Upload
dohanh
View
256
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU PENGGUNAAN ALAT
PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI DEPARTEMEN
METALFORMING PT. DIRGANTARA INDONESIA (PERSERO)
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH:
MOCHAMMAD IQBAL M.S
NIM: 1110101000022
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2014
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, November 2014
MOCHAMMAD IQBAL MAULANA S, NIM: 1110101000022
Gamabaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada
Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014
Xiii + 72 Halaman, 2 Bagan, 7 Tabel, 3 Lampiran
ABSTRAK
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan tahap akhir dari metode
pengendalian bahaya. Namun penggunaan APD akan menjadi sangat penting apabila
pengendalian secara teknis dan administratif yang telah dilakukan secara maksimal
sebelumnya masih memiliki potensi bahaya yang tergolong tinggi. Manfaat menggunakan
APD saat bekerja sangat besar dalam mencegah kecelakaan kerja, namun dalam
kenyataannya masih banyak pekerja yang tidak menggunakan APD dengan baik dan sesuai
dengan potensi bahaya pada saat bekerja.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross
sectional Jumlah sampel yang digunakan yaitu seluruh pekerja di Departemen Metalforming
PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yaitu 50 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47 pekerja (94%) tidak menggunakan APD, 45
pekerja (90%) berpendidikan rendah, 41 pekerja (82%) memiliki masa kerja baru, 27 pekerja
(54%) memiliki pengetahuan baik, 46 pekerja (92%) memiliki APD cukup,
Saran dari penelitian ini yaitu meningkatkan kesadaran pekerja terkait penggunaan
APD, bahaya potensial ditempat kerja dan kesadaran pentingnya menjaga keselamatan dan
kesehatan pada saat bekerja. Selain itu peruasahaan diharapkan lebih memperketat
pengawasan penggunaan APD dan memberikan penghargaan atau hukuman terkait
penggunaan APD pada saat bekerja.
Daftar bacaan : 26 (1958-2013)
Kata kunci : Perilaku Pekerja, Alat Pelindung Diri (APD), Pengetahuan, Pendidikan, Masa
Kerja, Ketersediaan APD, Pelatihan, PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
DEPARTEMENT OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduated Thesis, November 2014
MOCHAMMAD IQBAL MAULANA S, NIM: 1110101000022
The Factors Associated With the Behavior of the Use of Personal Protective Equipment
(PPE) for Workers at the Departement of Metalforming of PT. Indonesian Aerospace
(Persero) in 2014
Xiii + 72 Pages, 2 Charts, 7 Tables, 3 Attachment
ABSTRACT
Use of Personal Protective Equipment (PPE) is the final stage of hazard control
methods. However, the use of PPE will be very important if the control is technically and
administratively to the maximum has been done before still have a relatively high potential
danger. The benefits of using PPE when working very large in preventing workplace
accidents, but in reality there are many workers who do not use PPE properly and in
accordance with the potential hazards at work.
This research is a descriptive study with a quantitative approach and using cross
sectional method. The number of samples used were all workers in the Department of
Metalforming PT. Aerospace Indonesia (Persero) is 50 people.
The results showed that the 47 workers (94%) did not use PPE, 45 workers (90%)
with low education, 41 workers (82%) have a new working period, 27 workers (54%) have a
good knowledge of, 46 workers (92%) have sufficient PPE.
The suggestion of this research is to improve awareness of workers related to the use
of PPE, potential hazards in the workplace and awareness of the importance of maintaining
the safety and health at work. Additionally peruasahaan expected to tighten supervision over
the use of PPE and giving rewards or penalties related of the use of PPE.
Reading list : 26 (1958-2013)
Keywords :Behavior Workers, Personal Protective Equipment (PPE), Knowledge,
Education, Work Period, Availabiliy of PPE, Training, PT. Indonesian
Aerspace.
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI:
Nama : Mochammad Iqbal Maulana S.
Tempat/Tanggal Lahi r : Depok/9 Desember 1992
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Berat/tinggi badan : 60 kg/168 cm
Alamat : Jl. Datuk Kuningan No.9 RT 03/03 Kelurahan Beji,
Kecamatan Beji, Kota Depok. 16421.
Telp : 0251-7774081 / 081213046173
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1. 1997 - 1998 : RA AN-NURIYAH
2. 1998 - 2004 : MI AN-NURIYAH
3. 2004 - 2007 : SMP Negeri 5 Depok
4. 2007 - 2010 : SMA Negeri 6 Depok
5. 2010 - sekarang : Program Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
PENDIDIKAN NON-FORMAL
2013 : Basic Fire Fighting Training oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan
Bencana Jak-Sel.
2013 : QHSE Management System Socialization and Fire Fighting Training oleh PT.
IMECO INTER SARANA.
PENGALAMAN ORGANISASI
2013 – 2014 : Wakil Ketua Biro Event Organizer Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Shalawat dan salam
tercurah bagi junjungan Nabi Muhammad SAW. Syukur Alhamdulillah peneliti dapat
menyelesaikan skripsi “Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun
2014” dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih atas dukungan yang
telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada:
1. Kedua orang tua saya, Bapak Drs. Syaepudin dan Ibu Lilih Solihat, S.Pdi.
Terimakasih atas kasih sayang, kesabaran, doa dan dukungannya sehingga penulis
dapat melanjutkan pendidikan dan menyelesaikan skripsi ini.
2. Adik saya tercinta, Siti Maghfira. Terimakasih atas dukungannya, semoga dapat
segera meraih gelar sarjana dan ikut membahagiakan papah dan mamah.
3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.
5. Ibu Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D dan Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si
selaku dosen pembimbing. Terimakasih telah memberikan bimbingan dan
dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai sesuai dengan jadwal.
6. Ibu Iting Shofwati, ST, M.KKK, Ibu Yuli Amran, SKM, MKM dan Ibu Meilani
Anwar, M.Epid selaku dosen penguji, terimakasih atas masukannya yang sangat
berguna bagi kelancaran penulisan skripsi ini.
7. Segenap Bapak/Ibu dosen program studi Kesehatan Masyarakat yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.
8. Bapak Sudaryanto dan seluruh staff K3LH PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
Terimakasih telah membimbing penulis ketika melakukan proses penelitian
dilapangan.
9. Seluruh pekerja Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero),
terimakasih atas kerjasamanya dalam memberikan informasi terkait penelitian ini.
10. Teman-teman Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) 2010,
terimakasih atas kebersamaannya.
v
11. Sahabat terbaik Angga, Evi, Nia, Supri, Icha, Isni, Siva, Eliza, Anis, terimakasih
atas dukungan dan perhatiannya selama penulis mengenyam pendidikan di bangku
perkuliahan. Semoga kita semua menjadi orang sukses, semua mimpi dan cita-cita
tercapai. Amin, semangat!
12. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2010, terimakasih atas kebersamaannya
selama 4 tahun terakhir.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.
Jakarta, November 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN........................................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................................ vi
DAFTAR ISI................................................................................................................ viii
DAFTAR BAGAN...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL....................................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 3
1.3 Pertanyaan Penelitian...................................................................................... 4
1.4 Tujuan............................................................................................................. 4
1.4.1. Tujuan Umum........................................................................................ 4
1.4.2. Tujuan Khusus....................................................................................... 4
1.5 Manfaat.......................................................................................................... 5
1.5.1 Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)................................................ 5
1.5.2. Bagi Peminatan K3 Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta 5
1.5.3. Bagi Mahasiswa..................................................................................... 5
1.6 Ruang Lingkup............................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja............................................................... 7
2.1.1 Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)................................... 7
2.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).................................... 7
2.2 Kecelakaan Kerja.......................................................................................... 8
2.3 Perilaku......................................................................................................... 12
2.3.1. Teori Perilaku...................................................................................... 12
2.3.2. Batasan Perilaku.................................................................................. 13
2.3.3. Determinan Perilaku............................................................................ 14
2.3.4. Pembentukan Perilaku......................................................................... 15
2.3.5. Faktor-Faktor Perilaku......................................................................... 16
vii
2.3.5.1. Faktor-Faktor Predisposisi............................................................. 16
2.3.5.1.1. Tingkat Pendidikan.................................................................. 16
2.3.5.1.2. Pengetahuan............................................................................. 16
2.3.5.1.3. Masa Kerja............................................................................... 17
2.3.5.1.4. Sikap........................................................................................ 18
2.3.5.2. Faktor-Faktor Pendukung.............................................................. 18
2.3.5.2.1. Ketersediaan Alat Pelindung Diri............................................ 18
2.3.5.2.2. Pelatihan................................................................................... 19
2.3.5.3. Faktor-Faktor Pendorong............................................................... 20
2.3.5.3.1. Pengawasan.............................................................................. 20
2.3.5.3.2. Hukuman dan Penghargaan..................................................... 20
2.3.6. Pengukuran Perilaku............................................................................. 21
2.4 Hirarki Pengendalian Kecelakaan................................................................. 21
2.5 Alat Pelindung Diri...................................................................................... 23
2.5.1. Definisi Alat Pelindung Diri................................................................ 23
2.5.2. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri....................................................... 24
2.5.3. Syarat-Syarat Alat Pelindung Diri........................................................ 25
2.5.4. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri............................................................. 26
2.5.5. Penyimpanan dan Pemeliharaan Alat Pelindung Diri........................... 33
2.5.6. Kelemahan Alat Pelindung Diri............................................................ 34
2.6 Kerangka Teori.............................................................................................. 35
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep.......................................................................................... 36
3.2 Variabel yang Tidak Diteliti.......................................................................... 37
3.2 Definisi Operasional...................................................................................... 38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian.............................................................................................. 39
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................ 39
4.3 Populasi dan Sampel..................................................................................... 39
4.4 Instrumen Penelitian..................................................................................... 39
4.5 Uji Validitas dan Realibilitas........................................................................ 40
4.6 Teknik Pengambilan Data............................................................................ 41
4.7 Pengolahan Data........................................................................................... 41
viii
4.8 Analisis Data................................................................................................ 43
4.9 Penyajian Data.............................................................................................. 43
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum PT. Dirgantara Indonesia................................................ 44
5.1.1. Profil Perusahaan................................................................................... 44
5.1.2. Visi dan Misi Perusahaan...................................................................... 44
5.1.3. Satuan Kerja.......................................................................................... 45
5.2. Gambaran Penggunaan APD pada pekerja di Departemen Metalforming
PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014.......................................
51
5.3. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan Tingkat
Pendidikan.................................................................................................
52
5.4. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan Masa
Kerja...........................................................................................................
53
5.5. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan Pengetahuan.....
54
5.6. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan Ketersediaan
APD...........................................................................................................
55
5.7. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan
Pelatihan....................................................................................................
56
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian.............................................................................. 57
6.2 Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun
2014...........................................................................................................
57
6.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Pekerja di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014..............................................
60
6.4 Gambaran Masa Kerja Pekerja di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014..............................................
61
6.5 Gambaran Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun
2014...........................................................................................................
62
ix
6.6 Gambaran Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada
Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
Tahun 2014................................................................................................
64
6.7 Gambaran Pengetahuan Pekerja di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014.............................................
65
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan................................................................................................... 67
7.2 Saran......................................................................................................... 68
7.2.1. Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)........................................... 68
7.2.2. Bagi Pekerja Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia
(Persero)............................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 70
LAMPIRAN
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori......................................................................................... 35
Bagan 3.1 Kerangka Konsep..................................................................................... 36
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................................. 38
Tabel 5.1 Standar Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero)..................................
48
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014..............
51
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014..............
52
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014..............
53
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014..............
54
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan APD di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014..............
55
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014..............
56
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan sampai tahun
2013 tidak kurang dari enam pekerja meninggal dunia setiap hari akibat kecelakaan kerja
di Indonesia. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan negara Eropa yang
hanya sebanyak dua orang meninggal dunia setiap harinya karena kecelakaan kerja.
Sementara menurut data International Labor Organization (ILO), di Indonesia rata-rata
per tahun terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja. Dari total tersebut, sekitar 70%
berakibat fatal yaitu kematian dan cacat seumur hidup (ILO, 2013).
