36
FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM MEMECAHKAN PERSOALAN HUKUM Oleh ; Ruslan H.R. I. Pendahuluan Masih ada diantara aparat hukum (hakim) yang beranggapan, bahwa teori berada di kawasan yang jauh dari sesuatu yang praktis, bahkan sering menimbulkan kesan tidak praktis dan kurang membantu memecahkan persoalan hukum secara konkret. Singkat kata teori itu menghambat, berliku-liku, bahkan memusingkan. Pendapat tersebut, tentu tidak tepat, sebab boleh jadi anggapan mereka itu sudah termasuk bagian dari sebuah teori. Fungsi utama teori adalah untuk memberikan kejelasan terhadap suatu masalah. Semakin baik kemampuan suatu teori untuk menjelaskan sesuatu, semakin tinggi penerimaan orang terhadap teori tersebut. Apabila di kemudian hari muncul teori baru yang mampu memberikan kejelasan yang lebih baik dan lebih tepat, maka teori yang lama pun akan ditinggalkan. Hal tersebut sangat lumrah dalam dunia ilmu pengetahuan. Dalam sebuah acara debat di tv-one pada hari Senin (malam) tanggal 29 April 2013, yang bertajuk ”Perjuangan Machicha Mochtar Berujung Duka”, Profesor O.C. Kaligis memperlihatkan keangkuhannnya yang menganggap remeh aparat dan lembaga peradilan agama, dengan pernyataannya ”bubarkan saja peradilan agama itu” akibatnya sebagian warga peradilan agama merasa dilecehkan oleh bung O.C. Kaligis. Kalimat ini sebenarnya tidak pantas diucapkan oleh seorang pengacara senior, karena tentu saja beliau sudah memiliki banyak teori dan sejuta pengalaman dalam beracara di

FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA

DALAM MEMECAHKAN PERSOALAN HUKUM

Oleh ; Ruslan H.R.

I. Pendahuluan

Masih ada diantara aparat hukum (hakim) yang beranggapan,

bahwa teori berada di kawasan yang jauh dari sesuatu yang praktis,

bahkan sering menimbulkan kesan tidak praktis dan kurang

membantu memecahkan persoalan hukum secara konkret. Singkat

kata teori itu menghambat, berliku-liku, bahkan memusingkan.

Pendapat tersebut, tentu tidak tepat, sebab boleh jadi anggapan

mereka itu sudah termasuk bagian dari sebuah teori. Fungsi utama

teori adalah untuk memberikan kejelasan terhadap suatu masalah.

Semakin baik kemampuan suatu teori untuk menjelaskan sesuatu,

semakin tinggi penerimaan orang terhadap teori tersebut. Apabila di

kemudian hari muncul teori baru yang mampu memberikan kejelasan

yang lebih baik dan lebih tepat, maka teori yang lama pun akan

ditinggalkan. Hal tersebut sangat lumrah dalam dunia ilmu

pengetahuan.

Dalam sebuah acara debat di tv-one pada hari Senin (malam)

tanggal 29 April 2013, yang bertajuk ”Perjuangan Machicha Mochtar

Berujung Duka”, Profesor O.C. Kaligis memperlihatkan

keangkuhannnya yang menganggap remeh aparat dan lembaga

peradilan agama, dengan pernyataannya ”bubarkan saja peradilan

agama itu” akibatnya sebagian warga peradilan agama merasa

dilecehkan oleh bung O.C. Kaligis. Kalimat ini sebenarnya tidak pantas

diucapkan oleh seorang pengacara senior, karena tentu saja beliau

sudah memiliki banyak teori dan sejuta pengalaman dalam beracara di

Page 2: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

pengadilan dan kalimat itu bisa saja membuat tokoh dan ulama serta

umat Islam pada umumnya perasaannya tersinggung karena terkesan

seolah-olah ada pelecehan umat Islam (SARA). Bisa saja ada orang

Islam menduga bahwa jangan-jangan O.C. Kaligis ini termasuk salah

seorang yang tidak nyaman bila peradilan agama tumbuh dan

berkembang di Indonesia ?. Seorang pengacara senior sekelas O.C.

Kaligis tentu tidak perlu diberi pengajaran lagi bahwa bila merasa tidak

puas atas putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan berkaitan

dengan kasus mbak Chica Mochtar, pihak yang merasa dirugikan itu

dapat melakukan upaya hukum banding ke PTA Jakarta dan

seterusnya, bukan harus mengeluarkan pernyataan yang berbau

SARA terhadap umat Islam. Penulis tahu persis bung O.C. Kaligis ini

adalah seorang pengacara pertama yang mampu menguji kemampuan

pengadilan dalam hal beracara. Penulis sempat mengenal sepintas

sosok O.C. Kaligis, ketika masih bertugas di Pengadilan Agama

Makassar pada tahun 1985, ketika itu O.C. Kaligis sempat menemui

penulis dan memberikan buku Yurisprudensi MA ditambah dengan

buku Retnowulan dan buku M. Yahya Harahap yang berjudul Hukum

Acara Perdata di Indonesia. Penulis salut dan wajar kalau diucapkan

terima kasih yang tak terhingga atas kepeduliannya itu. Mungkin cara

itu dilakukan oleh O.C. Kaligis dengan maksud dan upaya ikut

membantu mencerdaskan hakim pengadilan agama di dalam

memahami hukum acara perdata di Indonesia. Tapi mengapa O.C.

Kaligis setelah bergelar Prof.,Dr. perilakunya berbeda, mudah-

mudahan itu bukan karena kesombongan intelektual.

Di dalam ilmu manajemen sebagaimana ditulis oleh Zondan

Siagian di dalam bukunya yang berjudul ”Manajemen Sumber Daya

Manusia”, beliau menegaskan bahwa seseorang melakukan kesalahan

itu, ada tiga faktor penyebab, yaitu ; Pertama, terjadi karena kurang

Page 3: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

komunikasi, Kedua, terjadi karena ketidaktahuan dan Ketiga, terjadi

karena kesalahan/kekeliruan. Penulis tidak tahu persis di mana posisi

O.C. Kaligis di sini. Mungkin O.C. Kaligis perlu mengetahui bahwa tidak

semua hakim peradilan agama keadaannya seperti yang diduga itu

(bodoh). Mungkin O.C. Kaligis tidak tahu bahwa ada beberapa hakim

pengadilan agama yang menguasai hukum acara perdata di Indonesia,

bahkan ada beberapa orang diantara mereka termasuk penulis sendiri

mengajar dalam mata kuliah Hukum Acara Perdata Indonesia. Bukan

hanya itu Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

Agung RI, memprogramkan bimtek (bimbingan teknis) setiap

tahunnya terhadap semua hakim di seluruh Indonesia, baik hakim

tingkat pertama maupun hakim tingkat banding. Dan sepanjang bulan

Maret hingga bulan April tahun 2013 ini seluruh Pengadilan Tinggi

Agama di seluruh Indonesia turun melakukan pengawasan di daerah

wilayah hukumnya masing-masing. Mereka menggalakkan secara

terus menerus pembinaan, baik yang menyangkut teknis yustisial

(hukum acara), maupun yang menyangkut teknis administrasi

peradilan dan administrasi umum. Pembinaan tersebut dilakukan oleh

Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama se-wilayah hukum

Pengadilan Tinggi Agama yang bersangkutan. Yang menarik dari

pembinaan itu, baik hakim tingkat banding maupun hakim tingkat

pertama,kesemuanya bersemangat memberikan kontribusi pemikiran

setiap permasalahan yang dibahas/dikaji, terutama pada saat

dilakukan ekspose, mengapa mereka mau memberikan kontribusi

pemikiran ?, karena rata-rata diantara mereka memiliki ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan tugas pokoknya sebagai hakim.

Tidak mungkin dari sekian banyak hakim yang dibimbing dan dibina itu

semuanya berpredikat ”bodoh”, tentu saja ada juga yang lebih pintar

dari bung O.C. Kaligis. Pertanyaannya adalah apakah kalau kita

Page 4: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

menemukan hakim yang sama pintarnya atau lebih pintar dari O.C.

Kaligis, lalu pengadilan agama harus dibubarkan ?. Pernyataan

tersebut tidak berdasar teori dan jauh dari logika hukum. Penulis

tertarik dengan pendapat salah seorang sahabat bahwa dari hasil

pengamatannya selama ini, tidak semua profesor dan doktor itu

pintar-pintar. Ada diantara mereka yang sudah pikun karena umurnya

sudah termasuk ”Lansia” (Lanjut Usia), sehingga pembicaraannya pun

tidak teratur dan tidak tersistimatis, mudah tersinggung dan senang

mengancam. Pada waktu penulis kuliah di Fakultas Hukum di tahun

1980 an, pernah diajar oleh salah seorang Profesor dalam mata kuliah

Hukum Internasional, tetapi entah bagaimana sang Profesor itu pada

saat belajar menerangkan masalah pertandingan sepak bola antara

PSM vs Pesebaya. Lalu timbul pertanyaan apa hubungannya antara

mata kuliah Hukum Internasional dengan pertandingan sepak bola

antara PSM vs Persebaya ?. Mungkin saja ada benarnya pendapat

O.C. Kaligis itu, akan tetapi tolong jangan digeneralisasi. Sebab

memang ada teori dalam Islam yang menyatakan bahwa; ”apabila

sesuatu itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka

tunggulah datangnya kehancuran”. Insya Allah peradilan agama di

Indonesia akan berusaha untuk terhindar dari keadaan seperti itu.

