16
Fraktur Femur Atipikal: Apa yang harus diketahui tentang mereka? Aasis Unnanuntana MD, Anas Saleh, MD, Kofi A. Mensah, MD, PhD, John P. Kleimeyer BA dan Josepd M, Lane, MD Bifosfonat merupakan jenis pengobatan yang paling sering digunakan untuk mengobati osteoporosis. Dari studi telah menunjukkan bahwa bifosfonat dapat menurunkan angka kejadian dari fraktur vertebral dan bukan vertebral ketika digunakan untuk mengobati osteoporosis post menaupause. Indikasi penggunaan bifosfat juga untuk penyakit metabolic tulang lainnya seperti osteopososis akibat glukokortikoid, Penyakit Paget, hiperkalemia akibat berbagai macam penyebab dan metastase skeletal. Pengobatan dengan bifosfonat bukan tidak memiliki efek samping. Karena bifosfonat bekerja dengan menghambat fungsi osteoklas dan menginduksi apoptosis osteoklas, hal ini mengakibatkan penekanan berat pada tulang. Beberapa laporan kasus mengindikasikan adanya hubugan antara jenis fraktur unik disebut “fraktur femoral atipikal” dengan penggunaan bifosfonat jangka panjang. Fraktur ini berbeda dengan fraktur femur osteoporosis tipikal dalam berbagai hal, termasuk mekanisme trauma, lokasi dan konfigurasi fraktur. Meskipun The American Society for bone and mineral research (ASBMR) mengumumkan kumpulan kasus fraktur femur atipikal pada tahun 2010, hanya sedikit yang diketahui mengenai jenis fraktur ini. Pada laporan ini akan memberitahukan secara kritis tentang karakteristik, epidemiologi, pathogenesis dan pengobatan fraktur femur atipikal untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam pengetahuan agar mempermudah penelitian dimasa depan dan untuk memberi masukan bagi ahli orthopedi. Karakteristik Fraktur Femur Atipikal

Fraktur Femur Atipikal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fraktur

Citation preview

Fraktur Femur Atipikal: Apa yang harus diketahui tentang mereka?Aasis Unnanuntana MD, Anas Saleh, MD, Kofi A. Mensah, MD, PhD, John P. Kleimeyer BA dan Josepd M, Lane, MDBifosfonat merupakan jenis pengobatan yang paling sering digunakan untuk mengobati osteoporosis. Dari studi telah menunjukkan bahwa bifosfonat dapat menurunkan angka kejadian dari fraktur vertebral dan bukan vertebral ketika digunakan untuk mengobati osteoporosis post menaupause. Indikasi penggunaan bifosfat juga untuk penyakit metabolic tulang lainnya seperti osteopososis akibat glukokortikoid, Penyakit Paget, hiperkalemia akibat berbagai macam penyebab dan metastase skeletal. Pengobatan dengan bifosfonat bukan tidak memiliki efek samping. Karena bifosfonat bekerja dengan menghambat fungsi osteoklas dan menginduksi apoptosis osteoklas, hal ini mengakibatkan penekanan berat pada tulang.Beberapa laporan kasus mengindikasikan adanya hubugan antara jenis fraktur unik disebut fraktur femoral atipikal dengan penggunaan bifosfonat jangka panjang. Fraktur ini berbeda dengan fraktur femur osteoporosis tipikal dalam berbagai hal, termasuk mekanisme trauma, lokasi dan konfigurasi fraktur. Meskipun The American Society for bone and mineral research (ASBMR) mengumumkan kumpulan kasus fraktur femur atipikal pada tahun 2010, hanya sedikit yang diketahui mengenai jenis fraktur ini. Pada laporan ini akan memberitahukan secara kritis tentang karakteristik, epidemiologi, pathogenesis dan pengobatan fraktur femur atipikal untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam pengetahuan agar mempermudah penelitian dimasa depan dan untuk memberi masukan bagi ahli orthopedi.Karakteristik Fraktur Femur AtipikalBanyak laporan kasus dan ulasan kasus telah mendeskripsikan beberapa radiografi umum dari fraktur femur atipikal yang terkait dengan penggunaan bifosfonat, termasuk transversal, fraktur nonkomunitif pada subtrokanter atau korpus femur dengan patahan