Upload
vannhan
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN PELAKSANAAN PENGENDALIAN BISING PADA PT PINDAD
(PERSERO) BANDUNG TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh
DIAN ARDIKA SITANGGANG
1110101000006
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H/2015 M
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN,
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN& KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Maret-Desember 2014
Dian Ardika Sitanggang, NIM : 111010100006
GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN BISING PADA PT
PINDAD (PERSERO) BANDUNG TAHUN 2014
xvii + 263 halaman + 2 bagan + 11 tabel + 5 lampiran
ABSTRAK
Industri di negara maju maupun berkembang tersebut memakai mesin sebagai alat
dalam proses pekerjaannya. Sebagai akibatnya timbul bising lingkungan kerja yang dapat
berdampak buruk terhadap kesehatan pendengaran pekerja, sehingga diperlukannya program
untuk mengendalikan kebisingan. Akan tetapi pada kenyataannya, masih belum terlaksana
secara komprehensif di PT. Pindad (Persero) Bandung.
Penelitian ini bersifat kualitatif untuk menggambarkan bagaimana pelaksanaan
program pengendalian bising yang dilakukan di PT. Pindad (Persero) Bandung tahun 2014.
Penelitian dilakukan mulai Maret hingga Desember 2014. Untuk mendapatkan keabsahan
data, maka digunakanlah triangulasi metode dan triangulasi sumber. Triangulasi data terdiri
dari wawancara, telaah dokumen dan observasi. Triangulasi sumber terdiri dari informan
utama yaitu para pengawas, informan kunci yaitu K3LH dan informan pendukung yaitu
pekerja.
Hasil penelitian menunjukkan elemen pengendalian bising diperusahaan diantaranya
survey kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, APT, pemantauan audiometri, dan
pencatatan dan pelaporan. Indikator tersebut terlaksana dan perlu perbaikan sesuai dengan
ketentuan yang ada, Agar dapat diketahui hal-hal yang harus diperbaiki untuk mewujudkan
program pengendalian bising yang komprehensif.
Untuk memastikan program pengendalian bising ini dilaksanakan dengan tepat,
disarankan kepada perusahaan untuk mencantumkan pada instruksi pengendalian bising pada
pendidikan dan motivasi, evaluasi program dan audit program dari serangkaian pengendalian
bising.
Daftar bacaan: 37 (1994-2014)
Kata kunci ; Gangguan pendengaran, kebisingan, program pengendalian bising.
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduate Thesis, March-December 2014
Dian ArdikaSitanggang, NIM : 111010100006
DESCRIPTIVE NOISE CONTROL PROGRAM IN PT PINDAD (PERSERO)
BANDUNG, 2014
xvii + 263 pages + 2 charts + 11 tables + 5 attachments
ABSTRACT
Most workplace have processes which emit high noise level from machine.Exposure
to noise at work can cause hearing loss. Employers must deal with noise exposure which
include of implementation of a noise control program.
The purpose of this qualitative research is to describe noise control program in PT
Pindad (Persero) Bandung, 2014. This paper illustrates how interview, literature review and
observation were used to enhance confidence in the ensuing finding.
The result showed that the application of noise control program element hasn’t well
done between noise survey, engeneering and administrative control, PPE, audiometry, report
and recorded. PT Pindad should consider this finding to improvement the implementation of
noise control program.
PT Pindad Persero should be develop training program, program evaluation, audit
program, for exposure worker and yearly evaluation about the implementation of noise
control program.
Reference: 37 (1994-2014)
Keyword; hearing loss, noise, noise control program.
iii
iv
v
vi
RIWAYAT HIDUP
Personal Details
Name : Dian Ardika Sitanggang
Sex : Man
Place, Date of Birth : Medan, 15 Juni 1992
Nationality : Indonesia
Marital Status : Single
Height, Weight : 167 cm, 60 kg
Health : Perfect
Religion : Moeslem
Address : Jl. Tarumanegara Pisangan Cipuat Timur Tanggerang Selatan
Mobile : 081315664803
E-mail : [email protected]
Father’s Name : Novardi Sitanggang. Alm
Job : -
Mother’s Name : Huriah Ekawati
Job : Civil Servants
Educational Background
1998 – 2004 : 010005 Elementary School, Kisaran
2004 – 2007 : Mts.N kisaran
2007 – 2010 : MAN Kisaran
2010 – Now : Occupational Safety and Health, Public Health
Islamic State University Syarif Hidayatullah, Jakarta Indonesia
Organization Experience
2008 – 2009 : Member Organisasi Intra Madrasah (OSIM)
2010 – 2011 : Member Badan Eksekutif Mahasiswa
2010 - 2011 : Member of KSR, UIN Jakarta
Qualifications
1. Computer Literate (MS Word, MS Excel, MS Power Point, MS Access, MS Outlook,
SPSS, Epi Data, Photoshop).
2. Internet Literate
vii
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi ALLAH S.W.T yang selalu memberikan kenikmatan Iman dan Islam
serta Shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad S.A.W.
Syukur senantiasa terucapkan atas segala Nikmat dan Bimbingan-Nya hingga skripsi yang
berjudul ” Gambaran Program Pengendalian Bising Pada PT Pindad (Persero) Bandung
Tahun 2014 ini dapat tersusun dengan rapi dan baik.
Rasa terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya saya ucapkan kepada semua
pihak yang tidak dapat saya sebut secara rinci atas bantuan dan bimbingan dalam
penyelesaikan skripsi ini
1. DR.H.Arif Sumantri M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Jakarta.
2. Staf dan seluruh Dosen Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta yang telah membekali
penulis dengan ilmu selama mengikuti perkuliahan.
3. Terimakasih dan Rasa Hormat yang setinggi-tingginya kepada dosen penguji skripsi
Ibu Dewi Utami Iriani Ph.D. Semoga ilmu yang bapak ibu dosen berikan menjadi
amal ibadah dan bermanfaat bagi penulis.
4. Terimakasih dan Rasa Hormat yang setinggi-tingginya kepada dosen penguji skripsi
Bapak DR. M. Farid Hamzhens M.Si. Semoga ilmu yang bapak ibu dosen berikan
menjadi amal ibadah dan bermanfaat bagi penulis.
5. Terimakasih dan Rasa Hormat yang setinggi-tingginya kepada dosen penguji skripsi
Ibu Meilani Anwar SKM., MT. Semoga ilmu yang bapak ibu dosen berikan menjadi
amal ibadah dan bermanfaat bagi penulis.
6. Terima kasih kepada Ibu Yuli Amran SKM, MKM selaku dosen pembimbing skripsi
1 yang telah memberikan bantuan semangat dan bimbingannya. Semoga Ibu selalu
dalam keadaan sehat dan ilmu yang diberikan menjadi amal ibadah serta menjadi
barokah untuk penulis.
7. Terima kasih kepada Ibu DR. Iting Shofwati ST, MKKK selaku dosen pembimbing
dan dosen akademik yang telah memberikan bantuan semangat, bimbingan selama
perkuliahan dan bimbingannya. Semoga Ibu selalu dalam keadaan sehat dan ilmu
yang diberikan menjadi amal ibadah serta menjadi barokah untuk penulis.
8. Terima kasih kepada seluruh Staf K3LH dan seluruh pekerja di PT. Pindad (Persero)
Bandung yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian.
viii
9. Terima kasih kepada seluruh keluarga terutama kedua orang tua saya “Alm. Novardi
Sitanggang SH dan ummi HJ. Huriah Ekawati S.Kep” yang turut memfasilitasi dan
memotivasi anak tersayangmu sampai memperoleh gelar sarjana ini.
10. Terimakasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan K3 2010 “Kalian Luar Biasa”
terkhusus untuk KM K3 2010 “Agung Raharjo SKM”. Semoga Bro Agung Selalu
dalam keadaan sehat dan persahabatan kita semua untuk selamanya.
11. Terima kasih kepada orang-orang terdekat dan tersayang yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah memberikan waktu dan semangatnya bersama-sama
berjuang dalam pencapaian gelar sarjananya.
12. Terimakasih juga kepada My Heart “Amalia Putri Suherman” yang bersama sama
mengejar gelar sarjana di UIN Jakarta. Semoga kita terus berjuan bersama sama
sampai waktu yang akan ditunggu dan selamanya. Aamiin.
Jakarta, September 2015
Dian Ardika Sitanggang
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1 Intensitas dan sumber bising ...................................................................... 11
2.2 Intensitas Kebisingan Dan Waktu Paparan ................................................ 16
2.3 Derajat Ketulian (WHO 1992) ................................................................... 20
2.4 Indikator Setiap Elemen Hearing Loss Prevention Program (HLPP) ...... 44
menurut NIOSH, OSHA, dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan
5.1 Pengukuran bising PT.Pindad (Persero) Bandung .................................... 71
5.2 Indikator Survey Kebisingan ...................................................................... 75
5.5 Indikator Elemen Pengendalian Teknik dan Administrative ..................... 84
5.6 Indikator Alat Pelindung Telinga (APT) ................................................... 93
5.7 Indikator Pemeriksaan Audiometri ............................................................ 102
5.8 Indikator Pencacatan Dan Pelaporan ......................................................... 104
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Lembar Wawancara .............................................................................. 149
2. Lembar Observasi ................................................................................... 152
3. Matriks Elemen Pengendalian bising .................................................... 154
4. Matriks Wawancara ............................................................................... 164
5. Gambar Observasi .................................................................................. 193
6. Instruksi Kerja Pengendalian Bising .................................................... 203
7. Hasil audiometri ...................................................................................... 204
xii
DAFTAR ISTILAH
APT : Alat Pelindung Telinga
dB : Decobel
HLPP : Hearing Loss Prevention Program
NIHL : Noise Induced Hearing Loss
NAB : Nilai Ambang Batas
OBA : Octave Band Anayzer
SLM : Sound Lavel Mater
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
5.1 jadwal perawatan mesin ………………………………………………..193
5.2 pemberian plumas mesin ………………………………………………..195
5.3 pemeliharaan mesin ……………………………………………………..195
5.4 pekerja dengan pukulan ………………………………………………..196
5.5 peredam dengan karet mesin …………………………………………..196
5.6 tanda kebisingan ………………………………………………………..197
5.7 shift kerja ……………………………………………………………….197
5.8 pamakaian apt ………………………………………………………...198
5.9 jenis apt ………………………………………………………………...200
5.10 medical check up ……………………………………………………….201
xii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................................ i
ABSTRACT ............................................................................................................................ 1i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ x
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................................ xi
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 16
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 6
C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................................... 7
D. Tujuan ............................................................................................................................ 7
1. Tujuan Umum ............................................................................................................ 7
2. Tujuan Khusus............................................................................................................ 7
E. Manfaat .......................................................................................................................... 8
1. PT. Pindad (Persero) Bandung ................................................................................... 8
2. Peneliti ........................................................................................................................ 8
F. Ruang Lingkup ............................................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 10
xii
A. Kebisingan ................................................................................................................... 10
B. Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ........................................................................... 19
C. Hearing Loss Prevention Program (HLPP) ................................................................ 24
D. Gambaran Pelaksanaan Pengendalian Bising .............................................................. 51
E. Kerangka Teori ............................................................................................................ 52
BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ....................................... 53
A. Kerangka Berfikir ........................................................................................................ 53
B. Definesi istilah ............................................................................................................. 54
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 58
A. Jenis Penelitian ............................................................................................................. 58
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 58
C. Informan ....................................................................................................................... 58
D. Instrumen Penelitian .................................................................................................... 59
E. Metode Pengumpulan Data .......................................................................................... 59
F. Validasi Data ................................................................................................................ 62
G. Analisa Data ................................................................................................................. 66
BAB V ................................................................................................................................. 67
HASIL ................................................................................................................................. 67
A. Implementasi Pengendalian Kebisingan ...................................................................... 67
1. Survei Kebisingan .................................................................................................... 68
2. Pengendalian Teknis Bising ..................................................................................... 75
3. Alat pelindung telinga .............................................................................................. 85
4. Pemeriksaan audiometri ........................................................................................... 94
5. Pencatatan dan pelaporan ....................................................................................... 103
BAB VI ............................................................................................................................... 106
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 106
A. Keterbatasan Penelitian .............................................................................................. 106
xii
B. Implementasi Pengendalian Kebisingan .................................................................... 106
1. Survei Kebisingan .................................................................................................. 112
2. Pengendalian teknis dan administratif bising ......................................................... 121
3. Alat pelindung telinga (APT) ................................................................................. 127
4. Pemantauan audiometri .......................................................................................... 134
5. Pencatatan dan pelaporan ....................................................................................... 139
BAB VII ............................................................................................................................... 142
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 142
A. Simpulan .................................................................................................................... 142
B. Saran .......................................................................................................................... 144
1. Perusahaan ................................................................................................................. 144
2. Peneliti Selanjutnya ................................................................................................... 145
Lampiran ............................................................................................................................. 149
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam memasuki era industrialisasi, masalah keselamatan kerja
semakin menjadi perhatian penting, terutama setelah dikeluarkannya
Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Seperti
diketahui bahwa era industrialisasi membutuhkan dukungan penggunaan
teknologi maju dan peralatan canggih. Pada industri di negara maju maupun
berkembang tersebut memakai mesin sebagai alat dalam proses
pekerjaannya. Indonesia dapat disebut sebagai negara industri yang sedang
berkembang, sehingga dalam upaya peningkatan pembangunan banyak
menggunakan peralatan industri yang dapat membantu dan mempermudah
pekerjaan.
Sebagai akibatnya timbul bising lingkungan kerja yang dapat
berdampak buruk terhadap pekerja (Bashiruddin, 2002; Chairani, 2004;
Tana, 1998). Gangguan pendengaran akibat pajanan bising yang disebut
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) sering dijumpai pada pekerja industri
di negara maju maupun berkembang, terutama negara industri yang belum
menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik (Bashiruddin,
2002). Pada tahun 1995 WHO memperkirakan hampir 14% dari total tenaga
kerja negara industri terpajan bising melebihi 90 dB di tempat kerjanya.
WHO dalam publikasinya “Preventing Of Noise Induce Hearing Loss” di
2
tahun 1997 memperkirakan bahwa di seluruh dunia diperkirakan terdapat
441 sampai 580 juta orang mengalami gangguan pendegaran sensori neural
ringan, 127 juta orang mengalami gangguan pendengaran sedang, dan 39
juta orang mengalami gangguan pendengaran berat.
Laporan WHO tahun 1998 sebagaimana yang disampaikan oleh
Ditjen PPM &PLP, Depkes RI, menyatakan bahwa 8-12% penduduk dunia
telah menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk dan diperkirakan
angka tersebut terus meningkat. WHO memperkirakan bahwa di tahun 2001
terdapat 120 juta penduduk dunia yang mengalami gangguan pendengaran
(Hutabarat, 2012). Dari hasil “WHO Multi Center Study” dalam Rencana
Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengran Dan Ketulian
Untuk Mencapai Sound Hearing 2030 Menteri Kesehatan Republik
Indonesia (2006) menyatakan bahwa pada tahun 1996, Indonesia termasuk 4
(empat) negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup
tinggi (4.6%), 3 (tiga) negara lainnya adalah Srilangka (8,8%), Myanmar
(8,4%) dan India (6,3%).
Penelitian yang dilakukan oleh Sardewi (1998) kebisingan yang
terdapat di perusahaan “P” yang bergerak di industri mesin kapal adalah 86-
110 dB. Menurut Davis (1994) dalam Tana (1998) diperkirakan sedikitnya 7
juta orang (35% dari total industri) terpajan dengan bising 85 dB atau lebih.
Penelitian yang dilakukan Fajar (2012) bahwa kebisingan di platform kakap
yang bergerak di industri migas yang memiliki kegitatan produksi diberi
nama Star Energy (Kakap) Ltd dengan kebisingan mencapai 95 dB. Pada
3
penelitian Arista (2014) bahwa kebisingan di PT Pertamina (Persero)
Refinery Unit VI Balongan antara 77-91,4 dB. Berdasarkan hasil
pengukuran kualitas udara dan lingkungan kerja tahun 2013, PT Pindad
(Persero) Bandung sebagai perusahaan yang bergerak di bidang industri
pembuatan senjata memiliki tingkat kebisingan pada devisi senjata 121 dB,
kemudian pada devisi kendaraan khusus berkisar 83-93.8 dB, pada devisi
mesin industri dan jasa tingkat kebisingannya 76.1 dB, devisi tempa dan cor
memiliki tingkat kebisingan berkisar 73-102.3 dB. Berdasarkan hasil
pengukuran tersebut maka tingkat kebisingan melebihi nilai ambang batas
(NAB) yaitu > 85 dBA.
Menurut Frank (1996) dalam Tana (1998) bahwa kehilangan fungsi
pendengaran akibat pekerjaan (Occupational Hearing Loss) merupakan
permasalahan yang sangat buruk yang terjadi di lingkungan kerja pada saat
ini. Gangguan pendengaran akibat bising merupakan masalah utama yang
diterima pekerja di tempat yang terpajan bising, kebisingan itu sendiri telah
terpajan kepada pekerja di berbagai tempat kerja di dunia. Kebisingan yang
terjadi di lingkungan kerja merupakan masalah yang perlu mendapatkan
perhatian yang memadai untuk kesehatan para pekerja (Adikusumo, 1994).
Berdasarkan batasan terhadap pajanan yang ada saat ini, satu dari
empat pekerja yang terpajan bising mengalami kehilangan fungsi
pendengaran akibat pajanan bising di tempat kerjanya hal ini terdapat pada
pekerja di Petrochina tahun 2003. Tenaga kerja sebagai sumber daya
manusia mempunyai peran yang sangat penting bagi perusahaan oleh karena
4
itu perlu dilindungi agar tidak terjadi hilangnya fungsi pendengaran akibat
kebisingan (Herman, 2003).
Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan maka timbul suatu
upaya dalam menangani permasalahan kebisingan tersebut. Salah satu upaya
menangani permasalahan tersebut adanya program pengendalian kebisingan.
HLPP atau lebih dikenal dengan program pengendalian kebisingan
pendengaran yang bertujuan untuk mengetahui status kesehatan
pendengaran tenaga kerja yang terpajan bising berdasarkan data Bashiruddin
(2009), HLPP adalah program yang bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi kerusakan atau kehilangan pendengaran tenaga kerja akibat
kebisingan di tempat kerja (Bashiruddin, 2002). Serangkaian kegiatan dan
aktivitas yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehilangan pendengaran
(Noise Induced Hearing Loss) pada pekerja yang terpajan bising tinggi.
Elemen dari HLPP adalah identifikasi kebisingan dan sumber bising,
kontrol kebisingan dan kontrol administrasi, tes audiometri berkala alat
pelindung diri, motivasi dan edukasi pekerja, pencatatan dan pelaporan data,
evaluasi program serta audit program (Malaka, 2010).
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PT Pindad
(Persero) Bandung pada bulan Juni tahun 2014 bahwa perusahaan telah
melakukan pengendalian kebisingan melalui surat keputusan PT. Pindad
(Persero) Bandung Tahun 2012 tentang instruksi kerja pengendalian
kebisingan Nomor : Skep/29/P/BD/IV/2012. Surat keputusan tersebut
merupakan pembaharuan dari instrurksi kerja pengendalian kebisingan yang
5
dikeluarkan pada tahun 2010 Nomor : Skep/54/P/BD/IX/2010.
Pembaharuan instruksi kerja pengendalian kebisingan ini dilakukan untuk
meningkatkan efektifitas pelaksanaan dari program pengendalian
kebisingan.
Pada pengendalian kebisingan yang dilakukan diantaranya survey
kebisingan, pengendalian teknik dan administratif, penggunaan alat
pelindung telinga (APT), pencatatan dan pelaporan. Berdasarkan
pengendalian kebisingan yang dilakukan bahwa terdapat hasil tes audiometri
yang dilakukan Balai Keselamatan dan Kesehatan (K3) Bandung tahun
2013 bahwa 53 pekerja yang mengikuti tes hanya 3 orang tidak mengalami
gangguan pendengaran. Pengukuran kebisingan yang dilakukan
menunjukkan bahwa nilai kebisingan melebihi nilai ambang batas (NAB)
yaitu > 85 dBA.
Kebisingan serta besaran masalah gangguan pendengaran yang ada
di PT Pindad serta hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni
tahun 2014, menunjukkan tingkat pajanan kebisingan tinggi yang diterima
pekerja dari alat yang digunakan PT Pindad (Persero) Bandung. Hal ini
merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran pada pekerja
yang bekerja di tempat tersebut. Berdasarkan pengendalian bising tersebut
terdapat beberapa elemen yang pelaksanaannya belum terpenuhi dengan
baik seperti elemen survei / pengukuran kebisingan dan audiometri. Oleh
karena itu, peneliti bermaksud untuk mengetahui tingkat pemenuhan dari
pelaksanaan pengendalian kebisingan mulai dari survey kebisingan,
6
pengendalian teknik dan administratif, penggunaan alat pelindung telinga
(APT), pencatatan dan pelaporan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan di PT Pindad (Persero) Bandung
bahwa pajanan bising yang diterima pekerja cukup tinggi, serta
pengendalian bising yang dilakukan perusaahaan belum berjalan dengan
baik, sehingga merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran
pada pekerja yang bekerja di tempat tersebut. Berdasarkan elemen
pengendalian bising terdapat beberapa elemen yang belum terlaksana
dengan baik seperti elemen survey kebisingan dan tes audiometri. Terkait
penelitian pengendalian kebisingan di PT Pindad (Persero) belum pernah
dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
gambaran pelaksanaan dari pengendalian bising yang sesuai surat
keputusan di PT Pindad (Persero) Bandung tahun 2012 dengan tujuan
mengetahui gambaran pengendalian kebisingan mulai dari survey
kebisingan, pengendalian teknik dan administratif, penggunaan alat
pelindung telinga (APT), pencatatan dan pelaporan.
7
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pelaksanaan dari pengendalian kebisingan di PT
Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014 berdasarkan elemen-elemen
sebagai berikut :
a. Survei / pengukuran kebisingan
b. Pengendalian teknis dan Pengendalian administratif
c. Alat Pelindung Telinga (APT)
d. Tes audiometri
e. Pencatatan dan pelaporan
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pelaksanaan
pengendalian bising di PT Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
Evaluasi dari pelaksanaan dari pengendalian bising di PT
Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014 berdasarkan elemen-elemen
sebagai berikut diketahuinya :
a) Hasil survei / pengukuran kebisingan
b) Hasil pengendalian teknis dan Pengendalian administratif
c) Hasil Alat Pelindung telinga
d) Hasil tes audiometri
e) Hasil pencatatan dan pelaporan
8
E. Manfaat
1. PT. Pindad (Persero) Bandung
Memberikan informasi kepada PT Pindad (Persero) Bandung
dan sebagai bahan evaluasi program pengendalian kebisingan dalam
upaya pengendalian kebisingan di lingkungan kerja.
2. Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi salah satu tolak ukur untuk
melakukan identifikasi program yang tepat sasaran dan menciptakan
zero accident. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi pengembangan
dari aplikasi ilmu yang telah didapat di perkuliahan untuk menambah
wawasan mahasiswa dan sebagai bahan pengembangan untuk
penelitian selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai
pengendalian bising.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2014 di PT
Pindad (Persero) yang terletak di Jl. Jend. Gatot Subroto No. 517 Bandung
Jawa Barat. Objek yang diteliti adalah pengendalian kebisingan yang
terdiri dari beberapa elemen sebagai berikut :
1. Survei / pengukuran kebisingan
2. Pengendalian teknis dan Pengendalian administratif
3. Alat Pelindung telinga
4. Tes audiometri
9
5. Pencatatan dan pelaporan
Berdasarkan elemen pengendalian kebisingan dibahas
berdasarkan standar NIOSH, kemudian dilakukan perbaikan dan
masukan saran dalam pelaksanaan pengendalian kebisingan di PT
Pindad (Pesero) Bandung tahun 2014.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebisingan
1. Definisi Kebisingan
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf
pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang
ditimbulkan oleh getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang
tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan
manakala bunyi atau sura tersebut tidak dikehendaki oleh karena
menganggu atau timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan,
maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai
kebisingan (Suma’mur, 2009).
2. Sumber Kebisingan
Tedapat dua karakteristika utama yang menentukan kualitas
suatu bunyi atau suara, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik dengan satuan Herz (Hz),
yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai ditelinga setiap detiknya.
Intensitas atau arus energy per satuan luas biasanya dinyatakan dalam
suatu satuan logaritmis yang disebut decibel (dB) dengan
membandingkannya dengan kekuatan standar 0,0002 dine (dyne)/cm2
11
yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz. Kebisingan dalam
perusahaan dengan intensitas dan sumber bisingnya sebagai berikut :
Tabel 2.1
Intensitas Dan Sumber Bising
Intensitas Bising
(dB)
Sumber Kebisingan
Kerusakan alat
pendengar
120 (Batas dengar
tertinggi)
Menyebabkan tuli 110
100
Halilintar
Mariam
Mesin uap
Sangat hiruk 90 Jalan hiruk pikuk
Perusahaan sangat
gaduh
Peluit polisi
Kuat 80
70
Kantor bising
Jalan pada umumnya
Radio
Perusahaan
Sedang 60
50
Rumah gaduh
Kantor pada
umumnya
Percakapan kuat
Radio perlahan
Tenang 40
30
Rumah tenang
Kantor perorangan
Auditorium
Percakapan
Sangat tenang 20
10
0
Suaran daun
Berbisik
(batas dengar
terendah)
Sumber : Suma’mur, 2009
3. Instrumen Bising
Pemilihan Instrumen kebisingan ditentukan oleh jenis
kebisingan yang akan diukur. Adapun beberapa jenis Instrumen
kebisingan diantarnya adalah sound level meter. Octave band
12
analyzer, dan narrow band noise. Namun kebanyakan pengukuran
kebisingan kebanyakan menggunakan Sound Lavel Meter dan
Octave Band Analyzer.
a. Sound lavel meter (SLM)
Sound lavel meter adalah alat utama dalam pengukuran
kebisingan. alat ini mengukur kebisingan diantara 30-130 dB
dan dari frekuensi 20-20.000 Hz.
b. Octave Band Analyzer(OBA)
Octave Band Analyzer adalah alat untuk menganalisis
frekuensi terhadap suatu kebisingan yang memiliki sejumlah
saringan (filter) berdasarkan oktaf. Jika spektrumnya sangat
curam dan kandungan frekuensinya berbeda banyak, dapat
dipakai skala 1/3 oktaf. Untuk filter oktaf disukai frekuensi-
frekuensi tengah 31,5; 63; 125; 250; 500; 1000; 2000; 4000;
8000; 16.000; dan 31.500 Hz (Suma’mur, 2009).
4. Nilai Amabang Batas Kebisingan (NAB)
Nilai ambang batas (NAB) kebisingan sebagai faktor
bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman
pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 (delapan) jam sehari dan 5
(lima) hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu. Sebagaimana
telah dinyatakan dalam Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
13
Republik Indonesia (2011) nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja dan merupakan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 16-7063-2004 yaitu 85 dB.
5. Pengendalian Kebisingan
a. Eliminasi (Elimination)
Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang
bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapakan
sebagai perioritas utama (Setyorini, 2010). Pengendalian
eleminasi harus dilakukan untuk dapat mengurangi
kebisingan serendah mungkin untuk mencegah atau
meminimalisasi seluruh risiko baik kesehatan maupun
keselamatan yang timbul akibat pajanan kebisingan
(Shofwati, 2009). Pengalaman membuktikan bahwa
modifikasi mesin yang telah beroperasi dan juga bangunan
yang telah jadi untuk maksud pengurangan tingkat kebisingan
sangat mahal biayanya dan hasilnya kurang efektif. Maka
dari itu perencanaan sejak semula dengan perhatian yang
memadai dalam pengendalian kebisingan merupakan upaya
paling utama dan akan berhasil baik (Suma’mur, 2009).
b. Subsitusi (substitution)
Pengendalian ini dimaksudkan untuk mengganti
bahan-bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan
14
bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau lebih
aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih
dapat diterima (Setyorini, 2010). Adapun mesin-mesin yang
sudah lama beroperasi pada perusahaan semestinya dapat
diganti dengan mesin yang baru dengan tingkat kebisingan
mesin yang lebih rendah dari pada mesin yang lama.
c. Rekayasa Teknik (Engineering Control)
Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat
dilakukan misalnya dengan menempatkan peredam, tatapi
umumnya hal itu dapat dilakukan dengan melakukan riset
dan membuat perencanaan mesin atau peralatan kerja baru.
Membuat disain dan memproduksi mesin baru dengan
standar intensitas kebisingan yang lebih baik sangat
tergantung pada permintaan para usahawan sebagai pengguna
mesin terebut kepada pabrik produsennya dengan
memintakan persyaratan kebisingan terhadap mesin serupa
yang telah digunakan (Suma’mur, 2009).
d. Isolasi (Isolation)
Isolasi tenaga kerja atau mesin atau unit operasi adalah
upaya segera dan baik dalam upaya mengurangi kebisingan.
untuk itu perencaaan harus matang dan material yang dipakai
untuk isolasi harus mampu menyerap suara. Penutup atau
pintu ke ruang isolasi harus mempunyai bobot yang cukup
15
berat, menutup pas lobang yang ditutupnya dan lapisan
dalamnya terbuat dari bahan yang menyerap suara agar tidak
terjadi getaran yang lebih hebat sehingga merupakan sumber
kebisingan (Suma’mur, 2009).
e. Pengendalian administrasi (Administratif Control)
Pengendalian administrasi dilakukan dengan
menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi
kemungkinan seseorang terpajan potensi bahaya (Setyorini,
2010). Berikut ini adalah tindakan pengendalian kebisingan
secara administrasi di tempat kerja :
a) Rotasi kerja
Rotasi kerja melibatkan perubahan tugas atau
pekerjaannya yang dilakukan oleh pekerja sehingga
mereka tidak berisiko terpajan kebisingan tinggi.
Untuk intensitas kebisingan yang melebihi NAB nya
telah ada standar waktu pajanan yang diperkenankan
sehingga masalahnya adalah pelaksanaan dari pengaturan
waktu kerja sehingga memenuhi ketentuan tersebut.
16
Tabel 2.3
Intensitas Kebisingan Dan Waktu Pajanan
Intensitas kebisingan
dalam (dB)
Waktu Pajanan
85 8 jam
88 4 jam
91 2 jam
94 1 jam
97 30 menit
100 15 menit
103 7,5 menit
106 3,75 menit
109 1.88 menit
112 0.94 menit
115 28.12 detik
118 14.06 detik
121 7.03 detik
124 3.52 detik
127 1.76 detik
130 0.88 detik
133 0.44 detik
136 0.22 detik
139 0.11 detik
140 0detik.*
*catatan : walaupun sesaat tidak boleh terpajan. Sumber (Menteri
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2011)
Pengendalian pada penerima pengendalian
administratif, yaitu dengan merubah jadwal produksi,
mengatur waktu bekerja mesin, merotasi petugas,
memindahkan tenaga kerja ke lokasi kerja dengan bising
yang lebih rendah dan pemakaian alat pelindung telinga
(Suma’mur, 2009).
17
b) Program Pemeliharaan Peralatan
Penurunan kebisingan mesin hingga 10 dB dapat
dicapai dengan cara pemeliharaan peralatan. Penurunan
kebisingan lebih besar dapat dicapai tergantung pada tipe
mesin dan peralatan. Program pemeliharaan harus
menyertakan modifikasi dan atau tambahan, misalnya
noise mufflers, vibration isolators, duct silencers. Tingkat
kebisingan dapat meningkat karena kurangnya
pemeliharaan, perubahan pengaturan mesin atau
operasional mesin (Shofwati, 2009).
c) Program Buy Quiet
Kesempatan untuk melakukan program “Buy
Quiet” timbul ketika:
a) Rencana sedang dibuat untuk bangunan dan
pengaturan tempat kerja.
b) Perluasan atau Refurbishment tempat kerja sedang
dipertimbangkan.
c) Pabrik dan peralatan baru akan dibeli.
Produksi dan penanganan material yang tenang
harus dipertimbangkan ketika pabrik atau peralatan baru
akan dibeli. Calon pemasok harus diminta untuk
memenuhi persyaratan-persyaratan tingkat kebisingan
yang diharapkan dari operasional pabrik, serta
18
kemungkinan untuk mengurangi kebisingan disamping
pengurangan biaya. Tingkat kebisingan maksimum yang
dapat diterima untuk pabrik dan peralatan seharusnya
dijelaskan dalam dokumen tender. Tingkat kebisingan dari
peralatan baru sedapat mungkin tidak meningkatkan
tingkat kebisingan di tempat kerja. pengendalian lainnya
yang dapat diterapkan adalah area perlindungan
pendengaran (Hearing Protection Areas), inspeksi dan
pemeliharaan, informasi dan pelatihan (Shofwati, 2009).
f. Alat Pelindung Telinga (Hear Protective Equipment)
Tutup telinga (ear muff) biasanya lebih efektif dari pada
sumbat telinga (ear plug) dan dapat lebih besar menurunkan
intensitas kebisingan yang sampai ke saraf pendengar. Alat
perlindungan diri tutup atau sumbat telinga harus diseleksi,
sehingga di pilih yang tepat ukurannya bagi pemakainya. Alat-
alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 10-25 dB,
dengan memakai tutup atau sumbat telinga perbaikan cara
komunikasi harus diperbaiki sebgai akibat teredamnya intensitas
suara pembicaraan yang masuk ke dalam telinga. Problematik
utama pemakaian alat proteksi pelindung pendengaran adalah
mendidik tenaga kerja agar konsisten patuh menggunakannya.
(Suma’mur, 2009)
19
B. Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
American college of occupational medicine (ACOM)
mendefinisikan NIHL karena pekerjaan sebagai ketulian yang berambah
secara perlahan-lahan setelah waktu yang lama sebagai akibat terpajan
bising dengan intensitas tinggi yang terus menerus atau terputus-putus
(Sataloff, 1994).
Menurut Seotirto (1994), memberikan batasan untuk NIHL sebagai
kurang pendengaran yang tibul akibat terpajan bising yang cukup keras
dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya disebabkan oleh bising
lingkungan kerja, sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya
terjadi pada kedua telinga.
Apabila terpajan bising terus menerus maka akan berakibat
kehilangan daya dengar yang menetap, tidak terjadi pemulihan, mulai pada
frekuensi tinggi sekitar 4.000 Hz, kemudian meluas ke frekuensi-frekuensi
lain yang lebih rendah, dan akhirnya menyebar ke frekuensi lebih rendah
(2 Khz) maka kesukaran mendengar mulai terasa. Perkiraan hubungan
antara pajanan bising tinggi yang berkepanjangan dengan ketulian secara
tepat sangat sulit, karena perubahan pajanan bising di tempat kerja,
pergantian mesin-mesin, perubahan tugas dan pemakaian alat pelindung
telinga.
Menurut WHO (1992) dalam Seotirto (1994) untuk menentukan
derajat ketulian dapat dikatagorikan sebagai berikut ini :
20
Tabel 2.3
Derajat Ketulian (WHO 1992)
Penampilan Nilai Ketulian Nilai Audiometri
Kedua telinga tidak dapat
mendengar kata yang diucapkan
5 = tuli sangat
berat bilateral
>81 dB
Dapat mendengar beberapa kata
yang diteriakkan pada sisi telinga
yang lebih mendengar
4 = tuli berat
bilateral
61-80 dB
Dapat mendengar kata-kata yang
diteriakkan dari jarak 3 meter.
3 = tuli sedang
bilateral
41-60 dB
Agak sulit mendengar tetapi
biasanya dapat mendengar kata-
kata yang diucapakan dengan
kekerasan suara yang normal
2 = tuli ringan
bilateral
26-40 dB
Ketulian hanya terjadi pada satu
telinga
1 = tuli ringan
unilateral
Telinga yang sehat
mempunyai nilai
audiometri normal
(<25 dB)
Tidak ada masalah pendengaran 0= normal Kedua telinga
dengan nilai
audiometri normal
(<25 dB)
Sumber : WHO (1992) dalam Seotirto (1994)
1. Kecacatan pada NIHL
Dalam menghitung cacat akibat bising diperlukan
audiogram nada murni pada saat mulai bekerja di lingkungan
bising dan audiogram nada murni yang terakhir dibuat. Bila
audiogram nada murni pada saat mulai bekerja pada lingkungan
bising tidak ada, maka dianggap ambang pendengaran dulu adalah
25 dB, diperlukan umur pekerja untuk korelasi terhadap penurunan
ambang pendengaran 0,5 dB tiap tahun setelah umur 40 tahun.
