Upload
dheea-juli
View
74
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan jaman yang semakin berkembang setiap harinya membuat gaya hidup masyarakat
pun berubah, masyarakat Indonesia sekarang cenderung sibuk bekerja dan tidak memperhatikan
kesehatan tubuh sehingga menyebabkan tubuh kekurangan mineral yang dibutuhkan salah
satunya adalah kalium. Kalium merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh karena efektif
untuk membuat sel, jaringan, dan seluruh organ dalam tubuh manusia bisa berfungsi dengan
baik. Kekurangan kalium akan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh karena dengan
berkurangnya kalium dalam darah dapat menyebabkab tubuh terjangkit penyakit Hipokalemia.
Penyakit Hipolikemia adalah kondisi dimana tubuh kita gagal untuk mempertahankan jumlah
kalium dalam darah. Efek buruk dari kurangnya kalium pada tubuh yang terjadi bisa ringan
sampai parah. Seseorang yang menderita Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan
gejala sama sekali sedangkan bagi penderita Hipokalemia berat yaitu kadar kalium kurang dari 3
mEq/L darah bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan, irama
jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita penyakit jantung bahkan Hipokalemia
dapat menyebabkan kematian.
Kalium clorida adalah Senyawa yang berperan dalam sejumlah proses fisiologi yang
penting, seperti menjaga tonisitas intraseluler dan transportasi natrium ke dalam sel membran,
metabolisme seluler, transmisi impuls syaraf, kontraksi jantung, keseimbangan asam basa dan
menjaga fungsi normal ginjal. Kadar kalium pada manusia normal adalah 3.5 - 5 mEq/L.
Suplemen kalium digunakan untuk pencegahan atau pengobatan pada kekurangan kalium.
Injeksi atau obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas dari patogen
yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Kelebihan injeksi adalah obat-obat yang
rusak atau diinaktifkan dalam sistem saluran cerna atau tidak diabsorbsi dengan baik untuk
memberikan respon memuaskan dapat diberikan secara injeksi. Cara injeksi juga disukai bila
dibutuhkan absorbsi yang segera, seperti pada keadaan darurat.
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan portofolio adalah mampu membuat sediaan injeksi dengan
baik dan benar sehingga mampu diaplikasikan dengan baik saat melakukan praktikum.
1.1.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari pembuatan portipolio ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui proses dan mampu melakukan pembuatan formulasi sediaan injeksi
dengan zat aktif Kalium clorida untuk mengatasi Penyakit Hipolikemia
b. Mengetahui proses dan mampu melakukan pembuatan praformulasi sediaan injeksi
dengan zat aktif Kalium clorida untuk mengatasi penyakit Hipolikemia
c. Mengetahui dan mampu melakukan evaluasi sediaan injeksi dengan zat aktif Kalium
clorida
1.2 Manfaat
Manfaat dari pembuatan portopolio ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat bagi Masyarakat
Manfaat untuk masayarakat adalah masyarakat memiliki alternative pilihan obat dalam
bentuk injeksi terutama untuk mengobati penyakit hipolikemia
b. Manfaat bagi Mahasiswa
Manfaat untuk mahasiswa adalah mahasiswa menambah kompetensi dalam pembuatan
sediaan injeksi
c. Manfaat bagi Institusi
Manfaat bagi institusi adalah institusi semakin dikenal oleh masyarakat karena memiliki
mahasiswa yang berkompeten pada bidangnya.
d. Manfaat bagi industri
Manfaat bagi industri adalah industri dapat mengembangkan dan memproduksi sediaan
injeksi untuk penyakit Hipolikemia.
BAB II
TINAJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penyakit
2.1.1 Definisi Penyakit
Kalium adalah mineral paling penting dan mengandung ion bermuatan positif dalam sel-
sel tubuh. Kalium membantu dalam menjaga fungsi jantung, otak, ginjal, jaringan otot dan organ
tubuh lainnya agar selalu dalam kondisi sehat. Di dalam tubuh kalium akan mempunyai fungsi
dalam menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Selain itu, bersama
dengan kalsium (Ca+) dan (Na+) kalium akan berperan dalam trasmisi saraf, pengaturan enzim
dan kontraksi otot. Hampir sama dengan natrium, kalium juga merupakan garam yang dapat
secara cepat di serap oleh tubuh. Setiap kelebihan kalium yang terdapat di dalam tubuh akan
dikeluarkan melalui urin serta keringat.
Hipokalemia ( Kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu kedaan dimana
konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3,5 mEq/L darah. Pada saat serangan, disertai
riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat terjadi karena
adanya faktor pencetus tertentu, misalnya dengan makanan dengan karbohidrat yang tinggi,
istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat,operasi, menstruasi, konsumsi
alkohol dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak
penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel, sehingga pada
pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia.
2.1.2 Penyebab Penyakit
Hipokalemia merupakan kejadian yang sering dijumpai. Penyebab hipokalemia dapat
dibagi sebagai berikut :
1) Asupan kalium Kurang
Asupan kalium normal bekisar 40-120 mEq per hari. Hipokalimia akibat asupan kalium
kurang biasanya disertai oleh masalah lain misalnya pada pemberian diuretic atau
pemberian diet rendah kalori pada progam penurunan berat badan.
2) Pengeluaran kalium berlebihan
Penurunan kalium berlebihan terjadi melalui saluran cerna, ginjal atau keringat. Pada
saluran cerna bawah (diare, pemakaian pencahar) kaliaum keluar bersama bikarbonat
(asidosis metabolik). Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi
pada pemakaian deuretik. Pengeluaran kalium berlebihan melalui keringat dapat terjadi
bila dilakukan latihan berat pada lingkungan yang panas sehingga produksi keringat
mencapai 10 L.
3) Kalium masuk ke dalam sel
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin,peningkatan aktivitas beta-andrenergik, paralis periodic hipokalemik, hipotermia.
Defisit ion kalium tergantung pada lamanya kontak dengan penyebab dan konsentrasi ion
kalium serum.
2.1.3 Gejala Penyakit
Tanda- tanda dan gejala yang terjadi pada hipokalemia yaitu :
1. Keletihan
Suatu kondisi pada tubuh manusia merasa lelah, biasanya hal ini disertai dngan perasaan
letih dan lemah.
2. Kelemahan otot
Kelainan di otot,tedon, tulang atau sendi tetapi yang paling sering menebabkan
kelemahan otot adalah kelainan pada system syaraf atau kekurangan kalium dalam
darah.
3. Mual dan muntah ini dikarenakan asam lambung naik sehingga mendorong keluar ke atas
menuju ke kerongkongan.
4. Ileus adalah kondisi medis yang ditandai dengan penyumbatan sebagian atau seluruhnya
pada usus, karena isi dari usus dapat melewati usus.
5. Parestesia adalah sensasi abnormal berupa kesemutan, tertusuk, atau terbakar pada kulit
umumnya dirasakan ditangan, kaki, lengan dan tungkai.
2.1.4 Akibat Penyakit
Akibat buruk dari kurangnya kalium dalam darah pada tubuh yang terjadi bisa ringan
sampai parah. Seseorang yang menderita kekurangan kalium mungkin tidak mengalami sesuatu
yang tidak biasa dengan fungsi berbagai organ tubuh pada mulanya. Sulit tidur dan lekas marah,
nyeri otot, kelemahan otot kram, hiponatremia yang disertai dengan kecemasan, gangguan
transmisi saraf yang berakibat mengalami kebingungan, kesemutan dan mati rasa di lengan dan
kaki
2.1.5 Penanganan Penyakit
Jika seseorang menderita diare atau kondisi lain yang menyebabkan hipokalemia, maka
dia harus dirawat sebelum masalahnya bertambahn parah, untuk menghentikan kehilangan
kalium berlebihan dari tubuhnya. Pada saat yang sama, dokter biasanya juga bisa meresepkan
obat untuk meningkatkan kadar kalium dalam tubuh. Pasien mungkin di minta untuk mempunyai
pola makan yang seimbang selama berhari-hari untuk memulihkan kesehatan fisik yang
berkaitan dengan tingkat kalium dan perannya dalam metabolisme. Larutan elektrolit yang
mengandung kalium tinggi akan membantu dalam mengembalikan kadar kalium normal.
