24
Pendahuluan Komponen system renal meliputi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal yang terletak retroperitoneal di daerah lumbal memproduksi dan mengekskresi urine untuk mempertahankan homeostasis. Organ ini mengatur volume, kadar elektrolit, dan keseimbangan asam-basa pada cairan tubuh; melakukan detoksifikasi darah dan mengeliminasi zat-zat sisa; mengatur tekanan darah; dan mendukung produksi sel darah merah. 1 Gagal ginjal akut, suatu akan keadaan berhentinya fungsi ginjal secara tiba-tiba, dapat disebabkan oleh obstruksi, sirkulasi darah ayng terganggu, atau penyakit ginjal yang mendasari. Keadaan tersebut biasanya bersifat reversible setelah dilakukan terapi, namun jika tidak diterapi, keadaan ini dapat berlanjut menjadi penyakit ginjal terminal. 1 Pada scenario terdapat seorang wanita, 40 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama kedua kaki bengkak sejak 5 hari yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh BAK kemerahan, frekuensi BAK dan jumlah urin berkurang. 1

Gagal Ginjal Akut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

berbagi

Citation preview

PendahuluanKomponen system renal meliputi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal yang terletak retroperitoneal di daerah lumbal memproduksi dan mengekskresi urine untuk mempertahankan homeostasis. Organ ini mengatur volume, kadar elektrolit, dan keseimbangan asam-basa pada cairan tubuh; melakukan detoksifikasi darah dan mengeliminasi zat-zat sisa; mengatur tekanan darah; dan mendukung produksi sel darah merah.1 Gagal ginjal akut, suatu akan keadaan berhentinya fungsi ginjal secara tiba-tiba, dapat disebabkan oleh obstruksi, sirkulasi darah ayng terganggu, atau penyakit ginjal yang mendasari. Keadaan tersebut biasanya bersifat reversible setelah dilakukan terapi, namun jika tidak diterapi, keadaan ini dapat berlanjut menjadi penyakit ginjal terminal.1Pada scenario terdapat seorang wanita, 40 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama kedua kaki bengkak sejak 5 hari yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluh BAK kemerahan, frekuensi BAK dan jumlah urin berkurang.

Alamat Korespondensi:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaArjuna Utara No. 6 Jakarta 11510Telephone: (021) 5694-2061 (hunting),Fax: (021) 563-1731Email: [email protected] penilaian pasien gagal ginjal penting untuk mencoba menetapkan kemungkinan penyebab, durasi dan apakah telah terjadi komplikasi yang membahayakan jiwa, seperti edema paru. Gagal ginjal bisa ditemukan secara kebetulan bila fungsi ginjal dinilai dengan pengukuran ureum atau kreatinin, adanya hipertensi, atau gejala gagal ginjal. Manifestasi gagal ginjal akut yang dramatis bisa timbul sebagai asidosis berat, edema paru, atau ensefalopati.2Keluhan UtamaMulai dengan mencatat keluhan utama anak atau orang tua. Biarkan mereka bercerita tentang keluhannya. Lalu, ajukan pertanyaan spesifik untuk mengklarifikasi hal-hal penting. Pastikan interval waktu dan kronologi setiap peristiwa . Tanyakan juga kapan tampak sehat terakhir kali. Harus ditanyakan juga perubahan pola tidur, nafsu makan, dan aktivitas yang terjadi. Adakah penutunan berat badan? Apakah ia anak yang aktif?2 Muntah. Anda perlu menentukan frekuensi muntah dan jumlah muntahan setiap kalinya. Konsistensi dan warna muntah (tercemar empedu, jernih, berdarah) harus ditanyakan. Apakah muntah kuat atau menyemprot menunjukkan obstruksi saluran cerna atas. Apakah disertai diare atau demam?2 Buang air besar. Tanyakan mengenai frekuensi BAB dan konsistensi tinja. Tentukan apakah terdapat mucus atau darah. Bila ada darah, apakah berupa bercak atau merata? Apakah darah berwarna gelap atau segar? Apa warna tinja pucat? Apakah bau tinja tidak lazim? Apakah ada nyeri saat BAB?2 Berkemih. Apakah mengalami gejala frekuensi atau urgensi? Pada malam hari atau siang aja? Apakah disertai nyeri? Apa warna urine (merah, gelap, jernih)? Apakah bau urin lain?2 Bernapas. Apakah napas berbau aseton? Apakah mulut berbau? Bagaimana frekuensi napasnya?2