Menurut American Medical Association (AMA)
menyatakan bahwa cacat total pendengaran terjadi apabila ambang
21
dengar di atas 92 dB. Jadi batas ambang tertinggi untuk tuli adalah
93 dB dan terendah adalah 25 dB.
a) Ketulian monoaural dinilai sebagai berikut :
Periksa pendengaran pada frekuensi 500-1000-2000
Hz, kemudian ambil rata-ratanya. Kurangi dengan 25 dB.
Perkalian sisanya dengan 1,5. Hasilnya ialah presentasi
ketulian dari satu telinga (monoaural)
b) Ketulian binaural (kedua telinga) dihitung sebagai berikut :
Perkalian monoaural dari telinga yang lebih baik
dengan 5. Tambahkan nilai ketulian monoaural dari telinga
yang lebih buruk pendengarannya dengan hasil perhitungan
tadi. Bagi jumlah ini dengan 6. Hasilnya ialah prosentasi
ketulian binaural.
c) Tuli hantar dan tuli campur, tambahan nilai hantaran udara
pada hantaran tulang pada 500, 1000 dan 2000 Hz, kemudian
dibagi 6 (enam) selanjutnya perhitungan sama dengan tuli
akibat bising (Chairani, 2004).
22
2. Patofisiologi NIHL
Menurut Lim, (1979) dalam Bashiruddin (2002) bahwa
mekanisme yang mendasari NIHL diduga berupa adanya stres
mekanis dan metabolic pada organ sensorik audiotorik bersamaan
dengan kerusakan sel sensorik atau bahkan kerusakan total organ
corti didalam koklea Frekuensi kebisingan. kehilangan sel sensorik
pada daerah yang sesuai dengan frekuensi yang terlibat adalah
penyebab NIHL yang paling penting. Kepekaan terhadap stress
pada sel rambut luar ini berada dalam kisaran 0-58 dB, sedangkan
untuk sel rambut dalam di atas 50 dB. Biasanya dengan terjadinya
TTS, ada kerusakan bermakna pada sel rambut luar. Frekuensi
yang sangat tinggi lebih dari 8 kHz memengaruhi dasar koklea.
Proses mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan sel
rambut akibat pajanan terhadap bising meliputi :
a) Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat menyebabkan
robeknya membrane Reissner sehingga dalam endolimfe dan
perilimfe bercampur yang mengakibatkan kerusakan sel
rambut.
b) Gerakan membran basilar yang kuat dapat menyebabkan
gangguan organ Corti dengan pencampuran endolimfe dan
kortilimfe yang mengakibatkan kerusakan sel rambut.
23
c) Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat langsung
merusak sel rambut dengan melepaskan organ Corti atau
merobek membrane basilar.
Proses metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat
pajanan bising meliputi :
a) Pembentukan vesikel dan vakuol di dalam retikulum
endoplasma sel rambut serta pembengkakan mitikondria dapat
berlanjut menjadi robeknya membrane sel dan hilangnya sel
rambut.
b) Kehilangan sel rambut mungkin disebabkan kelelahan
metabolic akibat gangguan sistem enzim yang esensial untuk
produksi energi, biosintesis protein dan pengkutan ion.
c) Cidera stria vakularis menyebabkan gangguan kadar Na, K
dan ATP. Hal ini menyebabkan hambatan proses transpor aktif
dan pemakaian energi oleh sel sensorik. Kerusakan sel
sensorik menumbulkan lesi kecil pada membrane reticular
bersamaan dengan percampuran cairan endolimfe dan
kortilimfe serta perluasan kerusakan sel sensorik lain.
d) Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan
membutuhkan energi besar sehingga menjadi lebih rentan
terhadap cedera akibat iskemia.
e) Mungkin dapat terjadi interaksi sinergis antara bising dengan
pengaruh lain yang merusak telinga.
24
C. Hearing Loss Prevention Program (HLPP)
Di tempat kerja yang bising (melebihi NAB), pengendalian perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya dampak auditory maupun non-
auditory. Menurut OSHA, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan selama 8
jam kerja adalah 85 dBA (OSHA, 1983). Di Indonesia NAB yang
ditetapkan pun sama berdasarkan Permenaker No. 13/MEN/X/2011
tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Untuk
mengendalikan bahaya kebisingan tersebut, regulasi berdasarkan OSHA
mengatur untuk implementasi (HLPP) secara efektif untuk mengendalikan
dampak kebisingan dari pekerja (OSHA, 1983).
OSHA menyebutkan bahwa terdapat beberapa elemen dari (HLPP)
yaitu survei kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, evaluasi
audiometri, alat pelindung telinga, pendidikan dan motivasi, pelaporan,
evaluasi program (Franks, 1996).
Menurut Royster dan Royster (1990) dalam Hutabarat (2012)
(HLPP) adalah suatu program yang tujuan utamanya adalah untuk
mencegah dan melindungi tenaga kerja terhadap timbulnya kehilangan
daya dengar Noise Induced Hearing Loss (NIHL) akibat terpajan
kebisingan yang melebihi NAB yang ditetapkan yaitu 85 dB selama
melakukan pekerjaan.
Berikut adalah penjabaran dari elemen HLPP menurut (NIOSH,
1999), OSHA dalam Franks (1996) dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja
25
Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) mengemukakan
elemen dari Hearing Loss Prevention Program (HLPP) sebagai berikut :
1. Survei Kebisingan
Monitoring papran bising merupakan pengukuran pajanan bising di
lingkungan kerja dan pemantauan pajanan yang diterima oleh pekerja untuk
mengidentifikasi area yang terdapat potensi bising melebihi nilai ambang
batas yang telah ditentukan. (NIOSH, 1999) dalam menentukan monitoring
pajanan bising ini terdapat prinsip atau indikator untuk mengetahui
terlaksananya monitoring ini sebagai berikut :
a) Sudah terdapat hasil pengukuran kebisingan.
b) Pengukuran kebisingan dilakukan secara rutin.
c) Pengukuran kebisingan dilakukan saat ada perubahan proses produksi.
d) Sudah tersedia Noise Mapping/ kontur pada lokasi dengan tingkat
kebisingan yang tinggi.
e) Adanya penetapan pekerja yang terpajan pada dosis pajanan <0,5 atau
0,5-1.
f) Penggolongan pekerja dalam hal perioritas APT.
g) Tanaga pengukur yang telah bersertifikat
h) Penggunaan alat pengukuran yang telah dikalibrasi
i) Hasil pengukuran kebisingan dikomunikasikan kepada semua pihak yang
berkepentingan, termasuk supervisor dan pengawas.
Menurut OSHA dalam Berger (2003) elemen dari Survei Kebisingan
Dan Analisis Data yang merupakan elemen pertama dari HLPP. Dalam
26
elemen ini terdapat pengukuran pajanan bising di lingkungan kerja dan
pemantauan pajanan yang diterima oleh pekerja untuk mengidentifikasi area
yang terdapat potensi bising melebihi nilai ambang batas yang telah
ditentukan. Pada kegiatan survei kebisingan dan analisis data ini terdapat
beberapa indikator untuk mengetahui survei kebisingan telah dilakukan
diantaranya :
a) Penentuan kriteria dalam mengidentifikasi dan jadwal kegiatan
pemantauan untuk mengetahui pajanan bising
b) Mengkalibrasi alat yang digunakan untuk melakukan pemantauan area
bising
c) Melakukan pengukuran bising di area kerja dan pekerja
d) Melakukan penghitungan dosis bising yang diterima pekerja
e) Membuat laporan dari perhitungan dosis bising yang diterima pekerja
f) Mendokumentasikan seluruh laporan hasil pengukuran baik kebisingan di
area kerja dan pajanan bising yang diterima pekerja.
Berdasarkan pedoman HLPP yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina
Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani, (2008)
elemen monitoring pajanan bising (Noise Survei/Monitoring) memiliki
beberapa tujuan untuk mengetahui monitoring pajanan bising dilaksanakan,
yaitu:
a. Memperoleh informasi spesifik mengenai tingkat kebisingan yang ada
pada setiap tempat kerja.
27
b. Menetapkan kontrol bising (teknis maupun administratif).
c. Menetapkan tempat-tempat yangakan diharuskan menggunakan alat
pelindung diri.
d. Menetapkan pekerja yang harus menjalani pemeriksaan audiometri secara
periodik.
e. Menilai apakah perusahaan telah memenuhi persyaratan undang-undang
yang berlaku.
Dalam melakukan survei dan monitoring kebisingan, beberapa jenis
survei yang dapat dilakukan adalah:
a. Survei Kebisingan Dasar
Survei kebisingan jenis ini dapat mengidentifikasi lokasi kerja
dimanakebisingan tidak merupakan masalah atau berpotensi memberikan
gangguan kepada para pekerja.
b. Survei Kebisingan Detail
Survei detail dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sound
Level Meter (SLM) untuk menetapkan tingkat pemaparan rerata berbobot
(TLVTWA). Peralatan lain yang dapat digunakan pada survei kebisingan
ini adalah Octave Band Analyzer dan Noise Dosimeter.
Survei kebisingan harus dapat memberikan gambaran kebisingan
(noise map) pada seluruh lokasi kerja. Noise mapping menggambarkan
lantai kerja dimana dapat diketahui pembagian lokasi kerja berdasarkan
kriteria keanggotaan HLPP dan perioritas pemakaian Alat Pelindung
28
Telinga (APT). Ringkasan tertulis hasil survei kebisingan harus
disampaikan kepada pimpinan perusahaan dan kepala departemen terkait.
Sementara hasil pengukuran dari tiap lokasi kerja harus diberitahukan
kepada pekerja pada saat pelatihan dan juga diinformasikan melalui
papan pengumuman atau di ruangan kerja (Pujiriani, 2008).
2. Pendidikan dan motivasi
Pendidikan dan motivasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memberikan informasi dan edukasi kepada pekerja mengenai bising dan
efek yang di timbulkan serta bagaimana cara mencegah terjadinya gangguan
akibat bising. Elemen Pendidikan dan motivasi menurut NIOSH bermanfaat
untuk melindungi pendengaran tenaga dan mendeteksi perubahan ambang
pendengaran akibat pajanan bising. Tujuan pendidikan ini untuk
menenkankan keuntungan tenaga kerja jika mereka memelihara
pendengaran dan kualitas hidupnya.
a) Pendidikan telah diberikan kepada pekerja yang terpajan bising ≥ 85
dBA.
b) Pelatihan dilakukan minimal sekali dalam setahun.
c) Pelatihan dilakukan minimal sekali dalam setahun.
d) Pelatihan disampaikan oleh instruktur yang kompeten.
e) Pelatihan mencakup :
1) Efek kebisingan pada pendengaran.
29
2) Tujuan dan manfaat, kerugian, instruksi, seleksi, kesesuaian, kegunaan
dan perawatan APT.
3) Tujuan dan prosedur audiometri.
Lebih lanjut penyuluhan tentang hasil audiogram pekerja, sehingga
tenaga kerja termotivasi untuk berpartisipasi melindungi pendengarannya
sendiri, juga melalui penyuluhan diharapkan tenaga kerja mengetahi alasan
melindungi telinga serta cara penggunaan alat pelindung telinga.
Dalam elemen pendidikan dan motivasi menurut OSHA ini
dilakukan pendidikan kepada pekerja dan manajemen serta
mempresentasikan bahaya bising yang terdapat di area kerja, kemudian
dengan pendidikan dan motivasi ini dapat menurunkan bahkan mencegah
terjadinya Noise Induce Hearing Loss (NIHL). Program pendidikan dan
motivasi ini juga akan memberikan dukungan terlaksananya HLPP. Adapun
indikator untuk mengetahui elemen pendidikan dan motivasi dilaksanakan
diantaranya :
f) Pendidikan telah diberikan kepada pekerja yang terpajan bising ≥ 85
dBA.
g) Pelatihan dilakukan minimal sekali dalam setahun.
h) Pelatihan disampaikan oleh instruktur yang kompeten.
i) Pelatihan mencakup :
4) Efek kebisingan pada pendengaran.
5) Tujuan dan manfaat, kerugian, instruksi, seleksi, kesesuaian,
kegunaan dan perawatan APT.
30
6) Tujuan dan prosedur audiometri.
Program pendidikan dan pelatihan menurut Direktorat Bina
Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008)
menekankan bahwa program Hearing Loss Prevention Program (HLPP)
sangat bermanfaat untuk melindungi pendengaran tenaga kerja, dan
mendeteksi perubahan ambang pendengaran akibat pajanan bising. Tujuan
pendidikan adalah untuk menekankan keuntungan tenaga kerja jika mereka
memelihara pendengaran dan kualitas hidupnya. Lebih lanjut penyuluhan
tentang hasil audiogram mereka, sehingga tenaga kerja termotivasi untuk
berpartisipasi melindungi pendengarannya sendiri. Juga melalui
penyuluhan diharapkan tenaga kerja mengetahui alasan melindungi telinga
serta cara penggunaan alat pelindung telinga (Pujiriani, 2008).
3. Kontrol engineering dan administratif
Kontrol engineering dan administratif merupakan pengendalian
yang dilakukan dalam mengendalikan potensi pajanan bising. Menurut
NIOSH dalam Kontrol engineering terdapat prinsip atau indikator untuk
mengetahui terlaksananya sebagai berikut :
a) Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti, mengencangkan
bagian mesin yang longgar, member pelumas secara teratur.
b) Mengganti mesin bising tinggi ke bising kurang.
c) Mengubah proses kerja misal komperesi diganti dengan pukulan.
31
d) Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan
menggunakan lantai berpegas, menyerap suara pada dinding dan langit-
langit kerja.
e) Melakukan isolasi operator dalam ruang yang relatif kedap suara.
Pada pengendalian administratif terdapat indikator sebagai berikut :
a) Adanya tempat istirahat bagi pekerja setelah bekerja di tempat yang
bising
b) Terdapat tanda-tanda peringatan pada area kerja yang memiliki
intensitas bising ≥85 dBA.
c) Terdapat rotasi kerja di area kerja yang memiliki kebisingan ≥85 dBA.
d) Dilakukannya transfer pekerja dengan keluhan pendengaran.
Menurut OSHA dalam pengendalian Bising dapat dilakukan
penerapan pengendalian teknik yang idealnya dapat mengendalikan potensi
bahaya bising secara efektif. Selain itu, pengendalian administratif juga
dapat dilaksanakan oleh perusahaan, seperti pengaturan jadwal kerja
sehingga dapat meminimalisir pajanan bising yang diterima pekerja,
kemudian menyediakan area istirahat jauh dari area bising. Pada tahapan ini
dilakukan pengendalian kebisingan secara teknis dan administratif dalam
mengendalikan dan mereduksi pajanan bising di area kerja. adapun indikator
untuk mengetahui pelaksanaan dari elemen pengendalian bising
diantaranya:
a) Melakukan identifikasi bahaya sumber bising terbesar di area kerja
yang diterima pekerja
32
b) Melakukan tinjauan kelayakan dalam pengendalian bising baik teknis
maupun administratif
c) Penerapan pengendalian teknis yang sesuai
d) Melakukan penilaian setelah diterapkan pengendalian yang sesuai untuk
mengkaji keberhasilan pengendalian yang diterapkan
e) Melakukan penilaian yang efektif dalam pengendalian yang telah
diterapkan
f) Menentukan spesifikasi dari mesin sesuai dengan kebisingan yang
dikeluarkan
g) Mendokumentasikan kegiatan pengendalian teknis dan administratif
serta hasil penerapannya
Berdasarkan pedoman HLPP yang dikeluarkan oleh Direktorat
Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani
(2008) pengendalian secara teknik (Engineering Control) dapat
dikendalikandengan meredam berbagai peralatan yang bising sehingga
menurunkan pemaparan pada pekerja. Beberapa alternatif yang dapat
dilakukan dalam mengendalikan sumberbising antara lain desain
akustik, substitusi peralatan dengan peralatan lain yang memiliki
tingkat kebisingan lebih rendah, serta mengganti atau memodifikasi
proses produksi. Menurut Roestam (2004) mengemukakan beberapa
cara lain yang dapat digunakan sebagai usaha pengendalian secara
teknik, yaitu:
33
a. Pemeliharaan mesin (Maintenance), yaitu mengganti,
mengencangkan bagian mesin yang longgar, memberi pelumas
secara teratur, dan lain-lain.
b. Mengurangi getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin,
kecepatan putaran atau isolasi.
c. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat
dengan menggunakan lantai berpegas, menyerap suara pada
dinding dan langit-langit kerja.
d. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan udara.
e. Melakukan isolasi operator ke dalam ruang yang relatif kedap
suara.
4. Alat Pelindung Telinga
Alat pelindung telinga merupakan alat yang dapat memeberikan
perlindungan dari potensi bising. Dalam elemen menurut NIOSH pengguaan
alat pelindung telinga ada beberapa indikator yang mempengaruhi alat
pelindung telinga :
1) Kecocokan : alat pelindung telinga tidak akan memberikan
perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga dengan rapat.
2) Nyaman dipakai ; tenaga kerja tidak akan menggunakan APD ini bila
tidak nyaman dipakai.
3) Penyuluhan khusus ; terutama tentang cara memakai dan merawat APD
tersebut.
34
Terdapat beberapa jenis alat pelindung telinga diantaranya :
a. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert protector)
alat pelindung telinga ini dapat mengurangi bising hingga 30 dB,
kemudian alat pelindung ini dimasukkan ke dalam liang telinga
sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapat membran
timpani. Beberapa tipe sumbat telinga diantaranya formable type,
costume molded type dan premolded type.
b. Tutup telinga (earmuff/protectiave caps/circumaural protector)
Jenis tutup telinga ini dapat menetupi seluruh teling eksternal dan
dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB pada
frekuensi 100-800hz
c. Helmet/enclosure Helmet ini dapat menutupi seluruh kepala dan
digunakan untuk mengurangi bising maksimum 35 pada 250 Hz
sampai 50 dB pada frekuensi tinggi.
4) Pemeriksaan APT secara priodik dalam hal pemakaian, cacat/sempurna,
pergantian bila diperlukan.
5) Monitoring dampak pemakaian APT (iritasi atau infeksi pada telinga
pekerja)
6) Tersedianya APT untuk semua yang bekerja dengan bising ≥85 dBA.
7) APT yang disediakan oleh perusahaan digunakan oleh pekerja pada saat
terpajan dengan bising ≥85 dBA.
8) Perusahaan melakukan pengawasan dalam penggunaan APT.
35
Dalam elemen Alat Pelindung Telinga menurut OSHA ini dilakukan
pemilihan alat pelindung telinga (APT) sesuai dengan NRR dan penggunaan
APT yang nyaman, dapat meriduksi bising yang diterima, serta dalam upaya
melaksanakan HLPP secara efektif. Adapun indikator untuk mengetahui
elemen alat pelindung telinga dilakukan diataranya :
1) Penilaian kebutuhan pemakaian APT yang sesuai dengan pajanan yang
ada di area kerja
2) Penilaian kenyamanan dan ketepatan APT dengan kondisi lingkungan
kerja
3) Penentuan APT di area kerja yang khusus
4) Pemeliharaan invetarisasi APT yang telah dipilih
5) Pemasangan APT yang tepat pada telinga pekerja
6) Pelatihan dan Motivasi pengguna APT
7) Pengecekan kondisi APT secara rutin
8) Penerapan dalam menggunakan APT yang efektif
9) Melakukan audit pemenuhan penggunaan APT
10) Menentukan spesifikasi pekerja dengan pembatasan penggunaan APT
11) Pelatihan dan pengawasan pengguna APT
12) Membantu pekerja dalam penggunaan APT
13) Mendokumentasikan seluruh kegiatan penggunaan, pelatihan dan
kelayakan APT.
Elemen HLPP yang keempat menurut Direktorat Bina Kesehatan
Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) adalah
36
pengendalian perorangan (Personal Control). Pada umumnya pengendalian
tingkat ini dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri (dalam hal
ini adalah alat pelindung telinga). Alat pelindung telinga yang biasanya
dipakai antara lain:
a. Sumbat telinga (earplugs/insertdevice/auralinsertprotector)
Alat ini dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat
sehingga suara tidak mencapai membran timpani dan dapat
menguranagi bising sampai dengan 30 dB. Sumbat telinga (earplugs)
memiliki beberapa tipe, yaitu formable type, custommolded type, dan
premolded type.
b. Tutup telinga (earmuff / insertdevice / auralinsertprotector)
Earmuff dapat menutupi seluruh telinga eksternal dan digunakan
untuk mengurangi bising sebesar 40 – 50 dB.
c. Helmet atau enclosure
APT jenis ini dapat menutupi seluruh kepala dan digunakan
untuk mengurangi bising maksimum 35 dBA pada 250 Hz dan 50 dBA
pada frekuensi tinggi.Penggunaan alat pelindung telinga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, menurut Roestam (2004) dalam Pujiriani (2008),
antara lain:
a. Kecocokan. Alat pelindung telinga tidak akan memberikan
perlindungan apabila tidak dapat menutupi liang telinga dengan
rapat.
37
b. Nyaman dipakai. Para pekerja tidak akan mau menggunakan APT
apabila alat tersebut tidak nyaman dipakai.
c. Penyuluhan khusus, terutama tentang cara pemakaian dan
perawatan alat tersebut. APT harus tersedia di tempat kerja tanpa
harus membebani pekerja dari segi biaya. Atau dengan kata lain,
perusahaan harus menyediakan APT-APT ini.
5. Pemantauan Audiometer
Pemantauan audiometri merupakan kegiatan pengukuran
kemampuan mendengar dengan pemeriksaan audiometer. Menurut NIOSH
bahwa dalam elemen evaluasi audiometer dapat dilakukan dengan indikator
sebagai berikut :
1) Pre- employment, yaitu pemeriksaan audiometri kepada pekerja disaat
pertama berkerja disuatu perusahaan.
2) Penempatan karyawan ke tempat bising, yaitu pekerja dilakukan tes
audiometri bilamana di tempat kerja terdapat bising.
3) Saat pindah tugas keluar dari tempat bising saat pensiun/purna tugas,
pemeriksaan audiometri ini dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja
bilamana pekerja sudah memasuki masa pensiun atau pindah dari
pekerjaan dengan kebisingan yang tinggi kebagian dengan kebisingan
yang normal.
4) Data jelas, tingkat/singkat, lengkap dan terjadwal/terdapat tanggalnya
pelaksanaannya.
5) Adanya tindakan lebih lanjut dari dokumen audiometri.
38
6) Adanya perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk
identifikasi keseuaian NAB dengan standar
7) Hasil tes audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan kepada para
pengawas dan manajer dan begitupula engan pekerja sendiri.
Menurut OSHA Dalam elemen Pemantauan Audiometri ini terdapat
pelaksanaan tes audiometri, dilakukan terhadap tenaga kerja secara rutin,
berkala dan khusus misalnya pada tenaga kerja yang berisiko tinggi, dan
juga kepada calon tenaga kerja untuk menyeleksi konsisi pendengaran yang
akan disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan serta menindaklanjuti bila
ditemukan adanya penurunan ambang dengar oleh pekerja. Adapun
indikator untuk mengetahui elemen pemantau audiometri dilakukan
diantaranya :
1) Melakukan pelatihan bagi petugas pemantauan audiometri
2) Adanya sertifikasi bagi petugas pemantauan audiometri
3) Adanya pengawasan petugas pemantauan adiometri secara professional
4) Pemilihan peralatan tes audiometri yang sesuai
5) Kalibrasi peralatan tes audiometri
6) Pemilihan tempat atau area yang tepat untuk pelaksanaan tes audiometri
7) Mendokumentasikan hasil pengujian background noise pada area
pemeriksaan tes audiometri sesuai dengan kriteria yang berlaku
8) Adanya jadwal pelaksanaan pemeriksaan audiometri
9) Memastikan partisipasi semua pekerja terlibat dalam HLPP mengikuti
program audiometri secara berkala
39
10) Mencatat kuesioner pajanan kebisingan, kondisi kesehatan pekerja, dan
riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pekerja
11) Melaksanakan inspeksi atau pemeriksaan otoscopic
12) Review hasil audiogram secara professional dan berkala
13) Mengkomunikasikan kepada pekerja
14) Rekomendasi tindak lanjut berdasarkan hasil review audiogram
15) Adanya konseling kepada kepada pekerja dengan temuan hasil
audiogram
16) Pelaksanaan orang yang mereview audiogram secara professional
sesuai dengan kriteria yang berlaku
17) Adanya perencanaan untuk tindakan follow up pekerja
18) Melaksanakan rekomendasi yang dibuat oleh petugas yang
berwewenang
19) Mendokumentasikan kegiatan dan data-data audiometri, review dan
tindak lanjut.
Berdasarkan pedoman HLPP yang dikeluarkan oleh Direktorat
Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani
(2008) elemen audiometri bahwa :
a) Pre employment/preplacement/Baseline, bagi para karyawan yang
baru mulai bekerja di tempat bising.
b) Annualmonitoring, yaitu pemeriksaan berkala bagi para pekerja yang
terpajan bising lebih dari nilai ambang batas.
40
c) Exit, bagi pekerja yang pindah/keluar dari tempat kerja yang bising,
dan saat pensiun (purnatugas).
6. Pencacatan dan pelaporan
Pencacatan dan pelaporan merupakan pencacatan hasil dari
serangkaian pelaksanaan program HLPP. Pencatatan dan pelaporan menurut
NIOSH ini terdapat beberapa indikator untuk mengetahui dilaksanakannya
program tersebut sebagai berikut :
1) Hearing loss prevention audit, yaitu pencacatan mengenai audit
pencegahan kehilangan pendengaran yang dilakukan oleh pihak internal
maupun eksternal perusahaan.
2) Monitoring hearing hazards, yaitu pencacatan dan pelaporan mengenai
pelaksanaan pemantauan bising di tempat kerja.
3) Engineering and administratif controls, yaitu pencacatan mengenai
kontrol yang dilaksanakan perusahaan terkait dengan kontrol
administrative dan kontrol mesin untuk meminimalisir bising yang
diterima pekerja.
4) Audiometri evaluation, yaitu pencacatan mengenai pelaksanan
audiometri dan penyimpanan catatan tes audiometri yang dilakukan
oleh perusahaan untuk mengetahui sejauhmana pekerja dengan kondisi
pendengarannya.
41
5) Personal hearing protective, yaitu pencacatan mengenai alat pelindung
telinga yang diterapkan oleh perusahaan dalam mencegah terjadinya
gangguan pendengaran pada pekerja.
6) Program evaluation, yaitu pencacatan mengenai evaluasi yang
dilakukan oleh pihak terkait dengan program yang telah terlaksana
untuk memberikan perbaikan dalam upaya mencegah gangguan
pendengaran.
Menurut OSHA dalam Franks (1996) elemen (Pencatatan Dan
Penyimpanan Data), pencatatan dan penyimpanan data yang efektif
memliki tujuan diantaranya untuk mendorong pihak manajemen agar
selalu memeperhatikan karyawannya, memastikan HLPP dilaksanakan
secara tepat dan akurat, dan menjaga agar data karyawan tetap valid.
Adapun indikator untuk mengetahui dilaksanakannya sebagai berikut :
a) Hearing loss prevention audit
b) Monitoring hearing hazards
c) Engineering and administratif controls
d) Audiometri evaluation
Sedangkan pencacatan dan pelaporan menurut direktorat bina
kesehatan kerja dimasukkan ke dalam elemen evaluasi dan
dokumentasi.
42
7. Evaluasi program
Evaluasi program merupakan kegiatan mengevaluasi dari
serangkaian program HLPP. Menurut NIOSH dalam Evaluasi program
ditujukan untuk mengevaluasi hasil program yang telah dilaksanakan.
Adapun indikator untuk mengetahui evaluasi program ini berjalan adalah
sebagai berikut :
1) Review program dari sisi pelaksanaan (palatihan dan penyuluhan,
kesertaan supervisor)
2) Hasil pengukuran kebisingan, identifikasi apakan ada daerah yang
perlu dikontrol lebih lajut.
3) Controlengineering dan administratif
4) Hasil pemantauan audiometri dan pencatatannya
5) APT yang digunakan
Menurut OSHA Elemen evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui
efektifitas dari pelaksanaan semua komponen program HLPP. Dua
pendekatan yang menjadi indikator dalam evaluasi program adalah penilaian
terhadap pemenuhan dan kualitas dari pelaksanaan kemponen program dan
mengevaluasi data audiometri (Franks, 1996).
Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
(2006) dalam Pujiriani (2008) evaluasi program dan dokumentasi ditujukan
untuk mengevaluasi hasil Hearing Loss Prevention Program (HLPP),
dengan sasaran :
43
a. Review program dari sisi pelaksanaan serta kualitasnya, misalnya
pelatihan dan penyuluhan, kesertaan supervisordalam program,
pemeriksaan masingmasing area untuk meyakinkan apakah semua
komponen program telah dilaksanakan.
b. Hasil pengukuran kebisingan, identifikasikan apakah ada daerah lain
yang perlu dikontrol lebih lanjut.
c. Control engineeringdan administratif.
d. Hasil pemantauan audiometrik dan pencatatannya; bandingkan data
audiogram dengan baselineuntuk mengukur keberhasilan pelaksanaan
program.
e. APD yang digunakan
8. Audit program
Audit program merupakan kegiatan audit dari pelaksanaan program
HLPP. Audit program pada elemen NIOSH dapat diketahui pelaksanaanya
dengan dilakukannya :
a) Audit Eksternal, dapat dilakukan oleh tim auditor yang kompeten,
independent dan dengan sisitem audit yang jelas serta form HLPP.
b) QC program (Quality Control Program) dilakukan secara internal, terus
menerus untuk menilai efektivitas HLPP.
selanjutnya dibuat tabel dari beberapa peraturan mengenai
HLPP berdasarkan NIOSH, OSHA, dan Direktorat Bina Tenaga Kerja
Departemen Kesehatan.
44
Tabel 2.4 Indikator Setiap Elemen HLPP menurut NIOSH, OSHA, dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen
Kesehatan
No NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan
1 Monitoring pajanan bising
a) Sudah terdapat hasil pengukuran
kebisingan.
b) Pengukuran kebisingan dilakukan
secara rutin.
c) Pengukuran kebisingan dilakukan saat
ada perubahan proses produksi.
d) Sudah tersedia Noise Mapping/ kontur
pada lokasi dengan tingkat kebisingan
yang tinggi.
e) Adanya penetapan pekerja yang
terpajan pada dosis pajanan <0,5 atau
0,5-1.
f) Penggolongan pekerja dalam hal
perioritas APT.
g) Tanaga pengukur yang telah
bersertifikat
h) Penggunaan alat pengukuran yang
telah dikalibrasi
i) Hasil pengukuran kebisingan
dikomunikasikan kepada semua pihak
yang berkepentingan, termasuk
supervisor dan pengawas.
Survei Kebisingan dan Analisis Data
a) Penentuan kriteria dalam
mengidentifikasi dan jadwal kegiatan
pemantauan untuk mengetahui pajanan
bising
b) Mengkalibrasi alat yang digunakan untuk
pemantauan area bising
c) Melakukan pengukuran bising di area
kerja dan pekerja
d) Melakukan penghitungan dosis bising
yang diterima pekerja
e) Membuat laporan dari perhitungan dosis
bising yang diterima pekerja
f) Mendokumentasikan seluruh laporan
hasil pengukuran
Monitoring pajanan bising (Noise
Survei/ Monitoring)
a) Memperoleh informasi spesifik
mengenai tingkat kebisingan
yang ada pada setiap tempat
kerja.
b) Menetapkan kontrol bising
(teknis maupun administratif).
c) Menetapkan tempat-tempat yang
akan diharuskan menggunakan
alat pelindung diri.
d) Menetapkan pekerja yang harus
menjalani pemeriksaan
audiometri secara periodik.
e) Survei Kebisingan Dasar
f) Survei Kebisingan Detail
g) hasil survei kebisingan harus
disampaikan kepada pimpinan
perusahaan dan kepala
departemen terkait
h) diinformasikan melalui papan
pengumuman atau di ruangan
kerja
45
Tabel 2.4 Lanjutan
NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan
2 Pendidikan dan motivasi
a) Pendidikan telah diberikan kepada
pekerja yang terpajan bising ≥ 85 dBA.
b) Pelatihan dilakukan minimal sekali
dalam setahun.
c) Pelatihan dilakukan minimal sekali
dalam setahun.
d) Pelatihan disampaikan oleh instruktur
yang kompeten.
e) Pelatihan mencakup :
7) Efek kebisingan pada pendengaran.
8) Tujuan dan manfaat, kerugian,
instruksi, seleksi, kesesuaian, kegunaan
dan perawatan APT.
9) Tujuan dan prosedur audiometri.
Pendidikan dan Motivasi
a) Konsep pelatihan yang sesuai dan
mudah diterima oleh pekerja
b) Pelaksanaan kegiatan secara rutin
c) Partisipasi dari seluruh pekerja dan
d) Menetukan pekerja yang terlibat dalam
program pelatihan
e) Melakukan up-date matari pelatihan dan
melakukan refreshing pendidikan sesuai
dengan kebutuhan
f) Mendokumentasikan seluruh kegiatan
pelatihan
Pelatihan dan Pendidikan Pekerja
(Employee Training and Education)
a) penyuluhan tentang hasil
audiogram mereka,
b) cara penggunaan alat pelindung
telinga
3 Kontrol engineering dan administratif
a) Pemeliharaan mesin (maintenance)
yaitu mengganti, mengencangkan
bagian mesin yang longgar, member
pelumas secara teratur.
b) Mengganti mesin bising tinggi ke
bising kurang
c) Mengubah proses kerja misal
komperesi diganti dengan pukulan.
Pengendalian Bising
a) Melakukan identifikasi bahaya sumber
bising terbesar di area kerja yang diterima
pekerja
b) Melakukan tinjauan kelayakan dalam
pengendalian bising baik teknis maupun
administratif
c) Penerapan pengendalian teknis yang
sesuai
Pengendalian secara Teknik
(Engineering Control)
a) Pemeliharaan mesin
(Maintenance), yaitu mengganti,
mengencangkan bagian mesin
yang longgar, memberi pelumas
secara teratur.
b) Mengurangi getaran dengan cara
mengurangi tenaga mesin,
kecepatan putaran atau isolasi.
c) Mengurangi transmisi bising
dengan menggunakan lantai
berpegas
46
Tabel 2.4 Lanjutan
NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan
d) Mengurangi transmisi bising yang
dihasilkan benda padat dengan
menggunakan lantai berpegas,
menyerap suara pada dinding dan
langit-langit kerja.
Pada pengendalian administratif
terdapat indikator sebagai berikut :
e) Adanya tempat istirahat bagi pekerja
setelah bekerja di tempat yang bising
f) Terdapat tanda-tanda peringatan pada
area kerja yang memiliki intensitas
bising ≥85 dBA.
g) Terdapat rotasi kerja di area kerja yang
memiliki kebisingan ≥85 dBA.
h) Melakukan isolasi operator dalam ruang
yang relatif kedap suara.
i) Dilakukannya transfer pekerja dengan
keluhan pendengaran.
d) Melakukan penilaian setelah diterapkan
pengendalian yang sesuai untuk mengkaji
keberhasilan pengendalian yang
diterapkan
e) Melakukan penilaian yang efektif dalam
pengendalian yang telah diterapkan
f) Menentukan spesifikasi dari mesin sesuai
dengan kebisingan yang dikeluarkan
g) Mendokumentasikan kegiatan
pengendalian teknis dan administratif
serta hasil penerapannya
d) menyerap suara pada dinding dan
langit langit kerja.
e) Mengurangi turbulensi udara dan
mengurangi tekanan udara.