2.2 Kajian Zat Aktif
2.2.1 Defenisi Zat Aktif
Kalium klorida adalah senyawa golongan mineral yang memiliki fungsi sebagai pengatur
keseimbangan asam-basa serta isotonis sel sehingga senyawa ini diperlukan dalam tubuh sebagai
pengisotonis. Senyawa ini berperan dalam sejumlah proses fisiologi yang penting, seperti
menjaga tonisitas intraseluler dan transportasi natrium ke dalam sel membran, metabolisme
seluler, transmisi impuls syaraf, kontraksi jantung, dan menjaga fungsi normal ginjal.
Sebagai zat aktif, kalium klorida memiliki beberapa sifat yang mudah disesuaikan dengan
pemilihan zat tambahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi ini misalnya saja
kelarutan, kalium klorida mudah larut dalam air sehingga sediaan injeksi yang dibuat berbentuk
larutan.
2.2.2 Mekanisme Kalium Clorida
Kalium merupakan kation (positif) yang terpenting dalam cairan intraseluler dan sangat
esensial untuk mengatur keseimbangan asam-basa serta isotonis sel. Selain itu kalium juga
mengaktivasi banyak reaksi enzim dan proses fisiologi, seperti transmisi impuls di saraf dan otot,
kontraksi otot dan metabolisme karbohidrat. Clorida merupakan anion yang paling penting dalam
mempertahankan keseimbangan elektrolit. Mekanisme kerja KCl adalah sebagai pengganti dari
kadar kalium yang hilang dari tubuh akibat terjadinya hipolikemia.
2.2.3 Dosis Kalium Clorida
Dosis profilaksis: 2 dd 0,6-1 g KCl (tablet retard) p.c., pada hipokalemia dimulai dengan
2 g sampai gejalanya hilang, kemudian 2 dd 1 g.
2.2.4 Efek Samping Kalium Clorida
Efek samping yang di timbulkan kalium clorida adalah sebagai berikut :
a. Mual dan muntah, diare, dan pendarahan pada saluran pencernaan.
b. Overdosis KCl dapat menyebabkan hiperkalemia yaitu peningkatan kalium dalam darah
c. Terjadinya Hiperkalemia karena overdosis KCl menyebabkan terjadinya paresthesia yaitu
rasa kesemutan, tertusuk, atau terbakar pada kulit, blok konduksi jantung yaitu kondisi di
mana impuls listrik tidak terjadi dalam mode normal dari atrium ke ventrikel, dan aritmia
yaitu gangguan irama jantung
d. Efek mematikan dari overdosis KCl telah mengakibatkan penggunaannya dalam suntik
mati. Penyuntikkan dosis yang berlebihan pada pasien, dapat menyebabkan jantung
berhenti berfungsi.
2.2.5 Interaksi Kalium Clorida
Interaksi obat dimaksudkan agar lebih baik untuk menghindarkan penggunaan secara
bersama kalium clorida dengan obat-obat lain karena kalium clorida akan mempengaruhi
beberapa obat sehingga efek toksisitas meningkat seperti obat-obat golongan ACE inhibitor,
golongan sikolosporin, dan obat yang mengandung kalium seperti garam kalium dari penisilin.
2.3 Tinjauan Sediaan
2.3.1 Defenisi Sediaan Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit
atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat merupakan larutan, emulasi, suspensi, atau serbuk steril
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Injeksi atau obat
suntik juga didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen.
Produk sediaan steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk
larutan terbagi atas ampul dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan
diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa yaitu vial. Sediaan parental, bisa
diberikan dengan berbagai rute seperti intra vena (i.v), subcutan (s.c), intradermal,
intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal.
2.3.2 Sejarah Sediaan Injeksi
Injeksi telah digunakan pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660, meskipun
demikian perkembangan pertama injeksi baru berlangsung pada tahun 1852, khususnya pada saat
dikenalkannya ampul. Istilah parenteral berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang berarti di
luar dan enteron yang berarti usus, di mana keduanya menunjukkan sesuatu yang diberikan di
luar dari usus dan tidak melalui system saluran pencernaan.
Obat yang diberikan dengan cara parenteral adalah sesuatu yang disuntikkan melalui
lubang jarum yang runcing ke dalam tubuh pada berbagai tempat dan dengan bermacam-macam
kedalaman. Pada umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja
obat yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama
dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral)
atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan dengan cara pemberian lain.
2.3.3 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi
2.3.3.1 Keuntungan Sediaan Injeksi
a. Bekerja cepat yakni langsung masuk ke aliran darah tanpa melalui proses abrobsi
seperti halnya obat-obat oral
b. Dapat digunakan untuk obat-obat yang rusak jika terkena cairan lambung atau tidak
diabsorbsi dengan baik oleh cairan lambung
c. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
d. Dapat digunakan sebagai depo terapi
2.3.3.2 Kerugian Sediaan Injeksi
a. Karena bekerja cepat, jika terjad kekeliruan sukar dilakukan pencegahan
b. Cara pemberiannya lebih sukar, harus memakai tenaga khusus
c. Kemungkinan terjadi infeksi pada bekas suntikan
d. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan peroral
2.3.4 Persyaratan Sediaan Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III syarat injeksi kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi
meliputi :
a. Keseragaman bobot (harus memenuhi syarat)
b. Zat pembawa berair, umumnya digunakan air untuk injeksi yang telah memenuhi uji
bebas pirogen .
c. Larutan dapar, umumnya digunakan dapar fosfat, dapar borat atau larutan dapar lain
dengan kapasitas rendah.
d. Pengawet, untuk injeksi wadah dosis ganda dan injeksi yang dibuat secara aseptik,
untuk injeksi berair umumnya digunakan fenol 0,5% b/v, chresol 0,3% b/v, chlor
chresol 0,1% b/v, chlorbutanol 0,5% b/v dan fenil raksa (II) nitrat 0,001% b/v.
e. Wadah dan tutup, wadah dibuat dari kaca atau plastik yang tidak bereaksi dengan
obat. Tutup terbuat dari karet alam atau sintetis atau bahan lain yang cocok.
f. Memenuhi syarat keseragaman volume.
g. Pirogenitas, untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat uji pirogenitas.
Menurut Ilmu Resep syarat-syarat injeksi meliputi :
a. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik.
Pelarut dan bahan penolong harus dicoba terlebih dahulu pada hewan untuk
meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.
b. Jika obat suntik berupa larutan, maka harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat,
kecuali yang berbentuk suspensi.
c. Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan
penyerapannya optimal.
d. Sedapat mungkin isotonis, yaitu mempunyai tekanan osmosis sama dengan tekanan
osmosis darah atau cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan
hemolisis. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
e. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang
apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
f. Harus bebas pirogen untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih
dari sekali penyuntikan.
g. Tidak boleh berwarna kecuali jika zat khasiatnya memang berwarna.