Mengapa ? karena yang dijadikan kunci di dalam memecahkan

berbagai permasalahan hukum, bukan hanya hukum acara, tetapi juga

adalah teori hukum, termasuk teori hukum Islam.

Sebagaimana diketahui bahwa suatu ilmu yang dimiliki tanpa

disertai dengan teori yang kuat, maka hal itu bagaikan bangunan

tanpa pondasi yang kukuh. Demikian juga ilmu hukum sebagai suatu

sistem keilmuan sangat membutuhkan penguasaan wawasan berbagai

”teori hukum” (Legal Theory, The Philosophy of Law, Jurisprudence),

maupun ”konsep hukum” (The Legal Precepts), terutama sekali di era

Page 5: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

reformasi ini, termasuk tentunya petunjuk teknis, bahkan mungkin

tuntutan lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang baru

yang diharapkan akan melahirkan paradigma hukum baru, yang cocok

bagi iklim perubahan Indonesia di abad ini. Perkembangan baru

tersebut menghendaki suatu keterampilan baru yang seharusnya

dimiliki oleh para sarjana hukum, termasuk hakim yang seperti

dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, bukan hanya berupa

keterampilan tukang, melainkan mampu menciptakan masyarakat

sebagaimana yang dikehendaki melalui sarana-sarana hukum dan

mampu menyelesaikan masalah-masalah hukum di dalam konteks

sosialnya1.

Salah satu contoh klasik yang menarik di pengadilan agama,

berkaitan dengan hukum acara yaitu masalah amar putusan cerai

karena taklik talak, misalnya amar tersebut berbunyi ; ”menjatuhkan

jatuh talak satu khul’i Tergugat terhadap Penggugat dengan

pembayaran uang iwad sejumlah Rp 1.000.-(seribu rupiah)”. Sebelum

amar ini diucapkan oleh hakim pengadilan agama, sudah barang tentu

hakim di sini harus menggunakan teori hukum yang disebut dengan

teori silogisme. Rumusannya sebagai berikut ; Premis mayor,

sewaktu-waktu suami menyakiti badan jasmani istrinya dan istrinya

tersebut keberatan ke pengadilan agama dan keberatannya itu

diterima oleh pengadilan agama, maka jatuhlah talak satu kepadanya.

Premis minor, si Fulan menyakiti badan jasmani istrinya yang bernama

Hindun. Kesimpulannya, jatuh talak satu khul’i si Fulan (suami)

terhadap si Hindun (istri) dengan uang iwad Rp 1.000.-(seribu rupiah).

Contoh lain seperti kasus perkawinan antara mbak Chica Mochtar

dengan Moerdiono, apakah sah menurut hukum Islam?. Hakim

pengadilan agama di sini harus menggunakan teori silogisme

1 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hlm. 228.

Page 6: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

kategorial, yaitu; Premis mayor, perkawinan yang sah adalah

perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan agama dan

kepercayaannya itu. Premis minor, Chica Mochtar dan Moerdiono,

menikah menurut agama Islam, di mana telah terpenuhi syarat dan

rukun nikah di dalam Islam. Kesimpulannya, perkawinan Chica

Mochtar dan Moerdiono adalah sah menurut agama Islam.

Contoh lainnya masalah pencabutan perkara perceraian di

pengadilan tingkat banding (PTA), sangat diperlukan sebuah teori

guna memecahkan kebuntuan atas munculnya beberapa pendapat

berkaitan dengan masalah tersebut. Masalah ini tidak cukup kita

mengandalkan pengetahuan hukum formal (hukum acara) yang kita

pahami selama ini. Kajian ini bukan hanya mendapat perhatian di

kalangan hakim tingkat pertama dan hakim tingkat banding, tetapi

juga berkembang di kalangan elit di Mahkamah Agung, bahkan

masalah itu pembahasannya telah dikaji secara lebih mendalam dalam

sebuah diskusi hukum yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal

Badan Peradilan Agama MA RI di Jakarta pada hari Selasa tanggal 30

April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis

pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung

O.C. Kaligis tidak akan mampu memecahkan permasalahan ini, karena

di sini amat sulit diterapkan hukum formal (hukum acara perdata)

secara umum, sebab di dalamnya ada hukum materiil yang harus

dipertimbangkan yaitu keberlakuan hukum Islam yang disebut dengan

talak satu bain sugra.

Selain itu penulis bersama beberapa orang hakim tinggi telah

merumuskan pula contoh draft putusan terhadap perkara syikak dan

non syikak, yang tentu saja perkara syikak dengan menggunakan

hakam didahului dengan putusan sela. Kami telah melakukan

beberapa kali diskusi hukum dan berpendapat bahwa perkara

Page 7: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

perceraian harus dibedakan antara perkara syikak dan non syikak.

Perbedaan itu bukan karena jenisnya perkara, tetapi karena

kualitasnya perkara, oleh karena itu hukum acaranya pun harus

berbeda. Bila perkara non syikak harus didahului dengan keberadaan

seorang mediator sebelum pemeriksaan pokok perkara, maka perkara

syikak keberadaan seorang hakam dilakukan setelah memasuki

pemeriksaan pokok perkara. Bila perkara cerai itu karena kualitas non

syikak, penerapan hukumnya antara lain berdasar pada Pasal 22 ayat

(2) PP No. 9 Tahun 1975 jo Perma 01 Tahun 2008 Tentang Mediasi

serta hukum acara perdata secara umum sebagaimana diatur dalam

Pasal 307 RBg/Pasal 170 HIR, Pasal 308 ayat (1) RBg/Pasal 171 ayat

(1) HIR dan Pasal 309 RBg/Pasal 172 HIR. Adapun perkara cerai

karena kualitas syikak, penerapan hukumnya cukup berdasar pada

Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989. Teori kami

bahwa Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 itu adalah

merupakan lex specialis. Di dalam Pasal 76 ayat (1) menyangkut

keterlibatan keluarga atau orang-orang dekat dari suami istri sebagai

saksi-saksi, sedangkan Pasal 76 ayat (2) menyangkut keterlibatan

hakam yang masing-masing satu orang hakam dari suami dan satu

orang hakam dari istri. Hukum acara seperti ini berbeda dengan

hukum formal (hukum acara perdata) secara umum.

Masalah lain yang menjadi sorotan pada waktu hakim tinggi

pengawas daerah turun ke daerah adalah masalah permohonan

pengesahan nikah, di mana di dalam praktiknya di pengadilan agama

terdapat dua pendapat yang berbeda. Pendapat pertama menyatakan

bahwa tenggak waktu antara pengumuman dan penetapan hari sidang

harus terpisah, karena ada interval waktu antara pengumuman

dengan PHS (Penetapan Hari Sidang). Sementara pendapat kedua

menyatakan bahwa antara pengumuman dengan PHS (Penetapan Hari

Page 8: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

Sidang) merupakan satu kesatuan, sehingga tidak perlu ada interval

waktu yang memisahkan antara pengumuman dengan PHS

(penetapan hari sidang). Untuk memecahkan perbedaan pendapat ini,

harus digunakan teori hukum, bahwa apakah tidak akan memakan

waktu yang cukup lama, bila harus dipisahkan waktunya antara

pengumuman dengan penetapan hari sidang. Lalu kita hubungkan

dengan asas hukum bahwa apakah kita mempertimbangkan asas

hukum; cepat, sederhana dan biaya ringan.

Selain itu masalah pelaksanaan mediasi, bila kita membaca

Buku II halaman 85 poin 12, yang berbunyi sebagai berikut ; ”Jika

para pihak/salah satu pihak menolak untuk dimediasi setelah

diperintahkan oleh pengadilan, maka penolakan para pihak/salah satu

pihak untuk mediasi dicatat dalam berita acara sidang dan putusan”.

Kalimat ini melahirkan pula pendapat yang kontroversi antara satu

hakim dengan hakim lainnya. Ada hakim yang berpendapat bahwa

catatan dalam buku II tersebut, sedikit menyalahi ruh dan esensi dari

Perma No. 01 Tahun 2008 Tentang Mediasi. Lalu timbul pertanyaan

dan berpijak pada sebuah teori bahwa Buku II tidak boleh

bertentangan dengan Perma No. 01 Tahun 2008 tentang Mediasi ?.

Karena Perma No. 01 Tahun 2008 itu dan Buku II, keduanya

merupakan produk Mahkamah Agung RI. Mereka pun berpendapat

bahwa solusi yang tepat dengan menggunakan teori bahwa mediasi

tetap diupayakan akan tetapi diklasifikasi hasil mediasi itu ke dalam

tiga kategori, yaitu ; mediasi gagal, mediasi tidak berhasil dan atau

tidak layak mediasi. Jadi tidak ada ruang bagi mereka yang berperkara

untuk menyatakan tidak mau dimediasi. Kata ”tidak mau” itu harus

diganti dengan kata ”gagal” untuk dilakukan mediasi.