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat pengobatan dan alergi. Apakah a sudah mendapat pengobatan untuk masalahnya yang sekarang? Apakah sedang mendapat pengobatan jangka-panjang? Apakah ada alergi terhadap benda atau obat?2Riwayat KeluargaTentukan hubungan antara anak dan semua anggota keluarga yang tinggal serumah. Usia dan keadaan keadaan semua saudara kandung harus dicatat? Adakah penyakit keturunan dalam keluarga?2Riwayat SosialAnda harus menanyakan pekerjaan anggota keluarga. Adakah yang merokok dalam keluarga? Bagaimana suasana umum rumah? Bagaimana kondisi lingkungan disekitar rumah?2

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik abdomen: Palpasi: Dimulai dengan palpasi di 4 kuadran. Bila ada nyeri tekan, periksa nyeri lepas. Bila nyeri hebat, mungkin ada defans muscular atau bahkan perut papan. Bila nyeri tekan ringan atau tidak ada, lanjutkan dengan palpasi organ spesifik. Mulailah dari limpa. Pada anak limpa membesar ke arah fosa iliaka kiri, sedangkan pada anak yang lebih tua dan remaja limpa cenderung membesar sepanjang garis tengah sampai fosa iliaka kanan. Kemudian, saat inspirasi, indentifikasi tepi hati yang tajam, mulai dari fosa iliaka kanan naik ke batas iga kanan. Ballotement ginjal sebaiknya diperiksa di antara ke dua tangan. Palpasi region suprapubis untuk melihat peregangan kandung kemih. Massa pylorus akan teraba di hipokondrium kanan dekat garis tengah. Intususepsi akan teraba seperti sosis di kuadran kanan atas saat abdomen. Perkusi. Perkusi bermanfaat untuk menentukan batas hati. Bila dicurigai ada cairan di abdomen, lakukan perkusi shifting dullness. Auskultasi: Bising usus dapat terdengar keras setelah makan atau berdenting pada obstruksi parsial.2

Pemeriksaan PenunjangDiagnosis gagal ginjal akut didasarkan pada hasil pemeriksaan berikut ini:1 Pemeriksaan darah yang memperlihatkan kenaikan Kadar ureum, kreatinin, dan kalium dalam serum darah; penurunan kadar bikarbonat, nilai hematokrit serta hemoglobin; dan pH darah yang rendah. Pemeriksaan urine yang memperlihatkan adanya silinder, debris seluler, dan penurunan berat jenis urine; pada penyakit glomerulus, proteinuria, dan osmolalitas urine yang mendekati osmolalitas serum; kadar natrium dalam urine kurang dari 20 mEq/L jika oliguria terjadi karena penurunan perfusi darah dan lebih dari 40 mEq/L jika penyebab intrarenal. Tes klirens kreatinin yang mengukur laju filtrasi glomerulus dan mencerminkan jumlah nefron yang masih berfungsi yang tersisa. EKG yang memperlihatkan gelombang T yang tinggi dan runcing; pelebaran segmen QRS dan gelombang P yang menghilang jika terdapat keadaan hiperkalemia. Pemeriksaan USG, foto polos abdomen, foto BNO abdomen, urogragi eksretori, scanning renal, pielografi retrograde, CT Scan, dan nefrotomografi.