2.3.5 Penggolongan Sediaan Injeksi
2.3.5.1 Penggolongan Injeksi Berdasarkan Rute Pemberian
a. Injeksi Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal
Dimasukan kedalam kulit, digunakan untuk diagnosis. Volume yang disuntikan antara
0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspense dalam air.
b. Injeksi Subkutan (s.k/s.c) atau hipoderimik
Disuntikan ke dalam jaringan di bawah kulit, volume yang disuntikan tidak lebih dari 1
ml. umumnya larutan bersifat isotonis, pH netral, dan bersifat depo (absorbsinya lambat)
c. Injeksi intramuskular (i.m)
Disuntikan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Volume penyuntikan antara
4-20 ml, disuntikan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit
d. Injeksi Intravena (i.v)
Disuntikan langsung kedalam pembuluh darah vena. Volume antara 1-10 ml.
e. Injeksi Intraarterium (i.a)
Di suntikan ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi, volume antara 1-10 ml, tidak
boleh mengandung bakterisida
f. Injeksi Intrakordal/Intrakardiak (i.kd)
Disuntikan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikuler, tidak boleh mengandung
bakterisida, disuntikan hanya dalam keadaan gawat
g. Injeksi Intratekal (i.t), intraspinal. Intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid
Disuntikan langsung ke dalam sumsum tulang belakang di dasar otak (antara 3-4 atau 5-6
lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan cerebrospinal
h. Intraartikular
Disuntikan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya suspense atau
larutan dalam air
i. Injeksi Subkonjungtiva
Disuntikan ke dalam selaput lender di bawah mata. Berupa suspense atau larutan, tidak
lebih dari 1 ml
j. Injeksi Intrabusa
Disuntikan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan
suspense dalam air
k. Injeksi Intraperitoneal (i.p)
Disuntikan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat, namun
berbahaya infeksi besar
l. Injeksi Peridual (p.d), ekstradural, epidural
Disuntikan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan penutup terlur dari
otak dan sumsum tulang belakang
2.3.5.2 Penggolongan Injeksi Berdasarkan Bentuk Sediaan
a. Injeksi Ampul
Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan
dalam satu kali pemakaian atau untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul
dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat
dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua.
b. Injeksi Vial
Vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis
ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml dimana digunakan untuk
mewadahi serbuk bahan obat. Botol injeksi vial ditutup dengan sejenis logam yang
dapat dirobek atau ditembus oleh jarum suntik untuk menghisap cairan injeksi.
2.3.6 Kekhususan Sediaan Injeksi
Pada pasien yang mengalami penurunan kadar kalium dalam darah maka digunakan
injeksi kalium clorida sebagai pengganti kadar kalium yang hilang, pemilihan sediaan injeksi di
rasa cocok diberikan untuk terapi Hipolikemia karena kalsium clorida diberikan secara IV (intra
vena) yaitu langsung di suntikan kedalam pembuluh darah vena. Selain itu, pemberian injeksi
kalium clorida harus secara hipertonis yaitu disuntikan secara perlahan-lahan hal ini di karenakan
pemberian secara cepat akan mengakibatkan cardiac arrest yaitu hilangnya fungsi jantung secara
mendadak atau penghentian sirkulasi normal dari darah akibat kegagalan jantung untuk
berkontraksi secara efektif, hal ini akan menyebabkan kematian mendadak pada pasien.
2.4 Studi Praformulasi dan Formulasi
2.4.1 Zat Aktif
Zat aktif adalah senyawa yang bekerja didalam tubuh dan yang diharapkan memberikan
efek terapetik atau efek lain yang diharapkan. yang diharapkan memberikan efek terapetik atau
efek lain yang diharapkan.. Pemilihan zat aktif dalam sediaan steril ini tidak boleh sembarangan
karena sediaan steril ini akan langsung masuk kedalam pembuluh darah dan didistribusikan
langsung keseluruh tubuh. Jika salah memilih zat aktif, tentu jika terjadi efek toksisitas akan
sulit untuk diatasi.
2.4.2 Zat Tambahan
Menurut FI ed IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas sediaan
injeksi harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak
mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar. Tidak
boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan
penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml.
Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
a. Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 %
b. Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
c. Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit,
bisulfit atau metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %
2.4.2.1 Pendapar
Pendapar adalah senyawa atau campuran senyawa yang digunakan untuk
mempertahankan pH. pH optimal untuk darah atau cairan tubuh adalah 7,4 dan disebut isohidris.
Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh sering injeksi dibuat di luar pH
cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut. Pengaturan pH larutan injeksi
diperlukan untuk :
a. Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat,
menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
b. Mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit waktu disuntikkan. Jika pH terlalu
tinggi yakni lebih dari 9 dapat menyebabkan nekrosis jaringan yakni jaringan menjadi
mati, sedangkan pH yang terlalu rendah yakni di bawah 3 menyebabkan rasa sakit jika
disuntikkan.
pH larutan injeksi dapat diatur dengan cara :
a. Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.
b. Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk obat
tetes mata.
Dalam penambahan dapar pada larutan injeksi yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
a. Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.
b. Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi hipertonis.
c. Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka sebaiknya obat
didapar pada pH yang tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH yang jauh
dari pH isohidris, sebaiknya obat tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk
meniadakan kapasitas dapar.
2.4.2.2 Pengisotonis
Larutan injeksi dikatakan isotonis jika mempunyai tekanan osmotis sama dengan
tekanan osmotis cairan tubuh seperti darah, cairan lumbal, air mata dan mempunyai titik beku
sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu -0,520C. Jika larutan injeksi mempunyai tekanan
osmotis lebih besar dari tekanan cairan tubuh, disebut hipertonis, jika lebih kecil dari cairan
tubuh disebut hipotonis. Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan kedalam tubuh maka air
dalam sel akan ditarik keluar dari sel, sehingga sel akan mengkerut tetapi keadaan ini bersifat
sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.
Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan kedalam tubuh maka air dari larutan
injeksi akan diserap dan masuk ke dalam sel, akibatnya sel akan mengembang dan menyebabkan
pecahnya sel itu dan keadaan ini bersifat tetap. Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan
dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil. Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau
terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis.
Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan medium isotonis, umumnya
digunakan natrium-klorida 0,7-0,9% atau asam borat 1,5-1,9% steril. Tonisitas menggambarkan
tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan (zat padat yang terlarut di dalamnya).
Pengaturan tonisitas adalah suatu upaya untuk mendapatkan larutan yang isotonis. Upaya
tersebut meliputi pengaturan formula sehingga formula yang semula hipotonis menjadi
isotonis,dan langkah kerja pengerjaan formula tersebut. Dalam pengaturan tonisitas dibagi
menjadi dua kelas yaitu sebagai berikut.
1. Metode Kelas satu
Dari formula yang ada (termasuk jumlah solvennya) dihitung tonisitasnya dengan
menentukan ΔTf – nya, atau kesetaraan dengan NaCl. Jika ΔT f-nya kurang dari 0,52O atau
kesetaraannya dengan NaCl kurang dari 0,9 %, dihitung banyaknya padatan NaCl, yang
harus ditambahkan supaya larutan menjadi isotonis. Cara pengerjaannya semua obat
ditimbang, ditambah NaCl padat, di tambah air sesuai formula. Metode kelas satu
meliputi metode kriskopik (penurunan titik beku), perhitungan dengan faktor disosiasi dan
metode ekuivalensi NaCl .
2. Metode Kelas Dua
Dari formula yang ada (selain solven) hitung volume larutannya yang memungkinkan
larutan menjadi isotonis. Jika volume ini lebih kecil dari pada volume dalam formula,
artinya larutan bersifat hipotonis. Kemudian hitunglah volume larutan isotonis, atau
larutan dapar isotonis, yang ditambahkan berupa larutan NaCl 0,9%, bukan padatan NaCl,
misalnya NaCl 0,9 % yang harus ditambahkan dalam formula tadi untuk mengganti posisi
solven selisih volume formula dan volume larutan isotonis. Metode kelas dua meliputi
metode White-Vincent dan metode Sprowls.