Upaya lain yang dilakukan oleh kawan-kawan hakim tinggi

adalah mempersiapkan bahan dan instrumen dalam rangka

Page 9: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

pengawasan hatibinwasda (hakim tinggi pembina dan pengawas

daerah) di daerah. Mereka telah merumuskan tata cara atau langkah-

langkah yang konkret dan praktis yang harus dilakukan oleh seorang

hakim tinggi dalam melakukan pembinaan dan pengawasan di daerah.

Hal ini dilakukan demi untuk menyamakan persepsi dalam pembinaan

dan pengawasan itu. Sebab tidak mustahil akan terjadi perbedaan

pandangan atau pendapat di kalangan hakim tinggi sendiri, mengingat

karena latar belakang keberadaan mereka yang berbeda-beda dan

beraneka ragam pengetahuan dan pengalaman mereka selama

menjadi hakim tingkat pertama. Tujuan yang ingin dicapai tentu saja

sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM (Sumber

Daya Manusia) yang pada akhirnya menjadikan peradilan agama

sebagai peradilan yang court of law sebagaimana yang diharapkan

oleh pimpinan Mahkamah Agung RI, sehingga peradilan agama akan

makin kokoh dan tidak perlu dibubarkan seperti yang dikehendaki oleh

Sdr. O.C. Kaligis.

Memang harus diakui ada beberapa buku yang bisa dijadikan

sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas pokok di pengadilan agama,

termasuk diantaranya beberapa buku O.C. Kaligis, yang kebetulan ada

di perpustakaan pribadi penulis. Akan tetapi sayangnya buku-buku itu

ternyata belum dapat membantu secara sepenuhnya guna

memecahkan berbagai persoalan hukum, khususnya bidang teknis

yustisial di lingkungan peradilan agama, hal ini disebabkan karena

adanya keterbatasan uraian di dalam buku tersebut. Mungkin banyak

orang yang berpendapat bahwa Buku II saja telah beberapa kali

direvisi, namun masih juga ditemukan berbagai kekurangan dan

kelemahan, baik dari segi substansi materinya, terlebih lagi dari segi

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD (Ejaan

Yang Disempurnakan). Penulis sendiri berpendapat, ada beberapa

Page 10: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

substansi materi hukum yang penting untuk dikembangkan dalam

Buku II edisi I, tetapi justru dihilangkan pada penerbitan edisi-edisi

revisi berikutnya. Demikian pula tentunya buku-buku lain yang

diterbitkan oleh beberapa Pengadilan Tinggi Agama di Indonesia.

Penulis sendiri ikut terlibat dalam penyusunan buku HIJAU terbitan I

dari Ujung Pandang yang dibuat pada tahun 1992, pada masa itu di

era kepemimpinan almarhum Drs. Moh. Ersyad, S.H., selaku Ketua

Pengadilan Tinggi Agama Ujung Pandang, ketika itu penulis bertindak

sebagai juru ketik dengan menggunakan mesin ketik manual milik

Bapak Drs. H. M. Juzmi Hakim, S.H.,M.H. (mantan Ketua PTA

Makassar). Buku itu ternyata sudah harus direvisi karena sudah tidak

sesuai lagi dengan perkembangan hukum yang ada saat ini. Ada

beberapa Pengadilan Tinggi Agama saat ini telah menerbitkan pula

buku-buku baru menyangkut petunjuk teknis (hukum acara dan

hukum materiil) yang dibuat khusus untuk kalangan sendiri, misalnya

; buku yang diterbitkan oleh PTA Medan, PTA Makassar, PTA Bengkulu,

PTA Bandung, PTA Mataram dan lain-lain. Ada diantara kita yang

berpendapat bahwa buku-buku yang diterbitkan oleh beberapa

pengadilan tinggi agama itu adalah sebuah karya monomental. Penulis

sangat setuju dengan pendapat itu, karena alasannya tidak semudah

itu orang dapat membuat dan menyusun berbagai rumusan seperti

yang terdapat di dalam buku-buku itu yang sudah barang tentu

menggunakan berbagai macam cara dan metode. Namun ketika buku-

buku itu diangkat derajatnya menjadi sebuah karya ilmiah, tentu saja

pendapat itu berlebihan. Karena ada beberapa indikator yang harus

terpenuhi sehingga sebuah karya atau buku dikatakan ilmiah.

Indikator tersebut antara lain ; sistematis, terukur, logis dan rasional

serta bisa diuji kapan dan di mana saja, baik dari sisi metodologi

penulisan, metode berpikir dan penggunaan bahasa Indonesia yang

Page 11: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

baik dan benar sesuai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Salah satu

saja indikator yang tidak terpenuhi, maka buku tersebut tidak dapat

dikategorikan sebagai sebuah karya ilmiah. Cukup kita tempatkan

sebagai sebuah karya yang monomental. Secara jujur penulis berkata

bahwa secara umum buku-buku tersebut nampaknya tidak cukup

untuk dijadikan sebagai acuan dalam beracara di pengadilan agama

ataupun di pengadilan tinggi agama guna menjawab berbagai

permasalahan yang muncul di kalangan praktisi hukum di pengadilan

agama. Terlepas dari kebenaran dan ruang lingkup pembahasan buku-

buku yang dimaksudkan itu, ternyata memang dari hasil bacaan kita,

bahwa masalah pencabutan perkara perceraian pada tingkat banding,

belum pernah disentuh dan tidak pernah dibahas secara lengkap dan

tuntas, baik di dalam buku II edisi terakhir, maupun di dalam buku-

buku yang diterbitkan oleh beberapa pengadilan tinggi agama yang

dimaksud, sehingga wajar bila masalah ”pencabutan perkara

perceraian di tingkat banding” itu, oleh sebagian Ketua Pengadilan

Tinggi Agama seluruh Indonesia membuat kesepakatan untuk

dijadikan acuan secara nasional. Dalam kaitan dengan penerapan

teknis yustisial, orang pun sepakat bahwa cukup diselesaikan sendiri

secara ke dalam, karena hakim itu memiliki otonomisasi dalam

memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan

kepadanya, namun yang dipertanyakan di sini bukan substansi

hukumnya, tetapi yang dipertanyakan itu hanya sebatas pada

masalah format saja, apakah dalam bentuk penetapan atau putusan ?

Pertanyaan itu diajukan justru sasaran yang ingin dicapai adalah

dalam rangka menyamakan persepsi dan keseragaman sebagaimana

yang selalu dianjurkan dan diharapkan oleh Dirjen Badan Peradilan

Agama Mahkamah Agung RI, Bapak Drs. H. Puruwosusilo, S.H.,M.H.

Page 12: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

Menurut penulis, permasalahan pencabutan perkara banding dalam

perkara perceraian, walaupun substansi materinya bisa dikatakan

kecil, namun nampaknya tidak bisa dijawab dengan argumentasi biasa

dalam sebuah debat kusir, tetapi harus dijawab dan diselesaikan

dengan argumentasi hukum atau logika hukum dengan menggunakan

teori hukum. Mengapa ? karena perkara perceraian di pengadilan

agama yang berakhir dengan produk putusan cerai itu, yang biasanya

diucapkan oleh hakim dengan talak satu bain sugra, memiliki

konsekuensi hukum Islam yang tidak mudah terpecahkan. Kenapa

penulis katakan demikian, karena pencabutan perkara perceraian di

tingkat banding dengan alasan mereka berdamai dalam arti kedua

belah pihak kembali rukun sebagai suami istri dalam rumah tangga,

menyebabkan putusan pengadilan agama menjadi inkracht (telah

berkekuatan hukum tetap), artinya mereka harus bercerai.

Dari sinilah lahir sebuah teori (al-mashlahah al-mursalah).

Imam Maliki menyatakan bahwa ”rasio harus diperhatikan untuk

pertimbangan kemaslahatan ”al-mashalih al-mursalah”. Diskusi

tentang rasio logis telah mencatat bahwa kepentingan umum berperan

dalam menentukan munasabah (kesesuaian), sebuah metode yang

fundamental dalam membangun dan memverifikasi rasio. Sebagian

penulis memasukkan pembahasan tentang persoalan ini dalam bab

yang disebut dengan istidhal, bab yang biasa mencakup jenis-jenis

penyimpulan yang tidak termasuk dalam kategori qiyas. Persoalan

yang muncul dalam istishlah dengan kasus-kasus yang hukumnya

diperoleh berdasarkan keuntungan yang sesuai secara rasional yang

didukung dengan fakta baru biasanya disebut dengan al-mashalih

mursalah. Namun harus diakui sebagian dari ahli ushul fikih menolak

kesimpulan apapun yang tidak didukung oleh bukti teks-teks,

meskipun dimotivasi karena kepentingan umum atau sebaliknya. Malik

Page 13: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

bin Anas sendiri memiliki kesimpulan yang merespon kepentingan

umum tanpa didukung dengan teks-teks atau adanya fakta baru. Teori

tersebut memperlihatkan bahwa ciri kepentingan umum yang diadopsi

dalam sebuah kasus adalah munasib (sesuai) dan muta’bar (relevan),

baik dengan prinsip universal hukum maupun bagian tertentu dari

bukti tekstual. Oleh karena itu kesesuaian dengan relevan merupakan

persyaratan bagi kesimpulan yang sah dari teori maslahah mursalah.

