55
PENANGANAN KONSERVATIF FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA 4 Maret 2009 bedahumum 4 komentar FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA Trauma vertebra yang mengenai medula spinalis dapat menyebabkan defisit neorologis berupa kelumpuhan Anatomi Vertebra Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5, sacral 5 dan coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari: Corpus / body Pedikel Pro sessus artikularis superior dan inferior Prosessus transversus Prosessus spinosus Diantara vertebra ditemui discus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous), yang berfungsi sebagai shock absorber. Dikus ini terdiri dan bagian: Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus flbrosus.

FRAKTUR KOMPRESI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

FRAKTUR KOMPRESI.

Citation preview

PENANGANAN KONSERVATIF FRAKTUR KOMPRESI   VERTEBRA

4 Maret 2009 bedahumum 4 komentar

FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA

Trauma vertebra yang mengenai medula spinalis dapat menyebabkan defisit

neorologis berupa kelumpuhan

Anatomi Vertebra

Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5,

sacral 5 dan coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari:

Corpus / body

Pedikel

Pro sessus artikularis superior dan inferior

Prosessus transversus

Prosessus spinosus

Diantara vertebra ditemui discus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous),

yang berfungsi sebagai shock absorber. Dikus ini terdiri dan bagian:

Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus flbrosus.

Dalam: cair yang disebut nukleus pulposus.

Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya:

Lig longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi).

Lig longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi).

Lig kapsulare, antara proc sup dan interior.

Lig intertransversale.

Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae.

Lig supra dan interspinosus.

Medula Spinalis

Terletak didalam kanalis vertebralis yang diliputi dan luar oleh duramater, subdural

space, arachnoid, subarachnoid dan piamater. Medula spmalis mengeluarkan

cabang n spinalis secara segmental dan dorsal (posterior root) dan ventral

(anterior root).

Pada cervical keluar 8 cabang walaupun hanya ada 7 vertebra cervikalis. Medula

spmalis berakhir sebagai cauda equine pada Th 12 – L1 dan kemudian berobah

jadi pilum terminate.

Pembagian Trauma Vertebra

1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:

Grade I = Simple Compression Fraktur

Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation

Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation

Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation

2. BEDBROCK membagi atas: T

Trauma pada vertebra seperti compression, extension dan flexion rotation

injury

Trauma medula spinalis seperti : comotio, con-tusio, stretching, gangguan

vaskuler, trombus dan hematoma

3. E. SHANNON STAUPER membagi:

Extension injury

simple flexion injury dan

flexion compression fraktur dislocation.

4. HOLDS WORTH membagi alas taruma:

Fleksi, rotasi fleksi, rotasi, ektensi, kompressi vertikal (direct shearing force)

5. Pembagian Umum:

a. Fraktur Stabil

Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur)

Burst fraktur

Extension

b. Fraktur tak stabil

Dislokasi

Fraktur dislokasi

Shearing fraktur

Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang

belakang tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2

dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena

adalah daerah yang mobil yaitu VC4.6 dan Th12-Lt-2.

Perawatan

Jika faktur stabil (kelainan neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan

sembuh.. Yang menjadi masalah bila disertai dengan kelainan neorologis.

I. Fase Akut (0-6 minggu)

1. Live saving dan kontrol vital sign

2. Perawatan trauma penyerta

Fraktur tulang panjang dan fiksasi interna.

Perawatan trauma lainnya.

3. Fraktur/Lesi pada vertebra

a. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)

Tidur telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus,

terutama simple kompressi.

b. Operatif

Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif.

Kalau dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:

laminektomi

fiksasi interna dengan kawat atau plate

anterior fusion atau post spinal fusion

c. Perawatan status urologi

Pada status urologis dinilai ripe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear

(reflek bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran.

Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan

bladder training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam

sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan

cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat kembali.

Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:

Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping)

Manuver crede

Ransangan sensorik dan bagian dalam paha

Gravitasi/ mengubah posisi

d. Perawatan dekubitus

Dalam perawatan komplikasi ini sening ditemui yang terjadi karena

berkurangnya vaskularisasi didaerah tersebut.

II. Fase Sub Akut (6-12 minggu)

Fraktur perawatan komplikasi ini sering ditemui yang terjadi karena berkurangnya

vaskularisasi didaerah tersebut.

III. Fase berdikari (3-6 bulan)

Yang banyak berperan disini adalah pekerja sosial seperti:

1. mempersiapkan rumah beserta isinya pada penderita.2. Mengadakan alat-alat pembantu

3. Mempersiapkan pekerjaan tangannya. Siapapun yang mengelola penderita ini harus dapat:

Mengembalikan spinal augment Stabilitas dan tulang belakang Mengusahakan agar penderita mencapai kehidupan normal Mencegah komplikasi.

Fisioterapi

I. Stadium Akut

1. Breathing exercise yang adequate

2. Mencegah kontraktur

3. Melatih otot yang lemah

II. Stadium Sub Akut

Penderita boleh duduk pada kursi roda

III. Berdikari

IV. Follow up

V. Occupational therapy

PENATALAKSANAAN TRAUMA VERTEBRA CERVICAL

Spine Instability

Pada dasarnya tulang belakang mempunyai 3 tulang (kolona vertikal) yaitu 1 (satu)

kolona anterior yang terdiri korpus dan diskus dari atas sampai kebawah. Dua

kolona posterior (kanan & kiri) yang terdiri dari rangkaian sendi (facet joint) dan

atas kebawah. Tulang belakang yang demikian dapat diumpamakan sebagai suatu

gedung bertingkat dengan 3 tiang utama (1 di depan 2 di belakang) dengan

masing-masing diberi koefisien 1. Sedangkan lantainya terdiri dan pedikel kiri dan

kanan, lamina proc. spinosus, dan proc. transversum dengan nilai koefisien antara

0,25 dan 0,5 Jadi bila koefisien instability 2 dalam arti kolona vertikal putus >2,

maka dikatakan tulang belakang tidak stabil.

Diagnosis dan Management

Semua yang dicurigai fraktur vertebrate cervical harus dirawat sebagai cervical

spinal injury sampai terbukti tidak ada.

1. Penanganan Cedera Akut Tanpa Gangguan Neorologis

Penderita dengan diagnose cervical sprain derajat I dan II yang sening karena

“wishplash Injury” yang dengan foto AP tidak tampak kelainan sebaiknya

dilakukan pemasangan culiur brace untuk 6 minggu. Selanjutnya sesudah 3-6

minggu post trauma dibuat foto untuk melihat adanya chronik instability

Kriteria radiologis untuk melihat adanya instability adalah:

Dislokasi feset >50%

Loss of paralelisine dan feset.

