 0,1% dari total permukaan kulit),

akan tetapi, penetrasi ini berperan penting pada beberapa senyawa polar dan

molekul ion yang hampir tidak berpenetrasi melalui stratum korneum (Moghimi,

1999 dan Swarbrick, 1995). Pada jalur transpappendageal, obat sulit berdifusi

menuju ke arah dalam karena berlawanan dengan arah sekresi kelenjar keringat.

Jalur transfolikular melibatkan difusi melalui sebum (lemak) yang ada dalam

kelenjar sebum, kemudian masuk ke pembuluh darah (Toitou, Barry, dan

Williams, 2007 ; Banker dan Anderson, 2002).

Difusi pasif merupakan proses di mana suatu substansi bergerak dari

daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien diikuti

bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-

membran, umumnya pada obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah

perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Menurut Hukum Ficks,

molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah

konsentrasi obat rendah.

Keterangan :

dQ/dt = laju difusi

D = Koefisien difusi obat

K = Koefisien partisi obat dalam membran dan pembawa

A = Luas permukaan membran

h = Tebal membran

Cs = Konsentrasi obat dalam pembawa

C = Konsentrasi obat dalam medium reseptor

Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi,

viskositas dan ketebalan membran. Di samping itu difusi pasif dipengaruhi oleh

koefisien partisi, yaitu semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi

obat. Kemampuan berdifusi suatu zat melalui kulit dipengaruhi oleh sifat

fisikokimia dari zat aktif (bobot molekul, kelarutan, koefisien partisi) ataupun

(2.1)

Page 25: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

juga dipengaruhi oleh karakteristik sediaan, basis dan zat-zat tambahan dalam

sediaan.

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Melalui Kulit (Hillery, Loyc, dan

Swarbick, 2001)

Beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi suatu obat melalui kulit

adalah:

a. Stratum Korneum

Stratum korneum merupakan hambatan utama untuk penyerapan obat

di kulit. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk meningkatkan penetrasi

obat pada sistem penghantaran transdermal. Salah satu cara yang dilakukan

adalah dengan mengubah komposisi lipid bilayer antarsel dengan

menggunakan enchancer fisika ataupun kimia. Untuk senyawa yang sangat

lipofilik (log P > 104), faktor yang menentukan absosrpsi tidak hanya terbatas

pada difusi pada stratum korneum, melainkan dipengaruhi pula oleh kinetika

pergerakan obat.

b. Anatomi Kulit

Absorpsi pada kulit juga dipengaruhi oleh anatomi kulit pada bagian

tubuh tertentu. Kulit pada bagian tubuh seperti alat kelamin, skrotum, ketiak,

wajah, kulit kepala, dan punggung telinga lebih permeable dibandingkan

dengan lengan, kaki, atau bagian tubuh lainnya. Namun, bukan berarti bagian

tubuh tersebut tidak dapat dijadikan lokasi penghantaran obat transdermal.

Pemberian obat secara transdermal biasanya disesuaikan pada tempat lokasi

tujuan pemberian obat tersebut.

c. Penyakit Kulit

Perubahan fungsi penghalang atau barrier karena penyakit kulit

umumnya menyebabkan perubahan komposisi lipid bilayer atau protein dari

stratum korneum atau menyebabkan diferensiasi sel epidermis normal. Hal ini

tentu membuat perubahan kemampuan penetrasi obat.

d. Usia

Perbedaan usia menyebabkan perbedaan kadar air transepidermis dan

kemampuan kulit sebagai barrier. Pada geriatri, kulit akan cenderung lebih

rapuh karena kadar air yang berkurang dan kemampuan barrier yang semakin

Page 26: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

melemah. Sedangkan untuk pediatri, kulit masih sangat sensitif karena sedang

dalam fase pertumbuhan dan perkembangan, sehingga rentan terjadi

pemasalahan termasuk toksisitas.

e. Metabolisme Kulit

Metabolisme presistemik pada kulit dapat memodifikasi

bioavailabilitas obat transdermal. Hal tersebut disebabkan akibat enzim yang

terdapat pada kulit. Namun, kemampuan metabolisme pada kulit lebih rendah

dibandingkan dengan organ lainnya, sehingga tidak membuat penurunan

bioavaibilitas obat secara signifikan.

f. Deskuamasi

Epidermis mengalami regenerasi sel setiap tiga minggu atau lebih. Hal

ini disebabkan akibat deskuamasi lapisan stratum korneum per hari.

Deskuamasi mempengaruhi waktu pemberian sediaan transdermal pada kulit.

g. Iritasi Kulit dan Sensitisasi

Iritasi pada kulit merupakan respon inflamasi non-imunologi. Iritasi

dan sensitisasi membuat kulit akan semakin permeabel sehingga obat akan

semakin sulit berpenetrasi menembus kulit.

h. Aliran Darah

Perbedaan aliran darah ke pada kulit secara nyata akan mempengaruhi

kecepatan obat menembus kulit. Semakin lambat aliran darah (akibat

penggunaan vasokontriktor), maka semakin berkurang pula kemampuan obat

berpenetrasi menembus kulit.

i. Tempat Pemberian

Lokasi tempat pemberian menyebabkan perbedaan ketebalan stratum

korneum. Tebal stratum korneum bervariasi antara 9 sampai 600 pm. Sesuai

dengan hukum Ficks, maka ketebalan membran yang bermacam-macam akan

menyebabkan peningkatan waktu yang diperlukan obat untuk mencapai

keseimbangan konsentrasi pada stratum korneum, sehingga kemampuan

penetrasi obat juga terhambat.

j. Kelembaban dan Temperatur

Pada keadaan normal, kandungan air dalam stratum korneum berkisar

antara 5 sampai 15%. Kelembaban dan temperatur akan mempengaruhi

Page 27: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

konformasi dari stratum korneum sehingga akan mempengaruhi kemampuan

obat untuk berpenetrasi masuk ke dalam kulit.

2.3. Verapamil Hidroklorida

Verapamil hidroklorida merupakan obat anti-hipertensi derivat

fenilalkilamin (non-dihidropirin) yang termasuk kelompok calcium channel

blocker (CCB). Verapamil bekerja dengan cara mengendurkan otot jantung dan

pembuluh darah. Dibandingkan dengan dihidropiridin, golongan CCB non-

dihidropiridin memiliki efek samping yang lebih rendah sehingga verapamil

hidroklorida banyak digunakan dalam penanganan penyakit hipertensi (Dipiro,

2009).

Verapamil hidroklorida memiliki rumus molekul C27H38N2O4 • HCl

(Gambar 2.5). Verapamil Hidroklorida berbentuk serbuk kristalin putih atau

hampir putih, tidak berbau dan memiliki rasa pahit. Verapamil hidroklorida

merupakan garam, sehingga memiliki kelarutan yang baik dalam air, kloroform,

etanol maupun metanol (Anonim, 2007). Verapamil hidroklorida memiliki bobot

molekul 491,07 dan titik leleh 144oC (Kusum Devi, 2003).

Gambar 2.5. Verapamil Hidroklorida

(Sumber: Pharmacopeia 2014)

Verapamil hidroklorida memiliki absorpsi yang baik secara oral. Sekitar

90% pemberian secara oral akan diabsorpsi dan mengalami biotransformasi secara

cepat. Karena proses biotransormasi terjadi secara cepat, hal ini menyebabkan

verapamil hidroklorida mengalami metabolisme lintas pertama hati secara

ekstrem. Tentunya hal ini berdampak pada bioavaibilitas verapamil hidroklorida

dalam darah. Bioavaibilitas verapamil hidroklorida dalam cairan hayati hanya

Page 28: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berkisar antara 10% sampai 23% dan sekitar 90% akan terikat pada protein

plasma. Waktu puncak verapamil hidroklorida diperoleh sekitar 1 sampai 2 jam

setelah pemberian secara oral (Anonim, 2007). Sedangkan waktu paruh eleminasi

verapamil hidroklorida berkisar antara 2 sampai 4 jam. Akibatnya, diperlukan

pemberian dosis yang sempit yaitu setiap 6 jam sekali untuk menjaga

konsentrasinya dalam plasma. Sekitar 70% verapamil hidroklorida diekskresikan

dalam bentuk metabolit melalui urin, dan sisanya melalui feses. Dalam urin,

sekitar 3 sampai 4% verapamil hidroklorida berada dalam bentuk tidak berubah

(Singh T.P, Singh R.K., Shah, dan Mehta, 2014).

2.4. Transfersom

Liposom adalah analog sintetik dari membran alami, suatu vesikel berair

yang dikelilingi oleh membran lipid bilayer unilamelar atau multilamelar.

Liposom berbentuk kantung (vesikel) yang terbungkus dalam ukuran micron atau

submicron dan tersebar di lingkungan air. Dinding vesikel terdiri dari dua lapisan

yang bersifat ampifilik. Sifat bilayer yang dimiliki liposom membuat perbedaan

antara kompartemen air di dalam dengan media luar. Dengan adanya lingkungan

yang berbeda ini, maka liposom menjadi sistem pembawa yang baik untuk bahan

atau zat aktif yang bersifat hidrofobik, hidrofilik, ataupun ampifilik.

Salah satu perkembangan dari liposom adalah transfersom. Transfersom

pertama kali dikenalkan pada tahun 1991 oleh Gregor Cevc. Transfersom

merupakan sistem penghantaran obat berbasis fosfolipid, surfaktan, dan air.

Transfersom berasal dari bahasa Latin “transferre” yang berarti “untuk membawa

seluruh” dan bahasa Greek “soma” yang berarti “tubuh”. Transfersom merupakan

vesikel buatan yang menyerupai vesikel alami. Transfersom terbentuk secara

spontan ketika fosfolipid dihidrasi dengan sejumlah air. Transfersom sangat cocok

untuk digunakan dalam sistem penghantaran obat menuju target dan terkontrol

(Vinod, Kumar, Anbazhagan, Sandhya, Saikumar, dan Rohit, 2012).

Transfersom adalah kompleks agregat yang mudah menyesuaikan diri

dengan lingkungannya dan responsif terhadap stress. Transfersom membentuk

vesikel yang sangat elastis sehingga mampu berubah bentuk ketika melewati celah

pada membran sel. Sifat ultradeformable tersebut diperoleh karena inti cairan

Page 29: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang dikelilingi oleh lapisan lipid bilayer yang kompleks. Komposisi dan bentuk

dari bilayer membuat vesikel elastis dan optimal menjalankan fungsinya sebagai

sistem penghantar. Oleh karena itu, transfersom mampu melewati berbagai

barrier transport dengan sangat efisien dan bertindak sebagai sistem penghantar

obat non-invasif untuk pelepasan yang terkontrol (Shilakari, Singh, dan Astahana,

2013).

Gambar 2.6. Struktur Transfersom

(Sumber: Sachan, Parashar, Singh V, Soniya, Singh G, Tyagi, dan Chirag, 2013)

Secara morfologi, transfersom dapat diklasifikasikan menjadi (Abdassah,

2004), di antaranya:

a. Multilamellar Vesicle (MLV)

Multilamellar Vesicle dapat menjerap molekul berukuran kecil maupun

besar. Ukuran Multilamellar Vesicle berkisar antara 0,1 sampai 0,5 µm dan

pada umumnya terdiri dari lima atau lebih lamellar. Faktor yang paling

penting pada preparasi Multilamellar Vesicle adalah waktu, proses hidrasi,

ketebalan lapisan tipis lipid, konsentrasi, komposisi lipid dan volume dapar.

Multilamellar Vesicle memiliki kekurangan di mana kapasitas penjerapan

untuk senyawa yang bersifat polar rendah.

b. Small Unilamellar Vesicle (SUV)

Small Unilamellar Vesicle berbentuk bulat dengan ukuran 20 sampai

50 nm. Small Unilamellar Vesicle dihasilkan dari proses sonikasi dispersi

fosfolipid. Keberhasilan Small Unilamellar Vesicle sangat bergantung pada

komposisi lipid, waktu sonikasi, dan jumlah kolesterol pada campuran lipid.

Page 30: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Large Unilamellar Vesicle (LUV)

Large Unilamellar Vesicle dibentuk dari emulsi fosfolipid dalam dapar

dengan pelarut organik, diikuti dengan penguapan pelarut organik dibawah

tekanan vakum.

Menurut Sahil M, Sharad S, Jadhav, dam Kadam (2011), dibandingkan

dengan vesikel lipid lainnya, transfersom memiliki beberapa kelebihan, di

antaranya:

a. Transfersom memiliki efisiensi penjerapan yang lebih tinggi, sekitar 90%

untuk obat lipofilik

b. Penetrasi transfersom jauh lebih baik dibandingkan dengan liposom lainnya

karena elastisitasnya

c. Transfersom dapat berfungsi sebagai pembawa untuk obat dengan bobot

molekul tinggi ataupun rendah seperti analgesik, anastetik, kortikosteroid,

hormon seks, antikanker, insulin, albumin, gap junction protein, dan lain-lain

d. Transfersom memiliki struktur yang terdiri atas molekul hidrofobik dan

hidrofilik sehingga dapat menampung molekul obat dengan range solubilitas

yang besar

e. Transfersom dapat berfungsi sebagai depot yang akan melepaskan obat secara

perlahan dan bertahap

f. Transfersom dapat digunakan untuk menghantarkan obat baik secara sistemik

maupun topikal

g. Transfersom sangat biokompatibel dan biodegradabel karena terbuat dari

fosfolipid yang berasal dari alam

h. Transfersom dapat melapisi obat dan melindunginya dari degradasi metabolik

i. Mudah untuk melakukan scale up, karena prosesnya cukup mudah dan tidak

menggunakan bahan tambahan yang tidak kompatibel secara farmasetik

Di samping kelebihannya, transfersom juga memiliki beberapa kekurangan

(Sahil M, Sharad S, Jadhav, dam Kadam, 2011), di antaranya:

a. Stabilitas transfersom dapat terganggu akibat proses oksidasi yang akan

menyebabkan degradasi

Page 31: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Kemurnian fosfolipid alami menentukan kualitas transfersom sebagai sistem

penghantar obat

c. Formulasi transfersom mahal

Ketika diaplikasikan pada kulit, transfersom menggunakan jalur hidrofilik

atau melalui celah antarsel pada kulit yang akan terbuka cukup lebar untuk

memungkinkan seluruh vesikel masuk melewati celah tersebut. Bentuknya yang

elastis mampu membuat vesikel dapat melewati celah sel dengan mudah tanpa

membuat vesikel tersebut kehilangan integritasnya. Fleksibilitas dari transfersom

diperoleh dari perbandingan konsentrasi antara surfaktan dengan fosfatidilkolin.

