16
GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN JIWA DI PUSKESMAS JOGONALAN II KABUPATEN KLATEN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: ANIS UNTARI J210150042 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019

GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN JIWA DI …eprints.ums.ac.id/73088/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · 406 tahun 2009 tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas, yang menjelaskan

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN

JIWA DI PUSKESMAS JOGONALAN II

KABUPATEN KLATEN

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

ANIS UNTARI

J210150042

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019

i

ii

iii

1

GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANANAN KESEHATAN JIWA DI

PUSKESMAS JOGONALAN II KABUPATEN KLATEN

Abstrak

Latar belakang : Menurut UU No.18 tahun 2014 bahwa pelayanan kesehatan jiwa

dasar sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat 2 huruf a merupakan pelayanan

kesehatan jiwa yang diselenggarakan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan

umum di puskesmas. Hasil studi pendahuluan di dapatkan jumlah puskesmas yang

ada di Kabupaten Klaten adalah sebanyak 34 puskesmas dan hanya ada 3

puskesmas yang sudah menjalankan program posyandu jiwa. Awal ketertarikan

peneliti didapatkan bahwa Puskesmas Jogonalan II disebut sebagai puskesmas

percontohan selain itu didapatkan data bahwa setahun terakhir sebanyak 101

orang gangguan jiwa dengan diagnosa skizofrenia. Tujuan dari penelitian ini yaitu

untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas

Jogonalan II.

Metode : Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Peneliti menentukan subjek penelitian menggunakan teknik

pusposive sampling. Pada penelitian ini jumlah responden ada 6 orang. Dalam

melakukan penelitian penulis menggunakan pedoman wawancara yang didasarkan

pada teori. Peneliti melakukan wawancara terhadap seksi pencegahan penyakit

tidak menular, petugas pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas, dan

keluarga pasien yang pernah berobat di puskesmas. Pada penelitian ini teknik

pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasilipenelitian : Hasil penelitian ini bahwaipelaksanaani pelayanan kesehatan

jiwa dalam penanganan gangguan jiwa di jogonalan meliputi (1) pelayanan non-

medik yang sudah dilakukan yaitu penyuluhan, pelatihan, deteksi dini, konseling

dan terapi okupasi , (2) Program posyandu jiwa, deteksi dini, dan kunjungan

pasien jiwa ke rumah (3) puskesmas sudah melakukan rujuk balik. Saran untuk

puskesmas sebaiknya mempertimbangkan pelayanan kesehatan jiwa komunitas

agar semain membaik di masa mendatang.

Kata kunci : pelayanan, kesehatan jiwa, posyandu jiwa

Abstract

Background : According to Law No. 18 of 2014 that basic mental health services

as referred to in article 33 paragraph 2 letter a are mental health services held

integrated in public health services in health centers. The results of the

preliminary study in getting the number of puskesmas in Klaten Regency were 34

puskesmas and there were only 3 puskesmas that had implemented the Posyandu

mental program. The initial interest of the researchers was that the Jogonalan II

Health Center was called a pilot health center. In addition, it was obtained data

that a year ago there were 101 mental disorders diagnosed with schizophrenia.

The purpose of this study is to determine the description of the implementation of

mental health services at Jogonalan II Health Center.

2

Method : The author uses qualitative methods with a phenomenological approach.

The researcher determined the research subjects using pusposive sampling

techniques. In this study the number of respondents was 6 people. In conducting

research the author uses interview guidelines that are based on theory. The

researcher conducted an interview with the section on prevention of non-

communicable diseases, officers implementing mental health services in health

centers, and families of patients who had sought treatment at the puskesmas. In

this study data collection techniques used observation, interviews and

documentation.

Research Result : The results of this study that the implementation of mental

health services in the handling of mental disorders in jogonalan include (1) non-

medical services that have been carried out namely counseling, training, early

detection, occupational counseling and therapy, (2) mental health post program,

early detection, and patient visits soul to home (3) puskesmas have reconciled.

Suggestions for puskesmas should consider community mental health services so

that they will improve in the future.

Keywords: service, mental health, mental health post

1. PENDAHULUAN

Bentuk pelayanan kesehatan jiwa yang sudah diaplikasikan negara maju

merupakan bentuk pelayanan komprehensif yang disebut pelayanan jiwa

komunitas ( community mental health care ). Bentuk pelayanan ini merupakan

pusat pelayanan di masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis pelayanan

kesehatan diantaranya perawat, dokter kejiwaan, farmasi, fisioterapi, ahli gizi dan

pekerja sosial terlatih (Pratiwi, 2015).