Tonisitas suatu cairan terhadap cairan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan
beberapa cara yaitu : (Martin, 1990).
1. Penurunan Titik Beku
Penurunan titik beku suatu larutan bergantung pada jumlah bagian-bagian yang terlarut
dalam larutan. Untuk larutan encer penurunan titik beku kira-kira sebanding dengan
tekanan osmosa. Jadi penurunan titik beku larutan dapat digunakan untuk mengukur
kepekatan larutan, karena makin pekat larutan maka makin tinggi pula penurunan titik
bekunya. Penurunan titik beku yang dipakai untuk perhitungan isotonis, berdasarkan
anggapan bahwa larutan isotonis mempunyai titik beku yang sama dengan titik beku
cairan tubuh. Sedangkan penurunan titik beku darah adalah – 0,520C.
2. Faktor Disosiasi
Ada tiga faktor yang dipertimbangkan dalam perhitungan dengan cara ini, yaitu :
a. Persen zat dalam larutan, dinyatakan dalam berat/volume
b. Berat molekul zat-zat terlarut
c. Derajat disosiasi zat yang mendekati keadaan sebenarnya
3. Ekivalen NaCl
Ekivalen dari NaCl (E) adalah gram NaCl yang memberikan tekanan osmosa yang sama
dengan 1 gram dari sesuatu zat terlarut tertentu. Contohnya bila harga E untuk
amfetamina sulfat 0,20 artinya 1 gram amfetamina sulfat dalam larutan memberikan
tekanan osmosa yang sama dengan 0,20 gram NaCl. Tetapan E ini diturunkan oleh Wells
dari angka penurunan titk beku molal. Hal ini berdasarkan bahwa penurunan titik beku
molal sebanding dengan perbandingan penurunan titik beku zat terlarut dengan kadar
molal.
2.4.3 Zat pembawa atau pelarut
2.4.3.1 Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Air untuk injeksi (aqua pro
injection) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral
atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang,
sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara
Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan. Air untuk injeksi bebas udara dibuat
dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil
mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera
digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan
dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.
2.4.3.2 Zat pembawa tidak berair
Umumnya pada zat pembawa tidak berair digunakan minyak untuk injeksi (olea
pro injection) misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis. Pembawa tidak berair
diperlukan apabila bahan obatnya sukar larut dalam air, bahan obatnya tidak stabil atau
terurai dalam air, dikehendaki efek depo terapi. Obat suntik dengan pembawa minyak,
tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh secara i.m.
2.5 Praformulasi
Praformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan sediaan farmasi yang berpusat pada
sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat mempengaruhi penampilan obat dan
perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi.
2.5.1 Persyaratan mutu
Persyaratan mutu yang harus dimiliki oleh bahan-bahan dalam sediaan steril tetes mata
adalah sebagai berikut:
a. Dapat diterima
Dapat diterima artinya memiliki estetika, penampilan, bentuk yang baik serta menarik
sehingga menciptakan rasa nyaman pada saat penggunaan.
b. Aman
Aman artinya sediaan yang kita buat harus ama secara fisiologis maupun psikologis,
dan dapat meminimalisir suatu efek samping sehingga tidak lebih toksik dari bahan
aktif yang belum diformulasi.
c. Efektif
Efektif artinya sebagai dalam jumlah kecil mempunyai efek yang optimal. Jumlah dosis
pemakaian sekali pakai selama sehari selama pengobatan harus mampu mencapai
reseptor dan memberikan efek yang dikehendaki. Sediaan yang efektif adalah sediaan
yang apabila digunakan menurut aturan pakai yang disarankan akan menghasilkan efek
farmakologi yang optimal untuk tiap-tiao bentuk sediaan dengan efek samping
minimal.
d. Stabilitas fisika
Stabilitas fisika meliputi sifat fisik sediaan seperti organoleptis dan kelarutan.
e. Stabilitas kimia
Stabilitas kimia meliputi sifat kimia sediaan, seperti pH dan sifat kimia bahan
tambahan yang akan memengaruhi perubahan warna pada sediaan.
f. Stabilitas mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi artinya tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama
waktu edar, apalagi untuk sediaan steril ini.
g. Stabilitas farmakologi
Stabilitas farmakologi berarti selama penyimpanan dan pemakaian, efek terapeutiknya
harus tetap sama.
h. Stabilitas toksikologi
Stabilitas toksikologi berarti selama penyimpanan dan pemakaian tidak boleh ada
kenaikan toksisistas pada sediaan.
2.5.2 Karateristik Bahan Zat Aktif Obat
1. Kalium Clorida
Berat molekul : 74,55
Titik lebur : 790o C
Titik didih : 1500o C
Rumus molekul : KCl
Kelarutan : Larut dalam 3 bagian air, sangat mudah larut dalam air mendidih, praktis
tidak larut dalam etanol mutlak P dan eter P
Pemerian : Hablur bentuk memanjang prisma, atau kubus, tidak berwarna, atau
serbuk granul putih; tidak berbau; rasa garam; stabil diudara; larutan
bereaksi netral terhadap lakmus
Kadar : Mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % KCl,
dihitug terhadap zat yang telah dikeringkan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tempat yang sejuk dan kering
2. Asam sitrat
Berat molekul : 19,2 (anihidrat) atau 210,1 (monohidrat)
Titik lebur :
Titik didih :
Rumus molekul :
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak sukar larut
dalam eter
Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk granul sampai halus, putih,
tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa sangat asam. Bentuk hidrat
mekar dalam udara kering
Kadar : Asam sitrat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari
setara 101,0% dari C6H8O7, dihitung dengan mengacu pada substansi
anhidrat
3. Natrium Fosfat
Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air, sukar larut dalam etanol (95%) P
Pemerian : Hablur tidak berwarna; tidak berbau; rasa asin. Dalam udara kering
merapuh
Kadar : Natrium fosfat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101,0% Na2HPO4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan alkaloid, antipyrine, chloral hydrate, timbal
fosfat, pirogalol, resorsinol dan kalsium glukonat, dan ciprofloxacin.
Kegunaan : Zat pendapar
4. Water For Injeksi (WFI)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Inkompatibilitas : Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan
eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam adanya
air atau uap air) di ambien dan peningkatan suhu. Air dapat bereaksi
dengan logam alkali dan cepat dengan logam alkali dan oksida mereka,
seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrat untuk membentuk hidrat berbagai komposisi, dan dengan
organik tertentu bahan dan kalsium karbida.
Stabilitas : Stabilitas secara kimia delam bentuk fisika bagian dengan cairan uap; pH
sebesar 7.
2.6 Tinjauan Produksi
2.6.1 Definisi Produksi
Produksi adalah proses dan metode yang digunakan dalam transformasi yang nyata input
( bahan baku , setengah jadi barang , atau subassemblies ) dan tidak berwujud masukan
( ide ,informasi , tahu bagaimana ) menjadi barang atau jasa, merupakan suatu kegiatan yang
dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa
mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu
benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan
untuk memenuhi kebutuhanmanusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai
jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.