Fleksibilitas inilah yang akan menentukan pecah atau tidaknya vesikel tersebut

dalam kulit dan menentukan kemampuan transfersom untuk menembus epidermis

mengikuti gradien air ketika diaplikasikan pada kondisi non-oklusif.

Transfersom melindungi obat yang dikemas olehnya dari degradasi

metabolik. Transfersom bertindak sebagai depot yang akan melepaskan obat yang

dikemasnya secara perlahan dan bertahap. Transfersom dapat menembus stratum

korneum melalui dua rute dalam lipid intraseluler yang berbeda sifat bilayer-nya.

Transfersom mampu berpenetrasi melalui rute intraseluler maupun transeluler

pada barrier di seluruh bagian kulit tubuh (Shilakari, Singh, dan Astahana, 2013).

Mekanisme penetrasi transfersom mengikuti gradien osmotik. Transpor

dari vesikel ini bergantung pada konsentrasi. Hidrasi transepidermal

menghasilkan gaya pada vesikel untuk masuk ke dalam kulit. Karena

elastisitasnya, vesikel dapat menyesuaikan bentuk dengan pori atau celah yang

terdapat pada stratum korneum. Ukuran celah tersebut sekitar satu sampai sepuluh

kali lebih kecil dibandingkan dengan diameter vesikel (Prajapati, Patel C.N., dan

Patel C.G., 2011).

Gambar 2.7. Elastisitas Transfersom

(Sumber: Sachan, Parashar, Singh V, Soniya, Singh G, Tyagi, dan Chirag, 2013)

Page 32: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ketika transfersom diaplikasikan pada permukaan biologis seperti kulit

yang non-oklusif, transfersom akan berpenetrasi dan bermigrasi menuju lapisan

yang lebih dalam dan kaya akan air untuk membuat vesikel terhidrasi dengan

cukup. Selama penetrasi menuju stratum korneum, terjadi deformasi atau

perubahan bentuk yang reversible pada bilayer. Intinya, mekanisme penetrasi

transfersom mengandung prinsip elasto-mekanik yang dikombinasikan dengan

gaya hidrasi atau osmotik (Sachan, Parashar, Singh V, Soniya, Singh G, Tyagi,

dan Chirag, 2013).

Komposisi utama transfersom terdiri dari (Prajapati, Patel C.N., dan Patel

C.G., 2011):

a. Fosfolipid

Fosfolipid digunakan sebagai komponen utama pembentuk vesikel.

Fosfolipid yang digunakan harus berasal dari alam, baik nabati ataupun

hewani. Untuk sediaan topikal atau transdermal, biasanya digunakan

fosfolipid nabati, karena umumnya fosfolipid hewani (egg yolk) menimbulkan

bau. Umumnya fosfolipid yang digunakan adalah soya phosphatidyl choline,

dipalmitoyl phosphatidyl choline, distearoyl phoshatidyl choline, dan lain-lain.

b. Surfaktan

Surfaktan merupakan komponen penting dalam transfersom. Surfaktan

bertindak sebagai agen yang membuat transfersom memiliki fleksibilitas yang

sesuai. Konsentrasi dan perbandingan fosfolipid dengan surfaktan akan

menentukan fleksibilitas dan elastisitas dari transfersom. Oleh karena itu, pada

perbandingan tertentu dapat dihasilkan transfersom dengan elastisitas

maksimum sehingga mampu berpenetrasi melalui lipid bilayer dengan baik.

Surfaktan yang biasa digunakan adalah sodium cholate, sodium deocycholate,

tween-80, span-80, dan lain-lain. Berdasarkan literatur, perbandingan

fosfolipid dan surfaktan yang ideal untuk menghasilkan transfersom dengan

kemampuan penetrasi yang baik adalah phosphatidyl choline:sodium cholate

(65:35 % b/b).

c. Pelarut Organik

Pelarut organik digunakan untuk melarutkan fosfolipid dan surfaktan.

Pelarut organik yang umum digunakan adalah alkohol seperti metanol atau

Page 33: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

etanol. Selain itu, dapat digunakan kombinasi pelarut organik seperti metanol

dengan kloroform.

d. Buffering Agent

Metode yang umum digunakan dalam pembuatan transfersom adalah

hidrasi lapis tipis. Pada metode ini, diperlukan sebuah media penghidrasi dan

yang umum digunakan adalah Saline Phosphate Buffer pH 7,4.

e. Pewarna

Pada proses pembuatan transfersom, pewarna bukan merupakan

komponen utama. Pewarna hanya digunakan ketika akan dilakukan studi

mengenai profil distribusi misel lipid, transfersom, dan liposom yang

terfluoresens dengan menggunakan alat Confocal Scanning Laser Microscopy

(CSLM).

Transfersom dapat dibuat dengan menggunakan dua metode (Sachan,

Parashar, Singh V, Soniya, Singh G, Tyagi, dan Chirag, 2013):

a. Hidrasi Lapis Tipis

Pembuatan transfersom dengan metode hidrasi lapis tipis melibatkan dua

proses, yaitu pembentukan lapis tipis dan hidrasi lapis tipis. Lapis tipis

dibentuk dengan menguapkan pelarut yang digunakan untuk melarutkan

seluruh komponen pembentuk transfersom menggunakan vacuum rotary

evaporator. Sedangkan proses hidrasi lapis tipis dilakukan dengan melakukan

pengelupasan lapis tipis yang telah terbentuk dengan menggunakan buffer

hingga terbentuk dispersi transfersom. Proses sonikasi atau manual extrusion

dapat dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel.

b. Pencampuran Langsung

Pada metode pencampuran langsung, seluruh komponen pembentuk

transfersom, termasuk buffer, dicampur secara langsung hingga terbentuk

dispersi transfersom. Dispersi yang telah terbentuk disonikasi dan dilakukan

proses freeze-thaw sebanyak 2 sampai 3 kali untuk mengkatalis pembentukan

vesikel. Tahapan terakhir dalam metode ini adalah memperkecil ukuran

partikel dengan melakukan proses homogenasi, ultrasonifikasi, dan/ atau

metode mekanis lainnya.

Page 34: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Stabilitas transfersom adalah hal utama yang perlu diperhatikan dalam

pengembangannya. Obat yang terkandung di dalamnya dapat menjadi tidak

stabil akibat degradasi fisik dan kimia (Boylan, 1994). Perubahan struktur baik

fisik maupun kimia akan mempengaruhi disposisi obat yang terenkapsulasi.

Stabilitas transfersom sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu yang

akan mempengaruhi integritas dari membran bilayer yang terbentuk. Menurut

Boylan (1994), transfersom dipengharuhi oleh:

a. Stabilitas Kimia

Stabilitas dari transfersom bergantung pada komponen lipidnya.

Lipid merupakan biomolekul yang sangat sensitif dan cepat mengalami

reaksi degradasi kimia. Kestabilan kimia pada fosfolipid dapat dipengaruhi

oleh hidrolisis dan reaksi peroksidase. Reaksi hidrolisis terjadi pada ikatan

ester fosfatidilkolin yang menghasilkan produk degradasi yaitu 2-

lisofosfatidilkolin dan asam lemak bebas. Reaski peroksidase terjadi

terutama pada ikatan yang jenuh dalam rantai asil dari fosfolipid. Reaksi

peroksidase dapat dicegah dengan pemilihan fosfolipid dengan rantai asil

jenuh, penyimpanan transfersom dalam ruang hampa atau pada gas inert

seperti nitrogen, penyimpanan dalam tempat gelap untuk mengindari

fotooksidasi, penggunaan bahan pengkelat untuk mencegah reaksi

peroksidasi yang diaktivasi oleh ion logam serta penambahan antioksidan

seperti butylated hydroxyanisole, butylated hydroxytoluene, asam askorbat,

dan lain-lain.

b. Stabilitas Fisika

Ketidakstabilan fisik transfersom dapat dilihat dari terbentuknya

transfersom berukuran besar karena reaksi fusi atau agregasi.

Kecenderungan transfersom beragregasi tergantung pada konstituen bilayer

obat yang dijerap, ukuran partikel, dan suhu. Penambahan agen penginduksi

seperti fosfatidilgliserol atau kolesterol 10% dapat menstabilkan

transfersom.

Page 35: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5. Komponen Pembentuk Sistem Transfersom

2.5.1. Fosfatidilkolin

Salah satu fosfolipid yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk

membuat transfersom adalah fosfatidilkolin. Transfersom dengan bahan dasar

fosfatidilkolin disebut dengan transfersom. Fosfatidilkolin berasal dari bahasa

Yunani lekithos yang berarti kuning telur, oleh karena itu nama lain dari

fosfatidilkolin adalah lesitin. Fosfatidilkolin dapat ditemukan pada kacang kedelai

(1,48 sampai 3,08%), kacang tanah (1,11%), hati anak sapi (0,85%), gandum

(0,61%), dan telur (0,39%). Fosfatidilkolin nabati tidak mengandung kolesterol

dan tidak berbau, sedangkan fosfatidilkolin hewani mengandung kolesterol dan

agak berbau, sehingga tidak cocok digunakan untuk sediaan kosmetik

(Mayangkara, 2011).

Gambar 2.8. Soybean Derived Phosphatidylcholine

(Sumber: Lipoid, 2014)

Fosfatidilkolin merupakan zat yang menyerupai lilin, berwarna putih,

bersifat higroskopis, praktis tidak berbau, dan larut dalam alkohol, eter, dan

kloroform, serta tidak larut dalam aseton. Fosfatidilkolin dapat berubah menjadi

warna cokelat apabila kontak dengan udara dan cahaya, sehingga perlu dilindungi

dari fotooksidasi dan oksidasi. Fosfatidilkolin akan memisah pada kondisi pH

yang ekstrim, higroskopis dan dapat menjadi sumber degradasi mikroba. Ketika

dipanaskan diatas 160oC, fosfatidilkolin akan teroksidasi menjadi gelap.

Penyimpanan fosfatidilkolin dilakukan pada suhu dibawah 10oC (Rowe, Paul, dan

Marian, 2009).

2.5.2. Tween 80

Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama

kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C64H124O26

dan rumus strukturnya adalah sebagai berikut:

Page 36: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.9. Struktur Kimia Tween 80

(Sumber: Exova, 2015)

Tween 80 pada suhu ruang berwujud cair, berwarna kekuningan dan

berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan

etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai:

zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan (Rowe, Paul, dan Marian,

2009). Selain fungsi, fungsi tersebut, Tween 80 juga berfungsi sebagai peningkat

penetrasi (Akhtar, Rehman, Khan, Rasool, Saeed, dan Murtaza, 2011).

Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan medium

sekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut

ke dalam medium (Martin, Swarbrick, dan Cammarata, 1993). Penggunaan

surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang

disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar tinggi sampai

mencapai titik Critical Micelle Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan

mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula

mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena surfaktan dan

membranmengandung komponen penyusun yang sama (Florence dan Attwood,

1985 ; Sudjaswadi, 1991).

2.5.3. Etanol

Etanol (CH3CH2OH) disebut juga etil alkohol merupakan pelarut organik

dengan titik didih sebesar 78,4oC. Etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatil

dan dapat bercampur dengan air (Kartika, 1997). Dalam dunia Farmasi, etanol

merupakan pelarut yang sering digunakan karena etanol merupakan pelarut

universal yang dapat melarutkan semua senyawa organik (Kartika, 1997).

Page 37: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.4. Phosphate Buffered Saline

Phosphate Buffered Saline (PBS) merupakan larutan isotonis yang sering

digunakan dalam penelitian biologis. Larutan ini mengandung natrium klorida,

kalium klorida, natrium dihidrogen fosfat, dan kalium dihidrogen fosfat.

Osmolaritas dan konsentrasi ion larutan ini isotonis dengan cairan dalam tubuh

manusia. PBS banyak diaplikasikan karena bersifat isotonis dan tidak toksik

terhadap kebanyakan sel (Medicago AB, 2010). Aplikasinya dilakukan untuk

pengenceran dan pembilasan sel dengan tujuan untuk menjaga sel agar tetap

terjaga stabilitasnya. Selain itu, PBS juga dapat digunakan sebagai larutan

penyangga (Maureen, 2006). PBS memiliki pH yang berkisar antara 7,3–7,5 dan

osmolaritas yang berkisar antara 280–315 mOSm/kg. Penyimpanan PBS

dilakukan pada suhu 15–30oC dengan shelf life selama 24 bulan dari masa

pembuatan (Maureen, 2002).

2.6. Persen Efisiensi Penjerapan

Istilah efisiensi penjerapan berhubungan dengan jumlah obat yang dimuat

(loading drug). Muatan obat menyatakan persen berat bahan aktif terjerap dengan

berat nanopartikel, sedangkan efisiensi penjerapan adalah rasio persentase antara

eksperimen kandungan obat yang ditentukan, dibanding dengan yang sebenarnya,

atau massa teoritis obat yang digunakan untuk penyusunan nanopartikel (Kharia,

Singhai, dan Velma, 2012).

Efisiensi muatan bergantung pada kombinasi obat polimer dan metode

yang digunakan. Polimer hidrofobik menjerap obat yang bersifat hidrofobik

dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan obat hidrofilik. Sedangkan

polimer hidrofilik mampu menjerap obat hidrofilik dengan jumlah yang lebih

besar dibandingkan dengan obat hidrofobik. Beberapa parameter formulasi seperti

jenis emulsifier, rasio berat polimer terhadap obat, dan lain sebagainya akan

mempengaruhi tingkat muatan obat (Kharia, Singhai, dan Velma, 2012).

2.7. Distribusi Ukuran Partikel dan Indeks Polidispersitas

Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel merupakan faktor penting

dalam nanopartikel, di mana batch dengan distribusi ukuran partikel luas

Page 38: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menunjukkan variasi yang signifikan dalam pemuatan obat, pelepasan obat,

bioavaibilitas dan efikasi (Kharia, Singhai, dan Velma, 2012). Pengukuran

distribusi ukuran partikel dapat dilakukan dengan menggunakan Particle Size

Analyzer. Particle Size Analyzer (PSA) merupakan instrumen analisis yang dapat

digunakan untuk mengukur distribusi ukuran diameter partikel dalam sampel.

