Upload
lyminh
View
240
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI TERHADAP TERJADINYA
KELUHAN MSDs PADA PEKERJA MEKANIK UNIT PRODUKSI TCW DI PT
GMF AEROASIA TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH :
Daily Lintang Anggraeni
NIM : 1111101000066
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERANDAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2015 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 Desember 2015
Daily Lintang Anggraeni
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2015
Nama : Daily Lintang Anggraeni, NIM : 1111101000066
Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pada Pekerja Mekanik di Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
xxi + 147 halaman, 30 tabel, 43 gambar, 8 lampiran
ABSTRAK
PT. GMF AeroAsia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
perawatan pesawat terbang. Pada proses kerjanya menggunakan objek kerja yang
berukuran besar, dan memiliki berat yang melebihi kapasitas kemampuan pekerja,
sehinga menyebabkan terjadinya postur janggal, penggunaan beban berlebih, serta
pergerakan repetitive yang dapat memicu terjadinya MSDs. MSDs menjadi sangat
penting karena merupakan penyebab terbesar hilangnya hari kerja akibat cedera
dihampir setiap jenis industry. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan
dengan observasi ditemukan gerakan repetitif, beban berlebih, postur janggal dalam
proses membuka dan memasang baut pada wheel, memasang cleaning, dan testing
komponen. Pada hasil wawancara dengan 15 pekerja, diketahui bahwa sebesar 93,3%
atau 14 pekerja merasakan adanya keluhan di beberapa anggota tubuh mereka.
Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif untuk mengetahui besarnya tingkat
risiko ergonomi dan keluhan MSDs pada pekerja. Pengukuran dan penilaian risiko
ergonomi pada penelitian ini menggunakan metode Ovako Working Analysis System
(OWAS) dan Rapid Entire Based Assessment (REBA). Sedangkan untuk mengukur
tingkat keluhan MSDs menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM). Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan februari sampai dengan desember 2015 dilakukan pada
pekerja unit TCW PT. GMF AeroAsia Tahun 2015.
Hasil dari penelitian ini adalah pekerja yang memiliki tingkat risiko ergonomi
rendah maupun sangat tinggi, kebanyakan yang memiliki tingkat keluhan MSDs yang
rendah. Keluhan tertinggi MSDs terdapat pada punggung sebesar 96,4%.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka PT GMF AeroAsia
disarankan untuk memodifikasi beberapa landasan kerja, menggunakan alat bantu
untuk menghindarkan pekerja melakukan manual handling, serta memberikan
pelatihan mengenai bahaya ergonomi pada karyawan. Sedangkan pada pekerja dapat
mengurangi gerakan postur janggal, serta menyeimbangi nya dengan istirahat yang
seimbang dan cukup.
Daftar bacaan : 33 (Tahun 1985-2015)
Kata Kunci : Ergonomi, REBA, OWAS
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduated Thesis, December 2015
Name: Daily Lintang Anggraeni, NIM : 1111101000066
The Description of The Level of Risk of Occurrence of Complaints Against
Ergonomics MSDs on Workers in The Mechanical Production Unit TCW PT
GMF Aeroasia 2015
xxi + 147 pages, 30 tables, 43 pictures, 8 attachments
ABSTRACT
PT GMF AeroAsia is a company engaged in the field of aircraft maintenance.
In the process it works using a work object that are large, and have a weight
exceeding the capacity of the ability of workers, so led to awkward posture, the use of
excess load, as well as repetitive movements that can trigger the onset of MSDs.
MSDs becomes very important because it is the biggest cause of the loss of working
days due to injury in most every type of industry. Based on the preliminary results of
a study conducted with observation of repetitive movement found, overload,
awkward postures in the process of opening and install the bolts on the wheel, putting
up a cleaning and testing components. On the results of interviews with 15 workers,
aware that amounted to 93.3% or 14 workers feel the complaints in several members
of their body.
Descriptive quantitative research is to know the magnitude of the risk level of
ergonomics and MSDs complaints on workers. Measurement and research on
ergonomics risk assessment uses methods of Ovako Working Analysis System
(OWAS) and Rapid Entire Based Assessment (REBA). As for measuring the level of
complaints MSDs using the Nordic Body Map questionnaire (NBM). This research
was carried out in February until December 2015 conducted on workers unit TCW
PT. GMF AeroAsia 2015.
The results of this research are workers who have a low level of risk of
ergonomics as well as very high, most of which have a low level of complaints of
MSDs. Highest complaint MSDs is found on the back of were 96.4%.
Based on the results of the research that is done then the GMF AeroAsia PT
advised to modify some of the runway, using tools to avoid workers performing
manual handling, employee training on memberikaan serts. While workers can reduce
awkward postures, movements and his menyeimbangi with a balanced and sufficient
rest.
Reading list: 33 (1985-2015)
Keywords: Ergonomics, REBA, OWAS
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi
GAMBARAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI TERHADAP TERJADINYA
KELUHAN MSDs PADA PEKERJA UNIT PRODUKSI TCW DI
PT GMF AEROASIA TAHUN 2015
Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 3 Desember 2015
Oleh
Daily Lintang Anggraeni
NIM. 1111101000066
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Iting Shofwati, MKKK Riastuti Kusuma Wardani, MKM
NIP : 19760808 200604 2 001 NIP : 19800516 200901 2 005
v
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAILY LINTANG ANGGRAENI
NIM: 1111101000066
LEMBAR PENGESAHA
Jakarta, 3 Desember 2015
Penguji I,
Dewi Utami Iriani, M.Kes,Ph.D
NIP: 19750316 200710 2 001
Penguji II,
Catur Rosidati, MKM
NIP: 19750210 200801 2 018
Penguji III,
Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI
Nama : Daily Lintang Anggraeni
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Agustus 1993
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Alamat : Komplek Ciledug Indah 2 Blok DB 17 No. 6 RT
01 RW 007 Pedurenan – Karang Tengah, Tangerang
– 15158
Telp : 021-7324284 / 085692480515
Email :[email protected] / [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1. 1998-1999 : TK Marita
2. 1999-2005 : SD Negeri Karang Tengah 07
3. 2005-2008 : SMP Negeri 3 Tangerang
4. 2008-2011 : SMA Negeri 13 Tangerang
5. 2011 – Sekarang : Program Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Pelatihan dan workshop Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) berdasarkan OHSAS 18001:2007 & PP NO 50 tahun 2012 (2014)
2. Workshop management fire & explotion (2014)
3. Workshop Risk Management (2014)
4. Workshop Ergonomy (2013)
5. Workshop Accident Investigation (2013)
6. Pelatihan Fire Fighting, Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan (2013)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat dan hidayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan
judul “Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW di PT. GMF AeroAsia Tahun 2015”.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sedalam dalamnya kepada :
1. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, restu serta dukungan yang tanpa
mengenal batas waktu.
2. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, ST. MKKK selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan dalam proses
skripsi ini.
5. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, MKM selaku dosen pembimbing II yang telah
menyediakan waktu & memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Meilani Anwar, M.Epid selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi arahan dengan kesabaran
yang luar biasa dalam penulisan skripsi ini.
7. PT GMF AeroAsia yang telah bersedia menerima penulis untuk melakukan
penelitian, serta Department K3 yang telah bersedia menerima kehadiran,
memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama penelitian ini
berlangsung.
ix
8. Kawan Sholihah, yang terdiri dari 12 gadis sholihah (dwi, danti, epi, salsa, gia,
meta, amel, ntis, ajeng, ibo, ayu) yang selalu memberikan dukungan, motivasi,
doa, kasih sayang, semangat, dan selalu menjadi tempat bertukar pikiran dikala
penulis sedang terpuruk dalam penulisan skripsi ini.
9. Don’t You Dare, yang terdiri dari 2 putri yang bernama puput dan ipute yang
selalu menjadi tempat berkeluh kesah, bertukar pikiran, selalu memberikan
motivasi, bimbingan ekslusif bertiga, semangat, doa kepada penulis selama
penulisan skripsi ini berlangsung.
10. K3 2011, Kawan seperjuangan, setanah air yang selalu berjuang sampai titik
darah penghabisan.
11. Seluruh pekerja mekanik yang terlibat langsung selama pengambilan data ini
berlangsung.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu
mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, rekan mahasiswa,
instansi pendidikan serta perusahaan terkait.
Terimakasi atas perhatiannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 3 Desember 2015
Daily Lintang Anggraeni
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... v
DATA RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ xxi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
C. Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
1. Tujuan Umum ......................................................................................... 7
2. Tujuan Khusus ................................................................................. 7
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 8
1. Manfaat Bagi PT. GMF AeroAsia ....................................................... 8
2. Manfaat Bagi Peneliti ...................................................................... 8
xi
3. Manfaat Mahasiswa ......................................................................... 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 10
A. Keluhan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) ........................................... 10
1. Definisi Keluhan MSDs................................................................... 10
2. Gejala Keluhan MSDs ..................................................................... 11
3. Tahapan Keluhan MSDs .................................................................. 12
4. Faktor Penyebab Keluhan MSDs ................................................... 13
5. Dampak Keluhan MSDs .................................................................. 21
6. Pencegahan Keluhan MSDs ............................................................ 22
B. Ergonomi ................................................................................................... 24
1. Definisi Ergonomi ................................................................................... 25
2. Tujuan Ergonomi ................................................................................... 25
3. Prinsip Ergonomi ................................................................................... 26
4. Penilaian Tingkat Risiko Ergonomi ................................................... 26
a. RULA ...................................................................................... 26
b. BRIEF .................................................................................... 27
c. EASY ...................................................................................... 27
d. QEC ........................................................................................ 28
e. REBA ...................................................................................... 29
xii
f. OWAS .................................................................................... 37
5. Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Metode ...................... 41
C. Kerangka Teori .......................................................................................... 44
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................... 45
A. Kerangka Konsep .............................................................................................. 45
B. Definisi Operasional.................................................................................. 47
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 53
A. Jenis Penelitian .................................................................................................. 53
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 53
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................... 53
D. Pengumpulan dan Pengolahan Data .......................................................... 54
1. Penentuan Satu Siklus ......................................................................... 54
2. Data Primer ................................................................................................. 67
a) Pengukuran dan Penilaian Postur Janggal REBA ........................... 68
b) Pengukuran dan Penilaian Postur Janggal OWAS .......................... 83
c) Pengukuran dan Penilaian Frekuensi Relatif ................................... 89
d) Keluhan MSDs ..................................................................................... 91
3. Data Sekunder ............................................................................................. 92
a) Berat Beban .......................................................................................... 93
E. Pengolahan Data .............................................................................................. 94
F. Manajemen Data .............................................................................................. 97
G. Analisa Data ..................................................................................................... 99
xiii
BAB V HASIL ........................................................................................................ 101
A. Profil PT GMF AeroAsia ...................................................................... 101
1 Sejarah PT. GMF AeroAsia ................................................................... 101
2 Gambaran Umum Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia ............ 102
B. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pada Pekerja Mekanik Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 ...... 105
C. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Dengan Metode OWAS dan REBA
Pada Pekerja Mekanik Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 ...... 107
D. Gambaran Keluhan MSDs Pada Pekerja Mekanik Unit TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 .................................................................................. 109
E. Gambaran Postur Leher Menggunakan Metode REBA Pada Pekerja
Mekanik Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 ............................. 111
F. Gambaran Postur Punggung Menggunakan Metode OWAS Pada Pekerja
Mekanik Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 ............................ 113
G. Gambaran Postur Lengan Menggunakan Metode OWAS Pada Pekerja
Mekanik Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 .............................. 115
H. Gambaran Postur Kaki Menggunakan Metode OWAS Pada Pekerja
Mekanik Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 .............................. 119
I. Gambaran Berat Beban Menggunakan Metode OWAS Pada Pekerja
Mekanik Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 .............................. 121
J. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Skor Frekuensi Relatif
Pada Pekerja Mekanik Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 ....... 124
xiv
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................ 127
A. Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 127
B. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pada Pekerja Mekanik Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 ....... 127
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 140
A. Simpulan ................................................................................................ 140
B. Saran ....................................................................................................... 141
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 144
LAMPIRAN ............................................................................................................ 147
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Penilaian Skor A ...................................................................... 34
Tabel 2.2 Tabel Penilaian Skor B ....................................................................... 35
Tabel 2.3 Tabel Penilaian Skor C ....................................................................... 36
Tabel 2.4 Tabel Level Risiko & Tindakan Perbaikan REBA ............................ 37
Tabel 2.5 Tabel Kategori Risiko & Tindakan Perbaikan OWAS ...................... 40
Tabel 2.6 Kelebihan dan Kekurangan Metode Penilaian Risiko Ergonomi ....... 41
Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................... 47
Tabel 4.1 Tabel Penilaian Skor A ...................................................................... 80
Tabel 4.2 Tabel Penilaian Skor B ....................................................................... 81
Tabel 4.3 Tabel Penilaian Skor C ....................................................................... 82
Tabel 4.4 Tabel Level Risiko dan Tindakan Perbaikan REBA........................... 82
Tabel 4.5 Tabel Frekuensi Relatif OWAS .......................................................... 89
Tabel 4.6 Klasifikasi Tingkat Risiko MSDs Berdasarkan Total Skor Individu .. 91
Tabel 4.7 Tabel Kombinasi Posisi ..................................................................... 93
Tabel 4.8 Tabel Frekuensi Relatif OWAS .......................................................... 95
Tabel 4.9 Tabel Kategori Risiko & Tindakan Perbaikan OWAS ....................... 97
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Risiko Ergonomi Dengan Menggunakan
Metode OWAS Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pada Pekerja
Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 ....... 106
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Risiko Ergonomi Dengan Menggunakan
Metode REBA Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pada Pekerja
Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 ....... 106
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Skor Postur Leher Dengan Menggunakan Metode
REBA Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 .............................................. 111
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Skor Postur Leher Terhadap Terjadinya Keluhan
di Leher Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 ...................................................................... 113
xvi
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Skor Postur Punggung Dengan Menggunakan
Metode OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit
Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 ............................... 114
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Skor Postur Punggung Terhadap Terjadinya
Keluhan di Punggung Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT
GMF AeroAsia Tahun 2015 ............................................................. 115
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Skor Postur Lengan Dengan Menggunakan
Metode OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit
Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 ............................... 116
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Skor Postur Lengan Terhadap Terjadinya
Keluhan di Lengan Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT
GMF AeroAsia Tahun 2015 ............................................................. 118
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Skor Postur Kaki Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 .............................................. 119
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Skor Postur Kaki Terhadap Terjadinya Keluhan
di Kaki Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia
Tahun 2015 ...................................................................................... 121
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Berat Beban Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 .............................................. 122
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Skor Beban Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun
2015 .................................................................................................. 124
xvii
Tabel 5.13 Distribusi Skor Frekuensi Relatif Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 ............................................... 125
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Prioritas Perbaikan Terhadap Terjadinya Keluhan
MSDs Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia
Tahun 2015 ....................................................................................... 127
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Postur Badan REBA ........................................................................... 30
Gambar 2.2 Postur Leher REBA ............................................................................ 30
Gambar 2.3 Postur Kaki REBA ............................................................................. 31
Gambar 2.4 Postur Lengan REBA ......................................................................... 32
Gambar 2.5 Postur Lengan Bawah REBA ............................................................. 33
Gambar 2.6 Postur Pergelangan Tangan REBA .................................................... 33
Gambar 2.7 Postur Punggung OWAS ................................................................... 38
Gambar 2.8 Postur Lengan OWAS ......................................................................... 39
Gambar 2.9 Postur Kaki OWAS ............................................................................ 39
Gambar 2.10 Berat Beban OWAS ............................................................................ 40
Gambar 2.11 Kerangka Teori.................................................................................... 44
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................ 46
Gambar 4.1 Kamera Digital ................................................................................... 68
Gambar 4.2 Postur a.1 ............................................................................................. 69
Gambar 4.3 Kamera Digital ................................................................................... 70
Gambar 4.4 Postur a.2 ............................................................................................. 71
Gambar 4.5 Kamera Digital ................................................................................... 72
Gambar 4.6 Postur a.3 ............................................................................................. 73
Gambar 4.7 Kamera Digital ................................................................................... 74
Gambar 4.8 Postur a.4 ............................................................................................. 75
Gambar 4.9 Kamera Digital ................................................................................... 76
Gambar 4.10 Postur a.5 ............................................................................................. 77
Gambar 4.11 Kamera Digital ................................................................................... 78
Gambar 4.12 Postur a.6 ............................................................................................. 79
Gambar 4.13 Kamera Digital ................................................................................... 83
Gambar 4.14 Postur a.7 ............................................................................................ 84
Gambar 4.15 Kamera Digital ................................................................................... 85
xix
Gambar 4.16 Postur a.8 ............................................................................................. 85
Gambar 4.17 Kamera Digital ................................................................................... 86
Gambar 4.18 Postur a.9 ............................................................................................. 87
Gambar 4.19 Kamera Digital ................................................................................... 88
Gambar 4.20 Beban a.10 ........................................................................................... 92
Gambar 5.1 Alur Proses Produksi Wheel Unit TCW PT GMF AeroAsia ........... 103
Gambar 5.2 Alur Proses Produksi Brake Unit TCW PT GMF AeroAsia............. 104
Gambar 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Risiko OWAS Dan REBA
Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW
PT GMF Aeroasia Tahun 2015 ......................................................... 108
Gambar 5.4 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun
2015 ................................................................................................... 109
Gambar 5.5 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Sub Proses Pada
Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
........................................................................................................... 110
Gambar 5.6 Distribusi Frekuensi Skor Postur Leher Dengan Menggunakan Metode
REBA Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 ............................................... 112
Gambar 5.7 Distribusi Frekuensi Postur Punggung Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 .............................................. 114
Gambar 5.8 Distribusi Frekuensi Postur Lengan Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 .............................................. 117
Gambar 5.9 Distribusi Frekuensi Postur Kaki Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 ............................................... 120
xx
Gambar 5.10 Distribusi Frekuensi Berat Beban Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 .............................................. 123
Gambar 5.11 Distribusi Skor Frekuensi Relatif Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015 ............................................... 125
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
A. Surat Izin Penelitian ............................................................................... 147
B. Kuesioner Penelitian ............................................................................... 148
C. Lembar Observasi OWAS ..................................................................... 151
D. Lembar Observasi REBA ....................................................................... 153
E. Output Analisis SPSS ............................................................................. 156
F. Gambar Proses Kerja .............................................................................. 161
G. Grafik Sub Proses ................................................................................... 167
H. Tabel Excel ............................................................................................. 182
xxii
DAFTAR ISTILAH
Istilah Definisi
PT GMF AeroAsia : PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia
Unit Produksi TCW : Unit Wheel & Brake
Wheel : Roda Pesawat
Brake : Pengereman
Disassembly : Pembongkaran satu kesatuan
Assembly : Memasang satu kesatuan
Install : Memasang komponen
Tight : Mengencangkan
Inflation : Pengisian
Bolt : Baut
Nut : Mur
Drilling : Mengebor
Lining : Kampas atau bantala rem
Fill : Isi
Dry nitrogen : Angin nitrogen
Core : Pentil roda pesawat
O/B : Out board / bagian luar
I/B : In board / bagian dalam
Primer : Cat dasar
Measuring : Mengukur
Hub : Velg
Tire : Ban
Airworthy : Laik terbang (layak/baik untuk diterbangkan)
Stripping : Perontokkan cat primer sebelumnya dengan soda api
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muskuloskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala atau
gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago, sistem
saraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan sakit,
nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa
terbakar (OSHA, 2002). MSDs menjadi sangat penting karena merupakan penyebab
terbesar hilangnya hari kerja akibat cedera sebagian besar jenis industri, namun
masalah ini belum banyak dipahami oleh perusahaan-perusahaan terutama di
Indonesia (Mariana, 2010).
Berdasarkan data BLS (Bureau of Labour Statistics) Amerika melaporkan
selama tahun 2007 jumlah penyakit akibat kerja berupa MSDs sebesar 29%
dibandingkan penyakit akibat kerja lainnya. Di Argentina, pada tahun 2010
dilaporkan 22.013 kasus dari penyakit akibat kerja, dengan MSDs diantaranya
merupakan kejadian yang paling sering terjadi (ILO, 2013). International Labour
Organization (2013) dalam Program The Prevention Of Occupational Diseases
menyebutkan Musculoskeletal Disorders mewakili 59% dari keseluruhan catatan
penyakit yang ditemukan pada tahun 2005 di Eropa. Hasil riset komisi pengawas
Eropa pada tahun 2005 menunjukkan bahwa sebesar 49,9% ketidakhadiran kerja
lebih dari tiga hari, dan sebesar 60% kasus ketidakmampuan permanen dalam bekerja
2
disebabkan oleh MSDs. Kasus MSDs di Korea mengalami peningkatan yang sangat
tinggi dari 1.634 kasus pada tahun 2001 menjadi 5.502 kasus pada tahun 2010.
Hasil studi Departemen Kesehatan Republik Indonesi tentang Profil masalah
kesehatan di Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang
diderita pekerja berhubungan dengan pekerjanya. Menurut studi yang dilakukan
terhadap 9.482 pekerja di 12 Kabupaten/Kota di Indonesia, menunjukkan bahwa
tingkat penyakit terkait musculoskeletal masih tinggi yakni sebesar 16%, lalu
penyakit kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernapasan (3%),
dan gangguan THT (1,5%). Menurut Canadian Centre For Occupational Health and
Safety, faktor risiko ergonomi seperti postur janggal atau sikap kerja tidak alamiah
merupakan penyebab dari 58,5% dari seluruh penyakit akibat kerja dengan laju 35,7
kasus per 10.000 pekerja (Piedrahita, 2006). Aktifitas yang bersifat repetitive, dan
menggunakan beban berat secara manual juga merupakan penyebab utama
Musculoskeletal Disorders (CCOHS, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maijuidah (2010) mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi MSDs pada pekerja assembling pada perusahaan
perakitan mobil PT. X Bogor Tahun 2010 diketahui bahwa faktor risiko pekerjaan
yang diterima berdasarkan metode REBA dan RULA pada 21 tahap atau proses
pekerjaan sebesar 47,1 % pekerjaan berisiko tinggi, dan sebesar 34,3% pekerjaan
berisiko sangat tinggi (Maijunidah, 2010). Adapun penelitian yang dilakukan oleh
Dwigiatri (2009) mengenai analisis tingkat risiko ergonomi berdasarkaan aspek
pekerjaan di bagian Assembling G-Line pada pekerja instrument panel PT. Indomobil
Suzuki International Plant Tambun II diketahui bahwa pada proses pemasangan
3
instrument panel ke dalam mobil memiliki sembilan langkah. Langkah yang memiliki
risiko ergonomi paling tinggi yaitu pada langkah connecting socket harness dengan
skor REBA yaitu 10 atau berisiko tinggi maka segera dibutuhkan tindakan perbaikan
(Dwigiarti, 2009).
Industri perawatan pesawat merupakan industri dengan tingkat bahaya
ergonomi yang cukup besar. Dalam industri perawatan pesawat, lebih dari 80%
pekerja melakukan tugas-tugas perawatan atau maintenance pesawat secara manual
dari bahan yang berbeda-beda, serta ukuran benda atau objek yang bervariasi mulai
dari komponen-komponen yang sangat kecil hingga potongan besar badan pesawat.
Hal tersebut dapat meningkatkan terjadinya gangguan musculoskeletal yang
berhubungan dengan pekerjaan atau MSDs (Oliveira dkk., 2012). Sejauh ini peneliti
belum menemukan penelitian mengenai gambaran tingkat risiko ergonomi terhadap
keluhan MSDs pada pekerja mekanik di industri perawatan pesawat, sedangkan pada
proses kerja yang berlangsung di industri penerbangan terdapat interaksi antara
pekerja dengan mesin atau peralatan kerja dan lingkungan kerja sehingga dapat
menimbulkan potensi bahaya, salah satunya adalah potensi bahaya ergonomi. Potensi
bahaya ergonomi dapat terjadi akibat sikap kerja yang tidak alamiah atau postur
janggal pekerja, mengangkat dan mengangkut beban objek yang berat yang dilakukan
secara manual dan berulang atau repetitif.
PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia atau yang selanjutnya disebut
dengan PT GMF AeroAsia merupakan perusahaan penyedia jasa perawatan atau
maintenance pesawat terbang. Dalam proses produksinya, terdapat beberapa bagian
yakni line maintenance, base maintenance, component maintenance, engine
4
maintenance, engineering service, asset management dan material services. Dalam
component maintenance terdapat beberapa unit yang menangani berbagai perawatan
disetiap komponen yang ada, salah satu unit yang menangani component
maintenance yaitu unit TCW. Unit TCW adalah unit yang berada di area workshop 1
tersebut menangani bagian wheel and brake pesawat. Pada proses produksi yang
berada di unit TCW dimulai dari disassembly, cleaning, inspeksi, overhaul, assembly,
dan testing component.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di unit TCW
pekerjaan dilakukan dengan postur kerja beragam. Dalam observasi ditemukan
gerakan repetitive pada proses membuka dan memasang baut pada wheel,
membersihkan tire pesawat, testing komponen. Selain itu ditemukan pekerja yang
bekerja dengan postur janggal, seperti pada proses pekerjaan membuka baut pada tire
atau ban pesawat, proses cleaning dilakukan dengan gerakan repetitive dan postur
punggung yang membungkuk,. Disamping itu, pekerjaan di unit TCW ini
menggunakan beban objek berkisar 5-35kg.
Selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada
pekerja mengenai keluhan yang dirasakan di beberapa anggota tubuh yang dilakukan
pada 15 pekerja. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa 93,3% atau 14
pekerja merasakan adanya keluhan di beberapa anggota tubuh mereka. Keluhan
terbesar dirasakan pada bagian punggung (100%), lengan (78,5%), leher (50%) dan
kaki (42,85%). Hingga saat ini, di PT GMF AeroAsia belum pernah dilakukan
penelitian mengenai gambaran tingkat risiko ergonomi. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang telah dilakukan maka peneliti bermaksud ingin mengetahui
5
besarnya tingkat risiko ergonomi terhadap terjadinya MSDs pada pekerja mekanik
unit produksi TCW dengan menggunakan metode OWAS dan REBA di PT GMF
AeroAsia Tahun 2015. Pemilihan Metode OWAS dan REBA didasarkan pada hasil
observasi proses kerja unit TCW yang terdapat postur janggal pada leher, punggung,
lengan, kaki, penggunaan beban berlebih, dan gerakan repetitif. Hasil studi
pendahuluan mengenai keluhan yang dirasakan juga terdapat pada bagian leher,
punggung, lengan, dan kaki. Pengukuran dan penilaian pada postur leher
menggunakan metode REBA, sedangkan pengukuran dan penilaian pada postur
punggung, lengan, kaki, beban, dan frekuensi repetitif menggunakan metode OWAS.
Penilaian pada keluhan MSDs menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM).
B. Rumusan Masalah
MSDs menjadi sangat penting karena merupakan penyebab terbesar hilangnya
hari kerja akibat cedera dihampir setiap jenis industri. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan dengan observasi ditemukan gerakan repetitif, beban
berlebih, postur janggal dalam proses membuka dan memasang baut pada wheel,
memasang cleaning, dan testing komponen, selain itu ditemukan 93,3% atau 14
pekerja merasakan adanya keluhan di beberapa anggota tubuh mereka. Keluhan
terbesar dirasakan pada bagian punggung (100%), lengan (78,5%), leher (50%) dan
kaki (42,85%). Berdasarkan hal tersebut, peneliti bermaksud ingin meneliti besarnya
tingkat risiko ergonomi terhadap terjadinya keluhan MSDs pada pekerja unit TCW
dengan menggunakan metode OWAS dan REBA di PT. GMF AeroAsia Tahun 2015.
6
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun
2015?
2. Bagaimana Tingkat Risiko OWAS dan REBA Pada Pekerja Mekanik Unit
Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015?
3. Bagaimana Tingkat Keluhan MSDs Yang Terjadi Pada Pekerja Mekanik Unit
Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015?
4. Berapa Skor Postur Leher Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW di PT
GMF AeroAsia Tahun 2015?
5. Berapa Skor Postur Punggung Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW di
PT GMF AeroAsia Tahun 2015?
6. Berapa Skor Postur Lengan Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW di PT
GMF AeroAsia Tahun 2015?
7. Berapa Skor Postur Kaki Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW di PT
GMF AeroAsia Tahun 2015?
8. Berapa Skor Berat Beban Yang Digunakan Pada Pekerja Mekanik Unit
Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015?
9. Berapa Tingkat Risiko Berdasarkan Frekuensi Relatif Pada Pekerja Mekanik
Unit Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015?
7
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya Tingkat Risiko OWAS dan REBA Pada Pekerja Mekanik
Unit Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
b. Diketahuinya Tingkat Keluhan MSDs Yang Terjadi Pada Pekerja
Mekanik Unit Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
c. Diketahuinya Skor Postur Leher Pada Pekerja Mekanik di Unit Produksi
TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
d. Diketahuinya Skor Postur Punggung Pada Pekerja Mekanik di Unit
Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
e. Diketahuinya Skor Postur Lengan Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
f. Diketahuinya Skor Postur Kaki Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
g. Diketahuinya Skor Beban Objek Yang Digunakan Pada Pekerja Mekanik
Unit Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
h. Diketahuinya Tingkat Risiko Berdasarkan Frekuensi Relatif Pada Pekerja
Mekanik Unit Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
8
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi PT GMF AeroAsia
a. Memperoleh informasi mengenai tingkat risiko terjadinya MSDs
terhadap pekerja di Unit Produksi TCW di PT GMF AeroAsia Tahun
2015.
b. Sebagai referensi tambahan untuk mengevaluasi, dan rekomendasi
mengenai tindakan untuk mengurangi bahkan mencegah terjadinya
MSDs terhadap pekerja di Unit Produksi TCW di PT GMF AeroAsia
Tahun 2015.
2. Bagi Peneliti
a. Dapat mengaplikasikan ilmu dan teori yang telah di dapatkan selama
mengikuti perkuliahan khususnya dalam metode ergonomi dengan
penilaian postur OWAS dan REBA.
b. Penelitian ini dapat memberikan pengalaman, pengetahuan dan
kemampuan menganalisa peneliti dalam dunia K3.
3. Bagi Mahasiswa
a. Sebagai referensi dan memberikan informasi tambahan untuk
pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan risiko MSDs pada
pekerjaan yang bersifat manual.
b. Sebagai referensi bacaan dan memberikan informasi tambahan untuk
pembelajaran mengenai metode penilaian tingkat risiko ergonomi
dengan menggunakan metode OWAS dan REBA.
9
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan tingkat risiko ergonomi
terhadap terjadinya keluhan MSDs pada pekerja mekanik unit produksi TCW di
PT GMF AeroAsia Tahun 2015. Dalam penelitian ini untuk melihat tingkat
keluhan MSDs menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM). Untuk
mengukur tingkat risiko ergonomi yang dilihat dari postur janggal pada leher
menggunakan metode REBA, sedangkan postur janggal pada punggung, lengan,
kaki, berat beban objek, dan frekuensi relative menggunakan metode OWAS.
Penelitian ini dilakukan pada unit produksi TCW PT GMF AeroAsia pada bulan
Februari 2015 sampai Desember 2015 dengan alasan bahwa PT GMF AeroAsia
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang maintenance pesawat terbang
dimana dalam melakukan maintenance ataupun body repair pesawat masih
menggunakan teknik manual, sehingga banyak terjadi gerakan postur janggal dan
belum pernah dilakukan penelitian mengenai gambaran tingkat risiko ergonomi
terhadap keluhan terjadinya MSDs pada pekerja mekanik di PT. GMF AeroAsia
Tahun 2015.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Musculoskeletal Disorders (MSDs)
1. Definisi Keluhan MSDs
Menurut OSHA, MSDs merupakan sekumpulan gejala atau
gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligament, kartilago,
sistem saraf, struktur tulang, dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya
menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar,
gangguan tidur, dan rasa terbakar (OSHA, 2002). Musculoskeletal Disorders
(MSDs) adalah kelainan yang disebabkan pemumpukan cidera atau
kerusakan-kerusakan kecil pada sistem musculoskeletal akibat trauma
berulang yang setiap kalinya tidak bisa sembuh secara sempurna, sehingga
membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit (Tarwaka,
2013)
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah keluhan pada
bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan
yang ringan sampai yang sangat fatal. Apabila otot menerima beban statis
secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon. Keluhan hingga
kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal.
11
2. Gejala Keluhan MSDs
Keluhan MSDs ditandai dengan beberapa gejala sebagai berikut
(Macleod, 1999) :
a. Sakit, nyeri dan rasa tidak nyaman
b. Mati rasa
c. Rasa lemas atau kehilangan daya dan koordinasi lengan
d. Rasa panas
e. Rasa sukar bergerak
f. Rasa kaku dan retak pada sendi
g. Kemerahan, bengkak, dan panas
h. Rasa sakit yang membuat terjaga pada malam hari dan rasa untuk memijit
tangan, pergelangan dan lengan
Gejala yang dirasakan oleh tiap individu jika menderita gangguan
otot rangka atau musculoskeletal ini tidak sama, meskipun pekerjaan atau
aktivitas yang dilakukan hampir sama. Gejala tersebut adalah adanya rasa
sakit, nyeri, atau tidak nyaman, pegal-pegal, gerakan menjadi lemah dan kaku,
adanya rasa terbakar, pergerakan menjadi terbatas, kaku pada persendian,
kemerahan, bengkak dan hangat pada daerah tersebut (Macleod, 1999).
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu :
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan, dan
12
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,
walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.
3. Tahapan Keluhan MSDs
Gejala yang menunjukkan tingkat keparahan MSDs dapat dilihat dari
tingkatan sebagai berikut :
a. Tingkat pertama
Timbulnya rasa nyeri, pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tetapi
gejala ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam).
Tidak berpengaruh pada kapasitas kerja. efek ini dapat menghilang atau
pulih setelah istirahat.
b. Tingkat kedua
Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu beristirahat satu malam
setelah bekerja. Pada tahap ini terkadang dapat menyebabkan
berkurangnya kapasitas kerja.
c. Tingkat ketiga
Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat yang cukup, nyeri ketika
melakukan pekerjaan yang berulang, tidur menjadi terganggu, kesulitan
menjalankan pekerjaan yang akhirnya mengakibatkan terjadinya
inkapasitas.
13
4. Faktor Penyebab Keluhan MSDs
Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor
risiko terjadinya keluhan sistem musculoskeletal antara lain sebagai berikut:
a. Peregangan Otot Yang Berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dilakukan
oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang
besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan
beban yang berat. Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan
untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-35 kg. Peregangan otot yang
berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan
melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan,
maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat
menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal (Vi, 2000)
b. Aktivitas Berulang
Aktivitas berulang atau repetitive adalah pekerjaan yang dilakukan
secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu
besar, angkat-angkat dsb. Keluhan otot terjadi karena otot menerima
tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh
kesempatan untuk relaksasi.
Pekerjaan repetitive dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sisa
metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasanya
terjadi pada tangan/lengan bawah ketika melakukan kegiatan berulang,
gerakan yang kasar dan kuat termasuk pekerjaan yang berisiko tinggi
14
(Tarwaka, 2013). Oleh karena itu, perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus
agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tepat dapat dipertahankan
dalam batas-batas toleransi untuk mencegah terjadinya kelelahan,
penurunan, kemampuan fisiko dan memberi kesempatan tubuh untuk
melakukan pemilihan atau penyegaran (Selvianti, 2009).
c. Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah atau yang sering disebut dengan postur
janggal adalah sikap kerja yang mampu menyebabkan posisi bagian-bagian
tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dsb. Semakin
jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi
pula risiko terjadinya keluhan sistem musculoskeletal (Tarwaka, 2013).
Gangguan, penyakit, dan atau cidera pada sistem musculoskeletal,
hampir tidak pernah terjadi secara langsung, akan tetapi lebih merupakan
suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar secara terus-menerus dan
dalam jangka waktu yang realtif lama (Bridger, 1995). Adapun beberapa
gerakan, posisi, dan postur janggal yang sering dilakukan pada saat bekerja :
1) Postur janggal pada punggung
a) Membungkuk, postur punggung yang merupakan faktor risiko
adalah membungkukkan badan sehingga membentuk sudut fleksi
>20o terhadap vertikal dan berputar.
b) Rotasi badan atau berputar (twisting), adalah adanya rotasi atau torsi
pada tulang punggung (gerakan, postur, posisi badan yang berputar
15
baik kearah kiri maupun ke kanan) dimana garis vertikal menjadi
sumbu tanpa memperhitungkan beberapa derajat besarnya sudut
yang dibentuk, biasanya dalam arah ke depan atau ke samping.
c) Miring, memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai
fleksi dari tulang punggung, deviasi bidang median badan dari garis
vertikal tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk,
biasanya dalam arah ke depan atau samping (Alexander, 1997).
2) Postur janggal pada leher
a) Menunduk, menunduk ke arah depan sehingga sudut yang dibentuk
oleh garis vertical dengan sumbu ruas tulang leher fleksi >20o.
b) Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongkrak ke atas atau
ekstensi.
c) Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan
maupun ke kiri tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh
garis vertical dengan sumbu dari ruas tulang leher.
d) Rotasi leher : setiap postur leher yang memutar, baik ke kiri maupun
ke kanan tanpa melihat berapa besarnya derajat rotasi yang
dilakukan (Alexander, 1997).
3) Postur janggal pada kaki
Postur kaki yang berisiko adalah berdiri dengan bertumpu pada
satu kaki dan berdiri dengan kedua kaki yang membentuk sudut >60o.
Peningkatan tekanan pada tulang sendi terjadi pada postur fleksi baik
secara repetitive maupun statis pada lutut (Bukhori, 2010).
16
4) Postur janggal pada lengan atas
Lengan atas mempunyai gerakan bebas dalam 3 bidang, yaitu
sagital, transversal, dan horizontal. Gerakan pada bidang transversal
mencakup gerakan abduksi dan adduksi. Gerakan horizontal mencakup
abduksi dan adduksi horizontal. Selain itu, lengan juga dapat melakukan
gerakan rotasi melalui bidang longitudinal.
a) Abduksi : posisi bahu menjauhi garis tengah atau vertikal tubuh
b) Adduksi : posisi bahu mendekati tengah atau vertikal tubuh
c) Fleksi : posisi bahu diangkat menuju ke arah vertikal tubuh atau
depan dada
d) Ekstensi : posisi bahu menjauhi arah vertikal tubuh atau lengan
berada di belakang badan.
5) Postur janggal pada lengan bawah
a) Fleksi : posisi lengan bawah diangkat menuju ke arah vertikal
tubuh/di depan dada. Fleksi penuh pada siku terkuat pada sudut 90o.
b) Ekstensi : posisi lengan bawah menjauhi arah vertikal tubuh atau
lengan berada di belakang badan. Ekstensi penuh pada siku adalah
besarnya sudut yang dibentuk oleh sumber lengan atas dan sumbu
lengan bawah lebih dari 135o.