Vertebral body angle > 11 derajat path fleksi.

ADI (atlanto dental interval) melebar 3,5-5 mm (dewasa- anak)

Pelebaran body mas CI terhadap corpus cervical II (axis) > 7 mm pada

foto AP

Pada dasarya bila terdapat dislokasi sebaiknya dikerjakan emergensi closed

reduction dengan atau tanpa anestesi. Sebaiknya tanpa anestesi karena masih

ada kontrol dan otot leher. Harus diingat bahwa reposisi pada cervical adalah

mengembalikan koposisi anatomis secepat mungkin untuk mencegah

kerusakan spinal cord.

2. Penanganan Ceders Servikal dengan Gangguan Neorologis

Patah tulang belakang dengan gangguan neorologis komplit, tindakan

pembedahan terutama ditujukan untuk memudahkan perawatan dengan tujuan

supaya dapat segera diimobilisasikan. Pembedahan dikerjakan jika keadaan

umum penderita sudah baik lebih kurang 24-48 jam. Tindakan pembedahan

setelah 6-8 jam akan memperjelek defisit neorologis karena dalam 24 jam

pertama pengaruh hemodinamik pada spinal masih sangat tidak stabil.

Prognosa pasca bedah tergantung komplit atau tidaknya transeksi medula

spinalis.

REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI CACAT TULANG BELAKANG

Cacat vertebra dapat disebabkan oleh penyakit dengan variasi yang sangat luas

mulai dan penyakit kongenital sampai idiopatic. Sering kelainan vertebra disertai

dengan adanya neorologi defisit. Deformitas tulang belakang ini bervariasi pula

yang mulai dan tanpa gejala sampai ada gejala yang sangat berat berupa

kelumpuhan.

Hubungan sumsum tulang belakang dengan vertebra adalah:

1. Kelainan neorologis dapat menimbulkan deformitas belakang misalnya:

scollosis paralitik.

2. Deformitas tulang belakang dapat menimbulkan kelainan neorologis,

misalnya: spinal stenosis, diastematomella, kyphoscollosis yar berat.

3. Beberapa penyakit dapat menimbulkan keduanya, yaitu deformitas tulang

belakang dengan kelainan syarafmisalnya: Pott paraplegia, Metastase

tumor dengan kompresi fraktur

4. Koreksi deformitas tulang belakang dapat menimbulkan komplikasi saraf

misalnya instrumentalia harington.

Sifat Deformitas

Scoliosis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.

Kyposis: pembengkokan keposterior dan tulang belakang.

Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.

Kelainan setempat yang bervaniasi

Pada koreksi cacat tulang belakang muncul 3 problem:

1. Penyebab deformitas (infeksi, neoplasms, metabolik, dll)

2. Deformitas sediri

3. Akibat deformitas itu sendiri pada organ sekitamya:

Defisit neorologis : paraflegia dan tetraplegia.

Ganguan fungsi paru-paru pada skollosis

Gangguan tr. Urinarius.

Karena itu terapi diarahkan pada:

1. pengobatan terhadap penyabab deformitas.

2. koreksi dan rekonstruksi deformitas (fiksasi yang kuat)

3. rehabilitasi.

Tujuan koreksi:

Meningkatkan, memperbaiki atau mengembalikan anatominya semaksimal

mungkin dalam batas toleransi jaringan lunak disekitar tulang belakang, terutama

medula spinalis. Koreksi kadang-kadang tidak perlu harus sampai 100%.

Kontra indikasi Operasi

Keadaan umum penderita jelek

Diagnosis Banding

Fraktur patologis

Pemeriksaan Penunjang

Radilogis, laboratorium

FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA

Introduksi

a. Definisi

Fraktur kompresi yang terjadi pada tulang vertebra

b. Ruang lingkup

Penanganan konservatif fraktur kompresi vertebra

c. Indikasi Operasi

Tergantung jenis kelainan

d. Kontra indikasi Operasi

Keadaan umum penderita jelek

e. Diagnosis Banding

Fraktur patologis

f. Pemeriksaan Penunjang

Radiologis, laboratorium

Introduksi

Trauma vertebra yang mengenai medula spinalis dapat menyebabkan defisit neorologis berupa kelumpuhan.

Anatomi Vertebra

Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5, sacral 5 dan coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari:

Corpus/body Pedikel Prosessus artikularis superior dan inferior Prosessus transversus Prosessus spinosus

Diantara vertebra ditemui diskus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous), yang berfungsi sebagai shock absorber. Dikus ini terdiri dan bagian:

Luar: jaringan fibrokartillago yang disebut anulus fibrosus. Dalam: cair yang disebut nukleus pulposus.

Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya:

Lig longitudinale anterior (membatasi gerakan ektensi). Lig longitudinale posterior (membatasi gerakan fleksi). Lig kapsulare, antara proc sup dan inferior. Lig intertransversale. Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae. Lig supra dan interspinosus.

Medula Spinalis

Terletak didalam kanalis vertebralis yang diliputi dari luar oleh duramater, subdural space, arachnoid, subarachnoid dan piamater. Medula spinalis mengeluarkan cabang n. spinalis secara segmental dan dorsal (posterior root) dan ventral (anterior root).

Pada cervical keluar 8 cabang walaupun hanya ada 7 vertebra cervikalis. Medula spinalis berakhir sebagai cauda equina pada Th 12-L1 dan kemudian berubah jadi pilum terminate.

Pembagian Trauma Vertebra

1. BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:

Grade I     = Simple Compression Fraktur Grade II    = Unilateral Fraktur Dislocation Grade III   =  Bilateral Fraktur Dislocation Grade IV   =  Rotational Fraktur Dislocation

2. BEDBROCK membagi atas:

Trauma pada vertebra seperti compression, extension, dan flexion rotation injury Trauma medula spinalis seperti: comotio, contusio, stretching, gangguan vaskuler,

trombus, dan hematoma

3. E. SHANNON STAUPER membagi:

Extension injury Simple flexion injury Flexion compression fraktur dislocation.

4. HOLDS WORTH membagi atas trauma:

Fleksi, rotasi fleksi, rotasi, ektensi, kompressi vertikal (direct shearing force)

5. Pembagian Umum:

a. Fraktur Stabil

Fraktur wedging sederhana (Simple wedges fraktur) Burst fraktur Extension

b. Fraktur tak stabil

Dislokasi Fraktur dislokasi Shearing fraktur

Fraktur tulang belakang terjadi karena trauma kompresi axial pada waktu tulang belakang tegak. Menurut percobaan beban seberat 315 kg atau 1,03 kg per mm2 dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang. Daerah yang paling sering kena adalah daerah yang mobil yaitu VC 4-6 dan Th12-L2.

