22
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. Pengertian Fraktur menurut Rasjad, 1998 adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan atau tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif Mansjoer, 2000) Fraktur tibia adalah terjadinya trauma, akibat pukulan langsung jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras (Brunner and suddart, 2000) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddath, 2002) Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya di sebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang di tentukan jenis dan luas trauma (Lukman, 2007) Patah batang tibia merupakan fraktur yang sering terjadi dibanding fraktur pada batang tulang panjang yang lain (Sjamjuhidajat & Wim de Jong, 2004) B. Anatomi Fisiologi Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Ia mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang hanya terbungkus

Frak Tur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fraktur

Citation preview

Page 1: Frak Tur

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Fraktur menurut Rasjad, 1998 adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan

dan atau tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif

Mansjoer, 2000)

Fraktur tibia adalah terjadinya trauma, akibat pukulan langsung

jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras

(Brunner and suddart, 2000)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddath, 2002)

Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patahnya

tulang yang utuh, yang biasanya di sebabkan oleh trauma/rudapaksa atau

tenaga fisik yang di tentukan jenis dan luas trauma (Lukman, 2007)

Patah batang tibia merupakan fraktur yang sering terjadi dibanding

fraktur pada batang tulang panjang yang lain (Sjamjuhidajat & Wim de

Jong, 2004)

B. Anatomi Fisiologi

Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai

bawah. Ia mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi

depan tulang hanya terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri

jika terbentur. Pada pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur

pada sendi lutut. Bagian distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi

dengan tulang tarsal. Pada tepi luar terdapat perlekatan dengan tulang

fibula. Pada ujung medial terdapat maleolus medialis. Tulang fibula

merupakan tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul tulang fibula

tidak berartikulasi dengan tulang femur (tidak ikut sendi lutut) pada ujung

distalnya terdapat maleolus lateralis.

Page 2: Frak Tur

Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di

sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas,

mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat

berdiri. Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan

tempat deposit mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang

adalah sebagai berikut, yaitu :

a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh

b. Melindungi organ-organ tubuh (contoh tengkorak melindungi otak)

c. Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi

dan bergerak).

d. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral (contoh kalsium)

e. Hematopoeisis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum

tulang)

C. Etiologi

Penyebab fraktur diantaranya menurut Corwin, 2001:

1. Trauma

a. Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat

tersebut.

b. Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya

fraktur berjauhan.

2. Fraktur Patologis

Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis,

kanker tulang dan lain-lain.

3. Degenerasi

Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut

4. Spontan

Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.

Penyebab paling utama fraktur tibia biasa disebabkan oleh :

1. Benturan/trauma langsung pada tulang, antara lain kecelakaan lalu

lintas atau jatuh.

2. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang, akibat gangguan atau penyakit

Page 3: Frak Tur

primer seperti osteoporosis atau kanker tulang metastase

3. Olah raga/latihan yang terlalu berat , masukan nutrisi yang kurang

D. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis menurut Smeltzer and Bare, 2002 antara lain :

1. Nyeri local

2. Pembengkakan

3. Eritema

4. Peningkatan suhu

5. Pergerakan abnormal

Menurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis fraktur

adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas,

krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untum meminimalkan gerakan antar

fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya

tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur

lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terliahat maupun

teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan

ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan

baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang

tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah

tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain

sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).

4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

Page 4: Frak Tur

dengan lainnya. Uji kreptus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan

yang lebih berat.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa

baru terjadi atau setelah beberapa jam cedera.

E. Patofisiologi

Fraktur dapat terjadi karena trauma/rudapaksa sehingga dapat

menimbulkan luka terbuka dan tertutup. Fraktur luka terbuka

memudahkan mikroorganisme masuk kedalam luka tersebut dan akan

mengakibatkan terjadinya infeksi.

Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas

jaringan sendi, tulang bahakan kulit pada fraktur terbuka sehingga

merangsang nociseptor sekitar untuk mengeluarkan histamin, bradikinin

dan prostatglandin yang akan merangsang serabut A-delta untuk

menghantarkan rangsangan nyeri ke sum-sum tulang belakang,

kemudian dihantarkan oleh serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke

spinal melalu “dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls

nyeri menyeberangi sum-sum belakang pada interneuron-interneuron dan

bersambung dengan jalur spinal asendens, yaitu spinothalamic tract

(STT) dan spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem yang

diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dari

stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan

sebagai nyeri.

Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi

norepinephrin, sarap msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di

hipothalamus mengaktifkan kerja organ tubuh sehingga REM menurun

menyebabkan gangguan tidur.

Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi)

disebabkan nyeri bertambah bila digerakkan dan nyeri juga menyebabkan

enggan untuk bergerak termasuk toiletening, menyebabkan penumpukan

faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan faeses sehingga faeses

menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi.

Page 5: Frak Tur

Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah

satunya dekubitus, yaitu luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu

lama pada daerah bone promenence.

Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan

ancaman akan integritas tubuh, merupakan stressor psikologis yang bisa

menyebabkan kecemasan.

Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat

mengakibatkan cedera neuro vaskuler sehingga mengakibatkan oedema

juga mengakibatkan perubahan pada membran alveolar (kapiler)

sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi kerusakan pada

pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi tubuh

untk memenuhi kebutuhan oksigen.

Menurut Engram (1998), tulang dikatakan fraktur atau patah bila

terdapat interupsi dari kontinuitas jaringan tulang, biasanya fraktur disertai

cedera jaringan di seputarnya yaitu ligamen, otot, tendo, pembuluh darah

dan persyarafan. Trauma ini terjadi pada patah tulang dapat

menyebabkan fraktur yang akan mengakibatkan seseorang memiliki

keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan. Jaringan

lunak yang terdapat di sekitar fraktur seperti pembuluh darah syaraf dan

otot serta organ lain yang berdekatan dapat dirusak pada waktu orang

lain ataupun karena mencuatnya tulang yang patah. Apabila kulit sampai

robek, hal ini akan menyebabkan potensial injeksi. Tulang memiliki sangat

banyak pembuluh darah, akibat dari fraktur yang keluar dari pembuluh

darah ke dalam jaringan lunak atau pada luka yang terbuka. Luka dan

keluarnya darah tersebut dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.

Page 6: Frak Tur

F. Klasifikasi

Menurut Smeltzer and Bare, 2002 antara lain :

1. Fraktur komplet

Fraktur/patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya

mengalami pergeseran dari posisi normal.

2. Fraktur tidak komplet

Fraktur/patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah

tulang.

3. Fraktur tertutup

Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen

frakturnya tidak menembus jaringan kulit

Page 7: Frak Tur

4. Fraktur terbuka

Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen

frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa

menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda

asing)

a. Grade I :Luka bersih

b. Grade II :Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan

lunak yang ekstensif

c. Grade III :Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan

jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.

5. Jenis khusus fraktur

a. Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang

sisi lainnya membengkok.

b. Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.

c. Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

d. Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang

e. Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa

fragmen

f. Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam

(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)

g. Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi

pada tulang belakang)

h. Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit

(kista tulang, penyakit pegel, tumor)

i. Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon

pada perlekatannya

j. Epifiseal : Fraktur melalui epifisis

k. Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen

tulang lainnya.

G. Proses penyembuhan tulang

Menurut Rasjad, 1998 antara lain :

1. Stadium Pembentukan Hematoma

Page 8: Frak Tur

Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah

yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum

dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam.

2. Stadium Proliferasi

Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi

fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh

kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum

tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.

3. Stadium Pembentukan Kallus

Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas

pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan

fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan

terjadi.

4. Stadium Konsolidasi

Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah

menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada

minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.

5. Stadium Remodelling

Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi

eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi

pada 6 -8 bulan.

H. Pemeriksaan penunjang

Menurut Doenges, 2000 antara lain :

1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma

2. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga

dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

4. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)

atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress

normal setelah trauma)

5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien

ginjal.

Page 9: Frak Tur

I. Penatalaksanaan

Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :

1. Rekognisi

Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.

Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat

keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang

peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.

2. Reduksi

Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti

letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam

ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri

selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau

blok saraf lokal.

3. Retensi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai

terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi

eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai,

traksi dan teknik fiksator eksterna.

4. Rehabilitasi

Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula

dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin

sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot.

Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan

peredaran darah

Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :

1. Traksi

Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan

memberikan beban yang cukup untuk penarikan otot guna

meminimalkan spasme otot, mengurangi dan mempertahankan

kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi fraktur dan mengurangi

deformitas.

2. Fiksasi interna

Page 10: Frak Tur

Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup,

plate, paku dan pin logam dalam pembedahan yang dilaksanakan

dengan teknik aseptik.

3. Reduksi terbuka

Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih

dahulu dilakukan fiksasi dan pemanjangan tulang yang patah.

4. Gips

Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester ovaria,

fiber dan plastik.

J. Komplikasi

Menurut Sjamsu Hidayat, 1997 komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :

1. Komplikasi Dini

a. Nekrosis kulit

b. Osteomielitis

c. Kompartement sindrom

d. Emboli lemak

e. Tetanus

2. Komplikasi Lanjut

a. Kelakuan sendi

b. Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union

dan non union.

c. Osteomielitis kronis

d. Osteoporosis pasca trauma

e. Ruptur tendon

Page 11: Frak Tur

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat,

penanggung jawab dan hubungan dengan klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada klien keluhan apa yang dirasakan klien pada saat ini

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Tanyakan bagaimana terjadi kecelakaan,apa yang menyebabkan

kecelakaan, patah tulang.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Adakah dalam klien pernah mengalami trauma/fraktur sebelumnya

c. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah didalam keluarga yang pernah mengalami trauma atau

fraktur seperti klien atau penyakit yang berhubungan dengan

tulang lainnya.

4. Aktivitas istirahat

Adakah kehilangan fungsi pada bagian yang terkena/fraktur

keterbatasan imobilitas

5. Sirkulasi

Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri. Ansietas)

Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ) tachikardi, crt, lambat,

pucat bagian yang terkena.

6. Neurosensori

Adanya kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekkan, kelemahan.

7. Kenyamanan

Nyeri tiba-tiba saat cedera, spasma/kram otot.