medial dan tajam pada daerah fraktur (Gambar.1). Hal lain termasuk nyeri prodromal dan penebalan pada korteks femur dari radiografi. Karena kurangnya kriteria yang jelas untuk menentukan fraktur femur atipikal, ASBMR menetapkan gejala mayor dan minor untuk fraktur femur atipikal komplit maupun nonkomplit (table 1). Seluruh gejala mayor harus menunjukkan fraktur atipikal dan membedakannya dari fraktur panggul osteoporosis (gambar 2). Gejala minor juga menggambarkan fraktur femur atipikal, tetapi tidak dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis.Meskipun kriteria dari ASBMR bermanfaat untuk mengetahui fraktur femur atipikal dan dipakai untuk mendiagnosis pada studi, tetapi kriteria ini masih kontroversi. Misalnya, penebalan korteks (salah satu gejala minor) merupakan kemampuan tulang untuk berubah akibat penggunaan bifosfonat jangka panjang, hal itu dapat memicu menumpukan dari kerusakan mikro dan kompresi yang kuat pada tulang. Namun, pada penelitian dari kelompok kami menemukan bahwa pengobatan dengan alendronate berkepanjangan (5tahun) tidak menyebabkan penebalan korteks femur. Hasil ini menunjukkan bahwa korteks femur pada pasien yang menjalani pegobatan bisfosfanat jangka pangjang mungkin sudah tebal sebelum memulai pengobatan dengan bisfosfonat. Penelitian lain oleh Feldstein et al. menemukan bahwa individu dengan fraktur femur atipikal yang didiagnosis hanya dari radiografi cenderung pada usia tua dan kurus dibandingkan didiagnosis dengan kriteria mayor dan minor. Selain itu insiden fraktur femur atipikal dibuktikan hanya menggunakan radiografi muncul relative konstan selama periode penelitian (kejadian kumulatif, 5.9 per 100.000 orang per tahun) sedangkan porporsi fraktur femur atipikal dengan kriteria mayor dan minor meningkat dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, akan lebih akurat untuk mendiagnosis fraktur femur atipikal pada pasien yang memiliki kriteria mayor dan minor. Akan tetapi, studi ini dan kami mendukung akan kebutuhan untuk mengetahui dengan jelas definisi dari fraktur femur atipikal. Patogenesis dan gejala klinis fraktur tersebut lebih baik dijelaskan, perubahan kriteria ASBMR di masa depan untuk fraktur femur atipikal akan diperlukan. EpidemiologiLebih dari 25 laporan kasus dan seri yang berkaitan dengan fraktur femur atipikal serta sejumlah studi terkontrol dan beberapa penelitian besar menggunakan register nasional dan data uji coba tahap III telah diterbitkan. Pada bagian ini kami akan memberitahukan angka kejadian fraktur femur atipikal, hubungan penggunaan bisfosfonat akan dibahas pada artikel ini. Semua bukti saat ini menunjukkan bahwa fraktur femur atipikal merupakan jenis fraktur yang jarang pada fraktur subtrokanter dan fraktur korpus femur. Rata-rata angka kejadian fraktur subtrokanter dan fraktur korpus femur antara 20-30% per 100.000 orang-tahun di US, merupakan batas atas dalam perkiraan angka kejadian fraktur femur atipikal. Di Firlandia, angka kejadian fraktur korpus femur 2,5-9,9 per 100.000 orang-tahun, namun 75% terjadi akibat terauma dengan energi kuat dan umumnya berkonfigurasi komunitif dan spiral. Dengan demikian, angka kejadian fraktur femur atipikal sebenarnya diperkirakan lebih kecil dari angka kejadian fraktur subtrokanter dan fraktur korpus femur mencapai 3% dan 5% masing-masing dari fraktur femur.Fraktur femur atipikal berhubungan dengan berbagai faktor, termasuk ras Asian, fraktur bilateral, nyeri prodromal, dan penggunaan glukokotokoid dan inhibitor pompa proton dan penyembuhan luka yang tertunda (table 2). Faktor lain yang berhubungan yaitu adanya artritis rematoid dan diabetes mellitus akibat defisiensi viyamin D. Namun, Lo et al memberitahukan bahwa wanita dengan fraktur femur atipikal sedikir