Teori Al-Ghazali menempatkan persoalan istislah secara

berbeda, bahwa tujuan hukum Al-Ghazali (maqashid tasriiyah)

mencakup pada puncak prinsip menjaga agama, menjaga jiwa,

menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga hak milik pribadi. Ciri

tersebut dapat dibuktikan sebagai prisip pasti (qathi’) dan universal

(kulli), maka penalaran yang didasarkan atasnya adalah umat Islam

pada umumnya dan bukan hanya sebagian umat Islam yang terlayani2. Sebagai gambaran misalnya bahwa putusan pengadilan agama

tingkat pertama itu harus dibatalkan oleh hakim tingkat banding,

karena kalau tidak dibatalkan, maka putusan pengadilan agama

tersebut menjadi inkracht. Bila putusan itu menjadi inkracht, lalu

bagaimana dengan tujuan hukum Islam seperti yang digambarkan

oleh Imam Al-Ghazali di atas ?. Seterusnya bila putusan pengadilan

agama itu dibatalkan, maka teori pun berkata bahwa tidak mungkin

putusan pengadilan agama akan dibatalkan oleh sebuah penetapan

pengadilan tinggi agama. Itulah sebabnya penulis berpendapat bahwa

perkara perceraian yang dicabut di tingkat banding karena adanya

perdamaian dalam arti kedua belah pihak kembali rujuk sebagai suami

istri, harus ada produk putusan yang membatalkan putusan hakim

tingkat pertama. Harus dipahami betul bahwa pencabutan perkara

banding dalam sengketa perdata murni dalam wujud barang, berbeda

2 Al-Ghazali, Al-Mustasfa, Maktabah Babil Halabi, hlm. 284-315.

Page 14: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

hukumnya dengan pencabutan perkara dalam hal perceraian dalam

hukum Islam, karena pada satu sisi terdapat objek sengketa yang

berlatar belakang kebendaan (barang mati) dalam perdata murni dan

pada sisi lain terdapat benda hidup (manusia) dalam perdata Islam.

Kalau kita hubungkan dengan teori ”Maqasid” , maka tujuan hukum

Allah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dilihat dari segi manusiawi yang

menitikberatkan pada kepentingan manusia atau mukallaf dan dilihat

dari segi Allah sebagai pembuat hukum, yaitu tujuan Allah membuat

hukum. Tujuan hukum Islam sesuai dengan fitrah manusia adalah

mencapai kebahagiaan hidup dan mempertahankannya yang disebut

para pakar filsafat hukum Islam dengan istilah al-tahsil wa al-ibqa

atau mengambil maslahat serta sekaligus mencegah kerusakan ”jalb

al-mashalih wa daf al-mafasid”. Oleh sebab itu salah satu teori yang

harus dipegang oleh hakim pengadilan agama dalam memecahkan

berbagai persoalan hukum adalah bahwa hakim itu tidak harus selalu

berada dalam situasi dan konteks legal justice, walaupun mereka

harus lebih awal harus berdasar pada pendekatan legal justice, boleh

jadi hakim dalam kasus tertentu secara kasuistis harus melakukan

penemuan hukum bahkan mungkin penciptaan hukum. Dalam situasi

seperti itu pendekatan legal justice harus ditanggalkan menuju pada

pendekatan sosial justice dan pendekatan moral justice. Di dalam

melakukan penemuan hukum atau penciptaan hukum itu, hakim harus

mampu menggunakan berbagai penafsiran hukum, misalnya

penafsiran analogis, penafsiran ekstensif, penafsiran reskriftif, dan

tidak munstahil hakim harus menggunakan penafsiran a contrario.

Pentingnya penafsiran itu, menurut Satjipto Rahardjo, karena hukum

itu bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat yang lebih maju

dan adil 3. Konsep hukum seperti ini menekankan betapa pentingnya

3 Satjipto Rahardjo, Op cit, hlm. 231.

Page 15: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

pengetahuan tentang teori hukum itu sebagai dasar utama di dalam

memahami perangkat peraturan-peraturan hukum yang ada dan

sekaligus pentingnya keahlian untuk menafsirkannya melalui

kemampuan untuk menganalisa dan menilai asumsi hukum, terutama

yang berkaitan dengan perkembangan masyarakat dalam mengisi

perkembangan hukum sebagai sarana perubahan sosial. Itulah hakim,

mereka memiliki kewenangan konstitusi dan kewenangan yudisial

yang tentu saja berbeda dengan aparat hukum lainnya, seperti ; KPK,

polisi, jaksa dan pengacara yang serba normatif dengan selalu

mengandalkan asas legalitas. Menurut M. Yahya Harahap, seorang

hakim harus dapat memahami interogasi filosofis dan memiliki

konstitusional 4. Berkaitan dengan interogasi filosofis, hakim harus

mempertanyakan dalam dirinya sebagai berikut ;

1.Apakah Anda tidak termasuk orang yang tercela dan orang

yang tidak jujur.

2.Apakah Anda di dalam mengembang tugas pokok sebagai

hakim benar-benar telah profesional.

3.Apakah Anda mampu memberikan keadilan yang mustaqim.

4. Apakah Anda telah memamahami dan mau mengamalkan

nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

5. Apakah Anda telah memiliki pengalaman-pengalaman dan

maukah Anda meningkatkan kualitas pengetahuan di bidang

hukum.

Sementara itu hakim diberi jaminan konstitusional imunitas

oleh negara secara totalitas di dalam melaksanakan tugas pokoknya,

sekalipun Anda salah dalam menerapkan hukum secara substansial.

SEMA No.9 Tahun 1976, menyebutkan hakim tidak boleh dituntut

sekalipun salah dalam penerapan hukum.

4 M.Yahya Harahap, Diskusi Hukum, 30 April 2013 di Direktorat Jenderal Badilag MA di Jakarta.

Page 16: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

Lalu bagaimana cara memahami dan mengetahui tentang teori

hukum itu ?, paling tidak seorang hakim harus memperbanyak buku

bacaan referensi tentang hukum, termasuk teori hukum atau

mengikuti jenjang pendidikan program S2 dan S3 di berbagai

perguruan tinggi di tanah air, yang di dalamnya diajarkan mata kuliah

teori hukum. Mempelajari berbagai teori dan konsep hukum Barat,

seyogianya sebagai seorang hakim, harus melakukan kajian dan

analisis kritis, lalu melakukan apa yang disebut rekonstruksi hukum.

Sejalan dengan itu tentunya terlebih dahulu harus dipahami perjalanan

sejarah lahirnya suatu teori dan konsep hukum yang biasanya

didapatkan melalui pembelajaran dalam mata kuliah ”sejarah hukum”

pada program S2 atau S3, di mana semua teori dan konsep hukum itu

didasarkan pada pandangan atau aliran filsafat tertentu yang

merupakan bagian dari suatu peradaban tertentu. Teori-teori yang

sifatnya legalistik, dogmatik, normatif, positivistik, jelas-jelas

merupakan produk barat, yang serupa dengan paham filsafat liberalis,

individualis, dan sekuler di barat, di mana diantara sekian banyak

teori hukum atau konsep hukum itu, ada yang tidak sesuai dengan

nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia, termasuk

nilai-nilai hukum Islam seperti yang penulis gambarkan dalam

beberapa contoh kasus di atas. Sehubungan dengan itu, merupakan

suatu keniscayaan, perlu dipadukan antara kajian historis dan kajian

komparatif dalam memahami dan mencoba melakukan rekonstruksi

teori hukum. Harus dilakukan kajian komparatif yang membandingkan

teori dan konsep hukum barat di satu pihak, dengan teori dan konsep

hukum timur, di lain pihak, termasuk dengan teori dan konsep hukum

Islam. Teori hukum tradisional mengajarkan bahwa hukum merupakan

seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang memungkinkan

masyarakat mempertahankan ketertiban dan kebebasannya. Hukum

Page 17: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

haruslah netral dan dapat diterapkan pada siapa saja secara adil.

Penerapan hukum Islam di zaman Nabi Muhammad SAW, terbukti

mampu mengimplementasikan secara konsisten ”keadilan

substansial”, dan sama sekali tidak menomorsatukan ”keadilan

prosedural-formal” seperti yang didewa-dewakan oleh dunia barat

selama ini dan sepertinya dianut pula secara kuat oleh sebagian hakim

pengadilan agama di Indonesia. Namun demikian tidak semua teori

dan konsep hukum barat kita tolak, sebab tentu saja terdapat bagian

dari teori dan konsep barat yang mungkin cocok untuk diterapkan di

masyarakat Indonesia, termasuk hukum formal (hukum acara). Untuk

itu harus ada proses analisis yang akurat untuk mampu memilah-

milahnya. Selain itu, juga harus digali dan dipetik berbagai teori dan

konsep hukum Islam, yang dalam sejarah peradaban, pernah

menciptakan suatu masyarakat yang benar-benar madani, terutama

dalam masa keemasan Islam dan tentu saja saat inilah, kita harus

bangkit kembali mengangkat peradaban Islam yang lebih bermanfaat

pada masyarakat luas, karena siapa lagi yang akan mengangkat nilai-

nilai hukum Islam itu, kalau bukan aparat hukum (hakim) peradilan

agama di Indonesia.