6) Postur janggal pada tangan atau pergelangan tangan
a) Deviasi radial : postur tangan yang miring ke arah ibu jari
b) Deviasi ulnar : postur tangan yang miring ke arah kelingking
17
c) Ekstensi pergelangan tangan : posisi tangan yang menekuk ke arah
punggung tangan diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah
dan sumbu tangan sebesar >45.
d) Fleksi pergelangan tangan : posisi tangan yang menekuk ke arah
telapak, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan
sumbu tangan sebesar >45o
e) Pronasi pergelangan tangan : perubahan posisi telapak tangan yang
semula berada di atas menjadi ke bawah
f) Supinasi pergelangan tangan : perubahan posisi telapak tangan yang
semula berada di bawah menjadi ke atas.
d. Faktor Penyebab Sekunder
1) Tekanan, terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang
lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat,
maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan
langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi,
dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Bridger, 1995).
2) Getaran, getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan
kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan
peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat
dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
3) Mikroklimat, paparan suhu dingin yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan, dan kekuatan pekerja sehingga
gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai
18
dengan menurunnya kekuatan otot. Begitupun dengan paparan
udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang
terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada akan
termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan
tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi
yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot,
akibatnya peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme terhambat dan akhirnya penimbunan
asam laktat yang menimbulkan rasa nyeri otot (Tarwaka, 2013).
e. Faktor Individu
Disamping kelima faktor penyebab terjadinya keluhan sistem
musculoskeletal tersebut diatas, beberapa ahli menjelaskan bahwa
faktor individu seperti usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, masa
kerja, kesegaran jasmani, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat
menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal.
1) Usia
Guo, dkk menyatakan bahwa pada umumnya keluhan
sistem musculoskeletal dirasakan pada umur antara 35 tahun – 65
tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun
dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah
baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko
terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2013).
19
2) Jenis Kelamin
Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa
ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan sistem
musculoskeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan
menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat
risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis,
kemampuan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan
otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita (Pheasant, 1991).
3) Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh
kebiasaan merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih
diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian, beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot
sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan
merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok,
semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan (Tarwaka,
2013).
4) Masa Kerja
Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai
pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian ini
berlangsung. Masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan
keluhan otot dan meningkatkan risiko Muskuloskeletal Disorders
20
(MSDs), terutama untuk pekerjaan yang menggunakan kekuatan
kerja yang tinggi (Tarwaka, 2013).
5) Kesegaran Jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada
seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup
waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya
melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang
besar, sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat,
hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat keluhan
otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh.
6) Kekuatan Fisik
Sama halnya dengan beberapa faktor lainnya, hubungan
antara kekuatan fisik dengan risiko keluhan sistem musculoskeletal
juga masih diperdebatkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan, namun penelitian lainnya
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik
dengan keluhan otot skeletal.
7) Ukuran Tubuh (Antropometri)
Walaupun pengaruhnya relative kecil, berat badan, tinggi
badan dan masa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya keluhan sistem musculoskeletal.
21
5. Dampak Keluhan MSDs
Keluhan-keluhan pada tulang belakang yang dialami pekerja jika
terus menerus dibiarkan berpeluang besar menyebabkan dislokasi bagian
tulang punggung yang menimbulkan rasa sangat nyeri dan bisa irreversible
serta fatal. Rasa sakit yang mengganggu sistem musculoskeletal pada saat
bekerja dapat menyebabkan pecahnya lempeng dan bahan atau bagian dalam
yang menonjol keluar serta mungkin menekan saraf-saraf di sekitarnya, hal
tersebut yang menyebabkan cidera atau bahkan menyebabkan kelumpuhan.
Rasa nyeri pada tubuh juga secara psikologis dapat menyebabkan
menurunnya tingkat kewaspadaan dan kelelahan akibat terhambatnya fungsi-
fungsi kesadaran otak dan perubahan-perubahan pada organ-organ diluar
kesadaran sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja (Tarwaka, 2013).
Sedangkan pada aspek ekonomi perusahaan, dampak yang
diakibatkan oleh MSDs yaitu (Pheasant, 1991) :
a. Pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material,
produk yang hasil akhirnya menyebabkan tidak terpenuhinya deadline
produksi, pelayanan yang tidak memuaskan, dll.
b. Biaya yang timbul akibat absensi pekerja yang akan menyebabkan
penurunan keuntungan, baiya untuk pelatihan karyawan baru yang
menggantikan karyawan yang sakit, biaya untuk menyewa jawa
konsultan atau agensi.
22
c. Biaya pergantian karyawan (turn over) untuk recruitment dan
pelatihan.
d. Biaya lainnya (opportunity cost).
6. Pencegahan Keluhan MSDs
Berdasarkan rekomendasri dari OSHA tindakan ergonomi untuk
mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara yaitu rekayasa
teknik (desain stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan
organisasi kerja) (Maijunidah, 2010).
a. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan
beberapa alternative sebagai berikut :
1) Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal
ini jarang dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan
mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.
2) Subtitusi, yaitu menggantu alat atau bahan lama dengan alat atau
bahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan
menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan.
3) Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan
pekerja, sebagain contoh memisahkan ruang mesin yang bergetar
dengan ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran, dsb.
4) Ventilasi, yaitu menambah ventilasi untuk mengurangi risiko sakit,
misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
23
b. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan berikut:
1) Pendidikan dan pelatihan, agar pekerja lebih memahami lingkungan
dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan
inovatif dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap risiko
sakit akibat kerja.
2) Pengaturan waktu kerja dan isitrahat yang seimbang, dalam arti
disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik
pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap
sumber bahaya.
3) Pengawasan yang intensif, agar dapat dilakukan pencegahan secara
lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya risiko sakit akibat kerja.
Selama pencegahan-pencegahan diatas, tempat kerja yang
ergonomi perlu juga diperhatikan. Ergonomi merupakan ilmu yang
penerapannnya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan
terhadap pekerja atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas
dan efisiensi yang setinggi-tinginya melalui pemanfaatan faktor manusia
dengan seoptimal mungkin. Ergonomi yang memiliki tujuan untuk
efisiensi dan keserasian kerja memiliki arti penting bagi tenaga kerja, baik
secara subyek maupun obyek. Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga
kerja, baik pada sektor modern maupun sektor tradisional dan informal.
Pada sektor tradisional, pekerjaan pada umumnya dilakukan dengan
24
tangan dan memakai peralatan serta dalam sikap-sikap badan dan cara-
cara kerja yang secara ergonomis dapat diperbaiki.
B. Ergonomi
1. Definisi Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu “ergon” berarti kerja dan “nomos” berarti aturan atau hukum. Jadi
secara ringkas ergonomi adalah suatu aturan atau norma dalam sistem kerja.
Di Indonesia memakai istilah ergonomi, tetapi di beberapa Negara seperti di
Skandinavia menggunakan istilah “Bioteknologi” sedangkan di Negara
Amerika menggunakan istilah “Human Engineering” atau “Human Factors
Engineering”. Namun demikian, kesemuanya membahas hal yang sama yaitu
tentang optimalisasi fungsi manusia terhadap aktivitas dilakukan.
Menurut Tarwaka (2013), ergonomi adalah ilmu, seni, dan penerapan
teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas
yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala
kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun
mental sehingga dicapai suatu kualias hidup secara keseluruhan yang lebih
baik (Tarwaka, 2013).
25
2. Tujuan Ergonomi
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomic adalah :
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan
mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif
maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek
teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi
(Pollock and Straker, 1993).
3. Prinsip Ergonomi
Memahami prinsip ergonomi mempermudah evaluasi setiap tugas
atau pekerjaan, meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus mengalami
kemajuan dan teknologi yang dipergunakan dalam pekerjaan tersebut terus
berubah. Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di
tempat kerja, dalam prinsip itu terdapat 12 prinsip yaitu (Macleod, 1999) :
a. Bekerja dalam posisi atau postur normal
b. Mengurangi beban berlebihan
26
c. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan
d. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh
e. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan
f. Minimalisasi gerakan statis
g. Meminimalisasikan titik beban
h. Mencakup jarak ruang
i. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman (tidak bising, suhu
lingkungan normal, pencahayaan baik)
j. Melakukan gerakan, olahraga dan peregangan saat bekerja
k. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti
l. Mengurangi stress
4. Penilaian Tingkat Risiko Ergonomi
Terdapat beberapa metode yang telah diperkenalkan para ahli dalam
mengevaluasi ergonomi untuk menilai tingkat risiko MSDs di tempat kerja yaitu
dengan menggunakan metode pengukuran risiko ergonomi (Risk Assesment
Ergonomic). Berikut ini merupakan beberapa jenis dari metode pengukuran
ergonomi :
a. Rapid Uper Limb Assesment (RULA)
RULA adalah suatu cara yang digunakan untuk melihat postur, besarnya
gaya, dan pergerakkan yang menghubungkan dengan jenis pekerjaan. Seperti
bekerja dengan komputer, manufaktur, atau pekerjaan lainnya dimana pekerjaan
bekerja selama posisi duduk atau berdiri tanpa berpindah tempat. RULA
27
memberikan sebuah kemudahan dalam menghitungkan rating dari beban kerja
otot dalam bekerja dimana orang mempunyai risiko pada bagian leher dan beban
kerja pada anggota tubuh bagian atas (Siagian, 2014).
b. Baseline Risk Identification of Ergonomi Factor (BRIEF)
Adalah suatu alat yang digunakan untuk skrinning awal dengan
menggunakan sistem rating untuk mengidentifikasi bahaya ergonomi yang
diterima oleh pekerja dalam kegiatan sehari-hari. Dalam BRIEF survei terdapat 4
faktor risiko ergonomi yang perlu diketahui yaitu:
1) Postur, sikap anggota tubuh janggal waktu menjalankan pekerjaan.
2) Gaya, beban yang harus ditanggung oleh anggota tubuh saat melakukan
postur janggal dan melampaui batas kemampuan tubuh.
3) Lama, lama waktu yang digunakan untuk melakukan gerakan pekerjaan
dengan postur janggal.
4) Frekuensi, jumlah postur janggal yang berulang dalam satuan waktu.
Semakin banyak skor yang didapat dalm suatu pekerjaan, maka pekerjaan
tersebut semakin berisiko dan memerlukan penanggulangan segera. Skor
maksimal yang bisa didapat dalam survei ini yaitu sebesar 4 skor.
c. Ergonomic Assesment Survey Metode (EASY)
EASY adalah suatu cara yang diguanakan untuk menilai besarnya tingkat
risiko ergonomi terhadap kegiatan kerja. Metode ini terdiri dari 3 jenis survei
yang masing-masing memiliki skor berbeda. Ketiga skor tersebut yaitu, BRIEF (4
skor), Employee Survei (1 skor) dan Medical Survei (2 skor).
28
Hasil akhir dari EASY Metode berupa rating yang diperoleh dari
penjumlahan skor yang didapatkan dari ketiga survei tersebut maksimal (7 skor).
Rating tersebut akan menunjukkan prioritas pengendalian yang perlu dilakukan.
Semakin besar skornya, maka pengendaliannya pun semakin besar. Berikut
merupakan skor untuk penilaian EASY:
1) Employee Survey
Bertujuan untuk mengetahui keluhan nyeri pada pekerja yang dialami
pada saat melakukan kegiatan. Dalam survei ini dapat diketahui pada tahapan
kegiatan dimana yang paling berat (berisiko) untuk dikerjakan dikaitkan
dengan keluhan yang selama ini muncul pada pekerja. Survei ini dapat
dilakukan dengan menyebarkan kuesioner atau wawancara dengan pekerja.
2) Medical Survey
Medical Survey didapatkan dari hasil Medical Record kartu sakit, dan
data kunjungan pada poliklinik perusahaan atau pelayanan kesehatan lainnya.
Hasil dari medical survey berupa data yang berisi hasil foto rontgen, riwayat
kesehatan tenaga kerja, dan hasil medical record tahunan.
d. Quick Exposure Checklist (QEC)
QEC adalah metode yang secara cepat menilai pajanan risiko dari
Muskuloskeletal Disorders (WMSDs). QEC memiliki tingkat sensitivitas dan
kegunaan yang tinggi serta dapat diterima secara luas realibilitasnya. QEC dapat
diaplikasikan untuk pekerjaan yang lebih luas. Dengan waktu pelatihan yang
singkat, penilaian dapat dilengkapi secara cepat untuk setiap tugas atau pekerjaan
(Aryanto, 2008).
29
e. Rapid Entire Body Assesment (REBA)
Metode REBA, dipekenalkan oleh Hignett dan McAtammney yang
bertujuan untuk memberikan penilaian atas risiko postur tubuh yang dapat
menimbulkan gangguan terkait musculoskeletal. Metode ini juga dibuat untuk
memberikan penilaian atas pekerjaan yang bertipe tidak dapat diperkirakan seperti
yang di temui pada pelayanan kesehatan dan industry jasa. Data yang dikumpulkan
dalam metode ini adalah data terkait dengan postur tubuh, tekanan atau beban yang
digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan dan posisi tangan saat
bersentuhan dengan objek.