yang memiliki diabetes dan penyakit ginjal kronik. Giusti et al. menemukan bahwa ketebalan kortikal dibandingkan atara pasien dengan dan bukan fraktur atipikal dan mereka juga menemukan hubungan antara fraktur femur atipikal dan riwayat penggunaan glukokortikoid.Perkiraan angka kejadian dibuat dengan dasar ulasan radiografi antara 0.9 sampai 78 fraktur femur atipikal per 100.000 orang-tahun. ASBMR melaporkan angka kejadian 2 per 100.000 kasus per tahun setelag penggunaan bisfosfonat selama 2 tahun, meningkat hingga 78 per 100.000 kasus per tahun setelah penggunaan bisfosfonat selama 8 tahun (n=15.000). Sebuah ulasan radiograf oleh Girgis dan Seibek melampirkan angka kejadian 2.3 sampai 16 fraktur femur atipikal per 100.000 orang tahundengan angka kejadian yang tinggi pada pasien berumur 65 tahun atau lebih (n=174,448). Dari deskripsi diatas, sebuah ulasan radiograf oleh Feldstein et al menemukan bahwa karakteristik fraktur dengan kriteria mayor dan minor dari ASBMR didapatkan angka kejadian 5.9 per 100.000 orang-tahun (n=5034) dan angka kejadian fraktur femur atipikal stabil selama penelitian walaupun terdapat peningkatan penggunaan bisfosfonat. Sebuah ulasan radograf dari 906 fraktur femur oleh Giusti et al menemukan 10 fraktur atipikal yang juga didapati beberapa kriteria minor, didapatkan 1.1% dari semua fraktur femur dan 10.4% dari fraktur subtrokanter dan korpus femur. Sebuah ulasan radiograf oleh Schilcher et al menemukan angka kejadian fraktur atipikal 55 per 100.000 orang-tahun diantara pengguna bisfosfonat dibandingkan dengan 0.9 per 100.000 orang-tahun bukan pengguna bisfosfonat (umur sebagai resiko relative = 47.3; 95% confidence interval (CI) 25.6 sampai 87.3) (n=12.777). hasil kontroversi juga sudah dipublikasikan. Dalam analisis control dengan metode cross sectional pada 11,944 pasien, rasio hazard (HR) untuk fraktur subtrokanter pada pasien pengguna aledronate (HR=1.46; 95% CI 0.91 sampai 2.35) hamper sama dengan rasio hazard pada fraktur proksimal femur (HR= 1.45; 95% CI, 1,21-1,74). Sebuah penelitian yang mirip digunakan Danish National Health care data pada 39.567 pengguna alendronate dan 158.268 kelompok control yang tidak terobati, namun ditemukan fraktur subtrokanter dan diafisis sebanyak 13 per 10.000 orang tahun pada wanita dengan alendronate (HR=1.88; 95% CT, 1.62-2.17). Sebuah data analisa hoc dari tiga randomized trials pada bisfosfonat osteoporosis post menaupause mengidentifikasi 12 fraktur subtrokanter atau 10 fraktur diafisis dari 14.195 partisipan, disimpulkan angka kejadiannya 23 per 100.000 orang-tahun. Relative hazard pada fraktur subtrokanter dan diafisis pada grup intervensi dibandingkan dengan subjek control tidak signifikan dalam berbagai percobaan, menunjukkan ketidakterkaitan antara penggunaan bisfosfonat dan fraktur subtrokanter dan diafisis pada wanita yang memakai selama 10 tahun. Namun, dengan keterbatasan radiografi sebagai ulasan, gejala fraktur atipikal belum dikonfirmasi, dan kebanyakan pasien telah terpapar kurang dari empat tahun. Dari statistic penelitian pun rendah dengan rendahnya kesempatan untuk mendeteksi kasus langka seperti fraktur atipikal. Fraktur femur atipikal, meskipun jarang tetapi penting untuk pasien dengan nyeri hebat. Laporan kasus memberikan bukti pertama fraktur tetapi memeiliki keterbatasan bias sejarah, berbagai definisi dari jenis fraktur dan ketidakmampuan secara langsung untuk membandingkan fakor resiko fraktur dengan penggunaan bisfosfonat. Selain itu data administrative dan studi tidak mencatat seluruh fraktur atipikal karena bergantung pada identifikasi oleh kode diagnotik yang tidak dikelompokkan lokasi fraktur dan merea tidak menilai keunggulan radiografi dari atipia. Dalam berbagai penelitian, 