Bertitik tolak dari hal-hal yang dikemukakan di atas, maka

pertanyaan pun muncul, sejauhmana peranan teori hukum dalam

memecahkan persoalan hukum yang timbul di kalangan masyarakat

Indonesia ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan

mengemukakan beberapa teori hukum dalam Islam dan teori hukum

sekuler dari dunia Barat seperti yang diuraikan di bawah ini. Tentu

saja diharapkan seorang hakim akan mampu mengaplikasikan dan

memilah antara lain beberapa teori tersebut yang cocok dan sesuai

dengan masalah yang dihadapi secara konkret dan kasuistis.

II. Beberapa Teori Hukum Dalam Islam

Page 18: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

Salah satu teori klasik yang dikenal dalam Islam adalah teori

ijtihad. Sebagaimana dipahami bahwa Ijtihad adalah aktivitas yang

dilakukan oleh seorang faqih untuk memperoleh hukum tingkat zanny.

Kata faqih berasal dari kata ”fuqaha” yang berarti ”orang yang

berbakat fiqh”, bukan berasal dari kata ”faqiihaa”, yang berarti ”orang

yang luas ilmu pengetahuan”. Pintu ijtihad bagi orang yang berbakat

fikh terbuka lebar dengan alasan bahwa hukum-hukum dalam nash

terbatas, sedangkan kegiatan manusia tidak terbatas, maka mustahil

untuk mengembalikan yang tidak terbatas pada yang terbatas 5.

1. Esensi Teori Ijtihad Wahbah Az-Zuhaily

Teori ini menyatakan bahwa ijtihad bukanlah satu kesatuan

yang utuh yang tidak dapat dibagi-bagi tanpa menguasai berbagai

masalah. Seorang mujtahid harus dapat melakukan ijtihad dalam satu

bidang tertentu. Jika tidak, maka hukum Islam akan menjadi jumud

(beku statis). Jumhur ulama mujtahid sepakat bahwa tidak boleh ada

suatu masa yang sunyi dari mujtahid yang berijtihad guna

menyelesaikan dan menetapkan hukum Islam. Mereka berpendirian

bahwa ijtihadlah yang telah membawa keharuman dan kecemerlangan

Islam, sehingga agama ini bisa beradaptasi dengan berbagai situasi

dan kondisi 6.

2. Esensi Teori Yusuf Qardhawi

Teori ini menyatakan bahwa tidak ada ijtihad tanpa

mencurahkan kemampuan. Dalam arti ada usaha mencurahkan

segenap kemampuan dalam mengikuti dalil-dalil qath’i dan meneliti

dalil-dalil zanny.Beliau menegaskan bahwa tidak ada ijtihad dalam

masalah yang qath’i. Hal ini untuk menghindarkan seseorang agar

tidak terjebak oleh arus orang yang berusaha mempermainkan agama,

yaitu yang berusaha merubah nash yang jelas pada nash yang belum

5 Abd. Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Ikhtiar Baru, Jakarta, 1996, hlm. 567.6 Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm. 70

Page 19: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

jelas, mengubah hukum qath’i menjadi zanny. Tidak boleh menjadikan

zanny menjadi qath’i. Kita harus tetap menjaga urutan tingkat hukum

sebagaimana adanya. Bila kita menghubungkan fikh dan hadis perlu

konsentrasi untuk melihat dan menganalisis illat hukum, kaidah

syariah dan tujuannya. Perlunya mujtahid mengantisipasi pembaruan

yang bermanfaat serta tidak mengabaikan semangat zaman dan

kebutuhannya7.

Dari teori ini ijtihad itu harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut ;

a. Pengerahan kemampuan dengan sungguh-sungguh.

b. Tujuan memperoleh hukum syar’i yang bersifat amali dari

dalil-dalil zanny.

c. Tidak bertentangan dengan ruh hukmi syar’i.

d. Bersifat aplikatif.

e. Berorientasi kemaslahatan 8.

Selanjutnya ditekankan, lapangan atau medan ijtihad dapat

diperankan pada hal-hal berikut ;

a.Masalah-masalah baru yang hukumnya belum ditegaskan

oleh nash al-Quran atau as-Sunnah secara jelas.

b. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum diijemakan

oleh ulama atau aimamatul-mujtahidin.

c. Nash-nash zanny dan dalil-dalil yang diperselisihkan.

d. Hukum Islam yang ma’qulul ma’na/ta’aqquly (kausalitas

hukumnya/illat-nya dapat diketahui para mujetahid).

3. Esensi Teori Ath-Thufi.

Dalil-dalil syariat itu terdiri atas sembilan belas macam.

Setelah diadakan penelitian semua pendapat ulama tercakup di

dalamnya. Dalil-dalil tersebut adalah ; Al-Kitab, As-Sunnah, Ijema al-

ummah, ijema ahl al-Madinnah, al-qiyas, perkataan sahabat rasul,

7 Ibid.8 Ibid.

Page 20: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

masalih al-mursalah, al-istihsab, al-baraah al-asliyyah, al—awaid,

istiqra, saddu az-zarai, istidhal, istihsan, al-akhzu bi al-akhaffi, al-

ismah, ijma al-kufah, ijma al-itrah, ijma al-Khulafa al-Rasyidin.

Pengertian sabda Rasul tersebut ialah menetapkan maslahat dan

menafikan (meniadakan) mudarat. Sebab, mudarat adalah kerusakan.

Jika dilarang oleh syariat, maka maslahat harus dipertahankan 9.

Dalil terkuat adalah nash dan ijma’. Keduanya terkadang selaras dan

terkadang bertentangan dengan maslahat. Jika selaras dengan

maslahat, tidak perlu dipertentangkan karena telah adanya

kesepakatan tiga dalil sekaligus bagi suatu hukum, yaitu ; nash, ijma,

dan maslahat, dengan teori yang diambil dari pengertian sabda

Rasulullah SAW, la dara wa la dirara. Jika keduanya bertentangan ,

yang harus didahulukan adalah penggunaan maslahat dari pada nash

dan ijma’. Caranya mengadakan takhsis atau tabyin terhadap

pengertian nash dan ijma’, bukan membekukan berlakunya salah satu

dari keduanya. Sama halnya dengan penjelasan sunnah terhadap ayat

al-Quran, kemudian mengamalkan pengertian sunnah.

4. Teori Qiyas (Konstruksi Masalik al-Illat)

Qiyas merupakan dalil yang paling enteng dalam

memecahkan masalah-masalah baru yang belum ditegaskan dalam

nash atau oleh pembahasan mujtahid terdahulu. Menurut Ibrahim

Hosen, pembaruan dalam bidang ini dapat ditempuh dengan cara

merumuskan kaidah pencarian dan pengujian illat yang benar-benar

baru. Dengan demikian dalam menggalakkan qiyas tidak terikat

dengan masalik al-illat gaya lama, hasil rumusan ulama terdahulu.

5. Teori Ijtihad Ibrahim Hosen

Menurut Ibrahim Hosen ijtihad adalah mengarahkan penelitian

dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat dengan

9 Ahmad Abdur Ar-Rahim As-Sayih, Risalah Fi Ri’ayat al-Maslahah Li Al-Imam Ath-Thufi, Dar Al-Misriyah Li Al-Bananiyah, Mesir, 1993, hlm. 13-18.

Page 21: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

Kitab Allah SWT dan Sunnah Rasul SAW, baik melalui nash yang

disebut qiyas (ma’qul al-nash) maupun melalui maksud dan tujuan

umum hikmah syariat yang disebut maslahat. Ijtihad tidak berlaku di

bidang akidah dan akhlak. Dengan alasan sebagai berikut ;

a.Akidah hanya berwenang dibicarakan oleh ilmu tauhid (ilmu

kalam), ahlinya disebut ulama tasawuf (moral).

b.Pengertian ijtihad yang telah dirumuskan oleh para ahli fikh

dan ahli ushul itu, berlaku hanya di bidang hukum yang

berkaitan dengan tingkah laku dan perbuatan orang dewasa

yang dibicarakan oleh ilmu fikh dan usul fikh dan orangnya

disebut ”faqih” dan ”ahli ushul” 10.

II. beberapa Teori Hukum Sekuler dari Dunia Barat

Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut ;

1. Teori Kedaulatan Negara

Teori Kedaulatan Negara ini dipelopori oleh John Austin, yang

esensi ajarannya adalah ;”Law..was the command of sovereign,

artinya; hukum adalah perintah pihak yang berdaulat. Hal ini dapat

diikhtiarkan bahwa kedaulatan negara yang digunakan itu,

berdasarkan kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki oleh pihak yang

berkuasa.

Yang menjadi ukuran bagi hukum bukanlah benar atau salah,

bermoral atau tidak, melainkan hukum merupakan apa saja yang

diputuskan dan dijalankan oleh kelompok masyarakat yang paling

berkuasa.11 Hukum ditafsirkan menurut keinginan yang

menafsirkannya, dan penafsir akan menafsirkan sesuai dengan

perasaan dan kepentingannya sendiri, sehingga yang namanya

keadilan hanya merupakan semboyan retorika yang digunakan oleh

10 Juhaya S. Praja, Op cit, hlm. 85.11 Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis, Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Cipta Aditya Bakti, Bandung,2003, hlm.1-2.

