Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN KEHIDUPAN KOTA URBAN DALAM NOVEL
WINTER IN TOKYO KARYA ILANA TAN : KAJIAN
SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI
LANNA SARI POHAN
140701018
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
i
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lanna Sari Pohan
NIM : 140701018
Program Studi : Sastra Indonesia
Fakultas : Ilmu Budaya USU
Judul Skripsi : Gambaran Kehidupan Kota Urban dalam Novel Winter In
Tokyo Karya Ilana Tan: Kajian Sosiologi Sastra
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memproleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak
benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang
saya peroleh.
Medan, Juni 2019
Penulis
Lanna Sari Pohan
NIM 140701018
Universitas Sumatera Utara
ii
GAMBARAN KEHIDUPAN KOTA URBAN dalam NOVEL WINTER IN
TOKYO KARYA ILANA TAN: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA
LANNA SARI POHAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran kehidupan kota urban
yang terdapat dalam novel Winter In Tokyo karya Ilana Tan. Hasil penelitian ini
dapat memberikan pemahaman dan memperluas ilmu pengetahuan tentang
gambaran kehidupan kota urban dalam novel Winter In Tokyo karya Ilana Tan.
Menambah wawasan tentang keberadaan karya sastra (novel) yang memuat
tentang kehidupan kota urban. Dapat dijadikan rujukan bagi pengkaji novel
Winter In Tokyo karya Ilana Tan yang lebih luas dari sudut kajian yang lain.
Diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk penelitian-penelitian
yang relevan di masa yang akan datang. penelitian ini menggunakan teori
kehidupan kota urban oleh Daldjoeni. Metode penelitian ini adalah metode
kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam novel
Winter In Tokyo terdapat gambaran kehidupan kota urban yakni, heterogenitas
sosial, hubungan sekunder, Mobilitas sosial, individualisasi, Segregasi keruangan,
atomisasi dan pembentukan massa, kepekaan terhadap rangsangan dan sikap masa
bodoh, dan industri kesenangan dan pengisian waktu luang.
Kata Kunci: novel, kehidupan kota urban, dan sosiologi sastra
Universitas Sumatera Utara
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
setia memberikan anugerah dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Gambaran Kehidupan Kota Urban dalam Novel Winter
In Tokyo Karya Ilana tan: Kajian Sosiologi Sastra.” Skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program Studi
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini
tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, tiada satu kata pun yang pantas untuk disampaikan kepada semua pihak yang
terkait selain rasa hormat dan ungkapan kasih yang setulus-tulusnya penulis
ucapkan kepada:
1. Dr. Budi Agustono, M.S sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Drs.
Mauly Purba, M.A.,PhD sebagai Wakil Dekan I, Dra. Heristina Dewi,
M.Pd sebagai Wakil Dekan II, Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si
sebagai Wakil Dekan III sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan dukungan dan arahan dari awal sampai penyelesaian skripsi
ini.
2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai ketua Program Studi Sastra
Indonesia, Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., Sebagai sekretaris Program
Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan nasihat dan semangat kepada penulis untuk
menyempurnakan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
iv
3. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal
ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama mengikuti masa perkuliahan.
4. Bapak Selamet dan Bapak Joko yang banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan segala urusan keperluan administrasi di Program Studi
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
5. Bidikmisi yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga
penulis termotivasi dan dapat menyelesaikan skripsi ini tentunya.
6. Kepada kedua orang tua yang selalu penulis sayangi, Ayahanda Jubeir
Pohan dan Ibunda Zainab yang senantiasa selalu mendoakan, mendukung,
merestui, dan menasihati penulis dari awal perkuliahan sampai akhir
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas segala usaha dan kerja keras
yang selama ini telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
meraih gelar sarjana. Terima kasih telah menjadi orang tua yang sempurna
dan selalu sabar membimbing penulis.
7. Untuk adinda yang saya sayangi, yaitu M. Khaidir Pohan dan Farhan
Khoirul Pohan. Serta adinda sepupu Uswatun Hasanah Yuniarsito,S.
Terima kasih atas doa dan dukungannya. Semoga saya dapat memenuhi
segala harapan kalian.
8. Kepada abangdaterkasih Jesrin Lubis, yang selama ini telah memberikan
dukungan, doa, semangat, dan motivasi yang selalu ada baik disaat suka
maupun duka.
9. Kepada teman sekaligus sahabat yang saya sayangi, yaitu Erna waty, Sucia
Muqori Kombih, Padilah, Aisyah Dhuhani, Lulu Atun Nafisah, Tri Septi
Universitas Sumatera Utara
v
Wardani, dan Istika Suri yang telah membantu dan memotivasi penulis
dalam suka maupun duka.
10. Teman-teman angkatan 2014 Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
USU atas kebersamaan yang terjalin dengan baik dan masa-masa indah
dalam perjuangan yang dilalui bersama.
11. Semua pihak yang pernah membantu penulis. Terima kasih atas segala
bentuk bantuannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Juni 2019
Lanna Sari Pohan
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
PERNYATAAN .................................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
PRAKATA .......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
1.4.1 Manfaat Teoretis ............................................................... 5
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................. 6
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA ............ 7
2.1 Konsep ................................................................................................. 7
2.1.1 Novel .................................................................................... 7
2.1.2 Kota Urban ........................................................................... 7
2.1.3 Masyarakat Perkotaan (urban community) .......................... 8
2.2 Landasan Teori .................................................................................... 9
2.2.1 Sosiologi Sastra .................................................................... 9
2.2.2 Kehidupan Kota Urban ...................................................... 16
2.3 Tinjauan Pustaka ............................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 22
3.1 Metode Penelitian .............................................................................. 22
3.2 Sumber Data ...................................................................................... 22
Universitas Sumatera Utara
vii
3.2.1 Sumber Data Primer ........................................................... 22
3.2.2 Sumber Data Sekunder ....................................................... 23
3.3 Teknik Penggumpulan Data .............................................................. 23
3.4 Teknik Analisis Data ......................................................................... 24
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 25
4.1 Gambaran Kehidupan Kota Urban dalam Novel Winter In Tokyo ... 25
4.1.1 Aspek Fisik (Pengkotaan Fisik) .......................................... 25
4.1.1.1 Heterogenitas Sosial ................................................. 25
4.1.1.2 Hubungan Sekunder ................................................. 29
4.1.1.3 Mobilitas Sosial ........................................................ 31
4.1.1.4 Individualisasi ........................................................... 33
4.1.1.5 Segregasi Keruangan ................................................ 35
4.1.2 Aspek Mental (Pengkotaan Mental).................................... 36
4.1.2.1 Atomisasi dan Pembentukan Massa ......................... 36
4.1.2.2 Kepekaan Terhadap rangsangan dan Sikap Masa bodoh
................................................................................... 37
4.1.2.3 Industri Kesenangan dan Pengisian Waktu Luang ... 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 43
5.1 Simpulan ............................................................................................ 43
5.2 Saran .................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 45
LAMPIRAN ....................................................................................................... 48
1. Sinopsis Novel Winter In Tokyo Karya Ilana Tan .................................. 48
2. Biografi Pengarang .................................................................................. 51
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni yang
objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
medianya. Sebuah karya sastra tidak akan lepas dari pola pikir, ide, dan prinsip
pengarangnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo dan Saini (dalam
Rokhmansyah, 2014: 2), sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa
pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk
gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Karya sastra juga dapat diartikan sebagai kumpulan atau hal yang
berhubungan dengan alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau
pengajaran. Melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan
pandangannya tentang kehidupan yang ada di sekitarnya. Oleh sebab itu,
mengapresiasi karya sastra artinya berusaha menemukan nilai-nilai kehidupan
yang tercermin dalam karya sastra.
Jenis-jenis karya sastra ialah puisi, prosa, dan drama. Puisi merupakan
penghayatan kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya di mana puisi itu
diciptakan tidak terlepas dari proses berpikir penyair. Selanjutnya prosa, prosa
adalah perpaduan atau kerja sama antara pikiran dan perasaan. Prosa selalu
bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami, disaksikan, didengar, dan
dibaca oleh pengarang. Terakhir drama, konsep drama mengacu kepada dua
pengertian, yaitu drama sebagai naskah dan drama sebagai pentas. Drama naskah
Universitas Sumatera Utara
2
merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa.
Drama pentas adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara
berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung),
seni kostum, seni rias, dan sebagainya.
Dalam penelitia ini, penulis akan mengkaji jenis prosa berupa novel.
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang menggambarkan kehidupan
masyarakat yang menciptakannya karena, apa yang terdapat di dalam karya sastra
merupakan hasil imajinasi pengarang yang bersumber dari dunia yang ada
disekelilingnya. Jassin (dalam Surota, 1989: 10) mengatakan bahwa novel adalah
suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang
luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita), luar biasa karena dari
kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan
nasib mereka.
Novel juga dapat memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari bagi
pembaca karena di dalamnya mengandung pesan moral yang dapat diserap oleh
pembaca. Di antara genre utama karya sastra yaitu puisi, prosa, dan drama, genre
prosalah khususnya novel dianggap dominan dalam menampilkan unsur-unsur
sosial (Herman dalam Simarmata, 2016: 3). Bahkan sastra populer juga perekam
kehidupan, dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba
kemungkinan. Ia menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan itu dengan
harapan pembaca akan menceritakan pengalamannya itu.
Novel yang dikaji dalam penelitian ini ialah berjudul Winter In Tokyo
karya Ilana Tan. Novel ini berfokus pada latar sosial dalam kehidupan di kota-
kota metropolitan. Kota metropolitan menjadi latar tempat dalam novel Ilana Tan,
Universitas Sumatera Utara
3
yang mencerminkan paham materialistis dan gaya hidup para tokoh utama, yang
telah membentuk kebudayaan anak-anak muda metropolitan, dan mengubah
struktur tradisi kehidupan masyrakat dan idiologi masyarakat.
Masyarakat kota sebagai community juga merupakan masyarakat society.
Pada masyarakat kota, anggotanya terpisah-pisah, saling tidak kenal, dan lebih
terikat kontak kekeluargaan, hubungannya serba lugas, lepas dari pribadi dan
sentimen serta ikatan tradisi dengan tanpa kepemimpinan mapan.
Masyarakat perkotaan yang kita ketahui selalu identik dengan sifat yang
individual, egois, materialistis, penuh kemewahan, di kelilingi gedung-gedung
yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar.
Asumsi dasar kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang (S. Meno dan
Mustamin alwi dalam Jamaludin Adon dan Saebani Beni, 2017: 67).
Novel Winter In Tokyo karya Ilana Tan, menjadikan kota-kota besar di
luar negeri sebagai latar tempat terjadinya peristiwa, seperti di Tokyo pada novel
Winter In Tokyo, maka dalam novelnya semua mencerminkan kebudayaan dan
cara hidup metropolitan. Meskipun dalam novel Winter In Tokyo karya Ilana Tan
tidak menjadikan setiap ruang lingkup kehidupan dan kebudayaan metropolitan
sebagai latar utama, tetapi tetap mengghubungkan ceritanya dengan cara hidup di
kota-kota besar seperti tinggal bersama, golongan bersama, dan cara orang kota
dalam memcari hiburan. Ini sudah mencerminkan cara hidup anak-anak muda
perkotaan pada abad ke-21 dan mencerminkan kota urban.