Perawatan

Jika faktur stabil (tanpa kelainan neurologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh. Yang menjadi masalah bila disertai dengan kelainan neorologis.

I. Fase Akut (0-6 minggu)

1. Live saving dan kontrol vital sign

2. Perawatan trauma penyerta

3. Penanganan fraktur tulang panjang (bila ada) — fiksasi interna atau eksterna

4. Fraktur/Lesi pada vertebra

a. Konservatif (postural reduction) (reposisi sendiri)

Tidur telentang dengan alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam untuk mencegah dekubitus, terutama simple kompressi.

b.  Operatif

Pada fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Kalau dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:

laminektomi fiksasi interna dengan kawat atau plate anterior fusion atau post spinal fusion

c.   Perawatan status urologi

Pada status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuklear (reflek bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran.

Pada fase akut dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training dengan cara penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan buli-buli dan reflek detrusor dapat kembali.

Miksi dapat juga dirangsang dengan jalan:

Mengetok-ngetok perut (abdominal tapping) Manuver crede Rangsangan sensorik dari bagian dalam paha Gravitasi/mengubah posisi

d. Perawatan dekubitus

Komplikasi ini sering ditemui karena berkurangnya vaskularisasi didaerah tersebut.

II.   Fase Sub Akut (6-12 minggu)

III. Fase berdikari (3-6 bulan)

Yang banyak berperan disini adalah pekerja sosial seperti:

* Mempersiapkan rumah beserta isinya pada penderita.

* Mengadakan alat-alat pembantu

* Mempersiapkan pekerjaan tangannya.

* Siapapun yang mengelola penderita ini harus dapat:

- Mengembalikan spinal augment

- Stabilitas dan tulang belakang

- Mengusahakan agar penderita mencapai kehidupan normal

- Mencegah komplikasi.

Fisioterapi

I. Stadium Akut

1. Breathing exercise yang adequate

2. Mencegah kontraktur

3. Melatih otot yang lemah

II. Stadium Sub Akut

Penderita boleh duduk pada kursi roda

III. Berdikari

IV. Follow up

V.  Occupational therapy

PENATALAKSANAAN TRAUMA VERTEBRA CERVICAL

Spine Instability

Pada dasarnya tulang belakang mempunyai 3 tulang (kolumna vertikal) yaitu 1 (satu) kolumna anterior yang terdiri korpus dan diskus dari atas sampai kebawah. Dua kolumna posterior (kanan & kiri) yang terdiri dari rangkaian sendi (facet joint) dan atas kebawah. Tulang belakang yang demikian dapat diumpamakan sebagai suatu gedung bertingkat dengan 3 tiang utama (1 di depan 2 di belakang) dengan masing-masing diberi koefisien 1.

Sedangkan lantainya terdiri dan pedikel kiri dan kanan, lamina proc. spinosus, dan proc. transversum dengan nilai koefisien antara 0,25 dan 0,5 Jadi bila koefisien instability 2 dalam arti kolona vertikal putus >2, maka dikatakan tulang belakang tidak stabil.

Diagnosis dan Management

Semua yang dicurigai fraktur vertebrate cervical harus dirawat sebagai cervical spinal injury sampai terbukti tidak ada.

1.  Penanganan Cedera Akut Tanpa Gangguan Neorologis

Penderita dengan diagnosis cervical sprain derajat I dan II yang sering karena “wishplash Injury” yang dengan foto AP tidak tampak kelainan sebaiknya dilakukan pemasangan collar brace untuk 6 minggu. Selanjutnya sesudah 3-6 minggu post trauma dibuat foto untuk melihat adanya chronic instability

Kriteria radiologis untuk melihat adanya instability adalah:

1. Dislokasi faset >50%2. Loss of paralelisine dan faset.3. Vertebral body angle > 11 derajat pada fleksi.4. ADI (atlanto dental interval) melebar 3,5-5 mm (dewasa- anak)5. Pelebaran body mas CI terhadap corpus cervical II (axis) > 7 mm pada foto AP

Pada dasarya bila terdapat dislokasi sebaiknya dikerjakan emergensi closed reduction dengan atau tanpa anestesi. Sebaiknya tanpa anestesi karena masih ada kontrol dan otot leher. Harus diingat bahwa reposisi pada cervical adalah mengembalikan koposisi anatomis secepat mungkin untuk mencegah kerusakan spinal cord.

2.   Penanganan Cedera Servikal dengan Gangguan Neurologis

Patah tulang belakang dengan gangguan neorologis komplit, tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk memudahkan perawatan dengan tujuan supaya dapat segera diimobilisasikan. Pembedahan dikerjakan jika keadaan umum penderita sudah baik lebih kurang 24-48 jam. Tindakan pembedahan setelah 6-8 jam akan memperjelek defisit neorologis karena dalam 24 jam pertama pengaruh hemodinamik pada spinal masih sangat tidak stabil. Prognosa pasca bedah tergantung komplit atau tidaknya transeksi medula spinalis.

REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI CACAT TULANG BELAKANG

Cacat vertebra dapat disebabkan oleh penyakit dengan variasi yang sangat luas mulai dan penyakit kongenital sampai idiopatic. Sering kelainan vertebra disertai dengan adanya neorologi defisit. Deformitas tulang belakang ini bervariasi pula yang mulai dan tanpa gejala sampai ada gejala yang sangat berat berupa kelumpuhan.

Hubungan sumsum tulang belakang dengan vertebra adalah:

1.  Kelainan neurologis dapat menimbulkan deformitas belakang misalnya: scolliosis paralitik.

2.  Deformitas tulang belakang dapat menimbulkan kelainan neorologis, misalnya: spinal stenosis, diastematomella, kyphoscollosis yar berat.

3.  Beberapa penyakit dapat menimbulkan keduanya, yaitu deformitas tulang belakang dengan kelainan syaraf misalnya: Pott paraplegia, Metastase tumor dengan kompresi fraktur

4.  Koreksi deformitas tulang belakang dapat menimbulkan komplikasi saraf misalnya instrumentalia harington.

Sifat Deformitas

1. Scoliosis: pembengkokan ke posterior dan tulang belakang.2. Kyposis: pembengkokan ke posterior dan tulang belakang.3. Gibbus: kyposis yang pendek dengan sudut yang tajam.