Page 22: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

kelompok mayoritas untuk menjelaskan apa yang mereka inginkan,

dan keinginan pihak minoritas tidak pernah menjadi hasil penafsiran

hukum dan akan selalu menjadi bulan-bulanan hukum.12

Fakta di depan mata, penegakan hukum di Indonesia masih

carut marut, dan hal ini sudah diketahui dan diakui oleh sebagian

besar masyarakat Indonesia dan juga komunitas masyarakat

internasional. Bahkan banyak pendapat yang menyatakan bahwa

penegakan hukum, acap kali dipandang bersifat diskriminatif,

inkonsisten, dan hanya mengedepankan kepentingan kelompok

tertentu, padahal seharusnya penegakan hukum merupakan ujung

tombak terciptanya tata hukum yang baik dalam masyarakat.

Apakah warga negara memiliki kewajiban moral natural untuk

mematuhi negara? Atas dasar apa negara mewajibkan masyarakat

mematuhi hukum? Apakah negara itu sendiri memang legitim dan

karenanya berwenang memaksakan kehendaknya pada masyarakat?.

Kecenderungan mengedepankan pendekatan prosedural formal, di

satu pihak; dan mengabaikan substansi hukum, di lain pihak, dapat

menjadi indikasi ketidakmampuan negara memenuhi fungsi pokoknya

sebagai pembela dan menjamin pelaksanaan hak warga negara.

Kenyataan ini sekaligus menjadi lonceng kematian keadilan, ketika

hukum sebagai iuris secara sadar dilepaskan dari dimensi substansinya

sebagai ius. Karena itu, beralasan untuk menegaskan bahwa hukum,

bukan sekedar sekumpulan peraturan. Hukum adalah norma untuk

menjamin dan melindungi hak warga negara. Itulah sebabnya

penganut teori hukum kodrat ataupun pendukung positivisme

berpendapat bahwa tujuan hukum hanya dapat tercipta apabila hukum

dibangun dengan kesadaran dan tanggungjawab moral untuk

membela keadilan.

12 Munir Fuady, Ibid.hlm. 21.

Page 23: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

2. Teori Kedaulatan Hukum

Teori ini menyatakan bahwa hukum itu bersifat mengikat,

bukan karena dikehendaki oleh negara, namun lebih dikarenakan

kesadaran hukum dari masyarakat itu sendiri. Prof.Mr.H.Krabbe dalam

bukunya ”Die Lehre Rechtssouvernitat” berpendapat bahwa kesadaran

hukum berpangkal pada perasaan setiap individu yaitu bagaimana

seharusnya hukum itu.13

Teori ini dalam tataran praktikal, sedikit mengalami kesulitan,

karena tingkat kesadaran hukum, masing-masing orang pasti berbeda

dan sangat bergantung pada faktor kepentingan yang ingin dicapai.

Salah satu contoh putusan Mahkamah Konstitusi dalam sengketa

Pilkada, banyak daerah yang tidak mau melaksanakan putusan

Mahkamah Konstitusi, padahal lembaga ini adalah pengawal konstitusi.

Kenapa demikian karena pihak yang kalah dalam Pilkada tidak mau

secara demokratis menerima kekalahan tersebut. Mereka lebih

cenderung mencari-cari masalah, agar pihak yang kalah dapat

memperpanjang masa jabatannya, minimal akan mendapatkan

kesempatan dalam posisi atau kedudukan caraceter sebagai pelaksana

tugas sebagai Bupati/Walikota/Gubernur dan pada akhirnya pihak

yang menang dalam Pilkada tidak mendapat tempat dan kesempatan

untuk tampil sebagai pimpinan daerah.

3. Esensi Teori Rudolf Stammler

Stammler berpendapat, apa yang dikehendaki manusia

dalam kehidupan sosial adalah hidup bersama yang teratur. Untuk

menjamin hidup bersama yang teratur itu, dibutuhkan perbuatan,

yakni pengaturan segala hal yang terdapat dalam kehidupan bersama

itu. Perbuatan mengatur itu, wujudnya adalah hukum. Hidup bersama

yang teratur, menghendaki adanya hukum sebagai penjamin

13 Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hukum, STIH ”IBLAM”, Jakarta, 2004, hlm.62.

Page 24: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

keteraturan. Kehendak akan hukum itulah yang oleh Stammler disebut

kehendak yuridis. Kehendak yuridis ini harus menjadi dasar dan syarat

seluruh aturan hukum positif. Tanpa kehendak yuridis (menjamin

keteraturan dalam hidup bersama), suatu aturan hukum positif tidak

memiliki arti normatif . Oleh karena itu ”kehendak yuridis (dalam arti

formal) inilah yang merupakan prinsip terakhir segala pengertian

tentang hukum. Ia tidak berkaitan dengan isi kaidah hukum,

sebaliknya ia merupakan bidang formal. Sifat mewajibkan (sifat

normatif) dari hukum harus bertolak dari segi formalnya (bentuknya),

bukan isinya (matreri)”.14

Di sinilah kemudian melahirkan makna transedental yang sifatnya

mewajibkan, di mana kehendak yuridis menuntut supaya orang-orang

menaati aturan-aturan hukum. Jadi hukum itu menuntut secara legal.

4. Esensi Teori Talcott Parsons

Teori hukum ini lahir dari penganut aliran sosiologis, penulis

dapat mengemukakan bahwa Parsons melihat masyarakat sebagai

salah satu totalitas yang mempunyai dua macam lingkungan, yaitu:

ultimate reality dan fisik organik. Untuk menghadapi kedua

lingkungan tersebut, masyarakat mengorganisir diri ke dalam

beberapa sub-sistem, masing-masing : sub sistem ekonomi, politik,

sosial dan budaya. Menurut Achmad Ali, tiap-tiap sub sistem memiliki

fungsi khas, yaitu;

a.Sub sistem ekonomi berfungsi adaptasi ( adaptation ), berarti

bagaimana masyarakat itu memiliki fungsi yang dapat

memamfaatkan sumber daya di sekitarnya secara fisik organik.

b.Sub sistem politik berfungsi pencapaian tujuan ( goal

pursuance ), berarti setiap warga masyarakat selalu mempunyai

kebutuhan untuk mengetahui ke arah mana tujuan masyarakat

14 Satjipto Rahardjo, Ibid, hlm. 125.

Page 25: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

itu digerakkan. Dengan politik, masyarakat dihimpun sebagai

satu totalitas untuk menentukan satu tujuan bersama.

Contohnya; masyarakat Indonesia bertujuan untuk mencapai

masyarakat yang adil dan makmur.

c.Sub sistem sosial berfungsi integrasi ( integration ), berarti

proses/hubungan di dalam masyarakat diintegrasikan menjadi

satu, sehingga masyarakat dapat merupakan satu kesatuan.

Contohnya dengan adanya peraturan perkawinan, maka

diintegrasikan orang-orang yang telah menikah itu mengadakan

hubungan suami istri.

d.Sub sistem budaya berfungsi mempertahankan pola (

pattern maintenance ), berarti tanpa kebudayaan, maka

masyarakat tidak dapat berintegrasi dan tidak dapat berdiri

sebagai kesatuan. Contohnya mengusahakan adanya ”pattern

maintenance” melalui penataran P415.

Parsons memandang manusia dalam dua wujud, yakni ;

i.Manusia sebagai individu yang memiliki empat sub sistem,

yaitu ; cultural system, social system, personality, dan

behavioral organism.

ii.Manusia sebagai warga masyarakat yang memiliki empat sub

sistem, yaitu ; cultural system, social system, political system

dan economy sistem.16

Secara ”behavioral organism”, manusia pada umumnya

sama,tetapi mengapa kepribadiannya berbeda-beda? Ini disebabkan

karena secara kultural, mereka berbeda-beda. Jika Aco, Becce dan La

Tuwo masing-masing melakukan hubungan secara timbal balik, maka

selain pisik mereka berhubungan, juga berhubungan kepribadian

mereka. Hubungan inilah yang membentuk ”social system”. Interaksi

15 Achmad Ali, Ibid, hlm. 299.16 Achmad Ali, Ibid, hlm. 300.

Page 26: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

di dalam masyarakat berbentuk ” system of expectations”.inilah yang

mengakibatkan kalau manusia itu masuk ke dalam jaringan ”social

system”, maka dengan sendirinya manusia itu telah berada dalam

jaringan ”system of expectations” .

Apa yang dimaksud dengan ”system of expectations” , penulis

dapat memberikan contoh sebagai berikut ; ”Di dalam suatu keluarga

yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya, tidak hanya terjadi

interaksi antara seorang pria dewasa yang kebetulan berstatus ayah

dengan seorang wanita dewasa yang kebetulan berstatus ibu dan juga

dengan manusia-manusia kecil yang kebetulan berstatus anak,

melainkan justru yang menjadikan ciri sebagai keluarga adalah adanya

”system of expectations” , yaitu terjadinya harapan-harapan akibat

terjadinya perubahan status dari status bujang menjadi suami dan dari

status gadis menjadi istri.

Perubahannya antara lain, pada waktu masih bujangan, si pria

tadi biasanya ada yang bebas keluyuran di luar rumah sampai pagi,

bebas pacaran dengan beberapa orang wanita, bebas berpoya-poya

dengan menghabiskan gajinya atau penghasilannya. Tetapi dengan

selesainya pria tadi menikah dan statusnya pun berubah menjadi

suami, maka muncullah ”expectation” sebagai suami. ”Expectation”

atau sesuatu yang diharapkan dari seorang ayah itu adalah bahwa

keadaan seperti dulu ketika ia masih bujang, tidaklah benar jika ia

masih mau mengulanginya lagi.