2.6.2 Tujuan Produksi
Tujuan dilakukannya produksi adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan pasien
Adanya produksi sediaan farmasi tentu untuk menjawab kebutuhan masyarakat
mengenai obat-obatan. Tanpa adanya minat dan permintaan dari masyarakat, tentu
saja produksi sediaan farmasi tidak akan dilakukan
b. Aplikasi gagasan baru
Dengan adanya produksi diharapkan bahwa akan muncul pengaplikasian dari
gagasan-gagasan yang ada. Dengan dilakukannya produksi maka akan terlihat
pengaplikasiaan dari suatu formula dan akan menambah beraneka ragam alternative
pilihan masyarakat terhadap sediaan farmasi.
c. Upgrade sediaan
Dengan adanya produksi, tentu akan ada pengembangan-pengembangan baru
terhadap sediaan farmasi. Setiap diadakan produksi pasti juga akan dibarengi dengan
praformulasi baru atau membuat pembaharuan terhadap sediaan yang sudah ada.
d. Upgrade teknologi farmasi
Saat melakukan produksi tentu saja kita membutuhkan alat untuk mempermudah kita
melakukan proses produksi. Dengan adanya produksi, maka kita akan lebih tau
tentang perkembangan teknologi farmasi
e. Sarana evaluasi langsung
Sarana evaluasi langsung maksudnya, kita dapat langsung menguji atau mengevaluasi
sediaan kita. Dengan adanya produksi kita bisa langsung mengetahui bentuk jadi
sediaan kita, setelah proses produksi selesai kita bisa langsung mengevaluasi sediaan
yang kita buat secara real atau langsung, bukan hanya secara teori ataupun perkiraan.
Dengan demikian, jika kita melakukan kesalahan atau ada kekurangan pada sediaan
kita, bisa kita pahami letak kesalahannya dan bisa melakukan perbaikan di lain waktu.
2.6.3 Komponen Produksi
2.6.3.1 Ruang Produksi
Ruang produksi adalah suatu ruang yang dirancang dengan khusus sebagai tempat
dilaksanakan kegiatan produksi dimana di dalamnya mengakomodasi berbagai macam
kebutuhan produksi ( alat, bahan, personal, manajemen ) dengan spesifikasi khusus. Ruangan ini
di persiapkan untuk produksi obat steril sehingga harus mempunyai persyaratan khusus. Obat
atau bahan obat harus mempunyai kepastian bahwa obat tidak terkontaminasi (pure). Ruang
produksi untuk pembuatan sediaan farmasi memiliki beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut:
1. Kontruksi bangunan tahan terencana
Maksudnya adalah sejak awal sudah ditentukan konsep awal untuk pembuatan
bangunan yang akan digunakan untuk pembuatan sediaan farmasi. Kontruksi untuk
bangunan ini harus bisa tahan gempa dan ditempatkan ditempat yang aman, sehingga
tidak akan mengganggu produksi. Jadi kontruksi bangunan harus di rencanakan sejak
awal secara matang dan juga terencana sehingga tidak akan mengganggu proses
produksi kelak.
2. Mendukung alur produksi one way
Maksud dari alur one way adalah ruang produksi harus memiliki alur produksi secara
berurutan tanpa ada pemutaran kembali sediaan ke tahap awal. Misalnya dalam ruang
produksi pencampuran bahan dilakukan dari sebelah barat ke sebelah timur ruangan,
ruangan harus memiliki tempat yang cukup mulai dari pencampuran bahan disebelah
barat kemudian berurutan hingga proses akhir produksi berada di paling timur ruangan.
3. Terdapat pengaturan suhu, cahaya, tekanan dan higienitas
Pengaturan suhu, cahaya, tekanan dan higienitas sangat penting untuk ruangan produksi.
Hal ini dikarenakan untuk menghindari tumbuhnya mikroorganisme dalam ruangan
tersebut. Selain itu juga ada sediaan yang dalam proses produksinya harus dalam suhu
dan tekanan tertentu. Jadi memang penting jika ruang produksi memiliki pengatur suhu,
cahaya, tekanan dan higienitas.
4. Ruang tidak bersudut
Ruang yang tidak bersudut akan lebih mudah dibersihkan sehingga tidak akan ada debu,
kotoran atau mikroorganisme yang akan bersarang disana. Dengan tidak adanya debu,
kotoran dan mikroorganisme maka proses produksi akan lebih higienis.
5. Berlapiskan epoksi
Pori-pori dinding adalah tempat yang biasanya terdapat banyak bakteri atu
mikroorganisme. Epoksi adalah sejenis cat yang digunakan untuk menutupi pori-pori
permukaan dinding. Dengan memberikan epoksi pada dinding, berarti tidak akan ada
pori-pori di lubang tembok dan tidak ada tempat lagi untuk bakteri atau
mikroorganisme.
6. Terdapat interlock door
Maksud dari interlock door adalah jika pintu masuk dibuka, maka pintu keluar akan
terkunci secara otomatis sehingga tidak bisa dibuka. Hal ini dilakukan agar sirkulasi
udara dalam ruangan dapat terjaga sehingga tidak mudah terkontaminasi oleh bakteri
yang terbawa dari luar.
2.6.3.1.1 Penggolongan Ruang Produksi
Menurut CPOB, ruangan steril dikategorikan ruang kelas I dan II atau sering di sebut
white area, yang harus memenuhi syarat jumlah partikel dan mikroba. Kelas I sebenarnya berada
dalam ruang kelas II, tetapi ruang kelas I memiliki alat (Laminar Air Flow), yaitu alat yang
menjamin ruangan dalam kondisi steril dan bisa dipakai untuk pembuatan secara aseptik.
a. Berdasarkan Kelas
1. Ruang kelas I
Biasanya ruangan diguna kan untuk pembuatan sediaan steril yang memiliki
tingkatan kelas tertinggi. Terdapat empat ruang filter yaitu prefilter, medium
filter, hipofilter dan LAF. Ruangan produksi steril harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Bebas mikroorganisme aktif
2. Untuk mendapatkannya, udara yang ada didalam ruangan di saring
dengan HEPA (High Efficiency Particulate Air) filter agar mendapatkan
udara bebas mikrorganisme dan partikel.
3. Ada batasan kontaminasi dengan partikel
4. Tekanan positif, yakni tekanan udara ddalam ruangan lebih besar
daripada udara diluar, sehingga udara didalam mengalir ke luar (udara
yang lebih kotor tidak dapat masuk ke dalam ruangan yang lebih bersih)
5. Minimal terbagi atas 3 area, yaitu area kotor (black area), intermediate
area (grey area), dan area bersih (white area)
2. Ruang kelas II
Biasanya ruangan digunakan untuk penyiapan peralatan yang akan digunakan di
ruang kelas I.
3. Ruang kelas III
Biasanya ruangan digunakan untuk pembuatan sediaan semi solid yang mudah
terkontaminasi dengan bakteri atau mikroorganisme.
4. Ruang kelas IV
Biasanya ruangan yang digunakan untuk pembuatan sediaan serbuk dan kapsul.
b. Berdasarkan Label Warna
1. Ruang kelas White
Ruangan kelas White biasanya diberikan untuk ruang kelas I.
2. Ruang Kelas Grey
Ruangan kelas Grey biasanya diberikan untuk ruang kelas II dan III.
3. Ruangan kelas Black
Ruangan kelas Black biasanya diberikan untuk ruang kelas IV.
c. Berdasarkan Nomer Area
1. Ruang kelas 100
Ruang kelas 100 diartikan bahwa hanya boleh ada 100 mikroorganisme non
patogen dan 10 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu. Biasanya ruang
kelas 100 diberikan untuk ruang kelas I.
2. Ruang kelas 1.000
Ruang kelas 1.000 diartikan bahwa hanya boleh ada 1.000 mikroorganisme non
patogen dan 100 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu. Biasanya ruang
kelas 1.000 diberikan untuk ruang kelas II.
3. Ruang kelas 10.000
Ruang kelas 10.000 diartikan bahwa hanya boleh ada 10.000 mikroorganisme
non patogen dan 1.000 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu. Biasanya
ruangan kelas 10.000 diberikan untuk kelas III.
4. Ruang kelas 100.000
Ruang kelas 100.000 diartikan bahwa hanya ada boleh 10.000 mikroorganisme
non patogen dan lebih dari 100.000 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu.
Biasanya ruangan kelas 100.000 diberikan untuk kelas IV.