2,3% sampai 3.4% fraktur femur atipikal yang salah diidentifikasi berdasarkan International Classification of Diseases, Ninth Revision (ICD-9) codes.Hubungan sebab penyebab antara bisfosfonat dan fraktur femur atipikalHubungan antara pemakaian bisfosfonat dan kejadian fraktur femur atipikal telah diperkirakan. Menurut laporan satuan tugas dari ASBMR, hubungan ini belum diketahui penyebabnya. Farmakoepidimiologi melakukan pemantauan, deteksi, evaluasi dan respon terhadap efek samping dengan menggunakan kriteria Bradford-Hill. Kriteria ini memberikan perpektif yang lebih baik membuktikan dalam hubungan pemberian obat, sehingga membantu untuk menentukan apakah ada hubungan yang jelas antara obat dan efek yang memungkinkan berhubungan dengan penyebabnya.Kriteria pertama berhubungan dengan kuatnya mengacu pada sejauh mana risiko penyakit ini lebih besar daripada tanpa penyebab. Substansi bisfosfonat meningkatkan resiko terjadinya fraktur femur atipikal (dengan estimasi odd rasio diantara 2.29-139.33). hamper 40% dari pasien yang memiliki fraktur subtrokanter dan korpus femuryang telah menggunakan bisfosfonat dalam jangka waktu yang lama dibandingkan dengan fraktur intertrokanter dan kollum femur (odd rasio 4.44, p= 0.002). meskipun hasil ini, analisa ulang data pada tiga randomizes controlled trials menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan secara statistik dengan resiko fraktur femur atipikal pada pasien dengan pengobatan bisfosfonat selama 10 tahun. Hasil campuran dan metodologi yang berbeda digunakan pada studi ini sulit untuk menunjukkan keterkaitannya. Selain itu tidak semua fraktur femur atipikal berlokasi pada regio subtrokanter dan diafisispada pasien pengguna bisfosfonat yang tipikal. Hanya 17%-29% fraktur subtrokanter dan diafisis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur atipikal. Selain itu, beberapa fraktur femur atipikal terjadi pada pasien yang tidak menggunakan bisfosfonat. Oleh karena itu, terdapat kelemahan untuk menghubunhgkan pemakaian bisfofonat dengan fraktir femur atipikal.Studi telah menunjukkan adanya peningkatan resiko fraktur femur atipikal pada pasien yang menggunakan bisfofonat menunjukkan hubungan dosis dan respon. Meskipun demikian, analisis pada pasien dengan keganasan skeletal yang memakai minimal 24 dosis intravena bisfosfonat tidak menunjukkan adanya perbedaan dosis atau durasi terapi antara pasien dengan fraktur femur atipikal maupun tidak. Pada penulis studi mengatakan kurangnya tindak lanjung jangka panjang merupakan keterbatasan setiap penelitian dan kemampuan untuk menyimpulkan mengenai efek jangka panjang dari penggunaan bisfosfonat. Dengan demikian tidak ada dosis-respon yang berhubungan dengan batas tinggi dosis bisfosfonat. Meskipun tampak adanya hubungan atas dasar dosis kumulatif dari waktu ke waktu, yang dapat dijelaskan bahwa bisfosfonat mengikat tulang selama beberapa tahun.Hubungan sebab akibat antara penggunaan bisfosfonat dan fraktur femur atipikal mungkin dengan melihat mekanisme patologis yang melibatkan hipotesis bisfosfonat dapat memicu akumilasi kerusakan mikro penurunan variasi rongga dalam distibusi kepadatan mineral tulang dan penurunan heterogenitas tulang. Selain itu, potensi penyebab hubungan antara penggunaan bisfosfonat dan resiko fraktur femur atipikal didukung dengan contoh seperti resiko fraktur dengan peningktan obat, termasuk efek penggunaan kortikosteroid, obat antiepilepsi dan antidepresi. Namun demikian terdapat bukti eksperimen yang mendukung penyebab fraktur femur atipikal pada pasien pengguna bisfosfonat dan banyak studi yang observasional. Berdasarkan data yang tersedia saat ini, mekanisme penyebab dan efek yang menghubungkan antara penggunaan bisfosfonat dan fraktur femur