Melakukan isolasi operator ke dalam
ruang yang relatif kedap suara.
Pengendalian Administratif
(Administratif Control)
a) mengatur jarak pekerja dan
menutup sumber bising
b) pengaturan jam kerja,
4 Penggunaan alat pelindung diri
a) Kecocokan : alat pelindung telinga tidak
akan memberikan perlindungan bila
tidak dapat menutupi liang telinga
dengan rapat.
Alat Pelindung Telinga
a) Penilaian kebutuhan pemakaian APT
sesuai dengan pajanan di area kerja
b) Penilaian kenyamanan dan ketepatan
APT dengan kondisi lingkungan kerja
Pengendalian Perorangan
(Personal Control)
a) Jenis APT yang digunakan
b) Kecocokan. Alat pelindung
telinga
c) kenyaman dipakai.
d) Penyuluhan khusus, (pemakaian
dan perawatan APT)
47
Tabel 2.4 Lanjutan
NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan
b) Nyaman dipakai ; tenaga kerja tidak
akan menggunakan APD ini bila tidak
nyaman dipakai.
c) Penyuluhan khusus ; terutama tentang
cara memakai dan merawat APD
tersebut.
d) Jenis alat pelindung telinga :
Sumbat telinga (earplugs/insert
device/aural insert protector)
Tutup telinga (earmuff/protectiave
caps/circumaural protector
Helmet/enclosure
e) Pemeriksaan APT secara priodik dalam
hal pemakaian, cacat/sempurna,
pergantian bila diperlukan.
f) Monitoring dampak pemakaian APT
(iritasi atau infeksi pada telinga
pekerja)
g) Tersedianya APT untuk semua yang
bekerja dengan bising ≥85 dBA.
h) APT yang disediakan oleh perusahaan
digunakan oleh pekerja pada saat
terpajan dengan bising ≥85 dBA.
i) Perusahaan melakukan pengawasan
dalam penggunaan APT.
c) Penentuan APT di area kerja yang khusus
d) Pemeliharaan invetarisasi APT yang telah
dipilih
e) Pemasangan APT yang tepat pada telinga
pekerja
f) Pelatihan dan Motivasi pengguna APT
Pengecekan kondisi APT secara rutin
g) Penerapan dalam menggunakan APT
yang efektif
h) Melakukan audit pemenuhan penggunaan
APT
i) Menentukan spesifikasi pekerja dengan
pembatasan penggunaan APT
j) Pelatihan dan pengawasan pengguna
APT
k) Membantu pekerja dalam penggunaan
APT
l) Mendokumentasikan seluruh kegiatan
penggunaan, pelatihan dan kelayakan
APT.
48
Tabel 2.4 Lanjutan
NIOSH OSHA Direktorat Bina
Kesehatan Kerja
Departemen
Kesehatan
5 Pemantauan audiometer
a) Pre- employment
b) Penempatan karyawan ke tempat bising
c) Saat pindah tugas keluar dari tempat bising
saat pensiun/purna tugas
.
d) Data jelas, tingkat/singkat, lengkap dan
terjadwal/terdapat tanggalnya pelaksanaannya.
e) Adanya tindakan lebih lanjut dari dokumen
audiometri.
f) Adanya perbandingan hasil tes pekerja sebagai
baseline data untuk identifikasi keseuaian
NAB dengan standar
Pemantauan Audiometri
a) Melakukan pelatihan bagi petugas
b) Adanya sertifikasi bagi petugas
c) Adanya pengawasan petugas secara
professional
d) Pemilihan peralatan tes audiometri yang sesuai
e) Kalibrasi peralatan tes audiometri
f) Pemilihan tempat atau area yang tepat untuk
pelaksanaan tes audiometri
g) Mendokumentasikan hasil pengujian
background noise pada area pemeriksaan tes
audiometri
h) Adanya jadwal pelaksanaan pemeriksaan
audiometri
i) Memastikan partisipasi semua pekerja terlibat
j) Mencatat kuesioner pajanan kebisingan, kondisi
kesehatan pekerja, dan riwayat penyakit yang
pernah diderita oleh pekerja
k) Melaksanakan inspeksi atau pemeriksaan
otoscopic
l) Review hasil audiogram secara professional dan
berkala
m) Mengkomunikasikan kepada pekerja
Audiometri
(Audiometry)
a) Pre-
employment/prepl
acement/Baseline,
bagi para
karyawan yang
baru mulai bekerja
di tempat bising.
b) Annualmonitoring,
yaitu pemeriksaan
berkala bagi para
pekerja yang
terpajan bising
lebih dari nilai
ambang batas.
c) Exit, bagi pekerja
yang
pindah/keluar dari
tempat kerja yang
bising, dan saat
pensiun
(purnatugas).
49
Tabel 2.4 Lanjutan
NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan
g) Hasil tes audiometri secara
keseluruhan dikomunikasikan kepada
para pengawas dan manajer dan
begitupula engan pekerja sendiri.
n) rekomendasi tindak lanjut berdasarkan
hasil review audiogram
o) Adanya konseling kepada kepada
pekerja dengan temuan hasil audiogram
p) Pelaksanaan orang yang mereview
audiogram secara professional
q) Adanya perencanaan untuk tindakan
follow up pekerja
r) Melaksanakan rekomendasi yang dibuat
oleh petugas yang berwewenang
s) Mendokumentasikan kegiatan dan data-
data audiometri, review dan tindak
lanjut.
6 Pencatatan dan pelaporan
a) Hearing loss prevention audit
b) Monitoring hearing hazards
c) Engineering and administratif
controls
d) Audiometri evaluation
e) Personal hearing protective, and
f) Program evaluation.
Pencatatan dan pelaporan
a) Hearing loss prevention audit
b) Monitoring hearing hazards
c) Engineering and administratif controls
d) Audiometri evaluation
Digabungkan dengan elemen evaluasi
7 Evaluasi program
a) Review program dari sisi pelaksanaan
(palatihan dan penyuluhan, kesertaan
supervisor)
a) Data audiometri. Evaluasi dan Dokumentasi
(Evaluation and Documentation)
a) pelatihan dan penyuluhan,
kesertaan supervisor
50
Tabel 2.4 lanjutan
NIOSH OSHA Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan
b) Hasil pengukuran kebisingan,
identifikasi apakan ada daerah yang
perlu dikontrol lebih lajut.
c) Kontrol engineering dan
administratif>
d) hasil pemantauan audiometri dan
pencatatannya
e) APT yang digunakan
b) pemeriksaan masing masing area
untuk meyakinkan apakah semua
komponen program telah
dilaksanakan.
c) Hasil pengukuran kebisingan,
identifikasikan perlu dikontrol lebih
lanjut.
d) Kontrol engineering dan
administratif.
e) Hasil pemantauan audiometrik dan
pencatatannya.
f) APD yang digunakan
8 Audit program
a) Audit Eksternal, dapat dilakukan oleh
tim auditor yang kompeten,
independent dan dengan sisitem audit
yang jelas serta form Hearing Loss
Prevention Program (HLPP).
b) QC program (Quality Control
Program) dilakukan secara internal,
terus menerus untuk menilai
efektivitas Hearing Loss Prevention
Program (HLPP).
- -
Sumber : NIOSH (1999), OSHA dalam Franks (1996), Berger (2003) dan Direktorat Bina Tenaga Kerja Departemen Kesehatan
dalam (Pujiriani, 2008)
51
Dari teori yang memaparkan elemen-elemen dari pengendalian kebisingan ini,
maka peneliti dalam melakukan penelitian ini menggunakan teori yang dikeluarkan dari
NIOSH dengan mempertimbangkan bahwa teori yang dikeluarkan NIOSH lebih lengkap
dengan delapan elemen program bila dibandingkan dengan OSHA, sedangkan elemen
program yang dikeluarkan oleh peraturan pemerintah itu mengacu kepada teori yang
dikeluarkan oleh NIOSH namun pada elemen pencacatan digabungkan dengan elemen
evaluasi program. Pada elemen pengendalian kebisingan elemen control engineering dan
administratif dipisahkan menjadi perelemen. Kemudian peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah terkait dengan pengendalian kebisingan ini memiliki kesamaan dari teori
NIOSH.
D. Gambaran Pelaksanaan Pengendalian Bising
Dalam pelaksanaan pengendalian bising terdapat elemen program untuk
mengetahui kemajuan dari pelaksanaan program tersebut. Peneliti dalam hal ini akan
melihat pelaksanaan dari pengendalian kebisingan, yang bertujuan untuk mengetahui
program sudah berjalan efektif. Adapun beberapa standar dan pedoman teknis telah
ditetapkan dalam memberikan indikator pemenuhan dari evaluasi program tersebut
dengan menggunakan standar NIOSH. HLPP yang dilaksanakan oleh PT Pindad
(Persero) Bandung akan dilihat dan dideskripsikan sejauh mana pelaksanaan dari HLPP
tersebut.
52
E. Kerangka Teori
Berdasarkan Standar NIOSH tentang elemen dari pengendalian kebisingan yang
terdiri dari komponen-komponen elemen sebagai berikut.
PENGENDALIAN KEBISINGAN
1. Survei kebisingan
2. Pendidikan dan motivasi
3. Pengendalian teknis dan
administratif
4. Alat pelindung telinga
5. Pemantauan audiometri
6. Pencacatan dan pelaporan
7. Program evaluasi
8. Audit program
Pelaksanaan Program
Pengendalian NIOSH
53
BAB III
KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Berfikir
PENGENDALIAN KEBISINGAN
1. Survei kebisingan
2. Pengendalian teknis dan administratif
3. Alat pelindung telinga
4. Pemantauan audiometri
5. Pencacatan dan pelaporan
Menurut NIOSH (1999) bahwa elemen HLPP meliputi survei kebisingan, pendidikan
dan pelatihan, pengendalian teknis bising, alat pelindung telinga (APT), pemantauan audiometri,
pencatatan dan pelaporan, evaluasi dan audit. Sehingga elemen pendidikan dan motivasi,
evaluasi program dan audit program tidak dilakukan penelitian, karena berdasarkan instruksi
program pengendalian bising perusahaan hanya meliputi elemen survei kebisingan, pengendalian
teknis bising, alat pelindung telinga (APT), pemantauan audiometri, pencatatan dan pelaporan.
Pelaksanaan Program
Pengendalian
Kebisingan PT. Pindad
(Persero) Bandung
Tahun 2012
54
B. Definesi istilah
1. Survei kebisingan
Adalah pengukuran pajanan bising di lingkungan kerja dan pemantauan pajanan
yang diterima oleh pekerja untuk mengidentifikasi area yang terdapat potensi bising
melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan. Menurut surat keputusan yang
dikeluarkan bahwa survey kebisingan meliputi identifikasi sumber kebisingan,
melakukan pengukuran tingkat kebisingan pada sumber bising, hasil pengukuran
kebisingan dan evaluasi pengendalian kebisingan.
Tabel 3.1 Definisi istilah survei kebisingan
No Variabel Definisi istilah Metode Instrumen
1 Identifikasi
sumber bising.
Kegiatan yang dilakukan untuk
mengidentifikasi sumber
penyebab kebisingan di area
kerja.
Telaah
dokumen dan
wawancara
Dokumen
perusahaan dan
pedoman
wawancara,
recorder.
2 Pengukuran
pada sumber
kebisingan
Kegiatan yang dilakukan untuk
mengukur berapa tingkat
kebisingan dari sumber bising di
sekitar area kerja operator
Telaah
dokumen dan
wawancara
Dokumen
perusahaan dan
pedoman
wawancara,
recorder
3 Hasil
pengukuran
kebisingan
Kegiatan membandingkan hasil
pengukuran kebisingan dengan
Nilai Ambang Batas (NAB)
Telaah
dokumen dan
wawancara
Dokumen
perusahaan dan
pedoman
wawancara,
recorder
4 Evaluasi
pengendalian
kebisingan
Kegiatan menganalisis metode
pengendalian yang tepat dan
aplikatif untuk mengurangi
tingkat kebisingan
Telaah
dokumen dan
wawancara
Dokumen
perusahaan dan
pedoman
wawancara,
recorder
55
2. Pengendalian kebisingan
Kontrol engineering dan administratif merupakan pengendalian yang dilakukan
dalam mengendalikan potensi pajanan bising. Berdasarkan surat keputusan yang
dikeluarkan perusahaan bahwa kegiatan pengendalian kebisingan meliputi eliminasi,
subsitusi, engineering control, pengendalian administratif.
Tabel 3.2 Pengendalian Kebisingan
No Variabel Defenisi istilah Metode Instrumen
1 Eliminasi
kebisingan
Tindakan untuk
menghilangkan apa saja
yang menjadi sumber bising
di suatu area kerja
Observasi dan
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar checklist,
pedoman
wawancara,kamera
digital, dokumen
perusahaan
2 Substitusi Tindakan untuk mengganti
apa saja yang bisa menjadi
sumber bising dengan
sesuatu yang tidak bising di
area kerja, asalkan
fungsinya sama.
Observasi dan
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar checklist,
pedoman
wawancara,kamera
digital, dokumen
perusahaan
3 Engineering
control
Tindakan untuk
memodifikasi sumber bising
agar tingkat kebisingan
dapat diturunkan dari
sebelumnya agar tidak
melebihi NAB
Observasi dan
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar checklist,
pedoman
wawancara,kamera
digital, dokumen
perusahaan
4 Pengendalian
administratif
Tindakan untuk menetapkan
tindakan administrasi dan
standar perlindungan
pendengaran bagi siapa saja
di area kerja
Observasi dan
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar checklist,
pedoman
wawancara,kamera
digital, dokumen
perusahaan
56
3. Alat pelindung telinga
Alat pelindung telinga merupakan alat yang dapat memberikan perlindungan dari
potensi bising. Berdasarkan surat keputusan perusahaan bahwa kegiatan alat pelindung
telinga ini meliputi penggunaan APT (earplug/earmuff) pada operator di area kebisingan
dan penggantian APT.
Tabel 3.4 Alat Pelindung Telinga
No Variabel Definisi Istilah Metode Instrumen
1 Penggunaan
APT
Instruksi dalam
pemakaian APT
(earplug/earmuff) bagi
seseorang yang
sedang berada di area
kerja bising
Observasi dan
wawancara,
telaah dokumen
Lembar checklist,
pedoman
wawancara, rerorder
hp,kamera digital
dan dokumen
perusahaan
2 Penggantian
APT
Instruksi untuk
Mengganti
earplug/earmuff bila
rusak/tidak aman
digunakan
Observasi dan
wawancara,
telaah dokumen
Lembar checklist,
pedoman
wawancara, rerorder
hp,kamera digital
dan dokumen
perusahaan
4. Pemantauan audiometri
Pemantauan audiometri merupakan kegiatan pengukuran kemampuan mendengar
dengan pemeriksaan audiometer. Berdasarkan surat keputusan perusahaan mengenai
pemantauan audiometri meliputi pemeriksaan kesehatan pendengaran pekerja.
Tabel 3.4 Pemantauan Audiometri
No Variabel Definisi istilah Metode Instrumen
1 Pemeriksaan
kesehatan
pendengaran
pekerja
Memeriksa kesehatan
pendengaran secara
berkala bagi seseorang
yang bekerja di area
bising terus menerus
Wawancara
dan Telaah
dokumen
Pedoman
wawancara, kamera
digital, recorder hp
dan dokumen
perusahaan
57
5. Pencacatan dan Pelaporan
Pencacatan dan pelaporan merupakan pencacatan hasil dari serangkaian
pelaksanaan program pengendalian kebisingan. Berdasarkan surat keputusan perusahaan
mengenai pengendalian kebisingan bahwa kegiatan pelaporan meliputi melaporkan hasil
tindakan yang dilaksanakan kepada departemen K3LH dan kepada pihak terkait.
Tabel 3.5 Pelaporan
No Variabel Definisi istilah Metode Instrumen
1 Pelaporan hasil
tindakan
kedepartemen
K3LH
Penyampaian laporan hasil
tindakan yang
dilaksanakan kepada
departemen K3LH
Telaah dokumen,
wawancara
kamera digital,
Pedoman wawancara,
dokumen perusahaan,
recorder hp
2 Pelaporan
kepada pihak
Penyampaian hasil
pengendalian kebisingan
ke fungsi terkait
(MR.SMK3LH Pusat,
Kadiv/Ka Unit)
Telaah dokumen,
wawancara
kamera digital,
Pedoman wawancara,
dokumen perusahaan,
recorder hp
58
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Disain dalam penelitian ini adalah studi kualitatif untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan pengendalian kebisingan di PT Pindad (Persero) Bandung Tahun 2014. Hasil
observasi kemudian dibahas kesesuaian dengan standar sebagai acuan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Pindad (Persero) Bandung yang terletak di Jl. Jend.
Gatot Subroto Kota Bandung Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember
Tahun 2014.
C. Informan
Pemilihan informan untuk penelitian kualitatif ini dilakukan secara purposive
sampling, yaitu peneliti mempunyai pertimbangan dan kriteria tertentu untuk pengambilan
informan sesuai dengan tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan informan
terbagi menjadi 3, yaitu informan kunci, informan utama, dan informan pendukung.
1. Informan Kunci dalam penelitian ini adalah K3LH bidang keselamatan kerja
2. Informan Utama
a. Informan utama adalah orang yang paling mengetahui informasi mengenai objek
yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan utama adalah
Penanggung jawab program pengendalian kebisingan.
59
3. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah orang yang secara struktural terlibat
dengan objek penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi informan pendukung adalah
Kepala operator setiap unit.
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan alat (Instrument) pengumpul data
utama, karena peneliti adalah manusia dan hanya manusia yang dapat berhubungan dengan
informan atau objek lainnya, serta mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di
lapangan. Oleh karena itu, peneliti juga berperan serta dalam pengamatan atau Participant
Observation (Moleong, 1994). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat-alat bantu
untuk mengumpulkan data, diantaranya :
1. Lembar checklist, yang digunakan untuk melakukan pengamatan terhadap pengendalian
kebisingan.
2. Pedoman wawancara, yang berisi daftar pertanyaan untuk informan utama dan informan
pendukung.
3. Kamera digital, yang digunakan untuk mendokumentasikan hasil observasi dari elemen
ada.
4. Recorder HP, yang digunakan untuk merekan suara informan penelitian pada saat
melakuakan wawancara.
E. Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa metode,
diantaranya sebagai berikut.
60
1. Observasi
Observasi dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa lembar
checklist dan kamera digital untuk mendokumentasikan hasil pengamatan. Observasi
dilakukan dengan mengamati langsung kondisi dilapangan dari setiap pelaksanan
pengendalian kebisingan di PT Pindad (Persero) Bandung. Adapun elemen yang akan
diobservasi diantaranya :
a. Pengendalian kebisingan meliputi kegiatan eliminasi, substitusi, engineering
control, APT.
b. Alat pelindung telinga meliputi kegiatan penggunaan APT dan penggantian APT.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keakuratan informasi
dan keabsahan data yang merupakan hasil observasi atau pengamatan terhadap
pengendalian kebisingan. Instrumen penelitian yang digunakan saat wawancara yaitu
pedoman wawancara dan recorder hp. Wawancara dilakukan kepada informan terkait
dengan penelitian yaitu balai K3 Bandung, penanggung jawab program pengendalian
kebisingan, Staff K3LH bidang keselamatan kerja, dan Kepala operator bagian unit
terlampir pada lampiran 4 matriks wawancara.
3. Telaah dokumen
Telaah dokumen pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan
penyelidikan, kajian dan pemeriksaan terhadap dokumen perusahaan terkait
pengendalian kebisingan. Dokumen tersebut terlampir pada lampiran 5 dokumen
perusahaan.
61
a. Dokumen hasil survei kebisingan
Adapun dokumen terkait dengan hasil survei kebisingan diantaranya :
1) Daftar identifikasi sumber bising
2) Dokumen identifikasi dan penilaian risiko bahaya
3) Hasil pengukuran bising
4) Dokumen evaluasi hasil kebisingan
b. Pengendalian kebisingan
Adapun dokumen yang terkait dengan pengendalian teknik dan administratif
diantaranya :
1) Dokumen pemeliharaan mesin (maintenance)
2) Dokumen rotasi pekerja yang terpajan bising
c. Alat pelindung telinga (APT)
Adapun dokumen yang terkait dengan (APT) diantaranya :
1) Dokumen pemeriksaan APT secara periodik dalam hal pemakaian,
cacat/sempurna pergantian bila diperlukan.
2) Lembar korektif pengendalian APT
d. Pemantauan audiometri
Adapun dokumen terkait dengan pemantauan audiometri yaitu hasil
pemeriksaan kesehatan berkala karyawan / medical check up.
e. Pencatatan dan pelaporan
Adapun dokumen yang terkait dengan pencatatan dan pelaporan diantaranya :
62
1) Laporan hasil tindakan perbaikan / pencegahan terhadap pengendalian
kebisingan
2) Laporan hasil pengendalian kebisingan.
F. Validasi Data
Untuk menjaga keabsahan dan keakuratan data yang diperoleh, peneliti melakukan
validasi data. Dalam penelitian ini validasi data yang dilakukan dengan melakukan
triangulasi sumber dan triangulasi metode.
1. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam
kepada beberapa informan yang berbeda kemudian mengecek balik derajat kepercayaan
suatu informasi yang didapatkan tersebut, hal in dilakukan dalam upaya menjaga
kebasahan data yang telah diperoleh pada penelitian ini. Pada penelitian ini terdapat
beberapa elemen pengendalian kebisingan yang datanya dengan wawancara kepada
informan penelitian menggunakan pedoman wawancara. Penggunaan pedoman
wawancara disesuaikan dengan keterlibatan informan terhadap delapan elemen yang
dinilai tersebut. Berikut ini adalah tabel triangulasi sumber.
63
Tabel 4.1 Validasi Data Dengan Triangulasi Sumber
Elemen Pengendalian
Kebisingan
Triangulasi Sumber
Penanggung jawab
program kebisingan
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
Kepala operator
bagian unit
Survei kebisingan √ √ √
Pengendalian kebisingan √ √ √
Alat pelindung telinga √ √ √
Pemeriksaan audiometri √ √ √
Pencatatan dan pelaporan √ √ √
64
2. Triangulasi metode
Triangulasi metode adalah memperoleh informasi dengan metode yang berbeda,
diantaranya observasi secara langsung, elemen pengendalian kebisingan di PT Pindad
(Persero), kemudian melakukan wawancara mendalam untuk memperoleh data yang
tepat, akurat serta melakukan telaah dokumen terhadap data sekunder yang didapatkan
dari perusahaan untuk menjadi keabsahan data yang diperoleh. Maka dibawah ini adalah
tabel triangulasi metode.
65
Tabel 4.2 Validasi data dengan triangulasi metode
No.
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Pengumpulan Data Triangulasi
Observasi Wawancara Telaah
dokumen
Penanggung jawab
program kebisingan
Staff K3LH Bidang
keselamatan kerja
Kepala
operator
bagian unit
1 Survei kebisingan √ √ √ √ √
2 Pengendalian
bising √ √ √
√ √ √
3 Alat pelindung
telinga (APT) √ √ √
√ √ √
4 Pemantauan
audiometri √ √
√ √ √
5 Pencatatan dan
pelaporan √ √
√ √ √
66
G. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian kualitatif ini setelah mendapatkan data yang sudah
terkumpul selanjutnya dideskripsikan berdasarkan pelaksanaan pengendalian kebisingan
berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan perusahaan tahun 2012. Selanjutnya dari hasil
pengumpulan data tersebut apabila kondisi sesuai dengan indikator maka diberikan
keterangan “sesuai”, dan keterangan “tidak sesuai” diberikan apabila kondisi data
dilapangan tidak sesuai dengan indikator. Kegiatan analisa ini untuk menentukan apakah
suatu program terlaksana sesuai dengan pengaturan yang telah direncanakan dan apakah
diterapkan secara efektif untuk mencapai tujuan dari program pengendalian kebisingan.
67
BAB V
HASIL
A. Implementasi Pengendalian Kebisingan
Sebagai perusahaan yang telah berkomitmen untuk menjaga kesehatan dan
keselamatan karyawan serta lingkungan kerja. PT.Pindad (Persero) Bandung telah
mengeluarkan kebijakan dalam surat keputusan Nomor : Skep/29/P/BD/IV/2012
tentang instruksi pengendalian kebisingan. Keputusan yang dikeluarkan menggantikan
surat keputusan yang dikeluarkan pada tahun 2010 tentang pengendalian kebisingan
Nomor : Skep/54/P/BD/IX/2010. PT.Pindad (Persero) Bandung adalah suatu
perusahaan yang telah mengeluarkan kebijakan mengenai Keselamatan dan kesehatan
kerja (K3), pengendalian kebisingan telah ada sebagai salah satu program dalam
keselamatan dan kesehatan kerja. Adapun pengendalian kebisingan yang dilakukannya
survei kebisingan, pemeriksaan audiometri, Alat Pelindung Telinga (APT),
pengendalian teknis dan administratif dan pelaporan.
Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan diketahui pada tabel 5.1 bahwa
tingkat kebisingan melebihi nilai ambang batas (NAB). Tingkat kebisingan yang ada ini
didapatkan dari proses kerja dengan mesin utama dengan kebisingan tinggi. Mesin yang
digunakan tersebut digunakan untuk mencetak bahan baku besi dan baja menjadi
bentuk sesuai dengan disain yang ditentukan. Kemudian kebisingan tersebut juga
dihasilkan dari pemotongan dari bahan cetakan tersebut menjadi bagian yang utuh. Oleh
Berikut disampaikan hasil penelitian pada masing-masing elemen pengendalian
kebisingan di PT. Pindad (Persero) Bandung.
68
1. Survei Kebisingan
Pekerja yang terpajan kebisingan yang ditimbulkan dari proses mesin yang
bekerja diperlukan survei pajanan bising. Identifikasi seluruh pekerja dan
lingkungan dengan kebisingan tinggi haruslah direncanakan dan dilakukan oleh
perusahaan. Perusahaan dalam hal ini melakukan tahapan survei kebisingan yang
kegiatannya antara lain identifikasi sumber bising, melakukan pengukuran sumber
bising, hasil pengukuran bising dan evaluasi hasil pengukuran bising. Hasil
wawancara dengan informan dan telaah dokumen perusahaan menunjukkan
kecendrungan hasil pengukuran kebisingan yang cukup tinggi dapat diidentifikasi
dan mengoptimalkan pelaksanaan pengendalian kebisingan.
a. Identifikasi kebisingan
Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen perusahaan dapat
tergambarkan bahwa pengukuran kebisingan dilakukan dalam dua tahun
sekali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sumber kebisingan yang
disebabkan dari mesin di area kerja. Namun dalam mengidentifikasi
kebisingan yang ada perusahaan belum melakukan disemua area kerja. Hal ini
dapat di lihat dari pernyataan informan sebagai berikut.
Informan 1
“Baik, jadi begini ya dek, kita telah melakukan pengukuran
bising di area yang ditentukan, kami belum dapat melakukan
pengukuran bising disemua area, dikarenakan dalam
pengukuran itu kami menggunakan jasa luar, dikarenakan
biaya yang tidak sedikit untuk melakukan pengukuran...”
Pernyataan penanggung jawab Program pengendalian kebisingan
didukung dari pernyataan Staff K3LH bidang keselamatan kerja dan kepala
operator bagian unit tempa dan cor II.
69
Informan 2
“...untuk melakukannya, namun titik pengukuran yang
dilakukan kita yang menunjukkan mana yang harus di ukur”
Informan 4
“...namun titik pengukuran yang dilakukan perusahaan yang
menunjukkan mana yang harus di ukur...”
Sejalan pernyataan informan, dari dokumen terdapat form dokumen
identifikasi pengukuran kebisingan pada saat perubahan proses produksi yang
dapat dilihat pada lampiran 6.1. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas
dapat terlihat bahwa identifikasi kebisingan belum dilakukan secara
menyeluruh area kerja.
b. Melakukan pengukuran bising
Pengukuran bising dalam perencanaan PT.Pindad telah dilakukan
setahun dua kali pengukuran, sedangkan pada pengukuran dosis pajanan
individu pekerja belum dilakukan. Berikut kutipan hasil wawancara yang
dilakukan peneliti terhadap informan penelitian.
Informan 1
“jadwal pengukuran bising kita lakukan setahun dua sekali,
dan kami telah membuat jadwal pengukuran bising dalam
setahun, pada tahun 2014 ini kami menjadwalkan pada
bulan Mei dan Oktober..”
“…dikarenakan dalam pengukuran itu kami menggunakan
jasa luar, dikarenakan biaya yang tidak sedikit untuk
melakukan pengukuran…”
Pernyataan penanggung jawab pengendalian kebisingan didukung dari
pernyataan Staff K3LH bidang keselamatan kerja dan kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
70
Informan 2
“kegiatan pengukuran dalam setahun dua kali pengukuran,
kita jadwalkan kok”
Informan 4
“kegiatan pengukuran yah, pernah sih dilakukan dalam
setahun dua kali pengukuran”
Sejalan dengan pernyataan informan mengenai pengukuran bising,
dokumen perusahaan terkait dengan hasil pengukuran yang dilakukan pada
tahun 2014 pengukuran dilakukan setahun dua kali, ini disebabkan pada tahun
ini pengeluaran perusahaan tidak sedikit dikarenakan menggunakan jasa pihak
luar. Hal ini ditunjukkan oleh adanya hasil pengukuran kebisingan pada bulan
Mei dan Oktober 2014 pada tabel 5.1. Mengenai dokumen jadwal pengukuran
bising dalam hal ini sudah terdapat dokumen tersebut.
Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan
bahwa pengukuran bising yang dilakukan perusahaan setahun dua kali
pengukuran pada lingkungan kerja sudah dapat terlaksana namun tidak
melakukan pengukuran bising individu.
c. Terdapat hasil pengukuran kebisingan
Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen perusahaan dapat
tergambarkan bahwa hasil pengukuran bising di lingkungan telah dilakukan.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut.
Informan 1
“...hasil pengukuran itu telah kita buat,nanti kita akan taruh
di setiap area yang telah di ukur..”
“…hasil pengukuran itu telah kita buat,nanti kita akan taruh
di setiap area yang telah di ukur, kita kasih hasilnya kepada
setiap kepala operator unit…”
71
Pernyataan penanggung jawab pengendalian kebisingan didukung dari
pernyataan Staff K3LH bidang keselamatan kerja dan kepala operator bagian
unit tempa dan cor II.
Informan 2
“ada kok didokumentasikan dan kita juga ikut menemani
saat pengukuran itu”
Informan 4
“kalau pendokumentasian ada kok didokumentasikan hasil
pengukurannya”
“saya dapat hasil pengukuran bising itu nanti dek dari
kepala departemen, ya sampai sekarang seperti adek liat di
tempa dan cor II ini belum ada di tempelkan kalau bising
disini berapa”
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat terlihat bahwa hasil
pengukuran bising telah dilakukan oleh perusahaan. Dari telaah dokumen
perusahaan hasil pengukuran tersebut tergambarkan pada tabel berikut.
Tebel 5.1 Pengukuran bising PT. Pindad (Persero) Bandung Devisi Tempa dan Cor I
dan II pada Bulan Mei dan Oktober 2014
Bulan Devisi Lokasi Hasil Pengukuran
(dBA)
NAB
(dBA)
Keterangan
Oktober
Tempa
dan cor I
Furan >100 dBA
85 dBA
Melebihi NAB
Finishing
(shoot
blasting)
90,4 dBA Melebihi NAB
Tempa
dan cor II
Steel scarp 61.5 dBA
85 dBA
Sesuai NAB
Melting area 98 dBA Melebihi NAB
Sand
Moulding area
97 dBA Melebihi NAB
Blasting Area 87,6 dBA Melebihi NAB
Ferting area 97 dBA Melebihi NAB
Finishing 97 dBA Melebihi NAB
72
Lanjutan tabel 5.1
Bulan Devisi Lokasi Hasil
Pengukuran
(dBA)
NAB (dBA) Keterangan
Mei
Tempa dan
cor I
Furan >100 dBA
85 dBA
Tidak
memenuhi
standart
Finishing
(shoot
blasting)
90,2 dBA Melebihi
NAB
Tempa dan
cor II
Steel scarp 61 dBA
85 dBA
Sesuai NAB
Melting area 90 dBA Melebihi
NAB
Sand
Moulding
area
97 dBA Melebihi
NAB
Blasting Area 87 dBA Melebihi
NAB
Ferting area 95 dBA Melebihi
NAB
Finishing 95 dBA Melebihi
NAB
Sumber : Data skunder hasil pengukuran kebisingan di PT.Pindad (Persero) Bandung
Sejalan dengan pernyataan informan dan dokumen perusahaan,
pengukuran bising yang dilakukan perusahaan masih sebatas pengukuran
bising lingkungan kerja, belum terdapat pengukuran bising individu pekerja.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut.
Informan 1
“pengukuran yang kita lakukan sebatas area kerja, belum
ada kita lakukan pengukuran secara individu dengan bising
yang diterima pekerja itu”
Pernyataan penanggung jawab pengendalian kebisingan didukung dari
pernyataan Staff K3LH bidang keselamatan kerja dan kepala bagian unit tempa
dan cor II sebagai berikut.
Informan 2
“kalau pengukuran yang dilakukan secara personal pekerja
belum ada, belum sampai kesana pengukurannya”
73
Informan 4
“kalau “pengukuran yang dilakukan secara satu persatu
pekerja belum ada, belum”
Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan dapat
disimpulkan bahwa pengukuran bising yang dilakukan masih sebatas
pengukuran bising lingkungan kerja, belum dilakukannya pengukuran bising
individu pekerja.
d. Evaluasi Hasil Pengukuran Bising
Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen perusahaan dapat
tergambarkan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan telah dilakukan dan
dapat dilihat pada tabel 5.1. berdasarkan identifikasi sumber bising dan
pengukuran bising di area kerja bahwa perusahaan melakukan evaluasi
terhadap hasil yang didapatkan. Apabila hasil pengukuran yang dilakukan
melebihi NAB maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kebisingan yang
ditimbulkan. Dalam hal ini perusahaan dalam surat keputusannya
melakukan evaluasi terhadap kebisingan tersebut, evaluasi tersebut dapat
dilihat pada dokumen 6.1 yang terlampir. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan berikut.
Informan 1
“kemudian pengukuran itu akan ada tindakan koreksi dari
pihak k3lh dek”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator bagian unit
tempa dan cor II sebagai berikut.
74
Informan 2
dari pengukuran yang kita lakukan selanjutnya akan kita
lakukan koreksi dari hasil bising tersebut”
Informan 4
dari hasil tersebut kita akan melakukan koreksi apakah
harus dilakukan tindak lanjut dari kebisingan itu dek”
Sejalan dengan pernyataan informan diatas, dokumen perusahaan yang
menunjukkan bahwa hasil pengukuran bising yang dilakukan kemudian
dilakukan koreksi terhadap hasil kebisingan tersebut dan telah
dikomunikasikan sebatas pada distribusi hasil pengukuran ke departemen,
akan tetapi belum adanya pembuatan safety sign dari hasil pengukuran
bising kepada pekerja di area yang terpajan bising. Dari pernyataan-
pernyataan informan penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil
pengukuran yang dilakukan telah dikomunikasikan kepada pihak terkait,
namun masih sebatas pendistribusian hasil pengukuran kebisingan, akan
tetapi belum adanya pembuatan safety sign dari hasil pengukuran bising
kepada pekerja di area yang terpajan bising.
Dari hasil telaah dokumen dan wawancara yang dilakukan terdapat
indikator dengan menggunakan standar acuan yang dikeluarkan perusahaan
dalam elemen survei kebisingan yang dapat dilihat sebagai berikut :
75
Tabel 5.2 Indikator Survei Kebisingan
No
Indikator Survei
Kebisingan menurut
NIOSH (1999)
Implementasi Kesesuaian
1 Identifikasi kebisingan Sudah dilakukan identifikasi bising,
namun pelaksanannya surah semua area
kerja dilakukan identifikasi bising.
sesuai
2 Melakukan pengukuran
bising
Pengukuran dilakukan dua kali dalam
setahun, namun sudah terdapat
dokumen jadwal pelaksanaan
pengukuran bising akan tetapi belum
pada pengkuran bising individu pekerja
Belum
Sesuai
3 Hasil pengukuran
kebisingan
Sudah terdapat hasil pengukuran
kebisingan lingkungan kerja, akan tetapi
belum dilakukan pembuatan safety sign
mengenai kebisingan ditempat kerja.