Working DiagnosisGagal Ginjal AkutGagal ginjal akut merupakan sakit yang kritis. Tanda-tanda yang dini meliputi oliguria, azotemia, dan kadang-kadang anuria. Ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolic, dan beberapa akibat berat lainnya akan terjadi ketika keadaan uremia yang dialami pasien bertambah berat dan disfungsi renal mengganggu system tubuh yang lain:1 GI: anoreksia, mual, muntah, diare atau konstipasi, stomatitis, perdarahan, hematemesis, membrane mukosa yang kering, pernapasan uremik. Sistem saraf pusat: sakit kepala, mengantuk, iritabilitas, kebingunan, neuropati perifer, serangan kejang, koma. Kulit: kering, pruritus, pucat, purpura. Kardiovaskular: pada awal penyakit, hipotensi; kemudian terjadi hipertensi, aritmia, kelebihan muatan cairan, gagal jantung, edema sistemik, anemia, perubahan mekanisme pembekuan darah. Pernapasan: adema paru, pernapasan Kussmaul.

Differential DiagnosisGagal ginjal kronikGagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus. Selain itu, pada individu yang rentan, nefropati analgesic, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pemakaian harian obat-obat analgesic selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis.3 Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan rennin dapat meningkat, dan bersama dengan kelebihan beban cairan, dan menyebabkan hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi protein plasma dan menimbulkan stress oksidatif.3Kegagalan ginjal membentuk eritropoietin dalam jumlah yang adekuat sering kali menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk pada kualitas hidup. Selain itu, anemia kronis menyebabkan penurunan oksigenasi jaringan di seluruh tubuh dan mengaktifkan reflex-refleks yang ditunjukan untuk meningkatkan curah jantung guna memperbaiki oksigenasi.3Seiring dengan perburukan penyakit, penurunan pembentukan eritropoietin menyebabkan keletihan kronis dan muncul tanda-tanda awal hipoksia jaringan dan gangguan kardiovaskular. Dapat timbul poliuria (peningkatan pengeluaran urine) karena ginjal tidak mampu memekatkan urine seiring dengan perburukan penyakit. Pada gagal ginjal stadium akhir, pengeluaran urine turun akibat GFR rendah.3

Gagal Ginjal Akut IntrarenalKegagalan intrarenal, yang juga dinamakan gagal ginjal intrinsic atau parenkimal, terjadi karena kerusakan pada sturktus ginjal yang berfungsi melakukan filtrasi, Penyebab kegagalan intrarenal diklasifikasi menjadi penyebab nefrotoksik, inflamasi, atau iskemik. Kalau kerusakan tersebut disebabkan oleh nefrotoksisitas atau inflamasi, lapisan halus di bawah epithelium (membrane basalis) akan mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi dan keadaan ini secara tipikal menimbulkan gagal ginjal kronis. Kekurangan aliran darah yang berat atau lama akibat iskemia dapat menyebabkan kerusakan renal (cedera parenkimal iskemik) dan kadar nitrogen yang berlebihahn di dalam darah (azotemia renal intrinsic).1Nekrosis tubuler akut, yang merupakan precursor kegagalan intrarenal, dapat terjadi karena kerusakan iskemik pada parenkim renal pada saat terdapat kegagalan prerenal yang tidak diketahui atau yang mendapatkan terapi yang salah; atau karena komplikasi obstetric seperti eklampsia, gagal ginjal pascapartum, abortus septic, dan perdarahan intrauteri. Kehilangan cairan menyebabkan hipotensi yang menimbulkan iskemia. Jaringan yang iskemik akan menghasilkan radikal bebas-oksigen yang toksik dan menyebabkan pembengkakan, cedera, serta nekrosis.1Penyebab gagal ginjal akut yang lain adalah pemakaian zat-zat nefrotoksik yang meliputi obat-obat analgetik, asetesi, logam berat, media kontras, pelarut organic, dan antimikroba, khususnya obat-obat antibiotic golongan aminoglikosid. Obat-obat ini menumpuk di dalam korteks renal sehingga terjadi gagal ginjal yang baru menunjukkan manifestasi secara nyata sesudah pemberian obat lain atau pajanan toksik lain. Nekrosis yang disebabkan oleh nefrotoksin cenderung seragam dan terbatas hanya pada tubulus proksimal, sedangkan nekrosis karena iskemia cenderung terlihat sebagai bercak-bercak dan tersebar di sepanjang berbagai bagian nefron.1