Kota urban merupakan sebuah kota dengan kehidupan urban. Secara
spesifik, kota urban memiliki pengertian yang cukup kompleks, begitu pula
dengan pola masyarakatnya. Wirth (dalam Daldjoeni, 1997: 29) menekankan
Universitas Sumatera Utara
4
pengertian kota urban pada segi heterogenitas dan impersonalitas. Kota urban
merupakan sebuah tempat yang sangat heterogen, terdapat keberagaman kelas
sosial dan kelas ekonomi, etnik, kelompok-kelompok dengan kegemaran yang
berbeda, dan kaum-kaum elit tertentu.
Teori yang digunakan dalam mengkaji novel Winter In Tokyo karya Ilana
Tan ialah sosiologi sastra, strukturalisme genetik, dan kehidupan kota urban.
Sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada kaitan manusia dengan
lingkungan. Karya sastra sering mengungkapkan perjuangan manusia dalam
menentukan masa depannya, melalui imajinasi, perasaan dan intuisi. Sastra
menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan
sosial. Strukturalisme genetik mencoba mengkaitkan antara teks sastra, penulis,
pembaca (dalam rangka komunikasi sastra), dan struktur sosial. Meskipun
demikian, sebagai teori yang sudah teruji validitasnya, strukturalisme genetik
ditopang beberapa konsep teori sosial lainnya, diantaranya fakta kemanusiaan,
subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman dan penjelasan.
Kehidupan kota urban dalam novel merupakan gambaran kehidupan kota urban
yang sebenarnya. Kehidupan kota urban lebih melihat kota pada dua sisi, yaitu
aspek fisik (pengkotaan fisik) dan aspek mental (pengkotaan mental).
Penelitian mengenai kota urban masih jarang dilakukan. Sejauh ini peneliti
hanya menemukan satu tulisan ilmiah yang membahas kota urban dengan teori
sosiologi sastra yaitu Nur Raisa Olivia (2011) yang berjudul “ Gambaran
Kehidupan Kota Urban Ditinjau dari Unsur Intrinsik Lima Cerpen Netzliteratur:
Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra”. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan
penelitian ini, yaitu selain belum ada yang meneliti gambaran kehidupan kota
Universitas Sumatera Utara
5
urban dalam novel Winter in Tokyo karya Ilana tan: kajian sosiologi sastra, novel
ini sangat menarik untuk dikaji.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah gambaran kehidupan kota urban dalam novel Winter In
Tokyo karya Ilana Tan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mendeskripsikan gambaran kehidupan kota urban dalam novel
Winter In Tokyo karya Ilana Tan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan memperluas ilmu
pengetahuan tentang gambaran kehidupan kota urban dalam novel Winter In
Tokyo karya Ilana Tan.
2. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan tentang keberadaan
karya sastra (novel) yang memuat tentang kehidupan kota urban.
Universitas Sumatera Utara
6
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi pengkaji novel Winter In Tokyo
karya Ilana Tan yang lebih luas dari sudut kajian yang lain.
2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
penelitian-penelitian yang relevan di masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
7
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Berikut beberapa konsep yang berkaiatan dengan penelitian ini.
2.1.1 Novel
Novel merupakan karya fiksi yang pada umumnya menyajikan dunia yang
dikreasikan pengarang melalui kata dan kata-kata. Keindahan novel tampak dari
keterjalinan kata, kata-kata, dan bahasa sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
Menurut Nurgiyantoro (1995: 14) novel merupakan dunia dalam skala yang
lebih besar dan kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang
dipandang aktual, namun semuanya tetap saling berjalinan. Novel umumnya
terdiri dari sejumlah bab yang masing-masing berisi cerita yang berbeda. Novel
memiliki unsur intrinsik seperti peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang,
dan lain-lain.
2.1.2 Kota Urban
Kota urban terbentuk dari kata kota dan urban yang pada dasarnya
memiliki pengertian masing-masing. Kota sebagai pemukiman yang relatif besar
padat dan permanen dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya.
Sedangkan urban memiliki definisi yang lebih kompleks, urban dapat dilihat dari
dua sudut pandang, yakni urban sebagai tempat dan juga sebagai cara hidup.
Orang sering kali beranggapan bahwa tempat dengan populasi yang besar
merupakan faktor penting untuk menentukan apakah tempat tersebut
dikategorikan sebagai urban.
Universitas Sumatera Utara
8
Kota urban merupakan sebuah kota dengan kehidupan urban. Secara
spesifik, kota urban memiliki pengertian yang cukup kompleks, begitu pula
dengan pola masyarakatnya. Wirth (dalam Daldjoeni, 1997: 29) menekankan
pengertian kota urban pada segi heterogenitas dan impersonalitas. Kota urban
merupakan sebuah tempat yang sangat heterogen, terdapat keberagaman kelas
sosial dan kelas ekonomi, etnik, kelompok-kelompok dengan kegemaran yang
berbeda, dan kaum-kaum elit tertentu. Interaksi antar individu di dalam
lingkungan yang sangat heterogen cenderung bersifat sekunder. Maksudnya
adalah interaksi terjadi cenderung dengan alasan yang impersonal atau berasaskan
kepentingan pribadi.
2.1.3 Masyarakat Perkotaan (urban community)
Masyarakat kota sebagai community juga merupakan masyarakat society.
Pada masyarakat kota, anggotanya terpisah-pisah, saling tidak kenal, dan lebih
terkait kontak kekeluargaan, hubungannya serba lugas, lepas dari pribadi dan
sentimen serta ikatan tradisi dengan tanpa kepemimpinan mapan.
Menurut Jamaludin Adon dan Beni Ahmad (2017: 35) masyarakat
perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian ini lebih ditekankan
pada sifat-sifat kehidupan serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan. Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada
aspek-aspek, seperti pakaian, makanan, dan perumahan, tetapi lebih luas lagi.
Masyarakat perkotaan sering diidentikkan dengan masyarakat modern
(maju) dan dipertentangkan dengan masyarakat pedesaan yang akrab dengan
sebutan masyarakat tradisional, terutama dilihat dari aspek kulturnya. Masyarakat
modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi
Universitas Sumatera Utara
9
nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada
umumnya masyarakat modern tinggal di daerah perkotaan sehingga disebut
masyarakat kota.
Masyarakat perkotaan yang kita ketahui selalu identik dengan sifat yang
individual, egois, materialistis, penuh kemewahan, di kelilingi gedung-gedung
yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar.
Asumsi dasar kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang (S. Meno dan
Mustamin alwi dalam Jamaludin Adon dan Saebani Beni, 2017: 67).
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang
dikemukakan oleh Wellek dan Warren.
2.2.1 Sosiologi Sastra
Bidang sosiologi sastra merupakan bidang interdisipliner ilmu sastra
dengan teori-teori ilmu sosial. Menurut Damono (dalam Rokhmansya 2014: 147),
sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap karya sastra yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Penelitian sosiologi sastra melihat
sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat.
Wellek dan Austin Warren (1995: 111) membagi sosiologi sastra sebagai
berikut.
1. Sosiologi pengarang, menyangkut profesi pengarang, dan institusi sastra.
Masalah yang berkaitan disini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar
belakang sosial, status sosial pengarang, ideologi pengarang dan hal-hal
yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra.
Universitas Sumatera Utara
10
2. Sosiologi isi karya sastra, menelaah tujuan serta hal-hal lain yang tersirat
dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.
3. Permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra. Sejauh mana
karya sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan
perkembangan sosial, adalah pertanyaan yang termasuk dalam ketiga jenis
permasalahan di atas: sosiologi pengarang, isi karya sastra yang bersifat
sosial, dan dampak sastra terhadap masyarakat.
Penulis memilih pendekatan sosiologi sastra karena dengan menggunakan
pendekatan ini akan diketahui dengan jelas penggambaran suatu masyarakat di
dalam sebuah karya sastra. Selain itu dengan sosiologi sastra, karya sastra dapat
dikaji dengan memfokuskan perhatian kepada segi-segi sosial kemasyarakatan.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah strukturalisme genetik.
Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan
sosiologi Rumania-Prancis. Teori ini dikemukakannya pada tahun 1956 dengan
terbitnya buku The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Pascal
and the tragedies of Racine Teori dan pendekatan yang dimunculkannya ini
dikembangkan sebagai sintesis atas pemikiran Jean Piaget, Geogre Lukacs, dan
Karl Marx (Rokhmansyah, 2014: 74). Goldmann (dalam Faruk, 1999: 12)
menyebutkan teorinya sebagai strukturalisme genetik, ia percaya bahwa karya
sastra merupakan sebuah struktur. Akan tetapi, struktur itu bukanlah sesuatu yang
statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung,
proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal
karya sastra yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
11
Strukturalisme genetik mencoba mengkaitkan antara teks sastra, penulis,
pembaca (dalam rangka komunikasi sastra), dan struktur sosial. Meskipun
demikian, sebagai teori yang sudah teruji validitasnya, strukturalisme genetik
masih ditopang oleh beberapa konsep teori sosial lainnya, diantaranya fakta
kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi, pandangan dunia, pemahaman dan
penjelasan (Faruk, 1999: 12).
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa intinya teori
strukturalisme genetik mengukuhkan adanya hubungan antara sastra dan
masyrakat melalui pandangan dunia yang diungkapkan pengarang. Namun, teori
tersebut memiliki beberapa kelemahan yang ditandai dengan adanya kritik yang
mengatakan bahwa teori strukturalisme genetik masih terlalu sederhana untuk
memahami dan menjelaskan fenomena sosiologi sastra, seperti yang dikatakan
oleh Swingewood dan wolf (dalam Faruk, 1999: 14). Swingewood
mengisyaratkan perlunya pemahaman mengenai tradisi sastra sebagai salah satu
mediasi yang menjembatani sastra dengan masyarakat itu. Wolf mengisyaratkan
perlunya mempertimbangkan formasi sosial yang di luar batas kelas sebagai
mediasi dari hubungan antara sastra dan masyarakat tersebut.
Meskipun memiliki beberapa kelemahan, teori strukturalisme genetik telah
teruji validitasnya dan memiliki beberapa konsep canggih yang tidak dimiliki teori
sosial lain, seperti kelas sosial, subjek trans-individual, dan pandangan dunia.
Dalam penjebaran yang lebih lanjut, teori ini juga memiliki beberapa konsep dasar
yang menjadi unsur pembangunnya, sebagai berikut:
Pertama fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku
manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu
Universitas Sumatera Utara
12
pengetahuan. Fakta kemanusiaan pada hakikatnya dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu fakta individu dan fakta sosial. Fakta yang kedua mempunyai
peranan dalam sejarah, sedangkan fakta yang pertama tidak memiliki hal tersebut.
Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik tertentu,
maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni
sastra. Adapun tujuan yang menjadi arti dari fakta-fakta kemanusiaan itu sendiri
menurut Goldmann (dalam Faruk, 2010: 58) tumbuh sebagai respons dari subjek
kolektif ataupun individual terhadap situasi dan kondisi yang ada di dalam diri
dan sekitarnya, pembangunan percobaan dari si subjek untuk mengubah sutuasi
yang ada agar cocok bagi aspirasi-aspirasi subjek itu. Dengan kata lain fakta-fakta
itu merupakan hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik
dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya.