atipikal belum ditetapkan.PatogenesisBerbagai macam mekanisme pathogenesis yang dapat dijelaskan berhubungan dengan terapi bisfosfonat yang panjang dan fraktur femur atipikal telah menjadi bahan penelitian yang luas. Pengobatan bisfosfonat yang ebrkepanjangan dapat berefek merusak kualitas tulang dengan menghambat pembentukan tulang pada tingkat sel. Meskipun remodeling tulang merupakan predisposisi kerapuhan tulang, penekanan hebat remodelling tulang akan memicu akumulasi kerusakan mikro dan gangguan penyembuhan tulang, dan penurunan heterogenitas matriks dan meningkatkan penghasilan glycation sebagai produk terakhir.Akumulasi Kerusakan mikro dan Gangguan stress penyembuhan frakturBisfosofonat mengurangi resiko fraktur oleh menekan resorbsi osteoklas mediated bone, sehingga mengganggu proses resopsi dari remodelling tulang. Karena remodeling tulang sangat diperlukan untuk pembaharuan tulangdan perbaikan kerusakan mikro, penekanan hebat pada remodelling tulang akan memicu akumulasi kerusakan mikro. Perlu dicatat bahwa akumulasi kerusakan mikro saja tidak dapat menjelaskan terjadinya penurunan kekuatan tulang sebagai hubungan antara perubahan dalam akumulasi kerusakan mikro dan ketebalan tulang telah ditemukan pada studi preklinis. Studi pada fraktur stress diinsukdi pada ulna tikus menunjukkan bahwa bisfosfonat merusak penyembuhan fraktur stress dengan menurunkan volume reabsopsi dan menggantikan tulang selama proses remodelling. Beberapa laporan kasus menunjukkan bahwa reaksi stress periosteal dan garis radiolusen yang menunjukkan fraktur sters biasanya didahului fraktur atipikal lengkap pada pasien yang menggunakan bisfosfonat. Tampak peran bisfosfonat dalam gangguan penyembuhana fraktur stress.Penurunan Heterogenitas dari matriks organic dan mineralTulang mempertahankan heterogenitas komposisinya melalui proses remodelling tulang. Heterogenitas matriks tulang dan kepadatan mineral lebih baik untuk homogenitas. Jenis komputasi trabekula dan kortikal menunjukkan bahwa distribusi jaringan heterogen mengurangi stress loka dan meningkatkan disipasi energy sedangkan distribusi yang homogen dikaitkan dengan kecendrungan untuk terjadi keretakan dan propagsi sehingga meningkatkan resiko fraktur. Dengan menghambat proses remodelling tulang, bisfosfanat menyebabkan berkurangnya struktur heterogen dengan distribusi mineral dan kolagen yang menyempit. Beskey et al menemukan bahwa pengobatan dengan alderonate selama tiga tahun meningkatkan kandungan mineral pada jaringan dan menurunkan heterogenitas rongga mineral jaringan iliaca pada wanita post menopausal tanpa fraktur. Selain itu, Donnelly et al. menggunakan transformasi fourier infra red (FTIR) sebagai pencitraan untuk membandingkan mineral dan kolagen pada biopsy tulang kortikokanselus pada 40 pasien yang diagnosis dengan fraktur femur proksimal. Pada peneliti menemukan parameter pengukuran FTIR pada 20 pasien yang menggunakan terapi bifosfonat serupa dengan tanpa pemakaian bifosfnat. Namun distribusi maturtas kolagen dan Kristal menurun sebesar 28% dan 17% pada pasien yang menggunakan bifosfonat disbanding dengan yang tidak memiliki riwayat terapi bifosfonat.Peningkatan lanjut glycation sebagai produk akhirKolagen dalam matriks tulang ekstraseluler mengandung ikatan silang antara enzim dan nonenzimatik. Ikatan silang enzimatik dipicu oleh aktivitas lysyl dan propylhidroksilase yang memiliki dampak besar pada sifat mekanik tulang dan esensial untuk menstabilkan matriks tulang. Ikatan silang nonenzimatik terbentuk melalui interaksi kolagen dan glukosa dalam rangkaian glikasi dan reaksi oksidasi sehingga membentuk glycation produk akhir. Terapi bisfosfonat meningkatkan glykasi produk akhir pada tulang rusuk anjing dan peningkatan ini