Upload
kira-sin
View
582
Download
45
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan karunia-Nya shingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus “ fraktur
colles sinistra“ sebagai salah satu syarat mengikuti ujian di bidang studi ilmu bedah dalam
menyelesaikan program pendidikan dokter muda FK UWKS di RSUD IBNU SINA Gresik.
Dalam kesempatan ini saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada :
1. Dekan fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya program studi
kedokteran
2. dr. Budi Setiawan. SpB, selaku kepala SMF ilmu bedah di RSUD IBNU SINA atas
arahan serta bimbingan kepada saya selama ini.
3. dr. Peter Paulus Pantouw,Sp.OT selaku pembimbing saya yang dengan penuh
kesabaran memberikan arahan kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan laporan
kasus ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran tugas selama ini.
Akhirnya saya mohon maaf yang sebesar besarnya kepada semua pihak bilamana saya
telah melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja selama
proses penulisan laporan kasus ini.
Gresik, 3 januari 2013
Penyusun
1
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : FRAKTUR COLLES SINISTRA
Penyusun : Ni Luh Ary Purnami
Bidang Studi : Bedah Orthopedi
Pembimbing : dr. Peter Paulus Pantouw, Sp.OT
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing
Gresik, ... Januari 2013
Pembimbing
dr. Peter Paulus Pantouw,Sp.OT
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................... 1
KATA PENGANTAR............................................................................ 2
DAFTAR ISI.......................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN
Pengertian fraktur……………………………………………... 4
Etiologi fraktur………………………………………………… 4
Klasifikasi fraktur……………………………………………… 5
Patogenesa……………………………………………………… 8
Komplikasi……………………………………………………… 10
Penanganan……………………………………………………… 12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………. 15
BAB III. LAPORAN KASUS
Identitas penderita……………………………………………….. 14
Anamnesa………………………………………………………… 15
Pemeriksaan fisik………………………………………………… 15
Status general dan lokalis………………………………………… 16
Pemeriksaan penunjang………………………………………….. 16
Diagnosa kerja…………………………………………………… 17
Terapi……………………………………………………………... 17
BAB 1V. PEMBAHASAN……………………………………………… 26
DAFTAR PUSTAKA
3
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian fraktur
Pengertian fraktur menurut Dorland (1994) adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang
disebabkan karena trauma atau keadaan patologis, sedangkan menurut Apley (1995) adalah suatu
patahan pada kontinuitas struktur tulang.
1 .2 Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
A. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
B. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
4
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet,
tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh
karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah
C. fraktur secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
1.3 Klasifikasi
Fraktur dapat diklasifikasikan dalam dua jenis klasifikasi, yaitu menurut kondisi permukaan kulit
dan yang kedua menurut bentuk patahan yang terjadi. Klasifikasi fraktur menurut kondisi
permukaan kulit adalah:
1. Fraktur Terbuka
Yaitu fraktur dengan kondisi kulit ekstremitas pada daerah yang mengalami fraktur ditembus
oleh tulang yang patah.
2. Fraktur Tertutup
Yaitu fraktur dengan kondisi kulit yang tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi
terjadinya fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
Klasifikasi fraktur menurut bentuk dan pola patahannya adalah sebagai berikut:
1. Fraktur transversal
Fraktur yang terjadi karena benturan langsung pada titik fraktur dengan bentuk patahan fraktur
adalah lurus melintang pada batang tulang. Fraktur ini pada umumnya menjadi stabil kembali
setelah direduksi.
2. Fraktur oblik
5
Fraktur ini terjadi karena benturan tak langsung ketika suatu kekuatan pada jarak tertentu
menyebabkan tulang patah pada bagian yang paling lemah. Fraktur ini berbentuk diagonal
sepanjang tulang dan biasanya terjadi karena pemelintiran pada ekstremitas.