Particle Size Analyzer (PSA) dapat mengukur ukuran diameter partikel-partikel

dalam suatu sampel dengan sangat cepat dan data yang diperoleh dapat

dikembangkan menjadi informasi suatu distribusi ukuran diameter parameter.

Particle Size Analyzer (PSA) menggunakan prinsip photon correlation

spectroscopy dan dynamic light scattering, di mana pengukuran distribusi

diameter partikel dilakukan dengan cara mengukur kecepatan fluktuasi intensitas

sinar laser yang dihamburkan oleh partikel karena partikel ini berdifusi melalui

fluida selama pengukuran analisis berlangsung (Jonassen, 2014).

Prinsip kerja instrumen Particle Size Analyzer (PSA) ini juga

memanfaatkan Brownian motion (gerak Brown), yaitu gerakan acak partikel

mikroskopis karena benturan yang tidak teratur antara partikel mikroskopis

tersebut dengan medium pendispersinya. Arah gerakan ini beraturan dan jarak

yang ditempuh pendek. Gerak ini disebabkan oleh medium pendispersi yang

bertumbukan dengan partikel terdispersi dari berbagai sisi (Jonassen, 2014).

Indeks polidispersitas adalah parameter yang menyatakan distribusi ukuran

partikel dari sistem nanopartikel (Nidhin, 2008), di mana rentang nilai 0 sampai

0,5 menunjukkan distribusi ukuran yang sempit (homogenitas tinggi), sementara

nilai yang lebih dari 0,5 menunjukkan distribusi yang luas (heterogenitas tinggi).

Nilai ini menunjukkan hasil perhitungan berat rata-rata molekul dibagi dengan

jumlah rata-rata berat molekul. Semakin mendekati nol, berarti distribusinya

semakin baik (Haryono, Restu, dan Harmani, 2012).

2.8. Gel Transdermal

Gel transdermal merupakan gel yang ditujukan untuk menghantarkan obat

melalui rute transdermal. Gel transdermal mudah untuk diaplikasikan dan

memiliki absorpsi yang baik pada perkutan (kulit). Gelling agent yang umumnya

digunakan dalam sediaan farmasi adalah makromolekul sintetik seperti carbomer,

Page 39: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

derivate selulosa seperti karboksimetilselulosa (CMC), atau

hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), ataupun gom arab seperti tragakan (Saroha,

Singh, Aggrawal, dan Nanda, 2013).

2.9. Preformulasi Gel Transdermal

2.9.1. Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)

Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) merupakan polimer tidak berbau

dan berasa, putih atau berserat berbentuk granul bubuk berwarna putih

kekuningan. HPMC larut dalam air dingin, membentuk larutan koloid kental,

praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol (95%), dan eter, tetapi larut

dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan diklorometana,

serta campuran air dan alkohol. Beberapa grade dari HPMC larut dalam larutan

aseton, campuran aseton dan propan-2-ol, dan pelarut organik lainnya. Beberapa

grade dapat mengembang dalam etanol. Berbagai macam jenis viskositas tersedia

secara komersial (Rowe, Paul, dan Marian, 2009).

Gambar 2.10. Struktur Kimia HPMC

(sumber : Rowe, Paul, dan Marian, 2009)

HPMC tidak bercampur dengan beberapa zat pengoksidasi kuat. HPMC

merupakan polimer nonionik, sehingga tidak membentuk kompleks dengan garam

logam atau ion organik dan tidak membentuk endapan yang tidak terlarut. Larutan

HPMC stabil pada pH 3-11 (Rowe, Paul, dan Marian, 2009).

2.9.2. Gliserin

Gliserin (C3H8O3) merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

kental, rasa manis (± 0,6 kali lebih manis dibandingkan sukrosa), larut dalam

Page 40: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

alkohol dan air, tetapi tidak larut dalam eter dan kloroform. Gliserin diperoleh dari

proses saponifikasi trigliserida dan sorbitol, suatu alkohol heksa. Penggunaan

gliserin pada umumnya digunakan sebagai humektan, emolien, juga sebagai

bahan tambahan pada akuous maupun non akuous gel. Selain itu gliserin

digunakan sebagai pelarut, plastisizer dan penambah viskositas. Pada gel ini,

gliserin digunakan sebagai gel vehicle aquous dengan konsentrasi 5-15% dan juga

sebagai humektan dengan konsentrasi < 30 % (Rowe, Paul and Marian, 2009).

Gambar 2.11. Struktur Kimia Gliserin

(sumber : Rowe, Paul, dan Marian, 2009)

2.9.3. Propilen Glikol

Propilen Glikol (C3H8O2) atau propana-1,2-diol merupakan salah satu jenis

pelarut atau kosolven yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu

obat dalam formulasi sediaan cair, semi padat dan sediaan transdermal. Propilen

glikol berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, memiliki rasa

agak manis, dan higroskopik. Propilen glikol larut dalam air, aseton, gliserin,

etanol 95%, dan kloroform. Dalam minyak eter, kelarutannya berkurang, dan

praktis tidak larut dalam minyak mineral. Propilen glikol dapat terhidrolisis oleh

minyak atsiri (Rowe, Paul dan Marian, 2009).

Propilen glikol berfungsi sebagai pengawet, (antimikroba), desinfektan,

humektan, pelarut fase air, stabilizer dan kosolven dalam pelarut campur. Propilen

glikol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi, industri makanan

maupun kosmetik, dan dapat dikatakan relatif non toksik (Rowe, Paul, dan

Marian, 2009).

Gambar 2.12. Struktur Kimia Propilen Glikol

(sumber : Rowe, Paul, dan Marian, 2009)

Page 41: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.9.4. Metil Paraben

Metil paraben memiliki rumus molekul C8H8O3 dengan berat molekul

152,15. Metil paraben berbentuk kristal putih atau serbuk kristal putih, tak berbau

atau hampir tak berbau, dan memiliki sedikit rasa terbakar. Metil paraben mudah

larut dalam propilen glikol, etanol, etanol 50%, etanol 90%, eter, dan gliserin.

Kelarutannya dalam air lebih rendah dibandingkan dengan pelarut lainnya. Metil

paraben dapat terhidrolisis oleh asam kuat atau basa lemah. Penyimpanan metil

paraben dilakukan pada wadah tertutup, di tempat sejuk dan kering (Rowe, Paul,

dan Marian, 2009).

Metil paraben (nipagin) adalah senyawa antimikroba yang digunakan

sebagai bahan pengawet untuk banyak produk kesehatan dan kecantikan.

Berbagai produk yang menggunakan paraben diantaranya adalah obat-obatan,

kosmetik, dan berbagai produk makanan. Metil paraben digunakan sebagai agen

antimikroba dalam produk perawatan rambut, termasuk gel dan shampoo.

Aktivitas sebagai antimikroba dapat dihasilkan pada pH 4-8 dengan konsentrasi

antara 0,013-0,2% (Rowe, Paul, danMarian, 2009).

Gambar 2.13. Struktur Kimia Metil Paraben

(sumber : Rowe, Paul, dan Marian, 2009)

2.9.5. Propil Paraben

Propil paraben (nipasol) digunakan sebagai pengawet dalam obat-obatan.

Perbedaannya dengan metil paraben adalah fungsinya sebagai antijamur. Propil

paraben dengan konsentrasi 0,01-0,02% dapat berfungsi sebagai antijamur (Rowe,

Paul, dan Marian, 2009). Propil paraben memiliki rumus C10H12O3 dengan berat

molekul 180,20. Propil paraben berbentuk kristal atau serbuk putih yang tak

berbau, tak berasa. Propil paraben larut dalam aseton, eter, etanol, etanol 95%,

dan propilen glikol. Dalam air senyawa ini sukar larut, dan kelarutannya

meningkat seiring dengan peningkatan suhu air. Penggunaannya bersama dengan

Page 42: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

asam kuat atau basa lemah dapat menyebabkan reaksi hidrolisis (Rowe, Paul, dan

Marian, 2009).

Gambar 2.14. Struktur Kimia Propil Paraben

(sumber : Rowe, Paul, dan Marian, 2009)

2.9.6. Natrium Metabisulfit

Natrium metabisulfit berbentuk serbuk, berwarna putih, larut dalam air,

sedikit larut dalam alkohol, dan berbau khas seperti gas sulfur dioksida,

mempunyai rasa asam dan agak asin. Penggunaan natrium metabisulfit sebagai

antioksidan pada sediaan topikal berkisar pada kadar sebesar 0,01-1,0% b/v.

Gambar 2.15. Struktur Kimia Natrium Metabisulfit

(sumber : Rowe, Paul, dan Marian, 2009)

2.9.7. Aquadest

Aquadest merupakan air murni yang dihasilkan dengan cara penyulingan,

pertukaran ion, osmosis terbalik atau dengan cara yang sesuai. Proses

pembuatannya dilakukan dengan menggunakan air yang dapat diminum. Aquadest

berbentuk cairan jernih yang tidak berwarna, berasa, maupun berbau (Rowe, Paul,

dan Marian, 2009).

2.10. Franz Diffusion Cell

Suatu uji perlu dilakukan untuk memperkirakan jumlah obat yang mampu

berdifusi menembus kulit. Uji tersebut dilakukan secara in vitro menggunakan

bahan dan alat yang mewakili proses difusi obat melewati stratum korneum. Studi

penetrasi kulit secara in vitro berhubungan dengan mengukur kecepatan dan

jumlah komponen yang menembus kulit dan jumlah komponen yang tertahan

Page 43: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada kulit. Salah satu cara untuk mengukur jumlah obat yang terpenetrasi melalui

kulit yaitu dengan menggunakan sel difusi Franz. Sel difusi Franz terbagi menjadi

dua komponen, yaitu kompartemen donor dan kompartemen reseptor. Membran

yang digunakan dapat berupa kulit manusia atau kulit hewan. Membran

diletakkan di antara kedua kompartemen, dilengkapi dengan cincin O untuk

menjaga letak membran. Kompartemen reseptor diisi dengan larutan penerima.

Suhu pada sel dijaga dengan sirkulasi air menggunakan water jacket yang

mengelilingi kompartemen reseptor. Sediaan yang akan diuji diaplikasikan pada

membrane kulit. Pada interval waktu tertentu cuplikan diambil dari cairan reseptor

dalam gelas kimia dengan rentang waktu tertentu dan diencerkan dengan pelarut

campur. Cairan dari kompartemen reseptor yang diambil digantikan dengan cairan

awal sesuai volume yang diambil. Hal ini bertujuan untuk menjaga volume dalam

cairan reseptor tetap konstan dan untuk menjaga supaya cairan pada kompartemen

reseptor tetap dalam keadaan tunak (Fern Ng, Rouse, Sanderson, dan Eccleston,

2010). Cairan yang diambil kemudian diukur absorbannya dan konsentrasinya

pada panjang gelombang maksimum, sehingga laju difusi dapat dihitung

berdasarkan hukum Ficks. Membran difusi dapat menggunakan membran sintesis

yang menyerupai stuktur stratum korneum ataupun bisa menggunakan bagian

kulit dari hewan uji (Gummer dan Gregor, 1989).

Gambar 2.16. Franz Diffusion Cell

(Sumber: Permeager, Inc., 2015)

Jumlah kumulatif zat yang berpenetrasi melalui membran adalah :

(2.2)

Page 44: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

keterangan :

Q : Jumlah kumulatif zat per luas difusi (g/cm2)

Cn : Konsentrasi zat (g/mL)

∑ : Jumlah konsentrasi zat (g/mL) pada sampling pertama

V : Volume difusi franz (mL)

S : Volume sampling (mL)

A : Luas membran (cm2)

Pada keadaan tunak, fluks zat yang berpenetrasi melalui membran

dapat dihitung menggunakan rumus:

keterangan :

J : Laju penetrasi zat (fluks) (g cm-2

jam -1

)

Q : Jumlah zat yang berpenetrasi melalui membran (g cm-2

)

t : Waktu

2.11. Spektrofotometer UV-Vis

Dalam analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, perlu

diperhatikan:

1. Penentuan Panjang Gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh

panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh dengan membuat

hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan

baku dengan konsentrasi tertentu.

2. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai

konsentrasi kemudian absorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva

yang meruapakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva

kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.

(2.3)

Page 45: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Pembacaan Absorbansi Sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-

0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan

karena pada kisaran ini nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang

terjadi adalah paling minimal.

Page 46: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium

Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Analisis Obat dan Pangan

Halal, Laboratorium Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan

Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung 4 bulan, dari

bulan Januari 2015 hingga April 2015.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Timbangan analitik (KERN ACJ 220-4M, Balingen), rotary evaporator

(EYELA N-1000, Japan), glass beads, autoclave digital (MC 30-L., Ltd, Japan),

vortex mixer (VM-300, Taiwan), bath sonicator (Branson, USA), ultrasentrifuge

(Himac CP 100WX, Hitachi, Japan), particle size analyzer (VASCO, France),

spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2910, Japan), pH meter (Horiba F-52,

Japan), homogenizer (SAII-2 Sower, China), viscotester HAAKE 6R (Thermo

Scientific, Jerman), Franz Diffusion Cell, freezer (Sanyo Medicool, Japan), vial,

spuit (Terumo, USA), mikropipet (Rainin, USA) dan alat – alat gelas.

3.2.2. Bahan

Verapamil hidroklorida (PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Bandung),

Phospholipon 90H (Lipoid, Switzerland), tween 80 (Bratachem, Jakarta), etanol

pro analisa (Merck, Jerman), buffer phosphate saline pH 7,3 (Oxoid, Inggris),

HPMC (Ashland, USA), nipagin (Bratachem, Jakarta), nipasol (Bratachem,

Jakarta), gliserin (Merck, Jerman), propilen glikol (Bratachem, Jakarta), natrium

metabisulfit, aquadest dan jaringan kulit tikus

30

Page 47: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Formula Transfersom

Formula transfersom yang mengandung verapamil hidroklorida terdiri dari

fosfatidilkolin sebagai komponen utama pembentuk vesikel lipid, tween 80

sebagai agen yang membuat transfersom memiliki fleksibilitas yang sesuai, etanol

sebagai pelarut organik yang akan melarutkan zat aktif serta fosfatidilkolin, dan

phosphate buffered saline sebagai media penghidrasi sehingga terbentuk suspensi

transfersom. Adapun formula tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Formula Transfersom Verapamil Hidroklorida

BAHAN FORMULA

FUNGSI F1 F2 F3

Verapamil HCl 120 mg 120 mg 120 mg Zat aktif

Fosfatidilkolin 450 mg 510 mg 570 mg Fosfolipid

Tween 80 150 mg 90 mg 30 mg Surfaktan

3.3.1.1.Pembuatan Larutan Buffer Fosfat Saline pH 7,3

Dibuat larutan Buffer Fosfat Saline dengan melarutkan 10 buah tablet

phosphate buffered saline (Oxoid, Inggris) yang mengandung natrium klorida (8

g/L), kalium klorida (0,2 g/L), natrium dihidrogen fosfat (1,15 g/L), dan kalium

dihidrogen fosfat (0,2 g/L) dalam 1000 mL air bebas karbondioksida kemudian

diautoklaf pada suhu 115oC selama 10 menit menggunakan autoklaf digital

(Oxoid, 2001).