PT. Jamsostek menyatakan dalam tahun 2012 terjadi total 103.000 kasus
kecelakaan kerja. Diwilayah Jawa Barat dan Banten terjadi 37.390 kasus kecelakaan kerja
dengan pembayaran klaim mencapai Rp 139,6 miliar. Sementara diwilayah pantura
seperti Bekasi, Cikarang, Karawang dan Purwakarta terdapat 10.109 kasus kecelakaan
kerja dengan total pembayaran klaim sebesar Rp 45 miliar (Jamsostek, 2013).
Setiap aktivitas yang melibatkan manusia, mesin dan material yang melalui
tahapan proses produksi memiliki risiko bahaya dengan tingkatan risiko berbeda-beda
yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan
dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber bahaya
akibat dari aktivitas kerja di tempat kerja. Umumnya di semua tempat kerja selalu
terdapat sumber-sumber bahaya. Hampir tidak ada tempat kerja yang sama sekali bebas
dari sumber bahaya (Sahab, 1997).
Dalam usaha melaksanakan program K3 dan mencegah kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, biasanya dilakukan usaha-usaha yang dapat mengendalikan resiko bahaya
2
yang biasa dikenal dengan hirarki pengendalian resiko. Umumnya terdapat lima metode
dalam hirarki pengendalian resiko yaitu eliminasi, substitusi, engineering, administratif
dan alat pelindung diri. Eliminasi yaitu dengan cara menghilangkan bahaya kerja,
substitusi dengan cara mengganti bahan atau proses kerja dengan yang lebih aman,
engineering dengan cara membuat pelindung pada bagian mesin yang membahayakan
pekerja, administratif dengan cara job rotation dan terakhir yaitu Alat Pelindung Diri
(APD).
Penggunaan alat pelindung diri sebenarnya menempati prioritas pengendalian
resiko paling akhir, setelah pengendalian dengan eliminasi, substitusi, engineering dan
pengendalian secara administratif tidak berhasil dilakukan. Banyak perusahaan yang lebih
memiliki menggunakan pilihan terakhir yaitu dengan merekomendasikan pemakaian Alat
Pelindung Diri (APD) sebagai tindakan proteksi dini terhadap bahaya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang timbul ditempat kerja. Penggunaan APD yang baik, dapat
memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dari keparahan dampak kecelakaan kerja dan
dapat mendukung kinerja karyawan, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan
produktivitas baik karyawan maupun perusahaan (Absari, 2006).
PT. Dirgantara Indonesia (Persero) merupakan salah satu perusahaan
penerbangan di Asia yang berpengalaman dan berkompetensi dalam rancang bangun,
pengembangan, dan manufacturing pesawat terbang. Kegiatan produksi PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) didukung oleh 232 unit mesin dan peralatan. Selain itu, terdapat
beberapa peralatan lainnya yang tersebar di berbagai lini perakitan, laboratorium,
pelayanan dan unit pemeliharaan. Melalui pelaksanaan program restrukturisasi di awal
tahun 2004, PT. Dirgantara Indonesia (Persero) saat ini didukung oleh kurang lebih
4064 karyawan dengan unit bisnis bagian saat ini yaitu Aircraft Integration (Pesawat
dan Helicopter), Aircraft Services (Maintenance, Overhaul, Perbaikan dan Perubahan),
3
Aerostructure (Parts dan komponen, sub sidang, sidang peralatan dan perlengkapan),
Engineering services (teknologi komunikasi, teknologi simulator, solusi teknologi
informasi, design center) dan Corporation.
Kejadian kecelakaan kerja di PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2013 mengalami peningkatan dan paling banyak terjadi di
departemen Metalforming. Pada tahun 2012 kejadian kecelakaan kerja di departemen
Metalforming terdapat 2 kasus (18,18%) dari total 11 kasus kecelakaan kerja di PT.
Dirgantara Indonesia (Persero). Kemudian pada tahun 2013 meningkat menjadi 3 kasus
(50%) dari total 6 kasus kecelakaan. Setelah dilakukan investigasi oleh tim K3LH PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) diketahui bahwa salah satu faktor dari setiap kasus
kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Dirgantara Indonesia (Persero) adalah tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri dengan benar (PT. Dirgantara Indonesia, 2013).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 50 pekerja di
Departemen Metalforming, PT. Dirgantara Indonesia (Persero) diketahui bahwa 37
pekerja (74%) tidak menggunakan Alat Pelindung Diri yang sesuai dengan potensi
bahaya pekerjaan mereka. Hal ini menunjukan terdapat permasalahan terkait perilaku
penggunaan Alat Pelindung Diri pada pekerja. Oleh karena itu, peneliti ingin
melakukan penelitian mengenai gambaran faktor-faktor perilaku penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara
Indonesia (Persero).
4
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun
2014?
2. Bagaimana gambaran faktor predisposisi (Pengetahuan, Pendidikan dan Masa
Kerja) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia
(Persero) tahun 2014?
3. Bagaimana gambaran faktor pendukung (Pelatihan dan Ketersediaan APD) pada
pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun
2014?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran faktor-faktor perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
tahun 2014.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun
2014.
b. Mengetahui gambaran faktor predisposisi (Pengetahuan, Pendidikan dan Masa
Kerja) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia
(Persero) tahun 2014.
5
c. Mengetahui gambaran faktor pendukung (Pelatihan dan Ketersediaan APD)
pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
tahun 2014.
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
a. Perusahaan akan mendapat informasi mengenai perilaku penggunaan alat
pelindung diri pada pekerja di departemen metalforming di PT. Dirgantara
Indonesia (Persero).
b. Dapat dijadikan bahan tambahan studi kepustakaan PT. Dirgantara Indonesia
(Persero).
1.5.2 Bagi peminatan K3 progam studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
a. Sebagai sarana membina kerjasama dengan perusahaan di bidang K3.
b. Sebagai masukan yang bermanfaat dalam kurikulum pembelajaran di peminatan
K3.
1.5.3 Bagi mahasiswa
a. Sebagai sarana penerapan dan pengaplikasian keilmuan K3 yang diperoleh di
perkuliahan.
b. Sebagai sarana menemukan gambaran tempat kerja yang sebenarnya.
c. Sebagai sarana menambah ilmu dan pengalaman.
6
1.6 Ruang Lingkup
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor
perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Faktor-faktor yang akan diteliti yaitu
Pengetahuan, Pendidikan, Masa Kerja, Pelatihan dan Ketersediaan APD. Kegiatan
penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014 di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
desain cross sectional. Menggunakan data primer dengan instrumen kuesioner dan lembar
observasi.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.1.1. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang
mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit,
kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan. OHSAS 18001:2007
mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor
yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan
pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di
tempat kerja. Dari definisi keselamatan dan kesehatan kerja di atas serta
definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan OHSAS dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah suatu program yang harus diterapkan guna menjamin
keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja.
2.1.2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Secara umum, kecelakaan diartikan sebagai kejadian yang tidak
terduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena mengabaikan keselamatan kerja
atau berperilaku tidak selamat. Cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah
dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan
pengawasan yang ketat (Silalahi, 1995).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada dasarnya adalah usaha untuk
mencari dan menemukan kelemahan yang memungkinkan terjadinya
8
kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah
pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2002) tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pekerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-
baiknya selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
gizi pekerja.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
2.2. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang selalu mempunyai sebab dan selalu
berakibat kerugian. Menurut Dessler (2003: 649-652) ada dua penyebab utama timbulnya
kecelakaan dalam perusahaan.
a) Kondisi yang tidak aman
Kondisi yang tidak aman adalah kondisi mekanik atau fisik yang
mengakibatkan kecelakaan. Yang termasuk dalam kondisi ini antara lain meliputi:
a. Peralatan yang tidak diamankan dengan baik
9
b. Peralatan yang rusak
c. Pengaturan atau prosedur yang berbahaya, atau disekitar mesin-mesin
atau peralatan
b) Tindakan yang tidak aman
Tindakan yang tidak aman merupakan sebab utama kecelakaan dan
manusialah yang menimbulkan tindakan tidak aman tersebut. Yang termasuk
dalam kategori tindakan yang tidak aman ini antara lain:
a. Tidak mengamankan peralatan.
b. Tidak menggunakan pakaian pelindung atau peralatan pelindung tubuh
c. Membuang benda sembarangan.
d. Bekerja dengan kecepatan yang tidak aman, apakah terlalu cepat atau
terlalu lambat.
e. Menyebabkan tidak berfungsinya alat pengaman dengan
memindahkan, menyesuaikan atau memutuskan.
f. Menggunakan peralatan yang tidak aman dalam memuat,
menempatkan, mencampur atau mengkombinasi.
g. Mengambil barang dengan posisi yang tidak aman dibawah beban yang
tergantung.
h. Mengangkat barang dengan ceroboh.
i. Mengganggu, menggoda, bertengkar, bermain dan sebagainya.
Kondisi yang tidak aman dan tindakan yang tidak aman tersebut akan
mengakibatkan kecelakaan kerja dan bilamana sering terjadi akan mengancam
operasi perusahaan.
Kecelakaan kerja ini dapat langsung mengakibatkan:
10
a. Penderitaan fisik tenaga kerja, misalnya kematian, cacat tubuh dan
sebagainya.
b. Kehilangan waktu kerja, kerusakan harta benda dan lain sebagainya.
Menurut Harianja (2005: 316) ada beberapa penyebab kecelakaan kerja
yaitu:
a. Faktor manusia
Manusia memiliki keterbatasan diantaranya lelah, lalai, atau
melakukan kesalahan-kesalahan. Yang disebabkan oleh persoalan
pribadi atau keterampilan yang kurang dalam melakukan pekerjaan.
b. Faktor peralatan kerja
Peralatan kerja bisa rusak atau tidak memadai, untuk itu perusahaan
senantiasa harus memperhatikan kelayakan setiap peralatan yang
dipakai dan melatih pegawai untuk memahami peralatan kerja tersebut.
c. Faktor lingkungan
Lingkungan kerja bisa menjadi tempat kerja yang tidak aman, sumpek
dan terlalu penuh, penerangan dan ventilasinya yang tidak memadai.
Selain hal diatas menurut Fathoni (2006:110) penyebab terjadi
kecelakaan yaitu:
a. Berkaitan dengan sistem kerja yang merupakan penyebab utama dan
kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi. Diantaranya
tempat kerja yang tidak baik, alat atau mesin-mesin yang tidak
mempunyai sistem pengamanan yang tidak sempurna, kondisi
penerangan yang kurang mendukung, saluran udara yang tidak baik
dan lain-lain.
11
b. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia bisa yang dalam hal
akibat dan sistem kerja, tetapi biasa juga bukan dari kelalaian
manusianya selaku pekerja. Seperti malas, ceroboh, menggunakan
peralatan yang tidak aman dan lain-lain.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2011:163) beberapa sebab yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan yaitu :
a) Keadaan Tempat Lingkungan Kerja.
a. Penyusunan dan penyimpangan barang-barang berbahaya
kurang diperhitungkan keamanannya
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya
b) Pengaturan Udara
a. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja
yang kotor, berdebu, dan berbau tidak enak).
b. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
c) Pengaturan Penerangan
a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang
d) Pemakaian Peralatan Kerja
a. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpan pengaman yang baik.
e) Kondisi fisik dan mental pegawai
a. Kerusakan alat indera, stamina karyawan yang tidak stabil
b. Emosi karyawan yang tidak stabil, kepribadian karyawan yang
rapuh, cara berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah,
12
motivasi kerja rendah, sikap karyawan yang ceroboh, kurang
cermat, dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas
kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko bahaya.
