Upload
phamduong
View
217
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN KEPRIBADIAN DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU
BERDASARKAN GOLONGAN DARAHNYA
Oleh :
I Made Yudhistira Dwipayama, M.Psi
Pernah membaca buku diet berdasarkan golongan darah? Ternyata pola makna dan
konsumsi memiliki hubungan yang signifikan dengan golongan darah terhadap kesuksesan
program diet. Buku tersebut membuat saya sangat tertarik untuk peneliti apakah golongan
darah juga memiliki hubungan yang erat dengan karakteristik atau kepribadian seseorang.
Sebagai contoh, dalam buku diet berdasarkan golongan darah, bila ingin lebih diteliti lagi
bahwa bukan semata-semata berhubungan dengan konsumsi yang dimakan tapi
bagaimana kepribadian seseorang mau berubah dalam menerima konsumsi yang dipilih
oleh buku tersebut. Demikian sedikit ulasan “kasar mengenai golongan darah sekaitan
dengan gambaran kepribadian dan tujuannya menuju kekonsep Psychological Well-Being.
Golongan darah adalah informasi yang sangat penting untuk mengungkapkan identitas
lebih spesifik yang telah dikaruniakan sejak lahir. Darah adalah organ tubuh manusia
berbentuk cairan vital yang mengalir di seluruh bagian tubuh. Sejak 100 tahun yang lalu
sejak golongan darah ditemukan dan sampai sekarang juga masih banyak orang berpikir
bahwa golongan darah hanya merupakan bentuk identitas cairan darah saja. Dari 6,2 milyar
penduduk dunia, golongan darah dunia terbagi menjadi empat, yaitu O sebanyak 46%, A
sebanyak 40%, B sebanyak 10%, dan AB sebanyak 4% (Dermawan, 2006). Berdasarkan
sudut pandang psikologis, masing-masing golongan darah mengungkapkan pula perasaan
dan kepribadian manusia.
Gambaran kepribadian berdasarkan golongan darah memicu keingintahuan seorang
ilmuwan Jepang bernama Furukawa Takeji pada tahun 1940-an dan Masahiko Nomi pada
tahun 1950-an. Ilmuwan-ilmuwan ini terdorong untuk meneliti lebih dalam mengenai
kepribadian berdasarkan golongan darah. Setelah ilmuwan Jepang bernama Masahiko
Nomi meninggal karena usia tua, maka putranya yang juga seorang ilmuwan bernama
Toshitaka Nomi meneruskan penelitian dalam bidang golongan darah berkaitan dengan
kepribadian (Nomi, 2007).
Hasil penelitiannya di Jepang sangat dipercaya dan sering dimanfaatkan dalam hal
pergaulan sosial, hubungan bisnis, dan relasi dalam membina karier pada masyarakat
Jepang. Hasil penelitian Toshitaka Nomi juga digunakan untuk mengenal lebih dalam
mengenai kepribadian anak dalam usaha mendisiplinkan anak berdasarkan golongan darah
dari anak itu sendiri. Hasil penelitian dari Toshitaka Nomi mengungkapkan berbagai macam
gambaran kepribadian individu Jepang berdasarkan golongan-golongan darah yang ada
(Nomi, 2007).
Toshitaka Nomi menyatakan bahwa golongan darah O berkarakter kuat, berjiwa
pemimpin, berjiwa besar, supel, tidak mau kalah dan percaya diri, serta mempunyai sifat
persaingan yang kuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang bergolongan
darah O memiliki potensi untuk menjadi pemimpin besar sehingga dapat dibuktikan bahwa
para perdana mentri Jepang rata-rata adalah individu bergolongan darah O. Toshitaka Nomi
kemudian menyatakan bahwa individu bergolongan darah A adalah tipe kepribadian yang
penuh dedikasi, bertanggung jawab, teliti, perfeksionis, kreatif, dan paling artistik diantara
golongan darah lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang bergolongan
darah A sangat berpotensi untuk mengukir prestasi dalam bidang yang dikerjakannya. Hasil
penelitian ini tercermin dari para karyawan Jepang dari perusahaan kecil maupun besar,
rata-rata bergolongan darah A atau O (Nomi, 2007).
Berdasarkan hasil penelitiannya, Toshitaka Nomi menyatakan bahwa golongan darah B
memiliki karakter individualis, kurang suka mengikuti aturan yang berlaku, optimis, fokus,
berpikiran tajam, dan mempunyai jiwa yang bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
individu bergolongan darah B berpotensi mengembangkan seluruh kemampuannya dengan
optimal secara individualistis. Hasil penelitian ini tercermin dari gambaran separuh lebih dari
seluruh atlet berprestasi di bidang individu seperti renang, judo, dan gulat rata-rata
bergolongan darah B. Pada golongan darah yang terakhir yaitu AB, Toshitaka Nomi
menyatakan bahwa individu dengan golongan darah ini kurang dapat bertanggung jawab
dan pribadi yang sangat sulit ditebak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa
perusahaan di Jepang membagi karyawan-karyawannya ke dalam kelompok kerja
berdasarkan golongan darah, dan ironisnya, tidak seorang pun yang mau bekerjasama
dengan kelompok golongan darah AB karena dianggap sebagai tipe darah terburuk
(Dermawan, 2006).
Berdasarkan pemaparan keterangan dari Toshitaka Nomi mengenai gambaran dari
golongan-golongan darah yang ada maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kaitan yang
sangat erat antara golongan darah dengan kepribadian. Menurut Robbins (1996),
kepribadian merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam
teori-teori mengenai kepribadian, salah satu teori menjelaskan kepribadian dari sudut trait.
Salah satu penelitian mengenai trait yang terkenal adalah trait kepribadian big-five. Trait-
trait kepribadian big-five terdiri dari Openness to experience, Conscientiousness,
Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism/emotional stability. Trait-trait yang berbeda
antara yang satu dengan yang lain seperti ini juga masing-masing memiliki perbedaan ciri
khas masing-masing trait sama halnya dengan golongan darah. Jadi dengan kata lain
golongan darah yang ada sedikit banyak dapat mencerminkan gambaran kepribadian dari
masing-masing trait kepribadian big five.
Simpulan yang dapat diambil adalah berdasarkan golongan-golongan darah yang ada,
ternyata golongan darah O dan A mewakili kepribadian dari trait Conscientiousness,
Agreeableness, dan Neuroticism/emotional stability. Dalam kehidupan nyata berbagai
penduduk Jepang yang bergolongan darah O dan A memiliki posisi jabatan atau peluang
kerja yang baik di tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya, individu bergolongan darah AB
mewakili kepribadian dari trait Openness to experience dan Extraversion. Lebih lanjut lagi
para individu bergolongan darah AB memiliki citra diri yang buruk di tengah-tengah
masyarakat Jepang. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh
terhadap Psychological Well-Being dari masing-masing individu.
Psychological Well-Being merupakan konsep yang berkaitan dengan kriteria kesehatan
mental yang positif. Psychological Well-Being ini sangat erat kaitannya dengan kebahagiaan
seseorang. Kebahagiaan ini mencakup beberapa hal, seperti: kemampuan untuk mampu
merealisasikan potensi dirinya secara kontinu, maupun menerima diri apa adanya, mampu
membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memilki kemandirian terhadap
tekanan sosial, memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal
(Sugianto, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Toshitaka Nomi di Jepang, menunjukkan
bahwa Psychological Well-Being para individu bergolongan darah AB tidak tercapai karena
dianggap sebagai kelompok minoritas yang paling lemah dan tidak dapat dipercaya.
Sedangkan Psychological Well-Being dapat tercapai untuk para individu bergolongan darah
O dan A karena dianggap sebagai individu yang berpotensi bagi masyarakat dan bermasa
depan cerah bagi individu itu sendiri.
Berdasarkan pembahasan mengenai gambaran kepribadian dan Psychological Well-Being
berdasarkan golongan darah di Jepang, maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian
lintas budaya mengenai gambaran kepribadian dan Psychological Well-Being berdasarkan
golongan darah.
Tinjauan Pustaka
Kepribadian Berdasarkan Golongan Darah
Sejak lahir manusia sudah memiliki golongan darahnya masing-masing. Golongan darah
tidak hanya menjelaskan jenis darah yang dimiliki oleh individu, tetapi juga dapat
menjelaskan kepribadian manusia. Pada setiap golongan darah O, A, B, dan AB terdapat
ciri khas kepribadiannnya masing-masing. Pada tabel berikut ini digambarkan satu sisi
karakter dari kecenderungan kepribadian luar dan dalam berdasarkan masing-masing
golongan darah (Nomi, 2007).
Tabel 1
Kepribadian Orang Bergolongan Darah O
Kepribadian Yang Mudah Terlihat Di
Permukaan
Kepribadian Yang Dalam Waktu Bersamaan Mudah
Tercampur & Terbawa
Memiliki idealisme yang romantis Realistis dalam memperhitungkan untung rugi dan
resiko yang akan terjadi
Menginginkan teman Kebebasan secara individualis
Tidak suka tekanan Sadar & menghargai perbedaan wewenang
Keterbukaan tanpa ada maksud lain dan
taat
Bersifat hati-hati pada orang yang bukan teman,
memiliki rahasia pribadi
Pandai dan berpikiran logis Keputusan diambil berdasarkan naluri emosional
Pertahanan diri spontan dan
berkeinginan kuat
Rasional, ambisi yang bersifat kulturistik
Berjiwa kompetisi, dengan
mementingkan status menang kalah.