Kedua subjek kolektif atau trans-individual merupakan konsep yang masih
sangat kabur. Subjek kolektif itu dapat kelompok kekerabatan, kelompok sekerja,
kelompok teritorial, dan sebagainya. Untuk memperjelasnya, Goldmann (dalam
Faruk, 1999: 15) menspesifikasikannya sebagai kelas sosial dalam pengertian
Marxis sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai
kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh
mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat
manusia sebagaimana yang terbukti dari perkembangan tata kehidupan
masyarakat primitif yang komunal ke masyarakat feodal, kapitalis, dan kemudian
sosialis.
Selanjutnya, perubahan yang dilakukan oleh kelas sosial adalah perubahan
yang sangat mendasar, yang sampai kepada perubahan pada tingkat infrastruktur
Universitas Sumatera Utara
13
atau struktur ekonomi masyarakat, tidak sekedar perubahan pada tingkat
superstruktur. Perubahan yang pertama itulah yang disebut sebagai perubahan
yang revolusioner, struktural, sedangkan perubahan yang kedua hanyalah
perubahan yang reformatif, kultural (Faruk, 2010: 64).
Ketiga strukturasi dengan adanya homologi antara struktur karya sastra
dengan struktur masyarakat keduanya merupakan produk dari aktivitas strukturasi
yang sama. Konsep homologi ini berbeda dari konsep refleksi. Memahami karya
sastra sebagai refleksi atau cerminan masyarakat berarti menganggap bahwa
bangunan imajiner yang tercitrakan dalam karya sastra identik dengan bangunan
dunia yang terdapat di dalam kenyataan. Padahal, sebagaimana seperti yang sudah
terbukti di dalam sejarah sastra di seluruh dunia, sebagian besar karya sastra
tidaklah realistik, melainkan justru imajinatif dan bahkan fantasik sehingga
bangunan dunia yang terbayang di dalamnya tampak seperti tidak berhubungan
sama sekali dengan tata kehidupan manusia atau masyarakat. Goldmann (dalam
Faruk, 1999: 16) mempunyai konsep struktur yang bersifat tematik. Yang menjadi
pusat perhatiannya adalah relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan
objek yang ada di sekitarnya.
Melalui penjelasan di atas dimaksudkan bahwa hanya dengan konsep
homologi hubungan antara bangunan dunia imajiner di dalam karya sastra dan
bangunan dunia nyata di dalam masyarakat dapat ditemukan dan dipahami.
Karena, kesamaan antara bangunan dunia dalam karya sastra dengan yang ada
dalam kehidupan nyata itu bukan sesuatu yang substansial, melainkan struktural.
Keempat pandangan dunia, Menurut Goldmann (dalam Faruk, 1999: 16)
pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari
Universitas Sumatera Utara
14
segi gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang
menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial
tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial
lainnya. Dengan demikian, pandangan dunia bagi strukturalisme genetik tidak
hanya seperangkat gagasan abstrak dari suatu kelas mengenai kehidupan manusi
dan dunia tempat manusia itu berada, melainkan juga merupakan semacam cara
atau gaya hidup yang dapat mempersatukan anggota satu kelas dengan anggota
yang lain dalam kelas yang sama dan membedakannya dari anggota-anggota kelas
sosial yang lain.
Selanjutnya, Goldmann (dalam Faruk, 2010:67) berpendapat bahwa
sebagai suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia berkembang sebagai hasil dari
situasi sosial dan ekonomi tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang
memilikinya. Karena merupakan produk interaksi antara subjek kolektif dengan
situasi sekitarnya, pandangan dunia tidak lahir dengan tiba-tiba. Transformasi
mentalitas yang lama secara perlahan-lahan dan bertahap diperlukan demi
terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya mentalitas yang lama itu.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan, bahwa pandangan dunia adalah
sebuah pandangan dengan koherensi menyeluruh, merupakan perspektif yang
koheren dan terpadu mengenai manusia, hubungan antar manusia, dan alam
semesta secara keseluruhan. Koherensi dan keterpaduan tersebut tentu saja
menjadi niscaya karena pandangan dunia tersebut dibangun dalam perspektif
sebuah kelompok masyarakat yang berada pada posisi tertentu dalam struktur
sosial secara keseluruhan, merupakan respons kelompok masyarakat terhadap
lingkungan sosial yang juga tertentu.
Universitas Sumatera Utara
15
Yang kelima pemahaman dan penjelasan, untuk mendapatkan pengetahuan
mengenai karya sastra dengan kodrat keberadaan (ontologi) semacam itu
Goldmann kemudian mengembangkan sebuah metode yang disebutkannya
sebagai metode dialektik. Menurut Goldmann (dalam Faruk, 1999: 19) metode itu
merupakan metode yang khas yang berbeda dari metode positivistik, metode
intuitif, dan metode biografi yang psikologis. Lebih jauh Goldmann (dalam Faruk,
1999: 19) menjelaskan bahwa prinsip dasar dari metode dialektik yang
membuatnya berhubungan dengan masalah koherensi seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya adalah pengetahuannya mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang akan
tetap abstrak apabila tidak dibuat konkret dengan mengintegrasikannya ke dalam
keseluruhan. Sehubungan dengan hal itu, metode dialektik mengembangkan dua
pasangan konsep, yaitu “keseluruhan-bagian” dan “pemahaman-penjelasan”.
Selanjutnya, menurut Goldmann (dalam Faruk, 2010: 79) yang dimaksud
dengan pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari.
Sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkannya ke dalam struktur yang
lebih besar. Dengan kata lain, pemahaman adalah usaha untuk mengerti identitas
bagian, Sedangkan penjelasan adalah usaha untuk mengerti makna bagian itu
dengan menempatkannya dalam keseluruhan yang lebih besar.
Hingga pada akhirnya, Goldmann (dalam Faruk, 1999: 21-22) membagi
teknik pelaksanaan metode dialektik yang melingkar serupa itu berlangsung
sebagai berikut. Pertama, peneliti membangun sebuah model yang dianggapnya
memberikan tingkat probabilitas tertentu atas dasar bagian. Kedua, ia melakukan
pengecekan terhadap model itu dengan membandingkan dengan keseluruhan
dengan cara menentukan: (1) sejauh mana setiap unit yang dianalisis
Universitas Sumatera Utara
16
tergabungkan dalam hipotesis yang menyeluruh; (2) daftar elemen-elemen dan
hubungan-hubungan baru yang tidak diperlengkapi dalam model semula; (3)
frekuensi elemen-elemen dan hubungan-hubungan yang diperlengkapi dalam
model yang sudah dicek itu.
Untuk dapat menjelaskan strukturalisme genetik tersebut, diperlukan
analisis langsung terhadap sebuah karya sastra. Tetapi, analisis tersebut dilakukan
setelah menganalisis realitas sosial yang terdapat dalam novel dengan realitas
sosial yang sebenarnya terjadi di masyarakat, seperti pada novel Winter In Tokyo
karya Ilana Tan sebagai potret sosial. Oleh karena itu, analisis sosiologi sastra ini
merupakan tindak lanjut untuk membuktikan dan memaparkan gambaran
kehidupan kota urban yang muncul.
2.2.2 Kehidupan Kota Urban
Dalam mengungkapkan gambaran kehidupan kota urban dalam novel,
tentu diperlukan pengetahuan tentang kehidupan kota urban yang sebenarnya.
Daldjoeni (1997: 51-57) mengatakan kaitannya dengan kehidupan masyarakat
kota, lebih melihat kota pada dua sisi, yaitu aspek fisik (pengkotaan fisik) dan
aspek mental (pengkotaan mental). Seperti yang telah dikatakan sebelumnya
dilatar belakang, yakni sebagai berikut:
2.2.2.1 Aspek Fisik (pengkotaan fisik)
Pada aspek fisik ini, Daldjoeni lebih melihat pada aspek struktur sosial
kota yang dapat diperinci dalam beberapa gejala sebagai berikut:
1. Heterogenitas Sosial
Kepadatan penduduk mendorong terjadinya persaingan dalam pemanfaatan
ruang (kota). Orang dalam bertindak memilih-milih mana yang paling
Universitas Sumatera Utara
17
menguntungkan banginya, sehingga akhirnya tercapai spesialisasi. Kota juga
merupakan melting pot bagi aneka suku ataupun ras.
2. Hubungan Sekunder
Jika hubungan antara penduduk di desa disebut primer, hubungan antara
penduduk di kota disebut sekunder. Pengenalan dengan orang lain serba terbatas
pada bidang hidup tertentu. Ini disebabkan antara lain karena tempat tinggal
cukup terpencar dan saling mengenal hanya menurut perhatian antar pihak.
3. Mobilitas Sosial
Di sini yang dimaksudkan adalah perubahan status sosial seseorang. Orang
menginginkan kenaikan dalam jenjang kemasyarakatan (social climbing). Dalam
kehidupan kota, segalanya diprofesionalkan dan melalui profesinya orang dapat
berkumpul sesuai dengan profesinya seperti guru, dokter, wartawan, pedagang,
tukang becak, dan lainnya.
4. Individualisasi
Ini merupakan akibat dari sejenis atomisasi. Orang dapat memutuskan hal-hal
secara pribadi, merencanakan kariernya tanpa desakan orang lain. Ini berlatar
belakang corak sekunder dari kehidupan kota, sifat sukarelanya ikatan dan
banyaknya kemungkinan yang tersedia.
5. Segregasi Keruangan (Spatial Segregation)
Akibat kompetisi ruang terjadi pola sosial yang berdasarkan persebaran
tempat tinggal atau sekaligus kegiatan sosial-ekonomis. ini distudi oleh ekologi
manusia (human ecology). Terjadilah pemisahan (segregation) berdasarkan ras
dan sekaligus pengupajiwa. Misalnya, ada wilayah kaum Cina, Arab, orang patuh
Universitas Sumatera Utara
18
beragama (kauman), kaum elite, daerah operasi pelacuran, kegiatan olahraga,
hiburan, pertokoan dan pasar, dan lainnya.
2.2.2.2 Aspek Mental Kota
Pada aspek mental ini, Daldjoeni lebih melihat pada aspek kejiwaan
(mental) masyarakat kota. Adapun kejiwaan masyarakat kota dapat diperinci atas
beberapa gejala sebagai berikut:
1. Atomisasi dan Pembentukan Massa
Di dalam kota besar, manusia menjadi sendirian seperti suatu atom di dalam
massa yang terdiri atas atom-atom. Kota hanya dapat menerima manusia sebagai
atom, itu di dalam proses pembentukannya. Proses atomisasi yang dijalani oleh
orang kota berarti pula proses pembentukan massa baginya.
2. Kepekaan Terhadap rangsangan dan sikap masa bodoh
Atom-atom manusia di dalam kota selalu dirangsang oleh berbagai
rangsangan yang jumlahnya tak terhitung banyaknya. Penghuni kota besar setiap
hari dipaksa untuk menelaah kesan baru, siapa yang tidak mengikuti perubahan, ia
menjadi tertinggal. Akibat bertubinya rangsangan ini, manusia kota menjadi
ceroboh, tak teliti, dan bersikap masa bodoh. Berbagai rangsangan itu menjadikan
orang kota tidak peka lagi.