2.3. Perilaku
2.3.1. Teori Perilaku
Perilaku manusia berhubungan dengan keadaan individu dan
lingkungannya. Perilaku manusia didorong oleh motif tertentu sehingga
manusia berperilaku (Ircham, 2005). Teori perilaku menurut Ircham (2005),
yaitu:
a. Teori insting
Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku bawaan dan akan
mengalami perubahan karena pengalaman.
b. Teori dorongan (drive theory)
Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu
mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-
dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme
yang mendorong organisme berperilaku.
c. Teori insentif (incentive theory)
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu
disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan
mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga
disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang
negatif. Reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah
dan akan mendororong organisme dalam berbuat. Sedangkan
13
reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman dan akan
menghambat organisme berperilaku.
d. Teori atribusi
Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang.
Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal
motif, sikap, dan sebagainya), atau oleh keadaan eksternal (Ircham,
2005).
2.3.2. Batasan Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh suatu
organisme atau makhluk hidup. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca dan
sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua
kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skiner, seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari
luar. Dalam teori Skiner dibedakan adanya dua respon:
a. Respondent respons atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Stimulus ini disebut
eleciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang
relatif tetap.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
14
perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing
stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka Notoatmodjo
(2003) membagi perilaku menjadi dua:
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap
yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan
belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).
2.3.3. Determinan Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat tergantung
pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari yang bersangkutan. Faktor-
faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua
faktor yaitu:
15
a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini
sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku
seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi
perilaku manusia ke dalam tiga domain yakni: kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu: pengetahuan, sikap dan praktik
atau tindakan (Notoatmodjo, 2007).
2.3.4. Pembentukan Perilaku
Menurut Ircham (2005) ada beberapa cara pembentukan perilaku
diantaranya:
a. Kebiasaan (Condisioning)
Pembentukan perilaku dengan cara membiasakan diri untuk
berperilaku seperti yang diharapkan, sehingga akan terbentuklah
perilaku tersebut.
b. Pengertian (insight)
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau
insight. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu
belajar dengan disertai adanya pengertian.
16
c. Menggunakan model
Pembentukan perilaku dengan menjadikan pemimpin sebagai
model atau contoh oleh yang dipimpinya. Cara ini didasarkan atas
social learning theory atau Observational learning theory yang
dikemukakan oleh Bandura (1977).
2.3.5. Faktor-Faktor Perilaku
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku menurut teori
Lawrence Green:
2.3.5.1. Faktor-faktor predisposisi
2.3.5.1.1. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang
pernah diikuti oleh seseorang. Tingkat pendidikan ini erat kaitannya
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing pekerja. Pada
umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang pernah
dicapai seseorang, maka semakin banyak pula pengetahuan yang
didapat dan dipelajari oleh orang tersebut.
Menurut penelitian, tingkat pendidikan sangat berpengaruh
terhadap pengetahuan pekerja dan membentuk perilaku secara
langsung maupun tidak langsung (Kudus, 2003).
2.3.5.1.2 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera
17
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Penelitian Rogers
mengatakan bahwa perilaku apabila didasari oleh pengetahun,
kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat lebih
tahan lama dibandingkan jika tidak didasari oleh pengetahuan dan
sikap yang negatif. Menurut pengetahuan yang positif mengenai suatu
hal maka diharapkan seseorang akan berbuat yang baik sesuai dengan
apa yang diketahuinya.
Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sejenis yang
dilakukan oleh beberapa peneliti. Salah satunya penelitian yang
dilakukan Hapidin di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan
Komajang, terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
pekerja dalam menggunakan APD (Hapidin, 2007).
2.3.5.1.3 Masa Kerja
Pengalaman seseorang dalam bekerja dapat diperoleh
berdasarkan masa kerja seseorang, semakin lama bekerja maka
pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak. Lama kerja
menyanngkut jumlah waktu yang telah dilewati oleh pekerja semenjak
pekerja masuk pertama kali bekerja di perusahaan sampai saat ini.
Bertambahnya masa kerja seseorang akan mempengaruhi
kuantitas dan kualitas pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja
maka mereka akan lebih berhati-hati dalam bekerja karena mereka
sudah paham akan resiko akibat dari bekerja jika kurang hati-hati.
Kategori senior dan junior dalam pekerjaan umumnya
merupakan hasil dari lama kerja tiap pekerja. Seorang pekerja
18
termasuk kedalam pekerja baru atau junior apabila bekerja selama
kurang dari dua tahun. Dan masuk menjadi senior apabila sudah
bekerja selama lebih dari dua tahun (Winardi, 2004).
Menurut penelitian yang dilakukan Kudus, masa kerja seorang
pekerja berpengaruh dengan perilakunya dalam penggunan APD.
Seseorang dengan dengan masa kerja lama cenderung lebih
memperhatikan aspek keselamatan karena dipengaruhi oleh
pengalamannya pada saat bekerja (Kudus, 2003).
2.3.5.1.4 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata meunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku.
Teori Green ini bertolak belakang dengan penelitian yang
dilakukan Linggasari di PT. Kiat Pulp & Paper Tbk, tidak terdapat
hubungan antara sikap pekerja dengan perilaku penggunaan APD pada
saat bekerja. (Linggasari, 2008)
2.3.5.2. Faktor-faktor pendukung
2.3.5.2.1 Ketersediaan Alat Pelindung Diri
Teori Green menyatakan bahwa hasil belajar seseorang adalah
terjadinya perubahan perilaku. Perubahan perilaku didasari adanya
perubahan atau penambahan pengetahuan sikap dan keterampilannya.
19
Namun demikian, perubahan pengetahuan dan sikap ini belum
merupakan jaminan terjadinya perubahan perilaku sebab perilaku
tersebut kadang-kadang memerlukan dukungan material dan
penyediaan sarana (enabling factors).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumbung, tidak
ada hubungan antara ketersediaan APD dengan perilaku penggunaan
APD. Sebagian besar pekerja menyatakan bahwa ketersediaan APD
yang disediakan perusahaan telah mencukupi namun terdapat beberapa
jenis APD yang kurang nyaman pada saat dipakai. Sehingga pekerja
tidak disiplin dalam menggunakannya (Sumbung, 2000).
2.3.5.2.2 Pelatihan
Pelatihan adalah salah satu metode terbaik yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi perilaku manusia yang bertujuan
dalam pengembangan kebiasaan perilaku bekerja yang aman. Pelatihan
mempunyai pengaruh yang besar dan merupakan suatu alat pemotivasi
yang kuat dalam keselamatan. Melalui pelatihan seseorang umumnya
dapat diberikan tiga hal yaitu pengetahuan, keterampilan dan motivasi.
Menurut penelitian yang dilakukan Sumbung, tidak terdapat
hubungan antara pelatihan dengan penggunaan APD. Meski sebagian
besar pekerja pernah mengikuti pelatihan terkait K3, pengetahuan
mereka mengenai penggunaan APD tergolong kecil. Hal ini mungkin
terjadi dan membuktikan bahwa pelatihan tersebut tidak sukses
mengubah perilaku atau memberikan pengetahuan lebih kepada para
pekerja (Sumbung, 2000).
20
2.3.5.3. Faktor-faktor pendorong
2.3.5.3.1 Pengawasan
Sistem pengawasan termasuk segala usaha penegakan peraturan
yang harus dipatuhi yang merupakan salah satu cara guna
meningkatkan keselamatan kerja (ILO, 1989). Pengawasan
berpengaruh terhadap perilaku seorang pekerja. Pekerja kerap kali
mengindahkan peraturan yang telah ditetapkan karena longgarnya
pengawasan yang dilakukan oleh pihak perusahaan.
Menurut penelitian yang dilakukan Hapidin, tidak terdapat
hubungan antara pengawasan dengan penggunaan APD. Hal ini terjadi
karena pengawasan hanya dilakukan oleh pihak internal sehingga
kurang tegas menghadapi pekerja yang lebih senior, maka pengawasan
terkesan kurang mengenai sasaran (Hapidin, 2007).
2.3.5.3.2 Hukuman dan Penghargaan
Hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau
kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan
(Syaaf, 2008). Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku.
Hukuman tidak hanya berorientasi untuk menghukum pekerja yang
melanggar peraturan melainkan sebagai kontrol terhadap lingkungan
kerja sehingga pekerja terlindungi dari kecelakaan kerja.
Sedangkan penghargaan adalah konsekuensi positif yang
diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan
mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang
diharapkan (Syaaf, 2008). Jika digunakan sebagaimana mestinya,
21
penghargaan dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan optimisme
dalam diri si penerimanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Syaaf, terdapat
hubungan antara pemberian hukuman dan penghargaan dengan
perilaku penggunaan APD pada pekerja (Syaaf, 2008). Dengan
pemberian hukuman dan penghargaan akan merangsang motivasi
pekerja untuk bekerja dengan baik dan mematuhi peraturan, salah
satunya dengan menggunakan APD pada saat bekerja sesuai dengan
ketentuan yang sudah ditetapkan.
2.3.6. Pengukuran Perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua
cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku
yang baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan atau observasi,
yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara
keselamatannya dalam bekerja. Sedangkan secara tidak langsung
menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan
melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah
dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005).
2.4. Hirarki Pengendalian Kecelakaan
Untuk mengatasi bahaya keselamatan dan kesehatan yang muncul di tempat
kerja, perlu dilakukan suatu pengendalian bahaya. Menurut PERMENAKERTRANS
No.08/MEN/VII/2010, pengusaha atau pengurus wajib melaksanakan manajemen
APD ditempat kerja, meliputi:
22
a. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD
b.Pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan
kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh.
c. Pelatihan
d. Penggunaan, perawatan, dan penyimpanan
e. Penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan
f. Pembinaan
g. Inspeksi
h. Evaluasi dan pelaporan
Pengendalian resiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian
(Hirarchy of Control). Hirarki pengedalian resiko adalah suatu urutan-urutan dalam
pencegahan dan pengendalian resiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa
tingkatan secara berurutan (Tarwaka, 2008).
Hirarki atau metode yang dilakukan untuk mengendalikan risiko antara lain:
a. Eliminasi (Elimination)
Eliminasi dapat didefinisikan sebagai upaya menghilangkan
bahaya. Eliminasi merupakan langkah ideal yang dapat dilakukan
dan harus menjadi pilihan utama dalam melakukan pengendalian
risiko bahaya. Hal ini berarti eliminasi dilakukan dengan upaya
mengentikan peralatan atau sumber yang dapat menimbulkan
bahaya.
b. Substitusi (Substitution)
Substitusi didefinisikan sebagai penggantian bahan yang berbahaya
dengan bahan yang lebih aman. Prinsip pengendalian ini adalah
23
menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang
lebih aman ataulebih rendah tingkat resikonya.
c. Rekayasa (Engineering Control)
Rekayasa (Engineering Control) merupakan upaya menurunkan
tingkat risiko dengan mengubah desain tempat kerja, mesin,
peralatan atau proses kerja menjadi lebih aman. Ciri khas dalam
tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam
bagaimana membuat lokasi kerja yang memodifikasi peralatan,
melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan
mengurangi frekuansi dalam melakukan kegiatan berbahaya.
d. Administrasi
Dalam upaya sacara administrasi difokuskan pada penggunaan
prosedur seperti SOP (Standart Operating Procedurs) sebagai
langkah mengurangi tingkat risiko.
e. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri merupakan langkah terakhir yang dilakukan
yang berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya
yang ditimbulkan.
2.5. Alat Pelindung Diri
2.5.1. Definisi Alat Pelindung Diri
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA),
Personal Protective Equipment (PPE) atau Alat Pelindung Diri (APD)
didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka
atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards)
24
di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik,
mekanik dan lainnya.
Menurut Suma’mur (1992), alat pelindung diri adalah suatu alat yang
dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan
kerja. Alat pelindung diri merupakan salah satu cara untuk mencegah
kecelekaan dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh
akan tetapi mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi.