Mudah melupakan kalah menang dengan segera
Individu bergolongan darah O mempunyai peran yang menonjol karena dapat menjalin
kerja sama dan senantiasa menciptakan suasana harmonis di dalam kelompok. Individu
bergolongan darah O terlihat sebagai individu yang menerima dan melaksanakan tugas
dengan tenang. Individu ini pandai menutupi masalah yang dihadapi sehingga terlihat selalu
riang, damai dan tidak punya masalah sama sekali. Individu bergolongan darah O adalah
jenis manusia pemurah dan baik hati serta senang berbuat kebaikan. Individu ini senang
untuk membagi perasaannya dengan kerabat terdekat jika menghadapi masalah yang
sangat sulit untuk dipecahkan (Dermawan, 2006).
Individu bergolongan darah O disenangi dan dicintai karena memiliki sikap dermawan
dan berjiwa sosial yang tinggi. Individu ini juga dikenal sangat fleksibel dan mudah
menerima hal-hal baru karena mereka mengutamakan kebebasan dan ketidakterikatan.
Sekalipun demikian mereka sebenarnya keras kepala dan secara rahasia mempunyai
pendapat sendiri tentang berbagai hal. Individu bergolongan darah O juga dikenal sebagai
pribadi yang amibisius dan terkesam mau menang sendiri, sehingga lingkungan sering
menerimanya sebagai sikap yang angkuh atau sombong. Namun mereka adalah individu
yang senantiasa bersemangat mengarungi kehidupan untuk menutupi sifat iri yang
senantiasa muncul mendampingi kehidupan mereka (Dermawan, 2006).
Individu bergolongan darah A sangat sabar dalam menyelesaikan setiap masalah dan
tugas yang ada. Sebelum melakukan sesuatu, mereka akan memikirkan secara matang dan
menyusun rencana yang baik. Selain itu individu ini akan menyelesaikan tugas-tugasnya
secara serius, konsisiten, tekun, sabar dan tenang. Individu bergolongan darah A memiliki
karakter yang tegas, dapat diandalkan dan dipercaya tetapi keras kepala. Namun individu ini
berusaha membuat dirinya sewajar dan seideal mungkin (Dermawan, 2006).
Individu bergolongan darah A dapat terlihat menyendiri dan jauh dari orang-orang,
namun demikian mereka mencoba menekan perasaan dan senanatiasa terlihat tegar.
Individu ini juga sering merasa panik dan bimbang pada suasana yang dianggapnya tidak
nyaman sehingga cenderung keras terhadap orang-orang di sekitar yang tidak sependapat
dengan diri mereka. Individu ini senang berada di lingkungan orang-orang yang
bertemperamen sama, memiliki sifat yang peka dan sensitif. Individu bergolongan darah A
memiliki rasa tanggung jawab yang besar, maka individu ini selalu menjalankan
kehidupannya secara serius, sangat hati-hati, dan penuh pertimbangan (Dermawan, 2006).
Tabel 2
Kepribadian Orang Bergolongan Darah A
Kepribadian Yang Mudah Terlihat Di
Permukaan
Kepribadian Yang Dalam Waktu Bersamaan Mudah
Tercampur & Terbawa
Kontrol diri, sopan, dan berakal sehat Selalu ingin keluar dari situasi saat ini
Bekerja sama, menghargai kebersamaan
tim
Tidak percaya pada orang lain, ingin menjauhi
diri dari orang lain
Tinggi hati Mencari teman yang dapat mematuhi dirinya
Simpatik dan baik hati Bersikap dingin, mementingkan urusan
masing-masing baik diri sendiri atau orang lain
Berhati-hati dan teliti Bersikap tegas
Dari luar terlihat baik dan tenang Dari dalam terlihat egois dan keras kepala
Emosi yang terlihat tampak wajar Cepat naik darah
Individu bergolongan darah B cenderung selalu penasaran dan tertarik terhadap segala
hal, serta mempunyai bayak kegemaran dan hobi. Individu ini juga mampu mengerjakan
beberapa kegiatan secara serempak. Individu cepat merasa bosan terhadap hal-hal yang
dikerjakannya, namun mereka juga dikaruniai keterampilan untuk memilih prioritas hal yang
penting untuk dikerjakan. Individu berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam berbagai hal
yang dikerjakan, sehingga terkesan memiliki semangat yang kuat, kreatif dan optimis dalam
menyelesaikan masalah meskipun tindakan yang dilakukan sering mendadak dan tidak
terduga (Dermawan, 2006).
Tabel 3
Kepribadian Orang Bergolongan Darah B
Kepribadian Yang Mudah Terlihat Di
Permukaan
Kepribadian Yang Dalam Waktu Bersamaan Mudah
Tercampur & Terbawa
Berhati panas, penuh emosi Pertimbangan praktis dan emosinya tidak ikut
disertakan
Suka menyendiri Bersifat menjaga jarak dengan teman
Tidak bersosialisasi, pemalu Bersifat terbuka, mudah percaya terhadap orang
lain
Temperamental Tidak mudah terbawa emosi, berkepala dingin
Berminat dalam banyak hal Terlalu gampang curiga
Tidak berhati-hati, ceroboh Penuh perhitungan
Cepat dalam pengambilan keputusan Tindakan dilakukan dengan keragu-raguan
Dari penampakan luar, individu bergolongan darah B terlihat ceria, bersemangat, dan
antusias. Namun sebetulnya hal ini sama sekali berbeda dengan yang ada dalam diri
mereka. Individu bergolongan darah B mengutamakan kesendirian karena individu ini adalah
pribadi yang kurang berminat dalam bersosialisasi dengan banyak orang. Pada kehidupan
sehari-hari individu ini menjalani hidup dengan apa adanya, cenderung mengabaikan adat
kebiasaan yang selama ini berlaku, sehingga terkesan tidak terkendali. Individu ini senang
melakukan eskperimen karena kreativitas mereka yang tinggi (Dermawan, 2006).
Tabel 4
Kepribadian Orang Bergolongan Darah AB
Kepribadian Yang Mudah Terlihat Di
Permukaan
Kepribadian Yang Dalam Waktu Bersamaan Mudah
Tercampur & Terbawa
Berminat berpartisipasi di lingkungan
sosial
Menjaga kehidupan pribadi dan menghargai hobi
Pandai menjaga hubungan manusia,
baik hati
Menjaga jarak dengan orang lain, individualis
Kurang rasional Suka memimpikan hal yang bersifat fantasi
Harmonis bersama orang lain Suka berpura-pura atau “bermuka dua”
Pembawaan tenang Bebas, emosinya tidak stabil
Menghargai suatu usaha Kurang sabar
Menjauhi pertengkaran, damai Keberanian dalam menghadapi kematian
Individu bergolongan darah AB terlihat mempunyai dua kepribadian. Pada satu sisi
individu bergolongan darah AB memiliki perasaan yang sensitif dan lembut. Individu ini tidak
akan bertingkah laku kasar meskipun mereka diperlakukan secara kasar. Individu ini dikenal
dengan pribadi yang perhatian dan peduli terhadap perasaan orang lain, serta senang
membantu orang lain tanpa pamrih saat dimintai bantuan oleh orang lain, sehingga individu
ini populer dengan kebaikan hatinya. Individu ini juga dikenal sebagai pribadi yang terlalu
berhati-hati dalam mengambil keputusan sehingga terkesan tidak tegas dan cenderung
lambat saat memberikan reaksi dalam menghadapi suatu masalah (Dermawan, 2006).
Pada sisi yang lain individu bergolongan darah AB terlihat bersikap keras dengan diri
sendiri maupun dengan orang-orang sekitarnya, karena memang individu ini dikaruniai
dengan keterampilan dalam pengendalian diri yang baik. Akibatnya, individu bergolongan
darah AB dinilai sebagai individu yang dingin dan tidak peduli pada urusan di luar urusan
dirinya sendiri jika memang tidak ada orang lain yang meminta bantuannya secara langsung.
Individu ini cenderung memiliki pemikiran yang kritis, rasional, dan mendalam saat
menghadapi suatu masalah. Akibatnya individu ini membutuhkan waktu untuk menyendiri
dalam memikirkan masalah yang sedang dihadapi (Dermawan, 2006).
Temperamen Berdasarkan Golongan Darah
Secara umum, masing-masing golongan darah yang ada mempengaruhi manusia itu
sendiri. Tindakan dari suatu karakter, temperamen, cara menunjukkan kepada orang lain dan
cara orang lain memandang individu, itu semua dapat dipengaruhi berdasarkan golongan
darahnya. Pada tabel berikut ini diperlihatkan karakteristik temperamen manusia beserta sisi
positif dan sisi negatif dari temperamen itu sendiri (Nomi, 2007).