Demikian pula sebaliknya pada si istri. Ketika ia masih gadis,

ada diantaranya yang bebas berteman dan bergaul dengan pria mana

saja yang diinginkannya dengan aneka ragam alasan; teman sekolah,

teman kerja, teman gaul atau teman akrab, sudah kayak saudara dan

sebagainya. Sehari semalam tentu boleh saja digunakan untuk

berdandan di depan cermin, tetapi dengan perubahan statusnya

Page 27: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

setelah menjadi istri, muncullah ”expectation” sebagai istri.

”Expectation” atau sesuatu yang diharapkan dari seorang istri itu,

adalah bahwa keadaan dan kebiasaan seperti ketika ia masih gadis,

sudah salah jika ia masih ingin meneruskannya.

Apa arti suami?, apa arti istri?, dan apa arti anak?. Tentu

memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Seorang suami memiliki

”expectation”, dalam arti; diharapkan untuk tidak lagi bagadang dan

membuang-buang waktu, lalu pulang ke rumah pada pagi hari, tidak

bergaul bebas dengan wanita-wanita lain yang bukan muhrimnya dan

tidak menghabiskan gajinya atau penghasilannya buat berpoya-poya

di luar rumah. Demikian pula seorang istri memiliki ”expectation”,

dalam arti diharapkan untuk tidak bergaul ”bebas” dengan pria lain,

selain suaminya, juga tidak hanya mengurus dirinya sendiri sampai

berdandan berjam-jam lamanya, hanya untuk kepentingan

penampilan di luar rumah dan untuk kepentingan orang lain,

sementara di rumah tidak menghiraukan suaminya, bahkan

cenderung berpenampilan alakadarnya dengan pakaian yang kusut,

kotor dan berbau aroma yang tidak menyenangkan. Demikian pula

seorang anak memiliki ”expectation”, bahwa apa yang ia harus

lakukan terhadap kedua orang tuanya, baik dalam bentuk ketaatan

maupun dalam bentuk pengabdian.

Pada kenyataannya ”expectations” atau harapan-harapan itu,

tidak selalu selaras dengan ”performance” atau kenyataan. Ketika

terjadi perbedaan antara ”expectation” dengan ”performance”, maka

hubungan itu menjadi tidak ideal, muncul sikap dan perilaku yang

egois, yang pada gilirannya hilang rasa percaya dan mudah timbul

persepsi dan pendapat yang berbeda yang pada akhirnya

menimbulkan perselisihan dan pertengkaran (syikak) dalam keluarga.

Menurut penulis, bahwa yang memberikan arti dan solusi pada

Page 28: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

”system of expectations” adalah kaidah-kaidah, yang di dalamnya

terdapat; kaidah agama, kaidah hukum, kaidah sosial, kaidah moral

dan kesopanan. Kaidah-kaidah ini sangat menentukan tampilnya

”expectation” dari seseorang.

5. Esensi Teori George Gurvitch

Teori hukum ini dari kubu Neo-Positivisme. Gurvitch

berpendapat ”kenyataan normatif itu adalah keadilan. Hidup dalam

masyarakat hanya dapat berjalan aman, damai, dan stabil berkat

hubungannya dengan keadilan. Sejumlah orang, baru menjadi

kelompok yang riil, bila mereka mengalami kelompoknya sebagai

suatu ”kita”. ’Aku’ dan ’engkau’ menjadi bersatu sebagai ’kita’. Ini bisa

terwujud jika keadilan menjadi nilai hidup bersama yang utama. Juga

dalam membentuk hukum positif, keadilan harus memegang peranan

yang penting. Hukum itu mendapat arti hukum yang sesungguhnya,

berkat nilai keadilan yang diwujudkannya”.17

Jadi kenyataan normatif dalam hukum, dapat diartikan sebagai

perwujudan nilai keadilan dalam realitas empiris hidup bersama yang

merupakan dasar materiil hubungan-hubungan sosial antara manusia,

artinya bahwa tiap-tiap hidup bersama sejumlah orang mendapat

bentuknya sebagai hidup berkelompok berdasarkan kenyataan

normatif.

6. Esensi Teori Responsif

Teori hukum ini lahir dan digagas oleh Nonet-Selznick. Hukum

responsif merupakan teori tentang profil hukum yang dibutuhkan

dalam masa transisi. Karena harus peka terhadap situasi transisi di

sekitarnya, maka hukum responsif tidak saja dituntut menjadi sistem

yang terbuka, tetapi juga harus mengandalkan keutamaan tujuan,

17 Satjipto Rahardjo, Loc.cit, hlm. 148.

Page 29: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

yaitu tujuan sosial yang ingin dicapainya serta akibat-akibat yang

timbul dalam bekerjanya hukum itu. 18

Apa yang dikatakan Nonet dan Selznick, sebetulnya ingin

mengeritik model analytical jurisprudence atau rechtsdogmatiek yang

hanya berkutat di dalam sistem hukum positif.19 Model yang mereka

sebut dengan tipe hukum otonom. Hukum Responsif sebaliknya,

pemahaman mengenai hukum melampaui peraturan atau teks-teks

dokumen dan looking towards pada hasil akhir, akibat dan manfaat

dari hukum itu.20. Itulah sebabnya, hukum responsif mengandalkan

dua doktrin utama. Pertama, hukum itu harus fungsional, pragmatik,

bertujuan dan rasional. Kedua, kompetensi menjadi patokan evaluasi

terhadap semua pelaksanaan hukum.

Karena kompetensi sebagai tujuan berfungsi sebagai norma

kritik, maka tatanan hukum responsif, menekankan pada ;

a. Keadilan substantif sebagai dasar legitimasi hukum

b. Peraturan merupakan sub-ordinasi dari prinsip dan kebijakan

c. Pertimbangan hukum harus berorientasi pada tujuan dan

akibat bagi kemaslahatan masyarakat.

d. Penggunaan diskresi sangat dianjurkan dalam pengambilan

keputusan hukum dengan tetap berorientasi pada tujuan

e. Memupuk sistem kewajiban sebagai ganti sistem paksaan

f. Moralitas kerjasama sebagai prinsip moral dalam menjalankan

hukum

g. Kekuasaan didayagunakan untuk mendukung vitalitas hukum

dalam melayani masyarakat.

h. Penolakan terhadap hukum harus dilihat sebagai gugatan

terhadap legitimasi hukum

18 Satjipto Rahardjo, Op cit, hlm. 206.19 Satjipto Rahardjo, Makalah Hukum Progresif (Penjelajahan Suatu Gagasan), Semarang, 2004.20 Satjipto Rahardjo, Ibid, hlm.4

Page 30: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

i. Akses partisipasi publik dibuka lebar dalam rangka integrasi

advokasi hukum dan sosial.21

Dalam konteks inilah, hukum responsif menurut Nonet-Selznick,

merupakan upaya dalam menjawab tantangan untuk melakukan

sintesis antara ilmu hukum dan ilmu sosial. Menurut mereka, suatu

sintesis dapat dicapai bila kajian tentang pengalaman hukum

menemukan kembali persambungannya dengan ilmu hukum klasik

yang sifatnya lebih intelektual akademik. Ilmu hukum selalu lebih dari

sekadar bidang akademik yang dipahami oleh hanya segelintir orang.22

Jadi teori hukum, tidaklah buta terhadap konsekuensi sosial dan tidak

pula kebal dari pengaruh sosial. Ilmu hukum memperoleh fokus dan

kedalaman, ketika ia secara sadar mempertimbangkan implikasi-

implikasi yang dimilikinya untuk tindakan dan perencanaan

kelembagaan. Menurut Nonet-Selznick, untuk membuat ilmu hukum

lebih relevan dan lebih hidup, harus ada reintegrasi antara teori

hukum, politik hukum dan teori sosial.23. Teori Pound mengenai

keseimbangan kepentingan-kepentingan sosial, merupakan sebuah

usaha yang lebih eksplisit untuk mengembangkan sebuah model

hukum responsif itu.24

7. Esensi Teori Progresif

Teori hukum progresif, tidak lepas`dari gagasan Prof.Satjipto

Rahardjo, yang galau dengan cara penyelenggaraan hukum di

Indonesia. Pemikiran hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya,

yaitu hukum untuk manusia. Hukum progresif menganut ideologi,

hukum yang pro-keadilan dan hukum yang pro-rakyat. Dengan

ideologi ini, dedikasi para pelaku hukum mendapat tempat yang utama

untuk melakukan pemulihan. Para pelaku hukum dituntut

21 Satjipto Rahardjo, Ibid, hlm. 4.22 Satjipto Rahardjo, Op cit, hlm. 211.23 Satjipto Rahardjo, Ibid.24 Satjipto Rahardjo, Ibid.

Page 31: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

mengedepankan kejujuran dan ketulusan dalam penegakan hukum.

Mereka harus memiliki empati dan kepedulian pada penderitaan yang

dialami rakyat dan bangsa ini. Kepentingan rakyat (kesejahteraan dan

kebahagiaannya), harus menjadi titik orientasi dan tujuan akhir

penyelenggaraan hukum.

Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi

hukum progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada

peraturan, tapi pada kreativitas pelaku hukum mengaktualisasikan

hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Para pelaku hukum

progresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan

yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu

perubahan peraturan. Peraturan yang buruk, tidak harus menjadi

penghalang bagi para pelaku hukum progresif untuk menghadirkan

keadilan, untuk rakyat dan pencari keadilan, karena mereka dapat

melakukan interpretasi secara baru setiap kali terhadap suatu

peraturan. Agar hukum dirasakan manfaatnya, maka dibutuhkan jasa

pelaku hukum yang kreatif menerjemahkan hukum itu dalam fora

kepentingan-kepentingan sosial yang memang harus dilayaninya,25

Hukum progresif, seprti juga intressenjurisprudenz, tidak sekali-

kali menafikan peraturan yang ada sebagaimana dimungkinkan dalam

aliran freirechtslehre. Meski begitu, ia tidak seperti legisme yang

mematok peraturaan sebagai harga mati atau analytical jurisprudence

yang hanya berkutat pada proses logis-formal.26. Hukum progresif itu

merangkul, baik peraturan maupun kenyataan dan kebutuhan sosial

sebagai dua hal yang harus dipertimbangkan secara matang dalam

setiap pengambilan keputusan.

Perhatian hukum progresif dan legal raelism pada tujuan dan

akibat hukum, memperlihatkan suatu cara pandang etis yang dalam

25 Satjipto Rahardjo, Ibid.26 Satjipto Rahardjo, Ibid.

Page 32: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

etika disebut etika teleologis, artinya hukum itu harus dilihat pada

aspek tujuan hukum, apa yang mau dicapai hukum itu. Oleh sebab itu

setiap kaidah hukum ada tujuan yang ingin dicapai. Cara berpikir

teleologis ini bukan tidak mengacuhkan hukum. Aturan itu penting,

tapi itu bukan ukuran terakhir. Yang lebih penting ialah tujuan dan

akibat. Sebab itu pertanyaan sentral dalam etika teleologis, ialah

apakah suatu tindakan itu bertolak dari tujuan yang baik, dan apakah

tindakan yang tujuannya baik itu, juga berakibat baik. Kiranya jelas,

baik hukum progresif maupun intressenjurisprudenz dan legal realism,

memiliki semangat dan tujuan yang sama, yaitu semangat

menempatkan kepentingan dan kebutuhan manusia sebagai tujuan

utama dari hukum.

Karena hukum progresif menempatkan kepentingan dan

kebutuhan manusia/rakyat sebagai titik orientasinya, maka ia harus

memiliki kepekaan pada persoalan-persoalan yang timbul dalam

hubungan-hubungan manusia. Salah satu persoalan krusial dalam

hubungan-hubungan sosial adalah keterbelengguan manusia dalam

struktur-struktur yang menindas, baik politik, ekonomi, maupun sosial

budaya. Dalam konteks keterbelengguan dimaksud, hukum progresif

harus tampil sebagai institusi yang emansipatoris (membebaskan)

dalam berbagai persoalan hukum yang timbul di kalangan masyarakat.

Dan hal ini sangat bergantung pada diskresi dari para pelaku penegak

hukum, ia dituntut untuk memilih dengan bijaksana bagaimana ia

harus bertindak, berdasarkan pendekatan moral dari pada ketentuan-

ketentuan formal.

III. Kesimpulan.

1.Teori-teori dan konsep hukum yang ada di Indonesia yang

merupakan produk dunia Barat, harus dikaji secara lebih komperhensif

dan mendalam serta disesuaikan dengan teori-teori hukum Islam.

Page 33: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

Teori dan konsep hukum Barat yang sesuai dengan kondisi

masyarakat Indonesia harus diterima secara lapang dada dan dinilai

sebagai khasanah kekayaan hukum Indonesia. Sebaliknya teori-teori

dan konsep hukum yang bertentangan dengan nilai budaya dan

hukum yang hidup dalam masyarakat, harus ditolak dengan tegas

dalam aplikasinya di Indonesia, baik yang berkaitan dengan hukum

formal (acara) maupun yang berkaitan dengan hukum materiil.

Kiranya jelas, diskresi bagi penegak hukum merupakan faktor

wewenang hukum yang dijalankan secara bertanggung jawab dengan

menggunakan pertimbangan moral dari pada peraturan abstrak,

karena tujuan-tujuan yang dirumuskan dalam ketentuan hukum,

seringkali begitu kabur, sehingga memberi kesempatan kepada para

hakim untuk menggunakan berbagai bentuk penafsiran hukum dalam

konteks situasi yang ia hadapi, dan di sinilah peran dan perlunya

sebuah teori dalam memecahkan persoalan hukum yang dihadapi dan

di sini pulalah, perlunya diskresi yang merupakan kelengkapan dari

sistem pengaturan oleh hukum itu sendiri.

2. Pemahaman terhadap sebuah teori hukum lalu diaplikasi dalam

berbagai kasus yang harus dipecahkan sangat diperlukan dan

membantu memecahkan persoalan hukum yang mengalami kebuntuan

atau adanya kekosongan hukum, baik hukum acara maupun hukum

materiil. Sebab hanya dengan cara itu sebagai salah satu solusi

meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), khususnya di

lingkungan peradilan agama. Sehingga diharapkan di masa yang akan

datang tidak lagi muncul sikap masyarakat yang menganggap enteng

dan remeh terhadap dunia peradilan agama seperti yang dilontarkan

oleh O.C. Kaligis baru-baru ini. Mudah-mudahan hal itu menjadi

hikmah sekaligus menjadi cambuk bagi warga peradilan agama untuk

lebih maju lagi di masa yang akan datang. Akhirnya secara pribadi dan

Page 34: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

mohon izin, penulis menghimbau kepada semua hakim peradilan

agama di Indonesia untuk tidak terpancing melihat situasi akhir-akhir

ini, termasuk pernyataan O.C. Kaligis. Sebab mereka itu dapat kita

duga adalah pihak-pihak yang kurang senang melihat atas keberadaan

peradilan agama di Indonesia. Gunakanlah kualitas kecerdasan yang

Anda miliki, yaitu ; kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan

kecerdasan spritual seperti yang digambarkan oleh Ary Ginanjar. Ada

mekanisme yang bisa kita lalui secara konstitusional yaitu berdasar

pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial,

di mana disebutkan, bahwa ; ” KY dapat melakukan langkah hukum

atau langkah lainnya terhadap orang, kelompok atau badan hukum

yang diduga merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat

hakim”. Kita tidak perlu memiliki gelar kesarjanaan yang begitu

banyak dan berlapis sebagai simbol dan tanda kecerdasan intelektual

yang dimiliki. Buat apa gelar yang dimiliki begitu banyak, akan tetapi

kita tidak mampu menggunakan kualitas kecerdasan emosional dan

kecerdasan spritual yang kita miliki. Yakinkan diri Anda bahwa

peradilan agama akan lebih maju dan jaya di masa yang akan datang

dan umat Islam di mana pun mereka berada akan selalu mendukung

kita. Semoga.-

Page 35: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

DAFTAR PUSTAKA

1. Abd. Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Ikhtiar Baru,Jakarta, 1996.

2. Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama, Jakarta,1996.

3. Ahmad Abdur Ar-Rahim As-Sayih, Risalah Fi Ri’ayat al-MaslahahLi Al-Imam Ath-Thufi, Dar Al-Misriyah Li Al-Bananiyah, Mesir,1993.

4. Al-Ghazali, Al-Mustasfa, Maktabah Babil Halabi.5. Bernard, L, dkk, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas

Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.6. M. Nur Ghufron & Rini Riswanita, S, Teori-Teori Psikologi, Ar-

Ruzz Media, Yogyakarta, 2010.

Page 36: FUNGSI TEORI HUKUM DAN HUKUM ACARA DALAM … · April 2013 dengan narasumber M. Yahya Harahap, di mana penulis pada acara tersebut hadir sebagai peserta Penulis yakin pasti bung O.C

7. M.Yahya Harahap, Diskusi Hukum, di Direktorat Jenderal BadilagMA di Jakarta, 30 April 2013.

8. Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hukum, STIH ”IBLAM”,Jakarta, 2004.

9. Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis, Paradigma KetidakberdayaanHukum, Cipta Aditya Bakti, Bandung, 2003.

10. ----------------, Teori-teori dalam Sosiologi Hukum,Prenada Media Group, Jakarta, 2011.

11. Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, CV. PustakaSetia, Bandung, 2011.

12. Robrto M. Urger, Teori Hukum Kritis Posisi Hukum dalamMasyarakat Modern, Nusamedia, 2008.

13. Salim, HS, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, PT.RadjaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.

14. Satjipto Rahardjo, Makalah Hukum Progresif (PenjelajahanSuatu Gagasan), Semarang, 2004.

15. ----------------------, Hukum dan Perubahan Sosial, GentaPublishing, Yogyakarta, 2009.

16. Sudikono Mertokusumo, Teori Hukum, Universitas AtmaJaya, Yogyakarta, 2011.

17. Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan KonstruksiHukum, PT. Alumni, Bandung, 2000.