Nekrosis Tubuler AkutNekrosis tubuler akut, mewakili sekitar 75% kasus gagal ginjal akut dan merupakan penyebab gagal ginjal akut yang paling sering ditemukan di antara pasien yang sakit kritis. Nekroses tubuler akut menimbulkan cedera pada segmen tubuler noefron sehingga terjadi gagal ginjal dan sindrom uremik. Angka mortalitas berkisar dari 40% dari 70%, yang bergantung pada komplikasi akibat penyakit yang mendasari.1 Nekrotis tubuler akut terjadi karena cedera iskemik atau nefrotoksik dan paling sering ditemukan pada pasien dengan keadaan umum yang jelek, seperti pasien kritis atau pasien yang baru saja menjalani operasi berat. Pada cedera iskemik, aliran darah yang terputus ke dalam ginjal dapt terjadi karena kolaps sirkulasi, hipotensi berat, trauma, perdarahan, dehidrasi, syok kardiogenik atau syok spetik, pembedahan, anestesi, atau karena reaksi transfuse. Cedera nefrotoksik dapat terjadi setelah pemberian preparat antibiotic (golongan aminoglikosid), atau terjadi karena reaksi hipersensitivittas pada ginjal. Karena nekrosis tubuler akut dengan etiologi nefrotoksik tidak merusak membrane basalis nefron maka kejadian ini berpotensi bisa pulih kembali.1 Nekrosis tubuler akut biasanya sulit dikenali pada stadium dini karena efek yang ditimbulkan penyakit primer yang membuat pasien dalam kondisis sakit yang kritis dapat menutupi gejala nekrosis tubuler akut. Tanda dan gejalanya meliputi:1 Penurunan pengeluaran urine yang umumnya merupakan efek pertama yang terdeteksi Hiperkalemia Sindrom uremik dengan oliguria Membrane mukosa dan kulit yang kering Gejala SSP seperti letargi, kejang

EtiologiPenyebab gagal ginjal pada kategori pertama (prerenal), penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan fungsi ginjal; kategori kedua meliputi penyakit-penyakit ginjal, sedangkan kategori ketiga terutama terdiri dari gangguan obstruktif. Gagal ginjal akut dapat berupa prarenal, intrarenal, atau pascarenal. Penyebab kegagalan prarenal meliputi:1,4 Aritmia jantung yang menyebabkan penurunan curah jantung Gagal jantung Infark miokard Luka bakar Dehidrasi Pemakaian diuretic ayng berlebihan Perdarahan Syok hipovolemik Trauma Sepsis Emboli arteri Trombosis arteri atau vena TumorPenyebab kegagalan intrarenal meliputi: Nefrotoksin Glomerulonefritis akut Pielonefritis SLE VaskulitisPenyebab kegagalan pascarenal meliputi: Obstruksi kandung kemih Obstruksi ureter Obstruksi uretra

EpidemiologiFrekuensi kejadian GGA cukup tinggi yaitu sekitar 25-20 kasus per juta penduduk per tahun. GGA ini merupakan 1% dari jumlah penderita yang dirawat di rumah sakit dan 2-5% dari penderita yang dirawat di Unit Perawatan Intensif. Di RSUP Denpasar, dari data tahun 1986 didapat bahwa GGA merupakan 12% dari penderita yang dirawat di UPF Penyakit Dalam dan merupakan 27% dari penderita yang dirawat di Sub Unit Ginjal dan Hipertensi.5