3. Fraktur spiral
Fraktur spiral terjadi ketika sebuah anggota gerak terpuntir dengan kuat dan biasanya disertai
dengan kerusakan pada jaringan lunak. Bentuk patahan dari fraktur spiral hampir sama dengan
fraktur obilk, akan tetapi pada fraktur spiral patahannya mengelilingi tulang sehingga seolah-olah
terpilin seperti spiral.
4. Fraktur komunitiva
Fraktur komunitiva merupakan kondisi di mana tulang yang patah pecah menjadi dua bagian
atau lebih; serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua
fragmen tulang.
5. Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi ketika kedua tulang menumbuk (akibat tubrukan) tulang ketiga yang berada
di antaranya, contoh fraktur jenis ini adalah tumbukan antara tulang belakang dengan tulang
belakang lainnya.
6. Fraktur greenstick
Fraktur di mana garis fraktur pada tulang tersebut hanya parsial (tidak lengkap) pada sisi
konveks bagian tulang yang tertekuk (seperti ranting pohon yang lentur). Fraktur jenis ini hanya
terjadi pada anak-anak.
Contoh fraktur:
6
Retak spiral komunitif tranversal displaced
klasifikasi patah tulang terbuka: menurut Gustilo
Tipe I
Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda
trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, tranversal,
oblik pendek atau komunitif
Tipe II
Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit.
Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan
Tipe III
Terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler
dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe:
1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
7
2. tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat do cover soft
tissue
3. tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera
1.4 Patogenesis
Secara umum fraktur dapat terjadi akibat terkena gaya langsung pada tulang (direct force),
kerusakan pada tulang yang terjadi karena ada bagian tulang yang terpelintir (torsio injury), serta
karena kontraksi yang berlebihan pada anggota gerak. Pada dasarnya tulang mempunyai
mekanisme sendiri untuk beradaptasi terhadap gaya yang dikenakan kepadanya. Tulang
mempunyai mekanisme stress and strain. Stress yaitu jumlah gaya yang diterima oleh tulang,
sedangkan strain yaitu reaksi tulang terhadap gaya tersebut. Kemampuan tulang untuk
mengkompensasi gaya yang mengenainya menentukan apakah tulang akan patah atau tidak.
Apabila kekuatan yang mengenai tulang seimbang dengan kemampuan tulang mengkompensasi
maka tidak akan terjadi fraktur, namun sebaliknya bila kekuatan yang diterima tulang lebih besar
dari kemampuan tulang untuk mengkompensasi maka terjadilah fraktur.
Tulang yang patah dapat menjadi utuh kembali melalui proses penyembuhan tulang. Tahap-tahap
penyembuhan tulang meliputi tahap inflamasi (hematoma), proliferasi sel (pembentukan
fibrokartilago), pembentukan kalus, osifikasi (penulangan kalus), dan konsolidasi serta
remodeling.
1. Tahap inflamasi (hematoma)
Yaitu munculnya perdarahan dalam jaringan yang cedera yang memicu pembentukan hematoma.
Pada ujung fragmen tulang terjadi devitalisasi akibat terputusnya pasokan darah. Tempat cedera
akan diinvasi oleh makrofag yang bertugas membersihkan daerah tersebut. Tahap inflamasi ini
berlangsung 1-3 hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Jika suplai
darah ke pembuluh darah tidak adekuat tahap pertama dari pemulihan tulang ini gagal dan proses
penyembuhan tulang akan terhambat.
2. Tahap proliferasi sel (pembentukan fibrokartilago)
Tahapan ini berlangsung 3 hari- 2 minggu. Ketika memasuki hari ke-5 pasca fraktur, hematoma
akan mengalami organisasi. Organisasi dari proses hematoma kemudian berlanjut ke
8
pembentukan tahap dua penyembuhan tulang dan jaringan. Terbentuk benang-benang fibrin
dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast serta
osteoblast. Fibroblast, osteoblast, dan kondroblast berpindah tempat ke bagian yang fraktur
sebagai hsil dari inflamasi akut dan membentuk fibrokartilago. Fibroblast dan osteoblast akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patah tulang. Bentuk awal
jaringan fibrosa biasanya disebut kalus primer. Kalus tersebut berperan dalam peningkatan
penyembuhan stabilitas fraktur. Pada periosteum tampak pertumbuhan melingkar kaus tulang
rawan. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikrominimal pada bagian fraktur.
Gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus.
3. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai
celahh terhubungkan. Fragmen patahan tulang dihubungkan dengan jaringan fibrosa, tulang
rawan, dan serat tulang imatur. Tahapan ini sangat penting karen berhubungan dengan
kesuksesan pembentukan dan penyembuhan tulang. Perlu waktu sekitar 2-6 minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa. Jika prosesnya lambat atau
terhambat, tahap akhir dari tahap ketiga penyembuhan tulang tidak terjadi, maka terjadi
kegagalan penyatuan terhadap tulang yang fraktur.
4. Tahap osifikasi (penulangan kalus)
Kalus mulai mengalami penulangan dalam 3 minggu-6 bulan pasca terjadinya patah tulang yaitu
melalui proses penulangan endokondrial. Kalus permanen dari tulang yang telah kaku menyilang
pada celah fraktur antara periosteum dan korteks untuk membentuk fragmen. Formasi dari kalus
secara internal bertujuan untuk membentuk kesatuan pada rongga sumsum. Mineral terus
menerus ditimbun sampain tulang benar-benar bersatu dengan keras.
5. Tahap remodeling/ konsolidasi
Tahapan ini berlangsung mulai 6 minggu-1 tahun meliputi pengambilan jaringa mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural baru sebelumnya.
9
1.5 Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang dapat dikenali pada bagian anggota tubuh yang mengalami fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Mobilitas yang abnormal pada tulang yang seharusnya tidak bergerak pada keadaan
normal (tidak terjadi patah tulang)
2. Krepitus (suara gesekan antara tulang)
3. Deformitas
4. Ekimosis (trauma jaringan lunak dan pembuluh darah)
5. Edema
6. Kehilangan fungsi normal yang berasal dari kerusakan saraf, ketidakstabilan fraktur, dan
nyeri
7. Spasme otot (kontraksi otot yang berlebihan)
8. Syok yang berasal dari kehilangan darah, nyeri yang sangat dan kerusakan jaringan lunak
yang luas
9. Penyusutan ekstremitas
10. Nyeri
1.6 Komplikasi
Komplikasi fraktur dan imobilitas dapat dibagi menjadi kompliaksi segera dan komplikasi
lambat.
1. Komplikasi segera antara lain:
Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah tekanan tinggi pada kompartemen otot dalam ruang tertutup fascia
yang menyebabkan berkurangnya perfusi darah hingga di bawah jumlah yang dibutuhkan untuk
viabilitas jaringan. Naiknya tekanan menyebabkan iskemi dan nyeri. Ada dua penyebab utama
dari sindrom kompartemen, yaitu berkurangnya ukuran kompartemen dan meningkatnya isi
dalam kompartemen.
10
Trombosis vena dalam
Adanya bekuan di vena profunda dari ekstremitas bawah dapat menyebabkan trombosis vena
dalam. Faktor resiko munculnya kondisi ini berhubungan dengan mekanisme pembekuan darah,
kerusakan vaskular, dan stasis vena.
Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak adalah presentasi lemak globulin dalam parenkim paru dan sirkulasi
perifer, hal ini muncul setelah terjadinya fraktur pada tulang pipa, trauma mayor atau prosedur
pembedahan ortopedi. Teori yang mendalami sumber dari lemak globulin menyatakan bahwa
trauma langsung merusak sel lemak dalam sumsum tulang yang fraktur atau luka pada jaringan
lunak yang kemudian hasil pecahan sel lemak tersebut bermigrasi ke paru-paru.