Belum
Sesuai
4 Evaluasi hasil pengukuran
bising
Evaluasi hasil pengukuran bising
dilakukan perusahaan yang dapat dilihat
dari lembar tindakan korektif pada
lampiran 6. Akan tetapi akan tetapi
belum dilakukan pembuatan safety sign
mengenai kebisingan ditempat kerja.
Belum
Sesuai
Berdasarkan tabel indikator survei kebisingan beberapa indikator yang
belum sesuai adalah identifikasi kebisingan, melakukan pengukuran bising dan
hasil pengukuran kebisingan, evaluasi hasil pengukuran bising,.
2. Pengendalian Teknis Bising
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen dapat
tergambarkan bahwa pengendalian kebisingan PT.Pindad (Persero) dilakukan
melalui tahapan eliminasi / menghilangkan sumber bising, substitusi / mengganti
sumber bising dengan sesuatu yang tidak bising asal fungsinya sama, engineering
control / pengendalian mesin dan pengendalian administratif. Hal ini dapat dilihat
dari pernyataan sebagai berikut.
76
a. Eliminasi / Menghilangkan sumber bising
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat tergambarkan bahwa
setiap unit dengan proses kerja menggunakan mesin yang bising, komperesi
mesin yang menyebabkan bising tinggi tidak bisa dihilangkan dikarenakan
mesin tersebut adalah alat utama dalam proses kerja yang dilakukan, dan
kemudian melakukan proses kerja dilakukan dengan pukulan yang lebih
rendah kebisingannya. Namum dalam proses setiap unit terdapat proses kerja
manual dengan pukulan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut.
Informan 1
“yah perlu adek tahu disini ada pekerjaan yang dilakukan
mesin, nah disitu kebsiingan yang cukup tinggi, dengan
dentuman itu, ada juga yang pekerjaannya secara manual
dek, nanti kita liat ya”
“...mesin-mesin yang digunakan disini bising dan mesin ini
sudah lama jadi tidak ada penggantian mesin apalagi
menghilangkan mesin itu,”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH sebagai berikut.
Informan 2
“…dalam proses produksi di setiap unit menggunakan mesin
dan ada yang manual dengan pukulan, mesin yang bising
kami melakukan perawatan dan membuat peredam bising…”
Sejalan dengan pernyataan informan, dari dokumen perusahaan tidak
terdapat dokumen terkait dengan upaya mengilangkan mesin yang berpotensi
bising tinggi tersebut, dikarenakan mesin tersebut merupakan alat utama
dalam proses kerja yang dilakukan. berdasarkan proses produksi dari
komperesi tersebutlah dilakukan pekerjaan dengan pukulan, hal ini
77
dikarenakan pekerjaan diperusahaan tidak terlepas dari kompresi mesin yang
potensi bising tinggi dan pukulan secara manual. Hasil observasi yang
dilakukan bahwa mesin yang bergerak menimbulkan bising tidak dapat di
hilangkan, namun ada juga yang menggunakan manual seperti menggunakan
pukulan yang bisa dilihat dari lampiran gambar 5.6.
Berdasarkan pernyataan informan, dokumen perusahaan dan observasi
penelitian diketahui bahwa proses kerja dari mesin yang bising tidak bisa
dihilangkan dikarenakan komperesi mesin yang menyebabkan bising tinggi
tersebut merupakan alat utama dalam melakukan pekerjaan, namun demikian
dalam proses pekerjaannya terdapat pekerjaan dengan pukulan yang lebih
rendah kebisingannya.
b. Substitusi / penggantian mesin berpotensi bising tinggi
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen dapat
tergambarkan bahwa mengganti mesin dengan potensi bising tinggi tidak
dapat dilakukan oleh perusahan. Namun diadakan upaya untuk meredam
bising yang ditimbulkan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut.
Informan 1
“…mesin-mesin yang digunakan disini bising dan mesin ini
sudah lama jadi tidak ada penggantian mesin, dari
perusahaan hanya mengadakan upaya membuat peredam
untuk mesin tersebut agar bising bisa terkendali…”
Berdasarkan pernyataan penanggung jawab program pengendalian
kebisingan didukung oleh pernyataan kepala tempa dan cor II, sebagai
berikut.
78
Informan 4
“mesin yang kita gunakan di sini selama saya bekerja disini
belum ada penggantian mesin, terus mesin lama kan
biasanya bising, nah kita buat peredam mesin dek, seperti
ini”
Hasil observasi yang dilakukan bahwa mesin-mesin yang digunakan
tidak membuat disain atau memproduksi/mengganti mesin baru dengan
standar bising yang rendah, namun dilakukan pemeliharaan mesin
sebagaimana bisa dilihat pada lampiran gambar 5.5. Dari pernyataan
informan, hasil observasi dan telaah dokumen perusahaan dapat ditarik
kesimpulan bahwa tidak ada penggantian mesin yang dilakukan perusahaan
c. Engineering control / pengendalian mesin
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen dapat
tergambarkan bahwa engineering control dilakukan diantaranya dengan
perawatan mesin (maintenance) dan peralatan kerja yang dilakukan secara
rutin oleh petugas yang telah ditunjuk oleh kepala unit, baik dalam
pemeliharaan mesin, mengganti dan mengencangkan bagian mesin serta
member pelumas. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut.
Informan 1
“…kalau pengendalian teknik yang kita kalukan begini dek,
setiap mesin yang bekerja itu kita rawat, mesin itu
dikontrol, dan ada jadwal pengecekanya juga …”
“…nah, pengecekan itu bisa adek liat di jadwal rutin kami
yang sudah dibuat namanya pemeliharaan mesin
priodik…”
Dari pernyataan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan
kepala tempa dan cor II, sebagai berikut.
79
Informan 2
“semua mesin kita jaga dan kita kontrol, nanti bisa dilihat
di jadwal pemeliharaannya”
Informan 4
“semua mesin kita jaga dan kita kontrol, nanti bisa dilihat
dikantor ya dek di jadwal pemeliharaannya
Sejalan dengan pernyataan informan adapun dokumen terkait dengan
jadwal perawatan mesin dapat dilihat pada lampiran gambar 5.3.Hasil
observasi terkait dengan pemeliharaan mesin yang dilakukan adalah
mengganti/menggencangkan bagian mesin yang longgar, dan memberi
pelumas dapat dilihat pada lampiran gambar 5.4.
Berdasarkan pernyataan informan, dokumen perusahaan dan
observasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan mesin
sudah dilakukan yaitu dengan mengencangkan, memberi pelumas dan sudah
memiliki jadwal dan work order sebagai pedoman pemantauan dan
pemeriksaan mesin.
Sejalan dengan melakuan perawatan mesin, engineering control
dalam mengurangi bising yang ditimbulkan mesin unit tidak menggunakan
lantai berpegas dan dinding yang menyerap suara/kedap suara. Hal ini dapat
dilihat dari pernyataan berikut.
Informan 1
“…dalam mengurangi bising yang ditimbulkan mesin, kami
tidak menggunakan lantai berpegas dan dinding yang
menyerap suara, namun kami melakukan perawatan dan
meredam pukulan dari mesin terebut dengan menggunakan
karet dibagian mesin…”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan kepala operator tempa dan cor II sebagai berikut.
80
Informan 4
“nah, begini dek kita nanti liat di lapangan kita ada bentuk
pengendalian untuk bising bisa berkurang, kita kasih karet
ditengah-tengah antara besi-besi yang beradu”
Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen terkait pengendalian
bising bisa dilihat dalam kebijakan pengendalian kebisingan. Hasil observasi
terkait dengan mengurangi bising yang dilakukan adalah dengan
menggunakan peredam karet diantara besi yang saling berbenturan dapat
dilihat pada gambar berikut.
Berdasarkan pernyataan informan, dokumen perusahaan dan
observasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengendalian teknik
sudah dilakukan dalam mengurangi bising yang ditimbulkan.
d. Pengendalian administratif
Berdasarkan hasil observasi, telaah dokumen dan wawancara yang
dilakukan pengendalian pengendalian administratif yang dilakukan
diantaranya:
1) Adanya tempat istirahat bagi pekerja
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat tergambarkan
bahwa Perusahaan menyediakan tempat istirahat bagai pekerja setelah
bekerja di tempat bising. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut.
Informan 1
“…tempat istirahat mah sudah ada yah, sekalian kantin
makan siang, lokasinya cukup jauh dari bising…”
81
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian
kebisingan didukung oleh pernyataan Staf K3LH dan kepala operator
tempa dan cor II sebagai berikut.
Informan 2
“kalau pengendalian administratif kita sudah lakukan,
upaya kita melakukan shift kerja, istrirahat cukup dan jauh
dari lokasi kerja, dan melakukan penempelan sign di setiap
produksi kita”
Informan 4
“tempat istirahat sudah ada dan cukup diberikan
perusahaan, dari jam 11.30 sampai 12.30 WIB, dan tempat
istirahat kita juga bagus, jauh dari bising”
Berdasarkan hasil observsi yang dilakukan diketehui bahwa tempat
untuk berisitrahat bagi pekerja ada dan lokasinya cukup jauh dari tempat
produksi. Maka dari pernyataan dan observasi yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa tempat istirahat pekerja sudah ada dan lokasinya cukup
jauh dari tempat produksi.
2) Terdapat tanda peringatan bising
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat tergambarkan bahwa
hanya safety sign/tanda-tanda keselamatan memakai Alat Pelindung Diri
(APD) pada area kerja yang memiliki potensi bising tinggi, belum terdapat
mapping kebisingan di area tersebut. Berikut kutipan hasil wawancara yang
dilakukan peneliti kepada informan penelitian.
Informan 1
“tanda-tanda peringatan bising sudah ada, tapi masih
belum di tempelkan dek, hehe… kita akan tempel nanti kok
dek,”
82
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan Staf K3LH sebagai berikut.
informan 2
”iya, sudah kita buat sign yang ada termasuk kebisingan,
namun upaya ini masih dalam pembuatan, belum ada kita
tempelkan di area kerja”
Hasil observasi di lapangan ditemukan bahwa belum terdapat tanda
kebisingan di area kerja seperti pada lampiran gambar 5.8. Berdasarkan
pernyataan informan dan observasi penelitian dapat di tarik kesimpulan
bahwa sudah tardapat sign/tanda peringatan terkait anjuran memakai APD,
namun belum terdapat sign kebisingan seperti di area tersebut berapa
kebisingannya belum ada ditempelkan.
3) Terdapat rotasi kerja yang memiliki kebisingan ≥85 dBA
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat tergambarkan bahwa
sudah terdapat rotasi kerja/shift kerja bagi pekerja dengan kebisingan tinggi.
Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan
penelitian. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan berikut.
Informan 1
“kalau pengengendalian administratif mah kayak pekerja
kita ada sift kerja, ada tanda peringatan kayak yang
tertempel disana, harus pake helm, sarung tangan yah
disitulah”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan Staf K3LH dan kepala operator tempa dan cor II
sebagai berikut.
Informan 2
“…kita melakukan shift kerja, istrirahat cukup dan jauh dari
lokasi kerja, dan melakukan penempelan sign di setiap
produksi kita”
Informan 4
83
“pengendalian administratif bisa adek liat, kita ada sift
kerja, kemudian disini kita pasang tanda tanda kalau wajib
apd”
Hasil observasi tergambarkan bahwa di area kerja sudah dilakukan
shift dengan menempelkan jadwal rotasi kerja. Hal ini dapat dilihat pada
lampiran gambar 5.9. Berdasarkan pernyataan informan dan observasi yang
dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaturan shift sudah dilakukan
dan dibuat jadwal. Lebih lanjut akan dibuat tabel indikator elemen
pengendalian kebisingan sebagai berikut.
84
Tabel 5.5 Indikator Elemen Pengendalian Kebisingan
No Indikator
perusahaa
Implementasi kesesuaian
1 Eliminasi /
menghilangkan
sumber bising
Tidak menghilangkan sumber bising
yang ditimbulkan mesin, dikarenakan
itu mesin utama dalam proses
pekerjaan.
Sesuai
2 Substitusi /
mengganti
sumber bising
dengan yang
tidak bising
asal fungsinya
sama
Penggantian mesin tidak dilakukan
perusahaan. Namun perusahaan
menggunakan peredam dari karet
untuk mengurangi bising yang
ditimbulkan.
Sesuai
3 Engineering
control /
mengatur mesin
Mengurangi transmisi bising yang
dihasilkan benda padat dengan
menggunakan lantai berpegas,
menyerap suara pada dinding dan
langit-langit kerja
Sesuai
Pengendalian administratif
a. Adanya tempat
istirahat bagi
pekerja setelah
bekerja di
tempat bising
Terdapat tempat istirahat bagi pekerja
yang cukup terjangkau dan jauh dari
bising.
Sesuai
b Terdapat tanda-
tanda
peringatan pada
area kerja
bising
Belum terdapat tanda peringatan di
unit produksi dengan intensitas bising
≥85 dBA.
Belum sesuai
c Terdapat
rotasi/shift
kerja di area
kerja yang
memiliki
kebisingan ≥85
dBA.
Sudah terdapat rotasi/shift kerja yang
dilakukan.
Sesuai
Berdasarkan indikator pada elemen pengendalian kebisingan terdapat indikator
yang sesuai yaitu Eliminasi, substitusi, engineering control, tempat istirahat dan shift
kerja. Adapun indikator yang belum sesuai adalah tanda peringatan di area kerja bising.
85
3. Alat pelindung telinga
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan tergambarkan
bahwa pada elemen Alat Pelindung Telinga (APT) pekerja dapat dilihat sebagai
berikut.
a. Penggunaan APT
Penggunaan APT merupakan alat yang dapat memberikan
perllindungan dari potensi bising. Berikut akan dibahas mengenai
penggunaan APT sebagai berikut.
1) Kecocokan Alat Pelindung Telinga (APT)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan
tergambarkan bahwa aspek kecocokan Alat Pelindung Telinga yang
digunakan belum sesuai pada pekerja dengan kebisingan di setiap unit.
Dari Hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan perusahaan bahwa
tingkat kebisingan yang diterima cukup tinggi pada tabel 5.1. Observasi
di area kerja menggambarkan pemakaian APT pada pekerja adalah Jenis
plug yang digunakan adalah triple-flarge dengan NRR (Noise Reduction
Rating) atau kemampuan untuk mereduksi sebesar 21 dB serta
disposable-plug dengan NRR sebesar 32 dB.Berikut dapat dilihat pada
lampiran gambar 5.10 pekerja dengan penggunaan APT.
Jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja pada gambar dilampiran
adalah salah satu pada bagian finishing shoot dengan tingkat kebisingan
90.4 dBA. Pemakaian APT tersebut seharusnya dipakai oleh pekerja.
Tingkat kebisingan yang demikian serta lingkungan kerja yang cukup
86
panas, penggunaan APT yang cocok sangat dibutuhkan bagi pekerja. Hal
ini dapat dilihat dari pernyataan berikut.
Informan 1
“untuk kecocokan alat pelindung telinga yang dipakai kami
menggunakan earplug dan ada yang dikasih earmuff…”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan Staf K3LH sebagai berikut.
Informan 2
“..mengenai cocok apa tidaknya ya pekerja akan
memberikan keluhan ke kita dek, alat pelindung telinga yang
dipakai kami menggunakan earplug dan ada yang dikasih
earmuff…”
Berdasarkan pernyataan informan dan hasil observasi yang dilakukan
dapat ditarik kesimpulan bahwa kecocokan APT pada pekerja belum
terlaksana, hal ini dikarenakan pekerja sudah terbiasa dengan bising yang
diterima di area kerja.
2) Kenyamanan APT
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan
tergambarkan bahwa aspek kenyamanan dalam pemakaian APT pekerja
masih banyak yang tidak menggunakan karena merasa terganggu
memakainya.Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti
kepada informan penelitian.
Informan 1
”kalau soal nyaman atau tidak dalam memakai APT mah,
pekerja akan melapor kalau ada yang kurang nyaman, atau
rusak gitu dek”
87
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian
kebisingan didukung oleh pernyataan kepala operator tempa dan cor II
sebagai berikut.
Informan 4
“…kalau saya memakai earplug atau earmuff saya merasa
terganggu dan tidak nyaman, saya sudah terbiasa tidak
menggunakannya...”
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti di ketahui bahwa
pekerja masih terdapat yang tidak memakai APT seperti pada lampiran
gambar 5.11. Melihat lingkungan sekitar pekerja yang tidak hanya
terpajan oleh bising, lingkungan sekitar juga berdebu dan
panas.Berdasarkan pernyataan informan dan observasi yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa kenyamanan dalam pemakaian APT masih
belum terlaksana.
3) Jenis Alat Pelindung Telinga (APT)
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan
tergambarkan bahwa jenis APT yang di sediakan PT. Pindad berupa
penyumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff). Jenis plug
yang digunakan adalah triple-flarge dengan NRR (Noise Reduction
Rating) atau kemampuan untuk mereduksi sebesar 21 dB serta
disposable-plug dengan NRR sebesar 32 dB. Bila dilihat dengan keadaan
lingkungan yang bising dansekitar pekerja yang berdebu dan panas,
maka jenis APT yang digunakan dapat disesuaikan dengan lingkungan
dan tingkat kebisingan yang diterima pekerja. Berikut kutipan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian.
88
Informan 1
“semua pekerja telah kita berikan earplug untuk bekerja di
kebisingan ≥85 dBA”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian
kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator
tempa dan cor II sebagai berikut.
Informan 2
“kita sih pakai earplug sama earmuff, ya kalau pekerja
dengan bising tinggi kita kasih earmuff yang ketutup semua
telinga, kalau yang biasa kebisingannya earplug cukup dek”
Informan 4
“…earplug dan earmuff sudah disediakan oleh perusahaan
bagi semua pekerja…”
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan bahwa APT sudah
tersedia bagi pekerja namun masih belum dipakai oleh pekerja itu sendiri
yang bisa dilihat pada lampiran gambar 5.12. Sejalan dengan itu,
dokumen dalam penyediaan APT masih belum ada.
Berdasarkan pernyataan, observasi dan dokumen perusahaan
yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa tersedianya APT sudah
dilakukan perusahaan, namun tidak di indahkan oleh pekerja dengan
memakai APT tersebut.
4. Tersedianya APT pekerja dengan bising ≥ 85 dBA.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa
tersedia APT untuk semua pekerja dengan kebisingan ≥85 dBA. Berikut
kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian.
89
Informan 1
“…semua pekerja telah kita berikan earplug untuk bekerja di
kebisingan ≥85 dBA...”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II
sebagai berikut.
Informan 2
“bagi pekerja kita sudah kasih dan kalau mereka apalagi
yang bising area kerjanya”
Informan 4
“earplug dan earmuff sudah disediakan oleh perusahaan
bagi semua pekerja”
Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa APT yang tersedia
pada pekerja belum secara keseluruhan ada dan dipakai oleh pekerja.
Berdasarkan pernyataan informan dapat ditarik kesimpulan bahwa APT sudah
disediakan oleh perusahaan, namun dalam hal ini pekerja masih saja ada yang
tidak memakai APT dengan kebisingan ≥85 dBA.
5. Penggunaan APT pada bising ≥85 dBA.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa
APT yang disediakan perusahaan masih belum dipakai pada saat proses kerja
dengan bising ≥85 dBA. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan
peneliti kepada informan penelitian.
Informan 1
“kalau ada pekerja yang tidak memakai nanti akan kena saat
safety patrol dan audit”
90
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II
sebagai berikut.
Informan 2
“ya memang kadang susah memberikan pengertian sama
pekerja buat memakai APT, ya paling tidak disaat audit kita
akan suruh lagi buat pemakaian APD lengkap.
Informan 4
“memakai earplug atau earmuff saya merasa terganggu dan
tidak nyaman, saya sudah terbiasa tidak menggunakannya,
kalau menggunakan sedang ada audit internal atau eksternal
perusahaan”
Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pemakaian APT
belum secara keseluruhan dipakai oleh pekerja yang dapat dilihat pada
lampiran gambar 5.11. Berdasarkan pernyataan informan dan observasi yang
dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa APT yang disediakan belum
digunakan oleh pekerja yang bekerja dengan bising ≥85 dBA.
B. Penggantian APT
Indikator perlindungan telinga berikut yaitu penggantian APT sebagai
berikut.
1) Pemeriksaan periodik APT.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan tergambarkan bahwa
pemeriksaan APT secara priodik dalam hal pemakaian, kerusakan dan
penggantian bila diperlukan masih belum dilakukan. Berikut kutipan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan penelitian.
Informan 1
“kalau penggantian itu setiap tahun kita ganti APT nya,
terus kalau ada permintaan dari kepala departemen minta
penggantian ya kita ganti”
91
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian
kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator
tempa dan cor II sebagai berikut.
Informan 2 ya kita sudah kasih tau buat dijaga, tapi masih ada yang
kadang hilang gitu, ya kita siapkan stok APTnya untuk
mengganti yang hilang itu”
Informan 4
“…pemeriksaan APT secara priodik belum dilakukan,
earplug yang rusak dan perlu diganti itu pekerja yang
memberitahu kepada pihak kepala unit agar
menggantinya…”
Dokumen yang menunjukkan bahwa adanya dilakukan bentuk
pemeriksaan APT secara periodik tidak terdapat diperusahaan.
Berdasarkan pernyataan informan dan observasi yang dilakukan dapat
ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan APT secara periodik belum
dilakukan, adapun APT yang sudah rusak dan perlu diganti pekerja akan
memberitahu kepada pihak K3LH melalui kepala departemen.
2) Monitoring dampak pemakaian APT
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dapat tergambarkan
bahwa masih belum terlaksana monitoring dampak pemakaian APT, dan
terdapat keluhan terhadap pekerja dalam pemakaian APT. Berikut
kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan
penelitian.
Informan 1
“pengawasan kita lakukan, pas jadwal safety patrol. Kita
paling ingatkan pekerja yang kadang tidak memakai earplug
atau earmuff nya”
92
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian
kebisingan didukung oleh pernyataan kepala operator tempa dan cor II
sebagai berikut.
Informan 4
“…belum ada kita memonitoring dampak dari pemakaian
APT, baik keluhan pekerja, paling pekerja yang ingin
mengganti earplug akan member tahu kepada kepala unit
agar diganti dan jarang biasanya pekerja melaporkan
adanya keluhan dari pemakaian APT…”
Monitoring yang dilakukan dalam safety patrol tersebut sebatas
memeriksa pekerja secara luar memakai atau tidak memakai APT dalam
bekerja. Sejalan dengan itu dokumen monitoring dampak dari pemakaian
APT tidak tersedia. Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen yang
dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa belum dilakukan monitoring
adanya dampak dari pemakaian APT tersebut.
3. Pengawasan dalam penggunaan APT
Berdasarkan hasil wawancara dapat tergambarkan bahwa
pengawasan terhadap penggunaan APT masih sudah terlaksana. Berikut
kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan
penelitian.
Informan 1
“…ohh pasti kita awasi pekerja, kanada safety patrol dek,
kita cek pekerja yang belum patuh akan pemakaian alat
pelindung diri..”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian
kebisingan didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator
tempa dan cor II sebagai berikut.
93
Informan 2
“ohh pasti kita awasi pekerja, ka nada safety patrol dek, kita
cek pekerja yang belum patuh akan pemakaian alat
pelindung, padahal itu mah buat dirinya sendiri atuh”
Informan 4
“…kebanyakan pekerja memakai pada saat akan ada
penilaian dari K3LH yang dilakukan perusahaan…”
Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen dalam melakukan
safety patrol juga tersedia seperti pada lampiran 5. Dengan demikian
bahwa dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti
terhadap pengawasan pemakaian APT pada pekerja sudah terlaksana,
namun terlihat bahwa banyak pekerja tidak memakai alat pelindung
telinga. Lebih lanjut akan dibuat tabel indikator elemen Alat Pelindung
Telinga (APT).
Tabel 5.6 Indikator Alat Pelindung Telinga (APT)
No Indikator Alat Pelindung Telinga
(APT) menurut NIOSH (1999) Implementasi
Kesesu
aian
A PENGGUNAAN APT
1) Kecocokan : alat pelindung telinga
tidak akan memberikan perlindungan
bila tidak dapat menutupi liang
telinga dengan rapat.
Melihat kecocokan APT yang
diterima pekerja bahwa belum
terdapat kecocokan pemakaian
APT bagi perlindungan telinga
pekerja dengan baik.
Belum
Sesuai
2) Nyaman dipakai ; tenaga kerja tidak
akan menggunakan APD ini bila
tidak nyaman dipakai.
APT dirasakan mengganggu
pekerja dalam melakukan
aktifitas.
Belum
sesuai
3) Jenis alat pelindung telinga :
Sumbat telinga (earplugs/insert
device/aural insert protector)
Tutup telinga
(earmuff/protectiave
caps/circumaural protector
Helmet/enclosure
APT yang dipakai adalah jenis
sumbat telinga (earplugs)dan
tutup telinga (earmuff).
Sesuai
4 Tersedianya APT untuk semua yang
bekerja dengan bising ≥85 dBA.
Tersedianya APT bagi semua
pekerja yang terdapat bising ≥
85dB.
Sesuai
5 APT yang disediakan oleh
perusahaan digunakan oleh pekerja
saat terpajan dengan bising ≥85 dBA.
APT bagi sebagian pekerja tidak
memakai APT yang memiliki
pajanan bising ≥85 dBA.
Belum
sesuai
94
Tabel 5.6 lanjutan
No
Indikator Alat Pelindung
Telinga (APT) menurut NIOSH
(1999)
Implementasi Kesesuaian
B PENGGANTIAN APT
1 Pemeriksaan APT secara priodik
dalam hal pemakaian,
cacat/sempurna, pergantian bila
diperlukan.
Dalam hal pemakaian dan
penggantian belum dilakukan
secara priodik.
Belum sesuai
2 Monitoring dampak pemakaian
APT (iritasi atau infeksi pada
telinga pekerja)
Tidak terlaksananya
monitoring dampak
pemakaian APT terhadap
pekerja dan pekerja
mengeluh dalam memakai
APT..
Belum sesuai
3 Perusahaan melakukan
pengawasan dalam penggunaan
APT.
Pengawasan penggunaan
APT sudah dilakukan dengan
Safety Patrololeh K3LH
Sesuai
Berdasarkan tabel indikator APT tersebut, terdapat indikator yang telah
sesuai yaitu jenis APT (earplug, earmuff), dan tersedianya APT untuk pekerja
dengan bising ≥85 dBA. Terdapat beberapa indikator yang belum sesuai
diantaranya kecocokan APT, kenyamanan APT, penyuluhan APT, pemeriksaan
APT secara periodik, monitoring dampak pemakaian APT, APT yang disediakan
saat perpapar bising ≥85 dBA, dan pengawasan dalam penggunaan APT.
4. Pemeriksaan audiometri
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumen perusahaan dapat tergambarkan
bahwa pemeriksaan kesehatan pendengaran telinga pekerja dilakukan melalui
medical chek up pemeriksaan berkala audiometri yang dilakukan perusahaan sudah
terlaksana dua tahun sekali. Akan tetapi pemeriksaan audiometri masih sebatas
95
pekerja yang ditentukan. namun masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya.
Hal ini dapat dilihat dari indikator berikut.
a. Pemeriksaan audiometri yang dilakukan Pre-Employment
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumen perusahaan dapat
tergambarkan bahwa pemeriksaan audiometri yang dilakukan Pre-
Employment tidak dilakukan. Berikut kutipan hasil wawancara yang
dilakukan peniliti kepada informan penelitian.
Informan 1
“…pemeriksaan audiometri pre-employment belum
dilakukan, pemeriksaan dilakukan pekerja pada saat medical
check up saat ditetapkan sebagai karyawan…”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II
sebagai berikut.
Informan 2
“pemeriksaan audiometri pre-employment belum dilakukan,
pemeriksaan dilakukan pekerja pada saat medical check up
saat ditetapkan sebagai karyawan, yah paling pas saat
melamar kan kita ajukan surat kesehatan pribadi dek”
Informan 4
“pemeriksaan audiometri pre-employment belum dilakukan,
pemeriksaan dilakukan pekerja pada saat medical check up
setelah jadi karyawan dek, mungkin kan biayanya mahal
yah,…”
Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen yang menunjukkan
bahwa adanya pemeriksaan pre-employment audiometritidak ada, pekerja
hanya melakukan pemeriksaan kesehatan pada saat bekerja. Dapat ditarik
kesimpulan dari pernyataan dan dokumen perusahaan bahwa pemeriksaan
pre-employment audiometri belum dilakukan.
96
b. Penempatan karyawan ke tempat bising
Pemeriksaan audiometri pada saat penempatan karyawan ke tempat
bising ≥85 dBA dilakukan pada saat pekerja sudah menjadi karyawan, yaitu
pemeriksaan dalam dua tahun sekali. Berikut kutipan hasil wawancara yang
dilakukan peniliti kepada informan penelitian.
Informan 1
“…pemeriksaan audiometri dilakukan dua tahun sekali baik
pekerja yang bekerja di area bising ≥85 dBA…”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II
sebagai berikut.
Informan 2
“ya, kalau pemeriksaan itu kita lakukan, dan sudah berjalan”
Informan 4
“…pemeriksaan audiometri disini sudah ada, bapak pun
pernah ikut kok dek…”
Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen yang menunjukkan
bahwa pemeriksaan audiometri pada pekerja ke tempat bising belum
dilakukan, hal ini ditunjukkan tidak terdapat dokumen perusahaan terkait
dengan pemeriksaan pada saat penempatan pekerja ketempat bising.
Pemeriksaan audiometri yang dimaksudkan informan ke dua dan empat
adalah pemeriksaan yang biasa dilakukan dalam dua tahun sekali.
Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan bahwa
pemeriksaan audiometri pada pekerja saat penempatan ke area bising belum
dilakukan.
97
c. Pemeriksaan audiometri pada pekerja yang purna tugas
Pemeriksaan audiometri pada pekerja yang purna tugas tidak
dilakukan. Pekerja hanya menerima hasil tes terakhir pada jangka waktu
pemeriksaan yang ditentukan perusahaan. Dokumentasi pemeriksaan
audiometri pada pekerja yang purna tugas dilihat dari pemeriksaan medical
checkup. Berikut akan ditampilkan hasil pemeriksaan kesehatan pekerja
berdasarkan medical check up pada lampiran gambar 5.13.
Berdasarkan hasil medical check up tersebut didukung oleh pernyataan
dari informan penelitian sebagai berikut.
Informan 1
“…pada pemeriksaan audiometri pekerja yang akan keluar
dari perusahaan hanya dilakukan medical checkup
didalamnya,..”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepala operator tempa dan cor II
sebagai berikut.
Informan 2
“…kalau pada pemeriksaan audiometri pekerja yang akan
keluar kita dari perusahaan hanya dilakukan medical check
up didalamnya, untuk melihat status kesehatan pekerja
tersebut,..”
Informan 4
“…kalau pada pemeriksaan audiometri pekerja yang akan
keluar, bapak pernah Tanya sama temen bapak dia tes
kesehatan yang biasanya, nah medical checkup namanya
kalau gak salah bapak”
Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahan di atas dapat
disimpulkan bahwa pemeriksaan audiometri pekerja yang purna tugas belum
dilakukan, pemeriksaan dilakukan secara umum dalam medical check up
pekerja.
98
d. Data audiometri jelas, lengkap dan terjadwal dan terdapat tanggal
pelaksanaannya.
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumen perusahaan bahwa data
audiometri jelas, lengkap, dan terdapat tanggal pelaksanaannya. Akan tetapi
jadwal pelaksanan tes audiometri belum terjadwal. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataan berikut.
Informan 1
“menganai waktu juga, kita sudah ada hasil data
pemeriksaannya kok dek”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH sebagai berikut.
Informan 2
“ohh kalau data hasil audiometri tahun ini ada dek, nanti
bisa dilihat yah”
Sejalan dengan pernyataan informan, hasil audiometri dapat dilihat dari
dokumen perusahan pada lampiran audiometri. Dokumen tersebut sudah
terdapat data yang jelas mengenai hasil pengukuran audiometrinya, namun
dokumen dalam penjadwalan pemeriksaan audiometri perusahaan belum
membuat jadwal secara tertulis yang menjadi agenda dalam pemeriksaan
audiometri.
Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan
bahwa hasil audiometri jelas, namun jadwal pemeriksaan audiometri belum
dibuat oleh perusahaan yang dapat dilihat pada lampiran audiometri.
99
e. Tindak lanjut dari hasil pemeriksaan audiometri
Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan bahwa
Tindak lanjut dari hasil pemeriksaan audiometri masih belum dilakukan
perusahaan. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peniliti kepada
informan penelitian.
Informan 1
“…kalau hasil dari tes audiometri belum sampai kita
evaluasi bagaimana ini bisa terjadi pada pekerja,tindak
lanjutnya pekerja kita pindahkan kebagian yang tidak
bising…”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH sebagai berikut.
Informan 2
“terkait tindak lanjut kita masih dalam proses dek, soalnya
kita harus membuka data awal pemeriksaan, nah itu menjadi
persoalan yang kita lagi kerjakan”
Sejalan dengan pernyataan informan, dokumen perusahaan terkait
dengan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan audiometri belum dilakukan
perusahaan. Maka dari pernyataan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan
bahwa tindak lanjut perusahaan terkait dengan hasil audiometri belum
dilakukan.
f. Perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data
Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan bahwa perbandingan
hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi kesesuaian NAB
dengan standar masih belum terlaksana. Berikut kutipan hasil wawancara
yang dilakukan peniliti kepada informan penelitian.
100
Informan 1
“…baseline data pemeriksaan audiometri masih ada, tapi
kita sampai sekarang tidak tau dimana diletakkan, tapi ada
kok…”
“kalau perbandingan dari tahun ke tahun mengenai data
pertama pekerja yang ikut tes sampai sekarang masih dalam
rencana kita dek”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH sebagai berikut.
Informan 2
“…kita harus membuka data awal pemeriksaan, nah itu
menjadi persoalan yang kita lagi kerjakan”
Sejalan dengan pernyataan informan bahwa dokumen perusahaan
terkait data awal pemeriksaaan audiometri tidak dapat ditunjukkan, hal ini
diketahui bahwa data baseline pemeriksaan audiometric tidak terdapat pada
pemeriksaan pre employmentyang merupakan baseline dari pemeriksaan
audiometri.
Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan dapat
disimpulkan bahwa data awal pemeriksaaan audiometri untuk identifikasi
kesesuaian dengan standar belum dilakukan.
g. Pemberian hasil tes audiometri kepada pihak yang mengikuti tes
Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan dapat tergambarkan
bahwa Hasil tes audiometri diberikan kepada pihak yang mengikuti tes
audiometri dan kepada pengawas. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan
berikut.
101
Informan 1
“…kalau setiap tes audiometri selalu kita dokumentasikan
yaitu dalam bentuk laporan, dimana setiap pekerja yang ikut
tes akan mengetahui hasilnya dan akan diberikan kepada
kepala departemen baru diberikan kepekerjanya, di laporan
itu lengkap terdapat data jelas pekerja, tanggal pelaksanaan
dan hasil audiometri nya…”
Dari pernyataan penanggung jawab program pengendalian kebisingan
didukung oleh pernyataan staff K3LH dan kepaka operator bagian tempa dan
cor II sebagai berikut.
Informan 2
“setiap kegiatan kita dokumentasikan kok, termasuk hasil tes
audiometri ini, kita bikin laporan hasil tesnya, lalu K3LH
akan menyampaikan kepada setiap kepala departemen untuk
memberikan kepada pekerja yang mengikuti tes.”