1. Kelainan setempat yang bervariasi

Pada koreksi cacat tulang belakang muncul 3 problem:

1. Penyebab deformitas (infeksi, neoplasms, metabolik, dll)2. Deformitas sediri3. Akibat deformitas itu sendiri pada organ sekitamya:

1. Defisit neorologis : paraflegia dan tetraplegia.2. Ganguan fungsi paru-paru pada skoliosis3. Gangguan tr. Urinarius.

Karena itu terapi diarahkan pada:

1. pengobatan terhadap penyabab deformitas.2. koreksi dan rekonstruksi deformitas (fiksasi yang kuat)3. rehabilitasi.

Tujuan koreksi:

Meningkatkan, memperbaiki atau mengembalikan anatominya semaksimal mungkin dalam batas toleransi jaringan lunak disekitar tulang belakang, terutama medula spinalis. Koreksi kadang-kadang tidak perlu harus sampai 100%.

askep trauma spinal

A.    KONSEP DASAR PENYAKIT

1.      ANATOMI FISIOLOGI

Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari hemisfer serebral dan

memberikan tugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-

rata 45 cm dan menipis pada jari-jari (Smeltzer,S.C, 2002). Medulla spinalis berfungsi sebagai pusat

reflek spinal dan juga sebagai jaras konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri dari :

a. Substansia alba (serabut saraf bermielin)

Berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat medulla spinalis dan

otak.

b. Substansia grisea (jaringan saraf tak bermielin)

Merupakan tempat integrasi reflek-reflek spinal. Pada penampang melintang , substansia grisea tampak

menyerupai huruf H kapital. Bagian depan disebut kornu anterior atau kornu ventralis, sedangkan

bagian belakang disebut kornu posterior atau kornu dorsalis.

Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron motorik eferen multipolar

dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu ventralis atau lower motor neuron biasanya dinamakan

jaras akhir bersama karena setiap gerakan baik yang berasal dari korteks motorik serebral, ganglia

basalis atau yang timbul secara reflek dari reseptor sensorik , harus diterjemahkan menjadi suatu

kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut.

Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut sensorik yang akan menuju ke

tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik.

Substansia grisea juga mengandung neuron-neuron internunsial atau neuron asosiasi, serabut aferen

dan eferen system saraf otonom , dan akhir akson-akson yang berasal dari berbagai tingkatan SSP

(Price & Wilson, 1995)

Saraf-saraf spinal 

Medula spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 5

segmen koksigius. Medula spinalis mempunyai 31 pasang saraf spinal ; masing-masing segmen

mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh.

Kolumna Vertebra

Kolumna vertebral melindungi medula spinalis, memungkinkan gerakan kepala dan tungkai, dan

menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi. Vertebra terpisah oleh potongan-potongan kecuali

servikal pertama dan kedua, sakral dan tulang belakang koksigius. Masing-masing tulang belakang

mempunyai hubungan dengan ventral tubuh dan dorsal atau lengkungan saraf, dimana semua berada

di bagian posterior tubuh. Seterusnya lengkungan saraf terbagi dua yaitu pedikel dan lamina. Badan

vertebra, arkus saraf, pedikel dan lamina semuannya berada di kanalis vertebralis.

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut:

a. Vertebra Servikalis

Vertebra servikalis adalah yang paling kecil. Kecuali yang pertama dan kedua yang berbentuk istimewa,

maka ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri: badannya kecil dan persegi panjang, lebih

panjang dari samping ke samping daripada dari depan ke belakang, lengkungnya besar. Prosesus

spinosus di ujungnya memecah dua atau bifida. Vertebra cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang

mirip dengan pasak. Vertebra servikalis ke tujuh disebut prominan karena mempunyai prosessus

spinosus paling panjang.

b. Vertebra Thorakalis

Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang

membentuk bagian belakang thorak.

c. Vertebra Lumbalis

Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk

daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurannya sehngga pergerakannya lebih luas ke

arah fleksi.

d. Os Sacrum

Terdiri dari 5 sakrum yang membentuk sacrum atau tulang kengkang dimana ke 5 vertebra ini

rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.

e. Os Coccygis

Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter yang bergabung

menjadi satu.

Traktus Spinalis

Substansia alba membentuk bagian medulla spinalis yang besar dan dapat terbagi menjadi tiga

kelompok serabut-serabut disebut traktus atau jaras, yaitu:

a. Traktus posterior

Menyalurkan sensasi, persepsi terhadap sentuhan, tekanan, getaran, posisi dan gerakan pasif bagian-

bagian tubuh. Sebelum menjangkau daerah korteks serebri, serabut-serabut ini menyilang ke daerah

yang berlawanan pada medulla oblongata.

b. Traktus spinotalamus

Serabut-serabut segera menyilang ke sisi yang berlawanan dan masuk medulla spinalis dan naik. Bagian

ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke thalamus dan korteks serebri.

c. Traktus lateral (piramidal, kortikospinal)

Menyalurkan impuls motorik ke sel-sel tanduk anterior dari sisi yang berlawanan di otak. Serabut-

serabut desenden merupakan sel-sel saraf yang didapat pada daerah sebelum pusat korteks. Bagian ini

menyilang di medulla oblongata yang disebut piramida.

1.      DEFINISI

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervikalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh

dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga dan seterusnya ( Arifin, 1997).

Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal

cord karena kecelakaan.

Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada

daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).

Vertebra yang seringkali terkena dalam cedera medulla spinalis adalah servikal ke-5, ke-6, torakal ke-12,

dan lumbal ke-1. Vertebra ini lebih mudah terserang karena terdapat rentang mobilitas yang lebih besar

dalam kolumna vertebra dalam area tersebut (Buaghman & Hackley, 2000: 87).

2.      PATOFISIOLOGI

Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang , jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,

kecelakaan olahraga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervikalis dan lumbalis.

Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum

tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa

gangguan peredaran darah, blok saraf parasimpatis, pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot

pernapasan, respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi

rektum, kandung kemih.Bila hemoragik terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke

ekstradural, subdural atau daerah subarachnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi kontusio atau

robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi terganggu. Tidak

hanya ini saja yang terjadi pada cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik

dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder

kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemoragi.

1.      ETIOLOGI

Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta

kauda ekuina. Di bidang olahraga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida,

Iwan Buchori, 2007).

Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas dan

kecelakaan olahraga (Arifin, 1997)

1.      MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena

Bila penderita sadar, pasti ada nyeri pada bagian tulang belakang yang terkena. Masalahnya adalah

bahwa cukup sering ada cedera kepala (penderita tidak sadar), atau ada cedera yang lain seperti

misalnya patah tulang paha, yang jauh lebih nyeri dibandingkan nyeri pada tulang belakangnya.

b. Paraplegia

c. Tingkat neurologis :

Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis

Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus (biasanya dengan retensi urine dan distensi kandung

kemih)

Kehilangan kemampuan berkeringat dan tonus vasomotor di bawah tingkat neurologis

Reduksi tekanan darah yang sangat jelas akibat kehilangan tahanan vaskular perifer.

d. Masalah pernapasan :

Yang berhubungan dengan gangguan fungsi pernapasan ; keparahan bergantung pada tingkat cidera

Gagal napas akut mengarah pada kematian pada cidera medulla servikal tinggi.

( Baughman & Hackley, 2000: 87)

2.      PEMERIKSAAAN  DIAGNOSTIK

a. Sinar X spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cidera tulang (fraktur, dislokasi), untuk kesejajaran,

reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.

b. Skan CT untuk menentukan tempat luka /jejas, mengevaluasi gangguan structural.

c. MRI untuk mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal , edema dan kompresi.

d. Mielografi untuk memperlihatkan koumna spinalis (kanal vertebral) jika factor patologisnya tidak jelas

atau dicurigai adanya dilusi pada ruang sub arachnoid medulla spinalis (biasanya tidak dilakukan setelah

mengalami luka penetrasi).

e. Foto rontgen torak , memperlihatkan keadaan paru (contoh: perubahan pada diafragma, atelektasis).

f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal): mengukur volume inspirasi maksimal khususnya

pada pasien dengan trauma servikal bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada

saraf frenikus / otot interkostal.

g. GDA unutk menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

(Doengoes, 1999 : 339-340).

3.      PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan kegawatdaruratan

Proteksi diri dan lingkungan, selalu utamakan A-B-C

Sedapat mungkin tentukan penyebab cedera (tabrakan mobil frontal tanpa sabuk pengaman,misalnya)

Lakukan stabilisasi dengan tangan untuk menjaga kesegarisan tulang belakang.

Kepala dijaga agar tetap netral, tidak tertekuk ataupun mendongak.

Kepala dijaga agar tetap segaris, tidak menengok ke kiri atau kanan.

Posisi netral-segaris ini harus tetap selalu dan tetap dipertahankan, walaupun belum yakin bahwa ini

cedera spinal. Anggap saja ada cedera spinal (dari pada penderita menjadi lumpuh)

Posisi netral : kepala tidak menekuk (fleksi),atau mendongak (ekstensi)

Posisi segaris : kepala tidak menengok ke kiri atau kanan.

Pasang kolar servikal, dan penderita di pasang di atas Long Spine Board

Periksa dan perbaiki A-B-C

Periksa akan adanya kemungkinan cedera spinal

Rujuk ke RS

Penatalaksanaan langsung pasien di tempat kejadian kecelakaan sangat penting. Penanganan yang

tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut dan penurunan fungsi neurologis.

Pertimbangkan setiap korban kecelakaan sepeda motor atau mengendarai kendaraan bermotor,

cedera olahraga kontak badan, terjatuh, atau trauma langsung ke kepala dan leher sebagai cedera

medulla spinalis sampai dapat ditegakkan.

Di tempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung), dengan kepala dan

leher dalam posisi netral, untuk mencegah cedera komplit.

Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi, rotasi dan ekstensi

kepala.

Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi dan kesejajaran

sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal dipasang.

Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati ke atas papan untuk

memindahkan ke rumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat merusak medulla spinalis ireversibel

yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medulla komplet.

Pasien harus selalu dipertahankan dalam posisi ekstensi. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau

tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.

b. Penatalaksanaan cedera medulla spinalis (Fase Akut)

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medulla spinalis lebih lanjut dan untuk

mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan

pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.

Farmakoterapi : berikan steroid dosis tinggi (metilprednisolon) untuk melawan edema medula .

Tindakan Respiratori :

1. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO₂ arterial yang tinggi.

2. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau ekstensi leher bila

diperlukan intubasi endotrakeal.

3. Pertimbangkan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien dengan lesi servikal

yang tinggi.

Reduksi dan Traksi Skeletal:

1. Cedera medulla spinalis membutuhkan imobilisasi, reduksi dislokasi dan stabilisasi kolumna vertebra.

2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi skeletal, yaitu teknik

tong/caliper skeletal atau halo-vest.

3. Gantung pemberat dengan bebas sehingga tidak mengganggu traksi.

c. Intervensi Bedah : Laminektomi

Dilakukan bila:

Deformitas tidak dapat dikurangi dengan traksi.

Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal.

Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal.

Status neurologis mengalami penyimpangan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau

dekompres medula. (Baughman & Hackley, 2000: 88-89).

4.      KOMPLIKASI

Neurogenik shock

Hipoksia

Gangguan paru-paru

Instabilitas spinal

Orthostatic hipotensi

Ileus paralitik

Infeksi saluran kemih

Kontraktur

Dekubitus

Inkontinensia blader

Konstipasi

5.      PENCEGAHAN

Untuk mencegah kerusakan dan bencana cedera ini, langkah-langkah berikut perlu dilakukan:

a. Menurunkan kecepatan berkendara

b. Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu

c. Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda

d. Program pendidikan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk

e. Mengajarkan penggunaan air yang aman

f. Mencegah jatuh

g. Menggunakan alat-alat pelindung dan teknik latihan.

Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan mobil dari mobilnya dengan

tepat dan mengikuti metode pemindahan korban yang tepat ke bagian kedaruratan rumah sakit untuk

menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medulla spinalis.

SPINAL CORD INJURY Diposkan oleh Putri Bebek di 20.27

SPINAL CORD INJURY

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Neurosains

Disusun oleh :

Ikawati Mardiana P 27226011 105

Kunmangesti Wahyu D P P 27226011 108

Nuzulis Hazjar A P 27226011 114

Putri Marganingtyas K D P 27226011 118

Riski Excavani Amalia P 27226011 119

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI

JURUSAN FISIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

SURAKARTA

2012

                                                       DAFTAR ISI                                                      

Daftar Isi ................................................................................................ i

A. Pengertian Spinal Cord Injury .........................................................

B. Klasifikasi Spinal Cord Injury .........................................................  

C. Anatomi Fisiologi Spinal Cord (Medula Spinalis) ...........................

D. Gejala dan Penyebab Spinal Cord Injury ........................................

E. Diagnosis .........................................................................................

F. Prognosis .........................................................................................

G. Komplikasi ......................................................................................

Daftar Pustaka ........................................................................................