Kebijakan kesehatan mental dapat secara luas didefinisikan sebagai

statemen resmi oleh pemerintah atau otoritas kesehatan yang memberikan arahan

keseluruhan untuk kesehatan mental dengan mendefinisikan visi, nilai, prinsip dan

tujuan, dan dengan menetapkan model tindakan yang luas untuk mencapai visi

tersebut menurut WHO (World Health Organization) (2014).

Puskesmas merupakan layanan dasar yang dapat mengurangi stigma

gangguan jiwa di masyarakat (Greasley & Small, 2015). Temuan ini diperkuat

oleh Kakuma (2011) yang menemukan bahwa negara dengan pendapatan

menengah dan rendah memiliki pengalokasian dana yang juga rendah untuk

program kesehatan mental.

Berdasarkan dari data yang didapatkan oleh peneliti di dapatkan hasil

jumlah puskesmas yang ada di Kabupaten Klaten adalah sebanyak 34 puskesmas

dari 25 kecamatan. Dari 34 puskesmas didapatkan bahwa ada 3 puskesmas

3

sebagai percontohan pelayanan kesehatan jiwa yaitu Puskesmas Manisrenggo

Kecamatan Manisrenggo, Puskesmas Kayumas kecamatan Klaten Utara, dan

Puskesmas Jogonalan II di Kecamatan Jogonalan.

Berdasarkan hasil satu tahun terakhir kasus tertinggi terdapat di

Puskesmas Jogonalan 2 yaitu sebanyak 101 penderita dengan diagnosa

skizofrenia. Sedangkan di Puskesmas Manisrenggo sebanyak 70 penderita dengan

diagnosa skizofrenia dengan jumlah 64 dan dengan psikotik sebanyak 6 penderita.

Data yang di dapatkan di Puskesmas Kayumas yaitu sebanyak 60 penderita

dengan diagnosa skizofrenia.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran pelaksanaan

pelayanan kesehatan jiwa komunitas medik dan non-medik, dapat mengetahui apa

saja program yang sudah diberikan untuk pasien gangguan jiwa dan untuk

mengetahui apakah puskesmas sudah memberikan program rujuk baik.

2. METODEI

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganilis

peristiwa, kondisi dan peran yang dilakukan Seksi PTM (Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Tidak Menular) dan jiwa Dinas Kabupaten Klaten, tenaga

kesehatan Puskesmas Jogonalan II dan keluarga pasien dengan metode berupa

observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yang di maksud

pertimbangan adalah orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang

diharapkan peneliti. Maka di dapatkan responden berjumlah 6 orang yaitu 1 orang

seksi PTM (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular) dan jiwa, 1

orang tenaga kesehatan di puskesmas pemegang program jiwa, dan 4 orang

keluarga pasien.

4

Gambar 1. Proses jalannya penelitian

Uji Keabsahan Hasil Penelitian Menurut Bungin (2010) menyatakan bahwa ada

satu cara paling mudah dalam menguji keabsahan hasil penelitian adalah dengan

melakukan triangulasi peneliti, triangulasi metode, triangulasi teori, dan

triangulasi sumber data.

Pada penelitian ini untuk mengujiikeabsahanipenelitiimenggunakan

triangulasi dengan sumber data.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kesimpulan hasil wawancara