PatofisiologiPenyebab prerental gagal ginjal akut mengakibatkan penurunan perfusi melalui penurunan volume sirkulasi darah total. Tidak ada bukti kerusakan ginjal. Penurunan volume intravaskuler menyebabkan penurunan curah jantung, menyebabkan penurunan aliran darah dalam korteks ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Dalam keadaan ini, parenkim ginjal tidak mengalami kerusakan dan untuk jangka waktu tertentu masih bersifat reversible. Jika hipoperfusi bertahan melampaui tingkat kritis ini, maka kerusakan parenkim ginjal dapat terjadi. 4, 6Kalau aliran darah renal terganggu, pengangkutan oksigen ke dalam ginjal juga terganggu. Hipoksemia serta iskemia yang terjadi dapat menimbulkan kerusakan ginjal dengan cepat dan ireversibel. Tubulus renal merupakan bagian ginjal yang paling rentan terhadap efek yang ditimbulkan oleh hipoksemia. Penyebab renal gagal ginjal akut meliputi bentuk beberapa tipe glomerulonefritis progresif cepat yang merupakan penyebab biasa gagal ginjal akut pada anak yang lebih tua. Aktivasi system koagulasi dalam ginjal, yang menghasilkan thrombosis pada pembuluh darah kecil, dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. Sindrom hemolitik-uremik merupakan penyebab gagal ginjal akut yang paling lazim dijumpai pada anak yang baru dapat berjalan.1,4Istilah nekrosis tubulus akut pada mulanya menggambarkan sindrom gagal ginjal akut tanpa adanya lesi arteri atau glomerulus. Mekanisme gagal ginjal yang dikemukaan adalah nekrosis sel tubulus. Agen tertentu (logam berat, bahan kimia) sebenarnya dapat menyebabkan gagal ginjal dengan menyebabkan nekrosis sel tubulus, tetapi perubahan histologist yang bermakna tidak terdapat pada ginjal penderita yang menderita bentuk-bentuk nekrosis tubulus akut lainnya. Mekanisme gagal ginjal yang tepat pada penderita-penderita ini belum diketahui. Kelainan perkembangan dan nefritis herediter dapat dihubungkan dengan gagal ginjal akut. Ketidakmampuan menghembat natrium dan air biasa dijumpai pada penderita yang menderita gangguan ini, tetapi kehilangan tersebut biasanya dikompensasi dengan peningkatan masukan oral. Jika masukan melalui mulut terganggu dan atau terjadi kehilangan garam dan air ekstrarenal (diare), maka hal ini, bersama dengan kehilangan garam dan air melalui urin secara terus-menerus, dapat menyebabkan pengurangan volume intravaskuler dan gagal ginjal. Penyebab pascarenal gagal ginjal akut meliputi penyumbatan pada saluran urin. Dengan dua ginjal yang berfungsi, obstruksi ureter harus bilateral agar mengakibatkan gagal ginjal.4Azotemia (keadaan terdapatnya produk yang berlebihan di dalam darah) terjadi pada 40% hingga 80% kasus gagal ginjal akut. Azotemia merupakan akibat hipoperfusi renal. Kerusakan aliran darah akan mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan peningkatan reabsorpsi natrium serta air dalam tubulus renal. Penurunan laju filtrasi glomerulus menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis metabolic. Biasanya pemulihan aliran darah renal dan laju filtrasi glomerulus akan membalikkan keadaan azotemia.1