dikaitkan dengan efek buruk terhadap sifat mekanik tulang termasuk energy yang rendah untuk terjadi fraktur.Sebagian besar bukti pathogenesis fraktur atipikal berasal dari uji coba hewan dan beberapa studi pada tulang manusia. Selain itu, beberapa pertimbangan biomekanik dan faktor resiko pada pasien memainkan peran dalam pathogenesis fraktur ini. Daerah subtrokanter femur merupakan daerah yang memiliki beban tebesar saat membungkuk. Ada kemungkinan bahwa populasi Asia memiliki faktor resiko lebih tinggi untuk terjadi fraktur akibat aktivitas membungkuk lebih banyak. Pasien dengan fraktur atipikal kemungkinan memiliki riwayat cacat sebelumnya dan diperberat dengan penggunaan bisfosfonat. Oleh karena itu fraktur femur atipikal merupakan patologis dan pemeriksaan leboh lanjut untuk mengidentifikasi penyebab kelainan tulang.ManagemenTatalaksana fraktur femur atipikal membutuhkan protocol khusus yang meliputi medikamentosa dan operatif. Karena kami menyadari tidak ada studi terkontrol yang mengevaluasi protocol pengobatan fraktur femur atipikal, pedoman yang diusulkan pada artikel ini didasarkan pada rekomendasi oleh ASBMR dan beberapa seri kasus baru diterbitkan.Tatalaksana terhadap pasien dengan fraktur femur atipikalTatalaksana pada pasien dengan fraktur femur atipikal termasuk fiksasi fraktur dan inisiasi terapi medikamentosa (table 4). Jika pasien didiagnosis dengan fraktur femur atipikal, bisfosfonat harus dilanjutkan. Dalam studi observasional dengan total 126 pasien fraktur femur atipikal, angka kejadian fraktur femur atipikal bilateral 41.2% yang melanjutkan terapi bisfosfonat selama 3 tahun atau lebih setelah fraktur femur atipikal dibandingkan dengan 19.3% pada pasien yag melanjutkan terapi bisfosfonat selama 3 tahun atau kurang setelah indeks fraktur femur atipikal. Resiko fraktur femur atipikal kontralateral menurun kira-kira 53% (p=0.042) apabila bisfosfonat tidak dilanjutkan setelah fraktur femur atipikal indeks.Selain itu, semua pasien harus menerima kalsium dan vitamin D per hari. Rekomendasi asupan kalium harian yaitu 1000-1200 mg/hari. Meskipun rekomendasi saat ini dari Institute of Medicine menyatakan bahwa asupan vitamin D 400-800 IU/hari adekuat, banyak ahli dan penelitian menunjukan rekomendasi ini tidak adekuat. Minimum pemasukan dari vitamin D3 pada orang dewasa yaitu harus 1000-2000 IU/hari. Hormone paratiroid rekombinan (teriparatide) juga harus dipertimbangkan, terutama akibat adanya bukti yang menunjukkan teriparatide dapat meningkatkan kerusakan tulang dan mikroarsitektur pada pasien yang menggunakan alendronate jangka panjang. Selain itu teriparatide meningkatkan dan mempercepat penyembuhan fraktur dengan meningkatkan pembentuakan kallus dan kekuatan mekanik. Uji klinis tambahan juga menunjukkan teriparaide dapat memperpendek waktu penyembuhan pada pasien fraktur osteoporosis. Oleh karena itu teriparatide bermanfaat dalam proses penyembuhan fraktur terhadap apsien fraktur femur atipikal. Meskipun tidak ada randomized controlled trial untuk membandingkan penggunaan plate and screw dan intramedullary nail fixation untuk tatalaksana fraktur femur atipikal, kebanyakan ahli bedah tulang merekomendasikan ful-length reconstruction nail sebagai metode terapi. Fraktur yang diobati dengan intramedullary nail dapat sembuh dengan perbaikan endokondral, sedangkan plat and screw umumnya menghambat proses perbaikan endokondral sehingga tidak direkomendasikan untuk jenis fraktur ini. Hasil tatalaksana operatif pada pasien dengan bisfosfonat yang berkaitan dengan fraktur femur sangat rendah. Weil et al menunjukkan bahwa 7 (44%) dari 16 fraktur diobati dengan intramedullary nail fixation yang membutuhkan rosedur operatif kedua. Meskipun beberapa studi menyarankan efek negative dari bisfosfonat pada proses penyembuhan fraktur, bukti saat ini bertentangan dengan hasil. Visekruna et al melaporkan 3 pasien dengan fraktur subtrokanter atipikal, salah satunya tidak memiliki radiografi pada 22 bulan. Sebaliknya Ha et al melaporkan bahwa 10 fraktur femur atipikal semua disembuhkan dengan osseous union setelah fiksasi internal selama 12-60 bulan. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena perbedaan status pra operasi dan jenis pengobatan atau dosis yang diberikan pada pasien.Kami merekomendasikan pengawasan yang ketat terhadap pasien fraktur femur atipikal karena 28%-44.2% memiliki keterlibatan bilateral. Radiografi os femur kontralateral harus dievaluasi untuk bukti adanya fraktur stress. Technetium bone scintigraphy atau MRI harus dipertimbangkan jika diduga fraktur stress.Apabila pasien memiliki fraktur inkomplit dengan atau tanpa nyeri, periode terapi konservatif apat dipertimbangkan. Ini termasuk menggunakan tongkat, kruk atau walker dengan metode partial weight bearing, menghindari aktivitas berat dan penggunaan teriparatide. Tingkat kegagalan pengobatan konservatif ini tinggi. Benffy et al melaporkan pasien dengan fraktur stress nondisplaced yang diobati dengan konservatif. 5 dari 6 pasien mengalami perkembangan lesi menjadi fraktur komplit rata-rata selama 10 bulan. Dengan demikian eavluasi ketat diperlukan terhadap kelompok khusus. Profilaksis intramedullary nail fixation harus dipertimbangkan jika ditemukan nyeri sedang hingga berat pada ekstremitas yang terkena, nyeri yang persisten atau memburuk setelah pengobatan konservatif, atau progresifitas dari garis fraktur yang dilihat dari radiografi.Tatalaksana pada pasien dengan terapi bisfosfonat jangka panjangBisfosfonat akan menumpuk terus menerus pada tulang selama berbulan bulan atau bertahun-tahun jika diberhentikan. Data dari Fracture Intervention Trial Long termExtension (FLEX) menunjukkan bahwa risiko fraktur pada wanita posmenopausal yang dihentikan terapi alendronate setelah lima tahun pengobatan tidak lebih tinggi dibandingkan dengan melanjutkan terapi alendronate sampai 10 tahun, meskipun ditemukan penurunan dalam kepadatan mineral tulang pada tulang belakang dan kolum femur dan peningkatan marker tulang pada bekasnya. Untuk risedronate, Vertebral Efficacy with Risedonate Therapy (VER) North America menunjukkan bahwa setelah satu tahun diberhentikan dari pengobatan protocol risedronate selama tiga tahun, kepadatan mineral tulang menurun (tetapi lebih tinggi dari batasan dan lebih tinggi dari subjek placebo) dan marker turnover tulang meningkat (tingkatan tidak berbeda dari subjek placebo). Meskipun terdapat perubahan, angka kejadian fraktur vertebra morfometik baru adalah 46% lebih rendah pada kelompok dengan riwayat risedronate dibandingkan kelompok placebo. Informasi ini mendukung hipotesis bahwa adanaya pelepasan berlanjut bisfosfonat dari tulang sehingga pencegahan fraktur yang signifikan secara statistic dan klinis penting untuk penghentian bisfosfonat. Dengan demikian terdapat adanya beberapa efek tersisa pada tulang bahkan setelah bisfosfonat dihentikan.Karena kekhawatiran tentang penekanan remodelling tulang dengan terapi bisfosfonay yang lama, maka direkomendasikan pengobatan osteoporosis diberhentikan setelah jangka waktu lima tahun. Durasi pengobatan bisfosfonat dan lamanya pemberhentian obat didasari pada resiko fraktur dan farmakokinetik dari penggunaan bisfosfonat. Empat bisfosfonas yang sering digunakan (alendronate, risedronate, ibandronate dan zolendronate) memiliki afinitas dan potensi antiresorptif yang berbeda, bergantung pada ikatan rantainya. Urutan afinitas ke tulang dari tinggi ke rendah yaitu zolendronate, risedronate, ibandronate dan