Emboli pulmonal
Emboli pulmonal adalah suatu bekuan atau penyebab lain (udara, lemak, cairan) yang tersangkut
dalam pembuluh darah arteri pulmoner. Karena trombosis vena dalam merupakan penyebab
utama dari emboli pulmonal, maka faktor resiko keduanya adalah sama. Efek dari emboli
pulmonal adalah hipoksia sampai dengan kematian.
Infeksi
Infeksi umumnya terjadi pada patah tulang terbuka di mana kondisi jaringan yang terluka dapat
dengan mudah terpapar oleh bakteri-bakteri patogen.
2. Komplikasi yang terjadi secara lambat antara lain:
Kekakuan sendi
Penyebab umum dari kekakuan sendi adalah ketidakadekuatan aktivitas dari otot dan tungkai,
edema dependen yang diperpanjang, infeksi, serta imobilisasi yang lama dari fraktur intra
artikular.
Sindrom kompleks nyeri regional
11
Sindrom ini merupakan sebuah disfungsi yang sangat menyakitkan dan sindrom dari tidak
digunaknnya suatu bagiantubuh dengan karakteristik nyeri abnormal dan bengkak dari
ekstremitas dan biasanya dipresipitasi oleh trauma minor.
Miosistis ossifikans
Adalah pembentukan abnormal dari tulang heterotopik (abnormal dan bukan pada tempatnya)
dekat tulang dan otot, biasanya merupakan respon terhadap trauma.
Malunion
Kondisi ini merupakan sembuhnya tulang dengan bentuk abnormal. Hal ini dapat terjadi ketika
ketidakseimbangan stres menekan tarikan otot dan gravitasi sehingga menyebabkan penjajaran
yang tidak tepat pada fragmen fraktur.
Delayed union (penyatuan terlambat)
Merupakan kelanjutan dari nyeri tulang dan kerapuhan yang melewati sebuah periode
penyembuhan yang konsisten dengan tingkat trauma dan jaringan. Kondisi ini mungkin
disebabkan oleh disfraksi fragmen fraktur atau penyebab sistemik eperti infeksi.
Non union
Terjadi apabila penyembuhan fraktur tidak tercapai setelah 4-6 bulan pasca fraktur dan
penyembuhan spontan fraktur tidak memungkinkan terjadi.
Kehilangan reduksi fraktur
Refraktur
Osteomielitis
Mungkin terjadi pada femur atau tubia mengikuti fraktur terbua dan fiksasi
internal. Staphylococus aureus merupakan organisme bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
kronis dan berulang pada tulang.
1.7 Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi.
12
1. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umu; riwayat kecelakaan,
parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang
yang patah dan adanya krepitus.
2. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk mencegah
jarinagn lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:
Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan tarikan untuk
menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan)
Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana beratnya traksi di
sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang
Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan, yaitu fiksasi
internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam) dan fiksasi ekterna
(pembalutan, gips, bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik gips
3. Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
cara fiksasi internal dan eksternal.
4. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi, dengan cara:
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan
Memantau status neorovaskular
Mengontrol kecemasan dan nyeri
Latihan isometrik dan setting otot
Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
13
Definisi : yang dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna
Klasifikasi fraktur antebrachii :
1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna
2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna
3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan dislokasi sendi
radioulna proksimal
4. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius
5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi radioulna distal
1. Fraktur antabrachii
a. Diagnosa :
Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas. “false
movement”, krepitasi dan nyeri.
Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas
tulang.
15
b. Prosedur tetap :
1. Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi
dengan gips (long arm cast). Posisi antebrachii tergantung letak fraktur, pada
fraktur antebrachii 1/3 proksimal diletakkan dalam posisi supinasi 1/3 tengah
dalam posisi netral, dan 1/3 distal dalam posisi pronasi. Gips supinasi gips
dipertahankan 4-6 minggu.