Manifestasi KlinisKetiga tipe gagal ginjal akut biasanya terjadi melalui tiga fase yang berbeda:1, 7Fase oliguria. Oliguria dapat terjadi karena satu atau beberapa factor. Nekrosis tubulus renal dapat menyebabkan sel terlepas, pembentukan silinder, dan edema iskemik. Obstruksi tubulus yang diakibatkan menimbulknan peningkatan retrogard tekanan dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Gagal ginjal dapat terjadi dalam tempo 24 jam akibat efek ini. Filtrasi glomerulus bisa tetap normal pada beberapa kasus gagal ginjal, reabsorpsi filtrate di dalam tubulus renal dapat dipercepat. Pada keadaan ini, keadaan iskemia dapat meningkatkan permeabilitas tubulus dan menyebabkan perembesan balik. Konsep yang lain menjelaskan bahwa pelepasan angiotensi II di dalam ginjal atau redistribusi aliran darah dari korteks ke medulla dapat menimbulkan konstriksi vasa aferen sehingga terjadi peningkatan permeabilitas glomerulus dan penurunan laju filtrasi. Pengeluaran urine dapat tetap kurang dari 30ml/jam atau 400ml/hari selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Sebelum terjadi kerusakan, kedua ginjal bereaksi terhadap penurunan aliran darah dengan menahan natrium dan air. Kerusakan akan mengganggu kemampuan ginjal untuk menahan natrium. Pada keadaan ini terjadi kelebihan volme cairan, azotemia (kenaikan kadar ureum, kreatinin, dan asam urat dalam serum) dan ketidakseimbangan elektrolit. Cedera iskemik atau toksik menimbulkan pelepasan mediator dan vasokonstriksi intrarenal. Hipoksia medulla renal mengakibatkan pembengkakan sel-sel tubulus dan endotel, pelekatan sel-sel neutrofil pada kapiler serta venula, dan pengaktivan trombosit yang tidak tepat. Peningkatan iskemia dan vasokonstriksi lebih lanjut membatasi perfusi darah. Oliguria yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan nekrosis tubuler akut. Gejala klinis: jumlah urin berkurang sampai 10-30 ml sehari, dapat berlangsung 4-5 hari, kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala uremia nyata, seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, haus, napas Kussmaul, kejang. Ditemukan hiperkalemia, hiperfofatemia, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolic.Fase diuresisKetika ginjal tidak mampu lagi menahan natrium dan air maka terjadi fase dieresis, yang ditandai oleh peningkatan sekresi urine sehingga melebihi 400ml/24jam. Lajut filtrasi glomerulus mungkin normal atau meningkat tetapi mekanisme yang mendukung fungsi tubulus menjadi abnormal. Ekskresi urine yang encer menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Kadar ureum yang tinggi menimbulkan dieresis osmotic dan akibatnya terjadi kekurangan kalium, natrium, serta air. Fase dieresis dapat berlangsung selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala klinisnya adalah poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 mingguFase pemulihanJika penyebab dieresis dikoreksi, keadaan azotemia secara berangsur-angsur menghilang dan terjadi pemulihan. Fase pemulihan merupakan proses pembalikan yang terjadi secara berangsur-angsur untuk kembali kepada fungsi renal yang normal atau hampir normal selama 3-12 bulan. Gejala klinisnya adalah poliuria dan gejala uremia berkurang. Faal glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih ada kelainan kecil. Yang paling lama tergangu adalah daya mengkonsentrasi urin.