Didalam melakukan penilaian risiko ergonomi mengguanakan REBA,
telah disediakan sebuah lembar kerja yang berisi gambar dan penjelasan mengenai
tahapan penilaian atau pemberian skor terhadap setiap jenis postur tubuh, yaitu :
analisis pada bagian leher, pundak, dan kaki yang dikelompokkan menjadi satu
pada kelompok A, dan analisis pada lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan
tangan yang dikelompokkan pada kelompok B.
1. Kelompok A
a) Skoring Pada Badan
Anggota tubuh pertama yang dievaluasi pada kelompok A adalah
badan. Hal ini akan dapat menentukan apakah pekerja melakukan
pekerjaan dengan posisi badan tegak atau tidak, kemudian menentukan
besar kecilnya sudut fleksi atau ekstensi dari badan yang diamati, dan
memberikan skor berdasarkan posisi badan, seperti pada gambar 2.1 :
30
Gambar 2.1 Postur Badan REBA
Skor 1 : Posisi badan tegak lurus
Skor 2 : Posisi badan fleksi/ekstensi antara 00 dan 20
0
Skor 3 : Posisi badan fleksi 200-60
0 dan ekstensi >20
0
Skor 4 : Posisi badan membungkuk fleksi >600
Skor pada badan ini akan meningkat, jika terdapat posisi badan
membungkuk atau memutir secara lateral. Dengan demikian skor badan
ini harus dimodifikasi sesuai dengan posisi yang terjadi.
Skor +1 : Posisi badan membungkuk dan atau memuntir secara lateral
b) Skoring Pada Leher
Setelah selesai menilai bagian badan, maka langkah kedua adalah
menilai posisi leher. Metode REBA mempertimbangkan kemungkinan dua
posisi leher, seperti pada gambar 2.2 :
Gambar 2.2 Postur Leher REBA
Skor 1 : Posisi leher fleksi 00 - 20
0
Skor 2 : Posisi leher fleksi/ekstensi >200
31
Skor hasil perhitunagn tersebut kemungkinan dapat ditambah jika
posisi leher pekerja membungkuk atau memuntir secara lateral.
Skor +1 : Posisi leher membungkuk dan atau memuntir secara lateral
c) Skoring Pada Kaki
Untuk melengkapi alokasi skor pada kelompok A, maka selanjutnya
adalah mengevaluasi posisi kaki. Penilaian pada kaki dapat dilihat pada
gambar 2.3 :
Gambar 2.3 Postur Kaki REBA
Skor 1 : Posisi kedua kaki bertopang dengan baik di lantai dalam
keadaan berdiri maupun berjalan
Skor 2 : Salah satu kaki tidak tertopang di lantai dengan baik atau
terangkat
Skor pada kaki akan meningkat jika salah satu atau kedua lutut fleksi
atau ditekuk. Kenaikan tersebut apabila ditekuk 300-60
0 maka +1, jika lutut
menekuk >600 maka +2.
2. Kelompok B
Setelah selesai melakukan penilaian terhadap anggota tubuh pada
kelompok A, maka selanjutnya harus menilai anggota tubuh bagian lainnya
(lengan, lengan bawah, pergelangan tangan) pada kedua sisi kiri dan kanan
dan menilainya secara individu.
32
a) Skoring Pada Lengan
Untuk menentukan skor yang dilakukan pada lengan atas, maka
harus diukur sudut antara lengan dan badan. Skor yang diperoleh akan
sangat tergantung pada besar kecilnya sudut yang terbentuk antara lengan
dan badan selama pekerja melakukan pekerjaannya. Penilaian lengan dapat
dilihat pada gambar 2.4 :
Gambar 2.4 Postur Lengan REBA
Skor 1 : Posisi lengan fleksi/ekstensi antara 0-200
Skor 2 : Posisi lengan fleksi 210-45
0 atau ekstensi >20
0
Skor 3 : Posisi lengan fleksi antara 460-90
0
Skor 4 : Posisi lengan fleksi >900
Skor untuk lengan harus dimodifikasi, yaitu ditambah atau dikurangi
jika bahu pekerja terangkat, jika lengan diputar, diangkat menjauh dari
badan, atau kurangi 1 jika lengan ditopang selama kerja. masing-masing
kondisi tersebut akan menyebabkan suatu peningkatan atau penurunan skor
postur pada lengan.
Skor +1 : jika bahu diangkat atau lengan diputar atau dirotasi
Skor +1 : jika lengan diangkat menjauh dari badan
Skor -1 : jika berat lengan ditopan untuk menahan gravitasi
33
b) Skoring Pada Lengan Bawah
Berikutnya yang harus dianalisis adalah posisi lengan bawah. Skor
postur untuk lengan bawah juga tergantung pada kisaran sudut yang
dibentuk oleh lengan bawah selama melakukan pekerjaan. Setelah dilakukan
penilaian terhadap sudut pada lengan bawah, maka skor postur pada lengan
bawah langsung dapat dihitung. Skor postur lengan bawah dapat dilihat
pada gambar 2.5 :
Gambar 2.5 Postur Lengan Bawah REBA
Skor 1 : Posisi lengan bawah fleksi antara 600 - 100
0
Skor 2 : Posisi lengan bawah fleksi <600 atau >100
0
c) Skoring Pada Pergelangan Tangan
Terakhir dari pengukuran pada kelompok B adalah menilai posisi
pergelangan tangan. Setelah mempelajari sudut menekuk pada pergelangan
tangan, maka akan dilanjutkan dengan penentuan berdasarkan besar
kecilnya sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan pada gambar 2.6 :
Gambar 2.6 Postur Pergelangan Tangan REBA
34
Skor 1 : Posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi antara 00-15
0
Skor 2 : Posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi >150
Skor pergelangan tangan ini akan ditambah 1 (+1), jika perelangan
tangan pada saat bekerja mengalami torsi atau deviasi baik ulnar aupun
radial (menekuk keatas maupun ke bawah).
3. Skor A
Pada tahap pertama cocokkan hasil pengukuran skor A yaitu, postur
punggung, postur leher, postur kaki, dan beban. Keempat pengukuran
tersebut dicocokkan dengan tabel penilaian skor A (Tabel 2.1), pada tahap ini
akan menghasilkan satu nilai yang akan dicocokkan kembali pada tahap
setelahnya. Besar kecilnya skor untuk pembebanan dan force akan sangat
tergantung dari berat ringannya beban ynag dikerjakan oleh pekerja.
Penilaian skor A dapat dilihat pada :
Tabel 2.1 Tabel Penilaian Skor A
Punggung Leher
1 2 3
Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Beban
0 1 2 +1
<5 Kg 5 – 10 Kg >10 Kg Penambahan beban
secara tiba – tiba
Sumber : Hignett dan Mc.Atamney, 2009
35
4. Skor B
Pada tahap kedua cocokkan hasil pengukuran skor B yaitu, lengan
atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan pegangan. Jenis pegangan akan
dapat meningkatkan skor pada grup B. Keempat pengukuran tersebut
dicocokkan dengan tabel penilaian skor B (Tabel 4.2). pada tahap ini akan
menghasilkan satu nilai yang akan dicocokkan kembali pada tahap
setelahnya. Berikut dibawah ini merupakan tabel penilaian skor B :
Tabel 2.2 Tabel penilaian skor B
Lengan bawah
Lengan atas 1 2
Pergelangan 1 2 3 1 2 3
1 1 2 3 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
Pegangan
0 – Good 1 – Fair 2 – Poor 3 -
Unacceptable
pegangan pas dan
tepat ditengah,
genggaman kuat
pegangan
tangan bisa
diterima tapi
tidak ideal
pegangan tangan
tidak bias
diterima walau
memungkinkan
dipaksakan
pegangan yang
tidak aman
Sumber : Hignett dan Mc.Atamney, 2009
5. Skor C
Pada tahap ketiga cocokkan hasil penilaian skor A dan hasil penilaian
skor B dengan tabel penilaian skor C (Tabel 4.3), lalu lakukan penilaian
terhadap Activity score, setelah itu lakukan penjumlahan antara hasil
36
penilaian skor C dengan nilai pada Activity score. Pada tahap ini akan
menghasilkan satu nilai yang akan dicocokkan kembali pada tahap
setelahnya. Berikut dibawah ini merupakan tabel penilaian skor C :
Tabel 2.3 Tabel Penilaian Skor C
Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Skor B
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity score
+1 = jika 1 atau lebih
bagian tubuh statis,
ditahan lebih dari 1
menit
+1 = jika ada pengulangan
gerakan dalam rentang waktu
singkat, diulang lebih dari 4 kali
per menit (tidak termasuk
berjalan)
+1 = jika gerakan
menyebabkan perubahan
atau pergeseran postur
yang cepat dari posisi
awal
Sumber : Hignett dan Mc.Atamney, 2009
6. Tabel level risiko dan tindakan
Pada tahap keempat ini cocokkan nilai hasil dari keseluruhan
tahap yang telah dilewati dengan tabel level risiko dan tindakan. Level
risiko dan tindakan korektif yang diperlukan dapat dilihat pada tabel 4.4:
37
Tabel 2.4 Tabel Level Risiko dan Tindakan Perbaikan REBA
Level action Skor REBA Level Risiko Tindakan Perbaikan
0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu
1 2-3 Rendah Mungkin perlu
2 4-7 Sedang Perlu
3 8-10 Tinggi Perlu segera
4 11-15 Sangat Tinggi Perlu saat ini juga
Sumber : Hignett dan Mc.Atamney, 2009
f. Ovako Working Analysis System (OWAS)
Metode OWAS merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menilai postur tubuh pada saat bekerja, seperti halnya metode RULA dan
REBA. Metode ini awalnya ditujukan untuk mempelajari suatu pekerjaan di
industry baja di Finlandia, dimana akhirnya para ergonomists dapat menarik
suatu kesimpulan yang valid dan memperkenalkan metode ini secara luas dan
menamainya dengan metode “OWAS”. Metode OWAS ini merupakan sebuah
metode yang sederhana dan dapat digunakan untuk menganalisis suatu
pembebanan pada postur tubuh (Karhu dkk., 1985). Penerapan dari metode ini
dapat memberikan suatu hasil yang baik, yang dapat meningkatkan kenyamanan
kerja, sebagai peningkatan kualitas produksi, setelah dilakukannya perbaikan
sikap kerja. Prosedur Aplikasi Metode OWAS, antara lain :
1. Pembagian pengamatan menjadi beberapa fase atau tahapan.
2. Menentukan total waktu pengamatan.
3. Menentukan panjang interval waktu.
4. Pengamatan pekerja atau fase, posisi yang berbeda yang dilakukan pekerja.
5. Pemberian kode pada posisi dan pembebanan.
38
6. Menghitung untuk setiap kode posisi.
7. Menghitung persentase repetitive atau frekuensi relative dari masing-masing
posisi punggung.
