Upload
aisahara30
View
52
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fraktur femur anak
Citation preview
ANATOMI FEMUR
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan
trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi
dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan mema-
suki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit
lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena
dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang.
Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan
crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuber-
culum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan
bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung,
linea aspera. Tepian linea aspera memanjang ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlan-
jut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum
pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat
tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang
melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan pos-
teriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian poste-
rior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan
oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di
atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium
berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.
Otot-otot femur terdiri dari 3 kelompok
1. Kelompok anterior (ekstensor)
- m. rectus femoris
- m. vastus lateralis
- m. vastus medialis
- m. vastus intermedius genu
- m. sartorius
2. Kelompok medial (adduktor)
- m. pectineus
- m. gracilis
- m. adductor longus
- m. adductor brevis
- m. adductor magnus
1. Kelompok posterior (fleksor)
- m. biscep femoris
- m. semitendinosus
- m. semimembranosus
- m. psoas major
- m. iliacus
- m. tensor fascia lata
Perdarahan ruang Fascia Anterior Paha
Arteria femoralis
Arteri femoralis sampai di tungkai atas dengan berjalan di belakang ligamentum
inguinale, sebagai lanjutan dari A. Iliaca externa. Disini, arteria terletak di pertengahan
antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. A. Femoralis merupakan
pembuluh nadi utama untuk membrum inferius. Arteria ini berjalan ke bawah hampir
vertical ke arah tuberculum adductor magnus (hiatus adductorius) dengan memasuki
spatium poplitea sebagai A. Poplitea.
Cabang-cabang:
• A. Circumflexa ilium superficialis
• A. Epigastrica superficialis
• A. Pudenda externa superficialis)
• A. Pudenda externa
• A. Profunda femoris adalah sebuah cabang besar dan penting yang muncul dari
sisi lateral A. Femoralis kira-kira 1,5 inchi (4 cm) di bawah ligamentum in-
guinale. Arteria ini berjalan ke medial di belakang A. Femoralis dan masuk ke
dalam ruang medial fascia tungkai bawah. Arteria ini berakhir sebagai A. Per-
forans IV. Pada pangkalnya, arteria ini mempercabangkan A. Circumflexa femoris
medialis dan A. Circumflexa femoris lateralis dan dalam perjalanannya memper-
cabangkan 3 buah aa. Perforantes..
• A. Genicularis descendens adalah cabang kecil yang dipercabangkan dari A.
Femoralis dekat ujung akhirnya. Arteria ini membantu mendarahi articulatio
genu.
Vena Femoralis
Vena femoralis masuk tungkai atas dengan berjalan melalui hiatus m. Di adductor
magnus sebagai lanjutan dari vena poplitea. Vena ini berjalan ke atas melalui tungkai
atas, awalnya di sisi lateral a. Femoralis, kemudian di sebelah posterior, dan akhirnya di
sisi medialnya. Pembuluh ini meninggalkan tungkai atas pada ruang intermedia dari
vagina femoralis dan berjalan di belakang ligamentum inguinale untuk berlanjut sebagai
v. Iliaca externa.
Cabang-cabang vena femoralis adalah vena saphena magna, dan venae yang bersesuaian
cabang-cabang a. Femoralis. Vena circumflexa ilim superficialis, vena epigastrica
superficialis, dan vv. Pudendae externae bermuara ke vena saphena magna.
Nodi lymphoidei di ruang fascia anterior tungkai atas
Nodi lymphoidei inguinales profundi jumlahnya bervariasi, tetapi biasanya berjumlah 3
buah, terletak disepanjang sisi medial bagian terminal vena femoralis, dan yang paling
atas biasanya terletak di canalis femoralis. Kelenjar-kelenjar ini menerima cairan limfe
dari nodi inguinales superficiales melalui pembuluh-pembuluh limfe yang berjalan
melalui fascia cribriformis pada hiatus saphenus. Nodi ini juga menerima cairan limfe
dari struktur-struktur dalam dari membrum inferius yang berjalan ke atas di dalam
pembuluh limfe yang berjalan bersama arteria, bebrapa melalui nodi poplitei. Pembuluh
limfe eferen dari nodi inguinales profundi berjalan ke atas ke dalam rongga abdomen
melalui canalis femoralis dan bermuara ke nodi iliaci externi.
Persyarafan ruang fascia anterior tungkai atas
Nervus Femoralis
n. femoralis merupakan cabang terbesar dari plexus lumbalis (L2,3,4). Saraf ini keluar
dari pinggir lateral m. Psoas di dalam abdomen dan berjalan ke bawah di dalam celah
antara m. Psoas dan m. Iliacus. Saraf ini terletak di belakang fascia iliaca dan memasuki
tungkai atas di lateral a. Femoralis dan vagina femoralis, di belakang ligamentum
inguinale 1,5 inchi (4cm) distal dari ligamentum inguinale, saraf ini berakhir dengan
bercabang 2 dalam divisi anterior dan divisi posterior n. Femoralis mempersyarafi
seluruh otot di ruang anterior tungkai atas. N. Femoralis tidak berada di dalam selubung
femoralis saat memasuki tungkai atas.
Cabang-cabang:
• Divisi anterior memberikan 2 cabang kulit dan 2 cabang otot. Cabang kulit yaitu
n. Cutaneus femoris medialis dan n. Cutaneus femoris intermedius yang masing-
masing mempersyarafi kulit permukaan medial dan anterior tungkai atas. Cabang-
cabang otot mempersyarafi m. Sartorius dan m.pectineus.
• Divisi posterior memberikan 1 cabang kulit n. Saphenus dan cabang-cabang ke
otot ke m. Quadriceps femoris. N. Saphenus berjalan bersama a. femoralis masuk
ke dalam canalis adductori hunteri menuju fossa poplitea, untuk sisi medial
tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki.
• Ramus muscularis ke m. Rectus femoris juga mempersyarafi articulatio coxae;
cabang-cabang untuk ketiga mm. Vasti juga mempersyarafi articulatio genu.
Trigonum Femorale
Adalah sebuah cekungan berbentuk segitiga yang terdapat pada bagian atas aspek medial
tungkai atas tepat di bawah ligamentum inguinale. Trigonum ini dibatasi di atas oleh
ligamentum inguinale, lateral:m. Sartorius, medial: pinggir medial m. Adductor longus.