A.  Pengertian Spinal Cord Injury

Tulang belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke selangkangan.

Tulang vertebrae terdiri dari 33 tulang, antara lain : 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5

buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua

korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan

memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-

syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut

(Mansjoer, Arif, et al. 2000).

Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma

; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dan sebagainya yang dapat

menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit

neurologi (Sjamsuhidayat, 1997).

Spinal Cord Injury (SCI) adalah cedera yang terjadi karena trauma sumsum tulang belakang atau

tekanan pada sumsum tulang belakang karena kecelakaan yang dapat mengakibatkan kehilangan atau

gangguan fungsi baik sementara atau permanen di motorik normal, indera, atau fungsi otonom serta

berkurangnya mobilitas atau perasaan (sensasi).

Spinal cord injury (SCI) terjadi ketika sesuatu (seperti: tulang, disk, atau benda asing) masuk atau

mengenai spinal dan merusakkan spinal cord atau suplai darah (AACN, Marianne Chulay, 2005 : 487).

B.  Klasifikasi Spinal Cord Injury

American Spinal Injury Association (ASIA) bekerjasama dengan Internasional Medical Society Of

Paraplegia (IMSOP) telah mengembangkan dan mempublikasikan standart internasional untuk klasifikasi

fungsional dan neurologis cedera medula spinalis. Klasifikasi ini berdasarkan pada Frankel pada tahun

1969. Klasifikasi ASIA/ IMSOP dipakai di banyak negara karena sistem tersebut dipandang akurat dan

komperhemsif. Skala kerusakan menurut ASIA/ IMSOP Grade A Komplit Tidak ada fungsi motorik/

sensorik yg diinervasi o/ segmen sakral 4-5 Grade B Inkomlpit Fungsi sensorik tapi bukan motorik

dibawah tingkat lesi dan menjalar sampai segmen sakral (S4-5). Grade C Inkomlpit Gangguan fungsi

motorik di bawah tingkat lesi dan mayoritas otot-otot penting dibawah tingkat lesi memiliki nilai kurang

dari 3. Grade D Inkomlpit Gangguan fungsi motorik dibawah tingkat lesi dan meyoritas otot-otot penting

memiliki nilai lebih dari 3. Grade E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal.

Cedera umum medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan

ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis

inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association yaitu :

(1) Central Cord Syndrome,

(2) Anterior Cord Syndrome,

(3) Brown Sequard Syndrome,

(4) Cauda Equina Syndrome, dan

(5) Conus Medullaris Syndrome.

Lee menambahkan lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat jarang terjadi yaitu Posterior Cord

Syndrome.

Central Cord Syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah cedera hiperekstensi. Sering terjadi pada

individu di usia pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah

medula spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh

adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medula spinalis oleh

ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medula

spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral.

Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis

traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di

atas titik pusat cedera. Sebagian besar kasus Central Cord Syndrome menunjukkan hipo/isointens pada

T1 dan hiperintens pada T2, yang mengindikasikan adanya edema.

Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada

ekstremitas atas dibanding ektremitas bawah. Pemulihan fungsi ekstremitas bawah

biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering

dijumpai disabilitas neurologik permanent. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling

sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medula spinalis C6 dengan ciri LMN.

Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral.

Nama Sindroma Pola dari lesi saraf Kerusakan

Central cord syndrome Cedera pada posisi

sentral dan sebagian

pada daerah lateral.

Dapat sering terjadi

pada daerah servikal

Menyebar ke daerah sacral.

Kelemahan otot ekstremitas

atas dan ekstremitas bawah

jarang terjadi pada

ekstremitas bawah

Brown- Sequard Syndrome Anterior dan posterior

hemisection dari

medulla spinalis atau

cedera akan

menghasilkan medulla

spinalis unilateral

Kehilangan ipsilateral

proprioseptiv dan kehilangan

fungsi motorik.

Anterior cord syndrome Kerusakan pada anterior

dari daerah putih dan

abu- abu medulla

spinalis

Kehilangan funsgsi motorik

dan sensorik secara komplit.

Posterior cord syndrome Kerusakan pada anterior

dari daerah putih dan

abu- abu medulla

spinalis

Kerusakan proprioseptiv

diskriminasi dan getaran.

Funsgis motor juga

terganggu

Cauda equine syndrome Kerusakan pada saraf

lumbal atau sacral

samapi ujung medulla

spinalis

Kerusakan sensori dan

lumpuh flaccid pada

ekstremitas bawah dan

kontrol berkemih dan

defekasi.

Sedangkan secara lebih spesifik lagi, Holdsworth membuat klasifikasi Spinal Cord Injury (SCI)

sebagai berikut :

1. Cedera Fleksi

Cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum posterior, dan selanjutnya dapat

menimbulkan kompresi pada bagian anterior korpus vertebra dan mengakibatkan wedge fracture

(teardrop fracture). Cedera semacam ini dikategorikan sebagai cedera yang stabil.

2. Cedera Fleksi-Rotasi

Beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum posterior dan kadang juga

terdapat pada prosesus artikularis, selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur

rotasional yang dihubungkan dengan slice fracture korpus vertebra. Cedera ini merupakan cedera yang

paling tidak stabil.

3. Cedera Ekstensi

Cedera ekstensi biasanya merusak ligamentum longitudinalis anterior dan menimbulkan herniasi

diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher. Selama kolum vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini

masih tergolong stabil. Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan

dapat menimbulkan burst fracture. Cedera robek langsung (direct shearing) biasanya terjadi di daerah

torakal dan disebabkan oleh pukulan langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra bergeser,

fraktur prosesus artikularis serta ruptur ligamen.

Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides mengkategorikan cedera

spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus

vertebra baik anterior atau lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil

mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst fracture hebat.

4. Cedera Stabil Fleksi

Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum ditemukan dan

stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan

penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama beberapa hari istirahat total di tempat

tidur dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji

lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset,

dan ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak lazim ditemukan.

5. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi

Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit neurologik

jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien dapat diberikan berupa analgetik dan korset.

6. Kompresi Vertikal

Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial yang terdiri dari 2 jenis : (1) protrusi diskuske dalam

lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi

nukleus melalui lempeng akhir vertebra kedalam tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang

stabil, dan defisit neurologik tidak terjadi. Terapi yang dapat diberikan berupa analgetik, istirahat

ditempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa minggu.