8. Keamanan

Leserasi kulit, pendarahan, perubahan warna, pembengkakkan lokal

Page 12: Frak Tur

B. Diagnosa keperawatan dan intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth, 2000)

Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan perawatan

Kriteria Hasil :

a. Klien mengatakan nyeri berkurang

b. Klien tampak rileks, mampu berpartisifasi dalam

aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat

Intervensi :

Intervensi Rasional

Pertahankan imobilisasi bagian

yang sakit dengan tirah baring

gips, pembebat, traksi.

Ringgikan dan dukung

ekstremitas yang terkena

Menghilangkan nyeri dan

mencegah kesalahan posisi

tulang / tegangan jaringan yang

cedera

Meningkatkan aliran balik vena

menurunkan edema, menurunkan

nyeri

Hindari menggunakan sprei /

bantal plastik di bawah

ekstremitas dalm gips.

Meningkatkan aliran balik vena

menurunkan edema, menurunkan

nyeri

Evaluasi keluhan nyeri,

perhatikan lokasi karakteristik,

intensitas (0-10)

Meningkatkan keefektifan

intevensi, tingkat ansietas dapat

mempengaruhi persepsi/ reaksi

terhadap nyeri.

Dorong pasien untuk

mendiskusikan masalah sampai

dengan cedera.

Membantu menghilangkan

astetas

Dorong menggunakan teknik

managemen stress / nyeri

Meningkatkan kemampuan

keping dalam manajemen nyeri

Berikan alternatif tindakan

kenyamanan : pijatan, alih baring

Meningkatkan sirkulasi umum,

menurunkan area tekanan lokal

Page 13: Frak Tur

dan kelelahan otot

Kolaborasi

- Beri obat sesuai indikasi

- Lakukan kompres dingin / es 24

– 28 jam pertama sesuai

keperluan

Diberikan untuk menurunkan

nyeri / spasme otot

Menurun edema, pembentukan

hematoom dan mengurangi sensi

nyeri.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot

Intervensi :

Intervensi Rasional

Kaji derajat mobilitas yang

dihasilkan oleh cedera

Pasien mungkin dibatasi oleh

pandangan diri / persepsi diri

tentang keterbatasan fisik actual

Instruksikan ps untuk / bantu

dalam rentang gerak pasien /

aktif pada ekstremitas yang sakit

dan yang tidak sakit.

Meningkatkan aliran darah ke otot

dan tulang untuk meningkatkan

tunas otot, mempertahankan

gerak sendi, mencegah

kontraktur / afroji

Dorong penggunaan latihan

isometrik mulai dengan tungkai

yang tersakit

Kontraksi otot isometrik tanpa

menekuk sendi / menggerakkan

tungkai dan membantu

mempertahankan kekuatan

dengan masa otot

Tempatkan dalam posisi

terlentang secara periodic

Menurunkan resiko kontraktur

heksi pangul

Bantu / dorong perawatan diri /

kebersihan (mandi keramas)

Meningkatkan kekuatan otot dan

sirkulasi, perawatan diri langsung

Dorong peningkatan masukan

sampai 2000 – 3000 mliter / hr

termasuk air asam, jus.

Mempertahankan hidrasi tubuh

menurunkan resiko infexi urinarius,

pembentukan batu dan konstipasi.

Page 14: Frak Tur

3. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka

Intervensi :

Intervensi Rasional

Kaji kulit untuk luka terbuka,

benda asing, kemerahan,

pendarahan, perubahan warna

Memberikan informasi tentang

sirkulasi kulit dan mungkin

masalah yang mungkin

disebabkan oleh alat /

pemasangan gips, edema

Massase kulit dan penonjolan

tulang pertahankan tempat tidur

kering dan bebas kerutan

Menurukan tekanan pada area

yang peka dan resiko kerusakan

kulit

Ubah posisi dengan sering Mengurangi tekanan konstan

pada area yang sama dan

meminimal

Traksi tulang dan perawatan kulit. Mencegah cedera pada bagian

tubuh lain.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

Intervensi :

Intervensi Rasional

Inspeksi kulit untuk adanya iritasi

/ robekan kontinuitas

Pen / kawat tidak harus

dimasukkan melalui kulit yang

terinfeksi kemerahan abrasi

Kaji sisi pen / kulit perhatikan

keluhan peningkatan nyeri

Dapat mengindentifikasi timbulnya

infeksi local

Berikan perawatan pen / kawat

steril

Dapat mencegah kontaminasi

silang dan kemungkinan infeksi

Observasi luka untuk

pembentukan buta, krepitasi,

bau drainase yang tidak enak

Menghindari infeksi

Kaji tonus otot, reflek tendon

dalam dan kemampuan

Kekuatan otot, spasme tonik

rahang, mengindikasi tetanus

Page 15: Frak Tur

berbicara

Selidiki nyeri tiba-tiba /

keterbatasan gerakan dengan

edema local

Dapat mengindikasikan adanya

osteomrelitis.

Page 16: Frak Tur

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman

Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.

Jakarta : EGC.

Mutaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang

Imumpasue.

Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III.

Jakarta : EGC.