2. Bila reposisi tertutup tidak berhasil (angulasi lebih dari 100 pada semua arah)
maka dilakukan internal fiksasi.
3. Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian
dilakukan tindakan seperti diatas. Sedangkan pada fraktur terbuka derajat III
dilakukan eksternal fiksasi.
2. Fraktur Ulna (nightstik fracture) :
a. Diagnosa :
Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas. “false
movement”, krepitasi dan nyeri.
Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapakan adanya diskontinuitas
tulang.
b. Prosedur tetap :
1. Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, serta imobilisasi dengan
gips ( long arm cast) dengan posisi lengan netral, selama 4-6 minggu.
2. Bila reposisi tertutup gagal atau komplikasi nonunion dilakukan fiksasi
internal.
3. Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian
dilakukan tindakan seperti diatas, kecuali pada fraktur terbuka derajat III
dilakukan eksternal fiksasi.
3. Fraktur montegia
16
a. Diagnosa :
Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema, neyeri terutama
pada tempat fraktur dan sendi radioulnar proksimal, deformitas, “false
movement” dan krepitasi
Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas
pada tulang.
Klasifikasi : Bado 1, dislokasi kaput radius ke lateral
Bado 2, dislokasi radius ke kaput posterior
Bado 3, dislokasi kaput radius ke lateral
Bado 4, dislokasi kaput radius disertai fraktur radius dan ulna
b. Prosedur tetap
1. Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, serta imobilisasi dengan gips (long
arm cast) dengan posisi lengan supinasi, selama 4-6 minggu.
2. Bila reposisi tertutup gagal maka dilakukan fiksasi internal, post operasi dilakukan tes
pada sendi radioulnar bila tidak stabil imobilisai dengan gips pada posisi lengan supinasi
selama 3 minggu dilakukan fiksasi internal.
3. Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian imobilisasi,
sedangkan pada derajat III dilakukan eksternal fiksasi.
4. Fraktur radius
a.Diagnosa :
Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema deformitas “false
movement”, krepitasi dan nyeri.
Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang.
17
b. Prosedur tetap :
1. Dilakukan reposisi tertutup kemudian imobilisasi dengan lengan pronasi
pada fraktur 1/3 distal, netral pada fraktur 1/3 tengan dan supinasi pada fraktur 1/3
proksimal, imobilisasi selama 4-6 minggu.
2. Bila reposisi tertutup dilakukan fiksasi internal.
3. Pada fraktur terbuka dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi,
sedangkan pada derajat III dilakukan fiksasi eksterna.
5. Fraktur Galeazzi
a. Diagnosa :
Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema deformitas, “false
movement”, krepitasi dan nyeri.
Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas
pada tulang radius disertai dislokasi sendi radioulnardistal.
b. Prosedur tetap :
1. Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum kemudian imobilisasi
dengan gips (long arm cast) pada posisi supinasi selama 4-6 ming
2. Bila reposisi tertutup gagal dilakukan fiksasi interna, post operasi diperiksa
stabilitas sendi radioulnar, bila tidak stabil di imobilisasi dengan gips pada
posisi supinasi selama 3 minggu.
3. Pada fraktur terbuka dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi,
sedangkan pada derajat III dilakukan fiksasi eksterna.
Perawatan :
1. Pada reposisi tertutup segera dilakukan fisioterapi dengan kontraksi isometrik pada otot-
otot lengan, dan gerakan aktif pada tangan. Observasi tanda-tanda adanya kompartemen
7-10 dengan kontrol radiologis terlebih dahulu. Kontrol radiologis diulang pada minggu
18
ke 4,6 dan 10. Biasanya gips dibuka pada minggu ke 4. Pada dislokasi tanpa fraktur gips
dapat dibuka pada minggu ke 3.