3. Industri kesenangan dan pengisian waktu luang
Semakin maju suatu kota besar, semakin bermunculan masalah yang bertalian
dengan penggunaan waktu luang. Waktu luang ini ditimbulkan oleh proses
teknisasi sehingga sebagian besar tenaga manusia tergantikan oleh mesin dan tata
kerja manusia dapat dijadwal secara ketat. Akibatnya, manusia bekerja dengan
penuh ketegangan sehingga setelah selesai diperlukan suasana yang mengandung
Universitas Sumatera Utara
19
santai. Keakraban pergaulan antar manusia yang dulu bertempat di rumah,
kemudian pindah ke luar rumah. Orang makin banyak bertemu di gedung
pertemuan, tempat olahraga, piknik, restoran, dan gedung bioskop.
2.3 Tinjauan Pustaka
Tujuan pustakan bertujuan untuk mengetahui keaslian sebuah karya
ilmiah. Berikut pemaparan penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas
tentang kehidupan kota urban dan pendekatan sosiologi sastra.
Nur Raisa Olivia melakukan penelitian pada tahun (2011) yang berjudul “
Gambaran Kehidupan Kota Urban Ditinjau dari Unsur Intrinsik Lima Cerpen
Netzliteratur: Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra”. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa kota urban identik dengan heterogenitas di dalamnya
terhimpun individu dari kelas sosial, etnis, dan jalan hidup yang berbeda. Kota
urban juga identik dengan kehidupan masyarakatnya yang individualis dan kontak
antar individu yang sekunder yang umum ditemukan dalam ruang publik. Hal ini
terkait dengan banyaknya peran yang dijalankan seorang individu. Semua
karakteristik tersebut tergambarkan dalam unsur intrinsik lima cerpen Nitzliteratur
korpus data. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nur Raisa Olivia adalah
penggunaan pendekatan yang dipakai untuk mengkaji karya sastra yakni sama-
sama menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Perbedaan penelitiannya Nur
Raisa Olivia menggunakan objek cerpen Nitzliteratur sedangkan penelitian ini
menggunakan objek novel Winter In Tokyo karya Ilana Tan.
Eko Setiyawan (2012) yang berjudul “Aspek Moral dalam Novel Doa Ibu
Karya Sekar Ayu Asmara: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa Struktur novel Doa Ibu karya Sekar Ayu Asmara terdiri
Universitas Sumatera Utara
20
dari tema, alur, penokohan, dan latar. Temanya tentang kehidupan rumah tangga.
Alur atau plot novel ini adalah maju. Penokohan dalam novel ini terdiri dari tokoh
utama dan tokoh tambahan. Karakteristik masing-masing tokoh berdasarkan pada
tiga dimensi, yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Adapun latar dalam novel
adalah latar waktu dan latar tempat. Aspek moral kemanusiaan yaitu sikap acuh
tak acuh terhadap tingkah laku masyarakat sekitarnya pada novel Doa Ibu karya
Sekar Ayu Asmara pada tokoh Madrin yang melakukan perilaku pergaulan bebas.
Aspek moral sosial yang tidak baik pada novel Doa Ibu karya Sekar ayu Asmara
pada tokoh Madrin sosok tokoh yang mengalami kehamilan di luar nikah.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Eko Setiyawan adalah penggunaan
pendekatan yang dipakai untuk mengkaji karya sastra yakni sama-sama
menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Perbedaan penelitiannya adalah
penggunaan objek pada penelitian Eko Setiyawan menggunakan novel Doa Ibu
sedangkan penelitian ini menggunakan novel Winter In Tokyo. Serta Judulnya
yang digunakan Eko Setiyawan adalah “Aspek Moral” sedangkan penelitian ini
judulnya “Gambaran Kehidupan Kota Urban”.
Purwantini (2016) yang berjudul “Urbanisme, Urbanisasi, dan Masyarakat
Urban di Jakarta Dalam Novel Senja Di Jakarta”. Hasil penelitiannya
menyimpulkan urbanisme merupakan tradisi urban yang berkaitan erat dengan
pembentukan negara dan sistem dominasi. Oleh sebab itu, perpindahan penduduk
dari desa ke kota bertujuan mencari pekerjaan. Namun, para urbanis justru tidak
mendapatkan pekerjaan yang layak, bahkan terjebak oleh hasutan kelompok
komunis. Hasil penelitian yang diperoleh ialah demokrasi telah mati, agama
tersingkir dari kehidupan masyarakat, dan nasionalisme, meskipun masih eksis,
Universitas Sumatera Utara
21
kalah oleh kaum kapitalis. Akibatnya, masyarakat urban tidak mengenal arti
demokrasi, nasionalisme, dan menganggap agama hanya sebagai mitos.
Pandangan dunia yang diekspresikan adalah kembalikan demokrasi, hargailah
kaum nasionalis, dan gunakan agama sebagai pegangan hidup. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian Purwantini adalah penggunaan objek. Penelitian
Purwantini Menggunakan objek novel Senja Di Jakarta sedangkan penelitian ini
menggunakan novel Winter In Tokyo.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang
berjudul “ Gambaran Kehidupan Kota Urban dalam Novel Winter In Tokyo Karya
Ilana tan : Kajian Sosiologi sastra” belum pernah diteliti oleh peneliti lain,
sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.
Universitas Sumatera Utara
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif.
Bogdan dan Taylor (dalam Soewadji, 2012: 51-52) penelitian kualitatif diartikan
sebagai salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Dalam ilmu sastra
sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat dan wacana. Dalam hal ini data hasil
penelitian diungkapkan melalui kutipan-kutipan dari teks yang ada dalam novel
Winter In Tokyo karya Ilana Tan.
3.2 Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data dibagi menjadi dua, yaitu sumber data
primer dan data sekunder.
3.2.1 Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data utama dalam penelitian. Data primer yaitu
data yang diseleksi atau diperoleh langsung dari sumbernya tanpa perantara
(Siswantoro, 2016: 70). Data primer dalam penelitian ini adalah novel Winter In
Tokyo karya Ilana Tan.
Judul novel : Winter In Tokyo
Pengarang : Ilana Tan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Jumlah Halaman : 313 halaman
Cetakan : XXXI
Universitas Sumatera Utara
23
Tahun terbit : 2008
Warna sampul : Biru, putih, merah, abu-abu, dan coklat
3.2.2 Sumber data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data kedua atau sumber data
pendukung. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau
lewat perantara, tetapi tetap bersandar kepada kategori atau parameter yang
menjadi rujukan (Siswantoro, 2016: 71). Sumber data sekunder dalam penelitian
ini adalah buku-buku acuan, jurnal, skripsi, situs internet, dan artikel-artikel yang
berhubungan dengan karya sastra, sosiologi sastra, dan kehidupan kota urban.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik penelitian
kepustakaan. Melalui data-data dari sumber yang telah dibaca, menyimak, dan
mencatat untuk memperoleh data dan informasi yang terdapat pada novel Winter
In Tokyo karya Ilana Tan.
Teknik pustaka digunakan dengan sumber-sumber tertulis sebagai data.
Penelitian kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-
laporan yang ada hubungannya dengan masalah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data
meliputi:
1. Membaca novel yang merupakan bahan kajian, yaitu novel Winter In
Tokyo karya Ilana Tan.
2. Menyimak dan memahami data yang telah dibaca berkaitan erat
dengan masalah yang terkait.
Universitas Sumatera Utara
24
3. mencatat dan mengelompokkan data yang di dalamnya mengandung
permasalahan.
4. Setelah data yang relevan ditemukan, peneliti kemudian meriview dan
menyusun bahan pustaka sesuai dengan urusan kepentingan dan
relevansinya dengan masalah yang diteliti.
5. Data-data informasi yang diperoleh kemudian dibaca, dicatat, diatur,
dan ditulis kembali.
6. Selanjutnya, dalam langkah terakhir yitu proses penulisan penelitian
dari bahan-bahan yang telah terkumpul dijadikan satu dalam sebuah
laporan penelitian berbentuk skripsi.
3.4 Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan
sosiologi sastra. Berikut teknik analisis data novel Winter In Tokyo karya Ilana
Tan.
1. Membaca novel Winter In Tokyo karya Ilana Tan, dengan berulang-ulang
untuk menemukan data yang diinginkan dengan didukung oleh peranan
objek utama (primer) yang relevan terhadap penelitian.
2. Mengumpulkan data-data yang mengungkapkan tentang gambaran
kehidupan kota urban dalam novel Winter In Tokyo karya Ilana Tan.
3. Mengumpulkan data-data dari buku dan sumber informasi yang terkait
dengan penelitian.
4. Menarik kesimpulan dari hasil analisis tersebut.
Universitas Sumatera Utara
25
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Kehidupan Kota Urban dalam Novel Winter In Tokyo
Karya Ilana Tan
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, hasil penelitian
mencakup kehidupan kota urban yang terdapat dalam novel Winter In Tokyo
karya Ilana Tan akan dijelaskan pada bagian ini. Seperti yang disebutkan dilatar
belakang bahwa Daldjoeni melihat kota pada dua sisi, yaitu aspek fisik
(pengkotaan fisik) dan aspek mental (pengkotaan mental). Maka penulis akan
menganalisis sebagai berikut:
4.1.1 Aspek Fisik (Pengkotaan Fisik)
4.1.1.1 Heterogenitas Sosial
Kepadatan penduduk mendorong terjadinya persaingan dalam
pemanfaatan ruang. Orang dalam bertindak memilih-milih yang paling
menguntungkan baginya sehingga tercapai spesialisasi. Kota juga merupakan
melting pot bagi aneka suku ataupun ras. Heterogenitas sosial terlihat seperti
dalam kutipan berikut:
“... Sedangkan ayah dan ibu Keiko awalnya tinggal di Tokyo, lalu
tiga tahun lalu mereka pindah ke Kyoto kampung halaman
ayahnya, untuk mencari suasana yang lebih tenang. Ayahnya
memang tidak pernah terbiasa dengan hiruk-pikuk kota Tokyo.”
(Tan, 2008: 23).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa kota Tokyo memang terkenal
begitu padat penduduknya dan suasananya ramai dan sangat bising. Artinya
dampak kepadatan penduduk kota mendorong terjadinya persaingan dalam
Universitas Sumatera Utara
26
kehidupan, sehingga orang dapat bertindak dalam memilih-milih yang paling
menguntungkan baginya. Itu sebanya kedua orang tua Keiko memilih untuk
tinggal di kampung halamannya sendiri dibandingkan tinggal di kota Tokyo.
Sementara Keiko yang lebih memilih untuk tinggal di kota Tokyo.
Tokyo adalah ibu kota Jepang sekaligus daerah terpadat di Jepang, serta
daerah metropolitan terbesar di dunia berdasarkan penduduknya. Sekitar 12 juta
orang tinggal di Tokyo dan ratusan ribu lainnya berpulang pergi setiap hari dari
daerah sekitarnya untuk bekerja dan berbisnis di Tokyo. Tokyo adalah pusat
politik, ekonomi, budaya, dan akademis di Jepang sekaligus merupakan pusat
bisnis dan finansial utama untuk seluruh Asia Timur (Wikipedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tokyo. Diakses pada 14 April 2019).