3.3.1.2.Pembuatan Transfersom dengan Metode Hidrasi Lapis Tipis

Semua bahan, termasuk zat aktif, fosfolipid dan surfaktan (edge activator)

ditimbang sesuai dengan formula pada Tabel 3.1. Verapamil hidroklorida

dilarutkan dalam etanol pro analisa sebanyak 1 ml, dan fosfatidilkolin dilarutkan

dalam etanol pro analisa sebanyak 5 mL. Selanjutnya digunakan 1 mL etanol pro

analisa untuk proses pembilasan pada masing-masing wadah. Kemudian kedua

bahan tersebut dimasukkan ke dalam tween 80, lalu diaduk hingga homogen.

Setelah homogen, formula tersebut dimasukkan ke dalam labu evaporator.

Kemudian dilakukan proses evaporasi dengan menggunakan vacuum rotary

evaporator dengan temperatur waterbath sebesar 43oC (suhu transisi lipid) dan

temperatur kondensor sebesar 10oC (Patel, Singh S.K., Singh, dan Gendle, 2009).

Page 48: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Setelah evaporasi selesai, maka pelarut organik (etanol pro analisa) akan menguap

seluruhnya dan terbentuk lapisan film tipis pada dinding labu evaporator. Lapisan

film yang terbentuk kemudian didiamkan 1x24 jam pada suhu 4oC. Tujuannya

adalah untuk membuat lapisan tipis yang terbentuk menjadi compact dan untuk

memastikan bahwa seluruh pelarut yang digunakan sudah menguap secara

keseluruhan (Sachan, Parashar, Singh V, Soniya, Singh G, Tyagi, dan Chirag,

2013).

Lapis tipis yang terbentuk dihidrasi secara perlahan dengan menggunakan

Phosphate buffered saline pH 7,3 dan dengan bantuan glass beads sampai

terbentuk dispersi transfersom yang homogen. Proses hidrasi dilakukan dengan

kecepatan 60 rpm selama 1 jam pada suhu 43oC (Sachan, Parashar, Singh V,

Soniya, Singh G, Tyagi, dan Chirag, 2013). Hasil hidrasi tersebut kemudian

disonikasi menggunakan bath sonicator pada suhu ruangan selama 30 menit

(Vinod, Kumar, dan Anbazhagan, 2012).

3.3.2. Pengukuran Ukuran Partikel

Ukuran partikel vesikel transfersom diukur dengan menggunakan particle

size analyzer. Sebanyak satu tetes dispersi transfersom diteteskan pada tempat

sampel kemudian dilakukan pengaturan terhadap intensitas cahaya yang

dihamburkan hingga didapatkan distribusi ukuran partikel dan indeks

polidispersitasnya (Vinod, Kumar, dan Anbazhagan, 2012).

3.3.3. Pengukuran Efisiensi Penjerapan

Konsentrasi verapamil hidroklorida pada formulasi transfersom diukur

dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Dilakukan pengendapan

transfersom dengan teknik sentrifugasi menggunakan ultasentrifuge. Transfersom

dimasukkan ke dalam centrifuge tube kemudian disentrifugasi dengan kecepatan

30000 rpm pada temperatur 4oC selama 1 jam (Patel, Singh S.K., Singh, dan

Gendle, 2009; Patel, 2014). Supernatan yang diperoleh kemudian diambil dan

dianalisa menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang

277,5 nm (Kumar S.K., Kumar R.K., Kumar B.V.V., dan Annapurna, 2010).

Kadar yang terukur menunjukkan kadar obat yang tidak terjerap, sehingga

Page 49: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

efisiensi penjerapan dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai

berikut:

3.3.4. Preparasi dan Pengujian Kadar Verapamil Hidroklorida

3.3.4.1.Preparasi Standar

Ditimbang secara akurat 10 mg verapamil hidroklorida, kemudian

dilarutkan dengan menggunakan PBS pH 7,3 sebanyak 100 mL hingga larut

sempurna dan diperoleh larutan verapamil hidroklorida dengan konsentrasi 100

ppm (Kumar S.K., Kumar R.K., Kumar B.V.V., dan Annapurna, 2010).

3.3.4.2.Penentuan Panjang Gelombang Optimum

Penentuan panjang gelombang optimum verapamil hidroklorida dilakukan

dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Dilakukan scanning panjang

gelombang dari larutan standar verapamil hidroklorida dengan konsentrasi 100

ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 200 –

400 nm dan dicatat nilai serapan dan panjang gelombang optimumnya (Kumar

S.K., Kumar R.K., Kumar B.V.V., dan Annapurna, 2010).

3.3.4.3.Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan menggunakan rentang

konsentrasi larutan standar verapamil hidroklorida 30, 40, 50, 60, dan 70 ppm.

Masing–masing konsentrasi diukur kadarnya menggunakan spektofotometer UV-

Vis dengan panjang gelombang optimum yang telah diperoleh. Selanjutnya dicatat

nilai serapan yang diperoleh dan dibuat kurva nilai serapan tersebut (Kumar S.K.,

Kumar R.K., Kumar B.V.V., dan Annapurna, 2010).

3.3.4.4.Pengukuran Sampel

Supernatan hasil ultrasentifugasi diukur dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang optimum yang telah

diperoleh. Selanjutnya dicatat nilai serapan yang diperoleh dan dihitung kadar

(3.1)

Page 50: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang diperoleh dengan memplotkan nilai serapan kepada persamaan yang

diperoleh pada kurva kalibrasi (Kumar S.K., Kumar R.K., Kumar B.V.V., dan

Annapurna, 2010).

3.3.5. Formula Gel Verapamil Hidroklorida dan Transfersom Verapamil

Hidroklorida

Formula gel yang akan dibuat adalah sebanyak dua formula. Formula

pertama (F1) merupakan gel yang mengandung verapamil hidroklorida, dan

formula ke dua (F2) merupakan gel yang mengandung transfersom verapamil

hidroklorida yang memiliki karakterisasi terbaik.

Adapun formula gel yang akan dibuat terdiri dari HPMC sebagai

komponen utama pembentuk gel (gelling agent), gliserin dan propilen glikol

sebagai humektan, nipagin dan nipasol sebagai pengawet, natrium metabisulfit

sebagai antioksidan, dan aquadest sebagai pelarut dan pendispersi. Adapun

formula tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Formula Gel

BAHAN FORMULA

F1 (% b/v) F2 (% b/v)

Transfersom

Verapamil HCl -

Setara dengan 1% b/v

Verapamil HCl

Verapamil HCl 1 -

HPMC 5 5

Gliserin 5 5

Propilen Glikol 5 5

Nipagin 0,2 0,2

Nipasol 0,1 0,1

Natrium Metabisulfit 0,01 0,01

Aquadest Add 100 Add 100

3.3.6. Pembuatan Gel Verapamil Hidroklorida dan Transfersom Verapamil

Hidroklorida

Pembuatan gel dilakukan sesuai dengan formula yang tertera pada Tabel

3.2 menggunakan homogenizer. Pada pembuatan gel F1, semua bahan yang akan

digunakan ditimbang dengan seksama. HPMC didispersikan dalam aquadest

bersuhu 70 sampai 80oC dengan perbandingan 1:10, kemudian didiamkan selama

10 menit dan diaduk hingga terbentuk dispersi yang homogen. Setelah homogen,

ditambakan natrium metabisulfit, dan gliserin yang telah dicampur bersama

aquades dalam gelas beker lain. Nipagin dan nipasol yang telah dilarutkan dalam

Page 51: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

propilen glikol ditambahkan ke dalam basis gel, kemudian diaduk dengan

kecepatan 150 sampai 250 rpm sampai semua bahan tersebut homogen dan

terlihat jernih. Setelah homogen, ditambahkan verapamil hidroklorida ke dalam

basis gel tersebut. Untuk F1, ditambahkan verapamil hidroklorida yang telah

dilarutkan menggunakan aquadest, sedangkan untuk F2 ditambahkan transfersom

verapamil hidroklorida, lalu diaduk hingga homogen (Arikumalasari, Dewantara,

dan Wijayanti, 2013).

3.3.7. Evaluasi Gel Verapamil Hidroklorida dan Transfersom Verapamil

Hidroklorida

3.3.7.1.Pemeriksaan Organoleptis Gel

Uji organoleptik dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan

cara melakukan pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau dari sediaan yang

telah dibuat (Anief, 1997).

3.3.7.2.Uji Homogenitas Fisik Gel

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah

dibuat homogen atau tidak. Caranya, gel dioleskan pada kaca transparan di mana

sediaan diambil 3 bagian yaitu atas, tengah dan bawah. Homogenitas ditunjukkan

dengan tidak adanya butiran kasar (Mappa, Edy, dan Kojong, 2013).

3.3.7.3.Pengukuran pH Gel

Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel untuk

menjamin sediaan gel tidak menyebabkan iritasi pada kulit. pH sediaan gel diukur

dengan menggunakan pH meter. pH sediaan yang memenuhi kriteria pH kulit

yaitu dalam interval 4,5 – 6,5 (Tranggono dan Latifa, 2007).

3.3.7.4.Pengukuran Viskositas Gel

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viscometer

HAAKE 6R. Sampel ditempatkan dalam gelas beker, kemudian dipilih spindel

dengan ukuran yang sesuai dan spindel dimasukkan ke dalam gelas beker hingga

spindel terendam. Diatur kecepatan yang akan digunakan. Viskometer dijalankan,

kemudian viskositas dari gel akan terbaca (Septiani, 2011).

Page 52: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.8. Penyiapan Kulit Tikus

Tikus dianestesi dengan eter, lalu diambil kulitnya pada bagian abdomen.

Bagian kulit yang dipotong dibersihkan dari lemak-lemak yang masih menempel,

digunting bulu-bulunya dan dicukur dengan pisau pencukur dengan hati-hati

sampai kulit tikus bersih dari bulu-bulu. Setelah itu kulit dicuci dengan

menggunakan air suling dan dibilas dengan larutan NaCl 0,9% untuk melepaskan

sisa jaringan yang masih melekat (Fatmawaty, Tjendra, dan Nisa, 2012).

3.3.9. Uji Kemampuan Difusi Zat Aktif

Uji kemampuan penetrasi atau difusi zat aktif dilakukan dengan

menggunakan Franz Diffusion Cell pada suhu 37ºC ± 0,5ºC. Membran kulit tikus

segar diletakkan di antara kompartemen donor dan reseptor. Kompartemen donor

diisi dengan menggunakan formula gel dan dibiarkan terpapar dengan atmosfer

(udara). Gel dengan bobot 0,3 gram dioleskan pada membran kulit tersebut.

Kompartemen reseptor diisi dengan larutan dapar fosfat pH 7,3 ± 0,2 dan diaduk

mengunakan pengaduk magnetik dengan kecepatan 50 rpm. Pada interval menit

ke 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420, dan 480 diambil 2 mL larutan

dapar fosfat pH 7,3 ± 0,2 dari kompartemen reseptor dan ditambahkan juga

sejumlah larutan dapar fosfat pH 7,3 ± 0,2 dengan volume yang sama. Kemudian

larutan tersebut diencerkan dan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer

UV-Vis pada panjang gelombang maksimum (Irfan, Verma, dan Ram, 2012).

Page 53: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Formulasi Transfersom

Transfersom yang mengandung verapamil hidroklorida diformulasikan

dengan kadar sebesar 24 mg/mL untuk penghantaran melalui kulit. Fosfolipid

yang digunakan adalah soya phosphatidylcholine (Phospholipon 90H) yang

merupakan fosfolipid dengan kemurnian 90% dan memiliki estetika yang baik

karena tidak menimbulkan bau seperti halnya egg phosphatidylcholin (Prajapati,

Patel CG, Patel CN, 2011). Edge activator yang digunakan adalah tween 80 yang

sudah umum digunakan dalam pembuatan transfersom. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Abdallah, 2013, tween 80 merupakan edge activator yang

baik karena dapat menghasilkan transfersom dengan efisiensi penjerapan yang

tinggi. Selain itu, menurut data keamanan material, tween 80 tidak menyebabkan

toksisitas maupun efek karsinogenik, mutagenik dan teratogenik, sehingga aman

digunakan (Acumedia, 2014). Pelarut organik yang digunakan adalah etanol pro

analisa. Dasar pemilihan etanol sebagai pelarut adalah kelarutan dari komponen

penyusun transfersom, di mana verapamil hidroklorida larut 30 sampai 100 bagian

etanol (Anonim, 2014), soya phosphatidycholine larut dalam 1 sampai 10 bagian

etanol (Anonim, 2014), dan tween 80 juga mudah larut dalam etanol (Rowe, Paul

dan Marian, 2009). Selain itu, etanol merupakan pelarut yang lebih aman dan

ramah lingkungan dibandingkan dengan pelarut organik lainnya. Zat penghidrasi

yang digunakan adalah phosphate buffered saline pH 7,3±0,2. Phosphate buffered

saline digunakan karena memiliki osmolaritas dan konsentrasi ion yang serupa

dengan kondisi fisiologis tubuh (Medicago AB, 2010).

Transfersom dibuat dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis.

Metode ini dipilih karena dapat menghasilkan transfersom dengan ukuran partikel

yang lebih kecil dan homogenitasnya besar. Selain itu, pada metode ini, pelarut

yang digunakan dapat benar-benar dipastikan menguap secara keseluruhan,

dibandingkan dengan metode pencampuran langsung. Hal tersebut disebabkan

karena pada metode ini pelarut dihilangkan menggunakan vacuum rotary

37

Page 54: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

evaporator. Vesikel transfersom yang akan terbentuk dengan metode hidrasi lapis

tipis adalah multi lamellar vesicle (MLV), di mana pelepasan obat dapat dikontrol

dan jumlah obat yang dapat ditampung dalam vesikel pun banyak (Abdassah,

2004).