alendronate, sedangkan potensi untung menghambat enzim farnesyl pyrophosphate synthase dari tinggi ke rendah adalah zoledronate, risedronate, ibandronate dan alendronate. Karena perbedaannya setiap bisfosfonate memiliki keunikan dari kecepatan onset dan efeknya dan keunikan tingkan penekanan remodelling tulang. Park-Wyllie et al melakukan penelitian dengan metode case control untuk mengeksplorasi hubungan antara penggunaan bisfosfonat dan fraktur femur, dan dilaporkan bahwa pengobatan bisfosfonat selama lima tahun berhubungan dengan peningkatan resiko fraktur subtrokanter atipikal dan korpus femur rasio odd= 2.74; 95% CI, 1.25-6.02). oleh karena itu, pertimbangan pemberhentian pengobatan dengan durasi kumulatif selama lima tahun sudah tepat.Pedoman tatalaksana pasien dengan penggunaan bisfosfonat jangka panjang dapat dilihat pada gambar 9. Meskipun tidak ada kriteria yang jelas untuk menentukan risiko fraktur, namun dapat menngunakan World Health Organizations fracture risk assessment tool (FRAX) serta marker pergantian tulang. Untuk pasien dengan faktor risiko rendah, bisfosfonat dapat diberhentikan. Pasien tetap harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D harian. Untuk faktor risiko tinggi, penggunaan bisfosfonat dilanjutkan lebih dari lima tahun. Atau obat-obatan lain seperti denosumab atau teriparatideyang dapat diberikan selama bisfosfonat diberhentikan. Untuk pasien dengan risiko sedang, pengobatan bergantung pada tingkatan pergantian tulang (tinggi atau rendah). Pasien yang tinkatan pergantian rendah dapat diobati seperti pasien dengan faktor risiko redah. Sedangkan pasien dengan risiko sedang tetapi tingkat pergantian tulang tinggi harus dikelola seperti pasien dengan faktor risiko tinggi. (gambar 9). Pada umumnya pemberhentian obat harus berlanjut sampai ada kepadatan mineral tulang hilang yang ditandai dengan peningkatan marker pergantian tulang atau terjadi fraktur baru.Mengingat bahwa kejadian fraktur femur atipikal jarang dan angka kejadian pasti terhadap radiografi abnormal pada populasi pasien yang memakai bisfosdonat tidak diketahui, hal ini mungkin cara tidak tepat untuk menyaring pasien dengan riwayat penggunaan bisfosfat jangka panjang dari radiografi femur. Namun perkembangan nyeri paha dan selangkangan pada pasien dengan penggunaan bisfosfonat jangka panjang meningkatkan kecurigaan fraktur femur atipikal, terutama jika pasien memiliki riwayat artritis rematoid, diabetes dan terapi glukokortikoid. Rencana selanjutnya dengan serial radiografi, bone scintigraphy dan MRI harus dipertimbangkan untuk mendiagnosis kerapuhan tulang dini.KesimpulanHubungan antara penggunaan bisfosfonat dan kejadian fraktur femur atipikal belum dapat ditemukan. Jika pasien mengalami fraktur femur atipikal maka bisfosfonat harus dihentikan dan agen anabolic diberikan. Pasien juga harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D harian. Fraktur yang diobati dengan intramedullary nailing sembuh dengan perbaikan endokondral, cara ini lebih digunakan untuk fraktur femur atipikal. fraktur femur atipikal merupakan kejadian yang langka dan keseimbangan antara efikasi dan keselamatan pasien masih menggunakan terapi bisfosfonat sebagai pengobatan osteoporosis. Bisfosfonat memiliki efek yang lama terhadap fraktur walaupun setelah pengobatan dihentikan, sehingga penghentian obat harus dipertimbangkan terhadap pasien yang memakai bisfosfat dalam lima tahun atau lebih.Karena banyak pertanyaan mengenai fraktur femur atipikal belum terjawab, studi masa depan harus focus terhadap histomorfometri tulang dan property biomekanik pada korteks femur serta uji coba obat mengenai kasus ini. Sejumlah kecil fraktur dilaporkan dapat membantu pengembangan mengenail fraktur femur atipikal.