Dasarnya berbentuk alur dan dibentuk dari lateral ke medial oleh m. Iliopsoas, m.
Pectineus, m. Adductor longus. Atapnya dibentuk oleh kulit dan fasciae dari tungkai atas.
Trigonum femorale berisi bagian terminal n. Femoralis dan cabang-cabangnya, vagina
femoralis, a, femoralis, beserta cabang-cabangnya, v. Femoralis beserta cabang-
cabangnya, dan nodi lymphoidei inguinales profundi.
Persyarafan ruang posterior tungkai atas
Nervus Ischiadicus
n. ishiadicus, sebuah cabang terbesar dari plexus sacralis (L4,5 dan S1-3), merupakan
saraf paling tebal dan panjang dari tubuh. Saraf ini di posterior tertutup oleh pinggir
M.biceps femoris dan m. Semimebranosus. Saraf ini terletak pada aspek posterior ,.
Adductor magnus. Pada sepertiga bagian bawah tungkai atas saraf ini berakhir dengan
bercabang menjadi 2: n. Tibialis dan n. Peroneus communis. Mempersarafi seluruh
tungkai atas dan bawah kecuali bagian anterior dan medial tungkai atas.
HISTOLOGI & BIOKIMIA TULANG
Tulang merupakan jaringan tubuh yang paling keras. Fungsinya sebagai kerangka
utama, penunjang otot, pelindung organ vital seperti otak, tempat sum sum tulang, dan
tempat penyimpanan Ca, fosfor dan ion lainnya. Pertukaran nutrien dan O2 dan metabolit
antara sel dan kapiler darah terjadi melalui kanalikuli (saluran kecil yang menembus
matriks) karena tidak bisa difusi matriks. Dengan kanalikuli osteosit dapat berhubungan
satu sama lainnya dengan permukaan dalam dan luar tulang dan dengan pembuluh darah
yang melintasi matriks.
Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri dari sel dan matriks. Sel
adalah osteoblas, osteosit dengan osteoklas di luarnya. Matriks anorganik(60-70%)
membantu pengerasan dan pengendapan) unsurnya adalah Ca fosfat (85%), Ca karbonat
(10%), sedikit Ca fluorida dan Mg fluorida. Sedangkan organik (30-40% materi mirip
tulang rawan) mengandung serat kolagen dan substansia dasar.
Sel tulang : Osteoprogenitor berasal dari mesenkim, mempunyai kemampuan
berkembang menjadi osteoblas dan kemudian osteosit. Osteoblas terletak di permukaan
tulang, mensintesa komponen organik matriks tulang dan mengendapkan komponen
anorganik. Osteosit berasal dari osteoblas. Tonjolan sitoplasma osteosit terletak dalam
kanalikuli yang memancar keluar dari lakuna. Tonjolan tersebut saling berhubungan satu
sama lain melalui gap junction sehingga nutrien dapat sampai ke sel sel tulang tersebut.
Osteosit mempertahanka matriks tulang terus menerus. Bila osteosit mati maka akan
terjadi resorbsi matriks oleh osteoklas. Osteoklas adalah sel yang besar dapat bergerak.
Osteoklas mensekresi asam kolagenase dan enzim proteolitik lainnya yang menyerang
matriks tulang sehingga dilepaskan substansi yang berkalsium, jadi berfungsi meresorbsi
dan memberi bentuk pada tulang.
Matriks tulang : Unsur anorganik matriks 50% dari berat matriks. Yang banyak
adalah kalsium dan fosfor terdapat sedikit bikarbonat, sitrat, magnesium, kalium dan
natrium. Ca dan P membentuk kristal hidroksiapatit {Ca10(PO4)6(CH2)}. Unsur organik
adalah kolagen tipe 1 dan substantia dasar yang amorf yaitu glikosaminoglikan (ikatan
protein-polisakarida) dan glikoprotein. Glikosaminoglikan tulang adalah kondroitin sulfat
dan keratan sulfat.
Gabungan hidroksiapatit dengan serat kolagen menjadikan tulang keras dan kuat,
bila tulang dihilangkan unsur kalsiumnya maka sifatnya akan lentur seperti tendo dan bila
bagian organiknya (terutama serat kolagen) diangkat maka sifat tulang mudah pecah dan
hancur.
Tulang primer adalah jaringan tulang pertama yang muncul pada perkembangan
embrio, pada penyembuhan fraktur dan proses reparasi lainnya. Tulang primer bersifat
sementara dan akan digantikan tulang sekunder kecuali pada sutura tulang pipih kepala,
soket gigi dan insersi beberapa tendon. Tanda khasnya serat kolagen yang halus seperti
anyaman yang tidak teratur dan kadar mineral lebih sedikit tapi osteosit lebih banyak dari
tulang sekunder.
Tulang sekunder terdapat pada keadaan dewasa. Tanda khasnya serat kolagen
tersusun membentuk lamel lamel sejajar satu sama lain atau konsentris mengelilingi
pembuluh darah. Lamel yang mengelilingi sebuah saluran(saluran havers) dan saluran
tersebut berisi pembuluh darah, serat saraf dan jaringan ikat jarang disebut sistem havers
atau osteon. Saluran havers berhubungan dengan rongga sum sum tulang, endosteum,
periosteum dan berhubungan satu dengan lainnya melalui saluran volkman yang
melintang atau serong.
Secara makroskopik dibedakan 2 macam tulang yaitu tulang kompakta dan
tulang spongiosa. Kompakta terlihat padat tanpa rongga. Spongiosa terlihat banyak
rongga yang saling berhubungan. Secara mikroskopis kedua tulang ini mempunyai
struktur histologis yang sama. Pada tulang panjang ujung tulang yang bulat (epifisis)
terdiri dari tulang spongiosa yang diliputi selapis tipis tulang kompakta. Celah celah
tulang spongiosa ini berhubungan langsung dengan rongga sum sumtulang diafisis.
Bagian yang berbentuk batang (diafisis) hampir semua terdiri dari tulang kompakta
dengan hanya sedikit tulang spongiosa di permukaan dalamnya.
Periosteum terdiri atas dua lapis yang tidak berbatas jelas. Lapisan luar terdiri dari
serat kolagen dan fibroblas serta pembuluh darah. Serat kolagen ini menembus matriks
mengikat periosteum ke tlang disebut serat sharpey. Lapisan dalanm terdiri dari sel sel
osteoprogenitor dengan jaringan ikat yang lebih longgar.