2.5.2. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri
1. Undang-Undang No.1 tahun 1970.
a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Menyatakan bahwa salah satu syarat-syarat
keselamatan kerja adalah dengan cara memberikan Alat Pelindung
Diri (APD) pada pekerja.
b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan
menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru tentang Alat Pelindung
Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
c. Pasal 12 butir b: Tenaga kerja diwajibkan untuk memakai Alat
Pelindung Diri (APD).
d. Pasal 12 butir e: Pekerja boleh mengatakan keberatan apabila Alat
Pelindung Diri (APD) yang diberikan diragukan keamanannya.
e. Pasal 13: Barang siapa yang akan memasuki suatu tempat kerja,
diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan
memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan.
f. Pasal 14 butir c: Pengurus (pengusaha) diwajibkan mengadakan
secara cuma-Cuma, semua Alat Pelindung Diri (APD) yang
25
diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya
dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat
kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan
kerja.
2. PERMENAKERTRANS No.08/MEN/VII/2010
a. Pasal 2 ayat 1: Pengusaha wajib menyediakan APD bagi
pekerja/buruh ditempat kerja.
b. Pasal 6 ayat 1: Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki
tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai
dengan potensi bahaya dan risiko.
2.5.3. Syarat-syarat Alat Pelindung Diri
Pemilihan APD yang handal secara cermat merupakan persyaratan
mutlak yang sangat mendasar. Pemakaian APD yang tidak tepat dapat
mencelakakan pekerja yang memakainya karena mereka tidak terlindung dari
bahaya potensial yang ada di tempat mereka terpapar. Jadi, pemilihan APD
harus sesuai ketentuan seperti berikut (Boediono, 2003) :
a. Harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh
tenaga kerja.
b. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak
menyebabkan rasa tidak nyaman yang berlebihan.
c. Harus dapat dipakai secara fleksibel dan bentuknya harus cukup
menarik.
26
d. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya
yang dikarenakan bentuk dan bahayanya tidak tepat atau karena
salah dalam penggunaannya.
e. Harus memenuhi standar yang telah ada dan tahan lama.
f. Tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
g. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah
pemeliharaannya.
Menurut Suma’mur (1992) persyaratan yang harus dipenuhi alat
pelindung diri:
a. Nyaman dipakai
b. Tidak mengganggu kerja
c. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya
2.5.4. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri
a) Alat Pelindung Kepala
Menurut bentuknya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
a. Safety Helmet
Safety Helmet dipakai untuk melindungi kepala dari bahaya
kejatuhan, terbentur dan terpukul oleh benda-benda keras atau
tajam. Safety helmet harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Tahan terhadap pukulan atau benturan
2. Tidak mudah terbakar
3. Tahan terhadap perubahan cuaca (suhu dan kelembaban
udara yang tinggi dan rendah)
4. Tidak menghantarkan listrik
27
5. Ringan dan mudah dibersihkan
6. Bagian dalam dari topi pengaman biasanya dilengkapi
dengan anyaman penyangga yang berfungsi untuk
menyerap keringat dan juga untuk mengatur pertukaran
udara
7. Khusus bagi pekerja tambang dan terowongan, topi
pengaman dilengkapi dengan lampu pada bagian depannya.
b. Hood
Hood digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya bahan-bahan
kimia, api, dan panas radiasi yang tinggi.
c. Hair Cap
Hair Cap digunakan untuk melindungi kepala dari kotoran atau
debu dan melindungi rambut dari bahaya terjerat oleh mesin-mesin
yang berputar.
Alat pelindung kepala wajib digunakan dengan tujuan :
1. Mencegah rambut pekerja agar tidak terjerat oleh mesin
yang berputar.
2. Bahaya terbentur oleh benda tajam/keras yang dapat
menyebabkan luka gores.
3. Bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-
benda yang melayang di udara
4. Panas radiasi, api dan percikan bahan-bahan kimia korosif
Alat pelindung kepala dapat dibuat dari berbagai bahan seperti:
a. Plastik (bakelite)
28
Keuntungannya yaitu enak dipakai karena ringan, sangat tahan
terhadap benturan atau pukulan benda-benda keras dan tidak
menyalur listrik.
b. Serat gelas (fiber glass)
Keuntungannya yaitu sangat tahan terhadap asam atau basa kuat.
b) Alat Pelindung Mata dan Wajah
Alat pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata dari
percikan bahan-bahan korosif, kemasukan debu atau partikel kecil yang
melayang di udara, paparan gas-gas atau uap yang dapat menyebabkan
iritasi pada mata, dan benturan benda keras.
Menurut bentuknya, alat pelindung mata digolongkan menjadi :
a. Kaca mata (Spectacles) dengan atau tanpa pelindung samping
b. Goggles
Kurang disenangi karena selain tidak nyaman alat ini juga akan
menutupi mata dengan ketat sehingga tidak terjadi pertukaran
udara di dalamnya yang akibatnya lensa dari goggles mudah
mengembun. Untuk mencegah terjadinya pengembunan, lensa
dilapisi dengan suatu bahan hidrofil atau goggles dilengkapi
dengan lubang-lubang ventilasi. Lensa ini dapat dibuat dari bahan:
Plastik (poly carbonat, cellulose acetat, poly carbonat vinyl) yang
transparan atau kaca policarbonat jenis plastik yang mempunyai
daya tahan yang paling besar terhadap benturan.
c. Tameng muka
29
Untuk melindungi mata dari radiasi elektro magnetik yang tidak
mengion (infra merah, ultra violet) lensa ini dilapisi dengan oksida
dari cobal dan diberi warna biru atau hijau juga untuk mengurangi
kesilauan. Sedangkan yang mengion (sinar x) lensa tersebut
dilapisi oleh timah hitam (Pb).
c) Alat Pelindung Telinga
Alat pelindung ini bekerja sebagai penghalang antara sumber
bising dan telinga dalam. Selain dapat berfungsi melindungi telinga
dari ketulian akibat kebisingan tetapi juga untuk melindungi telinga
dari percikan api atau logam-logam yang panas misalnya pada
pengelasan.
Alat pelindung telinga dibedakan menjadi :
a. Sumbat telinga (Ear plug)
b. Tutup telinga (Ear muff)
d) Alat Pelindung Pernafasan
Alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas,
uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat
racun, korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat
berupa masker yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel
yang lebih besar yang masuk kedalam pernafasan. Masker ini biasanya
terbuat dari kain dan juga respirator yang berguna untuk melindungi
pernafasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas.
30
Respirator dapat dibedakan atas chemical respirator,
mechanical respirator, dan cartidge atau canister respirator dengan
Salt Contained Breating Apparatus (SCBA) yang digunakan untuk
tempat kerja yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen serta
Air Supplay Respirator yang mensuplai udara bebas dari tabung
oksigen.
e) Alat Pelindung Badan
Alat yang berfungsi untuk melindungi badan dari temperatur
ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau logam cair, semburan
dari tekanan yang bocor, penetrasi benda tajam dan kontaminasi debu.
Macam-macam alat pelindung badan yaitu:
a. Apron
Ketentuan memakai sebuah apron pelindung harus dibiasakan
diluar baju kerja. Apron kulit dipakai untuk perlindungan dari
rambatan panas nyala api.
b. Pakaian pelindung
Dengan menggunakan pakaian pelindung yang dibuat dari kulit,
maka pakaian biasa akan terhindar dari percikan api terutama pada
waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan digulung,
sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api.
c. Baju parasut (Jumpsuit)
Direkomendasikan untuk dipakai pada kondisi beresiko tinggi
seperti menangani bahan kimia yang bersifat karsinogenik dalam
jumlah yang sangat banyak. Baju parasut ini terbuat dari material
31
yang dapat didaur ulang. Bahan dari peralatan perlindungan badan
ini haruslah mampu memberikan perlindungan kepada pekerja
laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab,
dan radiasi.
f) Safety Harness
Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh,
biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta
tempat tertutup atau boiler. Harus dapat menahan beban sebesar 80 Kg.
Jenis-jenis safety harness antara lain : Penggantung unifilar,
penggantung berbentuk U, gabungan penggantung unifilar dan bentuk
U, penunjang dada (chest harness), Penunjang dada dan punggung
(chest waist harness), penunjang seluruh tubuh (full body harness).
g) Alat Pelindung Tangan
Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari benda-benda
tajam, bahan-bahan kimia, benda panas atau dingin, infeksi kulit dan
kontak arus listrik.
Macam-macam alat pelindung tangan :
a. Sarung tangan kain
Digunakan untuk memperkuat pegangan. Hendaknya dibiasakan
bila memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau
bahan logam lainnya.
b. Sarung tangan asbes
32
Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan
terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila
setiap memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan
mengelas dan pekerjaan menempa.
c. Sarung tangan kulit
Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari
ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini
dipakai pada saat harus mengangkat atau memegang bahan
tersebut.
d. Sarung tangan karet
Terutama pada pekerjaan pelapisan logam. Sarung tangan ini
menjaga tangan dari bahaya pembakaran asam atau melindungi
dari kepenasan cairan pada bak atau panic dimana pekerjaan
tersebut berlangsung.
Sarung tangan karet digunakan pula untuk melindungi kerusakan
kulit tangan karena hembusan udara pada saat membersihkan
bagian-bagian mesin dengan menggunakan kompresor.
h) Alat Pelindung Kaki
Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam,
larutan kimia, benda panas, kontak listrik. lantai licin, lantai basah,
benda jatuh, dan aberasi. Sepatu ini harus terbuat dari bahan yang
disesuaikan dengan jenis pekerjaan.
Macam-macam alat pelindung kaki :
a. Sepatu pengaman (Safety shoes)
33
Sepatu pengaman ini biasa digunakan pada pekerja di bengkel
logam.
b. Sepatu beralas karet
Khusus untuk menginjak daerah yang licin seperti permukaan seng
digunakan sepatu yang beralaskan karet agar tidak mudah
terpeleset.
2.5.5. Penyimpanan dan Pemeliharaan Alat Pelindung Diri
Setelah digunakan, Alat Pelindung Diri (APD) wajib untuk disimpan
ditempat semula yang aman dan terhindar dari kontak bahaya. Selain itu juga
APD perlu dilakukan perawatan dan pemeliharaan secara rutin agar tidak
berkurang fungsi dan kefektifannya.
Ketentuan penyimpanan dan pemeliharaan APD yaitu:
a. Meletakkan APD pada tempatnya setelah selesai digunakan.
b. Melakukan pembersihan secara berkala.
c. Memeriksa APD sebelum dipakai untuk mengetahui adanya
kerusakan atau tidak layak pakai.
d. Memastikan APD yang digunakan aman untuk keselamatan jika
tidak sesuai maka perlu diganti dengan yang baru.
e. Menjaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut
cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya.
f. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat yang
kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta
tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
34
2.5.6. Kelemahan Alat Pelindung Diri
Sama dengan metode lain dalam hirarki pengendalian resiko dan
bahaya. APD juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
a. Kemampuan perlindungan yang tak sempurna karena memakai
APD yang kurang tepat.
b. Fungsi dari ADP ini hanya untuk mengurangi akibat dari kondisi
yang berpotensi menimbulkan bahaya.
c. Tidak menjamin pemakainya bebas kecelakaan.
d. Cara pemakaian APD yang salah.
e. APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu.
f. APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter
dan penyerap (cartridge).
g. APD tertentu dapat menularkan penyakit apabila dipakai
bergantian.
35
2.6. Kerangka Teori
Perilaku adalah hasil dari proses interaksi stimulus dengan respon. Dalam
bidang kesehatan terdapat teori yang sering dijadikan acuan dalam sebuah
penelitian terkait perilaku yaitu teori Lawrence Green.