Meskipun fraktura ”ledakan” agak stabil, keterlibatan neurologik dapat terjadikarena masuknya fragmen

ke dalam kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang lebih pada cedera. Jika tidak

ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut

menghilang. Direkomendasikan juga untuk menggunakan brace atau jaket gips untuk menyokong

vertebra yang dapat digunakan selama 3 atau 4 bulan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus

dipindahkan dari kanalisneuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior. Stabilisasi dengan

batang kawat, plat atau graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah dekompresi.

7. Cedera Tidak Stabil Rotasi-Fleksi

Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan vertebra yang

sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk

melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah

transisional T10 sampai L1 dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan neurologik.

Setelah radiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi dengan memindahkan

unsur yang tergeser dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat metalik diindikasikan.

8. Fraktura “Potong”

Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah. Pedikel atau

prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia

lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi

karena ruang bebas yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura iniditangani seperti pada cedera

fleksi-rotasi.

9. Cedera Fleksi-Rotasi

Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk pengaman. Terjadi

pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.

C.  Anatomi Fisiologi Spinal Cord (Medula Spinalis)

Spinal Cord atau Medulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Syaraf Pusat. Terbentang dari

foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus terminalis

atau conus medullaris. Terbentang dibawah conus terminalis serabut-serabut bukan syaraf yang disebut

filum terminale yang merupakan jaringan ikat.

Terdapat 31 pasang syaraf spinal:

a. 8 pasang syaraf servikal,

b. 12 Pasang syaraf Torakal,

c. 5 Pasang syaraf Lumbal,

d. 5 Pasang syaraf Sakral ,

e. 1 pasang syaraf koksigeal

Akar syaraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan syaraf

keluar melalui Intervertebral foramina. Syaraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan

juga oleh meningen spinal dan CSF.

Pada orang dewasa, medula spinalis lebih pendek daripada kolumna spinalis. Medula spinalis

berakhir kira-kira pada tingkat diskus intervertebralis antara vertebra lumbalis pertama dan kedua.

Sebelum usia 3 bulan, segmen medula spinalis, ditunjukkan oleh radiksnya, langsung menghadap ke

vertebra yang bersangkutan. Setelah itu, kolumna tumbuh lebih cepat daripada medula. Radiks tetap

melekat pada foramina intervertebralis asalnya dan menjadi bertambah panjang ke arah akhir medula

(conus terminalis), akhirnya terletak pada tingkat vertebra lumbalis ke-2. Di bawah tingkat ini, spasium

subarakhnoid yang seperti kantong, hanya mengandung radiks posterior dan anterior yang membentuk

cauda equina. Kadang-kadang, conus terminalis dapat mencapai sampai tingkat vertebra lumbalis ke-3.

Radiks dari segmen C1 sampai C7, meninggalkan kanalis spinalis melalui foramina intervertebralis

yang terletak pada sisi superior atau rostral setiap vertebra. Karena bagian servikalis mempunyai satu

segmen lebih daripada vertebra servikalis, radiks segmen ke-8 meninggalkan kanalis melalui foramina

yang terletak antara vertebra servikalis ke-7 dan torasikus ke-1. Dari sini ke bawah, radiks saraf

meninggalkan kanalis melalui foramina yang lebih bawah.

Antara C4 dan T1, dan juga antara L2 dan S3, diameter medula spinalis membesar. Intumesensia

servikalis dan lumbalis ini terjadi karena radiks dari separuh bawah bagian servikalis naik ke pleksus

brakhialis, mempersarafi ekstrimitas atas, dan yang dari regio lumbo-sakral membentuk pleksus

lumbosakralis, mempersarafi ekstrimitas bawah.

Pembentukan pleksus-pleksus ini menyebabkan serat-serat dari setiap pasang radiks bercabang

menjadi saraf-saraf perifer yang berbeda; dengan kata lain, setiap saraf perifer dibuat dari serat

beberapa radiks segmental yang berdekatan. Ke arah perifer dari saraf, serat saraf aferen berasal dari

satu radiks dorsalis yang bergabung dan mensuplai daerah segmen tertentu dari kulit, disebut

dermatom atau daerah dermatomik.

Dermatom berjumlah sebanyak radiks segmental. Dermatom-dermatom letaknya saling

tumpang tindih satu sama lain, sehingga hilangnya satu radiks saja sulit untuk dideteksi. Harus terjadi

hilangnya beberapa radiks yang berdekatan supaya dapat timbul hilangnya sensorik dari karakter

segmental. Dermatom berhubungan dengan berbagai segmen radiks medula spinalis, sehingga

mempunyai nilai diagnostik yang besar dalam menentukan tingkat ketinggian dari kerusakan medula

spinalis.

Fungsi dan Persarafan Otot Periferal dan Segemental

Fungsi Otot Saraf

I.                   Pleksus servikalis C1-C4

Fleksi, ekstensi, rotasi, dan

eksorotasi leher

Mm. koli profundi (M.

sternokleidomastoideus, M.

Saraf servikalis

trapezius) C1-C4

Pengangkatan dada atas,

inspirasi

Mm. skaleni C3-C5

Inspirasi Diafragma

Saraf frenikus

C3-C5

II.                Pleksus brakhialis C5-T1

Aduksi dan endorotasi

lengan,

Menurunkan bahu ke

dorsoventral

M. pektoralis mayor dan

minor

Saraf torakalis anterior

C5-T1

Fiksasi skapula selama

mengangkat lengan

M. seratus anterior

Saraf torakalis longus

C5-C7

Elevasi dan aduksi skapula

ke arah kolumna spinalis

M. levator skapula,

Mm. rhomboidei

Saraf skapularis dorsal

C4-C5

Mengangkat dan eksorotasi

lengan,

Eksorotasi lengan pada

sendi bahu

M. supraspinatus,

M. infraspinatus

Saraf supraskapularis

C4-C6

C4-C6

Saraf torakalis dorsal

Endorotasi sendi bahu;

aduksi dari ventral ke

dorsal;

menurunkan lengan yang

terangkat

M. latissimus dorsi,

M. teres major,

M. subskapularis

C5-C8

(dari daerah dorsal

pleksus)

Abduksi lengan ke garis

horizontal,

Eksorotasi lengan

M. deltoideus

M. teres minor

Saraf aksilaris

C5-C6

C4-C5

Fleksi lengan atas dan

bawah dan supinasi lengan

bawah,

Elevasi dan aduksi lengan,

Fleksi lengan bawah

M. biseps brakhii,

M. korakobrakhialis,

M. brakhialis

Saraf muskulokutaneus

C5-C6

C5-C7

C5-C6

Fleksi dan deviasi radial

tangan,

Pronasi lengan bawah,

Fleksi tangan,

Fleksi jari II-V pada falangs

tengah,

M. fleksor karpi radialis

M. pronator teres

M. palmaris longus

M. fleksor digitorum

Saraf medianus

C5-C6

C5-C6

C7-T1

C7-T1

Fleksi falangs distal ibu jari

tangan,

Fleksi falangs distal jari II

dan III tangan,

superfisialis

M. fleksor polisis longus

M. fleksor digitorum

profundus (radial)