2. Pada penderita dengan internal fiksasi, bila dapat dicapai fiksasi yang stabil dapat segera
dilakukan fisioterapi dengan gerakan aktif setelah bebas nyeri. Evaluasi radiologi pada
minggu ke 2,4,8
BAB III
19
LAPORAN KASUS
Identitas Penderita
Nama : Nn. Ella
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Jl. Karang rejo, Gresik
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Tanggal MRS : 21 desember 2012
Anamnesa
Keluhan Utama
Nyeri pergelangan tangan kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan bahwa mengalami kecelakann lalu lintas sepeda motor vs
sepeda motor pukul 15.30 wib. Saat kejadian pasien tidak sadar, muntah(+), gelisah (+). Pasien
merasakan nyeri pada pergelangan tangan kiri dan tidak bias digerakkan.
Riwayat Penyakit Dahul
Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit seperti ini, diabetes melitus dan hipertensi
juga tidak ada.
Riwayat alergi :
Tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : delirium, GCS 334
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 87 x/Menit
20
Pernafasan : 23 x/Menit
Suhu : 36,5 °C
Status General
1. Kepala – Leher
Mata
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterus -/-
Pupil : isokor bulat
Refleks cahaya : +/+
Hidung
Epistaksis ( + )
Sekret ( - )
Mulut
Sianosis ( - )
Telinga
Bloody othorea ( - )/( - )
Leher
Deviasi trachea ( - )
Pembesaran KGB ( - )
Stroma ( - )
2. Thorax
Dada : simetris
Paru paru :
Inspeksi : pergerakan dada simetris
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, wh -/-, rh -/-
Jantung S1S2 tunggal , murmur ( - ), gallop ( - )
3. Abdomen
21
Inspeksi : Tampak buncit, Distensi dinding abdomen ( - )
Auskultsi : Bising usus menurun.
Palpasi : defans muskular ( - ), nyeri tekan ( - ).
Perkusi : Meteorismus ( - ), Nyeri ketuk ( - ).
4. Ekstremitas
Atas : Oedema ( - ), akral hangat, Excoriasi (+), Vulnus apertum (+)
Bawah : Oedema ( - ), akral hangat, Excoriasi (-), Vulnus apertum (+)
Status Lokalis
Look : deformitas (+), Oedema (+), Laserasi (-). Vulnus(+), hiperemi(-)
Feel : Nyeri tekan (+), False movement (+). Arteri radialis (+) normal,
akral hangat(+), capillary refill < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Darah Lengkap
Tanggal 22/12/12
Hb 9,1
Leukosit 17.900
Laju Endap Darah 17-36
Hitung Jenis 0/0/0/90/10/0
PCV 28
Trombosit 249.000
MCV 83
MCH 28
MCHC 34
Faal Hati Perempuan
Bilirubin Total 1.00
Bilirubin direct 0,49
SGOT 34,8
SGPT 19,2
Albumin 4,33
22
HbSag negatif
Faal Ginjal Perempuan
BUN 9,7
Serum creatinin 0.7
Pemeriksaan radiologi: 1.Terdapat fraktur pada radius melintang pada sambungan
kortikokanselosa.