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Faktor Predisposisi:
- Pendidikan
- Pengetahuan
- Masa Kerja
- Sikap
Perilaku Penggunaan
Faktor Pendukung: APD
- Ketersediaan Fasilitas APD
- Kegiatan Pelatihan
Faktor Pendorong:
- Pengawasan
- Hukuman dan Penghargaan
Sumber: Teori Lawrence Green
36
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini sesuai dengan teori yang sebelumnya digunakan untuk
menilai perilaku yaitu teori Lawrence Green. Teori ini menjelaskan konsep sehat yang
dilihat dari faktor perilaku yang mempengaruhinya, yaitu diawali dengan adanya
faktor predisposisi berupa pengetahuan, pendidikan dan masa kerja kemudian
dipengaruhi oleh faktor pendukung yaitu kegiatan pelatihan dan ketersediaan APD.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Predisposisi:
- Pengetahuan
- Pendidikan
- Masa kerja Perilaku
Penggunaan APD
Faktor Pendukung:
- Ketersediaan APD
- Pelatihan
*tidak mencari hubungan
37
3.2. Variabel yang Tidak Diteliti
Dalam penelitian ini, variabel Sikap, Pengawasan, Hukuman dan Penghargaan
tidak diteliti.
a. Sikap
Berdasarkan penelitian sejenis sebelumnya yang dilakukan oleh Linggasari
di PT. Kiat Pulp & Paper Tbk. Pada tahun 2008, tidak terdapat hubungan
antara Sikap dengan perilaku pekerja dalam menggunakan APD pada saat
bekerja. Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk tidak meneliti variabel
Sikap.
b. Pengawasan
Berdasarkan hasil analisis data yang sudah peneliti lakukan sebelumnya,
data variabel Pengawasan memiliki kecenderungan Homogen. Oleh karena
itu, peneliti menghilangkan variabel Pengawasan dalam penelitian kali ini.
c. Hukuman dan Penghargaan
Hukuman dan Penghargaan tidak masuk dalam variabel penelitian karena
di PT. Dirgantara Indonesia (Persero), belum ada peraturan khusus yang
mengatur pemberian hukuman dan Penghargaan terkait penggunaan APD
pada saat bekerja.
38
3.3. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Perilaku
penggunaan
APD
Wujud pekerja
menggunakan
APD pada saat
bekerja
Observasi Lembar
Observasi
0 = Tidak
menggunakan
1 = Mengunakan
Ordinal
Pengetahuan Semua
informasi
tentang APD
yang diketahui
dan dimengerti
pekerja
Wawancara Kuesioner 0 = Buruk
1 = Baik
Ordinal
Pendidikan Jenjang belajar
formal terakhir
yang pernah
dicapai oleh
pekerja
Wawancara Kuesioner 0 = Pendidikan
rendah (SD, SMP,
SMA)
1 = Pendidikan
tinggi (D3, S1)
Ordinal
Masa Kerja Lama kerja tiap
pekerja
Wawancara Kuesioner 0 = ≤ 2 tahun (baru)
1 = > 2 tahun (lama)
Ordinal
Pelatihan Kegiatan
pemberian
informasi terkait
penggunaan
APD
Wawancara Kuesioner 0 = Tidak pernah
1 = Pernah
Ordinal
Ketersediaan
APD
Kesesuaian
Jumlah APD
yang dimiliki
pekerja dengan
APD yang
disediakan
perusahaan
sesuai potensi
bahaya ditempat
kerja
Observasi Lembar
Observasi
0 = Tidak Cukup
1 = Cukup
Ordinal
39
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional.
Cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Desain ini dapat
mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya
hubungan sebab akibatnya (Notoatmodjo, 2005).
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Metalforming PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) pada bulan September 2014.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pekerja yang bekerja di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Sampel penelitian ini adalah
seluruh pekerja di Departemen metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
sebanyak 50 orang.
4.4. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kuesioner dan
lembar observasi. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya,
atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 2006). Kelebihan metode
pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner adalah dengan waktu yang relatif
40
singkat dapat memperoleh data yang banyak, tenaga yang diperlukan sedikit dan
responden dapat menjawab dengan bebas tanpa pengaruh orang lain. Dalam penelitian
ini, peneliti akan membagikan kuesioner kepada 50 pekerja di departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) untuk diisi.
Seluruh variabel penelitian, baik variabel dependen maupun variabel
independen dilakukan proses scoring. Scoring yaitu pemberian skor jawaban
responden pada beberapa pertanyaan di kuesioner sehingga dapat digabungkan
menjadi satu variabel. Proses scoring untuk masing-masing variabel yaitu sebagai
berikut:
1. Variabel pengetahuan tentang APD terdapat 15 pertanyaan, dimana pertanyaan 1-
15 diberi skor 0-1. Mempunyai jumlah nilai 15. Berdasarkan hasil uji normalitas,
data dalam penelitian ini berdistribusi normal. Sehingga menggunakan mean
sebagai cut of point. Pengetahuan dikategorikan baik apabila mempunya jumlah
nilai ≥ 9,4, sedangkan dikategorikan buruk apabila mempunyai jumlah < 9,4.
2. Variabel pelatihan khusus APD terdapat 1 pertanyaan, dimana responden diberi
skor 0 jika tidak pernah mengikuti pelatihan seputar APD dan diberi skor 1 jika
pernah mengikuti pelatihan seputar APD.
4.5. Uji Validitas dan Realibitas
Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden utama, peneliti memberikan
kuesioner responden pada sasaran yang berbeda namun memiliki kesamaan karakteristik,
yaitu pekerja di PT. Pindad (Persero) di Bandung. Uji validitas menunjukkan sejauh
mana pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur. Perhitungan dilakukan
dengan rumus korelasi Product Moment kemudian membandingkan antara nilai korelasi
atau r hitung dari variabel penelitian dengan r tabel.
41
Keputusan uji:
Bila r hitung > r tabel maka Ho ditolak, artinya variabel valid.
Bila r hitung < r tabel maka Ho gagal ditolak, artinya variabel tidak valid.
Jumlah responden yang dipakai dalam uji kuesioner ini adalah 30 responden,
nilai r tabel dilihat dengan tabel tabel r dengan menggunakan df (N-2) menjadi df 30-2 =
28. Pada tingkat kemaknaan 5% didapat angka r tabel = 0,361. Berdasarkan hasil
pengujian tersebut setiap item pertanyaan memiliki nilai > 0,361 sehingga semua
pertanyaan pada kuesioner penelitian ini dinyatakan valid.
Kemudian item pertanyaan yang valid dilakukan uji realibilitas. Untuk
mengukur realibilitas caranya adalah dengan membandingkan nila r tabel dengan nilai r
hasil. Dalam uji realibilitas sebagai nilai r hasil adalah nilah Alpha (Cronbach’s Alpha).
Ketentuannya apabila r alpha > r tabel maka kuesioner tersebut reliabel. Berdaarkan hasil
uji realibilitas, nilai alpha yaitu 0,769 lebih besar dari 0,361 sehingga kuesioner tersebut
dinyatakan realiabel.
2.6. Teknik Pengambilan Data
Data dalam penelitian ini terdiri dari satu jenis yaitu data primer. Dalam
pengumpulannya data primer diperoleh dari hasil jawaban kuesioner yang telah diisi
oleh responden dan lembar observasi yang diisi oleh peneliti.
4.7. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data dilakukan beberapa tahap yaitu sebagai berikut:
1. Coding
Yaitu proses pemberian kode pada jawaban kuesioner untuk memudahkan
peneliti saat memulai proses komputerisasi yaitu tahap memasukan data ke
42
komputer. Coding merupakan kegiatan merubah data dari bentuk huruf
menjadi data dalam bentuk angka atau bilangan.
Kode pada penelitian ini adalah:
a. Perilaku penggunaan APD yaitu 0 jika tidak menggunakan APD dan 1 jika
menggunakan APD.
b. Pengetahuan yaitu 0 jika memiliki pengetahuan buruk dan 1 jika memiliki
pengetahuan baik terkait APD.
c. Pendidikan yaitu 0 jika berpendidikan terakhir rendah (SD, SMP, SMK)
dan 1 jika berpendidikan terakhir tinggi (D3, S1). (Kudus, 2003)
d. Masa Kerja yaitu 0 jika tergolong pekerja baru yang bekerja ≤ 2 tahun dan
1 jika tergolong pekerja lama yang bekerja > 2 tahun. (Winardi, 2004)
e. Pelatihan yaitu 0 jika tidak pernah mengikuti pelatihan dan 1 jika pernah
mengikuti pelatihan khusus APD.
f. Ketersediaan APD yaitu 0 jika APD yang disediakan tidak cukup dengan
jumlah pekerja dan 1 jika APD yang disediakan cukup.
2. Editing
Yaitu proses menyunting data dan mengidentifikasi kembali variabel
pertanyaan yang belum di coding serta melihat kelengkpan, kejelasan, relevan,
dan konsistensi jawaban sebelum di entry.
3. Entry Data
Yaitu proses memasukan data dari kuesioner ke komputer dengan
menggunakan bantuan program komputer setelah semua jawaban kuesioner
diberikan kode serta kuesioner terisi penuh dan benar.
43
4. Cleaning
Yaitu proses pengecekan kembali data yang sudah di entry untuk memastikan
tidak terdapat kesalahan pada data tersebut. Kemudian data tersebut siap
diolah dan dianalisis.
4.8. Analisis Data
Analisis univariat merupakan analisis yang digunakan untuk mendeskripsikan
masing-masing variabel yang diteliti. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran yang distribusi frekuensi dan proporsi dari variabel dependen dan
independen yang ada pada penelitian ini yaitu perilaku penggunaan APD,
pengetahuan, tingkat pendidikan, masa kerja, pelatihan dan ketersediaan APD.
4.9. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan untuk menyusun informasi secara baik dan akurat
sehingga memudahkan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian ini akan disajikan
dalam bentuk tabel disertai uraian mengenai isi tabel tersebut.
44
BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum PT. Dirgantara Indonesia
5.1.1. Profil Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
Alamat : Jl. Pajajaran 154 Bandung 04174
Kelurahan : Husein Sastranegara
Kecamatan : Cicendo
Telp. Kantor : (022) 60033200
Jumlah Karyawan : 4064 karyawan
Hari dan Jam Kerja : Senin s.d Kamis (07.30 s.d 16.30)
Jum’at (07.30 s.d 17.00)
5.1.2. Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi
Visi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yaitu menjadi perusahaan dirgantara
kelas dunia yang berbasiskan penguasaan teknologi unggul dan persaingan
harga di pasar global.
b. Misi
Misi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yaitu:
1). Melakukan kegiatan produksi berorientasi pada harga
yang kompetitif.
45
2). Menjadi pusat kompetensi bagi industri dirgantara terutama pada bidang
rekayasa, desain, manufaktur, produksi, dan perawatan baik
untukkepentngan komersial maupun militer.
3). Menjadi pemain utama dalam industr global yang bekerjasama dengan
industri dirgantara kelas dunia lainnya.
5.1.4. Satuan Kerja
a. Aircraft
Memproduksi beragam pesawat untuk memenuhi berbagai misi sipil,
militer, dan juga misi khusus.
1) NC-212
Pesawat berkapasitas 19-24 penumpang, dengan beragam versi,
dapat lepas landas dengan mendarat dalam jarak pendek, serta mampu
beroperasi pada landasan rumput/tanah dll.
2) CN-235
Pesawat angkut komuter serbaguna dengan kapasitas 35-40
penumpang ini, dapat digunakan dalam berbagai misi, dapat lepas
landas dan mendarat dalam jarak pendek dan mampu beroprasi pada
landasan rumput/tanah/es/ dll.
3) NBO-105
Holikopter multi guna ini mampu membawa 4 penumpang,
sangat baik untuk berbagai macam misi; mempunyai kemampuan
hovering dan manuver dalam situasi penerbangan apapun.
4) SUPER PUMA NAS-332
Helikopter modern ini mampu membawa 17 penumpang,
dilengkapi dengan aplikasi multi misi yang aman dan nyaman.