Transfersom dibuat menggunakan kombinasi fosfolipid dengan edge

activator dalam 3 perbandingan konsentrasi yang berbeda, dengan rasio

perbandingan soya phosphatidylcholine:tween 80 untuk F1, F2, dan F3 berturut

turut adalah 75:35, 85:15, dan 95:5. Penggunaan etanol pro analisa sebanyak 8

mL sebagai pelarut didasarkan atas proses optimasi yang telah dilakukan

sebelumnya dalam uji pendahuluan. Pada uji pendahuluan, dilakukan uji coba

terhadap jumlah etanol pro analisa yang digunakan untuk melarutkan soya

phosphatidylcholine dan verapamil hidroklorida. Jumlah etanol pro analisa yang

digunakan adalah 4 mL, 5 mL, 6 mL, 7 mL, dan 8 mL. Pada penggunaan etanol

pro analisa sebanyak 4 sampai 7 mL, soya phosphatidylcholine belum terlarut

secara sempurna, di mana masih terdapat butiran-butiran halus. Oleh karena itu,

hasil optimasi menunjukkan bahwa soya phosphatidylcholine dan verapamil

hidroklorida dapat larut secara sempurna dalam 8 mL etanol pro analisa.

Pembuatan lapis tipis dilakukan dengan menggunakan vacuum rotary

evaporator dengan suhu waterbath 43o±2

oC dan suhu kondensor 10

o±1

oC. Suhu

43o±2

oC digunakan karena pada suhu tersebut pelarut yang digunakan mudah

diuapkan dan merupakan suhu transisi soya phosphatidylcholine (Patel R, Singh

SK, Singh S, Sheth, Gendle, 2009). Labu evaporator kemudian dipasangkan pada

vacuum rotary evaporator. Pada percobaan pendahuluan, dioptimasi suatu kondisi

penggunaan alat yang mampu menghasilkan lapisan tipis terbaik, berupa lapisan

tipis yang merata pada dinding labu. Optimasi dilakukan terhadap ukuran labu

evaporator yang digunakan, di mana digunakan labu berukuran 200 mL dan 1000

mL. Hasil optimasi menunjukkan bahwa ukuran labu menentukan keberhasilan

pembentukan lapis tipis dan didapatkan penggunaan labu 200 mL dapat

menghasilkan lapis tipis yang baik.

Optimasi pembuatan lapis tipis yang harus dicapai adalah proses vakum

yang tepat, serta suhu dan kecepatan rotasi labu evaporator. Waktu yang

dibutuhkan untuk pembuatan lapis tipis adalah relatif, yaitu bergantung pada

Page 55: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

banyaknya pelarut dan fosfolipid yang digunakan. Untuk formulasi yang dibuat,

dibutuhkan waktu ± 60 menit untuk membentuk lapis tipis yang kering dan

compact. Kondisi vakum sangat dibutuhkan untuk menguapkan atau

menghilangkan etanol pro analisa hingga terbentuk lapisan tipis. Proses optimasi

selanjutnya dilakukan terhadap kecepatan rotasi labu evaporator, di mana

dilakukan proses pembentukan lapis tipis pada dua kecepatan rotasi, yaitu 50 rpm

dan 150 rpm. Hasil optimasi menunjukkan bahwa pada kecepatan rotasi 50 rpm,

lapis tipis yang terbentuk terlihat lebih tebal dan tidak merata dibandingkan

dengan kecepatan rotasi 150 rpm. Oleh karena itu, setelah dilakukan optimasi,

lapis tipis yang merata dapat terbentuk dengan menggunakan vacuum rotary

evaporator dengan ukuran labu evaporator 200mL, suhu waterbath 43o±2

oC,

kecepatan rotasi labu evaporator 150 rpm, dan waktu pembuatan selama ± 60

menit.

Setelah lapisan tipis terbentuk, lapis tipis didiamkan 1x24 jam dalam

lemari pendingin, selanjutnya dihidrasi menggunakan phosphate buffered saline

pH 7,3±0,2. Tujuan dari penyimpanan lapis tipis selama 1x24 jam dalam lemari

pendingin adalah untuk menjadikan lapis tipis yang terbentuk lebih compact dan

untuk memastikan bahwa seluruh pelarut telah menguap dan tidak ada pelarut

yang tersisa (Patel R, Singh SK, Singh S, Sheth, Gendle, 2009). Selanjutnya,

lapis tipis yang telah terbentuk dilakukan proses hidrasi yang ditujukan untuk

membentuk dispersi transfersom. Pada proses hidrasi, pengelupasan lapis tipis

dibantu dengan menggunakan glass beads yang berupa bola-bola kaca berukuran

kecil yang tidak menimbulkan kerusakan pada labu evaporator, di mana glass

beads akan membantu pengelupasan lapis tipis secara mekanik dengan

memberikan penekanan pada lapis tipis, sehingga lapis tipis dapat tercampur

homogen dengan phosphate buffered saline. Proses hidrasi tersebut akan

menghasilkan dispersi transfersom yang kemudian dilakukan proses sonikasi

menggunakan bath sonicator 50 Hz selama 30 menit dengan tujuan untuk

memperkecil ukuran partikel (Laxmi, Zafaruddin, Kuchana, 2015). Mekanisme

pengecilan ukuran partikel berdasarkan teori tumbukan dari frekuensi yang

dihasilkan dari sonikator sebesar 50 Hz, sehingga terjadi tumbukan antarpartikel

dan menyebabkan ukuran partikel menjadi lebih kecil. Proses optimasi terhadap

Page 56: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

lamanya waktu sonikasi juga diperlukan, karena apabila terlalu lama, maka

partikel akan semakin berukuran kecil dan dapat terbentuk agregat yang akan

menyebabkan ukuran partikel semakin besar. Optimasi dilakukan terhadap waktu

optimum proses sonikasi, di mana dilakukan proses sonikasi selama 10 menit, 30

menit, dan 60 menit. Hasil optimasi menunjukan bahwa pada proses sonikasi

selama 10 menit, partikel masih berukuran besar karena tumbukan antarpartikel

belum terjadi secara keseluruhan. Sedangkan pada proses sonikasi selama 60

menit, partikel membentuk agregat dan ukuran partikelnya menjadi semakin

besar. Sehingga, waktu optimum yang diperoleh adalah 30 menit. Kemudian,

transfersom yang telah disonikasi tersebut disimpan dalam lemari pendingin untuk

menjaga stabilitasnya, sebelum dilakukan karakterisasi.

4.2. Karakterisasi Transfersom Verapamil Hidroklorida

4.2.1. Organoleptis

Pengujian organoleptis transfersom verapamil hidroklorida dilakukan

terhadap bentuk, bau, dan warna. Di mana transfersom yang dihasilkan berupa

dispersi nanopartikel dalam phosphate buffered saline pH 7,3±0,2. Berdasarkan

Gambar 4.1, transfersom verapamil hidroklorida terlihat sebagai larutan koloid

berwarna putih susu (opaque) dan berbau khas soya phosphatidylcholine. Secara

organoleptis, terlihat perbedaan yang nyata terkait intensitas warna dan kekentalan

yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah soya phosphatidylcholine yang

digunakan, maka intensitas warna putih susu (opaque) yang dihasilkan akan

semakin pekat dan kekentalannya juga semakin besar.

(A) (B) (C)

Gambar 4.1. Dispersi Transfersom Verapamil Hidroklorida: F1 (A), F2 (B), F3 (C)

Page 57: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2.2. Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel

Pengukuran distribusi ukuran partikel transfersom dilakukan dengan

menggunakan Particle Size Analyzer. Adapun data distribusi ukuran partikel dan

indeks polidispersitas transfersom tertera pada Tabel 4.1 dan Lampiran 7.

Tabel. 4.1. Data Distribusi Ukuran Partikel dan Indeks Polidispersitas

Transfersom Verapamil Hidroklorida

Formula Ukuran Partikel Indeks Polidispersitas

F1 83,86 nm 0,0870

F2 196,66 nm 0,2900

F3 331,49 nm 0,0810

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa perbandingan jumlah penggunaan soya

phosphatidylcholine:tween 80 memiliki pengaruh terhadap ukuran partikel yang

dihasilkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Patel R, Singh

SK, Singh S, Sheth, Gendle, 2009, bahwa peningkatan jumlah surfaktan dapat

membentuk dispersi transfersom dengan ukuran partikel yang lebih kecil. Hal

yang berbeda terjadi pada fosfatidilkolin, di mana semakin banyak jumlah

fosfatidilkolin yang digunakan, maka semakin besar ukuran partikel dari dispersi

transfersom yang dihasilkan. Oleh karena itu, F1 dengan perbandingan soya

phosphatidylcholine:tween 80 sebesar 75:25 memiliki ukuran partikel yang lebih

kecil dibandingkan dengan F2 dan F3.

Berdasarkan data indeks polidispersitas yang diperoleh pada F1, F2, dan

F3 didapatkan nilai kurang dari 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa dispersi ketiga

formula tersebut homogen. Karena nilai indeks polidispersitas mendekati 0

menunjukan dispersi yang homogeny (Avadi, 2010).

4.2.3. Pengukuran Efisiensi Penjerapan

4.2.3.1.Pembuatan Spektrum Serapan Kurva Kalibrasi Verapamil

Hidroklorida dalam Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2

Kurva serapan verapamil hidroklorida dalam phosphate buffer saline pH

7,3±0,2 menghasilkan panjang gelombang maksimum 277,5 nm. Kemudian

dibuat kurva standar pada konsentrasi 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, 60 ppm, dan 70

ppm yang menghasilkan absorbansi secara berurutan adalah 0,280667; 0,353667;

0,453; 0,545; 0,638. Pembuatan kurva kalibrasi verapamil hidroklorida dalam

Page 58: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

phosphate buffered saline pH 7,3±0,2 menghasilkan persamaan garis y = 0,0091 x

- 0,0004 dengan nilai r = 0,9993. Adapun kurva liniearitas dapat dilihat pada

Lampiran 6.

4.2.3.2.Penentuan Jumlah Verapamil Hidroklorida yang Tidak Terjerap

Transfersom

Hasil perhitungan efisiensi penjerapan transfersom verapamil hidroklorida

tertera pada Tabel 4.2 dan Lampiran 9.

Tabel. 4.2. Efisiensi Penjerapan Transfersom Verapamil Hidroklorida

Formula Σ % Efisiensi Penjerapan

F1 98,5157±0,0016

F2 98,5537±0,0016

F3 98,5930±0,0070

Berdasarkan Tabel 4.2, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan efisiensi penjerapan yang signifikan antarformula. Hasil ini juga

menunjukkan bahwa efisiensi penjerapan transfersom verapamil hidroklorida

sangat baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Patel R, Singh SK, Singh

S, Sheth, Gendle, 2009, rasio penggunaan fosfolipid dengan surfaktan sangat

mempengaruhi efisiensi penjerapan transfersom yang dihasilkan. Efisiensi

penjerapan dapat menurun seiring dengan penambahan jumlah surfaktan yang

digunakan. Hal ini sesuai dengan efisiensi penjerapan yang diperoleh dalam

penelitian ini, bahwa efisiensi penjerapan berkurang, walau tidak secara

signifikan, dengan penambahan penggunaan jumlah surfaktan.

4.3. Formulasi Gel Verapamil Hidroklorida dan Gel Transfersom

Verapamil Hidroklorida

Formulasi gel verapamil hidroklorida dan gel transfersom verapamil

hidroklorida ini dibuat sediaan gel menggunakan polimer hidroksi propil metil

selulosa (HPMC). Penggunaan HPMC sebagai polimer didasarkan pada proses

optimasi pada uji pendahuluan. Uji pendahuluan dilakukan dengan menggunakan

dua polimer dengan berbagai konsentrasi. Adapun polimer yang digunakan saat

uji pendahuluan adalah Carbomer 940 dan Na CMC. Hasil uji pendahuluan

menunjukkan bahwa gel verapamil hidroklorida yang dibuat menggunakan

Page 59: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

polimer carbomer 940 dan Na CMC akan menghasilkan endapan berwarna putih

yang tidak larut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elkeshen, 2001,

verapamil hidroklorida yang memiliki gugus amin tersier dapat berinteraksi

dengan gugus fungsi polimer (karboksi) yang bermuatan negatif saat terjadi

perubahan pH. Perubahan pH tersebut membuat kelarutan dari verapamil

hidroklorida berkurang dan dapat menyebabkan terbentuknya presipitat putih

yang kompleks. Oleh karena itu, digunakan polimer non ionik, yaitu HPMC

untuk menghindari inkompatibilitas dengan verapamil hidroklorida.

Selanjutnya, untuk memperoleh gel yang baik, dilakukan optimasi

konsentrasi polimer HPMC yang akan digunakan. Optimasi juga perlu dilakukan

karena tidak terdapatnya suatu batasan keketalan gel. Variasi konsentrasi yang

dilakukan pada proses optimasi adalah 3%, 4%, dan 5%. Dari hasil optimasi

tersebut, konsentrasi 3%, dan 4% menghasilkan gel yang masih encer dan mudah

mengalir ketika diaplikasikan pada kulit. Sedangkan konsentrasi 5% sudah cukup

kental dan tidak mengalir ketika diaplikasikan pada kulit, oleh sebab itu pada

konsentrasi 5%, polimer HPMC digunakan sebagai basis dalam pembuatan gel.

Formula gel yang dibuat dibagi menjadi dua, yaitu F1 sebagai gel

pembanding yang menggunakan verapamil hidroklorida (tanpa dibuat

transfersom), dan F2 yang menggunakan dispersi transfersom verapamil

hidroklorida dengan konsentrasi masing-masing formula baik F1 dan F2 adalah

1%. Pembuatan kedua formula dimaksudkan untuk membandingkan efektivitas

sistem transfersom dalam menghantarkan verapamil hidroklorida melalui kulit.

4.4. Karakterisasi Gel

4.4.1. Pengamatan Organoleptis

Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan bahwa, kedua sediaan gel

memiliki karakteristik berupa warna putih, berbau lemah, dan homogen (Gambar

4.3). Warna putih yang dihasilkan berasal dari verapamil hidroklorida dan/ atau

transfersom, di mana pada gel F2 yang mengandung transfersom, warna putih

yang dihasilkan terlihat lebih dominan dibandingkan dengan gel F1. Hal ini

dikarenakan transfersom verapamil hidroklorida berbentuk dispersi berwarna

putih susu, sedangkan larutan verapamil hidroklorida berbentuk larutan jernih.