Tabel 5
Karakteristik Temperamen Orang Bergolongan Darah O
Karakteristik Temperamen Sisi Positif Sisi Negatif
Berorientasi pada
tujuan
Memiliki kekuatan dalam
menyelesaikan sesuatu
Memiliki kecakapan
Memiliki pemikiran yang kuat
Ambisi berlebihan
Tidak teratur dalam bekerja
Tidak punya strategi untuk
melakukan sesuatu
Memiliki keinginan
yang lurus
Memiliki rasa cinta yang kuat
Bertindak berdasarkan kata
hati
Serakah
Monopoli
Egois
Merasakan relasi yang
kuat secara responsif
Memiliki jiwa pelindung
Setia/loyal
Berorientasi pada otoritas
Posesif
Suka bersaing Memiliki naluri yang kuat
Benci kekalahan
Penuh percaya diri
Semangat juang tinggi
Agresif berlebihan
Mengabaikan hal lain kecuali
persaingan
Tidak suka dikontrol Independen
Bebas berpendapat
Memiliki harga diri tinggi
Suka memberontak
Suka bertengkar
Keras kepala
Romantis Memiliki mimpi dan visi
Puitis
Kaya akan emosi
Kekanan-kanakan
Isi pembicaraan tidak jelas
Memutuskan sesuatu
berdasarkan fakta
Berpegang teguh pada
sesuatu yang praktis
Vitalitas tinggi
Perspektif kuat
Mengutamakan uang
Sangat mementingkan materi
Pemikirannya lurus Taat
Naluri yang baik
Sederhana
Kurang kuat secara general
Mementingkan arti
persahabatan
Hangat
Senang menolong
Memikirkan arti keluraga
Membeda-bedakan
Mementingkan kerabat saja
Menunjukkan sikap memihak
Mementingkan arti
cinta
Ramah
Terbuka
Memuji berlebihan
Suka ikut campur segala
sesuatu atas nama cinta
Sangat berhati-hati
terhadap orang yang
bukan teman
Tidak mudah percaya pada
orang lain
Tidak banyak bicara
Diskriminatif
Mudah gugup terhadap orang
yang bukan teman
Sayang terhadap milik
pribadi
Menghargai milik pribadi
Menjaga milik pribadi dengan
baik
Orangnya mudah berubah
Memeperlihatkan rasa suka
atau tidak suka secara nyata
Menonjolkan diri dan
mengekspresikan diri
sendiri dengan kuat
Ekspresi diri yang kuat
Keceriaan yang nyata
Memberikan teladan yang
baik
Tinggi hati saat berpendapat
diri sendiri
Terlalu banyak bicara
Pandai berkomunikasi Teoretis
Persuasif yang baik
Mudah beradaptasi dengan
lawan bicara
Pandai berbicara tanpa ada
landasan yang kuat
Perkataan dan tidakan tidak
sejalan
Memiliki prinsip dalam
bertindak
Tindakannya jelas dan terarah
Berani dalam bertindak
Cenderung memutuskan
sesuatu tanpa berpikir matang
Tidak menyimpan
perasaan tertentu
terlelu lama
Ramah
Murah hati
Mudah menyesuaikan diri
Mudah marah
Tidak peka akan persaan
orang lain
Memiliki kesadaran
sosial yang tinggi
Memiliki pengertian kuat
dalam hal politik
Menjaga hubungan baik
dengan sesama
Orang yang banyak menuntut
dalam hal yang disukai
maupun tidak disukai
Tabel 6
Karakteristik Temperamen Orang Bergolongan Darah A
Karakteristik Temperamen Sisi Positif Sisi Negatif
Mudah khawatir terhadap
lingkungan sekitar
Berinisiatif
Berempati
Gemar melayani
Terlalu memikirkan apa kata
lingkungan sekitar
Mudah merasa tertekan
Pemalu
Menginginkan hubungan
antar manusia yang
damai
Berpembawaan tenang
Mau berkorban untuk orang
lain
Mengutamakan keamanan diri
sendiri
Kurang tulus dalam mendapatkan
Pengertian dalam berteman kedamaian
Lambat dalam membuka
hati
Tidak mudah dibohongi
Benar-benar memperhatikan
orang lain
Tidak suka mengambil
keuntungan
Tidak percaya orang lain
Mudah curiga
Menghormati aturan dan
tatacara
Memiliki jiwa sosial
Serius
Disiplin
Kaku
Tidak pandai dalam mengambil
keputusan
Menghargai pendapat
orang lain
Sopan dan hormat
Menghargai kerjasama tim
Terlalu membeda-bedakan orang
lain
Mengontrol tindakan
maupun ekspresi
Moderat
Memiliki tatakrama yang baik
Tidak mudah mengeluarkan
opini yang menyakitkan hati
Tidak tahu apa yang dipikirkan
dalam hati
Suka menyimpan rahasia
Dingin
Pemikirannya mudah
berubah karena
terpengaruh dari orang
lain
Konsisten
Dewasa
Senang memberi salam
terhadap orang lain
Tidak fleksibel
Keras kepala
Terburu-buru mengambil keputusan
Dapat membedakan
antara benar dan salah
Bertindak sesuai dengan
prinsip
Tegas dalam bertindak
Terlalu keras kepala
Terlalu teoretis
Terlalu menghakimi sesuatu hal
secara detail
Pesimis terhadap masa
depan
Berhati-hati
Bijaksana
Menekankan sisi negatif pada
sesuatu
Tidak percaya diri
Masa lalu dianggap
sebagai hal yang baik
Tegas
Rapi dan teratur
Tidak mudah menyesal
Takut kekalahan
Perfeksionis Berhati-hati dalam bekerja
Bertanggung jawab
Gigih dan teguh
Banyak alasan untuk menutupi
kesalahan
Bertele-tele
Gigih dalam berusaha Sangat sabar
Disiplin diri yang kuat
Teguh dalam pendirian
Hanya melakukan apa yang
diperintahkan
Tidak puas dengan
keadaan yang sekarang
Aktif bereaksi terhadap
sesuatu
Menginginkan kemajuan
Menghindari masalah
Mudah marah
Takut dalam menghadapi sesuatu
Lemah dalam
mempertahankan
sesuatu yang disukai
Berpikir moderat
Tidak mudah terobsesi pada
sesuatu
Mudah menyerah
Tidak cermat
Penyembuhan luka batin
yang lambat
Benci kekalahan
Berperasaan halus
Pendendam
Saat marah sangat sulit untuk
diredakan
Memiliki tujuan hidup Berbakat dan bermoral Merasa diri sendiri paling benar
berkaitan demi
kepentingan masyarakat
Rela untuk berkorban Terlalu sering merasa tidak puas
Tabel 7
Karakteristik Temperamen Orang Bergolongan Darah B
Karakteristik Temperamen Sisi Positif Sisi Negatif
Tidak suka mengikuti
aturan yang ada
Bebas
Independen
Mandiri
Egois
Terlalu individualistis
Berkonsentrasi pada
banyak hal
Gigih dan tekun
Sangat tertarik untuk
melakukan penelitian
Terlalu menghabiskan banyak
waktu
Tidak memiliki satu keahlian
khusus
Selalu optimis pada masa
depan
Berpikir positif
Berpikiran maju
Berjiwa perintis dan berani
Egois
Ceroboh
Kekanak-kanakan
Gejolak perasaannya
besar
Mengesankan
Baik dan lembut
Bertindak berdasarkan
kehendak sendiri
Mudah gugup
Saat sakit hati mudah
sembuh
Perasaannya simple
Memiliki rasa percaya diri
Mudah dibohongi
Mudah terjebak
Tidak memikirkan urusan
rumah tangga, tetapi
berusaha mengalihkan
dengan kegiatan lain
Hidup untuk pekerjaan dan
masyarakat
Posisinya kuat dalam
lingkungan masyarakat
Kurang bertanggung jawab
terhadap rumah maupun
keluarga
Tahu apa yang baik dan
buruk dalam melakukan
sesuatu
Berpikiran terbuka
Berhati lapang
Tulus
Kurang perhatian kepada orang
lain
Tindakan berada di luar aturan
Memiliki pemikiran yang
fleksibel
Kaya akan ide
Berpikir secara luas
Mudah teralihkan perhatian
Pemalu dan punya sifat
berbelit-belit
Menarik hati
Rendah hati dalam berbicara
maupun bertindak
Kurang bersosialisasi
Suka memberontak
Membuka hati tanpa
diskriminasi
Terbuka
Demokratis
Berpembawaan hangat
Kurang hati-hati
Kurang sopan
Tidak dibatasi oleh aturan
setempat
Lapang dada
Mandiri
Kurang memeprhatikan hal-hal
secara detail
Tidak memikirkan aturan
yang berlaku
Kreatif
Suka akan kemajuan
Tidak tunduk pada otoritas
Tidak teratur
Sombong
Transisi aktivitasnya
cepat
Penuh semangat
Bertanggung jawab atas
pilihan hidup
Kurang cermat
Selalu tergesa-gesa
Kurang tenang
Menghargai keputusan
yang akurat
Sangat obyektif
Adil
Penuh perhitungan yang
Tidak tegas
Pendiriannya tidak tetap
Mudah ragu-ragu
matang
Pemikirannya praktis dan
spesifik
Perencanannya bersifat
praktis, tepat guna
Ilmiah
Tidak punya mimipi
Tidak punya filosofi hidup
Kurang memiliki prinsip
Tabel 8
Karakteristik Temperamen Orang Bergolongan Darah AB
Karakteristik Temperamen Sisi Positif Sisi Negatif
Kaya akan pemikiran
yang rasional
Rasional
Cerdas
Analisis yang baik
Tipe konsisten
Tidak terlalu simpatik
Mudah menelantarkan tugas
Pertimbangan dan
analisisnya tajam
Cerdas
Pemikiran yang modern
Suka mengkritik
Sarkastik
Suka menyakiti perasaan
orang lain
Ingin berpartisipasi
dalam masyarakat
Loyal
Memiliki hati pelayanan sosial
Kurang rendah hati
Terlalu ambisius
Pandai membina
hubungan
Adil
Memiliki kemampuan
berbisnis
Keinginan untuk mendominasi
Menjadi orang ketiga dalam
suatu hubungan
Harmonis di tengah
lingkungan masyarakat
Suka memberi bantuan
secara inisiatif tersendiri