Endosteum terdiri dari sel sel osteoprogenitor dan sedikit sekali jaringan ikat, jadi
lebih tipis dari periosteum. Fungsi utama peri dan endosteum adalah memberi nutrisi
jaringan tulang dan sumber pengadaan terus menerus osteoblas baru untuk reparasi dan
pertumbuhan tulang.
METABOLISME KALSIUM PADA TULANG
Terdapat 3 hormon yang mengatur konsentrasi plasma kalsium yaitu hormon
paratiroid (PTH), kalsitonin, dan vit D. HPT sekresinya langaung ditingkatkan oleh
penurunan kalsium darah, bekerja pada tulang, ginjal, dan usus. Pada tulang jangka
pendek menignkatkan perpindahan kalsium dari cairan tulang ke dalam plasma, dan
jangka panjang meningkatkan kerja osteoklas untuk melarutkan tulang. Reabsorpsi
kalsium ditingkatkan dan ekskresinya diturunkan, sebaliknya ekskresi phosfat
ditingkatkan. HPT juga meningkatkan pengaktifan vit D sehingga kadarnya meningkat
dan menaikkan absorpsi kalsium di usus.
Kalsitonin yang dihasilkan sel c parafolikuler tiroid melalui feedback negatif me
respons terhadap peningkatan kadar kalsium plasma, jika berlebihan maka kalsitonin
akan menurunkan kadar kalsium dengan menghambat aktifitas osteoklas, dan
meningkatkan kerja osteoblas untuk mendeposit kalsium kedalam tulang sehingga kadar
kalsium plasma menurun.
PEMBENTUKAN TULANG
Terdapat dua cara pembentukan tulang yaitu osifikasi intramembranosa dan
osifikasi intrakartilaginosa.
1. Osifikasi Intramembranosa (Desmal)
Osifikasi ini membentuk tulang pipih yaitu tulang tengkorak frontal, parietal, temporal,
mandibula, maksila, dan tulang pendek. Pada osifikasi desmal langsung terbentuk matriks
tulang yang disekresi oleh osteoblas.
Sel mesenkim sel osteoprogenitor (osteogenik) osteoblas membentuk matriks
Osteoid (blm mengapur) kalsifikasi keras
2. Osifikasi Intrakartilaginosa (kondral)
Pada osifikasi ini terjadi pengendapan matriks tulang pada matriks tulang rawan yang
sudah ada. Osifikasi ini membentuk tulang pendek dan panjang. Pembentukan tulang
panjang dimulai dengan penulangan perikondral (proses sama dengan osifikasi
intramembranosa dari sel mesenkim) dalam perikondrium yang mengelilingi diafisis. Sel
osteogenik di perikondrium berubah menjadi osteoblas yang membentuk tulang, maka
terbentuk tulang silinder yang disebut cincin atau kerah tulang. Didalam kerah tulang ini
kondrosit mulai berproliferasi. Saat penulangan perikondral selesai, dimulai penulangan
endokondral (memanjangkan tulang) pada tulang rawan di pusat diafisis.
Kondrosit di tulang rawan hialin proliferasi maturasi hipertrofi kalsifikasi &
degenerasi osifikasi.
6 Zona pada lempeng epifisis :
1. Zona istirahat (tulang rawan hialin + kondrosit)
2. Zona proliferasi (Kondrosit bermitosis cepat, sel sel berbentuk gepeng)
3. Zona Maturasi terdiri dari sel berbentuk lonjong
4. Zona hipertrofi terdiri dari sel kubis
5. Zona kalsifikasi (pengapuran, sel sel mati bersamaan dengan pengendapan
hidroksiapatit, terjadi pengapuran di matriks sel tulang rawan)
6. Zona osifikasi
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus
membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise,
dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang.
Pada pertumbuhan diameter(lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum
dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang
bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah
permukaan (proses remodelling, anak yang tumbuh terjadi balance positif dan orang
dewasa balans negatif).
Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis mengalami re-
modeling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang tulang
secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan re-
sorpsi osteoblastik tulang secara bersamaan. Proses remodeling tulang berlangsung sepa-
njang hidup, dimana pada anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan
(balance) yang positif, sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang nega-
tive. Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur.
OSSIFIKASI FEMUR
_ Pada usia 10 bulan dalam kandungan pusat ossifikasi terdapat di epihysis distalis (sign
of maturity)
_ Pusat ossifikasi pada umur 1 tahun terdapat pada Caput femoris
_ Pusat ossifikasi pada umur 3 tahun terdapat pada Trochanter mayor
_ Pusat ossifikasi pada umur 11-12 tahun terdapat pada Trochanter minor
_ Epiphysis proximalis bersatu lebih dini (17-19 tahun) daripada epiphysis distalis (19-20
tahun)
DEFINISI FRAKTUR :
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,
baik yang bersifat total maupun parsial.
EPIDEMIOLOGI
Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada
fraktur collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan
usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang di-
alami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan
pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur
batang femur, fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak
terjadi pada penderita laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian.
Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah
atau disekolah.
Pada anak anak, fraktur leher femur dan intertrokanter merupakan cedera yang
paling sering terjadi. Ratliff mengulas kembali 71kasus fraktur leher femur pada pasien -
pasien berusia di bawah 17 tahun.Insidensi tertinggi cedera tampak pada rentang
usia 11 ± 13 tahun.
KLASIFIKASI FRAKTUR PADA ANAK :
A. Klasifikasi radiologist
• Fraktur buckle atau torus
• Tulang melengkung
• Fraktur green stick
• Fraktur total
B. Klasifikasi anatomis
• Fraktur epifisis
• Fraktur lempeng epifisis
• Fraktur metafisis
• Fraktur diafisis
C. Klasifikasi etiologi
• Traumatik (karena trauma yang tiba tiba)
• Patologis (Karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis contoh
osteoporosis)
• Stres ( Karena adanya trauma ringan yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu)
D. Klasifikasi klinis
• Fraktur tertutup (simple fracture) Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai
hubungan dengan dunialuar.