8. Penentuan hasil identifikasi pekerjaan pada posisi kritis.
9. Penentuan tindakan perbaikan.
10. Melakukan review.
Aplikasi metode OWAS didasarkan pada hasil pengamatan dari
berbagai posisi yang diambil pada pekerja selama melakukan pekerjaannya, dan
digunakan untuk mengidentifikasi sampai dengan 252 posisi ang berbeda,
sebagai hasil dari kemungkinan kombinasi postur tubuh bagian belakang (4
posisi), lengan (3 posisi), kaki (7 posisi), dan pembebanan (3 interval). Berikut
penjelasannya:
A. Bagian Belakang (4 posisi)
Gambar 2.7 Postur Punggung OWAS
Pergerakan :
a. Lurus / tegak (<20º) : posisi 1
b. Bungkuk ke depan (>20º) : posisi 2
c. Miring ke samping (>20º) : posisi 3
d. Bungkuk ke depan & miring ke samping (>20º) : posisi 4
39
B. Bagian Lengan (3 posisi)
Gambar 2.8 Postur Lengan OWAS
Pergerakan :
a. Kedua tangan dibawah bahu : posisi 1
b. Satu tangan pada atau diatas bahu : posisi 2
c. Kedua tangan pada atau diatas bahu : posisi 3
C. Bagian Kaki (7 posisi)
Gambar 2.9 Postur Kaki OWAS
Pergerakan :
a. Posisi 1 : Duduk
b. Posisi 2 : Berdiri dengan kedua kaki lurus dengan sudut lutut >150o
c. Posisi 3 : Berdiri dengan bertumpu pada satu kaki lurus dan sudut kaki
lainnya >150o
d. Posisi 4 : Berdiri atau jongkok dengan kedua lutut ≤150o
e. Posisi 5 : Berdiri atau jongkok satu lutut ≤150o
f. Posisi 6 : Berlutut pada satu atau dua lutut berada dilantai
g. Posisi 7 : Berjalan atau bergerak
40
D. Beban (3 Interval)
Gambar 2.10 Berat Beban OWAS
Ukuran Beban :
a. <10 kg (0 kg - 9,99 kg) : skor 1
b. <20 kg (10 kg – 19,99 kg) : skor 2
c. >20 kg (20kg - ~kg ) : skor 3
Hasil dari analisa sikap kerja OWAS terdiri dari 4 level skala sikap
kerja yang berbahaya bagi para pekerja, yakni sebagai berikut :
Tabel 2.5
Kategori Risiko Dan Tindakan Perbaikan OWAS
Kategori Risiko Efek Pada Sistem Muskuloskeletal Tindakan Perbaikan
Skor 1
(Normal
Posture)
Posisi normal tanpa efek yang dapat
mengganggu sistem musculoskeletal
(risiko rendah)
Tidak diperlukan
perbaikan
Skor 2
(Slightly
Harmful)
Posisi yang berpotensi menyebabkan
kerusakan pada sistem
musculoskeletal (risiko sedang)
Tindakan perbaikan
mungkin diperlukan
Skor 3
(Distincly
Harmful)
Posisi dengan efek berbahaya pada
sistem musculoskeletal (risiko tinggi)
Tindakan korektif
diperlukan segera
Skor 4
(Extremely
Harmful)
Posisi dengan efek sangat berbahaya
pada sistem musculoskeletal (risiko
sangat tinggi)
Tindakan korektif
diperlukan sesegera
mungkin
Sumber : Tarwaka, 2013
<10kg 10-20 kg >20kg
1 2 3
41
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode
Berikut merupakan kelebihan dan kekurangan pada masing-masing
metode penilaian tingkat risiko ergonomi :
Tabel 2.6
Kelebihan dan Kekurangan Metode Penilaian Risiko Ergonomi
No Metode Kelebihan Kekurangan
1. EASY
(Human
Tech,
1989)
- Dapat memberikan
perkiraan risiko prioritas
masalah ergonomi
- Dapat digabungkan
dengan tiga jenis survey,
yaitu BRIEF, tinjauan
rekam medis dan tinjauan
keluhan pekerja (Selvianti,
2009)
- Tidak melihat
besarnya berapa
derajat besarnya ritasi
yang dibentuk dari
postur janggal
- Tidak dapat
membedakan
tinggi/rendahnya
tingkat risiko jenis
pekerjaan
- Pemberian skor tidak
terperinci
2. RULA
(Dr. Lynn
Mc.
Attamney
& Dr.
Nigel
Corlett,
1993)
- Spesifik untuk postur
tubuh bagian atas
- Menyediakan skor tunggal
untuk masing-masing
tugas sebagai satu bidikan
(Kurniawati, 2009)
- RULA banyak
digunakan untuk
proses perancangan
dan pengembangan
- Tidak menilai postur
secara menyeluruh
- Perlu ada pelatihan
pendahuluan
- Perlu dipadukan
dengan metode lain,
misal REBA
42
Tabel 2.6 (Lanjutan)
Kelebihan dan Kekurangan Metode Penilaian Risiko Ergonomi
No Metode Kelebihan Kekurangan
3. BRIEF
(Human
Tech,
1989)
- Dapat mengkaji hampir
semua bagian tubuh
- Dapat menentukan risiko
terhadap terjadinya CTD
- Tidak membutuhkan
seorang ahli ergonomi
untuk melakukan
penilaian ini
- Tidak dapat
mengetahui total skor
secara menyeluruh
dari suatu pekerjaan
- Membutuhkan waktu
pengamatan yang lebih
lama
- Tidak dapat digunakan
untuk manual
handling
4. QEC (Li
dan
Buckle,
1999)
- Mencakup beberapa faktor
terkait MSDs
- Mempertimbangkan
kombinasi dan interaksi
berbagai macam faktor
risiko di tempat kerja
- Mudah dipelajari dan
cepat digunakan
- Metode hanya
berfokus pada faktor
fisik ditempat kerja
- Hipotesis skor pajanan
yang disarankan pada
action level
membutuhkan validasi
- Pelatihan dan praktek
tambahan diperlukan
bagi yang belum
pengalaman
5. REBA
(Hignett
& Mc.
Atammey,
1993)
- Menilai risko hampir
semua bagian tubuh
- Hasil skor REBA dapat
menunjukkan tingkat
risiko dan pentingnya
tindakan yang perlu
dilakukan
- Kerangka waktu untuk
intervensi tidak
diberikatuhakn dengan
jelas
- Belum menilai faktor
risiko ergonomic dari
lingkungan
- Hanya menganalisis
faktor risiko postur, dan
tidak ada analisis
terhadap faktor risiko
ergonomic secara
lengkap
43
Tabel 2.6 (Lanjutan)
Kelebihan dan Kekurangan Metode Penilaian Risiko Ergonomi
No Metode Kelebihan Kekurangan
6. OWAS
(O. Karhu
1977)
- Menilai risiko pada bagian
punggung, lengan, dan kaki
- Menilai faktor risiko
ergonomic lain seperti
postur janggal, force, dan
frekuensi relatif
- Mudah dipelajari dan
digunakan dengan tingkat
reliabilitas yang relatif tinggi
- Hasilnya dapat
dibandingkan dengan
metode yang berbeda untuk
menetapkan prioritas yang
diintervensi
- Tidak menilai postur
pada bagian siku,
pinggang
- Kategori postur untuk
trunk, bahu kurang
spesifik
- Belum menilai faktor
risiko ergonomic dari
lingkungan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode OWAS dan REBA
sebagai metode untuk perhitungan tingkat risiko ergonomi. Peneliti memilih
metode OWAS dan REBA berdasarkan hasil observasi ditemukan postur kerja
yang beragam, selain itu terdapat banyak postur janggal pada pekerja, serta
penggunaan beban pada objek kerja, hal lain yang mendukung pemilihan metode
OWAS dan REBA yakni keluhan yang paling banyak dirasakan oleh pekerja
adalah pada punggung sebesar 100%, lengan 78,5%, leher 50% dan kaki
42,85%. Metode OWAS memiliki kelebihan lain yakni dapat memperhitungan
frekuensi relative dari masing-masing posisi punggung, lengan, kaki, serta
pembebanan sedangkan metode REBA dapat memperhitungkat risiko leher
selama pekerja bekerja.
44
C. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang dinyatakan oleh Peter Vi (2000) mengenai faktor-
risiko yang menyebabkan terjadinya keluhan Muskuloskeletas Disorders (MSDs),
berikut bagannya :
Gambar 2.11
Kerangka Teori
Keterangan :
: Faktor Risiko Yang Akan Diteliti
Faktor PenyebabTerjadinya Keluhan MSDs :
Peter Vi, 2000
1. Peregangan Otot Yang
Berlebihan
2. Aktivitas Berulang
3. Sikap Kerja Tidak
Alamiah
Faktor Sekunder :
1. Tekanan
2. Getaran
3. Mikroklimat
Faktor Individu :
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Kebiasaan Merokok
4. Masa Kerja
5. Kesegaran Jasmani
6. Kekuatan Fisik
Keluhan MSDs
45
BAB III
KERANGKA KONSEP & DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian tingkat risiko
ergonomi terhadap keluhan MSDs, terutama pada faktor pekerjaan seperti postur
janggal, penggunaan otot, dan frekuensi relatif yang merupakan faktor utama
terhadap risiko ergonomi. Penilaian risiko ergonomi yang dilakukan
menggunakan metode OWAS dan REBA. Berdasarkan metode ini, hal-hal yang
akan diteliti yaitu postur leher, postur punggung, postur kaki, postur lengan,
beban objek, dan frekuensi relatif yang berkontribusi menimbulkan risiko MSDs.
Penilaian tingkat risiko dilakukan dengan langkah-langkah seperti identifikasi
proses pekerjaan, melakukan penilaian terhadap tingkat risiko dengan metode
OWAS dan REBA sehingga didapatkan tingkat kategori risiko posisi dan tingkat
kategori risiko menurut frekuensi relatif yang dapat menunjukkan tindakan
pengendalian yang dibutuhkan. Berikut kerangka konsep dalam penelitian ini:
46
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Keterangan : = tidak dilakukan uji hipotesis pada variabel tersebut
Tingkat Risiko Ergonomi :
- Skor Postur Leher
- Skor Postur Punggung
- Skor Postur Lengan
- Skor Postur Kaki
- Skor Beban
- Frekuensi Repetitif
Keluhan Muskuloskeletal
Disorders
47
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No. Istilah Definisi Alat Ukur dan
Cara Ukur
Skala Ukur Hasil Ukur
1. Penilaian
Tingkat
Keluhan
MSDs
- Nilai kalkulasi dari tingkat keluhan yang
dirasakan pekerja pada bagian leher
atas,tengkuk, bahu kiri, bahu kanan, lengan atas
kiri, punggung, lengan atas kanan, pinggang,
pinggul, bokong, siku kiri, siku kanan, lengan
bawah kiri, lengan bawah kanan, pergelangan
tangan kiri, pergelangan tangan kanan, tangan
kiri, tangan kanan, paha kiri, paha kanan, lutut
kiri, lutut kanan, betis kiri, betis kanan,
pergelangan kaki kiri, pergelangan kaki kanan,
kaki kiri, kaki kanan.
- Kuesioner
Nordic Body
Map (NBM)
- Wawncara
Ordinal Tingkat Keluhan MSDs :
- Rendah = belum diperlukan adanya
tindakan perbaikan dengan skor 28-49
- Sedang = mungkin diperlukan tindakan
dikemudian hari dengan skor 50-70
- Tinggi = diperlukan tindakan segera
dengan skor 71-91
- Sangat Tinggi = diperlukan tindakan
menyeluruh sesegera mungkin dengan
skor 92-112
(Tarwaka, 2013)
2. Tingkat
Kategori
Risiko REBA
- Nilai kalkulasi dari grup A (badan, leher, kaki +
beban) ditambah dengan grup B (lengan atas,
lengan bawah, pergelangan tangan + coupling).
- Tabel A, Tabel
B, dan Tabel C
- Wawancara
Ordinal Tingkat risiko MSDs yang diterima
pekerja :
- Bisa diabaikan = bisa diabaikan dan
tindakan perbaikan tidak perlu dengan
total nilai 1
- Rendah = risiko rendah dan tindakan
perbaikan mungkin perlu dilakukan
dengan total nilai 2-3
- Sedang = risiko sedang dan tindakan
perbaikan perlu dilakukan dengan total
nilai 4-7
48
Tabel 3.1
No. Istilah Definisi Alat Ukur dan
Cara Ukur
Skala Ukur Hasil Ukur
2. Tingkat
Kategori
Risiko REBA
- Nilai kalkulasi dari grup A (badan, leher,
kaki + beban) ditambah dengan grup B
(lengan atas, lengan bawah, pergelangan
tangan + coupling).
- Tabel A, Tabel
B, dan Tabel C
- Observasi
Ordinal Tingkat risiko MSDs yang diterima pekerja :
- Tinggi = risiko tinggi, dan tindakan
perbaikan diperlukan segera dengan total
nilai 8-10
- Sangat Tinggi = risiko sangat tinggi, dan
tindakan perlu dilakukan saat itu juga
dengan total nilai 11-15
(Hignett and McAtamney, 2009)
3. Tingkat
Kategori
Risiko OWAS
Nilai kalkulasi posisi punggung, lengan,
kaki, dan beban objek kerja berdasarkan
standar pengelompokan tingkat risiko
MSDs sebagai berikut :
- Skor 1 ( Normal Postur)
- Skor 2 (Slightly Harmful)
- Skor 3 (Distincly Harmful)
- Skor 4 (Extremely Harmful)
- Tabel OWAS
kombinasi posisi
- Observasi
Ordinal Tingkat risiko MSDs yang diterima pekerja:
- Rendah = memiliki skor 1 dengan posisi
normal tanpa efek yang dapat mengganggu
sistem musculoskeletal, tidak diperlukan
tindakan perbaikan
- Sedang = memiliki skor 2 dengan posisi
yang berpotensi menyebabkan kerusakan
pada sistem musculoskeletal, tindakan
perbaikan mungkin diperlukan
- Tinggi = memiliki skor 3 dengan posisi
yang memiliki efek berbahaya pada sistem
musculoskeletal, tindakan korektif segera
diperlukan
- Sangat tinggi = memiliki skor 4 dengan
posisi yang efek sangat berbahaya pada
sistem musculoskeletal, dan tindakan
korektif diperlukan sesegera mungkin.
49
Tabel 3.1
No. Istilah Definisi Alat Ukur dan
Cara Ukur
Skala Ukur Hasil Ukur
4. Skor Postur
Leher
- Hasil pengukuran dan penilaian pada postur
lengan pada saat pekerja melakukan
pekerjaan disassembly wheel-brake, cleaning
wheel-brake, inspeksi bearing wheel,
overhaul wheel, assembly wheel-brake,
testing wheel-brake dengan penilaian sebagai
berikut : skor 1 = fleksi 0-200, skor 2 =
fleksi/ekstensi >200, skor +1 jika
membungkuk dan atau memuntir secara
lateral.