Page 60: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bau lemah yang dihasilkan pada F1 timbul karena penggunaan propilen glikol dan

gliserin, sedangkan bau lemah pada F2 timbul karena penggunaan soya

phosphatidylcholine, gliserin, dan propilen glikol. Kedua sediaan yang dihasilkan

tidak menunjukkan adanya gelembung udara. Walaupun pada saat pembuatan

dihasilkan gelembung udara akibat pengadukan, namun gelembung udara akan

hilang setelah dilakukan penyimpanan sediaan selama 2x24 jam.

Gambar 4.2. Pengamatan Organoleptis (A) Gel Transfersom Verapamil

Hidroklorida, (B) Gel Verapamil Hidroklorida

4.4.2. Pengujian Homogenitas

Hasil pengujian homogenitas gel menunjukkan bahwa kedua gel yang

dihasilkan menunjukkan homogenitas yang baik, di mana tidak terdapat butiran

kasar pada hasil pengamatan.

4.4.3. Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH sediaan gel F1 dan F2 secara berturut-turut adalah 5,855 dan

6,767. Perbedaan pH ini terjadi akibat dari penggunaan dispersi transfersom yang

mengandung verapamil hidroklorida. Verapamil hidroklorida yang dilarutkan

dalam aquadest memiliki pH lebih rendah (pH=5,806) dibandingkan dengan pH

dispersi transfersom yang mengandung verapamil hidroklorida (pH=7,082). Hal

ini disebabkan karena pada transfersom verapamil hidroklorida, verapamil

hidroklorida terjerap dalam sistem transfersom sehingga verapamil hidroklorida

tidak memberikan pengaruh terhadap pH sediaan. Selain itu, perbedaan pH juga

disebabkan oleh penggunaan phosphate buffered saline pH 7,3±0,2 pada

(A) (B)

Page 61: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

transfersom. Buffer yang digunakan tersebut akan menjaga pH agar tetap berada

pada rentang 7,3. Sediaan topikal sebaiknya memiliki pH yang berada dalam

rentang pH balance kulit, yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007). pH gel

yang dihasilkan pada F2 sedikit berada di luar rentang pH balance kulit, namun

masih aman untuk digunakan.

4.4.4. Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas sediaan gel dilakukan dengan menggunakan alat

viskotester HAAKE 6R spindel R6 dengan kecepatan 60 rpm. Kedua gel yang

dihasilkan memiliki perbedaan viskositas, di mana viskositas gel F1 dan F2 secara

berturut-turut adalah 7.400 dan 12.200 cPs. Berdasarkan hasil pengukuran

viskositas pada kedua gel tersebut diketahui bahwa terdapat pengaruh dispersi

transfersom terhadap viskositas gel yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena

pada transfersom verapamil hidroklorida terdapat soya phosphatidylcholine dan

tween 80 yang dapat meningkatkan viskositas dari gel yang dihasilkan.

4.5. Uji Kemampuan Difusi Zat Aktif

Dilakukan uji penetrasi secara in vitro dengan menggunakan sel difusi

Franz. Pengujian dilakukan untuk mengetahui jumlah verapamil hidroklorida

yang dapat berpenetrasi melalui membran kulit selama interval waktu tertentu.

Membran yang digunakan yaitu kulit bagian abdomen tikus betina dari galur

Sprague Dawley yang berumur 8 sampai 10 minggu, dengan berat ± 150 gram

dengan ketebalan membran 0,6 ± 0,1 mm, dan luas membran 3,14 cm2. Alasan

penggunaan kulit tikus sebagai membran karena cukup mudah didapat dan telah

dilaporkan bahwa permeabilitas kulit tikus yang telah dicukur bulunya mirip

dengan permeabilitas kulit manusia (Wester dan Maibach, 1990).

Tikus terlebih dahulu dibius dengan eter hingga mati, kemudian rambut

tikus dicukur karena ditakutkan bahan kimia yang diaplikasikan dapat menempel

pada keratin rambut sehingga akan mengurangi jumlah zat aktif yang mencapai

stratum korneum (Iswandana, 2012). Rambut tikus dicukur dengan hati-hati agar

kulit tidak terluka, karena kulit yang terluka akan berpengaruh terhadap penetrasi

zat aktif. Lemak subkutan harus dihilangkan terlebih dahulu agar tidak

Page 62: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mengganggu penetrasi obat masuk ke dalam kulit. Kulit yang telah bersih

direndam dalam larutan NaCl fisiologis dan phosphate buffered saline pH 7,3±0,2

selama 30 menit. Kulit dapat disimpan dalam lemari pendingin sebelum

digunakan, tetapi sebaiknya digunakan kulit yang masih segar, kulit dapat

digunakan dalam rentang waktu tidak lebih dari 24 jam (Iswandana, 2012). Hal

penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah zat aktif dalam hal ini adalah

verapamil hidroklorida harus larut dalam cairan kompartemen reseptor yang

digunakan. Phosphate buffered saline pH 7,3±0,2 dipilih sebagai simulasi kondisi

pH cairan tubuh manusia. Pengadukan pada kompartemen reseptor berfungsi

untuk homogenisasi yang dapat mempercepat proses difusi zat yang terpenetrasi.

Pengadukan dilakukan dengan menggunakan pengaduk magnetik dengan

kecepakan konstan. Suhu dijaga dengan menggunakan water jacket pada

37±0,5oC. dengan menggunakan air yang dialirkan dari termostat. Suhu 37±0,5

oC

ini menggambarkan suhu tubuh manusia. Suhu harus tetap dijaga, karena suhu

juga berpengaruh terhadap banyaknya zat aktif yang dapat berdifusi masuk ke

dalam kulit. Semakin tinggi suhu, maka nilai serapan yang diukur akan semakin

besar (Ansel, 1989). Membran harus kontak dengan cairan reseptor agar sediaan

yang diaplikasikan pada membran dapat berpenetrasi langsung menembus kulit

menuju cairan reseptor.

Banyaknya hal-hal secara teknis yang harus diperhatikan dalam uji

penetrasi, maka setiap perbedaan perlakuan dapat memberikan hasil yang berbeda

(Iswandana, 2012). Oleh karena itu, dalam penelitian ini diusahakan untuk

mengeleminasi segala kemungkinan yang dapat mengganggu uji penetrasi dengan

mengkondisikan perlakuan yang sama pada kedua sampel tersebut. Kecepatan

pengadukan dan pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi hasil uji

penetrasi. Semakin besar kecepatan pengadukan, maka obat dalam kompartemen

reseptor akan menjadi semakin homogen sehingga diusahakan menggunakan

kecepatan yang sama pada setiap perlakuan. Adanya variasi ketebalan kulit juga

dapat memberikan hasil yang berbeda, tetapi sedapat mungkin diusahakan

ketebalan kulit yang digunakan kurang lebih sama.

Pengujian dilakukan dengan tiga kali replikasi untuk F1 dan F2 selama 8

jam dan pengambilan sampel dilakukan sebanyak 12 kali, yaitu pada menit ke-15,

Page 63: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420, dan 480. Sampel setiap kali diambil

sebanyak 2 mL. Untuk sampel yang membutuhkan pengenceran dilakukan

pengenceran menggunakan mikropipet. Setiap kali dilakukan pengambilan

sampel, larutan kompartemen reseptor diganti kembali sebanyak yang diambil

menggunakan phosphate buffered saline pH 7,3±0,2 untuk menjaga volume

cairan reseptor tetap konstan selama percobaan. Dengan demikian, dalam

perhitungan digunakan faktor koreksi akibat adanya proses pengenceran yang

dilakukan. Selanjutnya dilakukan pengukuran serapan sampel dengan

menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum

verapamil hidroklorida dalam larutan phosphate buffered saline pH 7,3±0,2, yaitu

pada 277,5 nm.

Hasil pengujian penetrasi melalui membran kulit tikus dari sediaan gel F1

dan F2 secara berturut turut adalah 610,303 ± 1,885 µg/cm2 dan 861,0263 ±

1,718 µg/cm2 selama 8 jam. Adapun kurva jumlah kumulatif verapamil

hidroklorida yang terpenetrasi per satuan luas membran dapat dilihat pada

Gambar 4.3.

Berdasarkan Gambar 4.3, terlihat perbedaan jumlah kumulatif verapamil

hidroklorida yang terpenetrasi per satuan luas membran antara gel F1 dan F2.

Hasil tersebut menunjukan bahwa transfersom verapamil hidroklorida mampu

meningkatkan kemampuan penetrasi verapamil hidroklorida dalam menembus

membran kulit, di mana jumlah verapamil hidroklorida terpenetrasi dapat dihitung

berdasarkan persentase jumlah verapamil hidroklorida yang terpenetrasi dari dosis

yang diaplikasikan. Persen verapamil hidroklorida yang terpenetrasi dari sediaan

gel F1 dan F2 secara berturut-turut adalah 63,878 ± 0,1973 % dan 90,120 ±

0,1798 % selama 8 jam. Adapun persentase jumlah kumulatif verapamil

hidroklorida yang terpenetrasi dari gel dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Page 64: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.3. Jumlah Kumulatif Verapamil Hidroklorida yang terpenetrasi

Per Satuan Luas Membran

Gambar 4.4. Persentase Jumlah Kumulatif Verapamil Hidroklorida yang

Terpenetrasi dari Gel Selama 8 Jam

Berdasarkan Gambar 4.4, terlihat perbedaan persentase jumlah kumulatif

verapamil hidroklorida yang terpenetrasi antara gel F1 dan F2. Hasil tersebut

membuktikan bahwa transfersom verapamil hidroklorida mampu meningkatkan

jumlah kumulatif verapamil hidroklorida yang terpenetrasi menembus membran

kulit.

Kemudian fluks diperoleh pada keadaan steady state dengan mengikuti

kaidah hukum Ficks. Fluks merupakan jumlah obat yang terpenetrasi per satuan

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

0 2 4 6 8 10

Jum

lah

Te

rpe

ne

tras

i (µ

g/cm

2)

Waktu (jam)

Verapamil Hidroklorida

Transfersom VerapamilHidroklorida

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 2 4 6 8 10

Jum

lah

Ve

rap

amil

yan

g te

rpe

ne

tras

i (%

)

Waktu (jam)

Verapamil Hidroklorida

Transfersom VerapamilHidroklorida

Page 65: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

luas membran dan waktu. Adapun fluks dari kedua sediaan gel F1 dan F2 secara

berturut-turut adalah 76,287 ± 0,235 µg.cm-2

.jam-1

dan 107,628 ± 0,214 µg.cm-

2.jam

-1. Hasil tersebut menunjukan bahwa sediaan gel F2 memiliki kecepatan

penetrasi obat yang lebih tinggi dibandingkan dengan gel F1. Selain itu, dari hasil

pengolahan data menggunakan statistik SPSS 16 menunjukkan bahwa nilai fluks

F1 dan F2 berbeda secara signifikan (p < 0,05), hal ini terlihat dari nilai

signifikansi yang dihasilkan pada pengujian. Apabila dibandingkan dengan gel

verapamil hidroklorida biasa (tidak dibuat transfersom), kemampuan penetrasinya

akan terlihat berbeda. Pada gel verapamil hidroklorida (F1), verapamil

hidroklorida tidak dilapisi oleh suatu pembawa (vesikel) dalam melewati stratum

korneum. Hal ini menyebabkan kemampuan penetrasinya lebih rendah karena

sifat hidrofilisitasnya (Prajapati, Patel CG, Patel CN, 2011). Verapamil

hidroklorida memiliki sifat hidrofil sehingga sulit menembus stratum korneum

pada membran kulit, sedangkan verapamil hidroklorida yang dibuat dalam sistem

transfersom akan lebih mudah berpenetrasi menembus stratum korneum. Hal ini

disebabkan karena transfersom memiliki struktur yang menyerupai membran kulit

sehingga transfersom dapat dengan mudah menembus membran kulit dan

menghantarkan verapamil menuju ke tempat kerjanya.

Transfersom merupakan vesikel lipid bersifat elastis dan ultradeformable.

Hal inilah yang menyebabkan gel F2 yang mengandung verapamil hidroklorida

dalam sistem transfersom memiliki kecepatan penetrasi yang lebih baik. Sifat dan

strukturnya yang serupa dengan fosfolipid bilayer pada stratum korneum,

memungkinkan transfersom mudah menembus barrier pada membran kulit

tersebut. Vesikel lipid yang mengandung verapamil hidroklorida tersebut dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mampu berubah bentuk ketika akan

melewati celah pada membran sel. Fleksibilitas yang dimiliki transfersom

sangatlah baik, bahkan dapat menembus celah yang ukurannya sepuluh kali lebih

kecil dari diameternya. Fleksibilitas inilah yang akan menentukan pecah atau

tidaknya vesikel tersebut dalam kulit dan menentukan kemampuan transfersom

untuk menembus kulit (Prajapati, Patel CG, Patel CN, 2011). Secara skematis,

mekanisme absorbsi obat melalui kulit menuju sistemik dapat dilihat pada

Gambar 2.2.

Page 66: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fleksibilitas dari transfersom diperoleh dari perbandingan konsentrasi

antara surfaktan dengan fosfatidilkolin. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Abdallah, 2013, terdapat konsentrasi maksimum penggunaan surfaktan dalam

pembuatan transfersom, terkait dengan rigiditas, ukuran vesikel yang terbentuk,

dan efisiensi penjerapannya. Rasio perbandingan fosfatidilkolin dan surfaktan

yang sesuai dapat menghasilkan vesikel dengan susunan lamellar yang sesuai

sehingga elastisitasnya semakin baik (Abdallah, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gupta, 2012, transfersom

mampu meningkatkan jumlah zat aktif yang terpenetrasi sampai dua kali lebih

besar dibandingkan dengan zat aktif tanpa dibuat transfersom. Dalam penelitian

ini hasil yang sama tidak diperoleh, di mana jumlah zat aktif terpenetrasi

meningkat, namun tidak mencapai dua kali lipatnya. Hal ini dimungkinkan karena

penggunaan zat aktif yang terlalu sedikit jumlahnya, sehingga ruang yang terdapat

pada vesikel transfersom tidak terisi penuh dan efisiensi penjerapannya belum

optimal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iswandana, 2012, verapamil

hidroklorida yang dibuat nanopartikel dengan menggunakan metode gelasi ionik

memiliki kemampuan penetrasi yang lebih rendah (819,71±2,23 µg/cm2) jika

dibandingkan dengan verapamil hidroklorida yang dibuat dalam sistem

transfersom (861,0263 ± 1,718 µg/cm2) selama 8 jam. Hasil ini tidak menunjukan

perbedaan yang signifikan, namun dapat membuktikan keberhasilan transfersom

dalam meningkatkan kemampuan penetrasi obat menembus membran kulit.