PenatalaksanaanPenatalaksanaan:6-81. Pemantauan: parameter di bawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan: Denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, tekanan vena sentral dan pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat2. Penatalaksanaan pernapasan: pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker. Jalan napas yang bersih harus dipertahankan dengan posisi kepala dan mandibula yang tepat dan aliranpengisapan darah dan secret yang sempurna. Penentuan gas darah arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan kelainan secara klinis atau laboratorium analisis gas darah, pasien harus diintubasi dan diventilasi dengan ventilator yang volumenya terukur. Volume tidal harus diatur sebesar 12 sampai 15 ml/kg, frekuensi pernapasan sebesar 12-16 per menit. Oksigen harus diberikan untuk mempertahankan PO2 sekitar 100 mmHg. 3. Pemberian cairan. Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan Ringer laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat. Kecepatan pemberian dan jumlah aliran intravena yang diperlukan bervariasi tergantung beratnya syok. Umumnya paling sedikit 1 sampai 2 liter larutan Ringer laktat harus diberikan dalam 45-60 menit pertama. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah tetap stabil, ini merupakan indikasi bawah kehilangan darah sudah minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung. Harus dilakukan transfuse darah pada pasien-pasien ini secepat mungkin, dan kecepatan serta jumlah yang diberikan disesuaikan dengan respons dari parameter yang dipantau. 4. Pemberian furosemid dosis tinggi dimaksudkan untuk mempersingkat fase oliguri, sehingga komplikasi-komplikasi dapat diperkecil. Digunakan diuretic (furosemid 1 mg/kgBB, dinaikkan berganda setiap 6-8jam sampai 10 mg/kgBB/kali). Syaratnya adalah pasien telah tidak dehidrasi dan obstruksi saluran kemih sudah disingkirkan. Diuresis paksa dianggap berhasi bila dapat meningkatkan dieresis 6-10ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam. Bila gagal, maka furosemid dianggap gagal dan harus dihentikan dan dapat diberikan dopamine 5 mg/kgBB/menit untuk meningkatkan peredaran darah ginjal. . Pemberian furosemid dosis tinggi ini merupakan kontra indikasi pada GGA postrenal. 5. Balans cairan secara cermat. Balans cairan baik bila berat badan tiap hari turun 0,1-0,2%. Cairan sebaiknya diberikan peroral. Bila pasien sering muntah, diberikan per infuse. Pada pasien anuria digunaka glukosa 10-20%m oliguria digunakan glukosa 10%:NaCL=3:1.6. Asupkan kalori minimal 50-60 kal/kgBB/hari7. Koreksi asidosis metabolic dengan NaHCO3 sejumlah ekses basa x BB x 0,3 (mEq) cukup sampai kadar NaHCO3 serum 12 mEq/l atau pH 7,20.8. Terapi simtomatika. Keluhan-keluhan yang dirasakan penderita juga harus diterapi, antara lain:b. Mual dan muntah diatasi dengan metoklopramid 2x5 mg, dapat juga dikombinasi dengan ranitidine 1-2x150mgc. Perasaan sakit atau demam dapat diatasi dengan parasetamol 2-4x500 mgd. Kejang-kejang diatasi dengan diazepam 10-20 mg parenteral. 9. Pada GGA pre renal yang belum lama berlangsung, koreksi terhadap kekurangan cairan tubuh sering segera dapat memperbaiki keadaan penderita. Keseimbangan air perlu dipertahankan dengan memberikan masukan air sebanyak 500 cc ditambah jumlah air yang keluar (lewat urine, feses, muntah) sehari sebelumnya. Keseimbangan ini dipantau dengan pemasangan kateter vena sentral dan menimbang berat badan penderita setiap hari. Diet pada GGA berupa diet tinggi kalori (2000-3000 kalori/24jam) untuk mencegah katabolisme protein, protein nilai biologi tinggi 0,5 g/kgBB/24jam. Kalori dapat diambilkan dari karbohidrat dan lemak. Elektrolit yang perlu diperhatikan adalah natrium dan kalium. Apabila terdapat hiponatremia, harus segere dikoreksi dengan memberikan Na Hipertonis. Natrium harus sudah dikoreksi bila kadarnya dalam plasma kurang dari 118 meq/L. Bila tidak terdapat hiponatremia, pemberian Na dibatasi 500 mg/24jam. Ion K sangat dibatasi atau dhindari sama sekali karena sering terjadi hiperkalemia, terutama pada fase anuri.

KomplikasiGagal ginjal mepengaruhi banyak proses tubuh. Komplikasi dapat meliputi:1,4 Demam dan menggigil yang menunjukkan infeksi Asidosis metabolic akibat penurunan ekskresi ion hydrogen Anemia akibat filtrasi eritrosis pada glomerulus, atau pedarahan yang menyertai disfungsi trombosit; hipoksia jaringan yang menstimulasi peningkatan respirasi dan kerja pernapasan Sepsis karena penurunan imunitas yang diantarai sel darah putih Gagal jantung akibat kelebihan muatan cairan dan anemia yang menyebabkan beban kerja tambahan pada jantung Keadaan mudah terjadi hiperkoagulasi akibat kelainan pada jumlah atau fungsi protein antikoagulan, factor koagulasi, trombosit atau mediator endotel yang mengakibatkan perdarahan atau gangguan pembekuan Perubahan status mental dan sensibilitas perifer akibat efek yang ditimbulkan pada sel-sel saraf yang sngat sensitive; keadaan ini terjadi sekunder karena retensi toksin, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis

PrognosisPrognosis untuk pemulihan fungsi ginjal tergantung pada gangguan yang mempercepat gagal ginjal secara umu, pemulihan fungsi yang kemungkinan terjadi pasca gagal ginjal adalah akibat dari sebab-sebab prerenal, sindrom hemolitik-uremik, nekrosis tubulus akut, nefritis interstisialis akut, atau nefropati asam urat. Sebaliknya, pemulihan fungsi ginjal tidak lazim terjadi bila gagal ginjal diakibatkan oleh sebagian besar tipe glomerulonefritis progresif cepat, thrombosis vena renalis bilateral, atau nekrosis korteks bilateral.4

PencegahanDietPengelolaan diet pasien penting untuk semua jenis gagal ginjal. Diet yang mengandung cukup kalori supaya terhindar dari katabolisme protein, sekaligus menghindari surplus (kelebihan) nitrogen. Katabolisme akan meningkatkan BUN karena pemakaian otot sebagai sumber protein tubuh. Pada umumnya, protein dibatasi sampai 0,5 g/kgBB/hari. Asupan karbohidrat dipertahankan pada 100 g/kgBB/hari. Untuk pasien dengan hiponatremia, natrium, kalium, dan air-bebas harus dibatasi. Pasien yang tidak dapat menoleransi makanan per oral yang cukup dapat diberikan nutrisi parenteral total (NPT) dan emulsi lemak untuk tambahan sumber kalori nonprotein.9AktivitasPasien dengan ARF merasa cepat lelah sehingga terjadi intoleransi aktivitas. Anemia yang dialami pasien juga dapat meningkatkan rasa lelah. Pasien ayng sakit akut perlu tirah baring untuk mengurangi kebutuhan metabolic. Kegiatan dapat ditingkatkan perlahan jika fungsi ginjal sudah membaik. Keseimbangan kegiatan dan istirahat perlu diperhatikan. Apabila tenaga pasien sudah pulih, pasien dianjurkan jalan-jalan sebagai latihan aerobic.9

KesimpulanGagal ginjal akut dapat disebabkan karena gangguan pada ginjal pasien. Hal ini biasanya didasari salah satunya karena kekurangan cairan dan elektrolit tubuh dan ditambah dengan ketidakadekuatnya ginjal untuk mengkompensasi kekurangan cairan tersebut. Kekurangan cairan intravaskuler akan mengakibatkan penurunan curah jantung yang akan menyebabkan berbagai gejala lainnya. Dari data hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, makan dapat didiagnosis anak tersebut terkena asidosis metabolic dengan gagal ginjal akut et causa syok hipovolemik.

Daftar Pustaka1. Kowalak JP, Wlsh W, Mayer B. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2011.h. 555-560. (1)2. Dacre J, Kopelman P. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: EGC; 2004.h. 290-303. (2)3. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2000.h. 729-730.4. Behrman RE, Robert MK, Ann MA. Ilmu kesehatan anak Nelson vol . 1. Ed. 15. Jakarta: EGC; 2005.h. 254-5.5. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta: EGC; 1999.h. 95-6. 6. Richard N. Mitchell, et al. Buku saku dasar patologis penyakit Robbins & Cotran. Ed 7. Jakarta: EGC; 2008.h. 96-8. 7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius; 2000.h. 491-2. 8. Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun kedaruratan medis. Ed. 5. Jakarta: EGC; 1998.h. 1-6. 9. Aziz MF, Witjaksono J, Rasjidi HI. Panduan pelayanan medic: model interdisiplin penatalaknsanaan kanker serviks dengan gangguan ginjal. Jakarta: EGC; 2008.h. 34-7. (12-9)

13