- Kamera digital,
gambar posisi
leher REBA,
MB Ruler,
Stopwatch
- Observasi
Ordinal Skor Postur Leher :
Skor 1 = fleksi 0-200
Skor 2 = fleksi/ekstensi >200
Skor +1 = jika leher menunduk
dan atau memuntir secara lateral
(Hignett and McAtamney, 2009)
5. Skor Postur
Punggung
- Hasil pengukuran dan penilaian pada postur
punggung pada saat pekerja melakukan
pekerjaan disassembly wheel-brake, cleaning
wheel-brake, inspeksi bearing
wheel,overhaul wheel, assembly wheel-
brake, testing wheel-brake dengan penilaian
sebagai berikut: Skor 1 = posisi punggung
lurus tegak (<20o); Skor 2 = posisi punggung
bungkuk ke depan (>20o); Skor 3 = posisi
punggung miring ke samping (>20o); Skor 4
= posisi punggung bungkuk ke depan
sekaligus miring kesamping (>20o).
- Kamera digital,
Gambar Posisi
Punggung
OWAS, MB
Ruler,
Stopwatch
- Observasi
Ordinal Skor Postur Punggung :
- Skor 1 = posisi punggung
lurus tegak (<20o)
- Skor 2 = posisi punggung
bungkuk ke dapan (>20o)
- Skor 3 = posisi punggung
miring ke samping (>20o)
- Skor 4 = posisi punggung
bungkuk ke depan sekaligus
miring kesamping (>20o)
(Karhu dkk., 1985)
50
Tabel 3.1
No. Istilah Definisi Alat Ukur dan
Cara Ukur
Skala Ukur Hasil Ukur
6. Skor Postur
Lengan
- Hasil pengukuran dan penilaian pada postur
lengan pada saat pekerja melakukan pekerjaan
disassembly wheel-brake, cleaning wheel-brake,
inspeksi bearing wheel,overhaul wheel, assembly
wheel-brake, testing wheel-brake, dengan
penilaian sebagai berikut: Skor 1 = posisi kedua
lengan berada dibawah bahu; Skor 2 = posisi
pada salah satu lengan berada diatas bahu; Skor 3
= posisi kedua lengan berada diatas bahu
- Kamera digital,
Gambar Posisi
Lengan OWAS,
Stopwatch
- Observasi
Ordinal Skor Postur Lengan :
- Skor 1 = posisi kedua lengan
berada dibawah bahu
- Skor 2 = posisi pada salah satu
lengan berada diatas bahu
- Skor 3 = posisi kedua lengan
(Karhu dkk., 1985)
7. Skor Postur
Kaki
- Hasil pengukuran dan penilaian pada postur kaki
pada saat pekerja melakukan pekerjaan
disassembly wheel-brake, cleaning wheel-brake,
inspeksi bearing wheel, overhaul wheel,
assembly wheel-brake, testing wheel-brake,
dengan penilaian sebagai berikut: Skor 1 = posisi
duduk, skor 2 = posisi berdiri dengan kedua kaki
lurus, Skor 3 = posisi berdiri dengan bertumpu
pada satu kaki lurus dan satu kaki lainnya
berbentuk sudut >150o, Skor 4 = berdiri/jongkok
dengan kedua lutut dengan sudut ≤150o, Skor 5 =
berdiri atau jongkok satu lutut dengan sudut
≤150o, Skor 6 = berlutut satu atau dua lutut yang
berada ditanah/lantai, dan Skor 7 = berjalan atau
bergerak
- Kamera digital,
Gambar Posisi
Kaki OWAS,
MB Ruler,
Stopwatch
- Observasi
Ordinal Skor Postur Kaki :
- Skor 1 = posisi duduk
- Skor 2 = posisi berdiri dengan
kedua kaki lurus
- Skor 3 = posisi berdiri dengan
bertumpu pada satu kaki lurus dan
satu kaki lainnya berbentuk sudut
>150o
- Skor 4 = berdiri/jongkok dengan
kedua lutut dengan sudut ≤150o
- Skor 5 = berdiri atau jongkok satu
lutut dengan sudut ≤150o
- Skor 6 = berlutut satu atau dua
lutut yang berada ditanah/lantai
- Skor 7 = berjalan atau bergerak
(Karhu dkk., 1985)
51
Tabel 3.1
No. Istilah Definisi Alat Ukur dan Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
8. Skor Berat
Beban Objek
Hasil pengukuran dan penilaian pada
berat beban objek yang dibawa atau
diangkat oleh pekerja, dengan
penilaian sebagai berikut: Skor 1 =
apabila berat beban <10 kg (0 kg -
9,9kg), Skor 2 = apabila berat beban
<20kg (10kg -19,9kg), Skor 3 =
apabila berat beban >20 kg
- Data spesifikasi dari objek
kerja
- Telaah Dokumen
Ordinal Skor berat beban objek :
- Skor 1 = apabila berat beban
<10 kg (0 kg - 9,9kg)
- Skor 2 = apabila berat beban
<20kg (10kg -19,9kg)
- Skor 3 = apabila berat beban
>20 kg
9. Tingkat
Kategori
Risiko
menurut
Frekuensi
Relatif
Nilai kalkulasi masing-masing posisi
dengan frekuensi relative dengan
penilaian kategori risiko sebagai
berikut :
- Skor 1 ( Normal Postur)
- Skor 2 (Slightly Harmful)
- Skor 3 (Distincly Harmful)
- Skor 4 (Extremely Harmful)
- Tabel OWAS frekuensi
relative
- Observasi
Ordinal Tingkat risiko MSDs
berdasarkan frekuensi relatif
yang diterima pekerja :
- Rendah = memiliki skor 1
dengan posisi normal tanpa
efek yang dapat
mengganggu sistem
musculoskeletal, tidak
diperlukan tindakan
perbaikan.
- Sedang = memiliki skor 2
dengan posisi yang
berpotensi menyebabkan
kerusakan pada sistem
musculoskeletal, tindakan
perbaikan mungkin
diperlukan.
52
Tabel 3.1
No. Istilah Definisi Alat Ukur dan Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
9. Tingkat
Kategori
Risiko
menurut
Frekuensi
Relatif
Nilai kalkulasi masing-masing
posisi dengan frekuensi relative
dengan penilaian kategori risiko
sebagai berikut :
- Skor 1 ( Normal Postur)
- Skor 2 (Slightly Harmful)
- Skor 3 (Distincly Harmful)
- Skor 4 (Extremely Harmful)
- Tabel OWAS frekuensi
relative
- Observasi
Ordinal Tingkat risiko MSDs
berdasarkan frekuensi relatif
yang diterima pekerja :
- Tinggi = memiliki skor 3
dengan posisi efek berbahaya
pada sistem musculoskeletal,
tindakan korektif segera
diperlukan.
- Sangat Tinggi = memiliki skor
4 dengan posisi yang berefek
sangat berbahaya pada sistem
musculoskeletal, dan tindakan
korektif diperlukan sesegera
mungkin.
53
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Desain
penelitian ini adalah cross sectional yang dilakukan dengan cara observasi
terhadap seluruh proses kerja yang berada di unit TCW dan mewawancara
keluhan MSDs yang diderita untuk menilai tingkat risiko Muskuloskeletal
Disorders (MSDs) dengan menggunakan alat penilaian observasi postur Ovako
Working Analysis System (OWAS), Rapid Entire Based Assessment (REBA) dan
Kuesioner Nordic Body Map (NBM).
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu bulan Februari 2015 sampai
dengan Desember 2015 dengan lokasi penelitian bertempat di Unit TCW PT.
GMF AeroAsia – Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja mekanik yang bekerja
di unit TCW yakni sebanyak 49 pekerja. Sampel dalam penelitian ini adalah total
sampel seluruh pekerja mekanik yang bekerja langsung dalam setiap
54
proses maintenance wheel and brake yang meliputi proses disassembly
wheel-brake, cleaning wheel-brake, inspeksi bearing wheel, overhaul wheel,
assembly wheel-brake, testing wheel-brake yang berada di unit TCW pada tahun
2015 sehingga sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 pekerja mekanik yang
berada di unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015.
D. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dan pengolahan data dalam penelitian ini dimulai dengan
penentuan satu siklus dari masing-masing sub proses, pengumpulan data
primer,dan pengumpulan data sekunder. Berikut adalah penjelasan mengenai
pengumpulan dan pengolahan data :
1. Penentuan Satu Siklus
Berikut merupakan total waktu pengamatan yang ditentukan selama satu
siklus dari masing-masing sub proses yang berada di unit TCW PT GMF
AeroAsia :
a) Disassembly Wheel
Proses Disassembly Wheel merupakan suatu proses pembongkaran atau
pemisahan komponen wheel atau roda pesawat yakni hub atau velg
pesawat dengan tire atau ban pesawat. Ketika wheel sampai di incoming
area, pekerja mekanik yang berada di area disassembly wheel segera
memisahkan wheel tersebut setelah dilakukan inspeksi secara visual oleh
inspektor (non-mekanik). Berikut rangkaian proses yang berada di area
disassembly wheel :
55
(1) Membawa roda ke press-ing
Proses ini dimulai ketika pekerja mengambil roda pesawat yang akan
di press dari incoming area. Roda tersebut harus sudah melalui tahap
inspeksi terlebih dahulu yang dilakukan oleh inspektor. Setelah itu,
pekerja mendorong roda tersebut ke pressing area secara manual.
Total waktu yang dibutuhkan pekerja dalam satu kali membawa roda
dari incoming area ke pressing area adalah 20 detik.
(2) Press-ing Tire
Proses ini dimulai ketika pekerja mengambil roda pesawat yang
hendak di pressing, lalu membawanya membuang tekanan nitrogen
nya dengan cara di kempeskan secara manual, ketika tekanan dirasa
sudah berkurang, pekerja memasukkan roda pesawat ke mesin press,
agar memudahkan melepaskan velg dari roda tersebut. Setelah habis,
lalu membawa roda tersebut ke area pemisahan ban dengan velg
pesawat untuk dilakukan tahap selanjutnya. Total waktu yang
dibutuhkan pekerja dalam satu kali pressing tire untuk main wheel dari
incoming area ke pressing area adalah 96 detik, dan total waktu yang
dibutuhkan pekerja dalam satu kali pressing tire untuk nose wheel
adalah 55 detik.
(3) Membawa ban ke area pembongkaran
Proses ini dimulai ketika pekerja membawa ban yang telah di press di
pressing area menuju ke disassembly area. Total waktu yang
56
dibutuhkan pekerja dalam satu kali membawa ban dari pressing area
ke area pembongkaran adalah 10 detik.
(4) Membuka semua baut pada velg pesawat
Proses ini dimulai ketika pekerja yang berada di area tersebut
menerima roda yang telah dikempeskan pada tahap sebelumnya.
Pembukaan baut pada velg pesawat ini dilakukan dengan dua pekerja.
Satu pekerja bertugas untuk membuka baut dengan mesin gun hingga
terbuka semua bautnya dan berhasil terlepas semua, sedangkan satu
pekerja lainnya mengumpulkan baut serta komponen kecil lainnya
didalam suatu wadah untuk nantinya di cleaning dengan mesin. Total
waktu yang dibutuhkan pekerja dalam satu kali membuka seluruh baut
pada velg pesawat adalah 40 detik.
(5) Pemisahan ban dengan velg pesawat
Proses ini dimulai ketika pekerja yang berada di area tersebut
menerima roda yang telah dibuka seluruh bautnya yang berada pada
velg. Pemisahan ini dilakukan dengan beberapa tahap, antara lain :
(a) Memukul ban dengan besi
Proses ini dimulai ketika pekerja telah menetima ban yang telah
dibuka bautnya, lalu memukul ban tersebut dengan menggunakan
besi panjang. Total waktu yang dibutuhkan pekerja dalam satu kali
memukul ban dengan besi adalah 10 detik.
57
(b) Mencungkil velg dengan besi
Setelah memukul ban dengan besi, tahap selanjutnya yaitu
mencungkil ban dengan besi. Proses ini dimulai ketika pekerja
sudah merasa cukup untuk memukul ban dengan besi tersebut, lalu
mencungkil velg yang berada didalamnya. Total waktu yang
dibutuhkan pekerja dalam satu kali mencungkil velg dengan besi
adalah 12 detik.
(c) Mengeluarkan velg dari ban
Setelah mencungkil seluruh permukaan velg, tahap selanjutnya
yaitu mengeluarkan velg tersebut dari ban. Total waktu yang
dibutuhkan pekerja dalam satu kali mengeluarkan velg dari ban
adalah 6 detik.
(d) Mengangkut velg menuju roller conveyer dengan crane
Setelah velg dan ban sudah terpisah, tahap selanjutnya yaitu
mengangkat velg menuju roller conveyer dengan crane. Tahap ini
dimulai ketika pekerja mengarahkan pengait crane pada velg yang
akan diangkat, lalu menurunkan pengait tersebut, dan mengangkut
nya menuju roller conveyer. Total waktu yang dibuthkan pekerja
dalam satu kali mengangkut velg menuju roller conveyer dengan
crane adalah 55 detik.