Informan 4
“ya kalau bapak ada tes begituan bapak ikut dek, ya
hasilnya sudah ada tapi bagaimana tindak lanjutnya sampai
sekarang belum diketahui”
Sejalan dengan pernyataan informan bahwa dokumen perusahaan
terkait dengan hasil tes audiometri diberikan kepada para pengawas pada
lampiran 5, manajer dan pekerja sudah diberikan dan dikomunikasikan.
Berdasarkan pernyataan informan dan dokumen perusahaan dapat
disimpulkan bahwa komunikasi hasil tes audiometri yang dilakukan kepada
pihak terkait sudah dilakukan.
102
Tabel 5.7 Indikator Pemeriksaan Audiometri
No Indikator Pemantauan Audiometri
menurut NIOSH (1999) Implementasi Kesesuaian
1 Pre- employment Pemeriksaan audiometri
belum dilaksanakan pada
saat Pre-employment.
Belum sesuai
2 Penempatan karyawan ke tempat
bisingsetiap tahun, bila bising > 85
dB
pemeriksaan karyawan
dilakukan setiap dua tahun
sekali.
Belum Sesuai
3 Saat pindah tugas keluar dari tempat
bising saat pensiun/purna tugas
Pemeriksaan saat pindah
tugas keluar dari tempat
bising dan saat
pensiun/purna tugas belum
dilakukan.
Belum sesuai
4 Data jelas, tingkat/singkat, lengkap
dan terjadwal/terdapat tanggalnya
pelaksanaannya
Terdapat data pemeriksaan
audiometri pekerja, namum
jadwal belum dibuat secara
tertulis.
Sesuai
5 Adanya tindakan lebih lanjut dari
dokumen audiometri
Tindak lanjut dari hasil
audiometri belum
dilakukan.
Belum sesuai
6 Adanya perbandingan hasil tes
pekerja sebagai baseline data untuk
identifikasi keseuaian NAB dengan
standar
Belum ada perbandingan
hasil tes sebagai baseline
data untuk identifikasi
kesesuaian NAB dengan
standar.
Belum sesuai
7 Hasil tes audiometri secara
keseluruhan dikomunikasikan
kepada para pengawas dan manajer
dan begitupula engan pekerja sendiri.
Bahwa hasil tes audiometri
dikomunikasikan kepada
pihak yang bersangkutan.
Sesuai
Berdasarkan indikator pemantauan audiometri bahwa terdapat indikator yang
sudah sesuai yaitu adanya data jelas dan hasil audiometri dikomunikasikan kepada
pihak terkait. Adapun indikator yang belum sesuai yaitu audiometri pre employment,
penempatan karyawan ke tempat bising bila bising >85 dBA, pemeriksaan saat purna
tugas, tindak lanjut dari hasil audiometri, perbandingan hasil audiometri dengan
baseline data.
103
5. Pencatatan dan pelaporan
Elemen pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan
terdapat beberapa indikator yang sudah terlaksana dan masih ada yang belum
terlaksana. Hasil telaah dokumen dan wawancara yang dilakukan di dapatkan
bahwa dari Monitoring hearing hazard, engineering and administratif controls,
personal hearing protective, program evaluation, hearing loss prevention audit
sudah terlaksana, namun pada pencatatan dan pelaporan audiometri masih belum
terlaksana. Hal ini disebabkan tidak tertata rapi dokumen hasil pemeriksaan
audiometri yang dilakukan dari pertama dilakukan tes terhadap pekerja sampai
pemeriksaan audiometri terakhir. Berikut kutipan hasil wawancara yang
dilakukan peniliti kepada informan penelitian.
Informan 1
“semua yang dilakukan di dicatat dan dilaporkan kebagian
top manajemen, kemudian kepala departemen K3LH akan
mengecek laporan tersebut sebelum diberikan kepada top
menajement…”
Dari pernyataan penanggung jawab program HLPP didukung oleh
pernyataan staff K3LH dan kepada operator bagian tempa dan cor II sebagai
berikut.
Informan 2
“…kalau mengenai pencatatan hasil tes audiometri dari
awal pemeriksaan saya tidak tahu kemana diletakkan, pada
saat itu bukan saya yang menanganinya, yaa lagi pula kita
kan sudah beberapa kali pindah gedung disini, mungkin
masih ada tapi saya sudah tidak tahu dimana diletakkan…”
104
Informan 4
“memang semua akan kita catat dan laporkan, karena itu
sebagai acuan kami untuk atasan, ya semua lah kita catat
dan laporkan dek”
Sejalan dengan pernyataan informan ketehui bahwa dari hasil telaah
dokumen perusahaan di ketahui bahwa dokumen terkait dengan hasil
pencatatan dan pelaporan yang sudah terdapat dalam lampiran gambar 5.14
sampai 5.17.
Berdasarkan pernyataan dan dokumen perusahaan dapat disimpulkan
bahwa perusahaan telah melakukan pencatatan dan pelaporan dalam
Monitoring hearing hazard, engineering and administratif controls, personal
hearing protective, namun dalam pencatatan hasil audiometric, program
evaluation, hearing loss prevention audit, masih perlu perbaikan dalam
pencatatan dan penyimpanan data tersebut. Berikut akan dibuat tabel indikator
dalam elemen pencacatan dan pelaporan sebagai berikut.
Tabel 5.8 Indikator Pencacatan Dan Pelaporan
No
Indikator Pencacatan Dan
Pelaporan menurut NIOSH
(1999)
Implementasi Kesesuaian
Pelaporan Hasil Tindakan Departemen K3LH
1 Monitoring hearing hazards Pencatatan pemantauan bising sudah
terlaksana.
Sesuai
2 Engineering and
administratif controls
pencatatan sudah terlaksana, terdapat
pencatatan pengendalian teknis dan
administratif.
Sesuai
3 Audiometric Pencacatan dan penyimpanan hasil tes
audiometri belum terlaksana dengan
baik.
Belum
Sesuai
4 Personal hearing protective, Pencacatan penggunaan APT pada
safety patrol.
Sesuai
105
Berdasarkan indikator elemen pencatatan dan pelaporan bahwa terdapat
indikator yang sesuai yaitu, pencatatan Monitoring hearing hazards, Engineering and
administratif controls, Personal hearing protective, Indikator yang belum sesuai yaitu
pencatatan audiometric.
106
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan penelitian ini, terlebih dahulu penulis menyampaikan keterbatasan
dari penelitian adalah keterbatasan dalam data yang dikumpulkan adalah data sekunder
yang terdapat diperusahaan dan dokumen-dokumen terkait penelitian ini yang tidak
tersedianya semua dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Diantaranya dokumen
dokumen pemeriksaan APT, lembaran korektif pengendalian APT.
B. Implementasi Pengendalian Kebisingan
Secara umum PT. Pindad (Persero) Bandung dalam melindungi pekerja dari
gangguan kesehatan kerja telah mengupayakan program-program untuk menciptakan zero
accident. PT. Pindad (Persero) Bandung telah mengeluarkan komitmen dalam
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Implementasi dari komitmen tersebut perusahaan
secara sepesifik telah mengeluarkan surat keputusan Nomor : Skep/29/P/BD/IV/2012
mengenai program pengendalian kebisingan di PT.Pindad (Persero) Bandung. Keputusan
yang dikeluarkan ini adalah pembaharuan dari surat keputusan tahun 2010 nomor :
Skep/54/P/BD/IX/2010. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan telah memberikan
kebijakan untuk lebih meningkatkan dan efektifitas dari program pengendalian
kebisingan. Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan diketahui bahwa tingkat kebisingan
diperusahaan melebihi NAB.
107
Menurut Royster (1990) dalam Hutabarat (2012) pengendalian kebisingan ini
merupakan suatu program yang tujuan utamanya adalah untuk mencegah dan melindungi
tenaga kerja terhadap timbulnya kehilangan daya dengar akibat terpajan kebisingan yang
melebihi NAB yang ditetapkan yaitu 85 dBA selama melakukan 8 jam. Tenaga kerja
berhak dalam menerima perlindungan dari bahaya yang terdapat di tempat kerja. Hal ini
sesuai Peraturan Menteri Tenga Kerja Dan Transmigrasi tahun (2011) bahwa dalam
rangka perlindungan tenaga kerja terhadap risiko-risiko bahaya akibat pemaparan faktor
fisika dan kimia, sekaligus meningkatkan derajat kesehatan pekerja di tempat kerja.
Potensi bahaya yang ditimbulkan dari perusahaan diantaranya adalah kebisingan yang
berasal dari mesin yang bekerja seperti mesin pres besi dan baja.
Potensi bahaya kebisingan yang ditimbulkan dari proses kerja dengan alat maupun
secara manual akan memberikan dampak negatif kepada pekerja, diantaranya dapat
menghilangkan daya dengar dari pekerja. Dengan demikian potensi kebisingan yang ada
semestinya dikendalikan dan dicegah agar penyakit akibat kerja dari kebisingan tersebut
tidak dialami oleh pekerja. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Tahun (2006) bahwa telah ditetapkan upaya strategi nasional dalam
penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian.
Secara umum pelaksanaan elemen-elemen instruksi pengendalian bising yang
terdapat di PT. Pindad adalah elemen survei kebisingan, pengendalian teknis dan
administratif, alat pelindung telinga (APT), pemantauan audiometri, pencatatan dan
pelaporan. Maka dari itu dengan tingkat kebisingan yang rata-rata melebihi NAB 85 dBA
pada tabel 5.1. Kebisingan ini didapatkan dari proses kerja dengan mesin utama dengan
kebisingan tinggi. Mesin yang digunakan tersebut digunakan untuk mencetak bahan baku
besi dan baja menjadi bentuk sesuai dengan disain yang ditentukan. Kemudian kebisingan
108
tersebut juga dihasilkan dari pemotongan dari bahan cetakan tersebut menjadi bagian
yang utuh.
Berdasarkan fakta dilapangan bahwa elemen survei kebisingan terdiri dari
beberapa indikator diantaranya identifikasi kebisingan, melakukan pengukuran bising,
hasil pengukuran bising, evaluasi hasil pengukuran bising. Indikator identifikasi
kebisingan sudah dilakukan, namun pelaksanaan survei kebisingan ini belum belum
dilakukan disemua area kerja bising, dikhawatirkan terdapat area dengan kebisingan
tinggi belum teridentifikasi berapa tingkat kebisingannya.
Indikator melakukan pengukuran kebisingan telah dilakukan namun, pengukuran
kebisingan dilakukan pada area kerja belum terdapat pengukuran individu yang terpajan
bising. Indikator evaluasi hasil pengukuran bising telah dilakukan, hal ini dapat dilihat
dari dokumen lembar tindakan korektif pada lampiran 6 didalam instruksi kerja
pengendalian bising perusahaan. Namun, belum dilakukan pembuatan safety sign
seberapa besar tingkat kebisingan disuatu area kerja bising.
Elemen selanjutnya adalah pengendalian teknis dan administratif yang terdiri dari
indikator pengendalian teknis yaitu eliminasi, substitusi, engineering control, sedangkan
indikator pengendalian administratif yaitu adanya tempat istirahat, adanya tanda
peringatan pada area bising, terdapat shift kerja. Pelaksanaan indikator eliminasi tidak
dilakukan dikarenakan mesin yang berpotensi kebisingan adalah alat utama dari proses
kerja. Kemudian indikator substitusi bahwa penggantian mesin dengan kebisingan tinggi
tidak dapat diganti dikarenakan mesin yang digunakan sudah dari pertama dan tidak
pernah melakukan penggantian mesin yang digunakan diperusahaan.
Elemen selanjutnya adalah pengendalian administratif pada indikator adanya
tempat istirahat bagi pekerja setelah bekerja ditempat bising. Kemudian indikator
109
selanjutnya tanda-tanda peringatan di area bising. Tanda-tanda peringatan yang terdapat
di area bising sebatas instruksi penggunaan alat pelindung diri, namun belum terdapat
seberapa besar tingkat kebisingan di area tersebut. Indikator selanjutnya shift kerja yang
dilaksanakan perusahaan dapat dilihat dari dokumen penggantian shift kerja pada
lampiran 5.6.
Elemen selanjutnya adalah APT yang terdiri dari penggunaan dan penggantian
APT. Penggunaan APT terdiri dari beberapa indikator yaitu kecocokan, kenyamanan,
jenis APT, tersedianya APT, APT digunakan pekerja. Penggantian APT terdiri dari
beberapa indikator yaitu pemeriksaan APT, monitoring dampak dan pengawasan
penggunaan APT.
Fakta dilapangan diketahui bahwa belum terdapat kecocokan APT yang digunakan
pekerja. Indikator kenyamanan APT yang digunakan masih belum sesuai dan pekerja
merasa terganggu dalam melakukan pekerjaan. Indikator jenis APT telah terdapat
diperusahan. Indikator tersedianya APT diperusahaan sudah disediakan perusahaan untuk
semua pekerja dengan bising ≥ 85 dBA.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa pada pengendalian administratif dengan
indikator pemeriksaan APT secara periodik dalam hal pemakaian, cacat/sempurnya APT
dan pergantian bila diperlukan belum dilakukan. Namun pergantian dari APT yang
dilakukan perusahaan dalam jangka satu tahun sekali. Pergantian ini belum didasari pada
pemantauan secara periodik, namun pergantian tersebut dilakukan atas dasar pekerja yang
melaporkan kepada pihak K3LH bahwa APT yang digunakan tidak layak pakai.
Kemudian indikator pengawasan telah dilakukan, hal ini dapat dilihat dari dokumen safety
patrol yang dilakukan perusahaan.
110
Fakta dilapangan pada elemen pemeriksaan audiometri dilakukan dalam dua tahun
sekali dengan data jelas, lengkap, namun belum terdapat jadwal secara tertulis. Kemudian
fakta dilapangan pada indikator pencatatan dan pelaporan bahwa pencatatan yang belum
dilakukan secara lengkap adalah audiometri yaitu pada pencatatan pre-employment,
program evaluasi dan audit program.
Secara umum regulasi yang dikeluarkan oleh NIOSH tentang Hearing Loss
Prevention Program (HLPP) menyebutkan bahwa dalam mencegah dan mengendalikan
terjadinya gangguan pendengaran akibat bising terdapat beberapa elemen pengendalian,
seperti survei kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, tes audiometri, alat
pelindung telinga, pendidikan dan motivasi, pencatatan dan pelaporan, evaluasi program
dan audit program. Sementara itu pelaksanaan program pengendalian kebisingan yang
dilakukan perusahaan melalui surat keputusan Nomor : Skep/29/P/BD/IV/2012, bahwa
elemen pengendalian kebisingan adalah survey kebisingan yang kegiatannya meliputi
identifikasi kebisingan, melakukan pengukuran bising, hasil pengukuran bising dan
evaluasi hasil pengukuran bising. Elemen pengendalian kebisingan yang kedua adalah
pengendalian kebisingan yang kegiatannya meliputi eliminasi, substitusi, engineering
control dan control administratif. Elemen yang ketiga adalah Alat Pelindung Telinga
(APT), elemen yang keempat adalah pemeriksaan audiometri dan elemen yang terakhir
pelaporan. Berdasarkan regulasi yang dikeluarkan oleh NIOSH terhadap elemen
pengendalian kebisingan yang dilaksanakan perusahaan terdapat kekurangan pada elemen
pendidikan dan pelatihan, evaluasi progran serta audit program.
Elemen pendidikan dan motivasi merupakan salah satu upaya dalam memberikan
pengetahuan kesehatan telinga pekerja dan mencegah terjadinya gangguan dengar pekerja.
Hal ini seharusnya dapat dilakukan penyuluhan, dikarenakan penyuluhan dan pendidikan
ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dalam melindungi pendengaran dan
111
memotivasi untuk berperan secara aktif dalam program tersebut (Tana, 1998). Pendidikan
elemen pendidikan dan motivasi bila tidak dilaksanakan akan memberikan dampak
kepada pengetahuan pekerja kemudian berpengaruh terhadap pekerja dalam melindungi
pekerja dari bahaya bising di area kerja. Menurut NIOSH (1999) bahwa pendidikan dan
motivsi HLPP merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan informasi dan
edukasi kepada pekerja mengenai bising dan efek yang ditimbulkan serta bagaimana cara
mencegah terjadinya gangguan akibat bising. Oleh karena itu disarankan untuk
pencapaian program pengendalian kebisingan sebaiknya perusahaan menambahkan
elemen pendidikan dan motivasi kedalam instruksi program pengendalian kebisingan.
Sementara itu menurut NIOSH (1999) pada elemen evaluasi program merupakan
kegiatan mengevaluasi dari serangkaian program HLPP yang bertujuan untuk
mengevaluasi hasil program yang telah dilaksanakan. Apabila evaluasi tersebut belum
dilaksanakan maka tidak dapat mengevaluasi keberhasilan dan keefektifan pelaksanaan
program pengendalian kebisingan, kemudian sebagai saran dalam membuat program yang
akan datang. Menurut Fajar (2011) evaluasi program dilakukan untuk mengetahui
efektifitas dari pelaksanaan semua komponen program HLPP. Menurut Direktorat Bina
Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) bahwa sasaran dari evaluasi program ini
ditujukan untuk mengevaluasi hasil-hasil program dalam HLPP yaitu review program dari
sisi pelaksanaan hasil pengukuran kebisingan, pengendalian teknis dan administratif, hasil
tes audiometri dan pencatatannya yang dibandingkan dengan baseline, dan penggunaan
APT.
Elemen selanjutnya audit program menurut NIOSH (1999) adalah kegiatan audit
dari pelaksanaan program HLPP dan merupakan kunci untuk melihat kesuksesan HLPP.
Menurut (Roestam, 2004) bahwa program audit yang dilakukan harus terus menerus
untuk menilai efektivitas HLPP Jika dari hasil evaluasi dan audit diketahui bahwa
112
terdapat banyak kekurangan, petugas harus menganalisa kembali, mengubah
pengendalian yang telah dilaksanakan serta memperketat pengawasan dan pelaksanaan
program. Demikian seterusnya sehingga tercapai perbaikan yang berkesinambungan.
Oleh karena itu disarankan untuk pencapaian program pengendalian kebisingan
dimasukkan ketiga elemen pendidikan dan motivasi, evaluasi program dan audit program
yang belum terdapat dalam surat keputusan yang dikeluarkan perusahaan. Adapun
implementasi elemen dari program pengendalian bising yang dilaksanakan berdasarkan
surat keputusan perusahaan Nomor : Skep/29/P/BD/IV/2012 yaitu survei kebisingan,
pengendalian teknis dan administratif, alat pelindung telinga (APT), audiometri dan
pencatatan pelaporan akan dibahas sebagai berikut.
1. Survei Kebisingan
Survei kebisingan merupakan elemen pertama dalam pengendalian
kebisingan (Berger, 2003). Pengukuran pajanan bising di lingkungan kerja dilakukan
untuk mengidentifikasi area yang memiliki tingkat kebisingan di atas NAB. Hasil
dari pengukuran tersebut kemudian menjadi dasar dalam penentuan tindakan
pengendalian yang akan dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan surat keputusan
perusahaan bahwa kegiatan survei kebisingan meliputi identifikasi kebisingan,
melakukan pengukuran kebisingan, hasil pengukuran bising, dan evaluasi hasil
pengendalian bising.
Identifikasi sumber bising merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengidentifikasi sumber penyebab kebisingan di area kerja. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa PT Pindad telah melakukan identifikasi kebisingan,
namun dari wawancara yang dilakukan bahwa identifikasi kebisingan belum semua
area kerja dilakukan, hal ini dikarenakan keterbatasan dana untuk mengidentifikasi
113
pengukuran kebisingan yang pengukuran tersebut menggunakan jasa dari luar
perusahaan. Oleh karena itu perusahaan hanya melakukan pengukuran kebisingan
secara rutin pada area yang sudah teridentifikasi memiliki potensi bising.
Berdasarkan tabel 5.1 hasil pengukuran kebisingan pada area tempa dan cor I
dan II dibulan mei dan oktober. Diketahui bahwa terdapat dua titik pengukuran di
area tempa dan cor I yaitu furan, finishing (shoot blasting). Titik pengukuran pada
tempa dan cor II terdapat enam titik pengukuran diantaranya steel scarp, melting
area, sand moulding area, blasting area, ferting area dan finishing. Sementara itu
tidak terdapat area pengukuran bising yang tidak dilakukan pengukuran. Namun,
yang belum dilakukan perusahaan adalah membuat map dari area pengukuran.
Pada kegiatan survei kebisingan selanjutnya adalah melakukan pengukuran
bising. Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan pada tabel 5.1 bahwa area tempa
dan cor I dengan titik pengukuran furan dengan kebisingan > 100 dBA dan hasil
pengukuran di tempa dan cor II dengan kebisingan 60 dBA. Jadi, terdapat perbedaan
kebisingan antara tempa cor I dengan bising tinggi sedangkan tempa cor II dengan
kebisingan rendah. Hal ini, agar memudahkan untuk melakukan program
pengendalian bising dibutuhkan noise mapping. Pengukuran kebisingan dilakukan
oleh bagian K3LH setahun dua kali pengukuran bising di area yang terdapat sumber
bising. Pengukuran bising lingkungan yang terjadwalkan pada bulan Mei dan
Oktober 2014 telah terlaksana. Pengukuran terakhir yang dilaksanakan PT. Pindad
pada bulan oktober 2014 yang bisa dilihat pada tabel 5.1. Hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan telah melakukan pengukuran kebisingan secara rutin dan
terjadwal disetiap sumber bising. Dokumen jadwal pengukuran bising sudah
terdapat, hal ini diperlukan penjadwalan untuk memantau kebisingan manakala ada
perubahan dari kebisingan di area kerja. Menurut NIOSH (1999) mengenai
114
menentukan survei kebisingan adalah satunya adalah melakukan pengukuran secara
rutin dan terjadwal.
Sementara itu perusahaan hanya melakukan pengukuran kebisingan secara
rutin pada area yang sudah teridentifikasi memiliki potensi bising namun pengukuran
kebisingan belum dilakukan pada individu pekerja yang dalam melakukan
pekerjaannya terpajan oleh bising. Pengukuran potensi bising individu yang diterima
pekerja dilakukan bertujuan untuk mengetahui berapa besar potensi kebisingan yang
diterima pekerja selama bekerja. Apabila pengukuran kebingan individu pekerja
tidak dipantau dan diukur seberapa besar pajanan bising yang diterima, maka akan
tidak dapat diketahui berapa dosis pajanan bising yang diterima pekerja.
Menurut McTague et al (2013) pekerja yang memonitoring pajanan
kebisingannya setiap hari mampu mengurangi pajanan yang diterima. Pemantauan
kebisingan secara kontinyu melalui noise dosimeter dapat memberikan indikasi bagi
safety officer untuk segera mengambil tindakan intervensi (Michael, Tougaw, &
Wilkinson, 2011). Intervensi bisa dalam bentuk warning untuk menggunakan APT
lebih baik lagi keesokan harinya. Sehingga disarankan bagi perusahaan untuk
melakukan pengukuran kebisingan secara personal khususnya pada pekerja dengan
mobilitas yang tinggi
Indikator selanjutnya dalam survei kebisingan adalah tedapat hasil
pengukuran bising. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan PT.Pindad
diperoleh nilai-nilai tingkat bising di beberapa titik pengukuran, namun belum
terdapat noise mapping / kontur pada lokasi dengan bising tinggi yang merupakan
salah satu indikator dalam survey kebisingan (NIOSH 1999). Hal ini dikarenakan
penyusunan noise mapping masih dalam perencanaan. Hasil pengukuran yang telah
dilakukan disarankan segera dibuat peta kontur bising. Noise Mapping
115
menggambarkan lantai kerja dimana dapat diketahui pembagian lokasi berdasarkan
tingkat kebisingan dari area kerjanya. Hutabarat (2012) menyatakan bahwa dari
survei bising yang dilakukan dapat dibuat gambar (Noise Map) sehingga diketahui
pada area mana saja yang diperlukan pengendalian untuk mengurangi tingkat bising.
Sedangkan menurut OSHA perusahaan wajib untuk memberikan notifikasi
kepada setiap pekerjanya yang terpajan kebisingan lebih dari NAB berdasarkan hasil
survey kebisingan. Hal ini diperkuat oleh McReynoolds (2005) yang menyebutkan
bahwa hasil pengukuran harus di simpan dengan baik serta pekerja wajib diberitahu
pajanan kebisingan yang diterima pekerja. Sehingga saran bagi perusahaan adalah
dengan memberikan sign berupa noise mapping guna meningkatkan kesadaran
pekerja mengenai bahaya kebisingan.
Hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pekerja terhadap
bahaya kebisingan yang memapar mereka di tempat kerja. Kesadaran pekerja
terhadap bahaya kebisingan dan konsekuensi negatif yang dapat ditimbulkan dapat
mendorong pekerja untuk berperilaku selamat menggunakan APT. Hal ini sejalan
dengan penelitian (Fernández, Quintana, Chavarría, & Ballesteros, 2009) yang
mengatakan bahwa pekerja menolak memakai APT karena mereka tidak menyadari
bahaya yang dihadapi sehingga aspek kesehatan dan keselamatan pun diabaikan.
Indikator selanjutnya adalah evaluasi hasil pengukuran kebisingan.
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada tabel 5.1, diketahui bahwa masih
ada area kerja yang tingkat kebisingan tinggi melebihi nilai ambang batasnya. Oleh
karena itu disediakan sign di area kerja dengan kebisingan tinggi. Evalusi yang
dilakukan di perusahaan berupa koreksi terhadap hasil pengukuran yang dilakukan
kemudian hasil koreksi tersebut dikomunikasikan kepada pihak terkait. Hasil
pengukuran dilakukan sebatas pendistribusian kepada kepala departemen, namun
116
belum adanya pemasangan hasil pengukuran di area kerja kebisingan. Menurut
NIOSH (1999) bahwa hasil pengukuran yang dilakukan di evaluasi dan
dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan, termasuk supervisor
dan pengawas serta pemberian sign di area dengan kebisingan tinggi.
PT. Pindad telah melakukan pengukuran bising namun belum membuat
tanda keselamatan mengenai tingkat bising di atas 85 dBA pada area dengan pajanan
kebisingan yang dapat menimbulkan gangguan hingga terjadinya kehilangan
pendengaran. Hal ini berdasarkan dari hasil observasi lapangan ditemukan bahwa
tanda keselamatan tesebut belum terpasang di area kerja disetiap unit tentang anjuran
pemakaian alat pelindung telinga (APT) bagi pekerja, belum terdapat tanda bahwa di
area bising dan berapa tingkat kebisingannya. Oleh karena itu disarankan untuk
segera memberikan sign tingkat kebisingan di area kerja.
Hasil pengukuran tersebut berguna untuk mengetahui seberapa besar tingkat
bising di area kerja tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Tana (1998) bahwa
dengan dilakukan pengukuran bising area kerja, hasil pengukuran tersebut berguna
untuk menilai besar pajanan bising pada tenaga kerja di area kerja. Sejalan dengan
itu menurut Pujiriani (2008) bahwa ringkasan tertulis hasil survei kebisingan harus
disampaikan kepada pimpinan perusahaan dan kepada kepala departemen terkait.
Sementara hasil pengukuran dari setiap unit area kerja harus diberitahukan kepada
pekerja pada saat pelatihan dan juga diinformasikan melalui papan pengumuman
atau di area kerja.
Menurut NIOSH (1999) dalam program pengendalian kebisingan bahwa
pelaksanaan survey kebisingan tidak hanya mencakup pada keempat indikator
indentifikasi kebisingan, melakukan pengukuran bising, hasil pengukuran
117
kebisingan, evaluasi hasil pengukuran kebisingan. Namun terdapat terdapat indikator
lain yaitu pengukuran kebisingan dilakukan saat adanya perubahan proses produksi,
tersedianya noise mapping, adanya penetapan pekerja pada pajanan <0.5-1,
penggolongan pekerja dalam perioritas APT, tenaga pengukur yang bersertifikasi
dan penggunaan alat pengukuran yang terkalibrasi.
Pelaksanaan survey kebisingan perusahaan yang tidak terdapat menurut
NIOSH (1999) adalah pengukuran kebisingan saat adanya perubahan proses
produksi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa PT Pindad tidak mengalami
perubahan proses produksi. Oleh karena itu perusahaan hanya melakukan
pengukuran kebisingan secara rutin pada area yang sudah teridentifikasi memiliki
potensi bising. Untuk itu perusahaan perlu melengkapi instruksi pengendalian bising
dengan menambahkan kapan saja pengukurankebisingan harus dilakukan termasuk
didalamnya ketika terjadi perubahan proses.
Indikator selanjutnya adalah noise mapping yaitu gambaran secara umum
mengenai hasil pengukuran kebisingan. Berdasarkan hasil pengukuran yang
dilakukan PT.Pindad diperoleh nilai-nilai tingkat bising di beberapa titik
pengukuran, namun belum terdapat noise mapping/kontur pada lokasi dengan bising
tinggi. Hal ini dikarenakan penyusunan noise mapping masih dalam perencanaan.
Hasil pengukuran yang telah dilakukan disarankan segera dibuat peta kontur bising.
Noise Mapping menggambarkan lantai kerja dimana dapat diketahui pembagian
lokasi berdasarkan tingkat kebisingan dari area kerjanya. Menurut Direktorat Bina
Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) bahwa dari
hasil survei kebisingan dapat memeberikan gambaran kebisingan (noise mapping)
pada seluruh area kerja.
118
Sejalan dengan itu Hutabarat (2012) menyatakan bahwa dari survei bising
yang dilakukan dapat dibuat gambar (Noise Map) sehingga diketahui pada area mana
saja yang diperlukan pengendalian dan perioritas dalam pemakaian APT untuk
mengurangi tingkat bising. Ringkasan hasil survei kebisingan harus disampaikan
kepada pimpinan perusahaan dan kepala departemen terkait. Sementara hasil dari
pengukuran kebisingan ditempelkan tanda keselamatan yang berisi tentang nilai
tingkat bising di area tersebut serta penggunaan APT.
Indikator selanjutnya adalah yaitu penetapan pekerja pada dosis pajanan
<0.5-1. Menurut NIOSH (1999) bahwa dalam menentukan survei kebisingan salah
satunya adalah dengan adanya penetapan pekerja yang terpajan pada dosis pajanan
<0.5-1. Pengukuran kebisingan yang dilakukan oleh PT.Pindad hanya sebatas
pengukuran area kerja. Sehingga penetapan pekerja yang terpajan pada dosis
pajanan <0.5-1 belum terlaksana. Dengan demikian PT.Pindad sebaiknya melakukan
pengukuran pajanan bising secara personal.
Indikator selanjutnya adalah penggolongan pekerja dalam APT. Menurut
Hutabarat (2012) bahwa ketentuan dalam penetapan pekerja yang terpajan bising
sesuai dengan tingkat kebisingan disesuaikan dengan Alat Pelindung Telinga (APT)
yang dapat mengurangi bising secara efektif. Penggolongan pekerja dalam perioritas
APT dapat ditentukan setalah adanya niose mapping dan penetapan pekerja yang
terpajan kebisingan dengan dosis pajanan <0.5-1 yang berkaitan dengan indikator
sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa prioritas pemakaian APT
pada pekerja didasari pada pengalaman pekerja.
Hal ini dikarenakan pekerja yang memakai APT bila bising dirasa tinggi ada
yang memakai dua alat pelindung telinga. Penggolongan pekerja dalam perioritas
119
pemakaian APT dapat membantu pekerja mencegah bising yang ditimbulkan di area
kerja. Namun, perlu diperhatikan bahwa penggolongan APT ini dapat disesuaikan
dengan tingkat kebisingan dan kondisi lingkungan kerja. Maka tindak lanjut yang
harus dilakukan adalah penggolongan pekerja dalam pemakaian APT. Menurut
NIOSH (1999) bahwa salah satu indikator dalam survei kebisingan adalah
penggolongan pekerja dalam hal prioritas Alat Pelindung Telinga (APT). Sejalan
dengan itu menurut Tana (1998) menyatakan bahwa dari hasil pengukuran bising
dapat diketahui bagaimana tindak lanjut yang dilakukan dalam mengurangi bising
tersebut, diantaranya menetapkan tempat-tempat dimana alat pelindung telinga
diperlukan.
Indikator selanjutnya adalah tenaga pengukur yang telah bersertifikasi.
Berdasarkan pernyataan informan bahwa tenaga pengukur yang melakukan
pengukuran kebisingantelah bersertifikat dan berkompeten dibidangnya yaitu
pengukuran yang dilakukan dengan bekerjasama dengan balai K3 Bandung. Menurut
NIOSH (1999) dalam pelaksanaan survei bising alat pengukur kebisingan telah
terkalibrasi dan tenaga pengukur telah bersertifikasi. Sertifikat yang menunjukkan
bahwa petugas sudah tersertifikasi tidak dapat diperlihatkan untuk kepentingan
peneliti. Sebaiknya perusahaan hendaknya melampirkan sertifikat tenaga pengukur
dalam melakukan pengukuran tersebut. Hal ini sejalan dengan Tana (1998) bahwa
pengukuran bising yang dilakukan oleh ahli teknik yang berpengalaman dan ahli
kesehatan dan keselamatan kerja.
Indikator yang selanjutnya yaitu pengukuran yang dilakukan dengan alat
yang telah terkalibrasi. Tergambarkan bahwa penggunaan Instrumen dalam
kebisingan yang terkalibrasi, namun kelengkapan dokumen yang menunjukkan alat
terkalibrasi tidak dapat diperlihatkan oleh peneliti. Kondisi di perusahaan bahwa alat
120
pengukuran bising digunakan dari pihak yang telah berkompeten dengan alat yang
sudah terkalibrasi. Terdapat beberapa alat pengukuran kebisingan, antara lain sound
survei meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan
lain-lain (Hutabarat, 2012).
Dengan alat yang telah terkalibrasi dan tenaga pengukur yang bersertifikasi
maka hasil pengukuran kebisingan akan secara valid dapat diketahui seberapa besar
tingkat kebisingan di area tersebut.Sejalan dengan kelengkapan dokumen dalam
kalibrasi alat pengukuran disarankan untuk disertakan. Menurut NIOSH (1999)
dalam pelaksanaan survei bising harus menggunakan alat pengukur kebisingan telah
terkalibrasi dan tenaga pengukur telah bersertifikasi.
Dengan demikian pelaksanaan Survei Bising telah dilakukan sebagai tahap
pertama untuk mengetahui dan mengidentifikasi adanya bahaya bising. Terdapat
beberapa indikator yang sudah sesuai diantaranya elemininasi, substitusi,
engineering control, adanya tempat istirahat dan shift kerja. Kemudian terdapat
indikator yang belum terdapat di NIOSH (1999) yaitu pengukuran kebisingan saat
ada perubahan proses produksi, noise mapping, penetapan pekerja pada dosis
pajanan <0,5-1, penggolongan kerja dalam APT, tenaga pengukur yang bersertifikat,
kalibrasi alat pengukuran bising.
Maka dari itu dapat diberikan saran untuk melakukan pengukuran kebisingan
secara personal khususnya pada pekerja dengan mobilitas yang tinggi, perlu
dilakukan penjadwalan agar dapat memantau kebisingan manakala ada perubahan
dari kebisingan di area kerja, hasil pengukuran yang telah dilakukan disarankan
segera dibuat peta kontur bising, untuk melakukan penetapan pekerja yang terpajan
bising pada dosis pajanan <0.5-1, dilakukan penggolongan pekerja dalam pemakaian
APT, dan segera memberikan sign tingkat kebisingan di area kerja.
121
2. Pengendalian teknis dan administratif bising
Pengendalian teknis dan administratif merupakan salah satu pengendalian yang
dilakukan dalam mengendalikan potensi pajanan bising. Pengendalian teknis dan
administratif sudah dilakukan oleh perusahaan untuk menjalankan program
pengendalian bising. Pengendalian teknis ini merupakan pengendalian bising yang
efektif untuk dilakukan, akan tetapi ini merupakan langkah pengendalian yang paling
mahal untuk dilakukan (Hutabarat, 2012). PT. Pindad merupakan sebuah perusahaan
yang proses kerjanya secara keseluruhan menggunakan mesin, namun ada juga
pekerjaan dengan menggunakan secara manual.