46
5) NBELL – 412
Helikopter yang mampu membawa 13 penumpang ini, memiliki
prioritas rancanan yang rendah resiko: keamanan yang tinggi, biaya
perawatan dan biaya operasi yang rendah.
b. Aerostructure
Didukung oleh tenaga ahli yang berpengalaman dan mempunya
kemampuan tinggi dalam manufaktur dengan dilengkapi pula dengan fasilitas
manufaktur dengan ketepatan tinggi (high precision), seperti : mesin-mesin
canggih, bengkel sheet metal & welding/pengelasan, composite & bonding
center, jig & tool shop, calibration, testing equipment & quality inspection
(peralatan test & uji kualitas), pemeliharaan, disb.; bisnis Satuan Usaha
Aerostructure meliputi :
Pembuatan komponen aerostructure (Machined parts, Sub-assembly,
Assembly)
Pengembangan rekayasa (engineering package): pengembangan
komponen aerostructure yang baru.
Perancangan dan pembuatan alat-alat (tool design & manufacturing).
Memberikan program-program kontrak tambahan (subcontract
programs) dan offset, untuk Boeing, Airbus Industries, BAe System, Korean
Airlines Aerospace Division, Mitsubishi Heavy Industries, AC CTRM
Malaysia.
47
c. Aircraft services
Dengan keahlian dan pengalaman bertahun-tahun, Unit Usaha Aircraft
Services menyediakan servis pemeliharaan pesawat dan helikopter berbagai
jenis, yang meliputi: penyediaan suku cadang, pembaharuan dan modifikasi
struktur pesawat, pembaharuan interior maintenance & overhaul.
d. Engineering services
Dilengkapi dengan peralatan perancangan dan analisis yang canggih,
fasilitas uji berteknologi tinggi, serta tenaga ahli yang berlisensi dan
berpengalaman standard internasional, Satuan Usaha Engineering Services
siap memenuhi kebutuhan produk dan jasa bidang engineering.
e. Defence
Bisnis utama Satuan Usaha Defence, terdiri dari : produk-produk
militer, perawatan, perbaikan, pengujian dan kalibrasi baik secara mekanik
maupun elektrik dengan tingkat akurasi yang tinggi, integrasi alat-alat
penyerang, produksi beragam sistem senjata antara lain : FFAR 2,75” rocket,
SUT Torpedo, dll.
48
Tabel 5.1 Tabel Standar Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
STANDAR PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DEPARTEMEN
K3LH & PRODUKTIVITAS
NO MESIN / ALAT/
PROSES MATERIAL
ASPEK K3LH /
AKTIVITAS POTENSI BAHAYA APD YANG DI PERLUKAN
1. Frais Machine
(Mesin Milling) Logam
- Mat & tool handling
- Setting / pemasangan
- Proses kerja
- Pembongkaran benda
kerja & tool
- Terlilit/tertarik
- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk
- Terpukul/tertimpa/terbentur
/tersandung
- Terpercik beram
- Kontak dengan benda berputar
- Ergonomi/posisi kerja
- Kebisingan
- Spectacles/kacamata
- Sarung tangan kulit
(hanya digunakan pada saat
handling, setting &
pembongkaran)
- Safety shoes
- Ear plug
- Masker
- Apron
2. Turning Machine
(Mesin Bubut) Logam
- Mat & tool handling
- Setting / pemasangan
- Proses kerja
- Pembongkaran benda
kerja & tool
- Terlilit/tertarik
- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk
- Terpukul/tertimpa/terbentur
/tersandung
- Terpercik beram
- Kontak dengan benda berputar
- Ergonomi/posisi kerja
- Spectacles/kacamata
- Sarung tangan kulit
(hanya digunakan pada saat
handling, setting &
pembongkaran)
- Safety shoes
- Ear plug
- Masker
- Apron
49
3.
Drilling Machine
(Mesin Bor)
- Drilling Mach Conv
- Jig Boring Machine
Logam
- Mat & tool handling
- Setting / pemasangan
- Proses kerja
- Pembongkaran benda
kerja & tool
- Terlilit/tertarik
- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk
- Terpukul/tertimpa/terbentur
/tersandung
- Terpercik beram
- Kontak dengan benda berputar
- Ergonomi/posisi kerja
- Spectacles/kacamata
- Sarung tangan kulit
(hanya digunakan pada saat
handling, setting &
pembongkaran)
- Safety shoes
- Ear plug
- Masker
- Apron
4.
Sawing Machine
- Hack Saw machine
- Circular Saw Mach
- Band Saw Machine
- Jig Saw Machine
Logam
- Mat & tool handling
- Setting / pemasangan
- Proses kerja
- Pembongkaran benda
kerja & tool
- Terlilit/tertarik
- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk
- Terpukul/tertimpa/terbentur
/tersandung
- Terpercik beram
- Kontak dengan benda berputar
- Kontak dengan permukaan panas
- Ergonomi/posisi kerja
- Spectacles/kacamata
- Sarung tangan kulit
(hanya digunakan pada saat
handling, setting &
pembongkaran)
- Safety shoes
- Ear plug
- Masker
- Apron
5. Bending Machine
(Mesin Tekuk) Logam
- Mat & tool handling
- Setting / pemasangan
- Proses kerja
- Pembongkaran benda
kerja & tool
- Terjepit/Terseret/Terhimpit
- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk
- Terpukul/tertimpa/terbentur
/tersandung
- Terlilit/Tertarik
- Spectacles/kacamata
- Sarung tangan kulit
(hanya digunakan pada saat
handling, setting &
pembongkaran)
- Safety shoes
- Ear plug
- Masker
- Apron
50
6. Shapping Machine
(Mesin skrap)
Logam
- Mat & tool handling
- Setting / pemasangan
- Proses kerja
- Pembongkaran benda
kerja & tool
- Terlilit/tertarik
- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk
- Terpukul/tertimpa/terbentur
/tersandung
- Terpercik beram
- Kontak dengan benda berputar
- Ergonomi/posisi kerja
- Spectacles/kacamata
- Sarung tangan kulit
(hanya digunakan pada saat
handling, setting &
pembongkaran)
- Safety shoes
- Ear plug
- Masker
- Apron
7. Press Machine Logam
- Mat & tool handling
- Setting / pemasangan
- Proses kerja
- Pembongkaran benda
kerja & tool
- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk
- Terpukul/tertimpa/terbentur
/tersandung
- Tertarik
- Terseret/Terhimpit/Terjepit
- Spectacles/kacamata
- Sarung tangan kulit
(hanya digunakan pada saat
handling, setting &
pembongkaran)
- Safety shoes
- Ear plug
- Masker
- Apron
51
5.2. Gambaran Perilaku Penggunaan APD Pada Pekerja di Departemen Metalforming
PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014
Penggunaan APD n %
Tidak Menggunakan APD 47 94
Menggunakan APD 3 6
Total 50 100
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa 47 responden (94%) tidak menggunakan APD
dengan lengkap, lebih banyak dari responden yang menggunakan APD dengan lengkap yaitu
3 responden (6%). APD dalam penelitian ini berdasarkan hasil analisi potensi bahaya di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yang meliputi Masker, Ear
Plug, Safety Glasses, Apron, Safety Shoes dan Sarung tangan.
52
5.3. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara
Indonesia (Persero) Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Tingkat Pendidikan di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014
Tingkat Pendidikan
Penggunaan APD
Total Tidak
Menggunakan Menggunakan
n % n % n %
Rendah 44 93,6 1 33,3 45 90
Tinggi 3 6,4 2 66,7 5 10
Total 47 100 3 100 50 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa 45 pekerja (90%) berpendidikan
rendah yaitu (SD, SMP, SMK) dan 5 pekerja (10%) berpendidikan tinggi (D3,
S1/Sederajat). Pekerja yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan tidak
menggunakan APD lebih banyak yaitu 44 pekerja (93,6%), daripada pekerja yang
memiliki pendidikan tinggi dan tidak menggunakan APD yaitu 3 pekerja (6,4%).
53
5.4. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara
Indonesia (Persero) Berdasarkan Masa Kerja
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Masa Kerja Pekerja di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014
Masa Kerja
Penggunaan APD
Total Tidak
Menggunakan Menggunakan
n % n % n %
≤ 2 Tahun (baru) 41 87,2 0 0 41 82
> 2 Tahun (lama) 6 12,8 3 100 9 18
Total 47 100 3 100 50 100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa 41 pekerja (82%) memiliki masa kerja
baru (≤ 2 tahun) dan 9 pekerja (18%) memiliki masa kerja lama (> 2 tahun). Pekerja
dengan masa kerja baru dan tidak menggunakan APD lebih banyak yaitu 41 pekerja
(87,2%), daripada pekerja dengan masa kerja lama dan tidak menggunakan APD yaitu
6 pekerja (12,8%).
54
5.5. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara
Indonesia (Persero) Berdasarkan Pengetahuan
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Pengetahuan Pekerja di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014
Pengetahuan
Penggunaan APD
Total Tidak
Menggunakan Menggunakan
n % n % n %
Buruk 22 46,8 1 33,3 23 46
Baik 25 53,2 2 66,7 27 54
Total 47 100 3 100 50 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa 23 pekerja (46%) memiliki
pengetahuan buruk terkait APD dan 27 pekerja (54%) memiliki pengetahuan baik
terkait APD. Pekerja yang memiliki pengetahuan baik dan tidak menggunakan APD
lebih banyak yaitu 25 pekerja (53,2%), daripada pekerja yang memiliki pengetahuan
buruk dan tidak menggunakan APD yaitu 22 pekerja (46,8%).
55
5.6. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara
Indonesia (Persero) Berdasarkan Ketersediaan APD
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Ketersediaan APD di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014
Ketersediaan APD
Penggunaan APD
Total Tidak
Menggunakan Menggunakan
n % n % n %
Tidak Cukup 13 27,7 3 100 16 32
Cukup 34 72,3 0 0 34 68
Total 47 100 3 100 50 100
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa 16 pekerja (32%) memiliki APD tidak
cukup dan 34 pekerja (68%) memiliki APD cukup. Pekerja dengan APD cukup dan
tidak menggunakan APD lebih banyak yaitu 34 pekerja (72,3%), daripada pekerja
dengan APD tidak cukup dan tidak menggunakan APD yaitu 13 pekerja (27,7%).
56
5.7. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara
Indonesia (Persero) Berdasarkan Pelatihan
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Pelatihan Pada Pekerja di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014
Pelatihan
Penggunaan APD
Total Tidak
Menggunakan Menggunakan
n % n % n %
Tidak Pernah 4 8,5 0 0 4 8
Pernah 43 91,5 3 100 46 92
Total 47 100 3 100 50 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa 4 pekerja (8%) tidak pernah mengikuti
pelathan khusus APD dan 46 pekerja (92%) pernah mengikuti pelatihan khusus APD.
Pekerja yang pernah mengikuti pelatihan dan tidak menggunakan APD lebih banyak
yaitu 43 pekerja (91,5%), daripada pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan dan
tidak menggunakan APD yaitu 4 pekerja (8,5%)
57
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Pelaksanaan penelitian gambaran faktor-faktor perilaku penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) ini tidak terlepas dari keterbatasan yang terjadi, serta beberapa
kelemahan lain yang tidak bisa dihindarkan. Adapun keterbatasan tersebut diantaranya:
1. Penelitian ini hanya dilakukan terkait faktor-faktor yang dapat diukur dan
diperkirakan memiliki hubungan dengan perilaku individu yang dalam hal ini
adalah perilaku penggunaan APD.
2. Penelitian ini bersifat subjektif tentang perilaku yang hasilnya hanya terbatas pada
perusahaan tempat penelitian ini dilakukan.
6.2. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) Alat
Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka
atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik
yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Dalam
hirarki pengendalian kecelakaan, penggunaan APD merupakan pilihan terakhir apabila
tahap awal pengendalian tidak dapat dilakukan secara maksimal.
Perilaku merupakan suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan
lingkungannya, yang berarti bahwa keduanya secara langsung menentukan perilaku
(Thoha, 2003). Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak faktor. Oleh karena itu perlu
58
diadakan penelitian yang seksama terkait faktor-faktor manakah yang dominan dalam
mempengaruhi perilaku tersebut.