Heterogenitas sosial juga terlihat pada kutipan berikut:
“Keiko tersenyum dan mengangkat bahu. Sebenarnya
pemandangan seperti itu –para remaja dengan dandanan aneh, yang
biasa disebut Cosplay-zoku –adalah pemandangan sehari-hari di
Harajuku. Remaja-remaja itu suka berdandan habis-habisan dan
memamerkan diri di depan orang banyak. Mulai dari rambut yang
dicat warna-warni, pakaian yang “kreatif” dan mencolok, sampai
ke rias wajah yang bisa membuat orang-orang tua seperti kakek
Osawa mengelus dada. Mereka berdandan seolah-olah akan
menghadiri pesta kostum, tapi pada kenyataannya mereka hanya
sedang nongkrong santai di jalanan.” (Tan, 2008: 36).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa kepadatan penduduk mendorong
terjadinya persaingan dalam pemanfaatan ruang. Orang dapat bertindak memilih-
milih yang paling menguntungkan baginya, sehingga tercapai spesialisasi.
Artinya, orang dapat melakukan apa yang ia sukai dan yang ia tidak sukai. Seperti
pada kutipan di atas para remaja memadati ruang dengan melakukan
Universitas Sumatera Utara
27
perkumpulan. Pemandangan seperti itu sering terjadi di kota metropolitan, mereka
berdandan habis-habisan untuk mengikuti gaya hidup masa kini.
Harajuku adalah sebuah kawasan di Shibuya, terkenal di mata dunia
karena imejnya sebagai pusatnya hiburan anak muda, fashion, dan cospay.
(Wikipedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/tokyo. Diakses pada 14 April 2019).
Selain itu heterogenitas sosial juga terlihat pada kutipan berikut:
“Kazuto berjalan menyusuri Takeshita Dori, salah satu jalan di
Harajuku yang sempit, panjang, dan dipadati pejalan kaki yang
kebanyakan adalah remaja. Berbagai butik, kafe, restoran siap saji,
dan toko-toko kecil lainnya yang ditargetkan untuk kawula muda
berjejer di sepanjang jalan.” (Tan, 2008: 92).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa kepadatan kota mendorong
terjadinya persaingan dalam pemanfaatan ruang. Di kota-kota besar seperti Tokyo
memang terkenal dengan sebutan daerah metropolitan terpadat di dunia. Seperti di
jalan Harajuku terdapat beberapa tempat yang menjadikan timbulnya persaingan
dalam kehidupan dan status sosial dan dipadati pejalan kaki yang kebanyakan
adalah remaja.
Heterogenitas sosial tidak hanya terkait dengan kepadatan penduduk
tetapi, merujuk kepada golongan kelas sosial yang pada umumnya dimiliki orang-
orang kota, seperti pada kutipan berikut:
“Kazuto memerhatikan penampilan pria itu: pakaiannya bagus,
sepatunya bagus, ada beberapa cincin emas melingkari jari-jari
tangannya. Mata Kazuto terangkat ke wajah pria itu. Wajahnya
agak seram karena penuh kerutan marah. Alis matanya lebat
berlawanan dengan rambutnya yang terlihat tipis di puncak
kepalanya, membuatnya terlihat lebih tua daripada usia sebenarnya
dan matanya yang kecil, hidungnya agak bengkok, bibirnya tipis
dan berkerut.” (Tan, 2008: 100).
Universitas Sumatera Utara
28
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa pria tersebut tergolong kelas
sosial atas. Terlihat pada penampilan pria itu mulai dari pakaian, sepatu, dan
cincin emas yang melingkari jari-jarinya. Gaya hidup seperti ini sering terjadi di
tengah-tengah kota urban, dengan penampilan yang mewah.
Heterogenitas sosial juga terlihat pada kutipan berikut:
“Tadi ada orang sinting yang menggangguku di jalan,” Haruka
yang menjawab dengan nada berapi-api. “Seenaknya saja dia
menarik-narik aku seolah-olah aku ini wanita gampangan. Untung
saja mereka berdua muncul.” Ia menunjuk Kazuto dan adiknya.
“Tomoyuki langsung meninju orang itu setelah berteriak, „Jangan
sakiti kakakku!‟...” (Tan, 2008: 102).
Kutipan di atas menggambarkan di kota orang dapat melakukan apa yang
mereka inginkan, bahkan orang semena-mena terhadap seseorang. Seperti pada
kutipan di atas seorang laki-laki mengganggu Haruka. Laki-laki itu mencoba
menggoda dan menarik-narik Haruka seolah-olah Haruka adalah wanita
gampangan. Perilaku seperti itu sering terjadi di kota metropolitan bertingkah laku
tidak sopan terhadap individu.
Selanjutnya heterogenitas sosial yang menunjukkan kelas sosial atas juga
terlihat pada kutipan berikut:
“Sungguh, kau tidak perlu membawaku ke tempat seperti ini,” kata
Keiko dengan wajah berseri-seri dan senyum lebar ketika
menyadari Kazuto membawanya ke salah satu restoran terkenal di
Tokyo, salah satu restoran kesukaan Keiko sendiri. (Tan, 2008:
119).
Kutipan di atas menggambarkan Kazuto membawa Keiko ke restoran yang
terkenal di Tokyo. Padahal makanan di restoran tersebut begitu sangat mahal,
tetapi Kazuto tidak masalah dengan hal itu. Sebenarnya Keiko tidak mengetahui
bahwa Kazuto adalah anak dari keluarga yang tergolong dari kalangan atas,
Universitas Sumatera Utara
29
selama ini ia menutupi tentang dirinya yang sebenarnya. Bahkan sebenarnya
restoran itu adalah milik pamannya sendiri, makanya ia bisa datang kapan saja
dan menikmati makanan yang ada.
Selain itu pula heterogenitas sosial juga terlihat pada kutipan berikut:
“Arena seluncur es itu masih ramai oleh pengunjung yang ingin
merayakan malam Natal bersama pasangan dan keluarga. Lagu
Winter Wonderland terdengar jelas melalui pengeras suara, di
antara pekikan dan tawa anak-anak, menceriakan suasana.” (Tan,
2008: 130).
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa suasana pada malam Natal
sangat ramai di arena seluncur. Begitu jelas bahwa pada malam Natal saja
penduduk kota berbondong-bondong untuk meramaikan kota.
Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulakan bahwa kepadatan
penduduk mendorong terjadinya persaingan dalam pemanfaatan ruang.
Heterogenitas sosial juga tidak hanya berkaitan dengan kepadatan penduduk
tetapai berkaitan dengan status sosial atau gaya hidup sosial.
4.1.1.2 Hubungan Sekunder
Jika hubungan antara penduduk di desa disebut primer, hubungan antar
penduduk di kota disebut sekunder. Pengenalan dengan orang lain serba terbatas
pada bidang hidup tertentu. Hal ini karena tempat tinggal juga cukup terpencar
dan saling mengenal hanya menurut perhatian antarpihak. Berikut kutipan yang
terdapat dalam novel:
Anak laki-laki itu menyerahkan kalung dengan liontin berbentuk
nama “Keiko” kepada Keiko. “Jaga baik-baik. Jangan sampai
hilang lagi ya?” katanya dengan ramah.
“Keiko mendongak menatap wajah yang berseri-seri itu. Ia baru
akan membuka mulut untuk mengucapkan terima kasih, tapi anak
Universitas Sumatera Utara
30
laki-laki itu menoleh ke arah lapangan dan melambai...” (Tan,
2008: 39).
Kutipan di atas menggambarkan komunikasi antar tokoh tidak berlanjut
karena setelah mendapatkan kalung milik Keiko, laki-laki itu pun langsung pergi.
Bahkan Keiko belum sempat mengucapkan terima kasih kepadanya. Terlihat
bahwa komunikasih terjadi sangat cepat mungkin hanya beberapa menit dan
hanya setelah laki-laki itu menemukan kalung Keiko.
Komuniksi yang sekunder disebabkan oleh heterogenitas individu dalam
kota urban dan peran-peran yang dimiliki individu. Dalam menjalankan satu peran
di dalam kota urban, seorang individu harus bertemu dan bersinggungan dengan
banyak individu dengan latar belakang yang berbeda dengan intensitas yang
cukup tinggi. Selain itu komunikasi juga terjadi sangat cepat ketika yang
dilakukan seorang pria yang berjalan dari arah berlawanan menyenggol bahu antar
individu tetapi si pria itu tidak meminta maaf. Seperti kutipan berikut ini:
“Kenapa tidak meminta maaf? pikir Keiko dalam hati dengan
jengkel. Jelas-jelas pria itu yang salah kerena menyenggolnya,
tetapi kenapa dia diam saja? Tetapi ia tidak ingin memperpanjang
masalah, karena sepertinya pria itu cukup galak - dengan wajah
berkerut dan hidung bengkok – dan ia menatap Kazuto dengan
pandangan aneh...” (Tan, 2008: 128).
Kutipan di atas menggambarkan komunikasi yang terjadi antar tokoh ini
hanya melalui gerak tubuh yang berupa senggolan.Tidak ada komunikasi
langsung yang dilakukan antar tokoh ini. Bahkan pria itu tidak meminta maaf
setelah ia menyenggol Keiko sampai Keiko agak terhuyung tetapi segera ditahan
Kazuto.
Universitas Sumatera Utara
31
Hubungan sekunder juga telihat pada kutipan berikut:
“Tidak,” sahut Kazuto langsung dan mengangkat wajah. Sadar
kalau suaranya terdengar agak keras, ia melanjutkan dengan suara
yang diusahkann lebih santai, “Bagiku yang nomor enam juga tidak
apa-apa.” Ia menoleh ke arah si pelayan sambil menunjukkan menu
yang dipegangnya. “Aku pesan yang nomor enam, lalu nona ini
memesan yang nomor tiga.” Ia menoleh ke arah Akira dan
bertanya, “Dan kau, Akira?”
Setelah menyebutkan pesanannya dan si pelayan pergi
meninggalkan mereka,...” (Tan, 2008: 214-215).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa tidak adanya komunikasi antara si
pelayan dengan mereka bertiga. Dari mulai si pelayan datang membawakan menu
hingga setelah mereka memesan makanan, tidak ada interaksi yang terjadi.
Bahkan setelah mereka menunjukkan pesanannya, si pelayan pun pergi tanpa ada
satu kata pun yang diucapkannya. Komunikasi ini menandakan, komunikasi yang
sangat singkat.
Kutipan-kutipan di atas juga dapat disimpulakan bahwa komunikasi
sekunder seperti ini yang sering terjadi di kota urban, seorang individu dengan
individu lain hanya berinteraksi dengan seadanya. Hubungan sekunder hanya
sangat terbatas di dalam kehidupan masyarakatnya.