Mudah dipengaruhi orang lain
Pada satu sisi
kurangnya kontrol
emosi
Berkepala dingin
Ceria
Monoton
Sifat kemanusiaan dan
emosional kurang peka
Pada sisi lain
cenderung mudah
terusik emosinya
Loyal terhadap diri sendiri
Emosi terhadap peistiwa kecil
Berkarakter ganda
Mudah melarikan diri dari
masalah
Orang yang
mengesampingkan
jarak
Adil
Tidak terlalu membeda-
bedakan teman
Tidak terbuka
Kurang menekankan
perasaan dalam
persahabatan
Membenci kemunafikan
manusia
Bermoral
Perasaan kuat untuk
menuntut keadilan
Kurang dalam hal toleransi
dan kemurahan hati
Berkonsentrasi tinggi
tapi tidak dapat
bertahan
Efisien
Cepat tanggap dalam hal-hal
penting
Kurang sabar
Mudah menyerah
Tidak menyelesaikan hal
secara tuntas
Diversifikasi dalam
pemikiran maupun
interpretasi
Pandai dalam diversifikasi
bisnis
Pemikirannya luas
Jarang merefeleksikan dirinya
sendiri
Tertarik akan dongeng
fantasi
Memiliki banyak impian
Berinspirasi
Sentimentil
Kekanak-kanakan
Menyimpang dari realitas
Tidak terlalu banyak
melibatkan diri dalam
hobi
Sederhana
Kontrol diri kuat
Kurangnya penghiburan bagi
diri sendiri
Kehidupan ekonomi
seimbang
Berkemampuan mengatur dan
mengelola ekonomi
Bertanggung jawab terhadap
masalah ekonomi
Pikirannya terlalu materialistis
Dapat berpikir licik demi
mendapat materi
Menginginkan
kestabilan minimum
dalam kehidupan
Konsisten
Sangat berhati-hati
Tidak serakah
Terlalu menjaga kehidupan
pribadi
Tidak suka mengambil resiko
Menjauhkan dari
kekuatan untuk
melarikan diri
Damai
Kurang berkeinginan untuk
berkuasa
Sopan, rendah hati, dan
sederhana
Tekad kurang bulat
Hanya suka mengamati tanpa
mengambil tindakan
Meminta pendapat
orang lain pada
masalah penting
Berhati-hati
Demokratis
Kurang kuat dalam
mengambil keputusan
Mengalihkan tanggung jawab
pada orang lain
Ritme Emosi Berdasarkan Golongan Darah
Pada tubuh manusia darah ada pada seluruh tubuh, mulai dari bagian dalam organ,
cairan limpa, rambut sampai dengan kuku. Berdasarkan sudut pandang psikologis, masing-
masing golongan darah menimbulkan perbedaan pembentukan emosi pada tubuh manusia.
Berikut ini akan ditujukan kurva emosi untuk keempat golongan darah.
Gambar 1. Ritme emosi golongan darah O.
(Sumber: Robbins, 2005)
Pada individu yang bergolongan darah O, dalam kehidupan sehari-hari pada dasarnya
adalah orang yang tenang dan dapat berdiri teguh, karena memiliki stabilitas emosi sampai
batas wajar. Namun apabila terdapat tekanan melebihi ambang batas maka perasaannya
tiba-tiba akan berubah menjadi tidak menentu. Individu yang bergolongan darah O pada saat
situasi tertekan dan mengancam dirinya, maka stabilitas emosinya akan menjadi tidak teratur
sehingga sering terlihat panik dan bingung tanpa memikirkan jalan keluar dari situasi yang
dianggap mengancam bagi dirinya sendiri (Nomi, 2007).
Gambar 1. Ritme emosi golongan darah A.
(Sumber: Robbins, 2005)
Individu yang bergolongan darah A, grafiknya bertolak belakang dengan individu yang
bergolongan darah O. Pada kehidupan sehari-hari individu bergolongan darah A adalah
orang yang penuh dengan kekhawatiran karena pada dasarnya memang tidak memiliki
stabilitas emosi. Individu bergolongan darah A cenderung sangat terpengaruh oleh tekanan
yang berasal dari lingkungan, terlebih bila tekanan dari lingkungan bertambah besar, maka
gejolak dalam hatinya juga bertambah besar, namun individu bergolongan darah A memiliki
kepercayaan diri yang pada saat dibutuhkan akan membuat emosinya menjadi stabil kembali
(Nomi, 2007).
Gambar 1. Ritme emosi golongan darah B.
(Sumber: Robbins, 2005)
Individu yang bergolongan darah B memiliki kondisi emosi yang tidak stabil dan tidak
konsisten. Gejolak perasaannya tidak terlalu berhubungan dengan perubahan kondisi
lingkungan sekitar.Tekanan dari lingkungan sekitar tidak akan terpengaruh terhadap individu
bergolongan darah B. Banyak dari antara individu bergolongan darah B lebih sensitif
terhadap gerak perubahan dalam hati mereka sendiri. Walaupun terkena tekanan yang
besar, mereka tetepa dapat menunjukkan kemampuannya tanpa halangan (Nomi, 2007).
Gambar 1. Ritme emosi golongan darah AB.
(Sumber: Robbins, 2005)
Individu yang bergolongan darah AB digambarkan dengan garis yang benar-benar
berbeda dengan gambar yang lain.Mereka mempunyai dua sisi keteraturan bagai air dan
juga sisi ketidakstabilan yang tidak dapat ditanggulangi sendiri. Hal ini menunjukkan adanya
dua temperamen dari individu bergolongan darah AB. Temperamen individu bergolongan
darah A dan B yang bertolak belakang itu secara bersamaan dibawa oleh orang yang
bergolongan darah AB. Pada kehidupan sehari-hari, sisi yang tenang lebih mudah terlihat
dan ketika tekanan bertambah tinggi, maka ketidakstabilan akan terlihat (Nomi, 2007).
Definisi Kepribadian
Gordon W. Allport mengemukakan bahwa kepribadian adalah suatu organisasi psikofisik
yang dinamis dari dalam diri individu, yang menentukan perilaku yang khas dari individu
tersebut (Suwarto, 1999). Lain halnya dengan Greenberg dan Baron (1997) yang
mengemukakan bahwa kepribadian adalah suatu pola yang unik dan relatif stabil. Hal ini
tercermin dari tingkah laku, cara berpikir, dan emosi yang ditunjukkan oleh individu.
Kepribadian individu merupakan sesuatu yang relatif stabil sepanjang kehidupan (Suwarto,
1999).
Selain itu, menurut Larsen dan Buss (2002), kepribadian adalah seperangkat ciri-ciri
psikologis dan mekanisme pada diri individu yang diorganisasi dan bertahan lama. Hal
tersebut dapat mempengaruhi proses interaksi dan adaptasi individu terhadap
lingkungannya. Larsen dan Buss (2002) mengungkapkan ciri-ciri psikologis merupakan
karakteristik-karakteristik yang menggambarkan perbedaan seseorang dengan yang lainnya
dan mekanisme lebih mengacu pada proses-proses kepribadian. Ciri-ciri dan mekanisme
psikologis yang ada dalam diri individu diorganisasi atau diatur berdasarkan situasi-situasi
yang dihadapi oleh individu tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan
suatu ciri dan mekanisme psikologis yang dimiliki oleh individu, yang membedakan individu
tersebut dalam menghadapi suatu situasi. Kepribadian ini dapat dilihat dari emosi, tingkah
laku, dan cara berpikir individu yang bersangkutan. Kepribadian setiap individu berbeda
antara satu dengan yang lain, tergantung dari proses pembentukan dan situasi yang sedang
dihadapi oleh individu tersebut.
Determinan Kepribadian
Pembentukan kepribadian dalam diri individu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut
Robbins (1996), kepribadian dibentuk dari faktor keturunan (genetik), lingkungan dan situasi.
Berdasarkan faktor keturunan, kepribadian yang dibentuk adalah berupa sosok fisik, raut
wajah, jenis kelamin, temperamen, dan karakteristik lain yang dipengaruhi oleh faktor
genetik.
Berdasarkan faktor lingkungan, kepribadian dibentuk melalui pengaruh budaya.
Keluarga, teman sebaya, kelompok sosial, dan norma masyarakat ikut berpengaruh
terhadap pembentukan kepribadian individu. Apabila lingkungan menetapkan norma, sikap,
dan nilai, maka individu akan menyerap nilai tersebut, dan menjadikannya bagian dari
kepribadian individu (Robbins, 1996). Dalam pendekatan ini, faktor keturunan menentukan
batas-batas kepribadian, namun potensi kepribadian individu akan ditentukan dari cara
individu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya (Robbins, 1996).
Berdasarkan faktor situasi, faktor ini melengkapi kepribadian dari hasil keturunan dan
lingkungan (Suwarto, 1999). Kepribadian individu umumnya konstan, namun perilaku yang
muncul dapat berubah seiring dengan situasi yang dihadapi oleh individu. Pada dasarnya, ke
tiga faktor pembentuk kepribadian ini saling berperan dalam pembentukan kepribadian
individu, untuk dapat menghasilkan suatu kepribadian yang mantap dan stabil (Robbins,
1996).