Hasil penelitian yang dilakukan di Departemen Metalforming PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) tahun 2014 menunjukkan bahwa 47 pekerja (94%) tidak
menggunakan APD, lebih banyak dari responden yang menggunakan APD yaitu 3
responden (6%). APD dalam penelitian ini digunakan berdasarkan potensi bahaya
pekerjaannya yang meliputi Masker, Ear Plug, Safety Glasses, Apron, Safety Shoes dan
Sarung tangan.
Dari hasil ini terlihat bahwa kepedulian pekerja akan keselamatan dan kesehatan
para pekerja saat bekerja masih sangat rendah. Banyak bahaya di tempat kerja yang
sewaktu waktu dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para pekerja. Apabila
pekerjanya sendiri tidak sadar dengan kondisi tersebut dan tidak mencegahnya dengan
menggunakan APD, maka dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau penyakit
akibat kerja.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dari enam APD yang wajib dipakai
di Departemen Metalforming, safety glasses dan ear plug menjadi APD yang paling
jarang digunakan. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah faktor
kenyamanan. Dari 50 pekerja, hanya 16 pekerja (32%) yang menggunakan safety glasses
dan 21 pekerja (42%) yang menggunakan ear plug. Berdasarkan analisis potensi bahaya,
safety glasses dan ear plug berguna untuk melindungi pekerja dari bahaya percikan
beram dan kebisingan. Pekerja mengaku merasa tidak nyaman ketika harus bekerja
menggunakan safety glasses dan ear plug. Padahal menurut penelitan yang dilakukan
Syaaf, kenyamanan akan timbul apabila seseorang membiasakan diri melakukan sesuatu
hal (Syaaf, 2008)
59
Selain faktor kenyamanan, faktor lain yang menjadi penyebab tingginya angka
pekerja yang tidak menggunakan APD yaitu sikap pekerja dalam memandang APD.
Sikap belum merupakan suatu tindakan, akan tetapi mempengaruhi terjadinya perilaku.
Terkait penggunaan APD, pembentukan sikap terjadi melalui beberapa tahap yaitu
pertama menerima bahwa penggunaan APD merupakan suatu keharusan, kemudian
merespon penggunaan APD dengan melakukan tindakan pencegahan, setelah itu
menghargai pendapat mengenai penggunaan APD sebagai salah satu upaya menjaga
keselamatan dalam bekerja sehingga pekerja bertanggung jawab apabila mengalami
kecelakaan karena tidak menggunakan APD (Absari, 2006).
Meskipun pekerja setuju bahwa menggunakan APD merupakan sebuah
keharusan, faktanya mayoritas pekerja tidak menggunakan APD pada saat bekerja. Hal
ini mungkin saja terjadi, pekerja memiliki sikap yang baik dalam memandang APD
namun tidak memiliki motivasi untuk membuat sikap itu menjadi kenyataan.
Motivasi dapat terbentuk dari beberapa hal seperti dari lingkungan pekerjaan atau
rangsangan lain berupa beberapa perlakuan (Mahfoedz, 2005). Seseorang akan memiliki
motivasi yang baik apabila berada dilingkungan yang baik. Dalam hal penggunaan APD,
pekerja memang memiliki sikap yang baik terhadap APD namun karena lingkungan
pekerjaan yang sudah terbiasa tidak menggunakan APD membuat rendahnya motivasi
pekerja untuk menerapkan sikap yang dimiliki.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan penggunaan APD sebaiknya perusahaan
memperbaiki dan meningkatkan sistem pengawasan terkait penggunaan APD pada saat
bekerja. Dan untuk menumbuhkan motivasi, perusahaan dapat memberikan beberapa
perlakuan seperti pemberian hukuman bagi pekerja yang tidak menggunakan APD pada
saat bekerja dan pemberian penghargaan bagi pekerja yang secara rutin menggunakan
APD pada saat bekerja sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada.
60
6.3. Gambaran Tingkat Pendidikan Pekerja di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) diketahui bahwa 45 pekerja (90%)
berpendidikan rendah yaitu (SD, SMP, SMK) dan 5 pekerja (10%) berpendidikan tinggi
(D3, S1/Sederajat). Pekerja yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan tidak
menggunakan APD lebih banyak yaitu 44 pekerja (93,6%), daripada pekerja yang
memiliki pendidikan tinggi dan tidak menggunakan APD yaitu 3 pekerja (6,4%).
Pendidikan yaitu suatu proses penyampaian bahan atau materi yang dilakukan
oleh pendidik kepada sasaran pendidikan guna mencapai perubahan tingkah laku.
Seseorang dengan latar belakang pendidikan formal tinggi akan mempunyai tingkat
pengetahuan dan penalaran yang tinggi serta persepi yang beragam terkait sesuatu hal
dibandingkan dengan seseorang dengan latar belakang pendidikan formal rendah
(Siagian, 2001). Selain itu, pendidikan juga dapat mempengaruhi cara berpikir
seseorang dalam bekerja (Suma’mur, 1992).
Dalam penelitian ini, mayoritas pekerja adalah lulusan SMK/sederajat dan
mereka menerima pendidikan khusus terkait pembuatan pesawat terbang sebelum mulai
bekerja selama periode tertentu. Pendidikan SMK/sederajat adalah syarat minimum
yang diajukan perusahaan kepada para pekerjanya. Tingginya angka pekerja yang tidak
menggunakan APD ini terjadi karena mayoritas pekerja memiliki latar pendidikan
formal rendah.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kudus, tingkat pendidikan sangat
berpengaruh terhadap pengetahuan pekerja dan membentuk perilaku secara langsung
maupun tidak langsung. Seseorang dengan latar belakang rendah cenderung labil dalam
bertindak karena dipengaruhi dari cara mereka berpikir (Kudus, 2003). Hal inilah yang
61
menimbulkan kurangnya kesadaran dalam menjaga kesehatan dan keselamatan pada
saat bekerja.
Oleh karena itu, meski tergolong meski mayoritas pekerja berpendidikan
rendah, perusahaan dapat meminimalisir dampak dari perilaku para pekerja dengan
pendidikan rendah dalam hal penggunaan APD dengan cara memberikan pendidikan
tambahan dan pelatihan khusus penggunaan APD agar pengetahuan mereka terkait
APD bertambah dan menumbuhkan pola pikir betapa pentingnya menggunakan APD
pada saat bekerja.
6.4. Gambaran Masa Kerja Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) tahun 2014.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) diketahui bahwa 41 pekerja (82%)
memiliki masa kerja baru (≤ 2 tahun) dan 9 pekerja (18%) memiliki masa kerja lama (>
2 tahun). Pekerja dengan masa kerja baru dan tidak menggunakan APD lebih banyak
yaitu 41 pekerja (87,2%), daripada pekerja dengan masa kerja lama dan tidak
menggunakan APD yaitu 6 pekerja (12,8%).
Bertambahnya masa kerja seseorang akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas
pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja maka mereka akan lebih berhati-hati
dalam bekerja karena mereka sudah paham akan resiko akibat dari bekerja jika kurang
hati-hati. Pengalaman seseorang dalam bekerja dapat diperoleh berdasarkan masa kerja
seseorang, semakin lama bekerja maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak.
Pekerja dengan masa kerja lama (>2 tahun) memiliki pengalaman yang lebih
banyak daripada pekerja baru dengan masa kerja ≤ 2 tahun. Pekerja dengan banyak
pengalaman akan lebih memperhatikan setiap tindakannya, termasuk menjaga
62
keselamatan diri pada saat bekerja. Pengalaman buruk mengalami kecelakaan pada
saat bekerja atau melihat pekerja lain terluka akibat tidak menggunakan APD pada
saat bekerja akan mempengaruhi perilaku bekerja seseorang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Syaaf, selain pengalaman faktor
kebiasaan juga mempengaruhi perilaku penggunaan APD pada saat bekerja. Pekerja
baru cenderung tidak terbiasa menggunakan APD pada saat bekerja, sehingga mereka
merasa tidak nyaman dan akhirnya tidak menggunakan APD. Berbeda dengan pekerja
lama yang sudah terbiasa bekerja dengan menggunakan APD (Syaaf, 2003).
Perusahaan diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem
pengawasan terkait penggunaan APD pada saat bekerja. Selain itu, pekerja dengan
masa kerja lama dan termasuk senior dapat memberikan bimbingan kepada pekerja
dengan masa kerja baru atau juniornya. Pekerja senior dan junior juga bisa saling
mengingatkan apabila diantara mereka tidak menggunakan APD sesuai dengan
ketentuan pada saat bekerja.
6.5. Gambaran Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) di Departemen Metalforming
PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) diketahui bahwa 16 pekerja (32%)
memiliki APD tidak cukup dan 34 pekerja (68%) memiliki APD cukup. Pekerja dengan
APD cukup dan tidak menggunakan APD lebih banyak yaitu 34 pekerja (72,3%),
daripada pekerja dengan APD tidak cukup dan tidak menggunakan APD yaitu 13
pekerja (27,7%).
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 pasal 14 butir c dikatakan
Pengurus (Pengusaha) diwajibkan mengadakan secara cuma-cuma semua Alat
63
Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan pada tenaga kerja dibawah pimpinannya. Hal
ini juga serupa dalam PERMENAKERTRANS No.8/MEN/VII/2010 dalam pasal 2 ayat
1 yang mengatakan Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh ditempat
kerja.
Perusahaan sudah menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya ditempat
kerja namun jumlahnya APD yang disediakan tidak sesuai dengan jumlah pekerja.
Beberapa APD seperti ear plug dan safety glasses tersedia hanya tersedia 40 buah
untuk 50 pekerja. Berbeda dengan apron, sepatu, masker dan sarung tangan yang
jumlahnya sesuai dengan jumlah pekerja yaitu 50 buah.
Sebuah perilaku terbentuk tidak hanya dengan satu faktor, begitupula dengan
perilaku penggunaan APD pada saat bekerja. Meski APD cukup tersedia namun jika
tidak didorong dengan pengawasan, perilaku yang terbentuk tidak akan sempurna.
Pengawasan penting dilakukan sebagai stimulus kepada pekerja untuk membiasakan
diri menjaga kesehatan dan keselamatannya pada saat bekerja dengan menggunakan
APD.
Dalam beberapa hal, pengawasan yang kurang terencana dengan baik juga
akan mempengaruhi perilaku pekerja dalam menggunakan APD. Pekerja hanya akan
menggunakan APD apabila merasa diawasi atau mengetahui bahwa sedang ada
pengawasan. Oleh karena itu sebuah perencanaan yang matang serta didukung dengan
peraturan tertulis yang disosialisasikan penting dilakukan sebelum dilakukannya
pengawasan. Pengawasan yang baik dilakukan secara bertahap dan terus menerus.
64
6.6. Gambaran Pelatihan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pekerja di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) diketahui bahwa 4 pekerja (8%)
tidak pernah mengikuti pelathan khusus APD dan 46 pekerja (92%) pernah mengikuti
pelatihan khusus APD. Pekerja yang pernah mengikuti pelatihan dan tidak
menggunakan APD lebih banyak yaitu 43 pekerja (91,5%), daripada pekerja yang
tidak pernah mengikuti pelatihan dan tidak menggunakan APD yaitu 4 pekerja
(8,5%).
Pelatihan adalah seluruh kegiatan yang didisain untuk membantu
meningkatkan pekerja memperoleh pengetahuan, keterampilan dan meningkatkan
sikap, perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang
sekarang menjadi tanggungjawabnya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai
(Atmodiwirio, 2002).
Perusahaan mewajibkan para pekerja untuk mengikuti pelatihan umum
ditahun awal bekerja dan pelatihan khusus penggunaan APD di setiap tahunnya.
Meski mayoritas pekerja pernah mengikuti pelatihan khusus penggunaan APD,
namun dengan melihat masih tingginya angka pekerja yang tidak menggunakan APD
membuktikan pelatihan tersebut tidak sukses merubah perilaku para pekerja dalam hal
penggunaan APD. Atau pelatihan tersebut sukses memberikan pengetahuan dan
pemahaman baru pekerja terkait penggunaan APD, namun karena mereka sudah
terbiasa dengan lingkungan yang tidak menggunakan APD maka tidak ada perubahan
dalam perilaku penggunaan APD.
Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya melakukan follow up dengan
melakukan pengawasan dan membandingkan keadaan sebelum para pekerja
65
melakukan pelatihan dan sesudahnya untuk melihat indikator keberhasilan dari
pelatihan tersebut. Perusahaan juga dapat memberikan hukuman dan penghargaan
untuk menumbuhkan motivasi pekerja dalam hal penggunaan APD pada saat bekerja.
6.7. Gambaran Pengetahuan Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) tahun 2014.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja di Departemen
Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) diketahui bahwa 23 pekerja (46%)
memiliki pengetahuan buruk terkait APD dan 27 pekerja (54%) memiliki pengetahuan
baik terkait APD. Pekerja yang memiliki pengetahuan baik dan tidak menggunakan
APD lebih banyak yaitu 25 pekerja (53,2%), daripada pekerja yang memiliki
pengetahuan buruk dan tidak menggunakan APD yaitu 22 pekerja (46,8%).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (open behavior). Pengetahuan yang didasari oleh
pengalaman dan penelitian akan lebih mengarahkan seseorang untuk berperilaku
dengan baik (Notoatmodjo, 2003). Selain pengalaman, menurut Ann. Mariner
lingkungan juga dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok (Wawan & Dewi, 2010).
Pernyataan diatas dapat menjadi dasar mengapa tidak ada hubungan antara
pengetahuan yang baik dengan perilaku penggunaan APD pada saat bekerja.
Seseorang dengan pengetahuan tinggi dan berada di lingkungan pekerjaan yang buruk
dapat mempengaruhi perilakunya yang dalam hal ini yaitu menggunakan APD.
Pengetahuan yang baik jika tidak didukung oleh motivasi untuk menerapkan
pengetahuannya tersebut juga akan sia-sia. Meski pekerja mayoritas berpendidikan
tinggi, motivasi pekerja untuk menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya pada saat
66
bekerja masih tergolong rendah. Hal inilah yang akhirnya membuat pekerja tidak
menggunakan APD pada saat bekerja, meskipun mereka sebenarnya mengatahui
bahwa menggunakan APD adalah sebuah keharusan untuk menjaga mereka dari
bahwa kecelakaan pada saat bekerja.
Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya memperketat pengawasan terkait
penggunaan APD pada saat bekerja. Perusahaan juga dapat memberikan hukuman dan
penghargaan untuk menumbuhkan motivasi pekerja untuk menjaga kesehatan dan
keselamatan dirinya pada saat bekerja.
67
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Departemen Metalforming PT. Dirgantara
Indonesia (Persero) tahun 2014 tentang gambaran faktor-faktor perilaku penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD), dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambaran penggunaan APD pada pekerja di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) yaitu 47 responden (94%) tidak menggunakan
APD, lebih banyak dari responden yang menggunakan APD yaitu 3
responden (6%).
2. Gambaran faktor predisposisi perilaku penggunaan APD pada pekerja di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yaitu 45
pekerja (90%) berpendidikan rendah (SD, SMP, SMK) dan 5 pekerja (10%)
berpendidikan tinggi (D3, S1/Sederajat). 41 pekerja (82%) memiliki masa
kerja baru (≤ 2 tahun) dan 9 pekerja (18%) memiliki masa kerja lama (> 2
tahun). 23 pekerja (46%) memiliki pengetahuan buruk terkait APD dan 27
pekerja (54%) memiliki pengetahuan baik terkait APD.
3. Gambaran faktor pendukung perilaku penggunaan APD pada pekerja di
Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yaitu 16
pekerja (32%) memiliki APD tidak cukup dan 34 pekerja (68%) memiliki
APD cukup. 4 pekerja (8%) tidak pernah mengikuti pelathan khusus APD dan
46 pekerja (92%) pernah mengikuti pelatihan khusus APD
68
7.2. Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian diatas, maka penulis mencoba
memberikan saran dan masukan sebagai bahan pertimbangan perbaikan kedepannya
yaitu:
7.2.1 Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)
1. Perusahaan diharapkan menyediakan APD sesuai dengan jumlah pekerja.
Saat ini perusahaan sudah menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya
ditempat kerja, namun jumlah yang disediakan tidak sesuai dengan jumlah
pekerja sehingga beberapa pekerja tidak memakai APD secara lengkap.
2. Perusahaan diharapkan lebih memperketat pengawasan penggunaan APD
dan mensosialisasikan peraturan penggunaan APD kepada para pekerja.
3. PT. Dirgantara Indonesia (Persero) telah memiliki peraturan tersendiri
menyangkut penggunaan AP D, tetapi belum diterapkan secara maksimal.
Agar penggunaan APD lebih meningkat, sebaiknya peraturan yang ada
dipertegas dengan diberlakukannya sanksi dan penghargaan terhadap
pekerja yang melanggar dan mematuhi peraturan tersebut.
7.2.2. Bagi Pekerja Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia
(Persero)
1. Perlunya peningkatan kesadaran dan pemahaman terkait penggunaan APD,
bahaya potensial di tempat kerja dan kesadaran pentingnya menjaga
keselamatan dan kesehatan pada saat bekerja.
69
2. Pekerja diharapkan dapat saling mengingatkan rekan kerjanya apabila
tidak menggunakan APD pada saat bekerja. Hal ini baik dilakukan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada saat bekerja.
70
DAFTAR PUSTAKA
Absari, Rafika. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Bagian Produksi
Kulkas/Freezer di PT. Sharp Elektronik Indonesia Tahun 2006. Laporan magang FKM
UI, Depok: Tidak dipublikasikan.
Andrian. 2013. Ancaman Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih Tinggi. Diakses pada 1
Oktober 2013. Dari: http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/content/news.php?id=3151
Anonim. 2013. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013. Dari: http://ilo.org/global/statistics-
and-databases/lang--en/index.htm
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Atmodiwirio, Soebagio. 2002. Manajemen Pelatihan. Jakarta: PT. Ardadizya Jaya.
Dessler, Gary. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Alih Bahasa Paramita Rahayu.
Edisi Kesepuluh. Jakarta: Prehalindo
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Hapidin, Rahman. 2007. Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Terhadap Penggunaan APD Pada Pekerja Bagian Operasi dan Pemeliharaan di PT.
Indonesia Power unit Bisnis Pembangkitan Komajang tahun 2007. Tesis Program Studi
Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto: Tidak
Diterbitkan.
Harianja, Marihot Tua Effendi. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo.
71
Kelman, H.C. 1958. Compliance, identification and internalization three processes of
attitude change. Inggris: Conflict Resolution.
Kudus. 2003. Analis Faktor Perilaku Pekerja Dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri di
PT. X tahun 2003. Tesis Program Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto: Tidak Diterbitkan.
Linggasari. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri di Departemen Engineering PT. Kiat Pulp & Paper Tbk. Tangerang Tahun 2001.
Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok: Tidak
Diterbitkan.
Mahfoedz, Ircham. 2005. Ilmu Perilaku dan Aplikasinya dalam Masyarakat. Jakarta: Rineka
cipta.
Miftah Thoha, 2003. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: PT. Dara Grafindo
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Sahab, Syukri. 1997. Tehnik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT
Bina Sumber Daya Manusia.
Siagian, T. 2001. Teori Motivasi dan Aplikasi. Jakarta: PT. Prima Aksara.
Silalahi, B.N.B. dan Silalahi, Rumendang B. 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta : PT. Binaan Pustaka Presindo.
72
Sugeng. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penebit Universitas
Diponegoro.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta.
Suma’mur, 1992. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung.
Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung
Agung.
Sumbung, Johny. 2000. Studi Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Alat
Pelindung Diri di Bagian Dryer dan Gluing Pabrik Kayu Lapis PT. Jati Dharma Indah
Batu Gong Kota Ambon tahun 2000. Tesis Program Magister Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Depok: Tidak Diterbitkan.
Suryanto. 2013. Jamsostek Setiap Hari 9 Meninggal Karena Kecelakaan Kerja. Diakses pada
tanggal 1 Oktober 2013. Dari: http://www.antaranews.com/berita/360749/jamsostek-
setiap-hari-9-meninggal-karena-kecelakaan-kerja
Syaaf, Fathul Mashuri. 2008. Analisis Perilaku Berisiko (at-risk behavior) Pada Pekerja Unit
Usaha Las Sektor Informal di Kota X. Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Depok: Tidak Diterbitkan.
Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenada Media.
KUESIONER
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia
Tahun 2014
Oleh:
Mochammad Iqbal M.S
NIM: 1110101000022
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) program studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian untuk kepentingan skripsi.
Saya mohon dengan segala kerendahan hati agar kiranya Bapak/Saudara dalam
menjawab pertanyaan berikut dengan jujur dan sesuai dengan keadaan sebenarnya saat ini.
Jawaban Bapak/Saudara tidak akan mempengaruhi pekerjaan dan akan saya jamin
kerahasiannya.
Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Saudara saya ucapkan terimakasih.
Responden Peneliti
_______________ Moch. Iqbal Maulana S
Petunjuk pengisian:
1. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama.
2. Isilah setiap pertanyaan dengan jujur dan sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Daftar Pertanyaan
Identitas Responden
Nama :.......................................................................
No. Handphone :.......................................................................
Tempat, Tanggal Lahir :.......................................................................
Pendidikan Terakhir : 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. D3/S1
Tahun Awal Kerja :.......................................................................
Bagian Pekerjaan :.......................................................................
A. Pengetahuan
No. Pertanyaan Jawab
(Diisi oleh responden) Skoring
(Diisi oleh peneliti) Ya Tidak
1. Tahukah anda apa yang dimaksud dengan APD? Jelaskan........................................................
2.
Apakah kegunaan APD? a. Untuk menjaga keselamatan dan
kesehatan pada saat bekerja
b. Untuk meminimalisasi dampak kecelakaan pada saat bekerja
3.
Apakah ini termasuk APD? a. Masker
b. Safety glasses (kacamata pengaman)
c. Ear Plug
d. Apron
e. Sarung tangan
f. Safety shoes (sepatu pengaman)
4.
Apa akibat jika tidak menggunakan APD? a. Menimbulkan kecelakaan
b. Bisa cedera saat bekerja
5.
Apakah anda tahu tentang bahaya dan risiko dalam menggunakan mesin.......................... ? Jika Ya, sebutkan..............................................
6.
Kapan seharusnya APD mulai digunakan? a. Pada saat di ruang ganti pakaian
b. Pada saat hendak memulai pekerjaan
c. Bila terjadi kecelakaan kerja
B. Pelatihan
No. Pertanyaan Jawab
(Diisi oleh responden) Skoring
(Diisi oleh peneliti) Ya Tidak
1.
Apakah anda pernah mengikuti pelatihan K3 khususnya tentang APD yang diadakan di perusahaan?
LEMBAR OBSERVASI PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
DI DEPARTEMEN METALFORMING PT. DIRGANTARA INDONESIA (PERSERO) TAHUN 2014
Nama :
Bagian/mesin :
No. Alat Pelindung Diri (APD) Menggunakan Tidak Menggunakan
1. Masker
2. Safety Glasses (Kacamata pengaman)
3. Ear Plug
4. Apron
5. Sarung Tangan
6. Safety Shoes (Sepatu pengaman)
Catatan:
LEMBAR OBSERVASI KETERSEDIAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
DI DEPARTEMEN METALFORMING PT. DIRGANTARA INDONESIA (PERSERO) TAHUN 2014
Nama :
Bagian/mesin :
No. Alat Pelindung Diri (APD) Ada Tidak Ada Kondisi
1. Masker
2. Safety Glasses (Kacamata pengaman)
3. Ear Plug
4. Apron
5. Sarung Tangan
6. Safety Shoes (Sepatu pengaman)
Catatan:
Analisis Univariat
Uji Validitas & Realibilitas
Uji Normalitas