2.6.3.1.2 Jenis ruangan
Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan terkontrol. Ruangan ini
terdiri dari :
a. Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan dan bahan
obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan volume cairan).
b. Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja
dan memakai alat pelindung diri (APD).
c. Ruang antara (Ante room)
Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang antara
d. Ruang steril (Clean room)
Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel
2. Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
3. Suhu 18 – 22°C
4. Kelembaban 35 – 50%
5. Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter 11
6. Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara di luar
ruangan.
7. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan obat
sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass box ini terletak di antara
ruang persiapan dan ruang steril.
2.6.3.2 Alat Produksi
Alat produksi adalah seperangkat instrument yang digunakan untuk membuat, mengolah
ataupun memodifikasi suatu bahan awal menjadi sediaan ruahan maupun sediaan jadi dengan
fungsi dan standar tertentu. Alat produksi memiliki beberapa spesifikasi yaitu sebagai berikut:
a. Inert atau netral
Maksudnya dari inert dan netral adalah alat produksi yang digunakan tidak
memengaruhi sediaan. Misalnya alat produksi yang berasal dari plastik yang dapat
melepaskan zat-zat berbahaya penyusun plastik yang dapat bereaksi dengan sediaan
yang kita buat. Hal-hal seperti iniharus dihindari agar kualitas sediaan yang
diproduksi tetap terjaga dengan baik.
b. Fungsi tetap (stabil)
Alat denga fungsi tetap (stabil) adalah alat produksi yang walaupun digunakan
sampai 3 tahun tidak akan berubah atau berkurang dalam segi fungsi. Misalnya alat
pencetak tablet yang mampu mencetak 2000 tablet perhari, akan tetap mampu
mencetak 2000 tablet perhari dalam kurun waktu 3 tahun yang akan datang.
c. Mudah dalam pengoperasian
Tujuan utama dari penggunaan alat-alat produksi adalah memudahkan kita dalam
pembuatan suatu sediaan. Alat yang digunakan pun harus mudah dalam
pengoperasiaan karena bukan hanya satu atau dua orang yang akan
menggunakannya melainkan beberapa orang dengan kemampuan yang berbeda-
beda. Sehingga untuk pengoperasiaanya alat produksi diusahan semudah mungkin.
d. Terstandar dan terkalibrasi (menyertakan fungsi sesuai dengan bahan baku)
Alat produksi yang digunakan untuk memproduksi sediaan farmasi haruslah sesuai
dengan standar yang sudah ditentukan karena obat nantinya akan bereaksi dalam
tubuh. Jika dalam proses pembuatannya tidak menggunakan alat yang terstandar
maka akan menurunkan kualitas dari obat yang akan dihasilkan pula.
e. Maintenence (perawatan)
Alat produksi harus memiliki panduan perawatan karena perawatan adalah hal yang
sangat penting. Ketahanan suatu alat juga bergantung dari cara perawatan alat itu
sendiri, sehingga alat produksi pun harus dirawat dengan baik agar fungsinya tetap
terjaga.
2.6.3.3 Penggolongan Alat Produksi
Alat produksi juga memiliki macam-macam pengelompokan. Macam-macam alat
produksi yaitu sebagai berikut:
a. Alat produksi skala industri
1. Autoklaf skala industry
Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi
suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs)
selama kurang lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoklaf tidak
dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu
dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh mikro organisme.
2. Destilator WFI
Sistem operasional mesin ini mulai dari awal sampai akhir menggunakan
”closed circuit” untuk menghindari kontaminasi atau kontak dengan udara
sehingga memenuhi syarat GMP atau CPOTB. Alat laboratorium ini berfungsi
untuk membuat air yang murni (mendestilasi air mineral agar menjadi air yang
murni) melalui proses penguapan dan pengembunan.
3. WFI Strong Tank
Digunakan sebagai wadah untuk menampung hasil proses pembuatan WFI.
Biasanya penempatanWFI Strong tank berada pada suatu ruangan pengelolaan
air dan terlindung dari sinar matahari langsung.
4. Mixing tank
Alat pencapur cairan yang digunakan untuk sediaan steril dan pada bahan-bahan
yang memperlukan perlakuan khusus. Dengan mixing tank zat yang akan
dicamput terlindung dari kontaminan sebab berada di dalam wada yang tertutup
rapat.
5. pH meter. Bermacam-macam pH meter yang telah diproduksi oleh pabrik-
pabrik. Digunakan untuk mengukur tingkat keasaman dari suatu zat. Biasanya
sebelum digunakan dikalibarasi terlebih dahulu menggunakan larutan buffer.
b. Alat produksi skala laboratorium
1. Alat manual
Alat manual yang digunakan untuk memproduksi sediaan farmasi dalam
skala kecil misalnya adalah mortir. Namun alat manual jarang digunakan
dalam produksi sediaan farmasi dalam skala industri. Mungkin alat
manual hanya digunakan untuk melakukan uji-uji pada sediaan.
2. Alat ringan
Alat ringan yang digunakan untuk memroduksi sediaan farmasi dalam
skala kecil, misalnya labu ukur. Namun alat ringan jarang digunakan
dalam produksi sediaan farmasi dalam skala industri. Mungkin alat ringan
hanya digunakan untuk melakukan uji-uji pada sediaan.
3. Alat kaca
Alat yang terbuat dari kaca seperti tabung reaksi, pipet tetes, gelas arloji.
4. Alat logam
Alat yang terbuat dari logam seperti timbangan dan anak timbang.
5. Alat porselin
Alat yang terbuat dari poeselin misalnya adalah cawan porselin.
2.6.3.4 Personal Produksi
Personal produksi adalah praktisi produksi yang mengerjakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan proses produksi baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan
tujuan akhir membuat suatu sediaan farmasi yang terstandar. Karena tanggung jawab seorang
praktisi, maka seorang praktisi harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. Sehat jasmani dan rohani
Seorang praktisi haruslah sehat secara jasmani dan rohani, hal ini karena kebersihan
dan kehigienisan ruangan saja sangat dijaga, apalagi untuk personal yang akan
terjun langsung dalm pembuatan sediaan. Jika personal tidak memiliki kesehatan
jasmani maupun rohani itu justru akan membahayakan orang lain baik dalam
lingkup industri maupun masyarakat.
b. Lebih diutamakan pria
Untuk praktisi dibidang farmasi, lebih diutamakan pria karena mayoritas wanita
memakai berbagai macam kosmetik. Pemakaian kosmetik seperti bedak di wajah,
tentu saja akan memengaruhi kualitas obat karena bedak juga mengandung zat-zat
kimia yang mampu bereaksi dengan bahan yang digunakan untuk pembuatan obat.
Sehingga lebih di utamakan pria sebagai seorang praktisi personal produksi.
c. Kompeten (menguasai ilmu)
Karena proses produksi sangat menentukan hasil ari sediaan yang akan dihasilkan,
maka praktisi atau personal produksi pun harus berkompeten. Jika personal produksi
tidak memiliki kompetensi yang baik, tentu saja akan membahayakan masyarakat
dan juga akan menyebabkan banyak kerugian.
d. Menggunakan alat pelindung diri
Dalam proses produksi, tentu kita akan berhadapan dengan berbagai bahan-bahan
berbahaya dan terkena resiko kecelakaan kerja. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, tentu kita harus menggunakan alat pelindung diri sehingga resiko
untuk terkena bahan kimia atau kecelakaan kerja bisa dinetralisir.
e. Menguasai Grade Laboratori Practice (GLP), Grade Manufactoring Practice (GMP)
dan Grade Selling Practice (GSP)
Seorang personal produksi bukan hanya harus menguasai satu bidang, namun juga
semua bidang produksi. Untuk standar industri, minimal personal produksi memiliki
2 keterampilan yaitu GLP dan GMP. Hal ini difungsikan agar personal produksi
mampu mengkondisionalkan diri saat mereka berada di laboratorium maupun
mengawasi secara langsung proses produksi.
f. Memiliki sikap yang baik
Sikap merupakan hal yang tidak boleh disepelekan oleh setiap personal produksi.