PT. Pindad banyak menggunakan mesin dengan tingkat kebisingan yang cukup
tinggi, sehingga perusahaan melakukan rekayasa teknis pada mesin-mesin yang
menimbulkan bising tersebut. Beberapa jenis pengendalian teknis yang dilakukan
perusahaan ialah dengan perawatan mesin secara berkala, perbaikan mesin dan
komponen mesin. Berdasarkan indikator pada elemen pengendalian kebisingan yang
dilakukan perusahaan secara teknik dan administratif. Pengendalian teknik tersebut
mencakup indikator elliminasi sumber bising, substitusi, engineering control.
Sedangkan pengendalian administratif mencakup indikator adanya tempat istirahat bagi
pekerja, terdapat tanda peringatan pada area bising dan terdapat shit/rotasi kerja yang
memiliki kebisingan 85 dBA. Terdapat indikator yang sesuai yaitu eliminasi /
menghilangkan sumber bising. Perusahaan tidak dapat menghilangkan sumber bising
yang ditimbulkan dari mesin utama dalam proses pekerjaan.
122
Indikator yang pertama dalam pengendalian teknik adalah eliminasi. Pada
pengendalian teknis bising eliminasi merupakan suatu pengendalian kebisingan yang
bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai perioritas utama
(Setyorini, 2010). Menurut NIOSH (1999) bahwa terdapat pengendalian teknis dengan
menghilangkan sumber bising ≥ 85 dBA merupakan bentuk pengendalian yang utama.
Hal ini dikarenakan dengan menghilangkan potensi kebisingan tersebut dapat
memberikan efek positif bagi pekerja yang bekerja dengan kebisingan. Secara umum
perusahaan memiliki mesin yang bekerja dengan potensi kebisingan tinggi. Maka dari
itu perusahaan tidak bisa menghilangkan mesin tersebut hal ini dikarenakan bahwa
mesin yang digunakan sudah dari awal ada, dan untuk penggantian mesin belum
pernah dilakukan dengan pertimbangan bahwa penggantian mesin membutuhkan
banyak biaya.
indikator yang selanjutnya yaitu substitusi / mengganti mesin dengan potensi
bising tinggi. Pengendalian substitusi ini dimaksudkan untuk mengganti bahan-bahan
dan peralatan dengan kebisingan tinggi, sehingga pajanan bising selalu dalam batas
yang aman yaitu 85 dBA (Setyorini, 2010). Berdasarkan hasil penelitian bahwa
PT.Pindad memiliki proses kerja yang dilakukan dengan komperesi mesin dan dengan
pukulan secara manual. Komperesi mesin tersebut tidak dapat dihilangkan dan
kemudian diganti secara manual dengan pukulan. Menurut NIOSH (1999) bahwa salah
satu indikator dalam pengendalian teknik kebisingan adalah mengubah proses kerja
dengan mesin yang berpotensi bising tinggi. Dikarenakan proses kerja diperusahaan
menggunakan mesin dan manual secara pukulan, maka indikator yang menunjukkan
bahwa salah satu upaya mengurangi bising dari mesin dengan mengganti proses kerja
secara manual tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan proses kerja yang dilakukan
secara manual sudah termasuk salah satu bagian dalam proses tersebut.
123
Indikator pada pengendalian teknik selanjutnya adalah engineering control.
Engineering control merupakan tindakan untuk memodifikasi sumber bising agar
tingkat kebisingan dapat diturunkan dari sebelumnya agar tidak melebihi NAB .
Diantara cara untuk mengurangi kebisingan yang ditimbulkan meisn adalah
menggunakan lantai berpegas, dinding dan langit-langit yang menyerap suara. Menurut
Hutabarat (2012) bahwa apabila pengendalian bising pada sumber sura sulit dilakukan
maka teknis berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau melapisi dinding,
platfon dan lantai dengan bahan yang menyerap suara. Upaya yang dilakukan
selanjutnya dalam memodifikasi mesin dengan membuat peredam dari karet yang
melapisi bagian mesin yang berbenturan.
Pengendalian kebisingan pada engineering control yang dilakukan selanjutnya
dengan adanya maintenance. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perawatan
(Maintenance) yang dilakukan oleh PT. Pindad dari perawatan mesin dilakukan secara
berkala dengan mengencangkan, memberi pelumas dan sudah terdapat jadwal
perawatan mesin. Kegiatan ini dilakukan secara berkala dengan tujuan utamanya untuk
kelancaran produksi.
Menurut NIOSH (1999) dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen
Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) bahwa salah satu indikator dalam
pengendalian teknis bising adalah melakukan pemeliharaan mesin dengan mengganti,
mengencangkan bagian mesin yang longgar dan memberi pelumas secara teratur.
Sejalan dengan itu Benyamin (2005) dalam Kusumawati (2012) bentuk pencegahan dan
pengendalian bising dapat dilakukan dengan melakukan pelumasan pada bagian mesin
yang bergesekan. Selanjutnya dilakukan pengencangan bagian-bagian mesin yang
mulai longgar, terutama bagian yang dihubungkan dengan sambungan baut.
124
Menurut NIOSH (1999) terdapat tambahan elemen isolasi pekerja kedalam
ruang kedap sura dan transfer pekerja dengan keluhan pendengaran. Indikator
pengendalian teknis tersebut adalah mengisolasi operator dalam ruangan yang
relatif kedap suara. Berdasarkan hasil penelitian bahwa PT. Pindad juga belum
menyediakan ruang kerja yang kedap suara bagi pekerja. Namun ruang yang terdapat di
area kerja tersebut teruntuk kepala unit dan staff, bukan terhadap pekerja yang
berhadapan langsung dengan mesin yang potensi bisingnya tinggi. Menurut Roestam
(2004) bahwa salah satu upaya dalam pengendalian bising adalah melakukan isolasi
operator dalam ruangan yang relatif kedap suara.
Menurut NIOSH (1999) bahwa pengendalian teknis yang dilakukan diantaranya
melakukan isolasi pekerja ke ruang kedap suara. Hal ini sejalan dengan (Roestam,
2004) bahwa salah satu indikator dalam melakukan pengendalian kebisingan adalah
dengan melakukan isolasi operator kedalam ruangan yang relatif kedap suara. Dengan
demikian perusahaan belum melakukan isolasi kepada pekerja ke ruang kedap suara,
dampak yang akan ditimbulkan bila pekerja tidak di isolasi kedalam ruang kedap suara
akan terjadi pajanan bising yang tinggi kepada pekerja dan mengakibatkan penurunan
atau gangguan pendengaran. Oleh karena itu disarankan untuk pencegahan yang
dilakukan pekerja bila tidak disediakan ruang kedap suara adalah menggunakan APT
saat berhadapan langsung dengan mesin yang potensi bising tinggi.
Selanjutnya adalah pengendalian administratif dengan indikator adanya
tempat istirahat bagi pekerja setelah bekerja ditempat bising. Perusahaan telah
menyediakan tempat istirahat bagi pekerja yang jauh dari area bising. Dengan begitu
pekerja setalah melakukan aktifitas dengan pajanan bising di area kerja dapat
beristirahat tanpa adanya bising yang mengganggu. Menurut NIOSH (1999) bahwa
125
pengendalian administratif yang dilakukan diantaranya adanya tempat istirahat pekerja
setelah dari sumber bising.
Indikator selanjutnya adalah terdapat tanda peringatan pada area kerja
bising. Perusahaan dalam hal ini belum memberikan tanda peringatan terkait
kebisingan di area kerja, Menurut NIOSH (1999) bahwa salah satu pengendalian
administratif yang dilakukan adalah adanya tanda peringatan di area kerja bising ≥ 85
dBA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tanda-tanda peringatan yang terdapat di area
kerja hanya kepada perioritas pemakaian alat pelindung kepala (Helm), pemakaian
sarung tangan, pemakaian masker, pemakaian ear plug dan ear muff . Belum terdapat
tanda-tanda peringatan untuk area kerja dengan intensitas bising bising ≥ 85 dBA.
Menurut Pujiriani (2008) bahwa tanda peringatan harus terpasang di area kerja terkait
kebisingan tinggi di area kerja tersebut.
Maka dari itu, untuk memberikan peringatan kepada pekerja yang bekerja di
area kebisingan ≥ 85 dBA hendaknya dilengkapi dengan tanda peringatan di setiap area
dengan kebisingan ≥ 85 dBA. Sehingga pekerja dapat memberikan perlindungan diri
yang tepat dalam mengurangi penurunan pendengaran dari kebisingan yang
ditimbulkan.
Indikator selanjutnya yaitu shift / rotasi kerja di area kerja yang memiliki
kebisingan ≥85 dBA yang telah sesuai dengan indikator. Salah satu pengendalian
kebisingan yang dilakukan perusahaan adalah dengan merotasi kerja dengan
kebisingan ≥ 85 dBA. Hal ini ditunjukkan oleh adanya dokumen yang mengatur jadwal
pergantian shift bagi pekerja tersebut. Maka dari itu waktu kerja harus diatur
sedemikian rupa sehingga intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja tidak
melebihi Nilai Ambang Batas (NAB). Menurut NIOSH (1999) bahwa pengendalian
126
administratif yang dilakukan diantaranya adalah terdapat shift / rotasi kerja di area
bising. Sejalan dengan itu, menurut Hutabarat (2012) bahwa dalam pengendalian
administratif dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat
yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima. Menurut
(Direktorat bina kesehatan kerja departemen kesehatan, 2006) dalam (Pujiriani, 2008)
Adanya rotasi kerja yang dilakukan perusahaan, maka dapat mencegahan penurunan
pendengaran pekerja.
Menurut NIOSH (1999) bahwa pengendalian administratif dalam upaya
pengendalian bising dengan rotasi pekerja dengan pajanan kebisingan ≥ 85 dBA. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya dokumen yang mengatur rotasi pekerja. Oleh karena itu waktu
kerja harus diatur sedemikian rupa sehingga intensitas kebisingan yang diterima oleh
pekerja tidak melebihi Nilai Ambang Batas (NAB). Menurut (Direktorat bina kesehatan
kerja departemen kesehatan, 2006) dalam (Pujiriani, 2008). Adanya rotasi kerja yang
dilakukan perusahaan, maka dapat mencegahan penurunan pendengaran pekerja.
Indikator selanjutnya menurut NIOSH (1999) adalah dengan melakukan
transfer pekerja dengan keluhan pendengaran. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
pekerja yang ditransfer dengan keluhan pendengaran belum dilakukan. Transfer pekerja
yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan hasil medical check up yang dilakukan
pekerja. Semestinya pekerja dengan keluhan pendengaran diakibatkan bising di area
kerja dilakukan pemeriksaan audiometri. Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) bahwa transfer pekerja dilakukan
apabila menurut hasil tes audiometri pekerja terlihat adanya penurunan ambang
pendengaran.
127
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pernyataan informan bahwa pekerja
yang ditransfer ke bagian lain dilihat dari hasil medical check up. Hal ini Semestinya
pekerja dengan keluhan pendengaran melakukan tes audiometri, agar mengetahui
pekerja mengalami penurunan daya dengar yang diakibatkan dari bising di area
kerja.Pernyataan ini didukung oleh Roestam (2004) bahwa diantara upaya yang
dilakukan dalam pengendalian kebisingan adalah dengan dilakukannya transfer pekerja
dengan keluhan pendengaran berdasarkan hasil tes audiometri pekerja. Oleh karena itu
pekerja yang mengalami keluhan pendengaran segara melakukan pemeriksaan serta
dapat di tindak lanjuti oleh perusahaan sesuai dengan hasil pemeriksaannya. Dengan
demikian, indikator yang belum terdapat dalam instruksi program pengendalian bising
sebaiknya dapat dimasukkan kedalam instruksi kerja pengendalian bising perusahaan
selanjutnya.
3. Alat pelindung telinga (APT)
Alat Pelindung Telinga (APT) merupakan alat yang dapat memberikan
perlindungan dari potensi bising. Pelindung telinga dipakai di area kerja dengan potensi
kebisingan tinggi, bahkan setelah pengendalian teknik dan administratif dilakukan
(Tana, 1998). Berdasarkan pelaksanaan elemen indikator APT terbagi atas penggunaan
APT dan Penggantian APT. Penggunaan APT merupakan instruksi dalam pemakaian
earplug / earmuff bagi seseorang yang sedang berada di area kerja bising. Sedangkan
penggantian APT merupakan instruksi untuk mengganti earplug / earmuff bila rusak
atau tidak aman digunakan.
Diketahui bahwa indikator penggunaan APT diperusahaan hanya pada jenis alat
pelindung telinga yang di instruksikan kepada pekerja untuk memakai di area bising.
Berdasarkan hasil penelitian, APT yang disediakan di PT. Pindad berupa penyumbat
128
telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff). Jenis plug yang digunakan adalah
triple-flarge dengan NRR (Noise Reduction Rating) atau kemampuan untuk mereduksi
sebesar 21 dB serta disposable-plug dengan NRR sebesar 32 dB. Menurut Anizar
(2009) dalam Hutabarat (2012) bahwa earplug dapat mereduksi bising 25-30 dBA
dengan (NRR efektif 25%), sedangkan earmuff dapat mereduksi bising 30-40 dBA
dengan (NRR efektif 50%).
Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) dalam
Pujiriani (2008) bahwa alat pelindung telinga yang biasanya dipakai antara lain,sumbat
telinga (earplug), alat ini dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat
sehingga dapat mengurangi bising sampai 30 dBA,kemudian tutup telinga (earmuff)
yaitu alat yang dapat menutupi seluruh telinga dan dapat mengurangi bising sebesar 40-
50 dBA, kemudian Helm (enclosure) APT jenis ini dapat menutupi seluruh kepala dan
digunakan untuk mengurangi bising maksimum 35-50 dBA. Hal ini sejalan dengan
Fajar (2011) bahwa penggunaan APT yaitu seperti ear plug, ear canal caps, dan ear
muff untuk digunakan tenaga kerja dan memberikan pelatihan cara penggunaan yang
baik dan efektif.
Menurut Chairani (2004) bahwa berdasarkan tipe-tipe APT yang digunakan
pekerja bahwa masing-masing tipe tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan
dilihat dari aktivitas pekerja. Menurut (NIOSH, 1999) bahwa terdapat beberapa jenis
alat pelindung telinga yaitu sumbat telinga (earplugs), tutup telinga (earmuff),
Helmet/enclosure yang dapat mengurangi bising maksimum 35 dBA. Dengan demikian
jenis APT yang terdapat di perusahaan dapat mereduksi kebisingan yang diterima
pekerja.
129
Indikator selanjutnya adalah penggantian APT yang terdapat pada instruksi
pengendalian bising yang dilakukan perusahaan. Diketahui bahwa penggantian APT
yang di instruksikan bila adanya pekerja yang melapor ke kepala departemen bahwa
APT yang digunakan sudah tidak layak pakai. Namun pemeriksaan APT secara
periodik belum dilakukan, sedangkan yang dilakukan sebatas pengawasan dalam
penggunaan APT itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan APT secara periodik dalam hal
pemakaian, cacat/tidak sempurna bahkan adanya pergantian bila diperlukan belum
dilakukan. Peneliti tidak menemukan adanya dokumen terkait dengan pemeriksaan
secara periodik dalam hal pemakaian, dan juga berdasarkan pernyataan informan bahwa
pemeriksaan secara periodik tidak ada. Adapun pergantian yang dilakukan perusahaan
setahun sekali. Menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan pengawasan APT
diantaranya pemeriksaan APT secara priodik.
Pengawasan secara periodik ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kondisi
dari APT yang digunakan oleh pekerja. Bila terdapat kerusakan atau sudah tidak layak
dipakai maka akan penggantian oleh perusahaan. Oleh karena itu sebaiknya perusahaan
melakukan pengawasan secara periodik dalam hal dalam hal pemakaian, cacat / tidak
sempurna. Agar kemampuan reduksi APT dapat bekerja dengan baik untuk melindungi
telinga pekerja dari bising tinggi. Menurut NIOSH (1999) dalam program pengendalian
kebisingan bahwa elemen APT tidak hanya berdasarkan penggunaan dan penggantian
APT, namun terdapat indikator lain yaitu kecocokan APT, kenyamanan APT,
tersedianya APT, APT digunakan pekerja, monitoring dampak pemakaian APT, dan
pengawasan dalam penggunaan APT.
Indikator yang pertama yaitu kecocokan APT. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa kecocokan dalam pemakaian APT masih belum terlaksana. Menurut Direktorat
130
Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan (2006) bahwa penggunaan APT
dipengaruhi beberapa faktor agar pekerja memakai APT diantaranya adalah kecocokan
APT yang dapat memberikan perlindungan apabila tidak dapat menutupi liang telinga
dengan rapat. Menurut Jhon J Standart dalam buku Fundamental of Industrial Hygiene
5th
Edition, APT merupakan penghalang akustik yang dapat mengurangi jumlah energi
suara yang melewati lubang telinga menuju ke reseptor di dalam telinga. Standart
(2002) mengatakan bahwa penggunaan APT yang tidak cocok dalam memberikan
perlindungan telinga pekerja akan mengakibatkan APT tidak dapat bekerja secara
maksimal dalam meredam bising yang ditimbulkan di area kerja.
Indikator selanjutnya adalah kenyamanan APT. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa kenyamanan dalam menggunakan APT pada pekerja masih belum terlaksana.
Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya pernyataan informan mengenai kenyamanan
dalam pemakaian APT bahwa pekerja tidak memakai APT dikarenakan sudah terbiasa
dengan pajanan bising saat bekerja. Menurut penelitian yang dilakukan Syaff,
kenyamanan akan timbul apabila seseorang membiasakan diri melakukan sesuatu hal
(Syaff, 2008). Sejalan dengan itu menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan APT
diantaranya adalah kenyamanan dalam pemakaian APT. Hal ini sejalan dengan
penelitian Sardewi (1998) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi program HLPP
tidak efektif adalah sikap pekerja terhadap pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT).
Oleh karena itu, kenyamanan APT pada pekerja hendaknya selain
memperhatikan aspek dari kebisingan yang diterima, tetapi juga dari lingkungan kerja.
Lingkungan kerja sendiri merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan
APT oleh manajemen (Brueck, 2009). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
bahwa lingkungan kerja di PT Pindad memiliki karakteristik berdebu dan suhu yang
131
panas. Menurut Brueck (2009), kondisi lingkungan yang panas dan berdebu dapat
membuat earmuff sulit digunakan dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pekerja.
Hal ini dipertegas dari hasil observasi lapangan dimana banyak pekerja yang
tidak menggunakan APT. Ketika menggunakan earmuff di lingkungan yang panas,
keringat dapat berkumpul di sekitar liang telinga sehingga dapat menyebabkan iritasi di
telinga. Kenyamanan sendiri merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
pemilihan APT demi mendorong suksesnya pemakaian APT oleh pekerja (NIOSH,
1998). Pekerja mempercayai APT yang terbaik adalah salah satu yang dapat
memberikan kenyamanan sehingga mereka ingin menggunakannya sepanjang waktu
selama bekerja di area yang bising (Gerges, 1999). Dengan demikian kenyamanan APT
semestinya dimasukkan kedalan instruksi pengendalian bising, karena apabila
kenyamanan APT diabaikan akan berdampak terhadap pekerja yang semakin banyak
tidak memakai APT di area kerja bising.
Indikator selanjutnya mengenai ketersediaan APT bagi pekerja dengan
pajanan bising ≥85 dBA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa tersedianya APT bagi
semua pekerja pekerja dengan bising ≥85 dBA yaitu sumbat telinga (earplug) dan tutup
telinga (earmuff). Sejalan dengan indikator sebelumnya dikatakan bahwa masing-
masing APT memiliki tingkat mereduksi yang berbeda.Sumbat telinga (earplug)
memiliki tingkat reduksi 21 dBA dan tutup telinga (earmuff) 32 dBA.
Menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan APT diantaranya mencakup
tersedianya APT bagi pekerja. Sejalan dengan itu menurut Hutabarat (2012)
penggunaan APT dengan bekerja di kebisingan ≥85 dBA dapat melindungi
pendengaran pekerja. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 pasal
14 butir c dikatakan pengurus (pengusaha) diwajibkan mengadakan secara cuma-cuma
semua Alat Pelindung Diri (APD) termasuk di dalamnya Alat Pelindung Telinga (APT)
132
yang diwajibkan pada tenaga kerja dibawah pimpinannya. Hal ini juga serupa dalam
PERMENAKERTRANS NO.8/VII/2010 dalam pasal 2 ayat 1 yang mengatakan
pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh ditempat kerja.
Indikator yang selanjutnya melihat penggunaan APT oleh pekerja pada saat
terpajan bising >85dBA. Berdasarkan hasil penelitian bahwa APT telah disedikan oleh
perusahaan namun belum digunakan oleh pekerja saat terpajan dengan bising ≥85 dBA.
Semestinya pekerja dengan kebisingan ≥85 dBA menggunakan APT sebagai pelindung
bagi pendengaran pekerja. Kesadaran pekerja dalam memakai APT yang telah
disediakan oleh perusahaan masih kurang. Pekerja yang sudah terbiasa dengan pajanan
bising yang diterima dianggap tidak menjadi masalah kalau tidak memakai APT.
Hal ini sejalan pada penelitian Arini (2005), Iqbal (2014) bahwa rendahnya
kesadaran pekerja tidak menggunakan APT. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan
bahaya kebisingan yang diterima dengan tidak memakai APT masih kurang.
Sebagaimana yang telah di atur dalam PERMENAKERTRANS No.08/MEN/VII/2010
pasal 6 ayat 1 dikatakan bahwa pekerja/buruh wajib memakai atau menggunakan APD
sesuai dengan potensi bahaya dan risiko. Jelaslah bahwa pekerja wajib memakai APD
dalam hal ini potensi kebisingan tinggi dengan memakai APT memberikan risiko
gangguan kesehatan pendengaran bagi pekerja.
Indikator selanjutnya yang membahas mengenai monitoring dampak
pemakaian (iritasi atau infeksi). Berdasarkan hasil penelitian bahwa monitoring
dampak pemakaian APT belum dilakukan. informasi dari sumber penelitian bahwa
pengawasan yang dilakukan perusahaan sebatas pengawasan dalam hal pemakaian dari
APT pekerja. Menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan APT mencakup diantaranya
mencakup monitoring dampak dari pemakaian APT pekerja. Semestinya perusahaan
melakukan pemantauan dampak dari pemakaian APT terhadap pekerja, sehingga dapat
133
mengetahui pekerja yang mengalami gangguan dari pemakaian APT tersebut. mesin
dan tingkat kebisingan serta lingkungan kerja untuk itu perlu dilakukan pemantauan
dampak dari pemakaian APT tersebut.
Indikator selanjutnya adalah pengawasan dalam penggunaan APT.
Penggunaan APT sejauh ini dianggap cukup dalam mengatasi bahaya pajanan bising
yang diterima pekerja.. Perusahaan telah memberikan kontrol terhadap pemakaian APT
dengan menerbitkan safety patrol. Menurut NIOSH (1999) bahwa pelaksanaan APT
diantaranya perusahaan melakukan pengawasan terhadap penggantian APT.
Meskipun pekerja setuju bahwa menggunakan APT merupakan suatu keharusan,
faktanya mayoritas pekerja tidak menggunakan APT pada saat bekerja. Hal ini mungkin
saja terjadi bila pekerja hanya memakai APT sebatas akan adanya pengawasan tersebut.
oleh karena itu, untuk meningkatkan penggunaan APT sebaiknya perusahaan
memperbaiki dan meningkatkan sistem pengawasan terkait penggunaan APT pada saat
bekerja, dan untuk menumbuhkan motivasi, perusahaan dapat memberikan beberapa
perlakukan seperti pemberian hukuman bagi pekerja yang tidak menggunakan APT
pada saat bekerja dan pemberian penghargaan bagi pekerja yang secara taat memakai
APT pada saat bekerja dan tidak dikarenakan adanya pengawasan dari perusahaan.
Dengan demikian, indikator yang belum terdapat dalam instruksi APT
diantaranya penggunaan dan penggantian APT, namun terdapat indikator lain yaitu
kecocokan APT, kenyamanan APT, tersedianya APT, APT digunakan pekerja,
monitoring dampak pemakaian APT, dan pengawasan dalam penggunaan APT dapat
dimasukkan kedalam instruksi pengendalian bising perusahaan.
134
4. Pemantauan audiometri
Pemantauan audiometri merupakan kegiatan pengukuran kemampuan
mendengar dengan pemeriksaan audiometer. Pemeriksaan audiometri sangat penting
peranannya dalam menunjang deteksi dini gangguan pendengaran. Dalam industri,
audiometri sebenarnya mutlak diperlukan terutama bagi pekerja yang terpajan bising.
Menurut Harrington dan Gill dalam Herman (2003) menyebutkan beberapa
keuntungan penerapan audiometri dalam industri, antara lain berupa adanya rekam
medis baseline audiogram yang diperoleh pada waktu pekerja mulai memasuki
lapangan kerja. Mengetahui situasi / kondisi pendengaran dan upaya kebisingan
lainnya, memperlihatkan pengaruh kebisingan pada pekerja dan menentukan secara
dini kemungkinan terjadinya gangguan pendengaran.
Indikator yang pertama dalam pemeriksaan audiometri yaitu pemeriksaan
pekerja baru (pre employment). Berdasarkan hasil penelitian bahwa PT. Pindad telah
melakukan pemeriksaan kesehatan awal bagi pekerjanya dalam medical check up,
terutama pada saat penerimaan pekerja baru (pre employment), namun belum termasuk
di dalamnya pemeriksaan ketajaman pendengaran (audiometric) bagi pekerja yang
berpotensi terpajan bising. Menurut NIOSH (1999) bahwa salah satu indikator dalam
pemantauan audiometri adalah dengan pemeriksaan audiometri disaat pertama bekerja
disuatu perusahaan. Sejalan dengan itumenurut Hutabarat (2012) bahwa pengukuran
audiometri sebaiknya dilakukan pada saat penerimaan pekerja baru (pre employment).
Pengukuran awal tersebut berguna sebagai base-line untuk mengevaluasi terhadap
pekerja yang terpajan bising.
Demikian didukung oleh pernyataan Harrington dan Gill dalam Herman (2003)
bahwa pemeriksaan audiometri merupakan data dasar yang dipakai sebagai
pembanding terhadap hasil audiometri pada pemeriksaan berkala. Data ini sangat
135
berguna untuk menilai adanya penurunan daya dengar atau menentukan terjadinya
ketulian akibat kerja. Sejalan dengan itu menurut Fajar (2011) bahwa untuk dapat
melindungi pekerja secara maksimal, pemeriksaan pendengaran harus dilakukan mulai
dari calon pekerja baru (pre employment). Oleh karena itu, pemeriksaan audiometri
dibutuhkan bagi pekerja yang baru memasuki tempat kerja dengan potensi bising
tinggi. Pemeriksaan awal ini bertujuan sebagai data awal mengenai kondisi
pendengaran pekerja agar dapat memonitoring perkembangan dari kesehatan
pendengaran pekerja.
Hal ini sejalan menurut penelitian Adikusumo (1994) mengatakan bahwa
monitoring audiometri pada tahap awal dapat membantu mengidentifikasi pekerja yang
mengalami risiko kerusakan pendengaran tingkat awal, sehingga mereka dapat
dimutasi/ditempatkan di luar tempat kerja yang bising. Pada pemeriksaan audiometri
calon pekerja baru (pre employment) pemeriksaan ulang dilakukan setelah 9-12 bulan
kemudian. Apabila tidak terdapat perubahan ambang batas pendengaran yang
bermakna bila dibandingkan dengan hasil sebelumnya, pemeriksaan dilakukan dengan
interval 1 tahun, kalau pajanan bising relatif rendah, maka pemeriksaan diperpanjang
lebih dari 1 tahun Tana (1998).
Indikator yang selanjutnya yaitu pemeriksaan audiometri pada pekerja ke
tempat bising. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan audiometri pada saat
penempatan karyawan ke tempat bising belum dilakukan. pemeriksaan audiometri
hanya dilakukan secara berkala pada dua tahun sekali. Data terakhir tes audiometri
yang dilakukan pada tahun 2013. Dengan tingkat kebisingan yang cukup tinggi di area
kerja semestinya pengukuran dilakukan dilakukan setahun sekali. Menurut Herman
(2003) bahwa pemeriksaan berkala dilakukan setiap satu tahun sekali atau enam bulan,
bergantung dari tingkat intensitas kebisingan yang diterima. Hal ini sejalan menurut
136
Harrington dan Gill dalam Herman bahwa keuntungan melakukan pemeriksaan
audiometri dapat mengetahui situasi / kondisi pendengaran pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pemeriksaan audiometri saat pindah tugas
dari tempat bising atau saat pensiun belum dilakukan. Pekerja mengetahui status
kesehatan saat pindah tugas/pensiun melalui hasil medical check up yang dilakukan.
Menurut NIOSH (1999) bahwa salah satu indikator pelaksanaan audiometri dilakukan
pada saat keluar atau pindah dari tempat dengan kebisingan yang tinggi dengan
kebisingan yang normal dan saat pensiun/purna tugas.
Hal ini sejalan menurut OSHA (1983) dan Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan (2006) dalam Pujiriani (2008) bahwa salah satu indikator
dalam pemeriksaan audiometri dilakukan pada saat pekerja keluar dari tempat kerja
dengan potensi bising tinggi dan pada saat pensiun. Pengukuran pada saat pekerja
pensiun ini dapat memperlihatkan pengaruh bising yang diterima pekerja selama
bekerja diperusahaan tersebut dan mengetahui kemungkinan terjadinya gangguan
pendengaran dari bising yang ditimbulkan dari pekerjaannya Herman (2003).
Berdasarkan hasil audiometri yang dilakukan saat keluar/purna tugas ini bertujuan
untuk memberikan informasi dan penjelasan mengenai status kesehatan pendengaran
pekerja (Chairani, 2004). Fase pemeriksaan pasca kerja ini merupakan tahap hasil
pengujian audiometri terhadap seorang pekerja yang sudah tidak lagi bekerja di tempat
yang memiliki tingkat kebisingan melebihi NAB/purna tugas (Kusumawati, 2012)..
Indikator yang selanjutnya mengenai data audiometri jelas, terdapat tanggal
pelaksanaannya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa data mengenai pemeriksaan
audiometri sudah terlaksana, terdapat tanggal dan hasil pemeriksaannya dapat dilihat
pada lampiran 6 hasil audiometri. Menurut NIOSH (1999) bahwa dalam pelaksanaan
137
tes audiometri memiliki data yang jelas dan terdapat tanggal pelaksanaannya. Sejalan
dengan itu menurut OSHA (1983) bahwa dalam tes audiometri yang dilakukan terdapat
data jelas dan terdapat tanggal pelaksanaanya. Menurut Herman (2003) bahwa
pemeriksaan audiometri dilakukan dengan melengkapi data yang lengkap seperti
tanggal pelaksanaan dan data pemeriksaannya. Selanjutnya dari hasil pemeriksaan
audiometri tersebut dapat diambil tindak lanjut atau pengendalian dari pekerja yang
mengalami gangguan dengar akibar bising di area kerja.
Indikator selanjutnya mengenai tindak lanjut dari dokumen audiometri.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa tindakan lebih lanjut dari dokumen audiometri
belum dilakukan. Jika terdapat kelainan atau gangguan dengar dari hasil pemeriksaan
audiometri maka PT. Pindad wajib melakukan tindak lanjut jika ditemukan kelainan
atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga kerja pada pemeriksaan berkala,
pengurus wajib mengadakan tindak lanjut terhadap kalainan atau gangguan tersebut
dan sebab-sebabnya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja.
Menurut NIOSH (1999) bahwa dari hasil pemeriksaan audiometri selanjutnya
dilakukan tindak lanjut mengenai pekerja yang mengalami penurunan/gangguan
pendengaran. Seiring dengan itu OSHA menyatakan bahwa hasil pemeriksaan
audiometri pekerja harus ditindak lanjuti untuk mengetahui tindakan yang harus
dilakukan oleh perusahaan. Tindak lanjut dari temuan berdasarkan pemeriksaan
audiometri yang diakibatkan oleh kebisingan, harus disesuaikan dengan tingkat
gangguan pendengaran yang di derita pekerja. Apabila tingkat keparahan gangguan
pendengaran serius sebaiknya pekerja dipindahkan dari tempat kerja tersebut. Namun
jika jenis gangguan pendengaran baru sebatas tinnitus, pengobatan ataupun tindak
lanjut yang dilakukan adalah dengan istirahat di ruang khusus yang tenang dan
terhindar dari kebisingan serta mengkonsumsi makanan yang cukup dan bergizi
138
(Kusumawati, 2012). Oleh karena itu semestinya perusahaan melakukan evaluasi
terhadap hasil audiometri pekerja, sehingga dapat menjamin keselamatan dan
kesehatan pekerja serta, dapat memberikan pemindahan tugas dari tempat dengan
potensi bising ke tempat yang lebih rendah potensi bisingnya.
Indikator selanjutnya yang membahas mengenai perbandingan hasil
pemeriksaan pekerja sebagai baseline data untuk mengidentifikasi kesesuaian
NAB. Pemeriksaan audiometri berkala dilakukan untuk melihat adanya perubahan
pada fungsi pendengaran. Penurunan atau bahkan kehilangan pendengaran dapat dilihat
dari hasil analisis perbedaan audiogram data awal dibandingkan dengan audiogram
pemeriksaan berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa perbandingan hasil tes
pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi kesesuaian NAB dengan standar belum
dilakukan. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam menindak lanjut hasil pemeriksaan
audiometri. Menurut NIOSH (1999) bahwa dari pemeriksaan (pre employment)
dilakukannya perbandingan hasil tes pekerja sebagai baseline data untuk identifikasi
kesesuaian NAB dengan standar.
Sejalan dengan itu menurut Herman (2003) bahwa dari hasil pemeriksaan
audiometri (pre employment) dapat menjadi dasar sebagai pembanding dan berguna
untuk menentukan terjadinya gangguan pendengaran akibat kerja. Dapat dikatakan
bahwa adanya identifikasi dan tindak lanjut dari perbandingan hasil pemeriksaan
pekerja baseline data tidak dapat memberikan gambaran kondisi pendengaran pekerja
pada saat awal masuk dengan pemeriksaan pre-employment sampai pekerja
keluar/purna tugas dari perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dalam hal ini harus
melakukan pemeriksaan pre-employment untuk dapat membandingkan hasil
pemeriksaan audiometri pekerja, sehingga dapat memberikan tindak lanjut dari
gangguan yang dialami pekerja. Setelah hasil pemeriksaan audiometri dibandingkan
139
dengan kesesuaian NAB akan terlihat bahwa pekerja yang mengalami gangguan
pendengaran akan melewati nilai Standard Threshold Shift (STS) kemudian
dikomunikasikan dan diberikan peringatan secara tertulis kepada pekerja yang
bersangkutan agar pekerja dapat mengetahui penurunan pendengaran yang dialaminya.
Indikator yang selanjutnya mengenai hasil tes audiometri secara keseluruhan
dikomunikasikan kepada pihak yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa hasil tes audiometri telah dikomunikasikan kepada pihak yang mengikuti tes
audiometri dan pengawas. Hasil tes audiometri secara keseluruhan dapat menjelaskan
informasi yang jelas kepada pekerja Chairani (2004). Namun bentuk komunikasi dari
hasil tes audiometri hanya sebatas hasil pemeriksaan audiometri, belum ada
komunikasi lebih lanjut mengenai hasil pemeriksaan tersebut kepada pekerja. Sejalan
dengan itu menurut NIOSH (1999) bahwa hasil pemeriksaan audiometri secara
keseluruhan dikomunikasikan kepada pihak yang bersangkutan.
Perusahaan hendaknya mengkomunikasikan secara umum dan jelas mengenai
pemeriksaan audiometri kemudian bagaimana tindak lanjut dari pengujian tersebut,
agar pekerja mendapatkan informasi yang sejelas jelasnya. Sehingga pekerja lebih
memberikan perlindungan diri secara lebih baik dalam bekerja dengan kebisingan yang
diterima di tempat kerjanya. Menurut direktorat bina kesehatan kerja departemen
kesehatan (2006) bahwa hasil tes audiometri secara keseluruhan dikomunikasikan
kepada pengawas dan pekerja yang mengikuti tes audiometri tersebut.