2. Fragmen radius bergeser dan miring ke belakang
Diagnosa kerja
Fraktur Colles sinistra
Terapi
Open Reduction, plating radius distal
Catatan penderita selama perawatan diruang dahlia
1. Tanggal 24 desember 2012
S: nyeri pada tangan kiri
O: Td: 100/60 mmhg
N: 72x/ menit
T: 36 C
RR: 20x/ menit
SLR manus sinistra
Look: Oedema (+), deformitas (+)
Feel: nyeri tekan (+), krepitasi (-)
A: faktur colles sinistra
P : inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj antrain
Inj piracetam 6x3 g
23
2. Tanggal 25 desember 2012
S: nyeri pada tangan kiri, nyeri kepala
O: Td: 110/80 mmhg
N: 64x/ menit
T: 36 C
RR: 18x/ menit
SLR manus sinistra
Look: Oedema (+), deformitas (+)
Feel: nyeri tekan (+), krepitasi (+)
A: faktur colles sinistra
P : inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj antrain
Inj piracetam 6x3 g
3. Tanggal 26 desember 2012
S: nyeri pada tangan kiri
O: Td: 100/60 mmhg
N: 71x/ menit
T: 36 C
RR: 18x/ menit
SLR manus sinistra
Look: Oedema (+), deformitas (+)
Feel: nyeri tekan (+), krepitasi (+)
A: pre opx faktur colles sinistra
P : inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj antrain
Inj piracetam 6x3 g
4. Tanggal 27 desember 2012
S: nyeri pada luka operasi, nyeri kepala
O: Td: 120/70 mmhg
N: 84x/ menit
T: 37 C
24
RR: 18x/ menit
SLR manus sinistra
Look: luka terbalut perban
Feel: nyeri tekan (+), krepitasi (+)
A: faktur colles sinistra post operasi
P : inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj antrain
Inj piracetam 6x3 g
25
Bab IV
PEMBAHASAN
Fraktur radius distal merupakan 15% dari seluruh kejadian fraktur pada dewasa. Abraham Colles
adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814 dan
sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles (Armis, 2000). Ini adalah fraktur yang paling
sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan
osteoporosis pascamenopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh
pada tangan yang terentang (Apley&Solomon,1995). Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang
tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke
daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah
berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan.
1V. 1 Definisi
Adalah fraktur metafisis distal radius yang sudah menaalami osteoporosis, garis fraktur
transversal, komplit, jaraknya 2-2,5 cm proximal garis sendi, bagian distal beranjak ke dorsal dan
angulasi ke radial serta fraktur avulsi dari processus styloideus ulna (Abraham Colles 1814).
Fraktur radius distal merupakan 15% dari seluruh kejadian fraktur pada dewasa. Fraktur Colles
adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal
fragmen distal. Pertama kali diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814. Fraktur ini paling
sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan
osteoporosis. Tersering pada usia dewasa, lebih dari 50 tahun, wanita, karena proses penuaan,
postmenopause, osteoporosis. Terjadi karena jatuh bertumpu pada tangan terbuka. Terjadi fraktur
transversal radius distal 2 cm, dengan fragmen distal deviasi ke dorsum manus.
Tanda-tanda:
a. Fraktur radius 1/3 distal dengan jarak kurang lebih 2, 5 cm dari permukaaan radius .
b. Dislokasi pragmen distalnya kearah poterior / dorsal
c.Subluksasi radioulnar distal
26
Secara klinik bentuk permukaan tangan seperti “GARPU MAKAN”, mekanisme terjadinya
fraktur colles yakni penderita jatuh dalam tangan terbuka, tubuh berserta lengan berputar ke
dalam
1V.2Epidemiologi
Fraktur Colles lebih sering ditemukan pada wanita dan jarang ditemui sebelum usia 50 tahun.
Secara umum insidennya kira-kira 8-15% dari seluruh fraktur. Insidensi fraktur Colles sebelum
usia 50 tahun sama antara pria dan wanita. Setelah usia di atas 50 tahun, fraktur ini lebih banyak
ditemukan pada wanita dengan rasio wanita dibandingkan pria adalah 5:1.
1V.3 Etiologi dan factor resiko
1. usia lanjut
2. post menopause
3. massa otot rendah
4. osteoporosis
5. kurang gizi
6. olahraga seperti sepakbola
7. kekerasan
8. ACR (albumin-creatinin ratio) yang tinggi, efek ini kemungkinan disebabkan oleh gangguan
sekresi 1,25-dihidroksivitamin D, yang menyebabkan malabsoprsi kalsium.