Tabel 1. Kesimpulan Hasil Wawancara

Kata kunci Sub tema Tema

R1: sudah ada penyuluhan,

sudah dibentuk posyandu jiwa

Penyuluhan

R2: sudah ada di tingkat kader,

remaja dan keluarga

Langkah-

langkah

penelitian

Tahap pra lapangan

Pengolahan

data

Tahap pekerjaan

lapangan

Menyusun Rancangan

Penelitian

Memilih Lapangan Penelitian

Mengurus Perizinan

Menilai Lapangan

Memahami Latar

Penelitian dan

Persiapan Diri

Menyiapkan

Perlengkapan Penelitian

Memilih Informan

pembatasan latar dan

peneliti pengenalan

hubungan peneliti

di lapangan

penampilan jumlah waktu

studi

Reduksi Data

Penyajian

Data

Penarikan Kesimpulan

5

Kata kunci Sub tema Tema

R1: sudah diberikan

pelatihan

sederhana

Jenis pelayanan

kesehatan jiwa

komunitas non-medik

R2: sudah, pelatihan sederhana

dari dkk

R1: sudah, menggunakan SLQ

deteksi dini R2: baru dilakukan ke kader

R1: dilakukan oleh bidan di

posyandu jiwa

konseling pada

saat posyandu

jiwa R2: sudah waktu posyandu jiwa

R1: sudah, memakai musik dan

keterampilan lainnya

terapi okupasi

Jenis pelayanan

kesehatan jiwa

komunitas medik

R2: bisa berkebun,

mewarnai,bermain musik dan

bernyanyi

R1: untuk dokter spesialis jiwa

belum ada

penilaian psikiatri

R2: belum

R1: hanya golongan tertentu

saja tidak semua diberikan

Pengobatan

R2: sudah diberikan oleh

dokter umum di puskesmas

R1: belum dilakukan

Psikoterapi R2: tidak ada

R1: belum ada rawat inap

rawat inap R2:belum ada

R1: sudah ada

rujuk balik

Rujuk balik R2: kalo obatnya tersedia ya

diberikan

R1: sudah dibentuk posyandu

jiwa

Posyandu jiwa

Program

R2: posyandu jiwa terus

kunjungan pasien seperti

deteksi dini

Didapatkan hasil penelitian diatas bahwa ada 4 tema dari 12 sub tema antara lain

yang sudah dilakukan dari sub tema yaitu penyuluhan, pelatihan sederhana,

deteksi dini, konseling, terapi okupasi, pengobatan. Berdasarkan tabel diatas

puskesmas sudah melakukan rujuk balik dan sudah membentuk program jiwa.

6

3.2 Pembahasan

3.2.1 Pelayanan non-medik

3.2.1.1 Penyuluhan

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang

dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga

masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa

melakukan sesuatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan

(Fitriani, 2011).

Upaya untuk meningkatkan pengetahuan pada keluarga klien skizofrenia

perlu melalui penyuluhan dna pendidikan kesehatan, baik yang dilakukan

secara langsung maupun tidak langsung (Wulansih, S & Arif , W, 2008).

Temuan ini diperkuat oleh Jordan, et al (2015) menyatakan bahwa

advocacy menjadi sangat penting ketika individu atau masyarakat tidak

hanya berperan sebagai pemberi informasi saja, tetapi juga menjadi bagian

dari penyelesaian masalah.

Menurut Lauber (2004) menyatakan bahwa pengetahuan yang kurang

mengenai gangguan jiwa akan meningkatkan jarak sosial.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di Puskesmas

Jogonalan II sudah dilakukan penyuluhan kesehatan jiwa di tingkat kader,

remaja, keluarga, terakhir dilakukan pada bulan november 2018 maka

sudah sesuai dengan tujuan dari penyuluhan dapat dilaksanakan yaitu agar

dapat mengubah kebiasaan tentang kesehatan secara merata kepada warga

sekitar puskesmas kedepannya lebih sehat.

Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di puskesmas

telah sesuai dengan kewajibannya yang diatur pada Kepmenkes RI nomor

406 tahun 2009 tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas,

yang menjelaskan penyuluhan harus dilakukan di puskesmas.

3.2.1.2 Penilaian Psikiatri

Pelayanan dan sumber daya kesehatan jiwa di negara berkembang

memang masih jarang ada, sehingga pelayanan dan perawatan gangguan

jiwa seharusnya dapat dilakukan oleh dokter umum dan tenaga kesehatan

lainnya. Namun untuk dapat melakukan manajemen dan diagnosis dini

7

kesehatan jiwa, dokter umum dan tenaga kesehatan lainnya tersebut harus

diberi pelatihan tentang kesehatan jiwa (Erawati, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di Puskesmas

Jogonalan II sudah dilakukan penilaian psikiatri maka sesuai karena di

puskesmas belum ada dokter spesialis jiwa sehingga untuk pelayanan

kesehatan bagi gangguan jiwa sudah dapat dilakukan oleh dokter umum

dan tenaga kesehatan lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di puskesmas

sudah sesuai dengan kewajibannya yang diatur pada Kepmenkes RI nomor

406 tahun 2009 tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas,

yang menjelaskan penilaian psikiatri harus diberikan kepada pasien

gangguan jiwa di puskesmas.

3.2.1.3 Program Jiwa

Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada posyandu berupa

pengkajian penderita gangguan jiwa, pemeriksaan aktivitas sehari-hari,

pemeriksaan status mental, pengukuran tekanan darah, memberikan

pengetahuan tentang gangguan jiwa, memberikan terapi pengobatan dan

penatalaksanaan mekanisme koping yang adaptif bagi penderita gangguan

jiwa serta keluarga (Pratiwi, 2015).