Trait Kepribadian Big-five
Allport merupakan salah satu tokoh yang mengembangkan pendekatan trait
kepribadian. Ia mengemukakan bahwa konsep trait memiliki dua arti yang berbeda, namun
saling melengkapi (Allport, 1937). Di satu sisi, trait merupakan kecenderungan yang dapat
dilihat (observed) dari tingkah laku, dengan cara tertentu. Di sisi lain, trait merupakan
disposisi kepribadian yang harus disimpulkan (inferred) yang menghasilkan kecenderungan
tersebut. Menurut Chaplin (2000), Trait merupakan suatu pola tingkah laku yang relatif
menetap secara terus-menerus dalam suatu situasi yang serupa. Salah satu penelitian
mengenai trait yang terkenal adalah trait kepribadian big-five (Raad, 2000).
Teori kepribadian big-five adalah teori dikemukakan oleh Goldberg (Gregory, 2000).
Dalam penelitiannya mengenai analisis faktor trait kepribadian, ia mengidentifikasi beberapa
konsistensi yang kemudian dinamakan sebagai dimensi big-five. Selain itu, trait kepribadian
big-five pertama kali dipublikasikan oleh Fiske pada tahun 1949 (The Big 5 Personality
Factors, 2006). Sampai dengan saat ini, telah dilakukan berbagai penelitian yang
berhubungan dengan teori tersebut.
Digman mengatakan para ahli psikologi kepribadian telah menyetujui bahwa ada lima
faktor kepribadian yang kokoh, yang dikenal dengan nama model kepribadian lima faktor
(dikutip oleh Handoyo, 2001). Model kepribadian lima faktor ini dapat menjadi taksonomi
untuk mengklasifikasi kepribadian. Model kepribadian lima faktor ini, kemudian dikenal
dengan nama big-five. Selain itu, Nikolaou dan Robertson (2001) juga mengatakan bahwa
teori kepribadian big-five telah melengkapi disiplin psikologi kepribadian. Teori big-five juga
telah mendominasi kajian mengenai kepribadian, bahkan dalam bidang psikologi industri dan
organisasi.
Sejarah Trait Kepribadian Big-Five
Perkembangan model kepribadian lima faktor (big-five), telah dimulai oleh Allport dan
Odbert (Raad, 2000). Mereka mencoba mengidentifikasi perbedaan-perbedaan individual
yang ada, dengan cara mengumpulkan seluruh istilah yang relevan dari Kamus Bahasa
Inggris Webster. Allport melakukan penelitiannya dengan bertumpu pada hipotesis lexical.
Hipotesis ini dikemukakan pertama kali oleh Sir Francis Galton, yang menyatakan bahwa
perbedaan individual yang paling penting akan dikodekan dalam bahasa. Pada waktu yang
bersamaan, Thurstone juga menganalisa 60 kata sifat yang umum. Ia mengidentifikasi lima
faktor, yang akan memungkinkan munculnya big-five.
Raymond Cattell menggunakan istilah trait-descriptive dari Allport dan Odbert sebagai
awal analisis stuktur kepribadiannya (Raad, 2000). Ia menggunakan daftar istilah yang
mengandung 4.500 sifat-sifat tetap, dan mengurangi daftar istilah tersebut menjadi 171
cluster. Ia mengakhiri kerjanya dengan 35 cluster kepribadian. Ketika peneliti lainnya
mengulangi analisis Cattell, mereka hanya menemukan lima faktor yang dapat diandalkan.
Goldberg (1993) menyatakan bahwa Cattell adalah bapak intelektual dari model kepribadian
lima besar (big-five).
Donald Fiske merupakan orang yang pertama kali mengumpulkan lima faktor yang ditiru
dari variabel-variabel urutan Cattell (Raad, 2000). Ia mengambil 22 variabel dari 35 cluster
Cattell, dan menemukan lima faktor yang direplikasi melalui sampel penilaian pribadi,
penilaian pengamat, dan penilaian teman sebaya. Nama yang diberikan Cattell untuk ke lima
faktor yang ditemukannya adalah Confident Self-Expression (I), Social Adaptability (II),
Conformity (III), Emotional Control (IV), dan Inquiring Intellect (V).
Tupes dan Christal memberikan kontribusi utama berikutnya. Mereka menguji struktur
faktor dari 22 deskripsi yang disederhanakan dalam delapan sampel dan mengidentifikasikan
lima faktor yang secara relatif kuat dan berulang (Raad, 2000). Mereka menamai faktor-
faktor ini sebagai (I) surgency, (II) agreeableness, (III) dependability, (IV) emotional stability,
dan (V) culture.
Warren Norman juga menyetujui model lima faktor dengan menggunakan seperangkat
variabel-variabel Cattell yang terpilih. Dari hasil kerjanya, kemudian muncul lima faktor yang
disebut Norman sebagai Norman’s Big Five atau sering di sebut big-five. Big-five terdiri dari
extraversion, emotional stability, agreeableness, conscientiousness, dan culture (openness
to experience). Lewis R. Goldberg (1990, 1992, 1993) mengikuti kerja Norman dengan
melakukan sederetan penelitian untuk mengkaji struktur yang mendasari istilah-istilah sifat.
Dari hasil penelitian tersebut, Goldberg menemukan lima faktor kepribadian yang terdiri dari
surgency/extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability/neuroticism,
dan intellect/openness to experience.
Karakteristik Trait Kepribadian Big-Five
Trait kepribadian big-five terdiri atas lima tipe. Trait kepribadian big-five ini bersifat
universal dan telah banyak dikembangkan di berbagai negara, seperti Amerika, Belanda,
Jerman, dan lain sebagainya (Raad, 2000). Selain itu, teori kepribadian big-five dapat
digunakan untuk penelitian lintas budaya dan untuk berbagai situasi, dengan hasil yang
relatif stabil (Raad, 2000). Menurut Soldz dan Vaillant, teori ini juga relatif stabil jika diberikan
pada individu di awal masa dewasa muda (Five-factor model, 2006). Teori big-five juga telah
digunakan untuk berbagai penelitian di bidang pendidikan dan organisasi, yang bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman terhadap fungsi kepribadian (Ryckman, 2004).
Tipe-tipe Trait Kepribadian Big-Five
Teori kepribadian big-five ini terdiri atas lima tipe yang saling berhubungan, yaitu
Openness to experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan
Neuroticism/emotional stabillity (OCEAN). Berdasarkan NEO – Personality Inventory –
Revised (NEO-PI-R), setiap dimensi terdiri atas beberapa faset (Pervin & John, 1997),
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Selain itu, setiap tipe mempunyai rentang trait, dari yang positif sampai dengan yang
negatif (Greenberg & Baron, 1997; Pervin, 1996; Pervin & John, 1997). Trait tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tipe openness to experience merupakan tipe kepribadian yang rentang trait-nya dari
imajinatif, sensitif, intelektual, sampai dengan trait yang bersifat tidak sensitif dan konservatif
(Handoyo, 2001; Greenberg & Baron, 1997; Robbins, 1996). Tipe ini memiliki 6 faset, yaitu
fantasy, aesthetics, feelings, actions, ideas, dan values (Pervin & John, 1997). Menurut
Corsini (2002), Fantasy merupakan suatu gambaran mental, mimpi, atau khayalan yang
terjadi dari keinginan dan harapan yang disadari, maupun yang tidak disadari. Aesthetics
merupakan minat terhadap suatu elemen seni, seperti seni pahat, musik, puisi, yang
berdasarkan pada rasa suka dan tidak suka terhadap kegiatan tersebut. Feelings adalah
suatu keadaan emosional, afeksi, atau intuisi. Actions merupakan suatu proses yang
berhubungan dengan hasil dari suatu kinerja. Ideas adalah suatu gambaran mental atau
kognisi yang muncul tanpa harus melalui proses persepsi dan sensori. Selain itu, values
merupakan tujuan atau standar yang biasanya berharga bagi individu atau masyarakat yang
bersangkutan.
Tabel 1
Skala Faset NEO-PI-R dihubungkan dengan Faktor-Faktor Trait Kepribadian Big-Five
Tipe kepribadian Big-Five Skala Faset dalam NEO–PI–R
OPENNESS TO
EXPERIENCE
Fantasi (fantasy), estetika (aesthetic), perasaan (feelings), tindakan
(actions), ide-ide (ideas), nilai-nilai (values).
CONSCIENTIOUSNESS
Kompeten (competence), perintah (order), kepatuhan (dutifulness),
prestasi (achievement), bekerja keras (striving), disiplin diri (self-
discipline), pertimbangan (deliberation).
EXTRAVERSION
Hangat (warmth), suka berkumpul (gregariousness), asertif
(assertiveness), kegiatan (activity), pencari kegembiraan
(excitement seeking), emosi positif (positive emotions).
AGREEABLENESS
Kepercayaan (trust), berterus terang (straightforwardness), altruisme
(altruism), pemenuhan (compliance), kesederhanaan (modesty),
kelemah lembutan (tendermindedness).
NEUROTICISM
Kecemasan (anxiety), permusuhan (angry hostility), depresi
(depression), kesadaran diri (self-consciousness), impulsif
(impulsiveness), mudah terluka (vulnerability).