Page 67: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Transfersom yang mengandung verapamil hidroklorida dengan rasio

perbandingan soya phosphatidycholine:tween 80 sebesar 75:25 dapat

diformulasikan dengan metode hidrasi lapis tipis. Dihasilkan ukuran partikel

sebesar 83,86 nm dengan indeks polidispersitas 0,0870 dan efisiensi penjerapan

98,5157±0,0016%, serta jumlah verapamil hidroklorida terpenetrasi

90,120±0,1798% dan fluks 107,628 ± 0,214 µg.cm-2

.jam-1

.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mendapatkan

transfersom dengan ukuran partikel yang lebih kecil dengan

melakukan optimasi perbandingan antara soya

phosphatidylcholine:tween 80.

2. Perlu dilakukan peningkatan kadar zat aktif untuk melihat efisiensi

penjerapan transfersom yang dihasilkan.

3. Perlu dilakukan pengujian stabilitas sediaan yang mengandung

transfersom.

51

Page 68: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Abdallah, Marwa H. 2013. Transfersomes as a transdermal drug delivery system

for enhancement the antifungal activity of nystatin. International Journal of

Pharmacy and Pharmaceutical Science: India.

Abdassah. 2004. Transfersom sebagai sistem penghantaran obat kanker. Review

Artikel. Jurusan Farmasi FMIPA UNPAD: Jatinangor-Sumedang.

Akhtar, N; Rehman, MU; Khan, HMS; Rasool, F; Saeed, T; Murtaza, G. 2011.

Penetration Enhancing Effect of Polysorbate 20 and 80 on the In Vitro

Percutaneous Absorption of L-Ascorbic Acid. Trop J Pharm Res Vol 10.

India.

Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia: Jakarta.

Anonim 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia: Jakarta.

Anonim. 2007. Product Information L-α-Phosphatidylcholine. Sigma Aldrich.

Missouri: USA.

Anonim. 2013. Product Information: Verapamil (hydrochloride). Cayman

Chemical. Michigan: USA.

Anonim. 2014. Material Safety Data Sheet: Tween 80 (Polysorbate 80). Acumedia

Manufacturers, Inc. Michigan: USA.

Ajay, Gaur; Vinit, Mittal Kumar. 2013. Development and characterization of

ketoprofen loaded protransfersome by using sodium cholate for transdermal

delivery. International Journal of Pharmaceutical Quality Assurance Vol. 4:

India.

Arikumalasari, J; Dewantara I.G.N.A; Wijayanti, N.P.A.D. 2013. Optimasi

HPMC sebagai gelling agent dalam formula gel ekstrak kulit manggis

(Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Udayana. Jimbaran: Bali.

Avadi, M.R.; Assal, M.M.S.; Nasser, M; Saideh, A; Fatemeh, A; Rassoul, D;

Morteza, R. 2010. Preparation and characterization of insulin nanoparticles

using chitosan and arabic gum with ionic gelation method. Nanomedicine:

Nanotechnology, Biology, and Medicine. Tehran: Iran.

Barry, B.W. 1983. Dermatological Formulations: Percutaneous Absorption.

Marcel Dekker, Inc.: New York. Hal 8-13; 160-161.

Page 69: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Banker, G.S; Anderson, N.R., 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi

ketiga, Vol. II. Universitas Indonesia Press:Jakarta.

Bhoomi, Patel J; Jitendra, Patel L. 2014. Design and development of transfersome

of fluconazole for topical drug delivery system. An International Journal of

Pharmaceutical Science. Gujarat: India.

Crommelin, D.J.A; Zuidam, N.J; Grit, M. 1993. Transfersome Technology

Second Edition Vol.I. CRC Press: USA. Hal. 337-462.

Djajadisastra, J.; A. Mun’im; Dessy. N.P. 2009. Formulasi gel topikal dari ekstrak

Nerii folium dalam sediaan anti jerawat. Jurnal Farmasi Indonesia:

Indonesia.

DiPiro, J.T; Talbert, R.L; Yee, G.C; Matzke, G.R; Wells, B.G; Posey, L.M. 2008.

Pharmacotherapy: a Pathophysiologic Approach, Seventh Edition. The

McGraw-Hill Companies, Inc.: USA.

Elkheshen, Seham A. 2001. Interaction of verapamil hydrochloride with carbopol

934p and its effect on the release rate of the drug and the water uptake of the

polymer matrix. Drug Development and Industrial Pharmacy. Cairo: Egypt.

Emami, J; Varshosaz, J; Saljougian, N. 2008. Development and evaluation of

controlled-release buccoadhesive verapamil hydrochloride tablets. DARU

Vol. 16, No. 2: Iran.

Evelyn C, Pearce. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia

Pustaka Utama: Jakarta.

Fatmawaty, Aisyah; Tjendra, Apolarosa; Riski, Radhia; Nisa, Michrun. 2012.

Formulasi, evaluasi fisik, dan permeasi krim pemutih asam kojat dengan

variasi enchancher. Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol 16, No 3.

Makassar.

Fern Ng, Shiow; Rouse, Jennifer; Sanderson, Dominic; Eccleston, Gillian. 2010.

A comparative study of transmembran diffusion and permeation of

ibuprofen across synthetic membrans using franz diffusion cells. Journal of

Pharmaceutics. Kuala Lumpur: Malaysia.

Florence, A.T; Attwood, D. 1983. Surfactant System, Their Chemistry,Pharmacy,

and Biology. Chappmann and Hall: London and New York.

Franco, F; Maqueda, L.A. Perez; Rodriguez, J.L.Perez. 2004. The effect of

ultrasound on the particle size and structural disorder of a well-ordered

kaolinite. Journal of Colloid and Interface Science. Malaga: Spain.

Page 70: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gummer, W.D; Gregor, D.J. 1989. The In Vitro Evaluation of Transdermal

Delivery in Transdermal Drug Delivery. Development Issues and Research

Initiatives, Marcel Dekker: New York. Hal: 177-186

Gupta, Ankit; Aggarwal, Geeta; Singla, Samita; Arora, Ritika. 2012.

Transfersomes: a novel vesicular carrier for enhanced transdermal delivery

of sertraline: development, characterization, and performance evaluation.

Scientia Pharmaceutica Research Article: India

.

Haryono, Agus; Restu, Witta Kartika; Harmani, Sri Budi. 2012. Preparasi dan

karakterisasi nanopartikel aluminium fosfat. Pusat Penelitian Kimia (P2K)-

Lipi. Serpong: Tangerang.

Heather A.E.; Benson. 2005. Transdermal Drug Delivery Techniques. Curr Drug

Dev: USA.

Hillery, A.M; Loyc, A.W; Swarbick, J., 2001, Drug Delivery and Targeting for

Pharmacist and Pharmaceutical Scientist. London Taylor and Francais:

London.

Irfan, Mohammed; Verma, Sushma; Ram, Alpana. 2012. Preparation and

characterization of ibuprofen loaded transfersome as a novel carrier for

transdermal drug delivery system. Asian Jorunal of Pharmaceutical and

Clinical Research: India.

Iswandana, Raditya. 2012. Preparasi Nanogel Verapamil Hidroklorida

Menggunakan Metode Gelasi Ionik Antara Kitosan – Natrium Tripolifosfat

Sebagai Sediaan Antihipertensi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Indonesia. Depok: Indonesia.

Jahanshahi, M; Babaei, Z. 2008. Protein nanoparticle: an unique system as drug

delivery vehicles. African Journal of Biotechnology. Babol: Iran.

Jonassen, Helene. 2014. Polysaccharide Based Nanoparticles for Drug Delivery

Applications. Thesis for Degree of Philosophiae Doctor. Oslo: Norway.

Kartika, B. 1997. Petunjuk Evaluasi Produk Industri Hasil Pertanian. PAU Pangan

dan Gizi UGM: Yogyakarta.

Kumar, K.P.S; Bhowmik, D; Chiranjib, B; Chandira, M. 2010. Transdermal drug

delivery system-a novel drug delivery system and its market scope and

oppurtunities. International Journal of Pharma and Bio Sciences: India.

Kumar, Satish K; Kumar, Ravi K; Kumar, Ravi BVV; Annapurna, M Mathrusri.

2010. Validated new spectrophotometric methods for the estimation of

verapamil in pharmaceutical dosage forms. Journal Pharmaceutical

Education and Research Vol. 1, Issue No. 2: India.

Page 71: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kusum Devi, V; Saisivam, S; Maria, GR; Deepti, PU. 2003. Design and

evaluation of matrix diffusion controlled transdermal patches of verapamil

hydrochloride. Drug Development and Industrial Pharmacy: India.

Kun, Lu; Xie, Shuanshuan; Han, Shilong; Zhang, Jidong; Chang, Xinwen; Chao,

Jing; Huang, Qingqing; Yuan Qing; Lin, Haiyan; Shen, Changxing; Tan,

Min; Qu, Shen; Wang, Changhui; Song, Xiaolian. 2014. Preparation of nano

emodin transfersome and study on it’s anti-obesity mechanism in adipose

tissue of diet-induced obese rat. Journal of Translational Medicine. Biomed

Central: China.

Kurniawan, D. W. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Langley, C. 2008. Pharmaceutical Compounding and Dispensing. Pharmaceutical

Press: London.

Laxmi, Vijaya M; Zafaruddin Md; Kuchana, Vijaya. 2015. Design and

characterization of transfersomal gel of repaglinide. International Journal of

Research Pharmacy. Hyberabad: India.

Lin, Yan; Tanaka, Shuzo. 2006 Ethanol Fermentation From Biomassa Resource:

Current State and Prospects. Spring-Verlag.

M. Sartor. 2011. Index of neurophysics courses. University of California San

Diego: USA..

Mappa, Tiara; Edy, Hosea Jaya; Kojong, Novel. 2013. Formulasi gel ekstrak daun

sasaladahan (Peperomia pellucid (L.) H.B.K) dan uji efektivitasnya terhadap

luka bakar pada kelinci (Orytolagus cuniculus). Jurnal Ilmiah Farmasi

UNSRAT: Manado.

Martin, A; Swarbrick, J; Cammarata, A. 1993. Farmasi Fisik. Edisi ke-3.

Universitas Indonesia Press: Jakarta. Hal 830-831.

Maureen, L. Coleman; Chisolm, Sallie W; Martiny, Adam C. 2006. Phosphate

acquisition genes in prochlorococcus ecotypes: evidence for genome-wide

adaptation. Proceedings of the National Academu of Sciences of The United

States of America: USA.

Mayangkara, Jati. 2011. Pengaruh etanol dan asam oleat terhadap penetrasi

liposom transdermal. Skripsi Studi S-1 Farmasi. Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Depok: Jawa Barat

Medicago, AB. 2010. Phosphate buffered saline Spesification Sheet.

Nidhin, M; Indumathy, R; Sreeram, K.J.; Nair, Balachandran Unni. 2008

Synthesis of iron oxide nanoparticles of narrow size distribution on

polysaccharide templates. Indian Academy of Sciences. Chennai: India.

Page 72: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Patel, J; Patel, B; Banwait, H; Parmar, K; Patel, M. 2011. Formulation and

evaluation of aceclofenac gel using different gelling agent. International

Journal of Drug Development and Research: India.

Patel, R; Singh, SK; Singh, S; Sheth, NR; Gendle R. 2009. Development and

characterization of curcumin loaded transfersome for transdermal delivery.

Journal of Pharmaceutical Science and Research: India.

Pathan, I.B; Setty, C.M. 2009. Chemical penetration enhancers for transdermal

drug delivery systems. Tropical journal of Pharmaceutical Research: India.

Perrie. 2010. Pharmaceutics: Drug Delivery and Targeting. Pharmaceutical Press:

London.

Prajapati, Shailesh T; Patel, Charmi G; Patel, Chhagan N. 2011. Transfersomes: a

vesicular carrier system for transdermal drug delivery. Asian Journal of

Biochemical and Pharmaceutical Research: India.

Rama, P. 2008. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Penerbit Agro

Media: Jakarta.

Ramirez, Marcela; Robles, Leopoldo V. 2004. Effect of formulation variables on

verapamil hydrochloride release from hydrated hpmc matrices. Rev. Soc.

Quím. Méx. Mexico.

Redelmeier Schutze, Marie; Tardi, Paul; Oja, Conrad; Cullis, Pieter R. 1999.

Doxorubicin entrapped within transfersome - associated antigens results in a

selective inhibition of the antibody response to the linked antigen.

Biochimica et Biophysica Acta (BBA) - Biomembrans: Canada

Riaz, M. 1996, Transfersomes preparation methods. Pakistan Journal of

Pharmaceutical Science Vol 19: Pakistan.

Roth, H.J; Blaschke, Gottfried. 1994. Analisis Farmasi, Cetakan Kedua.

Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Rowe, Raymond C; Marian E, Queen; Paul J, Sheskey. 2009.

Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th

Edition. American Pharmacist

Assiciation and Pharmaceutical Press: Washington DC and London.

Sachan, Roopesh; Parashar, Tarun; Singh, Vishal; Soniya; Singh, Gaurav; Tyagi,

Satyanand; Patel, chirag; Gupta, Anil. 2013. Drug carrier transfersomes: a

novel tool for transdermal drug delivery system. International Journal of

Research and Development in Pharmacy and Life Sciences: India.

Sahil M., Gavali; Pacharane, Sharad S; Jadhav, Kisan R; Kadam, Vilasrao J.

2011. Clinical p transfersome: a new technique for transdermal drug

Page 73: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

delivery. International Journal of Research in Pharmacy and Chemistry:

India.

Saroha, Kamal; Singh, Sarabjeet; Aggrawal, Anjay; Nanda, Sanju. 2013.

Transdermal gels – an alternative vehicle for drug delivery. International

Journal of Pharmaceutical, Chemical, and Biological Science. India.

Selvam, R. Panner; Singh, Anoop Kumar; Sivakumar, T. 2010. Transdermal Drug

Delivery Systems for Antihypertensive Drugs - A Review. International

Journal of Pharmaceutical and Biomedical Research: India.