4.1.1.3 Mobilitas Sosial
Di sini yang dimaksudkan adalah perubahan satatus sosial. Orang
menginginkan kenaikan dalam jenjang kemasyarakatan (social climbing). Dalam
kehidupan kota, segalanya diprofesionalkan dan melalui profesinya orang dapat
berkumpul sesuai dengan profesinya seperti guru, dokter, wartawan, pedagang,
tukang becak, dan lainnya. Berikut kutipan yang terdapat dalam novel:
“Ia bekerja di sebuah perpustakaan umum di Shinjuku dan ia sangat
menyukai pekerjaannya. Sejak kecil ia memang sangat gemar
Universitas Sumatera Utara
32
membaca buku dan impiannya adalah bekerja di perpustakaan,
tempat ia bisa membaca buku sepuas hatinya, tanpa gangguan, dan
tanpa perlu mengeluarkan uang.” (Tan, 2008: 10).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Keiko sangat menyukai
pekerjaanya. Artinya pekerjaannya itu mengubah status sosialnya selama hidup di
kota Tokyo. Dengan usaha dan kerja keras ia berhasil menggapai impiannya itu.
Mobilitas sosial juga terlihat pada kutipan berikut:
Keiko mengangguk-angguk kecil. “Haruka Oneesan bilang kau
fotografer. Fotografer apa? Fashion?”
Kazuto menggeleng cepat. “Bukan,” katanya. Kurasa aku kurang
berbakat dalam bidang itu. Pernah mendengar istilah street
photography? Itu bidang ku. Aku memotret apa pun yang kuanggap
menarik di sekitarku. Kadang-kadang aku juga suka melakukan
sedikit fine art dan landscape photography, walaupun kurasa aku
masih punya banyak kekurangan dalam kedua bidang itu.” (Tan,
2008: 44).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kazuto adalah seorang fotografer.
Ia salah satu fotografer profesional yang cukup terkenal di New York tempat ia
tinggal. Kedatangannya ke Tokyo untuk mencari kehidupan yang baru dengan
pekerjaannya sebagai fotografer. Kazuto sangat menyukai perkerjaanya itu bahkan
sudah banyak objek yang difotonya selama ia tinggal di Tokyo.
Selain perubahan status sosial sesorang, mobilitas sosial juga ada
solidaritas klas. Terjadilah perkumpulan orang seprofesi. Seperti pada kutipan
berikut ini:
“Malam ini tidak bisa,” kata Keiko setelah berpikir sesaat.
“Seorang rekan kerjaku berulang tahun dan dia mengajak kami
pergi makan dan karaoke. Aku sudah janji akan ikut.” (Tan, 2008:
24).
Universitas Sumatera Utara
33
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Keiko akan berkumpul dengan
teman-teman kerjanya kerna teman kerjanya sedang berulang tahun dan ia sudah
berjanji untuk ikut dengan mereka.
Perkumpulan seprofesi juga terdapat pada kutipan berikut:
“Keiko mengangguk-angguk. Haruka dan Tomoyuki memang
sering berkumpul bersama teman-teman mereka setiap akhir pekan.
Mereka tidak akan pulang sebelum lewat tengah malam.” (Tan,
2008: 28).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Haruka dan Tomoyuki sering
berkumpul dengan teman-teman kerja mereka. Mereka selalu berkumpul pada
setiap akhir pekan dan pulang lewat tengah malam.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan perubahan status sosial seseorang
dapat dilihat dari pekerjaannya dan perkumpulan seprofesi juga termasuk
perubahan status sosial. Di kota orang dapat bertahan hidup dengan adanya
pekerjaan yang dimilikinya. Dengan itu usaha dan perjuangannya untuk berhasil
akan tercapai.
4.1.1.4 Individualisasi
Ini merupakan akibat dari sejenis atomisasi. Orang dapat memutuskan hal-
hal secara pribadi, merencanakan kariernya tanpa desakan orang lain. Ini berlatar
belakang corak sekunder dari kehidupan kota, sifat sukarelanya ikatan dan
banyaknya kemungkinan yang tersedia. Seperti pada kutipan berikut ini:
“Tetapi keponakannya itu tidak mau tinggal di apartemen pribadi
yang disediakan untuknya di Roppongi yang trendi. Ia malah
menyewa apartemen kecil di pinggiran kota. Takemiya Shinzo
sudah bertanya pada kakak perempuannya – ibu Kazuto tentang
apa yang sebenarnya diinginkan kazuto karena anak itu sendiri
tidak mau menjelaskan, tetapi ibu Kazuto juga tidak bisa membantu
banyak. Apalagi setelah tiba di Tokyo, Kazuto sama sekali belum
menelpon keluarganya di New York.” (Tan, 2008: 40-41).
Universitas Sumatera Utara
34
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Takemiya Shinzo memberikan
sebuah apartemen kepeda keponakannya Kazuto. Apartemen itu berada di
Roppongi yang trendi, tetapi Kazuto menolaknya ia lebih memilih apartemen
kecil di pinggiran kota untuk ditempatinya selama ia tinggal di Tokyo. Kazuto
tidak ingin dibantu siapapun termasuk pamannya. Ia memutuskan hidupnya
sendiri tanpa ada orang lain yang ikut campur dalam kehidupannya dan ia ingin
memulai kariernya sendiri.
Individualisasi juga terlihat pada kutipan berikut:
Takemiya Shinzo mendesah dengan berlebihan, lalu tersenyum dan
berkata, “Aku tidak akan mengatakan apa pun pada ibumu dan aku
tidak akan merecokimu. Kau tidak akan sering menerima
teleponku. Mungkin hanya sesekali, saat aku merasa perlu
mengecek apakah kau masih hidup atau tidak.” (Tan, 2008: 42).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Takemiya Shinzo tidak akan
mengganggu Kazuto. Setelah Kazuto memutuskan untuk hidup sendiri dan tidak
ingin direcokin siapa pun termasuk keluarganya. Kazuto hanya ingin melanjutkan
hidupnya tanpa adanya desakan orang lain selama tinggal di Tokyo.
Selain itu, individualisasi juga terlihat pada kutipan berikut:
Takemiya Shinzo mengangkat bahu “Aku memang lebih suka
sendiri,” katanya. “Kudengar tadi kau mampir ke restoranku.”
(Tan, 2008: 126).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Takemiya Shinzo memutuskan
hidup sendiri. Ia selalu sendiri sampai saat ini ia belum menikah karena ia ingin
berkarier dengan kemaunnya sendiri tanpa desakan orang lain. Ia memiliki sebuah
restoran yang terkenal di Tokyo biaya hidup selama ia tinggal di Tokyo adalah
dari hasil restorannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
35
Dari kutipan di atas dapat simpulkan individualisasi merupakan keputusan
yang diambil oleh seseorang untuk melanjutkan hidupnya sendiri tanpa ada
bantuan dari orang lain. Bahkan untuk sebuah kariernya ia juga dapat
memutuskan kemana ia akan berencana melanjutkan sebuah impiannya. Biasanya
di kota urban, individualisasi terjadi disebabkan oleh lingkungan yang serba
bersaing dan memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi dalam beragam aspek.
Maka dari itu, orang yang hidup di kota dapat memutuskan kariernya sendiri.
4.1.1.5 Segregasi Keruangan
Akibat kompetisi ruang terjadi pola sosial yang berdasarkan persebaran
tempat tinggal atau sekaligus kegiatan sosial-ekonomis. ini distudi oleh ekologi
manusia (human ecology). Terjadilah pemisahan (segregation) berdasarkan ras
dan sekaligus pengupajiwa. Misalnya, ada wilayah kaum Cina, Arab, orang patuh
beragama (kauman), kaum elite, daerah operasi pelacuran, kegiatan olahraga,
hiburan, pertokoan dan pasar, dan lainnya. Segregasi keruangan terlihat pada
kutipan berikut:
“Aku akan menghabiskan akhir pekan di rumah keluargaku”, kata
Akira. “Hari ini kakekku berulang tahun dan keluarga besarku
berkumpul semua...” (Tan, 2008: 216).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Akira akan berkumpul dengan
keluarga besarnya. Akira menghabiskan akhir pekan dengan keluarga besar
sekaligus merayakan ulang tahun kakeknya. Berkumpul disini artinya pemisahan
ruang berdasarkan ras atau perkumpulan kaum elit. Hal ini memang sering terjadi
di dalam kehidupan kota urban sekelompok kaum elit sering berkumpul bersama
untuk kesenangan mereka.
Universitas Sumatera Utara
36
Kehidupan kota yang di kemukakan Daldjoeni tidak hanya dari aspek fisik
(pengkotaan fisik) saja, melainkan dari aspek mental (pengkotaan mental) juga.
Pada aspek mental ini Daldjoeni lebih melihat pada aspek kejiwaan (mental)
masyarakat kota. Oleh karena itu, untuk mengetahui apa saja yang terdapat pada
aspek mental ini, maka akan dibahas sebagai berikut:
4.1.2 Aspek Mental (Pengkotaan Mental)
4.1.2.1 Atomisasi dan Pembentukan Massa
Dalam kota besar, manusia menjadi sendirian seperti suatu atom di dalam
massa yang terdiri atas atom-atom. Kota hanya dapat menerima manusia sebagai
atom, itu di dalam proses pembentukannya. Proses atomisasi yang dijalani oleh
orang kota berarti pula proses pembentukan massa baginya. Atomisasi terlihat
pada kutipan berikut ini:
“... Sambil melihat ke sekelilingnya, ia bersyukur dalam hati
karena ia belum menikah dan belum punya anak. Seandainya saja
anak laki-laki yang berdiri di bawah tiang lampu itu adalah
anaknya, ia akan menderita tekanan darah tinggi. Bagaimana tidak?
lihat saja anak itu. Usianya pasti tidak lebih dari tujuh belas tahun,
rambutnya dicukur habis dan hanya menyisakan tiga garis tipis di
tengah-tengah kepalanya, pakaiannya sobek di sana-sini yang
katanya adalah gaya masa kini, dan bukan hanya telinganya yang
ditindik, tapi alis dan hidungnya juga.” (Tan, 2008: 41).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa ia (Takemiya Shinzo) sedang
mengamati orang-orang yang ada di sekelilingnya. Ia hanya diam dan melihat ke
sekeliling tanpa ada kata yang diucapkannya. Ia memperhatikan sekelilingnya
melihat banyak para remaja di bawah tiang lampu merah yang begitu
memperihatinkan. Takemiya Shinzo berkata dalam hati bahwa ia bersyukur
karena ia belum menikah. Sebab, jika ia sudah menikah dan memiliki seorang
Universitas Sumatera Utara
37
anak laki-laki, ia akan menderita tekanan darah tinggi melihat anaknya seperti
para remaja tersebut dengan gaya masa kini.
Atomisasi juga terlihat pada kutipan berikut:
“Kazuto mengamati kepergian pamannya sejenak, lalu berbalik dan
berjalan ke arah yang berlawanan. Ia menyusuri Omotesando
sambil mencari inspirasi, sesekali membidik dan memotret objek-
objek yang dianggapnya menarik. Tiba-tiba langkahnya terhenti.
Lensa kameranya menangkap sosok seorang wanita...” (Tan,2008:
42-43).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kazuto sedang mengamati
sekelilingnya seperti sebuah atom sendirian setelah pamannya pergi. Meskipun ia
sebenarnya sedang mencari inspirasi untuk dipotret tetapi ia juga mengamati
orang-orang yang ada disekitarnya.
4.1.2.2 Kepekaan terhadap rangsangan dan sikap masa bodoh
Atom-atom manusia di dalam kota selalu dirangsang oleh berbagai
rangsangan yang jumlahnya tak terhitung banyaknya. Penghuni kota besar setiap
hari dipaksa untuk menelaah kesan baru, siapa yang tidak mengikuti perubahan, ia
menjadi tertinggal. Akibat bertubinya rangsangan ini, manusia kota menjadi
ceroboh, tak teliti, dan bersikap masa bodoh. Berbagai rangsangan itu menjadikan
orang kota tidak peka lagi. Sikap masa bodoh terlihat pada kutipan berikut:
“Kau sudah menelepon ibumu?”