Tabel 2
Faktor dan Skala Trait Kepribadian Big-Five
Karakteristik Nilai Tinggi Skala Trait Karakteristik Nilai Rendah
Ingin tahu, ketertarikan
yang luas, kreatif, original,
imajinatif, modern
OPENNESS TO EXPERIENCE
(O)
Mengukur keinginan proaktif
dan pengalaman berharga bagi
diri sendiri; toleransi dan
eksplorasi dari hal-hal yang
tidak familiar.
Konvensional, biasa-biasa
saja, tidak memiliki
ketertarikan, tidak artistik,
tidak analitis
Terorganisasi, dapat
diandalkan, pekerja keras,
disiplin, tepat waktu, teliti,
rapi, berambisi, tekun
CONSCIENTIOUSNESS (C)
Mengukur derajat organisasi
individu, persisten, dan motivasi
dalam mengarahkan tujuan.
Berlawanan dengan individu
yang banyak bicara namun
tidak bergairah, dan ceroboh.
Tidak bertujuan, tidak dapat
diandalkan, pemalas,
ceroboh, lalai, tidak peduli,
tidak punya ambisi,
hedonistik
Sociable, aktif, senang
berbicara, berorientasi
pada manusia, optimis,
menyenangkan, penuh
kasih sayang
EXTRAVERSION (E)
Mengukur kuantitas dan
intensitas dari interaksi
interpersonal; level aktivitas,
kebutuhan akan stimulasi, dan
kapasitas kesenangan.
Tertutup, serius, pemurung,
dingin, berorientasi pada
tugas, pemalu, pendiam
Berhati lembut, baik hati,
percaya, suka menolong,
pemaaf, mudah percaya,
terus terang
AGREEABLENESS (A)
Mengukur kualitas orientasi
interpersonal, yang terentang
dari penuh belas kasihan
sampai dengan antagonis
dalam hal pikiran, perasaan,
dan tindakan.
Sinis, kejam, pencuriga,
tidak kooperatif,
pendendam, ruthless,
manipulatif
Gelisah, pencemas,
emosional, merasa tidak
aman, tidak puas diri,
hypochondriacal
NEUROTICISM (N)
Mengukur penyesuaian diri vs.
ketidak stabilan emosional.
Mengidentifikasi
kecenderungan individu
terhadap psychological distress,
ide-ide yang tidak realistis,
hasrat yang berlebihan, dan
respon coping yang
maladaptive.
Tenang, relaks, tidak
emosional, kuat, merasa
aman, memilki kepuasan diri
Tipe kepribadian conscientiousness merupakan trait yang penting pada situasi yang
mengutamakan pencapaian prestasi (Raad, 2000). Tipe ini terentang dari trait yang sifatnya
bertanggung jawab, terorganisasi, memiliki disiplin diri, sampai dengan tidak bertanggung
jawab, tidak terorganisasi, dan kurang disiplin diri (Handoyo, 2001; Greenberg & Baron,
1997; Robbins, 1996). Selain itu, tipe ini secara konsisten berhubungan dengan performansi
kerja (Raad, 2000). Dimensi conscientiousness terdiri atas tujuh faset, yaitu competence,
order, dutifulness, achievement, striving, self-discipline, dan deliberation (Pervin & John,
1997). Menurut Corsini (2002), competence adalah kemampuan mengendalikan hal-hal
dalam kehidupan, untuk menyelesaikan suatu masalah secara efektif, serta untuk mengubah
diri dan lingkungan. Order adalah kerapian dan ketelitian. Dutifullness adalah kemampuan
individu untuk berfokus pada setiap tugas yang dimilikinya. Achievement merupakan suatu
pencapaian prestasi atau pencapaian tujuan dari individu atau masyarakat. Striving adalah
sifat tangguh, berusaha, dan bekerja keras. Self-discipline adalah pengendalian dorongan
dan keinginan personal. Terakhir, deliberation adalah kemampuan untuk mempertimbangkan
suatu keadaan atau masalah dengan baik.
Tipe kepribadian extraversion merupakan tipe yang paling sering digunakan dalam alat
tes kepribadian (Raad, 2000). Extraversion merupakan salah satu prediksi yang baik bagi
keberhasilan pekerjaan. Menurut Caldwell dan Burger, individu yang extrovert memiliki
peluang yang lebih besar untuk mendapatkan promosi (dikutip oleh Raad, 2000). Tipe
kepribadian ini terentang dari sifat asertif, mudah bergaul, banyak bicara, sampai dengan
sifat tertutup, pendiam, dan pencuriga (Handoyo, 2001; Greenberg & Baron, 1997; Robbins,
1996). Tipe extraversion terdiri atas 6 faset, yaitu warmth, gregariousness, assertiveness,
activity, excitement seeking, dan positive emotions (Pervin & John, 1997). Menurut Corsini
(2002), warmth adalah kehangatan atau keramahan. Gregariousness adalah dorongan untuk
beraktivitas, berhubungan sosial, dan hidup bersama dengan orang lain. Assertiveness
adalah suatu pemikiran atau gagasan yang terentang dari perilaku berkuasa, dan perilaku
patuh. Activity merupakan proses mental atau biologis yang dihasilkan dari penyimpanan
energi dalam diri individu. Excitement seeking merupakan suatu keadaan emosional yang
ditandai dengan perilaku impulsif, keinginan mencari ketegangan, dan dorongan umum
lainnya. Positive emotions adalah suatu proses mental yang ditandai dengan berbagai
perasaan dan biasanya disertai dengan pengekspresian gerakan.
Tipe agreeableness merupakan tipe yang berhubungan dengan keterampilan
interpersonal (Raad, 2000). Menurut Hogan (dikutip oleh Raad, 2000), Agreeableness
memudahkan individu dalam mengatasi masalah-masalah sosial di lingkungan. Tipe
kepribadian ini terentang dari sifat kooperatif, pemaaf, baik hati, sampai pada sifat
pendendam, dan tidak mau bekerja sama (Handoyo, 2001; Greenberg & Baron, 1997;
Robbins, 1996). Tipe Agreeableness terdiri atas 6 faset, yaitu trust, straightforwardness,
altruism, compliance, modesty, dan tendermindedness (Pervin & John, 1997). Menurut
Corsini (2002), trust adalah kepercayaan dan integritas terhadap orang lain.
Straightforwardness adalah dorongan untuk berterus terang. Altruism adalah suatu perilaku
menolong yang menyebabkan orang lain merasa aman, nyaman, dan tentram. Complience
adalah kecenderungan untuk mengikuti keinginan dan saran dari orang lain. Modesty adalah
suatu sifat kesederhanaan, rendah hati, dan sopan. Tendermindedness adalah suatu
karakteristik dari trait kepribadian yang menunjukkan intelektualitas, idealisme, optimisme,
dogmatisme, dan religiusitas.
Tipe neuroticism merupakan dimensi yang terentang dari tegang, gelisah, murung,
negatif, sampai dengan tenang, bergairah, dan positif (Handoyo, 2001; Greenberg & Baron,
1997; Robbins, 1996). Tipe kepribadian ini terdiri atas 6 faset, yaitu anxiety, hostility,
depression, self-consciousness, impulsiveness, dan vulnerability (Pervin & John, 1997).
Menurut Corsini (2002), anxiety adalah suatu persaan cemas yang tidak menyenangkan,
ketakutan, dan keprihatinan atas suatu bencana atau masalah yang tidak dapat dihindari.
Hostility merupakan kemarahan yang menetap dan bercampur dengan suatu dorongan yang
kuat untuk membalas rasa sakit dan perlakuan buruk yang dialami. Depression adalah suatu
keadaan emosional, di mana individu merasa sangat sedih. Keadaan emosional ini terentang
dari rasa sedih karena tidak adanya dukungan sampai dengan perasaan murung karena
kehilangan semangat dan despair. Self-consciousness merupakan sensitivitas ekstrim
mengenai perilaku, penampilan, atau atribut lain dari diri sendiri. Sensitivitas ini menimbulkan
kesadaran yang berlebihan terhadap impresi orang lain terhadap diri individu. Impulsiveness
adalah kecenderungan untuk melakukan suatu aktivitas tanpa dipikirkan, direfleksikan, atau
dipertimbangkan akibatnya terlebih dahulu. Terakhir, vulnerability adalah suatu derajat
kerentanan individu dalam mengembangkan perilaku yang tidak sesuai, yang disebabkan
oleh suatu peristiwa.
Pengukuran Trait Kepribadian Big-Five
Saat ini, telah dikembangkan suatu kuesioner yang berhubungan dengan teori
kepribadian big-five (Pervin, 1996). Kuesioner ini disusun oleh McCrae dan Costa, dan
dinamakan NEO-Personality Inventory-Revised (NEO-PI-R). Kuesioner ini terdiri atas 300
item yang dapat menunjukkan kepribadian subyek. Setiap pernyataan menggambarkan
kondisi subyek dan terdiri atas lima skala (dari sangat setuju sampai dengan sangat tidak
setuju). Dalam menilai ke lima faktor tersebut, individu mendapatkan skor dari faset-faset
yang berhubungan dengan ke lima faktor tersebut. Faset-faset tersebut menunjukkan
perbedaan besar yang berhubungan dengan perilaku individu dari setiap faktor.
Pengertian Psychological Well Being
Ryff (1995) berpendapat bahwa Psychological Well Being adalah suatu kondisi
seseorang yang memiliki kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa
lalu (self-acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan
bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan
positif dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur
kehidupan dan lingkungan secara efektif (environmental mastery), dan kemampuan untuk
menentukan tindakan sendiri (autonomy).