5. Pencatatan dan pelaporan
Elemen pencatatan dan pelaporan merupakan pencatatan hasil dari serangkaian
pelaksanaan program pengendalian kebisingan. Berdasarkan elemen pencatatan dan
pelaporan bahwa terdapat indikator yang sesuai yaitu, pencatatan Monitoring hearing
140
hazards, engineering and administratif controls, personal hearing protective, Indikator
yang belum sesuai yaitu pencatatan audiometric yang dokumennya dapat dilihat pada
lampiran 5.14.
Pencatatan audiometri semestinya dokumentasi disimpan menjadi satu kesatuan
dari setiap indikator program yang dijalankan. Namun dalam Pelaksanaan dokumen
audiometri ini masih tidak rapi dalam menyimpan hasil pemeriksaan audiometri pekerja
dari pertama pemeriksaan yang dilakukan sampai akhir.
Berdasarkan pencatatan dokumen audiometri yang perlu perbaikan maka yang
harus dilakukan adalah mencari dokumen yang terdahulu dalam pemeriksaan audiometri
bagi pekerja yang masih aktif dan telah mengikuti pemeriksaan audiometri untuk
melindungi data pekerja. Sejalan dengan itu pencatatan dan penyimpanan data yang
efektif memliki tujuan diantaranya untuk mendorong pihak manajemen agar selalu
memperhatikan karyawannya, memastikan pengendalian kebisingan dilaksanakan secara
tepat dan akurat, dan menjaga agar data karyawan tetap valid (Fajar, 2012). Dokumen ini
berguna untuk memudahkan petugas yang bertanggung jawab untuk menganalisa jika
terdapat adanya perbedaan atau perubahan kemudian akan ditindak lanjuti oleh
perusahaan.
Menurut NIOSH (1999) indikator yang belum terdapat pada elemen pencatatan
dan pelaporan adalah pencatatan evaluasi dan pencatatan audit. Pencatatan evaluasi
dan audit belum dilakukan dikarenakan elemen evaluasi dan audit pada instruksi
pengendalian kebisingan. Menurut NIOSH (1999) dalam pelaksanaan pencatatan harus
dilakukan yaitu pencacatan dan pelaporan audit, pencatatan monitoring bising,
pencatatan pengendalian teknis dan administratif, pencatatan audiometric dan pencatatan
program evaluasi dan audit. Pencatatan dan penyimpanan data yang efektif memliki
141
tujuan diantaranya untuk mendorong pihak manajemen agar selalu memperhatikan
karyawannya, memastikan HLPP dilaksanakan secara tepat dan akurat, dan menjaga agar
data karyawan tetap valid (Fajar, 2012).
142
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. PT.Pindad (Persero) Bandung adalah suatu perusahaan yang telah mengeluarkan
kebijakan mengenai Keselamatan dan kesehatan kerja (K3), pengendalian kebisingan
telah ada sebagai salah satu program dalam keselamatan dan kesehatan kerja.
Dengan demikian, PT.Pindad (Persero) Bandung telah melaksanakan beberapa
langkah untuk mengetasi masalah kebisingan seperti dilakukannya survei
kebisingan, pengendalian kebisingan, Alat Pelindung Telinga (APT), pengendalian
pemeriksaan audiometri dan pencatatan pelaporan.
2. Pelaksanaan survei bising telah dilakukan sebagai tahap pertama untuk mengetahui
dan mengidentifikasi adanya bahaya bising. Terdapat beberapa indikator yang sudah
sesuai diantaranya elemininasi, substitusi, engineering control, adanya tempat
istirahat dan shift kerja. Kemudian terdapat indikator yang belum terdapat di NIOSH
(1999) yaitu pengukuran kebisingan saat ada perubahan proses produksi, noise
mapping, penetapan pekerja pada dosis pajanan <0,5-1, penggolongan kerja dalam
APT, tenaga pengukur yang bersertifikat, kalibrasi alat pengukuran bising.
3. Elemen pengendalian kebisingan secara teknis terdapat indikator yang sesuai yaitu
engineering control dan administratif control yang meliputi pemeliharaan mesin,
mengurangi transmisi bising dengan bahan yang meredam suara, adanya tempat
istirahat, tanda/sign dengan intensitas tinggi, dan terdapat shift kerja. Indikator pada
elemen ini yang belum sesuai diantaranya adalah eliminasi dan substitusi yang
meliputi menghilangkan sumber utama bising dari mesin, mengganti mesin bising
143
tinggi ke bising kurang, melakukan isolasi operator dalam ruang kedap suara, dan
transfer pekerja dengan keluhan pendengaran.
4. Elemen Alat Pelindung Telinga (APT) terdapat indikator yang telah sesuai yaitu
jenis APT (earplug, earmuff), dan tersedianya APT untuk pekerja dengan bising ≥85
dBA. Terdapat beberapa indikator yang belum sesuai diantaranya kecocokan APT,
kenyamanan APT, pemeriksaan APT secara periodik, monitoring dampak pemakaian
APT, APT yang disediakan saat perpapar bising ≥85 dBA, dan pengawasan dalam
penggunaan APT.
5. Elemen audiometri terdapat indikator yang sudah sesuai yaitu adanya sertifikasi
petugas audiometri, petugas melakukan dengan prosedur standar pemeriksaan, data
jelas dan hasil audiometri dikomunikasikan kepada pihak terkait. Adapun indikator
yang belum sesuai yaitu audiometri pre employment, penempatan karyawan ke
tempat bising bila bising >85 dBA, pemeriksaan saat purna tugas, tindak lanjut dari
hasil audiometri, perbandingan hasil audiometri dengan baseline data, peringatan
secara tertulis jika melewati standar dan adanya evaluasi jika STS lebih besar dari
5% setiap tahun.
6. Elemen pencacatan dan pelaporan terdapat indikator yang sesuai yaitu, pencatatan
monitoring hearing hazards, engineering and administratif controls, Personal
hearing protective. Indikator yang belum sesuai yaitu pencatatan audiometri
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengendalian kebisingan
yang belum terdapat elemen pendidikan dan pelatihan, evaluasi program dan audit
program. Elemen yang sudah sesuai namun masih perlu kelengkapan dalam
pemenuhan indikator pada elemen tersebut diantaranya elemen survei kebisingan,
pengendalian teknis dan administratif, APT, tes audiometri, pencatatan dan
pelaporan.
144
B. Saran
1. Perusahaan
Adapun saran dalam elemen pengendalian yang lebih rinci seperti berikut :
a) Pada instruksi program pengendalian bising sebaiknya menambahkan elemen
pendidikan dan motivasi, evaluasi program dan audit program dalam
pengendalian kebisingan.
b) Pada elemen survey kebisingan melakukan pengukuran kebisingan secara
personal khususnya pada pekerja dengan mobilitas yang tinggi, perlu
dilakukan penjadwalan agar dapat memantau kebisingan manakala ada
perubahan dari kebisingan di area kerja, hasil pengukuran yang telah
dilakukan disarankan segera dibuat peta kontur bising, untuk melakukan
penetapan pekerja yang terpajan bising pada dosis pajanan <0.5-1, dilakukan
penggolongan pekerja dalam pemakaian APT, dan segera memberikan sign
tingkat kebisingan di area kerja.
c) Pengendalian teknis dan administratif tidak dilakukan penggantian mesin
dengan bising tinggi upaya selanjutnya yang dapat dilakukan setelah
melakukan maintenance untuk mengurangi bising yang ditimbulkan mesin,
pada pengendalian administratif adalah hendaknya dilengkapi dengan tanda
peringatan di setiap area dengan kebisingan ≥ 85 dBA, bila tidak disediakan
ruang kedap suara adalah menggunakan APT saat berhadapan langsung
dengan mesin yang potensi bising tinggi, pekerja dengan keluhan
pendengaran segara melakukan pemeriksaan serta dapat di tindak lanjuti oleh
perusahaan sesuai dengan hasil pemeriksaannya.
d) Pada elemen APT tidak hanya sebatas menggunakan APT dan penggantian
APT, sebaiknya dimasukkan kedalam instruksi pengendalian kebisingan
145
yaitu kecocokan APT, kenyamanan APT, tersedianya APT untuk semua
pekerja bising, APT digunakan pekerja, monitoring dampak pemakaian,
pengawasan pemakaian APT.
e) Pada elemen pemeriksaan audiometri melakukan pemeriksaan pre
employment, penempatan karyawan ke tempat bising bila bising >85 dBA,
pemeriksaan saat purna tugas, tindak lanjut dari hasil audiometri,
perbandingan hasil audiometri dengan baseline data, peringatan secara
tertulis jika melewati standar dan adanya evaluasi jika STS lebih besar dari
5% setiap tahun.
f) Program dari sisi pelaksanaan survey kebisingan dan pengendalian
kebisingan menjadi bahan identifikasi apakah ada daerah yang perlu
dikontrol lebih lajut, hasil pemantauan audiometri dan pencatatannya,
evaluasi APT yang digunakan
2. Peneliti Selanjutnya
Adapun saran dari penulis sebagai peneliti selanjutnya sebaiknya tidak hanya
melihat pelaksanaan program pengendalian dalam waktu yang singkat saja, melainkan
juga perlu melakukan beberapa jangka waktu tertentu serta terhadap tingkat kefektifan
dari program tersebut.
146
DAFTAR PUSTAKA
Adikusumo, S. (1994). Pengaruh kebisingan Lingkungan Kerja Terhadap Gangguan
Pendengaran Pekerja Pabrik Keramik. Universitas Indonesia.
Bashiruddin, J. (2002). Pengaruh Bising Dan Getaran Pada Fungsi Keseimbangan Dan
Pendengaran. Universitas Indonesia.
Berger, E. H., Layne, M., Driscoll, D.P., Royster, L.H., . (2003). The Noise Manual (5 ed.)
Chairani, S. M. (2004). Prevalensi Dan Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Gangguan Pendengaran Akibat Bising Pada Tenaga Kerja Yang Terpajan Bising
Lebih Dari 85 dB Di Pabrik Sepatu X Banten 2003. Program Pasca Sarjana Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Fajar, A. (2011). Evaluasi Tingkat Pendengaran Pekerja PLATFORM Unit Bisnis Star
Energy (KAKAP) Ltd. Tahun 2011. DeparteMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS
INDONESIA.
Fernández, M. D., Quintana, S., Chavarría, N., & Ballesteros, J. A. (2009). Noise exposure of
workers of the construction sector. Applied Acoustics, 70(5), 753-760. doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.apacoust.2008.07.014
Franks, A. H. S. a. J. R. (1996). A Practical Guide To Effective Hearing Conservation
Programs In The Workplace.
Griest, S. E., Folmer, R. L., & Martin, W. H. (2007). Effectiveness of "Dangerous Decibels,"
a School-Based Hearing Loss Prevention Program. [Article]. American Journal of
Audiology, 16(2), S165-S181. doi: 10.1044/1059-0889(2007/021)
147
Herman, M. (2003). Studi Tentang Hubungan Antara Kebisingan Dengan Gangguan
Pendengaran Pekerja Di Petrochina Tahun 2002. Program Studi Magister
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Hutabarat, M. M. (2012). EVALUASI HEARING CONSERVATION PROGRAM DI PT. X
PADA TAHUN 2009-2011. KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS
INDONESIA.
ILO. (1998). Noise In Encyclopaedia Of Occupational Healt And Safety. Vol. 2.
Kusumawati, I. (2012). Hubungan Tingkat Kebisingan Di Lingkungan Kerja Dengan
Kejadian Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Di PT X 2012. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Mahfudz, I. (2005). Ilmu Perilaku dan Aplikasinya dalam Masyarakat
Malaka, T. d. I. M. (2010). Analisis program konservasi pendengaran studi kasus di pabrik
PT Pupuk Sriwidjaja IV Palembang 2009. program pasca sarjana kesehatan
masyarakat STIK BINA HUSADA, PALEMBANG.
McTague, M. F., Galusha, D., Dixon-Ernst, C., Kirsche, S. R., Slade, M. D., Cullen, M. R., &
Rabinowitz, P. M. (2013). Impact of daily noise exposure monitoring on occupational
noise exposures in manufacturing workers. Int J Audiol, 52 Suppl 1, S3-8. doi:
10.3109/14992027.2012.743047
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia, K. (2011). Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi NOMOR PER. 13/MEN/X/2011 TAHUN 2011.
Michael, K., Tougaw, E., & Wilkinson, R. (2011). Role of continuous monitoring in a hearing
conservation program. Noise & Health, 13(51), 195-199. doi: 10.4103/1463-
1741.77204
148
Moleong, l. J. (1994). Metodelogi Penelitian Kualitatif T. Surjaman (Ed.)
NIOSH. (1999). Best Practices in Hearing Loss Prevention.
Notoatmodjo, s. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan
OSHA, O. S. a. H. A. (1983). Occupational Noise Exposure; Hearing Conservation
Amendment; Final RuleFederal Register, vol. 48 ( pp. 9738 – 9785). washitongton,
DC
Pujiriani. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keluhan Pendengaran
Subyektif Yang Dirasakan Oleh Masinis Kereta Api Dipo Lokomotif Jatinegara
Tahun 2008. program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Departemen Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Roestam, A. W. (2004). Program Konversi Pendengaran di Tempat Kerja. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
Sataloff, R., Sataloff J. (1994). Diagnosing occupational hearing loss M. d. lnc (Ed.)
ŞChiopu, N., & Bardac, D. I. (2013). HEARING CONSERVATION PROGRAMME.
[Article]. Acta Medica Transilvanica, 18(2), 193-195.
Seotirto, i. (1994). Aspek klinik dan evaluasi kecacatan pada Noise Induced Hearing Loss
(NIHL).
Setyorini, r. (2010). Gambaran kebisingan area ammonia ia dan pengaruhnya terhadap tenaga
kerja di PT Pupuk Kujang Cikampek
Shofwati, i. Y. p. s. (2009). Hygine industri.
Suma’mur, P. K. (2009). Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes)
Tana, L. (1998). Gangguan Pendengaran Akibat Bising Pada Tenaga Kerja Di Perusahaann
PLYWOOD PT. X Jawa Barat. Program pasca sarjana kesehatan dan Keselamatan
Kerja Kekhususan Hiperkes Medis Universitas Indonesia.
149
Lampiran
1. Lembar wawancara
Hari / tanggal wawancara :
Durasi wawancara :
Identitas Informan :
Nama :
Jenis kelamin :
Jabatan/devisi :
Masa kerja :
A. Survei Pajanan Bising
1. Bisakah bapak/ibu ceritakan bagaimana survei / pengukuran pajanan bising ditempat
kerja yang dilakukan oleh perusahaan?
a. Bagaimana bisa dipaparkan dengan metode apa melakukan pengukurannya
b. Bagaimana dengan Noise Mapping/pemetaan bising di tempat kerja?
c. Bagaimana dengan jadwal kegiatan pemantauan bising?
d. Bisa dipaparkan di devisi mana saja di ukur?
2. Bisa dipaparkan bagaimana dilakukannya pemeriksaaan dosis pajanan kebisingan
terhadap pekerja?
a. Jelaskanlah bagaimana proses pemeriksaannya?
b. Siapa yang melakukan pemeriksaan dosis pajanan bising tersebut?
c. Bagaimana dengan waktu pengukurannya?
3. Bisa diceritakan bagaimana hasil pengukuran di dokumentasikan?
a. Dimasukkan ke dalam dokumen medis kesehatan pekerja?
4. Bisa dipaparkan bagaimana Hasil kebisingandikomunikasikan/disosialisasikan?
a. Kepada siapa saja hasil itu dikomunikasikan?
150
B. Pengendalian teknik dan administratif
1. Bisa dipaparkan bagaimana upaya pengendalian teknik telah dilakukan perusahaan
untuk mengurangi bising?
a. Bisa dipaparkan pengendalian seperti apa yang dilakukan?
b. Bisa dipaparkan bagaimana pemantauan terhadap pengendalian teknik yang sudah
dilakukan?
2. Bisa dipaparkan bagaimana upaya pengendalian adminstratif yang sudah dilakukan
oleh perusahaan?
a. Seluruh pekerja yang terpajan bising memiliki waktu istirahat yang cukup?
b. Bagaimana dengan tanda-tanda peringatan pada area bising?
c. Terdapat rotasi kerja di area kerja yang memiliki kebsingan >85 dB?
d. Bagaimana dengan transfer pekerja yang mengalami keluhan pendengaran?
C. Alat pelindung telinga
1. Bisa dipaparkan bagaimana perusahaan dalam menyediakan dan memberikan serta
mencukupi alat pelindung telinga bagi seluruh pekerja ?
2. Bisa dipaparkan bagaimana jenis APT yang diberikan oleh perusahaan?
a. Bagaimana dengan standar APT yang digunakan?
b. Bagaimaan dengan APT yang digunakan dengan intensitas kebisingan di area
kerja telah memeperhitungkan Noise Reduction Rate (NRR)?
3. Bisa dipaparkan bagaimana pekerja diberikan pelatihan cara penggunaan dan
pemeliharaan APT?
4. Bisa dipaparkan bagaimanaproses pengawasan di tempat kerja tentang penggunaan
APT bagi seluruh pekerja yang bekerja di area bising?
a. Siapa yang bertanggung jawab melakukan pengawasan tersebut?
b. Bagaimana dengan waktu pengawasan pemakaian APT ditempat kerja?
5. Bagaimana proses pemeliharaan dan penggantian APT yang dilakukan perusahaan?
D. Pemeriksaaan audiometri
1. Bagaimana proses pemeriksaan audiometri yang dilakukan perusahaan?
a. Bagaimana dengan pemilihan pekerja untuk tes audiometrinya?
b. Bagaimana dengan waktu pemeriksaannya
c. Bagaimana dengan petugas yang melakukan pemeriksaan audiometri?
d. Bagaimana dengan alat audiometri yang digunakan?
e. Bisa dipaparkan bagaimana Pemilian tempat pemeriksaan audiometri?
151
2. Bisa dipaparkan bagaimanadengan hasil tes audiometri dievaluasi oleh pihak
perusahaan?
a. Bagaimana tindak lanjut oleh perusahaan mengenai hasil audiometri?
b. Bagaimana dengan baseline data pemeriksaan audiometri?
c. Bagaimana dengan pekerja yang mengalami jika STS lebih besar 5% setiap
tahun?
3. Bisa dipaparkan bagaimana pendokumentasian hasil periksanan audiometri
perusahaan dari tahun ketahun?
a. Bisa dipaparkan bagaimana hasil audiometridi informasikan kepada pekerja?
E. Pencacatan dan Pelaporan
1.Bisa dipaparkan bagaimana proses pencacatan dan penyimpanan data atau file
tentang HLPP diterapkan?
a. Bisa dipaparkan apa saja dokumen yang di dokumentasikan mengenai HLLP
2.Bisa dipaparkan bagaimana proses pengomunikasian mengenai HLPP kepada
manajemen perusahaan?
152
2. Lembar observasi
A. Pengendalian teknik dan administrative
No Elemen pengendalian teknik
Penerapan Keterangan
Ya Tidak
1.
Pemeliharaan mesin (Maintenance)
a. Mengganti/mengencangkan bagian mesin yang
longgar
b. Memberi pelumas
2. Mengurangi getaran dengan mengurangi tenaga mesin
3. Melakukan isolasi operator ke dalam ruang yang relative
kedap suara
4. Mesin yang bising sudah dimodifikasi dengan
menggunakan lantai berpegas.
5. Membuat disain atau memproduksi mesin baru dengan
standar kebisingan lebih rendah.
153
B. Alat pelindung telinga
No Elemen Alat Pelindung Telinga (APT)
Penerapan
Keterangan
Ya Tidak
1. Pemakaian APT pada pekerja sesuai jenis APT dengan pajanan
bising di area kerja untuk mereduksi kebisingan yang diterima
:
a. Earplugs
b. Earmuff
c. Helm atau enclosure
2. Ketepatan pemasangan, dan kenyamanan pemakaian APT pada
telinga pekerja.
3. Pemasangan APT yang tepat pada telinga
4. Pengecekan kondisi APT secara rutin
5. Kondisi APT baik dan layak digunakan
154
3. Matriks Elemen Pengendalian Kebisingan
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
1. Survei
kebisingan
a. Sudah terdapat hasil
pengukuran
kebisingan
Sudah terdapat hasil
pengukuran
kebisingan
Sudah terdapat hasil
pengukuran
kebisingan
Sudah terdapat hasil
pengukuran
kebisingan
Sudah terdapat hasil
pengukuran
kebisingan
b. Pengukuran
kebisingan di
lakukan secara rutin
Pengukuran bising
dilakukan secara
rutin dalam dua
tahun sekali, namun
pada tahun ini
terkendala biaya
perusahaan yang
dikeluarkan
sehingga tidak
melakukan
pengukuran.
Pengukuran bising
dilakukan secara
rutin dalam dua
tahun sekali, namun
pada tahun ini
terkendala biaya
perusahaan yang
dikeluarkan
sehingga tidak
melakukan
pengukuran.
Pengukuran bising
dilakukan secara
rutin dalam dua
tahun sekali, namun
pada tahun ini
terkendala biaya
perusahaan yang
dikeluarkan
sehingga tidak
melakukan
pengukuran.
Sudah dilakukan
penguran secara
rutin, namun masih
belum terlaksana
disebabkan biaya
untuk pengeluaran
yang lain cukup
banyak.
c. Pengukuran
kebisingan
dilakukan saat ada
perubahan proses
produksi
Pengukuran
kebisingan tidak
dilakukan karena
tidak adanya
perubahanproses
produksi.
Pengukuran
kebisingan tidak
dilakukan karena
tidak adanya
perubahanproses
produksi.
Pengukuran
kebisingan tidak
dilakukan karena
tidak adanya
perubahanproses
produksi.
Pengukuran
kebisingan tidak
dilakukan karena
tidak adanya
perubahanproses
produksi.
d. Sudah tersedia
Noise
Mapping/kontur
Belum terdapat
noise mapping /
kontur pada lokasi
Belum terdapat
noise mapping /
kontur pada lokasi
Belum terdapat
noise mapping /
kontur pada lokasi
Belum ada noise
mapping / kontur
pada bising di area
155
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
pada lokasi dengan
tingkat kebisingan
yang tinggi.
dengan tingkat
kebisingan yang
tinggi.
dengan tingkat
kebisingan yang
tinggi.
dengan tingkat
kebisingan yang
tinggi.
dengan kebisingan
tinggi.
e. Adanya penetapan
pekerja yang
terpajan pada dosis
pajanan <0,5 atau
0,5-1.
Belum ada
penetapan pekerja
yang terpajan pada
dosis pajanan <0,5
atau 0,5-1.
Belum ada
penetapan pekerja
yang terpajan pada
dosis pajanan <0,5
atau 0,5-1.
Belum ada
penetapan pekerja
yang terpajan pada
dosis pajanan <0,5
atau 0,5-1.
Belum adanya
penetapan pekerja
dengan pajanan
dosis pajanan <0,5
atau 0,5-1.
f. Penggolongan
pekerja dalam hal
perioritas APT.
Belum adanya
penggolongan
pekerja dalam
perioritas APT
Belum adanya
penggolongan
pekerja dalam
perioritas APT
Belum adanya
penggolongan
pekerja dalam
perioritas APT
Belum adanya
penggolongan
pekerja dalam
perioritas APT
g. Tenaga pengukur
yang telah
bersertifikat
Tenaga pengukur
yang melakukan
pengukuran sudah
tersertifikasi.
Tenaga pengukur
yang melakukan
pengukuran sudah
tersertifikasi.
Tenaga pengukur
yang melakukan
pengukuran sudah
tersertifikasi.
Tenaga pengukur
yang melakukan
pengukuran sudah
tersertifikasi.
h. Penggunaan alat
pengukuran yang
telah dikalibrasi
Alat pengukuran
yang digunakan
telah dikalibrasi.
Alat pengukuran
yang digunakan
telah dikalibrasi.
Alat pengukuran
yang digunakan
telah dikalibrasi.
Alat pengukuran
yang digunakan
telah dikalibrasi.
i. Hasil pengukuran
kebisingan
dikomunikasikan
kepada semua pihak
yang
berkepentingan,
Hasil pengukuran
sudah
dikomunikasikan
kepada semua pihak
yang berkepentikan
termasuk supervisor
Hasil pengukuran
sudah
dikomunikasikan
kepada semua pihak
yang berkepentikan
termasuk supervisor
Hasil pengukuran
sudah
dikomunikasikan
kepada semua pihak
yang berkepentikan
termasuk supervisor
Hasil pengukuran
sudah
dikomunikasikan
kepada semua pihak
yang berkepentikan
termasuk supervisor
156
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
termasuk supervisor
dan pengawas.
dan pengawas. dan pengawas. dan pengawas. dan pengawas.
2. Pengendalia
n teknik dan
administratif
Pemeliharaan mesin
(maintenance) yaitu
mengganti,
mengencangkan bagian
mesin yang longgar,
member pelumas
secara teratur
Pemeliharaan mesin
(maintenance)
sudah dilakukan
yaitu mengganti,
mengencangkan
bagian mesin yang
longgar, member
pelumas secara
teratur.
Pemeliharaan mesin
(maintenance)
sudah dilakukan
yaitu mengganti,
mengencangkan
bagian mesin yang
longgar, member
pelumas secara
teratur.
Pemeliharaan mesin
(maintenance)
sudah dilakukan
yaitu mengganti,
mengencangkan
bagian mesin yang
longgar, member
pelumas secara
teratur.
Sudah dilakukan
Pemeliharaan mesin
(maintenance)
dalam bentuk
mengganti,
mengencangkan
bagian mesin yang
longgar, member
pelumas secara
teratur.
Mengganti mesin
bising tinggi ke bising
kurang
Penggantian mesin
tidak dilakukan
perusahaan. Namun
perusahaan
menggunakan
peredam dari karet
untuk mengurangi
bising yang
ditimbulkan.
Penggantian mesin
tidak dilakukan
perusahaan. Namun
perusahaan
menggunakan
peredam dari karet
untuk mengurangi
bising yang
ditimbulkan.
Penggantian mesin
tidak dilakukan
perusahaan. Namun
perusahaan
menggunakan
peredam dari karet
untuk mengurangi
bising yang
ditimbulkan.
Penggantian mesin
tidak dilakukan
perusahaan. Namun
perusahaan
menggunakan
peredam dari karet
untuk mengurangi
bising yang
ditimbulkan.
Mengubah proses kerja
misal komperesi
diganti dengan pukulan
Tidak terdapat
perubahan proses
kerja di unit
produksi. Namun
pengendalian teknik
tetap dilakukan.
Tidak terdapat
perubahan proses
kerja di unit
produksi. Namun
pengendalian teknik
tetap dilakukan.
Tidak terdapat
perubahan proses
kerja di unit
produksi. Namun
pengendalian teknik
tetap dilakukan.
Tidak terdapat
perubahan proses
kerja di unit
produksi. Namun
pengendalian teknik
tetap dilakukan.
157
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
Mengurangi transmisi
bising yang dihasilkan
benda padat dengan
menggunakan lantai
berpegas, menyerap
suara pada dinding dan
langit-langit kerja
Diketahui bahwa
pada salah satu alat
menggunakan karet
pada bagian bawah
alat untuk meredam
suara bising yang
ditimbulkan.
Diketahui bahwa
pada salah satu alat
menggunakan karet
pada bagian bawah
alat untuk meredam
suara bising yang
ditimbulkan.
Diketahui bahwa
pada salah satu alat
menggunakan karet
pada bagian bawah
alat untuk meredam
suara bising yang
ditimbulkan.
Diketahui bahwa
pada salah satu alat
menggunakan karet
pada bagian bawah
alat untuk meredam
suara bising yang
ditimbulkan.
Pengendalian
administrative
Adanya tempat istirahat
bagi pekerja setelah
bekerja di tempat
bising
Terdapat tempat
istirahat bagi
pekerja yang cukup
terjangkau dan jauh
dari bising.
Terdapat tempat
istirahat bagi
pekerja yang cukup
terjangkau dan jauh
dari bising.
Terdapat tempat
istirahat bagi
pekerja yang cukup
terjangkau dan jauh
dari bising.
Terdapat tempat
istirahat bagi
pekerja yang cukup
terjangkau dan jauh
dari bising.
Terdapat tanda-tanda
peringatan pada area
kerja yang memiliki
intensitas bising ≥85
dBA
Belum terdapat
tanda peringatan di
unit produksi
dengan intensitas
bising ≥85 dBA.
Belum terdapat
tanda peringatan di
unit produksi
dengan intensitas
bising ≥85 dBA.
Belum terdapat
tanda peringatan di
unit produksi
dengan intensitas
bising ≥85 dBA.
Belum terdapat
tanda peringatan di
unit produksi
dengan intensitas
bising ≥85 dBA.
Terdapat rotasi/shift
kerja di area kerja yang
memiliki kebisingan
Sudah terdapat
rotasi/shift kerja
yang dilakukan.
Sudah terdapat
rotasi/shift kerja
yang dilakukan.
Sudah terdapat
rotasi/shift kerja
yang dilakukan.
Sudah terdapat
rotasi/shift kerja
yang dilakukan.
158
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
≥85 dBA.
Melakukan isolasi
operator dalam ruang
yang relatif kedap
suara.
Isolasi pekerja di
unit produksi yang
kedap suara hanya
pada kantor yang
berada dalam unit
tersebut.
Isolasi pekerja di
unit produksi yang
kedap suara hanya
pada kantor yang
berada dalam unit
tersebut.
Isolasi pekerja di
unit produksi yang
kedap suara hanya
pada kantor yang
berada dalam unit
tersebut.
Isolasi pekerja di
unit produksi yang
kedap suara hanya
pada kantor yang
berada dalam unit
tersebut.
Dilakukannya transfer
pekerja dengan keluhan
pendengaran
Transfer pekerja
dilakukan bukan
berdasarkan keluhan
pendengaran, tetapi
sesuai kebijakan top
manajement.
Transfer pekerja
dilakukan bukan
berdasarkan keluhan
pendengaran, tetapi
sesuai kebijakan top
manajement.
Transfer pekerja
dilakukan bukan
berdasarkan keluhan
pendengaran, tetapi
sesuai kebijakan top
manajement.
Transfer pekerja
dilakukan bukan
berdasarkan
keluhan
pendengaran, tetapi
sesuai kebijakan top
manajement.
3. Alat
Pelindung
Telinga
Kecocokan : alat
pelindung telinga tidak
akan memberikan
perlindungan bila tidak
dapat menutupi liang
telinga dengan rapat.
APT sudah
melindungi telinga
pekerja dengan baik.
APT sudah
melindungi telinga
pekerja dengan baik.
APT sudah
melindungi telinga
pekerja dengan baik.
APT yang
digunakan pekerja
sudah melindungi
telingadengan baik.
Nyaman dipakai ;
tenaga kerja tidak akan
menggunakan APD ini
bila tidak nyaman
Penggunaan APT
terasa mengganggu
aktifitas pekerja.
- Penggunaan APT
terasa mengganggu
aktifitas pekerja.
Penggunaan APT
terasa mengganggu
aktifitas pekerja.
159
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
dipakai.
Penyuluhan khusus ;
terutama tentang cara
memakai dan merawat
APD tersebut.
Belum dilakukan
penyuluhan khusus
mengenai cara
pemakaian APT dan
merawatnya.
Belum dilakukan
penyuluhan khusus
mengenai cara
pemakaian APT dan
merawatnya
Belum dilakukan
penyuluhan khusus
mengenai cara
pemakaian APT dan
merawatnya.
Belum dilakukan
penyuluhan khusus
mengenai cara
pemakaian APT
dan merawatnya.
Jenis alat pelindung
telinga :
Sumbat telinga
(earplugs/insert
device/aural insert
protector)
Tutup telinga
(earmuff/protectiave
caps/circumaural
protector
Helmet/enclosure
APT yang dipakai
adalah jenis sumbat
telinga
(earplugs)dan tutup
telinga (earmuff).
APT yang dipakai
adalah jenis sumbat
telinga
(earplugs)dan tutup
telinga (earmuff).
APT yang dipakai
adalah jenis sumbat
telinga
(earplugs)dan tutup
telinga (earmuff).
APT yang dipakai
adalah jenis sumbat
telinga
(earplugs)dan tutup
telinga (earmuff).
Pemeriksaan APT
secara priodik dalam
hal pemakaian,
cacat/sempurna,
pergantian bila
diperlukan.
Pemeriksaan dalam
hal pemakaian dan
penggantian belum
dilakukan secara
priodik.
Pemeriksaan dalam
hal pemakaian dan
penggantian belum
dilakukan secara
priodik.
Pemeriksaan dalam
hal pemakaian dan
penggantian belum
dilakukan secara
priodik.
Pemeriksaan dalam
hal pemakaian dan
penggantian belum
dilakukan secara
priodik.
Monitoring dampak
pemakaian APT (iritasi
atau infeksi pada
Tidak terlaksananya
monitoring dampak
pemakaian APT
terhadap pekerja
- Tidak terlaksananya
monitoring dampak
pemakaian APT
terhadap pekerja
Tidak terlaksananya
monitoring dampak
pemakaian APT
terhadap pekerja
160
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
telinga pekerja) dan pekerja
mengeluh dalam
memakai APT.
dan pekerja
mengeluh dalam
memakai APT.
dan pekerja
mengeluh dalam
memakai APT.
Tersedianya APT untuk
semua yang bekerja
dengan bising ≥85
dBA.
Tersedianya APT
bagi semua pekerja
yang terpajan bising
≥ 85dB.
Tersedianya APT
bagi semua pekerja
yang terpajan bising
≥ 85dB.
Tersedianya APT
bagi semua pekerja
yang terpajan bising
≥ 85dB.
Tersedianya APT
bagi semua pekerja
yang terpajan bising
≥ 85dB.
APT yang disediakan
oleh perusahaan
digunakan oleh pekerja
pada saat terpajan
dengan bising ≥85
dBA.
Sebagian pekerja
tidak memakai APT
saat terpajanbising
≥85 dBA.
Sebagian pekerja
tidak memakai APT
saat terpajanbising
≥85 dBA.
Sebagian pekerja
tidak memakai APT
saat terpajanbising
≥85 dBA.
Sebagian pekerja
tidak memakai APT
saat terpajanbising
≥85 dBA.
Perusahaan melakukan
pengawasan dalam
penggunaan APT.
Pengawasan
penggunaan APT
sudah dilakukan
dengan Safety
Patrololeh K3LH,
namun masih belum
maksimal.
Pengawasan
penggunaan APT
sudah dilakukan
dengan Safety
Patrololeh K3LH,
namun masih belum
maksimal.
Pengawasan
penggunaan APT
sudah dilakukan
dengan Safety
Patrololeh K3LH,
namun masih belum
maksimal.
Pengawasan
penggunaan APT
sudah dilakukan
dengan Safety
Patrololeh K3LH,
namun masih belum
maksimal.
4. Pemantauan
audiometri
Pre- employment Pemeriksaan
audiometri belum
dilaksanakan pada
saat Pre-
Pemeriksaan
audiometri belum
dilaksanakan pada
saat Pre-
Pemeriksaan
audiometri belum
dilaksanakan pada
saat Pre-
Pemeriksaan
audiometri belum
dilaksanakan pada
saat Pre-
161
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
employment. employment. employment. employment.
Saat pindah tugas,
pensiun/purna tugas
Pemeriksaan saat
pindah tugas keluar
dari tempat bising
dan saat
pensiun/purna tugas
belum dilakukan.
Pemeriksaan saat
pindah tugas keluar
dari tempat bising
dan saat
pensiun/purna tugas
belum dilakukan.
Pemeriksaan saat
pindah tugas keluar
dari tempat bising
dan saat
pensiun/purna tugas
belum dilakukan.
Pemeriksaan saat
pindah tugas keluar
dari tempat bising
dan saat
pensiun/purna tugas
belum dilakukan.