Kazuto mengalihkan perhatian dari kameranya lalu memandang
pria berusia empat puluhan dan berpenampilan rapi yang berdiri di
sampingnya. Ia tersenyum samar dan menggeleng. (Tan, 2008: 40).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kazuto tidak perduli dengan
ibunya. Semenjak ia datang ke Tokyo, ia sama sekali belum pernah mengabari
Universitas Sumatera Utara
38
atau menelepon ibunya. Padahal ibunya menunggu kabar dari Kazuto, tetapi ia
tetap saja bersikap masa bodoh tanpa memperdulikan orang lain.
Sikap masa bodoh juga terlihat pada kutipan berikut:
“Ibu tidak punya alasan untuk khawatir. Sudah kubilang padanya
aku datang ke sini untuk berlibur. Bukankah paman juga sudah
memberitahunya bahwa paman melihatku tiba di Tokyo dengan
selamat,” gumam Kazuto ringan. “Kita tidak perlu memberitahu
ibu tentang hal selebihnya...” (Tan, 2008: 41).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kazuto tidak memikirkan
keluarganya yang di New York terutama pada ibunya. Ia tidak ingin memberitahu
pada ibunya tentang dirinya sekarang, padahal ibunya khawatir dengan
keadaannya. Tetapi Kazuto tetap tidak mau menelpon ibunya, ia hanya
memikirkan dirinya sendiri ketimbang memikirkan perasaan ibunya yang sedang
khawatir pada dirinya.
Sikap masa bodoh juga terlihat pada kutipan berikut:
Melihat kening pamannya yang berkerut, Kazuto tertawa kecil dan
berkata, “Paman jangan mengkhianatiku ya? Ibu hanya perlu tahu
aku sudah tiba di Tokyo dengan selamat. Hanya itu. Paman juga
tidak boleh melapor tentang apa pun kepadanya. Aku bisa menjaga
diriku sendiri dan kalau paman mau tahu, keadaanku baik sekarang
ini. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” (Tan, 2008: 42).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kazuto tetap tidak ingin
memberitahu ibunya bagaimana keadaannya sekarang. Bahkan ia meminta pada
pamannya untuk tidak melapor tentang apa pun kepada ibunya. Ia hanya meminta
kepada pamannya untuk memberitahu bahwa ia baik-baik saja disini, tidak lebih
dari itu karena ia tidak ingin ibunya khawatir.
Universitas Sumatera Utara
39
Selain itu, sikap masa bodoh juga terlihat pada kutipan berikut:
Hirayama Jun meringis. “Ayah sudah tahu?” katanya dengan nada
tidak peduli. “Aku hanya memberinya sedikit pelajaran. Itu
masalah pribadi. Dan aku bisa membereskannya. Ayah tidak perlu
ikut campur.” (Tan, 2008: 241).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa ayahnya Jun mencemaskan
dirinya, karena Jun terlibat masalah. Ia mengetahui bahwa Jun terlibat atas
penyerangan terhadap seorang pria. Tetapi Jun tidak peduli atas semua itu, Jun
bersikap masa bodoh atas apa yang telah ia lakukan. Dari kecil Jun memang selalu
berbuat masalah apalagi ketika ia bersekolah, ia tidak tertarik untuk belajar.
Bahkan sampai saat ini ia juga tidak tertarik untuk bekerja serius. Kepeduliannya
terhadap orang tuanya tidak ada ia lakukan.
Sikap masa bodoh yang seperti ini sering terjadi di kota urban. Kepekaan
terhadap seseorang sangat kecil dan tidak peduli dengan orang lain. Ia hanya
mementingkan dirinya sendiri, sementara orang lain ia tidak peka, selalu ceroboh
dan bersikap masa bodoh.
4.1.2.3 Industri kesenangan dan pengisian waktu luang
Semakin maju suatu kota besar, semakin bermunculan masalah yang
bertalian dengan penggunaan waktu luang. Waktu luang ini ditimbulkan oleh
proses teknisasi sehingga sebagian besar tenaga manusia tergantikan oleh mesin
dan tata kerja manusia dapat dijadwal secara ketat. Akibatnya, manusia bekerja
dengan penuh ketegangan sehingga setelah selesai diperlukan suasana yang
mengandung santai. Keakraban pergaulan antar manusia yang dulu bertempat di
rumah, kemudian pindah ke luar rumah. Orang makin banyak bertemu di gedung
Universitas Sumatera Utara
40
pertemuan, tempat olahraga, piknik, restoran, dan gedung bioskop. Industri
kesenangan dan pengisian waktu luang terlihat pada kutipan berikut ini:
“Haruka Oneechan, aku, dan Kazuto Oniisan mau pergi minum-
minum malam ini,” jelas Tomoyuki. “Anggap saja sebagai pesta
kecil-kecilan menyambut tetangga baru. Sebelum itu kita akan
makan malam bersama di tempat Kakek dan Nenek Osawa.” (Tan,
2008: 23).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa mereka ingin berkumpul sekalian
mengadakan pesta kecil-kecilan untuk kedatangan tetangga barunya (Kazuto).
Tetapi sebelumnya mereka akan makan malam bersama di tempat Kakek dan
Nenek Osawa. Mereka bersenang-senang dan memanfaatkan waktu luang dengan
berkumpul dan sebagai melepaskan rasa lelah setelah seharian bekerja.
Industri kesenangan dan pengisian waktu luang terlihat juga pada kutipan
berikut:
“Ya, tapi sebentar lagi pulang. Kau ada acara malam ini?”
“Mmm... Tidak ada acara penting. Ada apa?”
“Bagaimana kalau kita pergi makan malam?”
Keiko tidak butuh waktu lama untuk menjawab. “Tentu saja.”
(Tan, 2008: 95).
Kutipan di atas menggambarkan kesenangan dan pengisian waktu luang
yang mereka manfaatkan adalah dengan makan malam bersama. Setelah bekerja
seharian mereka sangat membutuhkan suasana santai, untuk menghilangkan rasa
lelah selama bekerja. Maka dari itu Akira mengajak Keiko untuk makan bersama.
Industri kesenangan dan pengisian waktu luang juga terlihat pada kutipan
berikut:
“Tidak diragukan lagi, malam ini adalah salah satu malam paling
menyenangkan dalam hidup Keiko. Pertunjukan balet Swan Lake
yang sangat ingin ditontonnya itu sama sekali tidak
mengecewakan. Malah melebihi harapannya. Semuanya indah.
Penari-penari yang melompat lincah dan ringan di atas panggung
Universitas Sumatera Utara
41
dekorasinya, musiknya yang menyayat hati. Ketika pertunjukannya
berakhir, ia terus bertepuk tangan sampai kedua tangannya merah,
tetapi ia tidak peduli. Ia sangat puas.” (Tan, 2008:127).
Kutipan di atas menggambarkan Kazuto dan Keiko memanfaatkan waktu
luang dengan menonton pertunjukan balet. Kazuto tahu bahwa Keiko sangat
menyukai pertunjukan balet. Maka dari itu Kazuto mengajanya untuk menonton
pertunjukan tersebut. Keiko sangat senang ketika dia dapat menonton pertunjukan
itu. Sampai-sampai ia terus bertepuk tangan untuk penari-penari baletnya.
Selain pergi menonton pertunjukan balet, Keiko dan Kazuto juga pergi
memanfaatkan waktu luang dengan bermain Ice skating di arena seluncuran es.
berikut kutipannya:
Keiko mengangguk, masih memandangi butiran salju yang
melayang turun seperti kapas.
“Aku jadi ingin melakukan sesuatu.”
Keiko berpaling ke arah Kazuto. “Apa?”
“Ice skating.”
Alis Keiko terangkat. “Ice skating?”
Kazuto mengangguk. “Kau bisa?”
Keiko tersenyum lebar dan berkata, “Aku terlahir ahli meluncur di
atas es.” (Tan, 2008: 130).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Kazuto dan Keiko pergi bermain
Ice skating di arena seluncur es. Setelah mereka pergi ke pertujukkan balet,
meraka lanjut memanfaatkan waktu luang dan bersenang-senang dengan
mengunjungi arena selucur. Meskipun sebenarnya malam itu adalah malam natal,
tetapi mereka memanfaatkan waktu luang dengan baik. Di tempat arena seluncur
es itu, banyak orang-orang merayakan malam natal bersama pasangan dan
keluarga mereka. Bahkan pekikan dan tawa anak-anak, menceriahkan suasana.
Universitas Sumatera Utara
42
Keiko sangat bahagia, ia tidak percaya bisa menghabiskan malam natal dengan
seperti ini.
Selain itu, Industri kesenangan dan pengisian waktu luang juga terlihat
pada kutipan berikut:
“Akhir pekan ini kami akan pergi ke resor ski. Sudah lama aku
tidak main ski. Dan mereka juga bilang mau pergi ke onsen.” Suara
Yuri yang riang terdengar dari pengeras suara di ponsel Kazuto.
“Kazu, kau mau ikut?” (Tan, 2008: 207).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Yuri bersenang-senang dengan
teman-temannya untuk pengisian waktu luang. Mereka memilih liburan dengan
mendatangi tempat resor ski dan onsen (pemandian air panas). Yuri mengajak
Kozuto tetapi Kazuto sibuk dengan pekerjaannya. Sehingga ia menghabiskan
waktu luang dengan teman-teman kerjanya dan sebagai hari terakhir mereka
berada di kota Tokyo. Sebab itu mereka memanfaatkan waktu luang untuk
menghilangkan rasa lelah selama mereka ditugaskan di kota Tokyo kerna adanya
pekerjaan.
Waktu luang memang sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang bekerja
seharian. Dengan adanya waktu luang orang dapat menenangkan diri dan pikiran
setelah seharian bekerja. Di negara berkembang, orang bekerja tujuh hari atau
enam hari dalam seminggu, sedangkan di dunia Barat, orang bekerja lima hari.
Hal ini meningkatkan mereka untuk menciptakan kegiatan bersama yang
produktif semakin berkurang. Oleh karena itu, mereka membutuhkan usaha
pengisian waktu luang secara organisasi. Sehubungan itu diadakan industri
kesenangan.
Universitas Sumatera Utara
43
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap novel Winter In
Tokyo karya Ilana Tan, dapat disimpulkan bahwa dalam novel tersebut terdapat
gambaran kehidupan kota urban. Penelitian menemukan delapan gambaran
kehidupan kota urban di dalam novel tersebut. Gambaran kehidupan kota urban
yang terdapat dalam novel Winter In Tokyo karya Ilana Tan yaitu heterogenitas
sosial, hubungan sekunder, mobilitas sosial, individualisasi, segregasi keruangan,
atomisasi dan pembentukan massa, kepekaaan terhadap rangsangan dan sikap
masa bodoh, dan industri kesenangan dan pengisian waktu luang.