Rasa tanggung jawab dan disiplin tinggi harus dimiliki oleh personal produksi. Hal
ini dikarenakan mereka memiliki tanggung jawab yang besar atas hasil dari
produksi.
2.6.3.5 Metode Produksi Injeksi
Metode produksi adalah serangkaian tahap dan alur kerja pembuatan sediaan mulai dari
bahan awal untuk diolah menjadi sediaan ruahan maupun sediaan jadi dengan mengacu pada
proses evaluasi setiap tahap produksi.
Metode produksi yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi adalah sebagai berikut:
1. Metode Steriliasasi uap
Metode steriliasasi uap adalah proses sterilisasi termal yang menggunakan uap jenuh di
bawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121o. Kecuali di nyatakan lain, berlangsung di
suatu bejana yang disebut autoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi paling
banyak dilakukan.
2. Metode sterilisasi panas kering
Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus ofen modern yang dilengkapi udara yang
dipanaskan dan disaring. Rentang suhu kas yang dapat diterima di dalam bejana
sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15o, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak
kurang dari 250o.
3. Metode sterilisasi gas
Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan inert, tapi
keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagenic,
kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang di sterilkan, terutama
mengandung ion klorida. Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai
alternative dari sterilisasi termal.
4. Metode sterilisasi dengan radiasi ion
Ada dua jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radio aktif dari radio isotop
(radiasi gamma) dan radiasi berkas electron. Pada kedua jenis ini, dosis yang
menghasilkan derajat jaminan sterilisasi yang dperlukan harus ditetapkan sedemikian
rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan di sterilkan
dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad radiasi yang
diserap, tetapi dalam beberapa hal, diinginkan dapat diterima penggunaan dosis yang
lebih rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir.
5. Metode streilisasi dengan penyaringan
Sterilasasi larutan yang labil terhadap panas kering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya
dapat di pisahkan secara fisik. Perangkat penyaringan umumnya terdiri dari suatu metrix
berpori bertutup kedap atau dikaitkan dengan wadah yang tidak permable. Efektivitas
penyaringan media atau penyaringan substrat tergantung pada ukuran pori metrix, daya
adsorbs bakteri dari metrix dan mekanisme pengayakannya.
6. Metode sterilisasi dengan aseptic
Proses ini mencegah masuknya miroba hidup ke dalam komponen steril atau komponen
yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau produk
ruahan atau komponennya bebas mikroba hidup.
2.7 Evaluasi Sediaan
Evaluasi adalah tahapan akhir produksi di mana menekankan pada kegiatan pemastian dan
pemeriksaan sediaan telah sesuai dengan spesifikasi mutu standar sediaan baik secara
nasional maupun internasional.
2.7.1 Tujuan Evaluasi
Tujuan dilakukannya evaluasi pada sediaan adalah sebagai berikut:
a. Pemastian mutu sediaan
Evaluasi bertujuan untuk memastikan mutu dari sediaan yang diproduksi, baik itu
dimulai dari pemilihan bahan sampai dengan hasil jadi sediaan tersebut. Dengan
melakukan evaluasi kita dapat mengetahui kualitas mutu dari sediaan yang kita buat.
Jika kita memiliki sediaan yang memiliki kualitas baik, maka kita kemungkinan
besar sediaan kita akan diterima dengan baik dipasaran.
b. Estimasi efek terapi bisa diketahui
Dengan melakukan evaluasi, biasanya ddengan melakukan evaluasi sediaan yang
sudah diprosuksi, kita akan mengetahui seberapa besar efek terapi yang akan
dihasilkan oleh sediaan kita terhadap tubuh pasien. Kita akan mengetahui bahwa
sediaan kita sudah memenuhi dosis yang tepat atau belum. Jika kita tidak melakukan
evaluasi terhadap sediaan, dikhawatirkan obat akan memberikan efek samping yang
berbahaya akibat ketidaktahuan akan efek terapi yang diberikan.
c. Dasar tindakan reformulasi
Dengan dilakukan evaluasi, kita akn mengetahui kekurangan-kekurangan sediaan
yang kita buat. Sehingga kita akan bisa melakuka reformulasi untuk memperbaiki
sediaan kita. Jika kita tidak melakukan evaluasi, kita tidak akan tahu letak kesalahan
kita dan kita tidak tahu solusi untuk memperbaiki sediaan kita.
d. Dasar pengembangan produk
Bukan hanya kekrangan yang akan kita ketahui saat melakukan evaluasi, kelebihan
dari suatu sediaan pun akan kita ketahui. Dengan mengetahui kelebihan dari sediaan
kita, misalnya saat pemilihan bahan, kita bisa mengaplikasikan kelebihan itu kepada
sediaan lainnya, sehingga kita dapat melakukan pengembangan produk farmasi
menjadi lebih baik lagi.
2.7.2 Evaluasi Sediaan Injeksi
2.7.2.1 Evaluasi Fisik
1. Penetapan pH
Bertujuan untuk menetapkan pH suatu sediaan larutan agar sesuai dengan monografi.
Nilai pH dalam darah normal 7,35 – 7,45
2. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam wadah agar
volume injeksi yang digunakan sesuai dengan yang tertera pada penandaan.
3. Bahan Partikulat dalam Injeksi
Bertujuan untuk larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril
untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada
pemeriksan secara visual.
4. Uji Kebocoran
Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
serta kestabilan sediaan.
5. Uji Kejernihan dan Warna
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji
kejernihan secara visual.
6. Kejernihan Larutan
Bertujuan untuk sediaan injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari
kotoran, maka perlu dilakukan uji kejernihan secara visual.
7. Uji Keseragaman Sediaan
Ada 2 metode dalam menentukan keseragaman sediaan , yaitu keseragaman bobot dan
keseragaman kandungan.
a. Keseragaman bobot. Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara
seksama 10 vial satu persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara
yang sesuai. Timbang seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap
isi vial dengan cara mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan
(bobot vial yang ada isinya).
b. Keseragaman kandungan. Sediaan pada steril dalam dosis tunggal : Tetapkan
kadar 10 vial satu persatu, seperti pada penetapan kadar dalam masing-masing
monografi kecuali dinyatakan lain dalam uji keseragaman kandungan.
2.7.2.2 Evaluasi Biologi
1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
Bertujuan untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan
pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti
produk-produk parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket
produk yang bersangkutan.
2. Uji Kandungan Zat Antimikroba
Bertujuan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih
dari 20% dari jumlah yang tertera pada etiket.
3. Uji Sterilitas
Bertujuan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi
persyaratan yang berhubungan dengan uji sterilisasi yang tertera pada masing-masing
monografi.
4. Uji Pirogen
Bertujuan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima
oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
5. Penetapan Potensi Antimikroba (untuk zat aktif antibiotik)
Bertujuan untuk mengetahui aktivitas (potensi) antibiotic
6. Uji Endokrin Bakteri
Bertujuan untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada di dalam
atau pada bahan uji.