Keterampilan berbahasa dan budaya merupakan dua hal yang sangat

penting ketika layanan kesehatan jiwa di integrasikan dalam layanan dasar

/ puskesmas ( Hooper, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di Puskesmas

Jogonalan II sudah dilakukan program jiwa yaitu posyandu jiwa untuk

pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan setelah diberikan pendidikan

kesehatan tentang kesehatan jiwa, serta diberikan terapi pengobatan.

Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di puskesmas

sudah sesuai yang diatur pada Depkes RI tahun 2006.

3.2.1.4 Rujuk Baliki

Pelayanan ini diberikan kepada orang dengan penyakit kronis meliputi

DM, hipertensi, penyakit jantung, asma, penyakit paru obstruktif kronik,

epilepsi, gangguan kesehatan jiwa kronik, stroke dan sindrom lupus

8

eritematosus (SLE) dan penyakit kronis lain yang di tetapkan oleh menteri

(Permenkes, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di Puskesmas

Jogonalan II sudah dilakukan pelayanan obat program rujuk balik

meskipun puskesmas masih mengalami kesulitan dalam penyediaan obat

tetapi untuk kebutuhan kopetensi fasilitas kesehatan primer itu sudah

cukup.

Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di puskesmas

sudah sesuai yang diatur pada Permenkes RI nomor 43 tahun 2016 tentang

standart pelayanan minimal bidang kesehatan, yang menjelaskan bahwa

pelayanan program rujuk balik diberikan untuk gangguan kesehatan jiwa

kronik.

3.2.1.5 Pelayanan Medik

3.2.1.5.1 Rawat Inap

Maka setiap puskesmas akan berusaha untuk menempatkan dirinya

sebaik mungkin dimata pasien / pelanggannya agar dapat dipercaya

untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang kesehatan ( Rangkuti,

2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di

Puskesmas Jogonalan II belum ada pelayanan medik rawat inap

sehingga belum dapat memberikan akses kepada masyarakat dengan

mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat belum dapat

terpenuhi.

Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di

puskesmas belum sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun 2009

tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas, yang

menjelaskan rawat inap harus ada di puskesmas.

3.2.1.5.2 Psikoterapii

Psikoterapi merupakanncara pengobatan dengan tujuan untuk

menghambattgejala yang ada, menilai perilaku yang terganggu dan

dapat meningkatkan kepribadian secara positif yang dilakukan oleh

orang yang sudah terlatih dengan masalah emosional seorang pasien.

9

Dalam psikoterapi, hubungan dokter pasien serta pengenalan

pemindahan dan hambatan adalah sangat penting ( Maramis, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di

Puskesmas Jogonalan II belum ada pelayanan medik psikoterapi

dengan tujuan mengurangi gejala yang adaa, serta

menilaiiperilakuuyang tergangguudan dapat meningkatkan

pertumbuhannkepribadiannyang belum bisa terpenuhi secara positif

belum dapat terpenuhi.

Berdasarkan uraian diatas, seksi PTM dan tenaga kesehatan di

puskesmas belum sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun 2009

tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas, yang

menjelaskan psikoterapi harus dilakukan kepada pasien gangguan jiwa.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

4.1.1 Penyuluhan

Puskesmas Jogonalan II sudah memberikan penyuluhan kepada

masyarakat maka sudah sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406

tahun 2009 tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas

yang menjelaskan jenis pelayanan kesehatan jiwa komunitas non-

medik harus dilakukan penyuluhan.

4.1.2 Penilaian Psikiatri

Puskesmas Jogonalan II belum dilakukan penilaian psikiatri karena

belum ada dokter untuk spesialis jiwa di puskesmas maka belum sesuai

dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun 2009.

4.1.3 Program Jiwa

Puskesmas Jogonalan II sudah membentuk program jiwa yaitu

posyandu jiwa yang dilakukan setiap sebulan sekali pada tanggal 28 di

balai desa, maka sudah sesuai dengan jurnal yang diteliti Hanifah &

Afridah (2016) dengan diadakan program jiwa dapat meningkatkan

pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan jiwa.