Shiaw, Fern Ng; Jennifer, Rouse; Dominic, Sanderson; Gilian, Eccleston. 2010. A

comparative study of transmembran and permeation of ibuprofen across

synthetic membrans using franz diffusion cells. Journal of Pharmaceutical

Science: Malaysia.

Shah, H.S; Kakuji, T.; dan Yie, W.C. 1992. Transdermal controlled delivery of

verapamil: characterization of in vitro skin permeation. Internaional Journal

of Pharmaceutics. New Jersey: USA.

Shah, H.S; Chen, H.C.; Chao, F.K.; dan Jin, D.H. 1992. Transdermal controlled

delivery of verapamil: determination of in vitro/in vivo relationship. Journal

of Controlled Release. New Jersey: USA.

Shilakari, Gyati; Singh, Davinder; Astahana, Abhat. 2013. Novel vesicular

carriers for topical drug delivery and their application’s. International

Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research: India.

Singh, Tej Pratap; Singh, Rakesh Kumar; Shah, Jigar N; Mehta, Tejal A. 2014.

Mucoadhesive bilayer buccal patches of verapamil hydrochloride:

formulation development and characterization. International Journal of

Pharmacy and Pharmaceutical Science: India.

Sood, Jatin; Kaur, Varinder; Pawar, Pravin. 2013. Transdermal delivery of

verapamil hcl: effect of penetration agent on in vitro penetration through rat

skin. Journal Applied Pharmaceutical Science Vol. 3: India

Sudjaswadi, R.. 1991. Tween 80 dan Stabilitas Asetosal. Majalah Farmasi

Indonesia Volume 2: Indonesia.

Swarbrick, J.A. Boylan. 1994. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology.

Marcel Dekker: New York.

Tangri, Pranshu; Khurana, Shaffi. 2011. Niosomes: Formulation and Evaluation.

International Journal of Biopharmaceutics: India.

Page 74: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Thirupathi, Ajimera; Vancha, Anarendar Reddy; Sunitha, S. 2014. Preparation

and evaluation of transdermal film of verapamil. International Journal of

Biopharmaceutics: India.

Tranggono, R.I; F. Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.

PT. Gramedia: Jakarta.

Trommer, H.; Neubert, R.H.H. 2006. Overcoming The Stratum Corneum: The

Modulation of Skin Penetration. Skin Pharmacology and Physiology: USA

Tortora, G.J; Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology

Twelfth Edition. Wiley: Asia.

Touitou, E; Barry, BW; Williams, A.C.W. 2007. Chemical Permeation

Enhancment, in: Enhancement in Drug Delivery. CSC Press: USA.

Vinod, Kombath; Kumar, Minumula Suneel; Anbazhagan, Sockalingan; Sandhya,

Subadhra; Saikumar, Parre; Rohit, Reddy Tera; Banji, David. 2012. Critical

issues related to transfersomes – novel vesicular system. Scientiarum

Polonorum, Acta Sci. Pol., Technol. Alignment: India.

Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Kelima. Gadjah Mada

University Press: Yogyakarta.

Washington, N; Washington, C; Wilson, C.G. 2003. Physiological Pharmaceutics:

Barriers to Drug Absorption Second Edition. Taylor and Francis: New York.

Hal 183.

Wester, R.C.; Maibach, H.I. 1990. In Vitro Testing of Topical Pharmaceutical

Formulations. Dalam Topical Drug Delivery Formulations. Marcel Dekker,

Inc. New York: USA.

Willis, M.C; Collins, B.D; Zhang, T; Green, L.S; Sebesta, D.P; Bell, C; Kellogg,

E; Gill, S.C; Magallanez, A; Knauer, S; Bandele, R.A; Gill, P.S; Janjic, N.

1998. Transfersome anchored vascular endothelial growth factor aptamers.

Pubmed: USA.

Zhang, Yong-Tai; Xu, Yue-Ming; Zhao, Ji-Hui; Wang, Zhi; Xu, Ding-Qin; Feng,

Nian-Ping. 2014. In vivo microdialysis for the evaluation of transfersomes as

a novel transdermal delivery vehicle for cinnamic acid. Drug Developmemt

and Industrial Pharmacy. Informa Health Care: China.

Page 75: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Penelitian

Penyiapan alat dan bahan

Optimasi Metode dan Formula Transfersom

Pemb

Pembuatan Gel

Formulasi Transfersom

Pemb

Analisa Ukuran Partikel Analisa Efisiensi Penjerapan

Pengukuran Kadar Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis

Pengujian

Organoleptis Gel

Uji Homogenitas

Gel

Pengukuran

pH Gel

Uji Kemampuan

Difusi Zat Aktif

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

Pengukuran

Viskositas Gel

Page 76: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian

Glass Beads Ultracentrifuge Tube

Ultracentrifuge Particle Size Analyzer

Sel Difusi Franz Spektrofotometer UV-Vis

Page 77: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Gambar Hasil Pembentukan Lapis Tipis

Lampiran 4. Gambar Uji Kemampuan Difusi Zat Aktif

(A)

(C)

(D)

(B)

(E)

Keterangan: (A) Kulit tikus sebelum uji difusi; (B) Kulit tikus setelah uji difusi; (C) Kompartemen

donor dan reseptor; (D) Kompartemen donor (tampak atas); (E) Rangkaian alat Franz Diffusion

Cell

Page 78: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Verapamil Hidroklorida

dalam Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2

Page 79: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Data Absorbansi Kurva Standar Verapamil Hidroklorida dalam

Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2

Konsentrasi (ppm) Absorbansi

0

-0,001

-0,001

-0,001

30

0,280

0,281

0,281

40

0,353

0,354

0,354

50

0,453

0,453

0,453

60

0,545

0,545

0,545

70

0,638

0,638

0,638

Lampiran 7. Kurva Kalibrasi Verapamil Hidroklorida dalam Phosphate Buffered

Saline pH 7,3±0,2

y = 0,0091x - 0,0004 R² = 0,9993

-0,1

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi (ppm)

Page 80: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Kurva Distribusi Ukuran Partikel Transfersom Verapamil

Hidroklorida

(A)

Page 81: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(B)

Page 82: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(C)

Keterangan: (A) Formula F1 (B) Formula F2 (C) Formula F3

Page 83: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Data Efisiensi Penjerapan Transfersom Verapamil Hidroklorida

Formula Serapan (A)

F. Pengenceran 10x

Konsentrasi

(ppm)

% Efisiensi

Penjerapan

Σ % Efisiensi

Penjerapan

F1

0,324 356,483 98,514

98,5157±0,0016 0,323 355,384 98,519

0,324 356,483 98,514

F2

0,316 347,296 98,552

98,5537±0,0016 0,316 347,296 98,552

0,315 346,197 98,557

F3

0,304 334,109 98,607

98,5930±0,0070 0,308 338,890 98,587

0,309 339,604 98,585

Lampiran 10.Data Hasil Uji Penetrasi Verapamil Hidroklorida dalam Larutan

Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2 dari Gel Verapamil

Hidroklorida dan Gel Transfersom Verapamil Hidroklorida

Waktu (menit)

Jumlah Verapamil Hidroklorida Terpenetrasi (µg/cm2) (n=3)

F1 F2

1 2 3 ∑ 1 2 3 ∑

15 10,551 12,913 11,338 11,601 39,686 38,111 38,111 38,637

30 34,324 34,534 34,394 34,418 92,034 93,469 95,831 93,779

45 88,320 88,320 85,962 87,538 127,87 131,16 127,43 128,82

60 119,71 125,22 125,80 123,58 162,95 159,29 156,58 159,61

90 154,38 157,23 159,66 157,09 212,28 217,44 203,84 211,19

120 180,87 185,02 180,50 182,13 248,69 244,46 244,81 246,00

180 237,30 246,31 240,38 241,34 329,52 322,80 331,60 327,98

240 301,98 296,45 293,59 297,34 423,85 438,25 435,09 432,40

300 362,42 368,15 359,15 363,29 526,90 529,81 535,75 530,83

360 446,85 446,62 455,30 449,59 611,75 612,68 613,24 612,56

420 517,70 515,26 513,74 515,57 761,06 761,13 757,20 759,80

480 609,98 613,71 607,20 610,30 857,99 861,14 863,94 861,03

Page 84: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Data Persentase Kumulatif Verapamil Hidroklorida Terpenetrasi

dari Gel Verapamil Hidroklorida dan Gel Transfersom Verapamil

Hidroklorida berdasarkan Uji Penetrasi Selama 8 Jam

Waktu (menit)

Persentase Kumulatif Verapamil Hidroklorida Terpenetrasi (%) (n=3)

F1 F2

1 2 3 ∑ 1 2 3 ∑

15 1,104 1,351 1,186 1,214 4,153 3,989 3,989 4,043

30 3,592 3,614 3,600 3,602 9,632 9,783 10,03 9,815

45 9,244 9,244 8,997 9,162 13,38 13,72 13,33 13,48

60 12,53 13,10 13,16 12,93 17,05 16,67 16,38 16,70

90 16,15 16,45 16,71 16,44 22,21 22,75 21,33 22,10

120 18,93 19,36 18,89 19,06 26,03 25,75 25,62 25,74

180 24,83 25,78 25,16 25,25 34,49 33,78 34,70 34,32

240 31,60 31,02 30,73 31,12 44,336 45,87 45,53 45,25

300 37,93 38,53 37,60 38,02 55,14 55,45 56,07 55,55

360 46,77 46,74 47,65 47,05 64,03 64,12 64,18 64,11

420 54,18 53,93 53,77 53,96 79,65 79,66 79,25 79,52

480 63,84 64,23 63,55 63,87 89.80 90,13 90,42 90,12

Lampiran 12. Data Hasil Jumlah Kumulatif Verapamil Hidroklorida yang

Terpenetrasi, Persentase Jumlah Verapamil Hidroklorida yang

Terpenetrasi, dan Fluks Verapamil Hidroklorida dari Gel

Verapamil Hidroklorida dan Gel Transfersom Verapamil

Hidroklorida Berdasarkan Uji Penetrasi Selama 8 Jam

Formula

Jumlah Kumulatif Verapamil

Hidroklorida Terpenetrasi

(µg/cm2) (n=3)

% Jumlah Kumulatif

Verapamil Hidroklorida

Terpenetrasi (n=3)

Fluks Verapamil

Hidroklorida

(µg.cm-2

.jam-1

)

(n=3)

F1 610,303 ± 1,885 63,878 ± 0,1973 76,287 ± 0,235

F2 861,0263 ± 1,718 90,120 ± 0,1798 107,628 ± 0,214

Page 85: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Data Statistik Fluks Verapamil Hidroklorida

Page 86: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Persen Efisiensi Penjerapan Verapamil

Hidroklorida pada F1

Diketahui: y = 0,0091 - 0,0004x

y = 0,324

Kadar total verapamil hidroklorida = 24000 ppm

Ditanya: C = ? % efisiensi penjerapan = ?

a. Nilai C

y = 0,0091 - 0,0004x

0,324 = 0,0091 - 0,0004x

C = 35,6483 ppm

b. Faktor Pengenceran (FP)

FP = volume labu tentukur : volume sampling

FP = 5 mL : 0,5 mL

FP = 10x

c. Kadar Verapamil Hidroklorida yang Tidak Terjerap

Kadar Verapamil Hidroklorida yang Tidak Terjerap = C x FP

Kadar Verapamil Hidroklorida yang Tidak Terjerap = 35,6483 x 10

Kadar Verapamil Hidroklorida yang Tidak Terjerap = 356,483 ppm

d. % Efisiensi Penjerapan

Page 87: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Contoh Perhitungan Jumlah Verapamil Hidroklorida yang

Terpenetrasi dari Gel Transfersom Verapamil Hidroklorida pada

Menit ke-480

Diketahui: y = 0,0091 - 0,0004x

y = 0,5045

Ditanya: C = ?

Jumlah Kumulatif Verapamil Hidroklorida Terpenetrasi (Q) = ?

a. Nilai C

y = 0,0091 - 0,0004x

0,5045 = 0,0091 - 0,0004x

C = 55,4835 ppm

b. Faktor Pengenceran (FP)

FP = volume labu tentukur : volume sampling

FP = 2 mL : 1 mL

FP = 2x

c. Konsentrasi Terpenetrasi

Konsentrasi Terpenetrasi = C x FP

Konsentrasi Terpenertasi = 55,4835 x 2

Konsentrasi Terpenetrasi = 111,362 ppm

d. Jumlah Kumulatif Terpenetrasi

)

))

Cn = Konsentrasi verapamil hcl (µg/mL) pada sampling menit ke-480

V = Volume sel difusi Franz = 22,5 mL

= Konsentrasi terpenetrasi pada menit sebelumnya (menit ke-420)

S = Volume sampling = 2 mL

A = Luas area membran = 3,14 cm2

(

⁄ )

⁄ ))

Page 88: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Fluks Difusi pada Gel Transfersom Verapamil

Hidroklorida Jam ke delapan

Kecepatan Penetrasi Verapamil (Fluks; J, µg.cm-2

.jam-1

) dihitung dengan rumus:

)

Dimana:

J = Fluks (µg.cm-2

.jam-1

)

M = Jumlah kumulatif verapamil yang melalui membran (µg)

S = Luas area difusi (cm2)

t = Waktu (jam)

Diketahui: ⁄ =

Ditanya: J = ?

)

µg.cm-2

.jam-1

Page 89: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Persentase Jumlah Kumulatif Verapamil

Hidroklorida yang Terpenetrasi dari Gel Transfersom Verapamil

Hidroklorida

Jumlah Verapamil dalam 0,3 g sampel adalah 0,3 mg

Sampel yang diaplikasikan pada kulit sebanyak 0,3 g

Dalam 0,3 g sampel mengandung verapamil sebanyak 0,3 mg = 3000µg

Page 90: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 18. Sertifikat Analisis Soya Phosphatidylcholine

Page 91: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 19. Sertifikat Analisis Verapamil Hidroklorida

Page 92: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 93: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 94: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 95: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 96: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 20. Sertifikat Analisis Etanol

Page 97: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 98: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 21. Sertifikat Analisis Phosphate Buffered Saline pH 7,3±0,2

Page 99: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 22. Sertifikat Analisis HPMC

Page 100: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

84

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 101: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

85

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 23. Sertifikat Analisis Gliserin

Page 102: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

86

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 103: FORMULASI DAN KARAKTERISASI TRANSFERSOM YANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37575/1/RHESA... · dan air yang dapat meningkatkan penetrasi sediaan transdermal

87

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 24. Surat Keterangan Hewan Uji