Adanya sertifikasi
petugas audiometri
(internal dan eksternal)
Petugas telah
tersertifikasi dalam
melakukan tes
audiometri, namun
dokumen terkait
sertifikat tersebut
tidak bisa diberikan
kepada peneliti.
Petugas telah
tersertifikasi dalam
melakukan tes
audiometri, namun
dokumen terkait
sertifikat tersebut
tidak bisa diberikan
kepada peneliti.
- Petugas telah
tersertifikasi dalam
melakukan tes
audiometri, namun
dokumen terkait
sertifikat tersebut
tidak bisa diberikan
kepada peneliti.
Petugas melakukan tes
audiometri sesuai
dengan prosedur
standar pemeriksaan,
memberikan instruksi
dan konsultasi pada
pekerja dan
menyimpan data-data
tersebut.
Pelaksanaan tes
audiometri sesuai
dengan prosedur
dan menyimpan
data tersebut.
Pelaksanaan tes
audiometri sesuai
dengan prosedur
dan menyimpan
data tersebut.
- Pelaksanaan tes
audiometri sesuai
dengan prosedur
dan menyimpan
data tersebut.
162
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
Data jelas,
tingkat/singkat,
lengkap dan
terjadwal/terdapat
tanggalnya
pelaksanaannya
Terdapat data
pemeriksaan
audiometri pekerja.
Terdapat data
pemeriksaan
audiometri pekerja.
- Terdapat data
pemeriksaan
audiometri pekerja
Adanya tindakan lebih
lanjut dari dokumen
audiometri
Tindak lanjut dari
hasil audiometri
belum dilakukan.
Tindak lanjut dari
hasil audiometri
belum dilakukan.
- Tindak lanjut dari
hasil audiometri
belum dilakukan.
Adanya perbandingan
hasil tes pekerja
sebagai baseline data
untuk identifikasi
keseuaian NAB dengan
standar
Belum ada
perbandingan hasil
tes sebagai baseline
data untuk
identifikasi
kesesuaian NAB
dengan standar.
Belum ada
perbandingan hasil
tes sebagai baseline
data untuk
identifikasi
kesesuaian NAB
dengan standar.
- Belum ada
perbandingan hasil
tes sebagai baseline
data untuk
identifikasi
kesesuaian NAB
dengan standar.
Peringatan secara
tertulis jika nilai
STS/shift kerja
melewati standar
Belum terdapat
peringatan secara
tertulis jika terdapat
nilai STS melewati
standar.
Belum terdapat
peringatan secara
tertulis jika terdapat
nilai STS melewati
standar.
- Belum terdapat
peringatan secara
tertulis jika terdapat
nilai STS melewati
standar.
Adanya evaluasi jika
STS lebih besar dari
5% setiap tahun.
Belum terdapat
evaluasi yang
dilakukan.
Belum terdapat
evaluasi yang
dilakukan.
- Belum terdapat
evaluasi yang
dilakukan.
163
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
Hasil tes audiometri
secara keseluruhan
dikomunikasikan
kepada para pengawas
dan manajer dan
begitupula dengan
pekerja sendiri.
Hasil tes audiometri
dikomunikasikan
kepada pihak yang
bersangkutan.
Hasil tes audiometri
dikomunikasikan
kepada pihak yang
bersangkutan.
Hasil tes audiometri
dikomunikasikan
kepada pihak yang
bersangkutan.
Hasil tes audiometri
dikomunikasikan
kepada pihak yang
bersangkutan.
5. Pencatatan
dan
pealporan
Monitoring hearing
hazards
Pencatatan
pemantauan bising
sudah terlaksana.
Pencatatan
pemantauan bising
sudah terlaksana.
Pencatatan
pemantauan bising
sudah terlaksana.
Pencatatan
pemantauan bising
sudah terlaksana.
Engineering and
administratif controls
Pencatatan
Engineering and
administratif
controlssudah
terlaksana.
Pencatatan
Engineering and
administratif
controls sudah
terlaksana.
Pencatatan
Engineering and
administratif
controls sudah
terlaksana.
Pencatatan
Engineering and
administratif
controls sudah
terlaksana.
Audiometri Pencacatan dan
penyimpanan hasil
tes audiometribelum
terlaksana dengan
baik.
Pencacatan dan
penyimpanan hasil
tes audiometribelum
terlaksana dengan
baik.
Pencacatan dan
penyimpanan hasil
tes audiometribelum
terlaksana dengan
baik.
Pencacatan dan
penyimpanan hasil
tes
audiometribelum
terlaksana dengan
baik.
Personal hearing
protective,
Pencacatan
penggunaan APT
sudah terlaksana.
Pencacatan
penggunaan APT
sudah terlaksana.
Pencacatan
penggunaan APT
sudah terlaksana.
Pencacatan
penggunaan APT
sudah terlaksana.
Program evaluation Pencacatan evaluasi Pencacatan evaluasi Pencacatan evaluasi Pencacatan evaluasi
164
Elemen
Pengendalian
Kebisingan
Poin
Informan
Kesimpulan Informan 1 Informan 2 Informan 3
sudah terlaksana sudah terlaksana sudah terlaksana sudah terlaksana
Hearing loss
prevention audit
Pencatatan audit
terlaksana.
Pencatatan audit
terlaksana.
Pencatatan audit
terlaksana.
Pencatatan audit
terlaksana.
4. Matriks Hasil Wawancara
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
1.Survey
kebisinga
n
Bisakah bapak/ibu
ceritakan bagaimana
survey / pengukuran
pajanan bising ditempat
kerja yang dilakukan oleh
perusahaan?
“Baik, jadi begini ya
dek, kita telah
melakukan pengukuran
bising di area yang
ditentukan, kami belum
dapat melakukan
pengukuran bising
“pengukuran bising telah
kita lakukan,hasilnya pun
ada, kita bekerja sama
dengan balai k3 bandung
untuk melakukannya,
namun titik pengukuran
yang dilakukan kita yang
“pengukuran bising sudah
kita lakukan, kita kalau
tidak salah ada orang luar
yang mengukurnya, dari
balai k3 bandung
sepertinya, namun titik
pengukuran yang dilakukan
165
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
e. Bagaimana bisa
dipaparkan dengan
metode apa
melakukan
pengukurannya
f. Bagaimana dengan
Noise
Mapping/pemetaan
bising di tempat
kerja?
g. Bagaimana dengan
jadwal kegiatan
pemantauan bising?
h. Bisa dipaparkan di
devisi mana saja di
ukur?
i. Bagaimana penetapan
pekerja yang terpajan
pada dosis <0,5-1
disemua area,
dikarenakan dalam
pengukuran itu kami
menggunakan jasa luar,
dikarenakan biaya yang
tidak sedikit untuk
melakukan pengukuran,
perlu adek ketahui, jasa
dari luar yang kita
gunakan telah
bersertfikasi baik dari
petugasnya yang
berkompeten, serta alat
yang digunakannya,
kalau tempat
pengujiannya kita
lakukan disini, orang
yang dari luar kita
datangkan kemari.”
menunjukkan mana yang
harus di ukur”
“mengenai alat yang
dipakai mengukur bising
itu, kita sudah percayakan,
dan tentulah sudah
terkalibrasi dek”
“pemetaan bising belum
ada, masih dalam
perencanaan kita”
“kegiatan pengukuran
dalam setahun dua kali
pengukuran, kita
jadwalkan kok”
“kalau perubahan proses
perusahaan yang
menunjukkan mana yang
harus di ukur”
“disini belum ada dek
pemetaan, masih dalam
perencanaan kayaknya”
“proses produksi kita ya
beginilah dek, pengukuran
bising kalau ada proses
produksi ya tidak ada dek”
“kegiatan pengukuran yah,
pernah sih dilakukan dalam
2 tahun ada sekali lah
pengukuran”
“kemudian pengukuran itu
166
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
“Metode yang dilakukan
itu sudah pihak luar
yang mengatur
bagaimana, dari kami
hanya menunjukkan titik
mana yang akan di ukur
tingkat kebisingannya,
belum ada dilakukannya
pengukuran bising saat
perubahan proses
produksi, ya ini kan dek
prosesnya begini-gini
aja kok, begitu”
“kami belum membuat
pemetaan bising, itu
masih dalam rencana
kami kedepannya”
produksi kita ya beginilah
dek, pengukuran bising
kalau ada proses produksi
ya tidak ada dek”
“dari pengukuran yang
kita lakukan selanjutnya
akan kita lakukan koreksi
dari hasil bising tersebut”
akan ada tindakan koreksi
dari pihak k3lh dek”
“ya semua pekrja memakai
APT dek, tapi kalau di
perioritaskan untuk
pemakaiannya belum ada
tuh dek”
167
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
“jadwal pengukuran
bising kita lakukan
setahun dua kali
pengukuran, dan kami
telah membuat jadwal
pengukuran bising dalam
setahun, pada tahun
2014 ini kami
menjadwalkan pada
bulan Mei dan
Oktober..”
“devisi yang kita ukur
semua telah kita
lakukan pengukuran,
terutama yang bising
tinggi, kemudian dari
hasil tersebut kita akan
melakukan koreksi
168
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
apakah harus dilakukan
tindak lanjut dari
kebisingan itu dek”
“pengukuran yang kita
lakukan sebatas area
kerja, belum ada kita
lakukan pengukuran
secara individu dengan
bising yang diterima
pekerja itu”
Bisa dipaparkan
bagaimana dilakukannya
pemeriksaaan dosis
pajanan kebisingan
terhadap pekerja?
d. Jelaskanlah bagaimana
proses
“pengukuran yang kita
lakukan sebatas area
kerja, belum ada kita
lakukan pengukuran
secara individu dengan
bising yang diterima
pekerja itu”
“kalau pengukuran yang
dilakukan secara personal
pekerja belum ada, belum
sampai kesana
pengukurannya”
“kalau “pengukuran yang
dilakukan secara satu
persatu pekerja belum ada,
belum”
169
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
pemeriksaannya?
e. Siapa yang melakukan
pemeriksaan dosis
pajanan bising
tersebut?
f. Bagaimana dengan
waktu pengukurannya?
“…semuapekerja sudah
diberikan Alat Pelindung
Diri dari perusahaan,
untuk semua pekerja
kami berikan Alat
Pelindung Telinga (APT)
ditempat kerja yaitu kami
memberikan earplug dan
earmuff…”
“pekerja sudah kita
berikan Alat Pelindung
Telinga seperti earplug ya
dek, ada juga earmuff, ya
pekerja memakai
tergantung kebutuhan
mereka saja, bila bising
yang dirasa tinggi ya ada
yang memakai dua
duanya”
Bisa diceritakan
bagaimana hasil
pengukuran di
dokumentasikan?
a. Dimasukkan kedalam
dokumen medis
kesehatan pekerja?
“setiap pengukuran area
kerja kita
dokumentasikan, kan tadi
pengukuran bising
pekerja belum ada jadi
dalam dokumen medis
nanti diperiksa saat
pemeriksaan kesehatan”
“ada kok
didokumentasikan dan kita
juga ikut menemani saat
pengukuran itu”
“kalau
pendokumentasianada kok
didokumentasikan hasil
pengukurnnya”
2.Pengen
dalian
Bisa dipaparkan
bagaimana upaya
“kalau pengendalian
teknik yang kita kalukan
“semua mesin kita jaga
dan kita kontrol, nanti bisa
“semua mesin kita jaga dan
kita kontrol, nanti bisa
170
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
teknik
dan
administr
atif.
pengendalian teknik telah
dilakukan perusahaan
untuk mengurangi bising?
c. Bisa dipaparkan
pengendalian seperti
apa yang dilakukan?
d. Bisa dipaparkan
bagaimana pemantauan
terhadap pengendalian
teknik yang sudah
dilakukan?
begini dek, setiap mesin
yang bekerja itu kita
rawat, mesin itu
dikontrol, dan ada
jadwal pengecekanya
juga, kalau dalam
mengurangi bising yang
ditimbulkan mesin, kami
tidak menggukan lantai
berpegas dan dinding
yang menyerap suara,
namun kami melakukan
perawatan dan meredam
pukulan dari mesin
terebut dengan
menggunakan karet
dibagian mesin, agar
dentuman tidak terlalu
keras, kalau ada yang
menimbulkan sisa produk
kecil seperti ini kita kasih
pembatas antara mesin
dilihat di jadwal
pemeliharaannya”
“…dalam proses produksi
di setiap unit
menggunakan mesin dan
ada yang manual dengan
pukulan, mesin yang
bising kami melakukan
perawatan dan membuat
peredam bising…”
dilihat dikantor ya dek di
jadwal pemeliharaannya”
“mesin yang kita gunakan
di sini selama saya bekerja
disini belum ada
penggantian mesin, terus
mesin lama kan biasanya
bising, nah kita buat
peredam mesin dek, seperti
ini”
“nah, begini dek kita nanti
liat di lapangan kita ada
bentuk pengendalian untuk
bising bisa berkurang, kita
kasih karet ditengah-tengah
antara besi-besi yang
beradu”
171
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
dengan pekerja agar
tidak membahayakan
begitu”
“yah perlu adek tahu
disini ada pekerjaan
yang dilakukan mesin,
nah disitu kebsiingan
yang cukup tinggi,
dengan dentuman itu,
ada juga yang
pekerjaannya secara
manual dek, nanti kita
liat ya”
“mesin-mesin yang
digunakan disini bising
dan mesin ini sudah lama
jadi tidak ada
172
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
penggantian mesin
apalagi menghilangkan
mesin itu, dari
perusahaan hanya
mengadakan upaya
membuat peredam untuk
mesin tersebut agar
bising bisa terkendali”
“kalau disana kantor
yang disiapkan bagi
pekerja, itu ruangannya
tidak bising seperti
diluar dek”
“nah, pengecekan itu
bisa adek liat di jadwal
rutin kami yang sudah
dibuat namanya
173
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
pemeliharaan mesin
priodik”
Bisa dipaparkan
bagaimana upaya
pengendalian adminstratif
yang sudah dilakukan oleh
perusahaan?
e. Seluruh pekerja yang
terpajan bising
memiliki waktu
istirahat yang cukup?
f. Bagaimana dengan
tanda-tanda peringatan
pada area bising?
g. Terdapat rotasi kerja di
area kerja yang
memiliki kebsingan
>85 dB?
h. Bagaimana dengan
transfer pekerja yang
mengalami keluhan
“kalau pengengendalian
administratif mah kayak
pekerja kita ada sift
kerja, ada tanda
peringatan kayak yang
tertempel disana, harus
pake helm, sarung
tangan yah disitulah”
“tempat istirahat mah
sudah ada yah, sekalian
kantin makan siang,
lokasinya cukup jauh
dari bising”
“kalau pengendalian
administratif kita sudah
lakukan, upaya kita
melakukan shift kerja,
istrirahat cukup dan jauh
dari lokasi kerja, dan
melakukan penempelan
sign di setiap produksi
kita”
”iya, sudah kita buat sign
yang ada termasuk
kebisingan, namun upaya
ini masih dalam
pembuatan, belum ada kita
tempelkan di area kerja”
“pengendalian administratif
bisa adek liat, kita ada sift
kerja, kemudian disini kita
pasang tanda tanda kalau
wajib apd”
“itempat istirahat sudah
ada dan cukup diberikan
perusahaan, dari jam 11.30
sampai 12.30 WIB, dan
tempat istirahat kita juga
bagus, jauh dari bising”
“kalau transfer pekerja itu
sesuai dengan medical
174
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
pendengaran? “tanda-tanda peringatan
bising sudah ada, tapi
masih belum di
tempelkan dek, hehe…
kita akan tempel nanti
kok dek,”
“yah pekerja disini mah
sudah terbiasa dengan
bising, jadi nanti kalau
ada pekerja yang dirotasi
bisa diliat dari hasil
medical check upnya
dek”
“…pekerja dengan bising
di unit akan diberikan
alat pelindung diri yaitu
earplug dan ada yang
“isolasi pekerja sampai
saat ini kita belum ada,
pekerja masih kita berikan
APT”
“kalau transver pekerja
kita sesuaikan dengan
medical check upnya dek”
check up nya, dan yang
berhak mengatur itu kepala
departemen masing masing
dek”
“isolasi pekerja belum ada
dek, kan kita ada kantor
diatas, ya disana pekerja
yang setelah bekerja bisa
kesana, tapi saat bekerja
yang berhadapan dengan
mesin belum ada isolasi
pekerjanya”
175
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
diberikan earmuff, belum
ada isolasi pekerja
ketempat yang kedap
suara…”
3.alat
pelindung
telinga
(APT)
Bisa dipaparkan
bagaimana perusahaan
dalam menyediakan dan
memberikan serta
mencukupi alat pelindung
telinga bagi seluruh
pekerja ?
“Untuk alat pelindung
telinga, kita lakukan
pembelian berdasarkan
kebutuhan dilapangan,
nanti setiap kepala
departemen akan
mengajukan butuh
berapa alat pelindung
untuk pekerjanya, sejauh
ini cukup terpenuhi”
“untuk kecocokan alat
pelindung telinga yang
dipakai kami
menggunakan earplug
dan ada yang dikasih
“ohh tentu alat pelindung
diri itu kita utamakan, dan
wajib pekerja
memakainya”
“mengenai cocok apa
tidaknya ya pekerja akan
memberikan keluhan ke
kita dek, alat pelindung
telinga yang dipakai kami
menggunakan earplug dan
ada yang dikasih earmuff
tapi persediaan earmuff
terbatas dan kita juga
“ohh tentu alat pelindung
diri itu kita utamakan, dan
wajib pekerja memakainya,
adek bisa lihat disitu kita
pasang tanda wajib helm,
dan bagi tamu yang datang
dan pekerja pkl juga wajib
memakai apd”
“mengenai kecocokan alat
pelindung telinga yang
dipakai kami menggunakan
earplug dan ada yang
dikasih earmuff tapi
persediaan earmuff
terbatas”
176
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
earmuff tapi persediaan
earmuff terbatas dan kita
juga melihat biaya yang
harus dikeluarkan”
melihat biaya yang harus
dikeluarkan”
Bisa dipaparkan
bagaimana jenis APT yang
diberikan oleh
perusahaan?
c. Bagaimana dengan
standar APT yang
digunakan?
d. Bagaimaan dengan
APT yang digunakan
dengan intensitas
kebisingan di area
kerja telah
memeperhitungkan
Noise Reduction Rate
(NRR)
“yah, kalau alat
pelindung itu tentu sudah
kita sesuaikan dengan
standar yang berlaku
dek, kalau pekerja di
kebisingan tinggi kita
kasih earmuff, kalau
yang pekerja yang biasa
earplug juga cukup”
“semua pekerja telah
“kita sih pakai earplug
sama earmuff, ya kalau
pekerja dengan bising
tinggi kita kasih earmuff
yang ketutup semua
telinga, kalau yang biasa
kebisingannya earplug aja
dek”
“bagi pekerja kita sudah
kasih dan kalau mereka
apalagi yang bising area
kerjanya”
“kita sih pakai earplug
sama earmuff, ya kalau
pekerja dengan bising tinggi
kita kasih earmuff yang
ketutup semua telinga, kalau
yang biasa kebisingannya
earplug cukup dek”
“earplug dan earmuff sudah
disediakan oleh perusahaan
bagi semua pekerja”
177
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
kita berikan earplug
untuk bekerja di
kebisingan ≥85 dBA”
“kalau ada pekerja yang
tidak memakai nanti
akan kena saat safety
patrol dan audit”
“Untuk alat pelindung
telinga, kita lakukan
pembelian berdasarkan
kebutuhan dilapangan,
nanti setiap kepala
departemen akan
mengajukan butuh
berapa alat pelindung
untuk pekerjanya, sejauh
“ya memang kadang susah
memberikan pengertian
sama pekerja buat
memakai APT, ya paling
tidak disaat audit kita
akan suruh lagi buat
pemakaian APD lengkap.
“mengenai kecocokan alat
pelindung telinga yang
dipakai kami menggunakan
earplug dan ada yang
dikasih earmuff tapi
persediaan earmuff
terbatas”
“kalau saya memakai
earplug atau earmuff saya
merasa terganggu dan tidak
nyaman, saya sudah
terbiasa tidak
menggunakannya, kalau
menggunakan sedang ada
audit internal atau eksternal
perusahaan”
178
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
ini cukup terpenuhi”
”kalau soal nyaman atau
tidak dalam memakai
APT mah, pekerja akan
melapor kalau ada yang
kurang nyaman, atau
rusak gitu dek”
“kalau memperhitungkan
NRR nya mah saya belum
tau bagaimana dek, yang
sudah sudah kita minta
kebagian K3LH earplug jika
sudah habis atau rusak”
Bisa dipaparkan
bagaimana pekerja
diberikan pelatihan cara
penggunaan dan
pemeliharaan APT?
“pelatihan cara memakai
kita paling memberi tahu
secara personal,
mungkin nanti yah disaat
training, nanti disitu
dijelaskan cara memakai
dan merawatnya, tapi
setahu saya belum
disosialisasikan
bagaimana cara
merawat dan cara pakai
“kita kasih tau kepada
pekerja bagaimana cara
memakai dan merawatnya,
terutama saat ada
pelatihan-pelatihan”
“saya kasih tau kepada
pekerja bagaimana cara
memakai dan merawatnya,
dan masih ada juga pekerja
yang bertanya kepada saya
langsung bagaimana cara
pemakaian apt tersebut”
“dan penyuluhan dalam
pemakaian APT dan
perawatannya belum
179
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
yang benar tuh dek” dilakukan, pemakaian
earplug berdasarkan
pengalaman”
Bisa dipaparkan
bagaimana proses
pengawasan di tempat
kerja tentang penggunaan
APT bagi seluruh pekerja
yang bekerja di area
bising?
“pengawasan kita
lakukan, pas jadwal
safety patrol. Kita paling
ingatkan pekerja yang
kadang tidak memakai
earplug atau earmuff
nya”
“ohh pasti kita awasi
pekerja, ka nada safety
patrol dek, kita cek pekerja
yang belum patuh akan
pemakaian alat pelindung,
padahal itu mah buat
dirinya sendiri atuh”
“ohh pasti kita awasi
pekerja, ka nada safety
patrol dek, kita cek pekerja
yang belum patuh akan
pemakaian alat pelindung,
padahal itu mah buat
dirinya sendiri atuh, ini
saya juga aneh pekerja
disini takutnya hanya kalau
ada pengawasan dari atas,
belum ada kesadaran untuk
dirinya sendiri bagaimana
melindungi dirinya sendiri
dek,”
”untuk pengawasan masih
mengandalkan audit, dan
180
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
safety patrol yang dilakukan
internal perusahaan,
kebanyakan pekerja
memakai pada saat audit
dan akan ada penilaian ISO
yang dilakukan
perusahaan”
“ya begitulah, disini pekerja
ada yang memakai dan
kebanyakan memakai
earplug kalau ada audit
saja”
“belum ada kita
memonitoring dampak dari
pemakaian APT, baik
keluhan pekerja, paling
pekerja yang ingin
181
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
mengganti earplug akan
member tahu kepada kepala
unit agar diganti dan jarang
biasanya pekerja
melaporkan adanya keluhan
dari pemakaian APT,
monitoring itu dilakukan
pada saat medical check up
keseluruhan yang dilakukan
departemen K3LH”
Bagaimana proses
pemeliharaan dan
penggantian APT yang
dilakukan perusahaan?
“paling perawatan
tergantung pekerja yah,
kadang pekerja lupa
taruh dimana trus ilang
besoknya tidak pakai
APT nya, ya harus
dipertegas lagi buat
pekerja ini, padahal
sudah sering diingatkan,
kalau penggantian itu
setiap tahun kita ganti
“pemeliharaan ya
tergantung pekerjanya, ya
kita sudah kasih tau buat
dijaga, tapi masih ada
yang kadang hilang gitu,
ya kita siapkan stok
APTnya untuk mengganti
yang hilang itu”
“pemeliharaan ya
tergantung pekerjanya, ya
kita sudah kasih tau buat
dijaga, tapi masih ada yang
kadang hilang gitu, ya kita
siapkan stok APTnya untuk
mengganti yang hilang itu”
“pemeriksaan APT secara
priodik belum dilakukan,
182
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
APT nya, terus kalau ada
permintaan dari kepala
departemen minta
penggantian ya kita
ganti”
earplug yang rusak dan
perlu diganti itu pekerja
yang memberitahu kepada
pihak kepala unit agar
menggantinya…”
4.pemeri
ksaan
audiomet
ri
Bagaimana proses
pemeriksaan audiometri
yang dilakukan
perusahaan?
f. Bagaimana dengan
pemilihan pekerja
untuk tes
audiometrinya?
g. Bagaimana dengan
waktu pemeriksaannya
h. Bagaimana dengan
petugas yang
melakukan
pemeriksaan
audiometri?
i. Bagaimana dengan alat
“kalau pemeriksaan
audiometri kita sudah
lakukan, biaya yang
dikeluarkan buat
pemeriksaan audiometri
ini tidak sedikit, jadi
perusahaan
melakukannya dalam dua
tahun sekali, seharusnya
tahun ini ada
pemeriksaan audiometri,
tapi tidak dilakukan
karena masih ada
pembiayaan lain yang
dikeluarkan
“ya, kalau pemeriksaan itu
kita lakukan, dan sudah
berjalan, dan petugas
tentu sudah berkompeten
dek”
“pemeriksaan audiometri
pre-employment belum
dilakukan, pemeriksaan
dilakukan pekerja pada
saat medical check up saat
ditetapkan sebagai
“…pemeriksaan audiometri
disini sudah ada, bapak pun
pernah ikut kok dek…”
“ya, bapak pernah
mengikuti tes audiometri itu,
tapi sampai sekarang bapak
belum ada keterangan
apakah dari hasil itu telinga
bapak ada bermasalah apa
bagaimana, tikalau
pemeriksaan itu sudah
183
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
audiometri yang
digunakan?
j. Bisa dipaparkan
bagaimana Pemilian
tempat pemeriksaan
audiometri?
perusahaan.”
“menganai waktu juga,
kita sudah ada hasl data
pemeriksaannya kok
dek”
“pemeriksaan audiometri
pre-employment belum
dilakukan, pemeriksaan
dilakukan pekerja pada
saat medical check up
saat ditetapkan sebagai
karyawan”
“pemeriksaan audiometri
dilakukan dua tahun
sekali baik pekerja yang
karyawan, yah paling pas
saat melamar kan kita
ajukan surat kesehatan
pribadi dek”
“ohh kalau data hasil
audiometri tahun ini ada
dek, nanti bisa dilihat
yah”
“…kalau pada
pemeriksaan audiometri
pekerja yang akan keluar
kita dari perusahaan
hanya dilakukan medical
check up didalamnya,
untuk melihat status
kesehatan pekerja
tersebut,..”
dilakukan, dan sudah
berjalan”
“pemeriksaan audiometri
pre-employment belum
dilakukan, pemeriksaan
dilakukan pekerja pada saat
medical check up setelah
jadi karyawan dek, mungkin
kan biayanya mahal yah”
“kemarin pas pemeriksaan
semua pekerja yang
diperiksa di tempat kan di
dekat kantin yang
menpunyai ruang kosong,
disana kita di tes untuk
menekan tombol jika
mendengarkan suara begitu
184
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
bekerja di area bising
≥85 dBA”
“pada pemeriksaan
audiometri pekerja yang
akan keluar dari
perusahaan hanya
dilakukan medical check
up didalamnya”
“pemilihan pekerja
didasari dari hasil
pemeriksaan kesehatan,
jika pekerja itu
bermasalah pada
telinganya baru kita
lakukan pemeriksaan
audiometri, pekerja yang
“aturan yang dilakukan
untuk tes itu kita
sesuaikan dek, siapa saja
yang ikut, dan sudah
sesuai prosedur kita juga”
dek”
“…kalau pada pemeriksaan
audiometri pekerja yang
akan keluar, bapak pernah
Tanya sama temen bapak
dia tes kesehatan yang
biasanya, nah medical
check up namanya kalau
gak salah bapak”
185
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
akan masuk akan diminta
cek kesehatan, dari situ
bisa dilihat apa nanti
pekerja ada bermasalah
dengan kesehatannya,
kita tidak ada cek
audiometri kepada
pekerja yang akan
masuk, kan percuma
buang duit yang belum
pasti bekerja dengan
perusahaan”
“petugas yang
melakukan kita
bekerjasama dari pihak
luar, yang tentu sudah
bersertifikasi”
186
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
“kami bekerjasama
dengan balai K3
Bandung dalam
melakukan tes
audiometri dan rumah
sakit PT Pindad dengan
petugas yang sudah
berserfitikasi tentunya”
“kalau alat yang
digunakan pasti sudah
baiklah, kan kita
bekerjasama dengan
pihak yang berserfitikasi
dan tempatnya kita
lakukan disini, kita buat
di tempat ruang makan
yang cukup jauh dari
bising, disitu ada ruang
yang kosong kita jadikan
187
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
tempat pemeriksaannya”
“pemeriksaan audiometri
dilakukan dengan
prosedur yang telah
ditentukan, bagi pekerja
yang akan mengikuti tes
akan ditentukan oleh
pihak K3LH.”
Bisa dipaparkan
bagaimana dengan hasil
tes audiometri dievaluasi
oleh pihak perusahaan?
d. Bagaimana tindak
lanjut oleh
perusahaanmengena
i hasil audiometri?
e. Bagaimana dengan
baseline data
pemeriksaan
“kalau hasil dari tes
audiometri belum sampai
kita evaluasi bagaimana
ini bisa terjadi pada
pekerja,tindak lanjutnya
pekerja kita pindahkan
kebagian yang tidak
bising”
“baseline data
”ya begini dek, kita masih
dalam penyempurnaan,
sebenarnya tentang
audiometri ini masih
banyak yang perlu
dibenahi, mulai dari data
base pertama kali
dilakukan pemeriksaan,
pemelihan pekerja yang
seharusnya dari pekerja
dengan pajanan bising,ini
“ya kalau bapak ada tes
begituan bapak ikut dek, ya
hasilnya sudah ada tapi
bagaimana tindak
lanjutnya sampai sekarang
belum diketahui”
“kalau itu bapak kurang
tahu dek bagaimana, kan
bapak menurut jika ada
188
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
audiometri?
f. Bagaimana dengan
pekerja yang
mengalami jika STS
lebih besar 5%
setiap tahun?
pemeriksaan audiometri
masih ada, tapi kita
sampai sekarang tidak
tau dimana diletakkan,
tapi ada kok”
“kami hanya memberikan
hasil medical check up
kepada pekerja yang
bersangkutan, kalau
peringatan tertulis belum
ada”
“kalau itu kita belum
lakukan
pengevaluasiannya
dek…”
yang sekarang pekerja
dipilih untuk pemeriksaan
hanya kepala dan staff
departemen, gimana mau
bener”
“terkait tindak lanjut kita
masih dalam proses dek,
soalnya kita harus
membuka data awal
pemeriksaan, nah itu
menjadi persoalan yang
kita lagi kerjakan”
“dari K3LH hanya
memberikan hasil medical
check up kepada pekerja
yang bersangkutan, kalau
peringatan tertulis dari
perwakilan yang ikut tes
audiometri bapak ikut dan
informasi selanjutnya ke
bapak mah ya begitulah
dek,”
189
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
hasil tes audiometri yang
sudah lewatin standar
belum ada”
Bisa dipaparkan
bagaimana
pendokumentasian hasil
periksanan audiometri
perusahaan dari tahun
ketahun?
b. Bisa dipaparkan
bagaimana hasil
audiometridi
informasikan kepada
pekerja?
“kalau setiap tes
audiometri selalu kita
dokumentasikan yaitu
dalam bentuk laporan,
dimana setiap pekerja
yang ikut tes akan
mengetahui hasilnya dan
akan diberikan kepada
kepala departemen baru
diberikan kepekerjanya,
di laporan itu lengkap
terdapat data jelas
pekerja, tanggal
pelaksanaan dan hasil
audiometri nya”
“setiap kegiatan kita
dokumentasikan kok,
termasuk hasil tes
audiometri ini, kita bikin
laporan hasil tesnya, lalu
K3LH akan
menyampaikan kepada
setiap kepala departemen
untuk memberikan kepada
pekerja yang mengikuti
tes.”
“ya kalau bapak ada tes
begituan bapak ikut dek, ya
hasilnya sudah ada tapi
bagaimana tindak
lanjutnya sampai sekarang
belum diketahui”
190
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
“kalau perbandingan
dari tahun ke tahun
mengenai data pertama
pekerja yang ikut tes
sampai sekarang masih
dalam rencana kita dek”
5.pencaca
tan dan
pelapora
n
Bisa dipaparkan
bagaimana proses
pencacatan dan
penyimpanan data atau file
tentang HLPP diterapkan?
Bisa dipaparkan apa saja
dokumen yang di
dokumentasikan mengenai
HLL
“semua yang dilakukan
di dicatat dan dilaporkan
kebagian top manajemen,
termasuk HLPP ini dek,
pelaporan akan dibuat
oleh penanggung jawab
HLPP kemudian kepala
departemen K3LH akan
mengecek laporan
tersebut sebelum
diberikan kepada top
“memang semua akan kita
catat dan laporkan, karena
itu sebagai acuan kami
untuk atasan, ya semua lah
kita catat dan laporkan
dek”
“kalau mengenai
pencatatan hasil tes
audiometri dari awal
pemeriksaan saya tidak
“memang semua akan kita
catat dan laporkan, karena
itu sebagai acuan kami
untuk atasan, ya semua lah
kita catat dan laporkan
dek”
191
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
menajement,”
“yah, dokumen itu yang
terkait pelaksanaan
pengukuran bising,
perawatan mesin, hasil
audiometri, pemakaian
apt pekerja, hasil
evaluasi yang kita
lakukan, dan hasil audit
baik perusahaan yang
mengauditnya ataupun
pihak luar, begitu dek”
tahu kemana diletakkan,
pada saat itu bukan saya
yang menanganinya, yaa
lagi pula kita kan sudah
beberapa kali pindah
gedung disini, mungkin
masih ada tapi saya sudah
tidak tahu dimana
diletakkan”
Bisa dipaparkan
bagaimana proses
pengomunikasian
mengenai HLPP kepada
manajemen perusahaan?
“yah kan tadi saya
katakana laporan yang
dibuat sebagai salah satu
bentuk komunikasi
kepada top manajement
perusahaan, itu berguna
utnuk meningkatkan
“ya laporan yang kita buat
itu sebagai bentuk
komunikasi kepada
perusahaan dan itu
menjadi tugas kami di
K3LH”
“ya laporan yang kita buat
itu sebagai bentuk
komunikasi kepada
perusahaan dan itu menjadi
bentuk tugas saya sebagai
kepala operator unit dek,
kadang saya juga yang
192
Elemen
Pengenda
lian
kebisinga
n
Pertanyaan
Informan Penelitian
Penanggung jawab
Program Pengendalian
Kebisingan
(Informan 1)
Staff K3LH bidang
keselamatan kerja
(informan 2)
Kepala operator bagian
unit tempa dan cor II
(informan 4)
proper nantinya dan saat
diaudit dari luar”
mengerjakan sendiri dari
semua laporan yang diminta
perusahaan, belum saya
mengontrol anak buah ya
disini saya seperti
mengemban semuanya dek,
hehe..”
193
Lampiran 5
Gambar observasi
Gambar 5.1 Jadwal Perawatan Mesin
194
Gambar 5.1 lanjutan Jadwal Perawatan Mesin
195
Gambar 5.2 Pemberian Pelumas Mesin
Gambar 5.3 Pemeliharaan Mesin
196
Gambar 5.5 Peredam Karet Mesin
Gambar 5.4 Pekerja Dengan Pukulan
197
Gambar 5.6 Tanda Kebisingan
Gambar 5.7 Shift Kerja
198
Gambar 5.8 Pemakaian APT
199
Gambar 5.8 Lanjutan Pemakaian APT Pekerja
200
Gambar 5.9 Jenis APT
201
Gambar 5.10 Medical Check up
202
Gambar 5.11 Pencatatan Monitoring Hazard
203
204
205
206
207
208
209