1V.4 Patogenesis
Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ dapat timbul setelah penderita terjatuh
dengan tangan posisi terkedang dan meyangga badan. Pada saat terjatuh sebahagian energi yang
timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal
radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang
kortikal dan tulang spongiosa
27
1V.5 Manifestasi klinis
Kita dapat mengenali fraktur ini – seperti halnya Colles jauh sebelum radiografi diciptakan –
dengan sebutan deformitas garpu makan malam, yaitu penonjolan punggung pergelangan tangan
dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan
lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan. (Apley & Solomon, 1995) Selain itu juga
didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan didaerah yang kena.
Gambar 1.mekanisme trauma pada fraktur coless
28
Gambar 2. Deformitas garpu makan malam pada fraktur Colles,
Diagnosis
Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara klinis
dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi
fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang.
Proyeksi AP dan lateral biasanya sudah cukup untuk memperlihatkan fragmen fraktur.
Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif
dan mengetahui letak persis patahannya. Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil
dan instabil
Stabil bila hanya terjadi satu garis patahan.
Instabil bila patahnya kominutif dan “crushing” dari tulang cancellous
29
Gambar 3. Fraktur Colles – This term is not used in young adults; they are simply named distal
end radius fracture
Dinner fork deformity merupakan temuan klinis klasik dan radiologi pada fraktur colles.
Dislokasi dan angulasi dorsal dari fragmen distal radius mengakibatkan suatu bentuk garis pada
proyekasi lateral yang menyerupai kurva garpu makan malam
30
1V.6 Penatalaksanaan
Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips yang
dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam
posisinya.
Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang dengan erat dan traksi
diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk
melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-
kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan
pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips
dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari
pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi
deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.
Gambar 4. Reduksi dan Pembebatan pada fraktur colles
Reduksi : (a) Pelepasan impaksi, (b) Pronasi dan pergeseran ke depan, (c)
Deviasi ulnar
Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f) slab
yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan hingga gips mengeras
31
Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi. Latihan bahu dan jari segera dimulai
setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak
ada keragu-raguan untuk membuka pembalut. Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan
sinar-X yang baru. Pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi
ulang – sayangnya sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi
Gambar 5. (a) Film pasca reduksi
(b).Gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan oleh pasien secara teratur.
Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi,
slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara.
Indikasi operasi:
· Kominusi Dorsal lebih dari 50% dari dorsal ke palmar distance
· Kominusi metafiseal Palmar
· Initial dorsal tilt lebih dari 20°
· Pergeseran initial (fragment translation) lebih dari 1 cm
· Pemendekan Initial lebih dari 5 mm
· Disrupsi Intra-artikuler
· Disertai Fraktur ulna
· Osteoporosis massif
32
1V.7 Komplikasi
Umumnya akan selalu ada komplikasi, komplikasi yang mungkin terjadi:
1. Dini
Kompresi / trauma a. ulnaris dan medianus
Kerusakan tendon
Edema post reposisi
Redislokasi
2. Lanjut
Arthrodosis dan nyeri kronis
Shoulder hand syndrome
Defek kosmetik (penonjolan styloideus radii)
Malunion/ non union
Stiff hand
Volksman ischemic contraktur
Suddeck atropi
Mortalitas (tidak ada)
Perawatan Pasca reduksi tertutup
Imobilisasi dengan forearm splint selama 3 minggut,
Follow up
Pengawasan pasca pemasangan gips dan komplikasi pemasangannya. Latihan isometrik
segera dilakukan dan oposisi jari. Mengganti gips bila pembengkakan pergelangan tangan
telah mereda, biasanya setelah satu minggu, dan mengganti dengan forearm splint bila telah
clinical union
33
DAFTAR PUSTAKA
Apley, Graham. Ortopedi dan Fraktur system,Jakarta: Widya medika. 2005
Mansjoer, Arief et Kapita Selecta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
FK_UI 2000
Syamsudin, R, dan de jong, wim. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC,2003
Staf pengajar FK UI, Kumpulan kuliah Ilmu bedah, Jakarta: Binarupa Aksara, 1994
34