Sugianto (2000) menambahkan bahwa Ryff merumuskan teori Psychological Well Being
pada konsep kriteria kesehatan mental yang positif. Deskripsi orang yang memiliki
Psychological Well Being yang baik adalah orang yang mampu merealisasikan potensi
dirinya secara kontinu, maupun menerima diri apa adanya, mampu membentuk hubungan
yang hangat dengan orang lain, memilki kemandirian terhadap tekanan sosial, memiliki arti
dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal.
Menurut Karl Meninger, Jones, dan Bradburn Psychological Well Being sama dengan
kebahagiaan. Sedangkan Boehm mendefinisikan Psychological Well Being sebagai
kepuasan hidup (Sugianto, 2000). Menurut Warr (dikutip oleh Suryawidjaja,1998)
Psychological Well Being adalah suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan
individu mengenai aktivitas-aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Diener dan Diener
(dikutip oleh Indriyanie, 1998) menyamakan Psychological Well Being dengan subjective well
being, yaitu penilaian seseorang terhadap hidupnya yang meliputi reaksi emosional terhadap
suatu peristiwa dan evaluasi sadar yang dilaporkan baik pada saat suatu peristiwa terjadi
atau secara global setelah waktu yang lama.
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Psychological Well Being
adalah suatu kondisi di mana seseorang melakukan penilaian terhadap hidupnya sehari-hari
yang meliputi reaksi emosional terhadap suatu peristiwa dan evaluasi sadar yang dilaporkan
baik pada saat suatu peristiwa terjadi atau secara global setelah waktu yang lama.
Dimensi Psychological Well Being
Menurut Ryff (dikutip oleh Sugianto, 2000) ada enam dimensi dari Psychological Well
Being, yaitu (a) self-acceptance, (b) positive relationship with others, (c) autonomy, (d)
environmental mastery, (e) purpose in life, dan (f) personal growth.
Penerimaan diri (self-acceptance) adalah sikap positif terhadap diri sendiri dan
merupakan ciri penting dari psychological well-being. Skor tinggi pada dimensi ini
menunjukkan bahwa individu memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan
menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk, dan merasa positif tentang
kehidupan yang telah dijalani. Skor rendah menunjukkan individu merasa tidak puas dengan
dirinya sendiri, merasa kecewa terhadap kehidupan yang dijalani, mengalami kesukaran
karena sejumlah kualitas pribadi dan ingin menjadi orang yang berbeda dari dririnya saat ini
(Sugianto, 2000). Aspek ini dicirikan dengan aktualisasi dan dapat berfungsi secara optimal,
kedewasaan, dan penerimaan kehidupan yang dilewati. Faktor-faktor dalam aspek ini
mencakup evaluasi diri yang positif, penerimaan diri, dan orang lain (Campton, 2005).
Hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others) adalah
kemampuan seseorang dalam membina hubungan yang hangat dengan orang lain.
Seseorang yang memiliki Psychological Well Being yang baik digambarkan sebagai
seseorang yang mempunyai empati dan bersahabat. Faktor-faktor dalam aspek ini
mencakup hubungan yang dekat, hangat, dan intim dengan orang lain, membangun
kepercayaan dalam suatu hubungan, memiliki rasa empati, dan perhatian kepada orang lain
(Campton, 2005). Dimensi hubungan positif dengan orang lain dapat dioperasionalisasikan
ke dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam membina hubungan yang hangat
dengan orang lain. Skor tinggi menunjukkan individu mempunyai hubungan yang hangat,
memuaskan, dan saling percaya dengan orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang
lain, mampu melakukan empati yang kuat, afeksi,dan hubungan yang bersifat timbal balik.
Skor rendah menunjukkan individu hanya mempuyai sedikit hubungan yang dekat dan saling
percaya dengan orang lain, merasa kesulitan untuk bersikap hangat, terbuka, dan
memperhatikan orang lain, merasa terasing dan frustrasi dalam hubungan interpersonal,
tidak bersedia menyesuaikan diri memepertahankan hubungan yang penting dengan orang
lain (Sugianto, 2000).
Otonomi (autonomy) adalah kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, kemandirian, dan
kemampuan mengatur tingkah laku. Faktor-faktor dalam aspek ini mencakup kemandirian,
self determined, kemampuan untuk melawan atau menghadapi tekanan sosial, dan
kemampuan untuk mengatur tingkah laku (Campton, 2005). Konsep otonomi berkaitan
dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, kemandirian dan kemampuan untuk
mengatur tingkah laku. Skor tinggi menunjukkan bahwa individu mampu mengarahklan diri
dan mandiri, mampu mengahdapi tekanan sosial, mengatur tingkah laku sendiri dan
mengevaluasi diri dengan standar pribadi. Skor rendah menunjukkan bahwa individu
memeprhatikan pengharapan dan evaluasi orang lain, bergantung pada penilaian orang lain
dalam membuat keputusan, menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial dalam berpikir dan
bertingkah laku (Sugianto, 2000).
Penguasaan lingkungan (environmental mastery) adalah kemampuan individu untuk
memilih atau mengubah lingkungan sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Faktor-faktor
dalam aspek ini mencakup memiliki kemampuan untuk mengatur dan memilih lingkungan
yang kondusif untuk mencapai tujuan (Campton, 2005). Skor tinggi menyatakan bahwa
individu mempunyai sense of mastery dan mampu mengatur lingkungan, mengontrol
berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan yang ada secara
efektif, mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-
nilai pribadi. Skor rendah menunjukkan bahwa individu mengalami kesulitan dalam mengatur
aktivitas sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan konteks di
sekitar, tidak waspada akan kesempatan-kesempatan yang ada di lingkungan, dan kurang
mempuyai kontrol terhadap dunia luar (Sugianto, 2000).
Keyakinan memiliki tujuan hidup (purpose in life) adalah kemampuan pemahaman
seseorang akan tujuan dan arah hidupnya. Faktor-faktor dalam aspek ini mencakup memiliki
makna dan arti hidup, serta memiliki arah dan tujuan hidup (Campton, 2005). Dimensi tujuan
hidup dapat dioperasionalisasikan dalam tinggi rendahnya pemahaman individu akan tujuan
dan arah hidupnya. Skor tinggi menyatakan bahwa individu mempuyai tujuan dan arah
hidup, merasakan adanya arti dalam hidup masa kini dan masa lampau. Skor rendah
menunjukkan bahwa individu kurang mempuyai arti hidup, tujuan, arah hidup dan cita-cita
yang tidak jelas, serta tidak melihat adanya tujuan dari kehidupan masa lalu (Sugianto,
2000).
Pertumbuhanan pribadi (personal growth) adalah kemampuan seseorang untuk
mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan. Faktor-faktor dalam aspek ini mencakup
kapasitas untuk bertumbuh dan mengembangkan potensi, perubahan personal atau pribadi
sepanjang hidup yang mencerminkan pengetahuan diri dan efektivitas yang bertambah,
keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru, dapat menerima kenyataan, mampu
membela diri, dan menghargai diri sendiri (Campton, 2005). Dimensi pertumbuhan pribadi
dapat dioperasionalisasikan dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang untuk
mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan. Skor yang tinggi menunjukkan bahwa
individu merasakan adanya pengembangan potensi diri yang berkelanjutan, terbuka
terhadap pengalaman-pengalaman baru, menyadari potensi diri, dan dapat melihat
kemajuan diri dari waktu ke waktu. Skor yang rendah menunjukkan bahwa individu tidak
merasakan adanya kemajuan dan potensi diri dari waktu ke waktu, merasa jenuh dan tidak
tertarik dengan kehidupan, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau
tingkah laku baru (Sugianto, 2000).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well Being
Berdasarkan Ryff dan Singer (dikutip oleh Sugianto, 2000), Psychological Well Being
berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin, kelas sosial dan latar belakang budaya.
Kelompok umur terdiri dari tiga bagian: dewasa muda, dewasa menengah, dan dewasa
akhir. Ryff dan Singer menemukan adanya perbedaan Psychological Well Being khususnya
pada dimensi penguasaan lingkungan, dimensi pertumbuhan pribadi, dimensi tujuan hidup,
dan dimensi otonomi. Kaum wanita lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang
lain dan dimensi pertumbuhan pribadi daripada kaum pria. Kelompok yang berpendidikan
tinggi memiliki dimensi tujuan hidup dan dimensi pertumbuhan pribadi yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok yang berpendidikan rendah. Perbedaan budaya Barat dan Timur
juga memberikan pengaruh yang berbeda. Dimensi yang lebih berorientasi pada diri sendiri
(dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi) lebih menonjol dalam konteks budaya Barat,
sedangkan dimensi yang berorientasi pada orang lain (seperti hubungan positif dengan
orang lain) lebih menonjol pada budaya Timur.
Hal yang sama juga dipaparkan oleh Papalia, Olds, & Feldman (2004) sehubungan
dengan penelitian Ryff dan Singer mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Psychological Well Being seseorang. Maturation (kedewasaan), kedewasaan seseorang
dalam menyikapi hidupnya mempengaruhi Psychological Well Being-nya. Semakin dewasa
seseorang dalam menyikapi hidupnya, maka semakin baik Psychological Well Being. Usia,
pada masa dewasa tengah psychological well-being seseorang lebih baik karena kesehatan
mental pada masa ini lebih positif. Individu pada masa ini lebih mandiri, punya orientasi
tentang masa depan, dan penguasaan lingkungan yang lebih baik. Jenis kelamin, hasil
penelitian menunjukkan bahwa skor wanita lebih tinggi terutama pada dimensi hubungan
yang positif dengan orang lain daripada pria. Pendidikan, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang maka psychological well-being semakin baik terutama pada dimensi
tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Pekerjaan, merupakan salah satu sumber
psychological well-being karena dapat membentuk kemandirian dan kompetensi bagi
individu. Budaya, dimensi yang lebih berorientasi pada diri (seperti penerimaan diri dan
dimensi otonomi) lebih menonjol dalam konteks budaya Barat, sedangkan dimensi yang
berorientasi pada orang lain (seperti hubungan positif dengan orang lain) lebih menonjol
pada budaya Timur.