C6-C8

C7-T1

Abduksi metakarpal I,

Fleksi falangs proksimal ibu

jari tangan,

Oposisi metakarpal I

M. abduktor polisis brevis

M. fleksor polisis brevis

M. oponens polisis brevis

C7-T1

C7-T1

C6-C7

Fleksi falangs proksimal

dan ekstensi sendi lain,

Fleksi falangs proksimal

dan ekstensi sendi lain

Mm. lumbrikalis

Jari II dan III tangan

Jari IV dan V tangan

Saraf medianus

C8-T1

Saraf ulnaris

C8-T1

Fleksi dan pembengkokan

ke arah ulnar jari tangan,

Fleksi falangs proksimal jari

tangan IV dan V,

Aduksi metakarpal I,

M. fleksor karpi ulnaris

M. fleksor digitorum

profundus (ulnar)

Saraf ulnaris

C7-T1

C7-T1

Abduksi jari tangan V,

Oposisi jari tangan V,

Fleksi jari V pada sendi

metakarpofalangeal,

Pembengkokan falangs

proksimal, meregangkan

jari tangan III, IV, dan V

pada sendi tangan dan

distal seperti juga gerakan

membuka dan menutup

jari-jari

M. aduktor polisis

M. abduktus digiti V

M. oponens digiti V

M. fleksor digiti brevis V

Mm. interosei palmaris dan

dorsalis

Mm. lumbrikalis III dan IV

C8-T1

C8-T1

C7-T1

Saraf ulnaris

C7-T1

C8-T1

Ekstensi siku,

Fleksi siku,

Ekstensi siku dan abduksi

radial tangan,

Ekstensi falangs proksimal

jari II-IV,

Ekstensi falangs proksimal

jari V,

Ekstensi dan deviasi ke

arah ulnar dari tangan,

Supinasi lengan bawah,

M. biseps brakhii dan M.

ankoneus

M. brakhioradialis

M. ekstensor karpi radialis

M. ekstensor digitorum

M. ekstensor digiti V

M. ekstensor karpi ulnaris

M. supinator

Saraf radialis

C6-C8

C5-C6

C6-C8

C6-C8

C6-C8

C6-C8

Abduksi metakarpal I:

ekstensi radial dari tangan,

Ekstensi ibu jari tangan

pada falangs proksimal,

Ekstensi falangs distal ibu

jari,

Ekstensi falangs proksimal

jari II

M. abduktor polisis longus

M. ekstensor polisis brevis

M. ekstensor polisis longus

M. ekstensor indisis proprius

C5-C7

C6-C7

C7-C8

C7-C8

C6-C8

Elevasi iga; ekspirasi;

kompresi abdomen;

anterofleksi dan

laterofleksi tubuh.

Mm. toracis dan abdominalis

N. toracis

T1-L1

III.             Pleksus lumbalis T12-L4

Fleksi dan endorotasi

pinggul,

Fleksi dan endorotasi

tungkai bawah,

Ekstensi tungkai bawah

pada tungkai lutut

M. iliopsoas

M. sartorius

M. quadriseps femoris

Saraf femoralis

L1-L3

L2-L3

L2-L4

Aduksi paha M. pektineus

M. aduktor longus

M. aduktor brevis

Saraf obturatorius

L2-L3

L2-L3

L2-L4

Aduksi dan eksorotasi paha

M. aduktor magnus

M. grasilis

M. obturator eksternus

L3-L4

L2-L4

L3-L4

IV.             Pleksus sakralis L5-S1

Abduksi dan endorotasi

paha,

Fleksi tungkai atas pada

pinggul; abduksi dan

endorotasi,

Eksorotasi paha dan

abduksi

M. gluteus medius dan

minimus

M. tensor fasia lata

M. piriformis

Saraf glutealis superior

L4-S1

L4-L5

L5-S1

Ekstensi paha pada pinggul,

Eksorotasi paha

M. gluteus maksimus

M. obturator internus

Mm. gemeli

M. quadratus

Saraf glutealis inferior

L4-S2

L5-S1

L4-S1

Fleksi tungkai bawah M. biseps femoris

M. semitendinosus

M. semimembranosus

Saraf skiatikus

L4-S2

L4-S1

L4-S1

Dorsifleksi dan supinasi

Saraf peronealis

kaki,

Ekstensi kaki dan jari-jari

kaki,

Ekstensi jari kaki II-V,

Ekstensi ibu jari kaki

Ekstensi ibu jari kaki

M. tibialis anterior

M. ekstensor digitorum longus

M. ekstensor digitorum brevis

M. ekstensor halusis longus

M. ekstensor halusis brevis

profunda

L4-L5

L4-S1

L4-S1

L4-S1

L4-S1

Pengangkatan dan pronasi

bagian luar kaki

Mm. peronei

Saraf peronealis

superfisialis

L5-S1

Fleksi plantar dan kaki

dalam supinasi,

Supinasi dan fleksi plantar

dari kaki

M. gastroknemius

M. triseps surae

M. soleus

M. tibialis posterior

Saraf tibialis

L5-S2

L4-L5

Fleksi falangs distal jari kaki

II-V (plantar fleksi kaki

dalam supinasi),

Fleksi falangs distal ibu jari

kaki,

Fleksi jari kaki II-V pada

falangs tengah,

Melebarkan, menutup, dan

fleksi falangs proksimal jari-

M. fleksor digitorum longus

M. fleksor halusis longus

M. fleksor digitorum brevis

Mm. plantaris pedis

L5-S2

L5-S2

S1-S3

S1-S3

jari kaki

Menutup sfingter kandung

kemih dan rectum

Otot-otot perinealis dan

sfingter

Saraf pudendalis

S2-S4

D.  Gejala dan Penyebab Spinal Cord Injury

Cedera medula spinalis mempunyai gambaran klinik yang berbeda-beda tergantung letak lesi

dan luasnya, dan dapat bibedakan menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Anterior cord syndrome, dengan gejala :

a. para / tetraplegia

b. dissociated sensory loss : gangguan rasa nyeri dan raba namun sensasi kinestesi tetap ada

2. Central cord syndrome, dengan gejala :