BAB III
METODOLOGI PENILITIAN
3.1 Rancangan Formula
3.2 Perhitungan
a. Perhitungan Isotonis Kcl
∆tf : Liso ( mBm
x1000
v ): 4,4 ( 0,1 gr
74,55x
100010 ml )
: 4,4 ( 100745,5 )
: 4,4 (0,13 )
: 0,57
b. Perhitungan Dapar Natrium Fosfat
Mol : mol x v
0,2 x0,0824
0,01648 mol
Gram N. Fosfat : mol x Mr
0,01648 x358,14
5,90 gr
Gr yang dibutuhkan : 10 ml
82,4 mlx5,90 gr
Kalium klorida 0,1
Natrium fosfat 0,7
Asam sitrat 0,2
Water For Injeksi ad 10 mL
: 0,6 gr
c. Perhitungan Dapar Asam sitrat
Mol : mol x v
0,1 x0,0176
0,00176 mol
Gram Asam sitrat : mol x Mr
0,00176 x 210,14
0,3698 gr
Gr yang dibutuhkan : 10 ml
17,6 mlx 0,3698 gr
: 0,2 gr
d. Perhitungan Bahan
Kcl : 0,1 gr x 10 ml = 1 gr
Asam sitrat : 0,2 gr x 10 ml = 2 gr
Natrium fosfat : 0,6 gr x 10 ml = 7 gr
Water For Injeksi : 10 ml - (1 gr + 2 gr + 6 gr)
: 10 ml – (9 gr)
: 1 ml
3.2 Perincian alat dan bahan
3.2.1 Alat yang digunakan
1. Autoklaf
2. Beaker glass 100 ml dan 200 ml
3. Corong kaca
4. Erlenmeyer 100 ml
5. Gelas ukur 10 ml dan 20 ml
6. Inkubator
7. Kaca
8. Laminar Air Flow
9. Oven
10. Pengaduk kaca
11. Pinset
12. Pipet tetes
13. Spuit
14. Sudip
15. Tabung reaksi
16. Ampul digunakan sebagai wadah injeksi
3.2.2 Bahan yang digunakan
3.2.2.1 Zat aktif
Kalium klorida adalah senyawa golongan mineral yang memiliki fungsi sebagai pengatur
keseimbangan asam-basa serta isotonis sel sehingga senyawa ini diperlukan dalam tubuh sebagai
pengisotonis. Sebagai zat aktif, Kalium klorida memiliki beberapa sifat yang mudah disesuaikan
dengan pemilihan zat tambahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi ini
misalnya saja kelarutan, Kalium klorida mudah larut dalam air sehingga sediaan injeksi yang
dibuat berbentuk larutan.
3.2.2.2 Zat Tambahan
a. Zat Pendapar
Asam sitrat dan natrium fosfat digunakan sebagai pendapar karena berfungsi untuk
menstabilkan pH yang diinginkan selain itu larutan pendapar dapat mengurangi rasa
nyeri yang ditimbulkan pada saat penyuntikan injeksi. Larutan pendapar yang
digunakan adalah kombinasi antara asam sitrat dengan natrium fosfat dengan pH dapar
adalah pH 7,0 pH ini dipilih karena masih didalam rentang pH stabil dan nilai pH yang
mendekati pH dalam darah.
b. Zat Pembawa atau pelarut
Water for Injeksi digunakan sebagai zat pembawa atau pelarut karena WFI tidak
mengiritasi, tidak toksis terhadap tubuh dalam jumlah yang diberikan, tidak
menimbulkan efek farmakologis dan tidak mempengaruhi aktivitas obat.
3.3 Prosedur Pembuatan
RUANG PROSEDUR
Grade C (Grey
Area)
Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dibungkus menggunakan alumunium
foil/kertas perkamen. Alat disterilisasikan menggunakan autoclave
atau oven sesuai kompatibilitasnya. Bahan berupa plastik atau karet
disterilkan dengan merendamnya dalam alkohol selama 24 jam.
Grade C (Grey
Area)
Penimbangan Bahan
Seluruh bahan yang akan digunakan meliputi:
Kalium klorida sebanyak 1 gr
Asam sitrat sebanyak 2 gr
Natrium fosfat sebanyak 7 gr
WFI ad 10 ml Simpan bahan-bahan diatas kaca arloji dan
gelas ukur (untuk WFI) yang telah diberi label.
Grade A
background C
Pencampuran Bahan
1. Siapkan alat dan bahan yang telah ditentukan.
2. Meja kerja dan sarung tangan dibersihkan terlebih dahulu
dengan alkohol 70%
3. Kalium klorida sebanyak 1 gr dilarutkan dalam WFI
sebanyak kurang lebih 1 ml dalam beaker glass 50 ml. Kaca
arloji bekas tempat penyimpanan kalium klorida dibilas WFI
sebanyak 2 kali dan dimasukkan ke dalam beaker glass yang
sama.
4. Dapar natrium fosfat sebanyak 7 gr dilarutkan dalam WFI
sebanyak kurang lebih 1 ml dalam beaker glass 50 ml.
5. Dapar Asam sitrat sebanyak 2 gr dilarutkan dalam WFI
sebanyak kurang lebih 1 ml dalam beaker glass 50 ml.
6. Ketiga larutan tersebut dicampurkan dalam beaker glass 100
ml (yang telah dikalibrasi 150 mL). Masing-masing gelas
kimia bekas larutan dibilas dengan WFI sebanyak 2 kali dan
dimasukkan kedalam gelas kimia yang sama.
7. Ukur pH larutan campuran dengan pH indikator, kemudian
samakan pH dengan pH target. Apabila pH larutan terlalu
asam, tambahkan dengan NaOH; jika terlalu basa tambahkan
HCl.
8. Tambahkan sisa WFI ad 10 ml.
Grade A
background B
Filtrasi dan Filling
1. Saring larutan menggunakan membran filtrasi ukuran 0,45
µm sebanyak 2 kali dan dengan membran filtrasi ukuran 0,22
µm sebanyak sekali untuk mengurangi bioburden pada
sediaan. (dispensasi untuk tidak dilakukan sterilisasi)
2. Masukkan larutan ke dalam ampul ad 10 ml menggunakan
syringe
3. Tutup ampul yang telah terisi larutan dengan panas api dari
bunsen gas.
4. Sterilkan dengan cara panas basah menggunkan autoclave
dengan suhu 121oC tekanan 15Psi selama 15 menit.
5. Sediaan yang telah steril dimasukkan kedalam pass box dan
akan menuju Grey Area.
Grade C (Grey
Area)
Pengemasan wadah sekunder dan evaluasi:
a. Menempel etiket
b. Pengemasan sekunder, memasukkan ke dalam dus yang sesuai
c. Lakukan evaluasi sediaan.
3.4 Prosedur Kerja Evaluasi
3.4.1 Uji Kejernihan
Pengujian dilakukan dengan mengamati sediaan secara visual diatas latar putih, jika perlu
disorot menggunakan senter syarat dari uji ini adalah seluruh sediaan yang dibuat harus jernih.
3.4.2 Uji Volume Terpindahkan
Pengujian dilakukan dengan memindahkan isi vial kedalam gelas ukur kemudian diukur
jumlah cairannya.
3.4.3 Uji Kebocoran
Pengujian dilakukan dengan meletakkan wadah sediaan secara terbalik di atas kertas dan
didiamkan selama kurang lebih 1 menit kemudian diperiksa apakah terjadi kebocoran yang
ditandai dengan adanya tetesan yang keluar dari wadah sediaan jika tidak keluar tetesan maka
sediaan dinyatakan lolos uji kebocoran.
3.4.4 Uji Partikulat
Pengujian dilakukan dengan mengamati ada tidaknya partikel dalam sediaan secara
visual. Sediaan yang di uji diletakkan diatas latar putih dan disorot dengan senter. Sediaan tidak
boleh mengandung partikulat lebih atau sama dengan 10 partikulat.
3.6.5 Penetapan pH
Pengujian dilakukan menggunakan pH indikator universal. Kertas pH dicelupkan
kedalam larutan selama 2 detik lalu dibandingkan dengan warna indikator pH.