• Fraktur terbuka (compound fracture)Adalah fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melaluilika pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk
from within (daridalam) atau from without (dari luar)
• Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)Adalah fraktur yang disertai
dengan komplikasi, misalnya malunion,delayed union, nonunion, infeksi tulang.
E. fraktur khusus pada anak
• Fraktur akibat trauma kelahiran
• Fraktur child abuse
•
PROSES TERJADINYA FRAKTUR
Untuk mengetahui mengapa tulang itu fraktur, kita harus mengetahui keadaan
fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan patah tulang. Kebanyakan
fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama membengkok, memu-
tar dan tarikan.
Trauma dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Tarauma langusng mengenai
daerah yang fraktur dan biasanya jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Trauma tidak
langsung mengenai daerah yang jauh dari lokasi trauma, misal jatuh dengan tangan ek-
stensi dapat fraktur klavikula. Biasanya jaringan lunak tidak mengalami kerusakan.
2 faktor yangmempengaruhi terjadinya fraktur yaitu faktor ekstrinsik yang
meliputi kecepatan, durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), dan intrin-
sik yang meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, dan kekuatan
tulang.
PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika
patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan
jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi
tulang dibawah periosteum dan jaringan tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon
inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari
plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyem-
buhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain.
Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler,
kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein
plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema
yang terbentuk akan menekan ujung syaraf dan bisa memberikan rasa nyeri.
Nyeri yang terjadi adalah nyeri akut. Nyeri nya bersifat terlokalisir, tajam, dalam
waktu kurang dari 3 bulan. Nyeri terjadi karena stimulus yang dibawa oleh serabut saraf
nociceptive yang timbul akibat adanya kerusakan jaringan oleh karena suatu trauma atau
cedera. Stimulus pada nociceptor merambat pada serabut A delta dan C bersinaps di
cornu medula spinalis menuju thalamus.
• Proyeksi dari thalamus ke gyrus post central persepsi nyeri
• Proyeksi dari thalamus ke lobus frontalis dan system limbic intepretasi
nyeri
• Proyeksi ke lobus temporal memori nyeri
• Proyeksi ke hypotalamus respon otonom seperti peningkatan denyut
jantung
PEMBAGIAN FRAKTUR
Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan
dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Sedangkan
apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang
fraktur dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari
luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk
mengalami kontaminasi dan infeksi.
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete, dimana tu-
lang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial).
Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:
1. Fissure/Crack/Hairline: tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa
terjadi pada tulang pipih
2. Greenstick Fracture: biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna, clavicula,
dan costae
3. Buckle Fracture: fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam
Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi :
1. Transversal: garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)
2. Oblik: garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu tu-
lang)
3. Longitudinal: garis patah mengikuti sumbu tulang
4. Spiral: garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
5. Comminuted: terdapat 2 atau lebih garis fraktur
Jenis-jenis fraktur
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:
1. Undisplace: fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
2. Displace: fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
- Shifted Sideways: menggeser ke samping tapi dekat
- Angulated: membentuk sudut tertentu
- Rotated: memutar
- Distracted: saling menjauh karena ada interposisi
- Overriding: garis fraktur tumpang tindih
- Impacted: satu fragmen masuk ke fragmen yang lain
MANIFESTASI KLINIS
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya pe-
rubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang.
2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tenderness / keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan ).
8. Pergerakan abnormal.
9. Dari hilangnya darah.
10. Krepitasi
11. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui keter-
batasan LGS (lingkup gerak sendi).
DIAGNOSIS FRAKTUR
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x
pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. Bila
berdasarkan pengamatan klinis diduga ada fraktur, maka perlakukanlah sebagai fraktur
sampai terbukti lain.
Anamnesis : Pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera dengan keluhan
bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan. Penderita biasanya datang karena adanya ny-
eri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi,
atau dateang dengan gejala lain.
Skema Pengambilan riwayat penderita
RIWAYAT PENDERITAIdentitasNamaUmurJenis kelaminPekerjaanAlamatTanggal pemeriksaanKeluhan UtamaRiwayat penyakit sekarangRiwayat penyakit lainnyaRiwayat sebelum sakitRiwayat penyakit terdahuluRiwayat traumaRiwayat pengobatanRiwayat operasiRiwayat sistem tubuh lainnyaRiwayat keluargaLatar belakang sosial dan pekerjaan
Pemeriksaan fisik :
- Look : Bandingkan dengan bagian yang sehat. Perhatikan posisi anggota gerak dan
keadaan umum penderita secara keseluruhan. Ekspresi wajah karena nyeri, adanya tanda
anemia karena perdarahan. Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang ab-
normal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan frak-
tur, cedera terbuka
- Feel : Lalukan secara hati hati karena pasien merasa nyeri. Terdapat nyeri tekan setem-
pat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan un-
tuk menguji sensasi. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma (capillary filling),
warna kulit bagian distal trauma, temperatur kulit. Cedera pembuluh darah adalah
keadaan darurat yang memerlukan pembedahan. Pengukuran terutama tungkai bawah un-
tuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
- Kekuatan otot
• Grade 0 :Tidak ditemukan kontraksi otot
• Grade 1 :Kontraksi otot terjadi hanya berupa perubahan tonus yang dike-
tahui dengan palpasi, tidak bisa gerakkan sendi
• Grade 2 : Otot bisa gerakkan sendi tapi tidak dapat melawan gravitasi
• Grade 3 : Otot bisa melawan gravitasi tapi tidak kuat oleh tahanan yang
diberikan oleh pemeriksa
• Grade 4 : Kekuatan otot bisa melawan tahanan ringan
• Grade 5 : kekuatan otot bisa melawan tahanan berat / normal
- Movement : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.
Pergerakan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma. Pada penderita fraktur uji gerak akan menyebabkan nyeri hebat sehingga tidak
boleh dilakukan secara kasar yang dapat juga menyebabkan kerusakan jaringan lunak
pemb darah dan saraf.
Pemeriksaan penunjang :
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur, sehingga perlu di-
lakukan pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan rontgen: Dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior-posterior dan
lateral Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Pemeriksaan ini juga
berguna untuk mengikuti proses penyembuhan tulang.
Pada pemeriksaan roentgen gunakan prinsip 2 (rule of 2) yaitu:
• dua posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)
• 2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi
yang mengalami fraktur
• 2 anggota gerak
• 2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah tulang.
Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan
tulang belakang
• 2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian.
b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan fraktur dan mengidenti-
fikasikan kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.
PENATALAKSANAAN FRAKTUR MENGACU KE 4 TUJUAN
1. Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri
yanghebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat
penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk,
maupun memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi kontinyu,
fiksasi eksternal, fiksasi internal,sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan
untuk fiksasi yangbersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu. Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam
waktu 4 minggu dan akanmenyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula. Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi.Maka untuk mencegah hal
tersebut diperlukan upaya mobilisasi
PRINSIP DAN METODE PENGOBATAN FRAKTUR
Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu fraktur, diperlukan:
• Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur penting untuk membersihkan jalan napas, menutup
luka dengan verban bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang
terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut
dengan ambulans.
• Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka
itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma
alat alat dalam yang lain.
• Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba di RS dengan syok, sehingga
diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa
pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat anti nyeri.
Prinsip umum pengobatan fraktur
Ada 6 prinsip umum pengobatan fraktur:
1. Jangan membuat keadaan lebih jelek
Beberapa komplikasi fraktur akibat trauma disebabkan karena pengobatan yang disebut
iatrogenik.
2. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat
Dengan melakukan diagnosis yang tepat pada fraktur, kita dapat menentukan prognosis
trauma yang dialami sehingga dapat dipilih metode pengobatan yang tepat.
3. Pengobatan dengan tujuan khusus :
• Menghilangkan nyeri
• Memperoleh posisi yang baik dari fragmen
• Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
• Mengembalikan fungsi secara optimal
4. Mengingat hukum hukum penyembuhan secara alami
5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual
PRINSIP PENGOBATAN 4R
1. Recognition ; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan diperhatikan :
• Lokalisasi fraktur
• Bentuk fraktur
• Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
• Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima.
Diperlukan reduksi untuk sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan
mencvegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis di
kemudian hari. Restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.
• Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kese-
jajarannya dan posisi anatomis normal.
• Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi
anatomik normalnya. Alignment dan aposisi yang sempurna
• Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi ter-
buka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera
mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi se-
makin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.
3. Retention; imobilisasi fraktur
• Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
• Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyem-
buhan.
• Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” (be-
bat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat
“internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll)
4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
• Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang
sakit.
• Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi
dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status
neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot,
partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara
bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktiv-
itas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur
Prinsip dasar terapi fraktur pada anak adalah konservatif karena proses
remodeling terjadi cepat, angulasi kecil bias terkoreksi, tumbuh memanjang terjadi lebih
cepat, imobilisasi lebih tingkat, jarang terjadi kaku sendi atau atrofi otot.
Indikasi operasi: bila konservatif gagal
Plastic deformity: closed reduction + imobilisasi dengan long cast 2-3 minggu
Buckle: imobilisasi dengan cast 2-3 minggu
Green fricle: closed reduction + long cast baik dengan atau tanpa refrakturasi,
imobilisasi 2-3 minggu
Complete: closed reduction + cast, imobilisasi 3-5 minggu
PENYEMBUHAN FRAKTUR
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah
dari tulang, dan terjadi perdarahan cukup berat. Bekuan darah yang terbentuk pada daerah
tersebut akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel sel pembentuk tulang
primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan
mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus)
disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan
kalus dari fragmen satunya dan menyatu.
Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh
osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur. Kalus tulang
akan mengalami remodelling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk
osteoblas tulang baru, dan osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang
sementara.
PROSES PENYEMBUHAN TULANG
Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari: inflamasi, proliferasi sel, pembentukan
kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan remodeling.
1. Hematoma.
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh drah kecil yang melewati
kanalikuli sistem havers akan robek dan akan membentuk hematoma pada kedua sisi
fraktur. Hematoma yang besar akan diliputi oleh periosteum, periosteum akan terdorong
dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga darah bisa
ekstravasasi ke jaringan lunak.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pem-
bengkakan dan nyeri.. Tempat cidera kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah
putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan
dan nyeri.
2. Proliferasi Sel.
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur. Sel sel osteogenik
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endos-
teum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Tahap
awal penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah sel osteogenik yang memberi
pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik. Beberapa minggu setelah fraktur
kalus akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan
radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga masih radiolusent.
3. Tahap Pembentukan Kalus.
Setelah pembentukan jaringan seluler, sel dasar yang berasal dari osteoblas
diduduki matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida garam garam kalsium
membentuk suatu tulang imatur. Bentuk tulang ini disebut woven bone. Pada pemerik-
saan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat dan indikasi radiologik pertama ter-
jadinya penyembuhan fraktur.
4. Tahap Penulangan Kalus (konsolidasi).
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan diubah menjadi
tulang oleh osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorbsi
secara bertahap. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar bersatu dan keras.
5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling).
Bilamana union telah lengkap, perlahan terjadi resorbsi secara osteoklastik unutk
mengambil jaringan mati dan tetap terjadi proses osteoblasik pada tulang dan kalus ek-
sterna secara perlahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kom-
pak berisi sistem havers dan kalus interna akan mengalami peronggaan untuk membentuk
ruang sumsum.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun – tahun tergan-
tung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang
melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres fungsional pada tulang. Tulang kanselus
mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak,
khususnya pada titik kontak langsung.
PENYEBAB NON UNION DAN DELAYED UNION
Non union : fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan, dan tidak didapatkan konsolidasi
sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu)
Delayed union : Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 bulan untuk
ekstremitas atas dan 5 bulan untuk ekstremitas bawah.
1. Vaskularisasi yang kurang pada ujung ujung fragmen
2. Reduksi yang tidak adekuat
3. Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua fragmen
4. Waktu imobilisasi yang tidak cukup.
5. Infeksi
6. Distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan
7. Interposisi jaringan lunak diantara kedua fragmen
8. Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen
9. Destruksi tulang misalnya karena tumor atau osteomielitis
10. Disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fr. Intrakapsuler)
11. Kerusakan periosteum yang hebat waktu terjadi fraktur atau operasi
12. Fiksasi interna yang tidak sempurna
13. Delayed union yang tidak diobati
14. Pengobatan yang salah atau sama sekali tidak melakukan pengobatan
15. Terdapat benda asing diantara kedua fraktur, misalnya pemasangan screw diantara
kedua fragmen.