10

4.1.4 Rujuk balik

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di Puskesmas

Jogonalan II sudah dilakukan pelayanan obat program rujuk balik

meskipun puskesmas masih mengalami kesulitan dalam penyediaan

obat tetapi untuk kebutuhan kopetensi fasilitas kesehatan primer itu

sudah cukup maka sudah sesuai dengan Permenkes RI nomor 43 tahun

2016 tentang standart pelayanan minimal bidang kesehatan.

4.1.5 Rawat inap

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di

Puskesmas Jogonalan II belum ada pelayanan medik rawat inap

sehingga belum dapat meningkatkan akses masyarakat dalam

mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat belum dapat

terpenuhi, belum sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun 2009

tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas.

4.1.6 Psikoterapi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa di

Puskesmas Jogonalan II belum ada pelayanan medik psikoterapi

karena belum ada tenaga kesehataan khusus gangguan jiwa maka

untuk menghambat gejala yang dialami pasien jiwa belum dapat

terpenuhi maka belum sesuai dengan Kepmenkes RI nomor 406 tahun

2009 tentang pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas.

4.2 Saran

4.2.1 Puskesmas

Sebaiknya mempertimbangkan pelayanan medik berupa rawat inap,

penilaian psikiatri dan psikoterapi agar pelayanan kesehatan jiwa di

puskesmas semakin membaik di masa mendatang untuk kesehatan jiwa

sekitar wilayah puskesmas.

4.2.2 Peneliti lainnya

Sebaiknya menambahkan jumlah informan yang akan diteliti lebih dari 6

orang, sebab semakin banyak jumlah informan yang akan diteliti maka

hasil penelitiannya relatif mendekati kenyataanya yang terjadi di lapangan,

11

serta menambahkan variabel lainnya untuk di analisis seperti SPM dan

mutu pelayanan.

4.2.3 Dinas Kesehatan

Hendaknya lebih memperhatikan untuk pelayanan kesehatan jiwa komunis

yang berupa psikoterapi dan rawat inap sangatlah penting untuk

puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rajawali Pers.

Erawati, E., Sri, A., Angga, S. (2016). Pendidikan Kesehatan Jiwa Pada

Masyarakat Melalui Implementasi CMHN. Magelang : Jurnal LINK.

Fitriani. (2011). Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Greasly, P., & Small, N. (2015). Evaluating A Primary Care Counseling Service :

Outcame And Issue. Journal Of Primary Health Care And Development,

6, 125-136.

Hanifah, A, N., & Wiwik . (2016). Upaya Mengoptimalkan Pelayanan Kesehatan

Jiwa Berbasis Masyarakat Di Kelurahan Wonokromo. Skripsi. Surabaya.

Universitas Nahdlatul Ulama.

Hooper, L. M. (2014). Mental Health Service In Primary Care Implication For

Clinical Mental Health Counsellors And Other Mental Health

Providers. Journal Of Mental Health Counseling, 36(2), 95-98.

Jordan,J.E.E., Ommeren,M.V., Ashour,H.N., Maramis, A., Marini, A., Mohanraj,

A., Noori, A., Rizwan, H., Saeed, K., Silove, D., Suveedran, T., Urbina,

L., Ventevogel, P., & Saxena, S. (2015). Beyond The Crisis : Building

Back Better Mental Health Care In 10 Emergency-Affected Areas Using

A Longer-Term Perspective. International Journal Of Mental Health

System, 9 (15), 1 1-10.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

406/Menkes/SK/VII/2009 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa

Komunitas.

Kakuma, R., Minas, H., Ginneka, N.V., Poz, M.R.D., Desiraju, K., Morris, J.E.,

Saxena, S., & Scheffer, R.M (2011). Human Resources For Mental

Health Care Current Situation And Strategies For Action. Global Mental

Health 5, 378.

Lauber, C., Nordt, C., Falcato, L., & Rossler, W. (2004). Factors Influencing

Social Distance Toward People With Mental Illness. Community Mental Health

Journal 40.3 : 265-74.

12

Maramis, F.W. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga

University Press.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 43 Tahun 2016

Tentang Standart Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.

Pratiwi, A. (2015). Model Pelayanan Kesehatan Berbasis Partisipasi Masyarakat

Untuk Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Jiwa Pada Masyarakat

Setempat. Surakarta : University Research Coloquiu.

Rangkuti, F. (2006). Measuring Customer Satisfaction. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama.

WHO. (2014). Mental Health Atlas, world Health Organization, ISBN 978 92

4156501 1.

Wulansih, S., Arif , W. 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan

Sikap Keluarga Dengan Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia. Surakarta :

Berita Ilmu Keperawatan.