5.2 SARAN
Melalui laporann hasil penelitian ini, penulis mengajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Peneliti berharap gambaran kehidupan kota urban yang terdapat di dalam
novel Winter In Tokyo ini dapat dijadikan sebagai pelajaran untuk
memperbaiki diri dalam kehidupan sehari-hari.
2. Untuk para peneliti sastra diharapkan dapat melakukan penelitian
selanjutnya dengan lebih sempurna dan meluas terhadap karya-karya
sastra, seperti kota urban yang menceritakan tentang bagaimana kehidupan
masyarakat yang berada di kota metropolitan, sehingga para pembaca
sastra dapat menilai hal yang positif maupun negatif.
Universitas Sumatera Utara
44
3. Dalam penelitian ini diharapkan tidak hanya berpodoman dengan satu
pendapat ahli saja, melainkan diperlukan pendapat dari beberapa para ahli
yang lainnya sebagai pembanding untuk mendapatkan penelitian yang
lebih lengkap dan dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan peneliti
yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
45
DAFTAR PUSTAKA
Daldjoeni, N. 1997. Seluk Beluk Masyarakat Kota. Bandung: Alumni.
Faruk, 1996. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai
Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faruk. 2010 (edisi revisian). Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme
Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jamaludin, Adon Nasrullah dan Beni Ahmad Saebani. 2017. Sosiologi Perkotaan:
Memahami Masyarakat Kota dan Problematikanya. Bandung: Pustaka
Setia.
Mastuti, linda Dwi. 2015. “Analisis Strukturalisme Genetik dalam Roman Die
Verwandlung Karya Franz Kafka”. Skripsi (online).
http://eprints.uny.ac.id/15847/1/Linda%20Dwi%20Mastuti%201020324102
0.pdf. Diakses pada 13 Juli 2019.
Nasution, Wahidah. 2016. “Kajian Sosiologi sastra Novel Dua Ibu Karya
Arswendo Atmowiloto: Suatu Tinjauan Sastra”. Tersedia dari:
https://anzdoc.com/kajian-sosiologi-sastra-novel-dua-ibu-karya-arswendo-
atmowil.html. Diakses pada 01 Desember 2018.
Ntariel. 2012. “Sinopsis Winter In Tokyo Ilana Tan”. Tersedia dari:
http://ntarie.blogspot.com/2012/11/sinopsis-winter-in-tokyo-ilana-
tan.html?m=1. Diakses pada 26 September 2018.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Olivia, Nur Raisa. 2011. “Gambaran Kehidupan Kota Urban Ditinjau dari Unsur
Intrinsik Lima Cerpen Netzliteratur: Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra”.
Universitas Sumatera Utara
46
Skripsi (online). http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20236944-S556-
Gambaran%20kehidupan.pdf. Diakses pada 12 April 2018.
Purwantini. 2016. “Urbanisme, Urbanisasi, dan Masyarakat Urban di jakarta
Dalam Novel Senja Di Jakarta”. Tersedia dari:
http://atavisme.web.id/index.php/atavisme/article/download/192/203.
Diakses pada 01 Desember 2018.
Rohkmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal
Terhadap Ilmu sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setiawan, Eko. 2012. “Aspek Moral dalam Novel Doa Ibu Karya Sekar Ayu
Asmara: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Tersedia dari:
http://eprints.ums.ac.id/21050/19/02_NASKAH_PUBLIKASI.pdf. Diakses
pada 01 Desember 2018.
Simarmata. 2016. “Jurnal Pendidikan bahasa”. Tersedia dari:
http://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/bahasa/article/view/305/302.
Diakses pada 01 Desember 2018.
Siswantoro. 2016. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Surota. 1989. “Apresiasi Sastra Indonesia” Teori dan Bimbingan. Jakarta:
Erlangga.
Tan, Ilana. 2008. Winter In Tokyo. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Universitas Sumatera Utara
47
Veni, Stysa Alverina. 2012. “Ciri Khas Novel Karya Ilana Tan”. Tersedia dari:
http://thesis.binus.ac.id/doc/lain-lain/2012-2-00588-
md%20workingpaper001.pdf. Diakses pada 01 Desember 2018.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan (Diterjemahkan oleh
Melani Budianta). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Ilana_Tan. Diakses pada 01 Desember
2018.
Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Tokyo. Diakses pada 14 April 2019.
Wikipedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/tokyo. Diakses pada 14 April 2019.
Universitas Sumatera Utara
48
LAMPIRAN 1:
SINOPSIS NOVEL WINTER IN TOKYO KARYA ILANA TAN
Ishida Keiko adalah gadis manis blasteran Jepang-Indonesia dan
pekerjaannya sehari-hari adalah sebagai pegawai perpustakaan umum di Shinjuku.
Keiko tinggal di apartemen sederhana dua tingkat yang terletak di pinggir kota
Tokyo dan setiap lantainya memliki dua apartemen yang saling berhadapan.
Keiko sendiri menempati apartemen dengan nomor 202 di lantai dua. Di laintai
dua tidak ada penghuni lain selain keiko, sudah lima tahun penghuni apartemen di
seberang apartemen Keiko pindah ke kota Paris. Sampai suatu hari ada penyewa
baru yang menempati apartemen dengan nomor 201, yang tepat berseberangan
dengan apartemen Keiko. Dia adalah pemuda bernama Nishimura Kazuto. Kazuto
adalah pria keturunan Jepang yang sudah lama tinggal di New York, ia juga
merupakan seorang fotografer terkenal di New York. Alasan kepulangannya ke
Jepang untuk mengobati sakit hatinya karena wanita yang dia cintai dari kecil
lebih memilih menikah dengan sahabat baik Kazuto.
Di tengah kesedihan yang dialami oleh Kazuto, ia mengenal Keiko dan
merasakan ada sesuatu yang menarik dari Ishida Keiko. Ia selalu memotret dan
memfokuskan lensa kameranya ke arah Keiko dengan diam-diam. Dan semakin
lama Kazuto mengenalnya segalanya terasa menyenangkan bila Keiko di
dekatnya. Ia jatuh cinta kepada sosok Keiko dan mampu melupakan sakit hatinya.
Tapi kegelisahan menyusup di hati Kazuto, karena Keiko selalu menunggu cinta
pertamanya yang bernama Kitano Akira. Kazuto selalu dilanda cemburu apabila
Keiko selalu menyebut nama Akira, tanpa Kazuto ketahui bahwa Kitano Akira
Universitas Sumatera Utara
49
yang dimaksud Keiko adalah sahabatnya ketika bersekolah di Tokyo dulu.
Akankah sakit hati Kazuto terulang kembali..??
Namun perasaan Keiko berubah semenjak kejadian di malam natal,
perlakuan Kazuto membuat ada sebersit perasaan yang menyenangkan. Sampai
pada akhirnya Kazuto menyatakan cintanya ke Keiko, akan tetapi Keiko belum
menjawabnya karena ia harus pulang ke Kyoto untuk berkumpul bersama
keluarganya.
Namun peristiwa naas itu terjadi, selepas mengantar kepergian gadis yang
ia cintai, Kazuto dihajar habis-habisan oleh orang yang tak dikenal. Hal itu
membuat Kazuto harus kehilangan sebagian ingatannya selama di Tokyo. Hal
tersebut membuat Keiko sangat sedih, dan dia mulai merasakan betapa kosong
hidup Keiko tanpa kehadiran Kazuto. Hal lebih menyakitkan adalah ketika
Imawoto Yuri, gadis yang dicintai Kazuto hadir kembali kedalam kehidupan
Kazuto. Dan kini dimata Kazuto hanya ada Yuri seorang. Namun perasaan Kazuto
tidak bisa berbohong, ditengah hilang ingatannya, ia jatuh cinta sekali lagi kepada
Keiko. Namun hubungan Keiko dan Kitano Akira makin dekat. Hal tersebut
membuat Kazuto merasa frustasi.
Kazuto menyadari bahwa ia memang hilang ingatan tapi perasaannya tetap
tak akan hilang dan tak bisa dibohongi. Ia memang mencintai Keiko. Kemudian,
ia memutuskan untuk menolak Yuri. Di saat Kazuto mulai mendekati Keiko,
sesuatu yang buruk terjadi. Jun yang ketakutan karena mengetahui bahwa Kazuto
masih hidup memutuskan untuk membunuhnya agar ia tidak melaporkannya ke
polisi. Saat Keiko dan kazuto sedang berjalan berdua, Jun dan teman-temannya
menghajar Kazuto hingga pingsan. Untungnya, Keiko segera menghubungi
Universitas Sumatera Utara
50
Haruka untuk meminta bantuan dan polisi segera datang untuk menyelamatkan
mereka dan menahan Jun beserta teman-temannya.
Ketika Kazuto tersadar, ia dapat mengingat semuanya. Ingatan Kazuto
telah kembali dan Akira yang telah mengetahui bahwa Kazuto dan Keiko saling
mencintai, memutuskan untuk mengalah. Yuri pun memutuskan untuk mundur
dan kembali ke New York. Dan di saat itulah Kazuto bercerita bahwa yang
membantu mencarikan kalung kesayangan Keiko yang hilang tiga belas tahun lalu
bukanlah Akira, melainkan Kazuto. Cinta pertama yang tak akan pernah pudar,
kini mereka berdua dipertemukan dan dipersatukan kembali untuk selamanya.
Universitas Sumatera Utara
51
LAMPIRAN 2:
BIOGRAFI PENGARANG
Ilana Tan adalah seorang novelis Indonesia yang dikenal karena menulis
tetralogi empat musim yang masing-masing novelnya disajikan dengan cerita
yang latarnya berbeda-beda. Novel Ilana Tan memiliki keunikan, yaitu tokoh-
tokoh dari novel yang satu dengan novel yang lainnya saling berkaitan. Novel
pertamanya berjudul Summer in Seoul, novel keduanya berjudul Autumn in Paris,
novel ketiganya berjudul Winter in Tokyo, dan novel keempatnya berjudul Spring
in London. Ilana Tan sendiri juga dikenal sebagai penulis yang misterius, Karena
dibagian „Tentang Pengarang‟ yang biasanya tertera dibagian paling belakang
novel, tidak dicantumkan foto profil dan keterangan yang detail tentang Ilana Tan.
Masing-masing novel diceritakan di kota-kota besar di dunia, yaitu Seoul
(Korea Selatan), Paris (Prancis), Tokyo (Jepang), dan London (Inggris). Dan
masing-masing novel diceritakan di musim yang berbeda; Summer (musim
panas), Auntum (musim gugur), Winter (musim dingin), dan Spring (musim
semi). Seri tetralogi empat musim ini memilki tokoh yang sama antara satu novel
dengan yang lainnya. Sosok misterius Ilana Tan, penulis novel Winter In Tokyo
yang difilmkan. Sukses film sebelumnya, “Shunsine Becomes You”, novel karya
Ilana Tan yang mengambil lokasi di Tokyo kembali dilayarlebarkan. Ilana Tan
penulis yang telah melahirkan belasan novel yang semuanya “best seller”. Pilihan
untuk menjadi misterius memang cukup bisa dipahami bila mengingat nama Ilana
Tan muncul pertama kali di pentas penerbitan fiksi populer pada 1996, masa
ketika belum ada media sosial. Tetapi, fakta hingga saat ini ia tetap bersembunyi
tanpa memiliki akun Twitter ataupun Facebook pribadi yang jelas.
Universitas Sumatera Utara