PERBEDAAN FRAKTUR PADA ANAK
Gambaran umum : Fraktur pada anak anak berbeda dengan dewasa, karena adanya
perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang.
Perbedaan anatomi
Anatomi tulang pada anak terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan
pertumbuhan. Periosteum yang tebal dan kuat dan menghasilkan kalus yang cepat dan
lebih besar daripada orang dewasa.
Perbedaan Biomekanik
1. Biomekanik tulang
Tulang anak sangat porous, korteks berlubang lubang dan sangat mudah dipotong karena
kanalis havers menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak
dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibanding orang dewasa.
Tulang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga
tidak dapat menahan kompresi.
2. Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat erat pada metafisis yang
bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh prosesus mamilaris.
Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan
lempeng epifisis memiliki konsistensi seperti karet yang keras.
3. Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan
dibandingkan orang dewasa.
Perbedaan Fisiologis
Pada anak anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar
daripada orang dewasa.
• Pertumbuhan yang berlebihan. Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan
memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng
epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyembuhan tulang.
• Deformitas yang progresif. Kerusakan permanen lempeng epifisis menyebabkan
kependekan atau deformitas anguler pada epifisis.
• Fraktur total. Pada anak anak jarang bersifat kominutif karena tulangnya sangat
fleksibel dibanding dewasa.
Atas dasar kelainan perbedaan anatomi, biomekanik, dan fisiologis, maka fraktur pada
anak mempunyai gambaran khusus :
Periosteum sangat aktif dan kuat mebuatnya jarang mengalami robekan,
sehingga sering periosteum merupakan bidai dari fraktur itu sendiri. Pada
anak periosteum mempunyai sifat osteogenesis yang lebih besar
Penyembuhan fraktur sangat cepat. Fraktur femur pada bayi baru lahir
akan sembuh dalam 3 minggu, pada anak umur 8 tahun sembuh dalam 8
minggu, pada anak 12 tahun sembuh dalam 12 minggu dan pada umur 20
tahun fraktur akan sembuh dalam 20 minggu.
Berbeda dalam metode pengobatan. Prinsip utama pengobatan fraktur
pada anak secara konservatif baik dengan cara manipulasi tertutup atau
traksi kontinu. Walau demikian beberapa fraktur khusus memerlukan
tindakan operatif.
Robekan pada ligamen dan dislokasi jarang ditemukan. Ligamen pada
anak sangat kuat dan pegas. Ligamen ini lebih kuat dari lempeng epifisis
sehingga tarikan ligamen dapat menyebabkan fraktur lempeng epifisis dan
ligamennya tidak robek.
Kurang toleransi terhadap kehilangan darah. Jumlah volume darah pada
anak secara proposional lebih kecil adripada orang dewasa.
POTENSIAL PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA ANAK
Fraktur pada ana kanak biasaya sembuh secara cepat dan baik. Pelindung periosteal aktif
disekitar tubulus tulang pada ana kanak masih kuat, maka fragmen fraktur cenderung
dipertahankan dalam posisi yang dapat diterima setelah fraktur. Tulang ana kanak
memiliki potensial yang besar untuk koreksi remodelling. Sehingga deformitas angular
pascarduksi dapat diterima dengan keyakinan bahwa tulang yang matur akan tetap lurus
tanpa bekas cedera. Selain itu eksteremitas yang pernah cedera cenderung untuk tumbuh
lebih cepat daripada yang normal.
WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR
1. Umur penderita
Waktu penyembuhan pada anak lebih cepat daripada dewasa. Disebabkan karena aktifitas
osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses
remodelling tulang yang pada bayi sangat aktif dan berkurang seiring bertambahnya usia.
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Fraktur metafisis lebih cepat sembuh daripada diafisis. Fraktur transversal lebih lambat
sembuh daripada fraktur oblik karena kontak lebih banyak.
3. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka penyembuhan 2x lebih
cepat dari fraktur yang bergeser.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan
biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek, maka akan
hambat union.
5. Reduksi serta imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik
dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan
kerusakan pemb darah yang akan ganggu penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, maka
kemungkinan terjadinya non union sangatlah besar
7. Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
Bila ditemukan interposisi jaringan baik periosteum, maupun otot atau jaringan fibrosa
lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi di kedua ujung.
8. Faktor adanya infeksi
Bila terjadi infeksi pada fraktur, akan mengganggu proses penyembuhan
9. Cairan sinovia
Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur, tapi gerakan yang dilakukan pada
daerah fraktur tanp[a imobilisasi juga akan mengganggu vaskularisasi.
PENILAIAN PENYEMBUHAN FRAKTUR
Penilaiannya didasarkan atas union secara klinis dan radiologis. Klinis dilakukan dengan
pemeriksaan daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur,
pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada
penderita. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis terlah terjadi
union dari fraktur.
Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi
yang sudah menyeambung pada kedua fragmen.
KOMPLIKASI UMUM FRAKTUR
Komplikasi awal
a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangancairan eksternal kejaringan yang
rusak.
b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapatmasuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebihtinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang dilepaskan olehreaksi stres pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkanterjadinya globula lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartemen ototkarena fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot
karenaedema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal :iskemi,
cidera remuk).
Komplikasi lambat
Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktuyang lebih
lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)
Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalamwaktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
1. FRAKTUR DIAFISIS FEMUR
Fraktur diafisis femur sering ditemukan pada anak anak dan harus dianggap
sebagai suatu fraktur yang dapat menimbulkan perdarahan dan syok. Fraktur terjadi
karena suatu trauma hebat dan lokalisasi yang paling sering adalah 1/3 tengah diafisis
femur.
Fraktur batang femur merupakan
hasil dari trauma dengan gaya yang
tinggi. Meskipun kebanyakan fraktur femur
tertutup, perdarahan ke dalam jaringan
lunak di paha mungkin mengakibatkan
kehilangan darah yang signifikan. Fraktur
batang femur dapat menimbulkan
pemendekan dan angulasi ke longitudinal
akibat tarikan otot dan spasme. Restorasi panjang dan alignment dicapai dengan traksi
longitudinal. Overgrowth kira-kira 1-2,5 cm sering terjadi pada fraktur femur pada anak-
anak antara 2-10 tahun. Reduksi sempurna tidak diperlukan karena remodeling begitu
cepat. Penyambungan solid (union) biasanya tercapai dalam 6 minggu.