Psychological well-being juga dipengaruhi oleh kesehatan, aktivitas sosial, agama,
perkawinan, dan kepribadian (Weiten & Lloyd, 2003), serta harga diri/self-esteem (Hogg &
Cooper, 2003). Argyle (dikutip oleh Weiten & Lloyd, 2003) menyatakan bahwa individu yang
religius memiliki Psychological Well Being yang lebih baik dibandingkan dengan individu
yang tidak memeluk agama. Sedangkan penelitian Myers dan Diener (dikutip oleh Weiten &
Lloyd, 2003) menunjukkan bahwa individu yang telah menikah memiliki Psychological Well
Being yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak menikah atau telah bercerai.
Kali ini saya benar-benar ingin menguji secara ilmiah dari tinjauan pustaka tersebut.
Penelitian kecil-kecilan ini terhadap mahasiswa Strata I semester VI s.d VIII di universitas X.
Kriteria subyek ini dipilih karena peneliti berusaha sedapat mungkin menyesuaikan kriteria
subyek pada penelitian yang telah lebih dulu dilakukan di Jepang. Adapaun subyek
penelitian tersebut merupakan individu-individu yang berada pada rentang usia kerja atau
siap bekerja. Oleh karena itu, peneliti memilih subyek mahasiswa dengan pertimbangan
bahwa individu-individu ini merupakan individu yang juga berada pada rentang usia kerja
dan siap bekerja. Namun, karena suatu keterbatasan, peneliti hanya mengambil sampel dari
mahasiswa, diperoleh 150 subyek. Subyek penelitian tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin,
agama, ras, dan status pernikahan.
Pada penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian ini merupakan
penelitian cross cultural yang mencoba membandingkan hasil penelitian serupa yang
dilakukan di Jepang dengan subyek di Indonesia Penelitian ini mencoba memberikan
gambaran tingkat psychological well being dan Big Five personality pada golongan darah O,
A, B dan AB. Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel psychological well
being, variabel Big Five personality, dan variabel golongan darah sebagai variabel kontrol.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka disimpulkan sebagai berikut : Pertama,
semua subyek penelitian, baik yang bergolongan darah O, A, B maupun AB memiliki tingkat
psychological well being yang tergolong tinggi. Kedua, tingkat psychological well being juga
ditemukan tergolong tinggi pada semua subyek jika ditinjau berdasarkan tipe Big Five
Personality.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan pada populasi di
Jepang. Perbedaan temuan yang dimaksud adalah sebagai berikut. Pertama, jika dilihat
dari gambaran kepribadian yang diperoleh dari hasil penelitian di Jepang, tampak bahwa
ada tipe kepribadian tertentu yang mendominasi masing-masing golongan darah dan
merupakan ciri khas yang mudah dikenali pada setiap individu dengan golongan darah
tertentu. Namun, pada penelitian ini, ditemukan bahwa tidak terdapat pendominasian tipe
kepribadian tertentu terhadap suatu golongan darah.
Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh perbedaan budaya yang berlaku di Jepang
dengan di Indonesia. Budaya yang dimaksud adalah budaya untuk berusaha tampil sesuai
dengan tuntutan masyarakat pada umumnya, yang masih sangat kental dianut oleh
masyarakat Indonesia. Akibatnya, alat ukur yang berupa kuesioner yang diisi oleh subyek
sendiri dapat saja tidak menggambarkan kepribadian subyek yang sebenarnya.
Kedua, jika ditinjau dari hasil penelitian di Jepang, diasumsikan bahwa individu dengan
golongan darah O dan A akan memiliki tingkat psychological well being yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu dengan golongan darah B dan AB. Namun, pada penelitian
ini ditemukan bahwa tidak ada perbedaan skor psychological well being pada keempat
kelompok tersebut. Bahkan, penelitian ini menemukan bahwa baik individu dengan
golongan darah O, A, B maupun AB memiliki tingkat psychological well being yang
tergolong tinggi.
Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan paradigma yang berlaku
di masyarakat Jepang dengan paradigma yang berlaku di masyarakat Indonesia.
Paradigma yang dimaksud di sini adalah penekanan mengenai golongan darah sebagai
penentu kehidupan seseorang. Seperti yang sudah dibahas pada teori sebelumnya,
masyarakat Jepang sangat mementingkan faktor golongan darah dalam kehidupan
bermasyarakatnya. Misalnya saja, dalam hal pencarian pegawai perusahaan tertentu. Hal
ini tentunya memunculkan perilaku diskriminasi terhadap golongan darah tertentu yang
diberi label golongan darah yang “buruk”. Tindakan ini tentu saja menjadi tekanan tersendiri
bagi individu yang memiliki golongan darah yang dianggap “buruk”. Akibatnya, individu
dengan golongan darah tertentu akan mengalami penurunan tingkat psychological well
being. Namun, tidak demikian yang terjadi pada masyarakat Indonesia, yang tidak
mengkotak-kotakkan individu berdasarkan tipe golongan darah.
Referensi
Allport, G. W. (1937). Personality: A psychological interpretation. NY: Henry Holt and Company.
Campton, W. C. (2005). An introduction to positive psychology. New York: Thomson
Wadsworth.
Chaplin, J. P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Corsini, R. (2002). The dictionary of psychology. NY: Brunner-Routledge.
Dermawan, A. (2006). Horoskop darah pengungkap watak dan sikap manusia. Jakarta: Der Die
Das.
Five-factor model. Retrieved 2006, March 18, from
http://www.personalityresearch.rg/bigfive.html
Goldberg, L. R. (1990). An alternative “description of personality”: The big-five factor structure.
Journal of Personality and Social Psychology, 59(6), 1216-1229.
Goldberg, L. R. (1992). The development of markers for the big-five factor structure.
Psychological Assessment, 4(1), 26-42.
Goldberg, L. R. (1993). The structure of phenotypic personality traits. American Psychologist,
48(1), 26-34.
Greenberg, J. & Baron, R. A. (1997). Behavior in organizations: Understanding and managing
the human side of work (6th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall.
Gregory, R. J. (2000). Psychological testing: History, principles, and applications (3rd ed.).
Needham Heights, MA: Allyn and Bacon.
Handoyo, S. (2001). Karakteristik pekerjaan sebagai moderator penghubung antara kepribadian
dan kinerja. Dalam B. Sjabadhyni, I. Graito, & R. P. Wutun (Eds.). Pengembangan
kualitas SDM dari perspektif PIO. Depok: Fakultas Psikologi UI.
Hogg, M. A. & Cooper, J. (2003). The sage handbook of social psychology. London: Sage Publications.
Indriyanie. (1998). Profil dimensi-dimensi psychological well-being lanjut usia yang mengikuti
aktivitas sosial dengan yang tidak mengikuti aktivitas sosial. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Skripsi, tidak diterbitkan.
Larsen, R. J. & Buss, D. M. (2002). Personality psychology: Domains of knowledge about human nature. NY: McGraw Hill.
Nikolaou & Robertson. (2001). The five factor model of personality. European Journal of Work and Organization Psychology, 10(2), 161-186.
Nomi, T. (2007). Touch my heart; mengenal kepribadian anak menurut golongan darah (Setyowati, H., Penerj.). Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Papalia, D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development (9th ed.). New York: McGraw-Hill.
Pervin, L. A. (1996). The science of personalty. NY: John Wiley & Sons.
Pervin, L. A. & John, O. P. (1997). Personality: Theory and research (7th ed. ). NY: John Wiley & Sons.
Raad, B. D. (2000). The big five personality factors: The psycholexical approach to personality. Kirkland, WA: Hogrefe & Huber.
Robbins, S. P. (1996). Organizational behavior: Concepts, controversies, applications (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Simon & Schuster.
Ryckman, R. M. (2004). Theories of personality. Mason, OH: Thomson Learning.
Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science, 57(6), 99-104.
Ryff, C. D. & Singer, B. (2003) Ironies of the human condition: well-being and health on the way to mortality. Dalam L. G. Aspinwall & U. M. Staudinger (Eds.), A psychology of human strengths: fundamental questions and future directions for a positive psychology (hlm. 271-281). Washington: American Psychological Association.
Sugianto, I. R. (2000). Status lajang dan psychological well-being pada pria dan wanita lajang usia 30-40 tahun di Jakarta. PHRONESIS, 2(4), 67-77.
Suwarto, F. (1999). Perilaku keorganisasian. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.
Suryawidjaja, A. (1998). Hubungan antara pola perilaku tipe A-B pada karyawan tingkat penyelia PT. KOKUSAI GODO PENSO, Tangerang. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Skripsi, tidak diterbitkan.
Weiten, W. & Lloyd, M. A. (2003). Psychological applied to modern life: adjustment in 21st century (7th ed.). Belmont, CA: Thomson Wadsworth