Fig. 1 Radiograph of a 5-year-old boy with a proximal third femoral shaft fracture taken 10
days after reduction and spica casting (A), and at time of cast removal, 6 weeks after injury
(B). The child’s injured femur was 1 cm shorter; this amount of shortening typically corrects
with overgrowth in the first year after injury
Etiologi
Etiologi fraktur batang femur bergantung pada usia. Pada infant,dimana tulang
femur relative lemah dan mungkin patah karena beban karena terguling. Pada usia anak
taman kanak ± kanak dan usia sekolah,sekitar setengah dari fraktur batang femur
disebabkan oleh kecelakaan berkecepatan rendah seperti terjatuh dari ketinggian,
misalnya dari sepeda, pohon, tangga atau sesudah tersandung dan terjatuh pada level
yang samadengan atau tanpa tabrakan. Seiring dengan meningkatnya kekuatan tulang
femur, dengan maturitas selanjutnya pada masa anak ± anak dan remaja, trauma
berkecepatan tinggi sering mengakibatkan fraktur pada femur.
Gambaran klinis
Penderita biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai pembengkakan
pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai. Terdapat deformitas,
pemendekan anggota gerak dan krepitasi. Pemeriksaan harus dilakukan secara hati hati
agar tidak menambah perdarahan.
Tanda tanda yang sering pada fraktur batang femur antara lain nyeri, shortening
(pemendekan), angulasi, bengkak, dan krepitasi. Seorang anak dengan fraktur femur yang
masih baru biasanya tidak dapat berdiri atau berjalan. Semua anak harus diperiksa
termasuk tungkai bawah dan lingkar pelvik dan abdomen, jadi tidak mengabaikan tibia,
pelvik,abdomen, atau trauma ginjal. Pemeriksaan neuromuskular harus diperiksa secara
hati ± hati. Walaupun cedera neuromuskular jarang terjadi akibatfraktur batang femur.
Perdarahan merupakan masalah utama pada fraktur batang femur, rata rata darah yang
hilang dapat lebih dari 1200 mL dan 40% memerlukan transfusi.
Pemeriksaan radiografi seharusnya dilakukan sepanjang femur dalam dua plane
foto dan berdekatan dengan lingkar pelvik dan juga sendi lutut. Jika ada keraguan,
tungkai bawah seharusnya diperiksa juga.Computed tomography (CT) atau magnetic
resonance imaging (MRI) scan biasanya tidak diperlukan. Indikasi untuk MRI akan
digunakan jika dicurigai adanya fraktur yang tersembunyi atau cedera ligament pada
lutut. Sebelum melakukan pemeriksaan radiografi ada baiknya tungkai di fiksasi dengan
bidai thomas karena fraktur sering tidak stabil dan dapat mengakibatkan kerusakan lebih
lanjut ke jaringan sekitarnya..
Pengobatan
1. Konservatif
• Anak umur 0-2 tahun; dengan pemendekan tungkai 1-1.5 cm, apabila reduksinya
baik dapat menggunakan spica cast atau bila reduksi kurang baik menggunakan
traksi kulit menurut Bryant (Gallow)
• Anak umur diatas 2 tahun; traksi kulit menurut Hamilton-Russel
• Anak yang lebih besar dapat dilakukan traksi tulang melalui kondilus femur
dengan menggunakan bidai dari Thomas dan penyangga Pearson.
• Union akan terjadi dalam lebih kurang 2-6 minggu.
• Setelah terjadi union, dapat digunakan spica hemicast untuk imobilisasi.
2. Terapi operatif
Dilakukan dengan mempergunakan K-nail atau plate yang kecil
terutama pada anak yang lebih besar dengan indikasi tertentu.
Traksi kulit Bryant
Anak tidur terlentang di tempat tidur, kedua tungkai dipasang traksi kulit, kemudian
kedua tungkai di tegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg, sampai
kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur. Berat anak tidak lebih dari 12 kg
dan kulit harus intak.
Traksi kulit Russel
Diperlukan frame, katrol, tali, plester. Anak tidur terlentang dipasang plester dari batas
lutut. Dipasang sling di daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali, dimana tali
tersebut dihubungkan dengan beban penarik.
Rekomendasi American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS)
• We recommend that children younger than 36 months with a diaphyseal femur
fracture be evaluated for child abuse. (A)
• Treatment with a Pavlik harness or a spica cast are options for infants 6 months and
younger with a diaphyseal femur fracture. (C)
• We suggest early spica casting or traction with delayed spica casting for children age 6
months to 5 years with a diaphyseal femur fracture with less than 2 cm of shortening. (B)
• It is an option for physicians to use flexible intramedullary nailing to treat children age
5 to 11 years diagnosed with diaphyseal femur fractures. (C)
• Rigid trochanteric entry nailing, submuscular plating, and flexible intramedullary
nailing are treatment options for children age 11 years to skeletal maturity diagnosed with
diaphyseal femur fractures, but piriformis or near piriformis entry rigid nailing are not
treatment options. (C)
Buku salter
1. Dari lahir – 5 tahun
Traksi kulit yang setelah beberapa hari diikuti oleh hip spica cast. Untuk anak sampai
umur 2 tahun, digunakan traksi Bryant. Untuk anak umur 2-5 tahun traksi kulit disetai
bidai Thomas. Setelah itu anak diperbolehkan pulang dalam hip spica cast.
2. Dari 5 – 10 tahun
Setelah beberapa hari menggunakan traksi kulit, reduksi dilanjutkan dengan hip spica cast
atau memakai flexible intramedullary nails. Alat ini mencegah fraktur berubah saat
bergerak dan akan menstimulasi osteogenesis dari periosteum.
3. lebih tua dari 10 tahun
Setelah beberapa hari traksi, fraktur di terapi dengan intramedullary nail yang terkunci
oleh baut di bagian proksimal dan distalnya. Keuntungan dari metode ini adalah pasien
dapat menggunakan tungkai yang fraktur dengan berat penuh keesokan harinya.
Komplikasi
A. Awal (early)
1. Shock : dapat kehilangan 1 atau liter darah meskipun itu fraktur tertutup
2. Emboli lemak (fat embolisme) : sering pada penderita muda dengan fraktur
tertutup
3. Trauma vaskuler: yang sering adalah spasme atau laserasi a. poplitea/a.
femoralis
4. Trombo emboli: oleh karena traksi yang lama dan kurangnya latihan
5. Infeksi : sering setelah open fraktur dan setelah internal fixasi
B. Lambat
1. Refraktur : sering karena terlalu cepat weight bearing dan stabilisasi internal
yang tidak adekuat
2. Metal fatique oleh karena kegagalan internal fixasi, delayed union atau infeksi.
3. Delayed union : sering terjadi pada perawatan normal
4. Non union : oleh karena fisxasi tidak stabil, imobilisasi, traksi berlebihan dan
infeksi.
5. Malunion : sering terjadi pada terapi konservatif disebabkan tarikan-tarikan otot
dan gravitasi.
6. Joint Siffnes oleh karena terlibatnya sendi itu sendiri pada saat trauma atau
karena soft-tissue aadhesion.
7. Infeksi karena waktu operasi yang lama, soft-tissue handling yang jelek.
8. Atrofi otot.
9. Lesi nerves biasanya lesi n. peroneous akibat traksi yang lama dengan posisi
yang salah (ekternal rotasi), terkena pin skeletal traksi (iatrogenic).
2. FRAKTUR COLLUM FEMUR
Pada anak anak jarang ditemukan. Perbandingan antara laki dan perempuan 3:2. Insidens
tersering umur 11-12 tahun.
Mekanisme trauma
Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari sepeda
dan biasanya disertai trauma pada tempat lain.
Klasifikasi
Fraktur leher femur pad anak anak diklasifikasikan
sesuai dengan lokasi anatomis dan dibagi empat tipe :
• Tipe 1. Disebut juga trans epifisial, terjadi
pemisahan epifisis.
• Tipe 2 disebut transervikal; fraktur melalui
bagian tengah leher femur.
• Tipe 3 disebut servikotrokanterik; fraktur melalui
basis leher femur.
• Tipe 4 disebut pertrokanterik; fraktur antara basis
leher femur dan trokanter minor.
Gambaran klinis
Fraktur leher femur biasanya disertai trauma dan nyeri hebat di daerah panggul sehingga
penderita tidak dapat berjalan. Pada pemeriksaan ditemukan adanya rigiditas dan
gangguan pergerakan sendi panggul. Bila fraktur disertai pergeseran, maka penderita
tidak dapat menggerakkan sendi panggulnya, selain itu ditemukan nyeri tekan di daerah
panggul.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan rontgen dapat ditentukan jenis jenis fraktur serta pergeserannya.
Pengobatan
1. Konservatif
• Traksi kulit
• Spika panggul
Traksi kulit dan spika panggul dilakukan pada penderita dengan fraktur yang
pergeserannya minimal.
2. operatif
Operasi dilakukan apabila terjadi pergesaran fraktur. Beberapa mencoba melakukan
reposisi tertutup pada fraktur yang disertai pergeseran, dilanjutkan dengan
pemasangan spika panggul.
3. FRAKTUR FEMUR EPIFISIS DISTAL
Fraktur femur epifisis distal sangat jarang ditemukan. Fraktur biasanya terjadi pada anak
umur 11-15 tahun karena suatu trauma hebat, trauma lalu lintas atau trauma olahraga.
Klasifikasi dan mekanisme trauma
• Tipe abduksi. Jenis ini terjadi karena benturan dari samping pada femur distal,
misalnya waktu main sepak bola. Jenis ini menimbulkan fraktur lempeng epifisis
tipe 2(salter haris)
• Tipe hiperekstensi. Jenis ini biasanya terjadi dalam trauma berkendara. Femur
distal epifisis bergeser ke depan oleh karena trauma hiperekstensi serta tarikan
kontraksi m. Kuadrisep. Periosteum pada bagian posterior mengalami robekan,
serabut otot gastrocnemius juga robek, periosteum bagian depan intak. Bagian
metafisis berbentuk segitiga, jenis ini merupakan tipe 2 salter haris
• Tipe hiperfleksi. Terjadi pergeseran epifisis ke posterior dan hal ini lebih jarang
terjadi (tipe 1 salter haris)
• Tipe IV salter haris. Bersifat kominutif.
Gambaran klinis
Biasanya penderita datang denga keluhan trauma hebat pada anggota gerak bawah
disertai pembengkakan dan nyeri didaerah sekitar lutut. Juga terdapat nyeri tekan dan
nyeri pergerakan.
Pengobatan
Tergantung jenis fraktur dan lamanya kejadian. Fraktur tipe 1,2,dan 3 dapat dilakukan
terapi konservatif reduksi tertutup dengan pembiusan umum. Apabila penderita datang
terlambat kemungkinan reduksi tidak berhasil dilakukan tindakan operatif. Pada tipe 4
sebaiknya dilakukan operasi dengan menggunakan fiksasi dan pin kecil.
Klasifikasi Salter-Harris (SH)
- SH tipe I: epiphysis terpisah secara lengkap dari metafisis
- SH tipe II: bidang fraktur berjalan transversal melalui cartilage plate, kemudian
keluar lewat metaphysis
- SH tipe III: fraktur intra articular dari ephiphysis kemudian memotong cartilage
plate ke perifer
- SH tipe IV: vertical splitting dari epiphysis sampai ke metaphysis
- SH tipe V: crushing melalui epiphysis ke arah physis tak dapat dideteksi saat
trauma
PROGNOSIS
Pada umumnya fraktur yang terjadi pada tulang terlebih pada anak mempunyai prognosis
yang baik. Karena pada anak periosteum cenderung lebih kuat dan aktif, remodeling
masih sangat giat terjadi, dan masih terjadi balans postif antara osteoblas dan osteoklas.
Toleransi terhadap deformitas pada anak juga tinggi, dikarenakan ada fenomena
overgrowth yang terjadi pada daerah yang fraktur sehingga bila ada pemendekan tungkai
dalam batas tertentu tidak terlalu dipermasalahkan. Penyembuhan fraktur juga terjadi
secara sempurna tanpa meninggalkan jaringan parut seperti halnya jaringan lunak.
Namun bila terjadi fraktur didaerah lempeng epifisis justru prognosis lebih buruk karena
dapat terjadi gangguan pertumbuhan, semakin muda semakin buruk dampaknya.