(6) Membawa velg ke cleaning area
Proses ini dilakukan setelah velg sudah di angkut ke atas conveyer
dengan menggunakan crane. Pekerja yang berada diarea ini
58
mendorong velg tersebut secara manual hingga sampai pada area
cleaning. Total waktu yang dibutuhkan pekerja dalam satu kali
membawa velg ke cleaning area dengan manual adalah 80 detik.
b) Cleaning Wheel
Cleaning Wheel merupakan proses pencucian velg pesawat dan komponen
kecil lainnya. Untuk komponen kecil seperti baut, mur, dan lainnya dicuci
dengan menggunakan mesin yang bekerja secara otomatis, sedangkan
pada velg pesawat dilakukan pencucian dengan manual. Berikut rangkaian
proses pada pencucian velg pesawat yang dilakukan secara manual:
(1) Mencuci & Menyikat velg
Setelah menerima velg dari disassembly area, proses selanjutnya yaitu
cleaning. Langkah awal dari proses cleaning yaitu membasahi seluruh
permukaan velg dengan menggunakan air, lalu memberikan cairan
sabun khusus yang digunakan untuk mencuci velg. Setelah diberikan
sabun yakni disikat dengan cara manual pada seluruh permukaan velg
hingga bersih dan tidak ada kotoran bekas oli yang menempel pada
velg tersebut, lalu bilas hingga bersih. Total waktu yang dibutuhkan
pekerja dalam satu kali mencuci dan menyikat velg dalah 240 detik.
(2) Stripping
Stripping atau perontokkan adalah tahap yang dilakukan setelah velg
tersebut di cuci. Tahap stripping terdiri beberapa tahap berikut:
59
1) Pemberian soda api
Setelah dicuci dengan bersih, tahap selanjutnya yaitu stripping atau
perontokan. Velg-velg tersebut dironrokkan dengan cara di berikan soda
api pada seluruh permukaannya. Penggunaan soda api berfungsi untuk
merontokan cat pada velg. Setelah seluruh permukaan velg tersebut
sudah limuri dengan soda api, lalu diamkan beberapa saat. Total waktu
yang dibutuhkan pekerja dalam satu kali pemberian soda api pada satu
velg adalah 360 detik, lalu diamkan velg tersebut selama beberapa saat
hingga cat atau primer pada velg merontok.
2) Memindahkan velg dengan crane
Setelah cat pada velg tersebut merontok, tahap selanjutnya yaitu
memindahkan velg ke area cleaning dengan menggunakan crane. Total
waktu yang dibutuhkan pekerja dalam satu kali memindahkan velg dari
stripping area ke cleaning area adalah 75 detik.
3) Merontokkan sisa cat yang menempel
Setelah velg sudah dipindahkan ke cleaning area, tahap selanjutnya
yaitu merontokkan sisa cat yang menempel pada permukaan velg secara
manual dengan disikat. Total waktu yang dibutuhkan pekerja dalam satu
kali merontokkan sisa cat yang menempel adalah 750 detik.
4) Membilas dengan air bersih
Setelah sisa cat pada permukaan velg telah rontok semua, tahap
selanjutnya yaitu membilas dengan air bersih. Total waktu yang
60
dibutuhkan pekerja dalam satu kali membilas dengan air bersih adalah
117 detik.
c) Inspeksi Bearing
Pada tahap inspeksi bearing, terdapat 2 proses yang harus dilakukan, antara
lain:
(1) Inspeksi bearing
Inspeksi bearing dilakukan dengan cara mengamati secara visual mengenai
keretakan atau korosi pada komponen bearing. Total waktu yang
dibutuhkan pekerja dalam satu kali inspeksi bearing adalah 95 detik.
(2) Memberikan pelumas pada bearing
Setelah inspeksi telah dilakukan, tahap selanjutnya yaitu memberikan
pelumas pada seluruh permukaan bearing hingga rata dan teroles oleh
pelumas. Total waktu yang dibutuhkan pekerja dalam satu kali memberikan
pelumas pada bearing adalah 45 detik.
d) Overhaul Wheel
Overhaul adalah salah satu maintenance yang bertujuan untuk menjaga agar
hub (velg) tetap dalam kondisi yang layak terbang (airworthy) dengan mengacu
pada regulasi (aturan) yang ada. Untuk proses overhaul ada beberapa tahapan
yaitu:
(1) Measuring bolt hole
Mengukur lubang pada baut merupakan tahap yang dilakukan setelah
stripping pada kegiatan overhaul wheel. Total waktu yang dibutuhkan
61
pekerja dalam satu kali melakukan pengukuran pada satu baut adalah 6
detik.
(2) Menurunkan hub dari painting area
Setelah melakukan pengukuran lubang pada baut, tahap selanjutnya yaitu
painting atau pengecatan ulang, akan tetapi painting dilakukan di shop lain
sehingga tidak termasuk dalam proses yang berada di unit TCW. Setelah
melakukan painting, langkah selanjutnya yaitu memindahkan hub dari
painting area ke unit TCW yang dilakukan oleh pekerja unit painting. Total
waktu yang dibutuhkan pekerja untuk menurunkan hub adalah 40 detik.
(3) Install accessories
Setelah hub tersebut sudah berada di unit TCW, tahap selanjutnya yaitu
memasang aksesoris berupa baut dan mur. Total waktu yang dibutuhkan
pekerja untuk memasang aksesoris pada 1 lubang baut dan mur adalah 40
detik.
d) Assembly Wheel
Proses Assembly merupakan proses inti atau utama dari sebuah kegiatan
perawatan atau maintenance. Assembly wheel adalah proses maintenance
dimana sebuah wheel yang masuk ke area wheel shop akan dipasang semua
komponen yang telah dibongkar sebelumnya dengan tahapan inspeksi terlebih
dahulu secara menyeluruh pada hub (velg) lalu akan dipasangkan pada sebuah
tire. Berikut merupakan tahapan kerja yang ada pada assembly wheel :
62
(1) Membersihkan sisa-sisa primer
Tahap awal dari sebuah assembly wheel adalah membersihkan sisa-sisa
primer atau cat. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk membersihkan
sisa-sisa primer adalah 180 detik.
(2) Membawa tire ke assembly area
Sebelum memasang velg dengan tire tahap yang harus dilakukan adalah
membawa tire atau ban dari disassembly area menuju assembly area.
Kegiatan ini dilakukan secara manual yakni dengan cara didorong oleh
pekerja. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk membawa satu tire dari
disassembly area menuju assembly area adalah 30 detik.
(3) Install tire
Tahap selanjutnya setelah velg dan tire berada di assembly wheel adalah
install tire atau memasang ban. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk
memasang satu ban adalah 50 detik.
(4) Install hub to tire
Setelah memasang tire atau ban, tahap selanjutnya yaitu memasang hub atau
velg pada tire atau ban. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk
memasang satu kali velg pada ban adalah 30 detik.
(5) Install bolt
Setelah velg sudah terpasang pada ban, tahap selanjutnya yaitu memasang
baut pada velg tersebut. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk
memasang satu baut adalah 30 detik.
63
(6) Install nut
Setelah memasang baut pada velg, tahap selanjutnya yaitu memasang mur
atau nut. Total waktu yang dibutuhkan oleh pekerja untuk memasang satu
mur pada velg adalah 40 detik.
(7) Menyamakan nilai momentum pada nut
Setelah baut dan mur sudah terpasang, langkah selanjutnya yaitu
menyamakan nilai momentum pada nut dengan menggunakan tools. Total
waktu yang dibutuhkan pekerja untuk menyamakan satu nilai momentum
pada satu nut adalah 4 detik.
(8) Membawa wheel ke inflation room
Setelah menyamakan semua nilai momentum pada nut, tahap selanjutnya
yaitu membawa wheel ke inflation room. Total waktu yang dibutuhkan
pekerja untuk membawa satu kali wheel dari assembly area ke inflation
room adalah 15 detik.
e) Inflation Process
Inflation process merupakan tahap terakhir dari sebuah maintenance wheel.
Inflation process terbagi menjadi dua tahap yaitu :
(1) Install core
Tahap awal dari sebuah inflation process adalah install core atau memasang
pentil pada roda pesawat. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk
memasang satu pentil pada satu roda pesawat adalah 15 detik.
64
(2) Fill with dry nitrogen
Setelah memasang pentil pada roda pesawat, tahap selanjutnya yaitu
menambahkan angin nitrogen pada roda tersebut di inflate room. Total
waktu yang dibutuhkan pekerja untuk menambahkan angin nitrogen pada
satu roda adalah 90 detik.
f) Disassembly Brake
Disassembly merupakan tahap awal dari sebuah proses maintenance atau
perawatan. Proses Disassembly Brake merupakan suatu proses pembongkaran
atau pemisahan komponen brake. Berikut rangkaian proses disassembly brake :
(1) Membuka nut brake dengan menggunakan gun
Pada proses membuka nut dengan gun, proses ini dimulai dengan membuka
seluruh nut dengan menggunakan alat bantu gun. Proses ini dilakukan oleh
dua orang pekerja. Total waktu yang dibutuhkan pekerja saat membuka nut
adalah 120 detik.
(2) Menahan baut saat membuka nut
Saat pekerja lainnya membuka nut, satu pekerja lainnya bertugas untuk
menahan baut saat dilakukan pembukaan nut. Total waktu yang dibutuhkan
oleh pekerja untuk menahan baut saat membuka nut adalah 120 detik.
(3) Memindahkan komponen heat sink ke dalam peti kemas
Setelah baut dan mur sudah terbongkar, tahap selanjutnya yaitu
memindahkan komponen heatsink ke dalam peti kemas untuk selanjutnya
dikirim ke sub-kontraktor yang menangani brake jenis karbon. Total waktu
65
yang dibutuhkan pekerja untuk memindahkan satu komponen heatsink
adalah 15 detik, total heatsink dalam satu brake adalah 6.
(4) Drilling untuk membuka linning pada brake jenis steel
Pada brake jenis steel ini berbeda dengan jenis carbon. Untuk membuka
linning pada brake jenis steel ini dibutuhkan proses drilling. Total waktu
yang dibutuhkan pekerja dalam melakukan drilling pada satu linning adalah
360 detik.
g) Cleaning Brake
Pada proses Cleaning Brake hanya komponen piston housing assy yang
dilakukan pencucian secara manual yaitu dengan diberikan cairan khusus
terlebih dahulu, lalu dibersihkan dengan menggunakan sikat, setelah seluruh
permukaan piston housing assy sudah di sikat dengan bersih lalu di bilas dengan
air bersih. Untuk komponen lainnya dilakukan pencucian secara otomatis dengan
mesin. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk mencuci satu piston housing
assy adalah 400 detik.
h) Assembly Brake
Setelah seluruh komponen brake sudah tercuci dengan bersih, tahap selanjutnya
yaitu assembly. Assembly brake dilakukan dengan beberapa tahapan, yakni:
(1) Install and tighten piston sleeve
Merupakan tahap awal dari proses assembly brake. Kegiatan ini merupakan
kegiatan memasang piston sleeve assy pada piston housing dengan
66
menggunakan tools. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk melakukan
satu kali pemasangan piston sleeve assy adalah 40 detik, total piston sleeve
assy adalah 12 buah untuk satu piston housing.
(2) Install and tighten accessories
Setelah piston sleeve assy sudah terpasang semua, tahap selanjutnya yaitu
memasang aksesoris piston assy pada piston housing. Total waktu yang
dibutuhkan pekerja untuk memasang aksesoris pada satu piston adalah 15
detik, total piston assy pada satu piston housing adalah 12 buah.
(3) Torsi komponen bolt dengan menggunakan torque wrench
Setelah semua aksesoris pada piston housing telah terpasang, maka tahap
selanjutnya adalah mengencangkan baut dengan menggunakan alat torsi
dengan tujuan untuk menyamakan nilai momentum pada baut. Total waktu
yang dibutuhkan untuk mengencangkan satu baut adalah 5 detik, dengan
total 8 baut pada satu komponen brake.
(4) Memindahkan complete piston housing ke heat sink assy
Setelah menyamakan nilai momentum pada baut, tahap selanjutnya yaitu
memindahkan complete piston housing ke heatsink assy dengan
menggunakan crane. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk melakukan
satu kali pemindahan komponen ini adalah 67 detik.
(5) Install complete brake assy
Setelah piston housing dan heatsink assy sudah dipindahkan tahap
selanjutnya yaitu memasang keseluruhan komponen brake menjadi satu
67
kesatuan. Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk memasang satu kali
keseluruhan komponen brake adalah 90 detik.
(6) Locking wire of bolt with twister tool
Setelah brake telah menjadi satu kesatuan, tahap selanjutnya yaitu mengunci
baut dengan menggunakan tools yang bernama twister. Pada tahap ini
berfungsi untuk menjaga agar baut dalam kondisi tetap agar tidak berubah.
Total waktu yang dibutuhkan pekerja untuk melakukan satu kali
pengencangan baut adalah 120 detik, dengan total baut yang harus
dikencangkan berjumlah 8 buah.
j) Test Component Brake
Setelah komponen brake sudah melewati tahap assembly, tahap selanjutnya
yaitu test component brake. Setelah memindahkan komponen brake ke dalam
tempat dilakukannya test component, lalu pasangkan selang yang berfungsi
untuk memberi tekanan pada komponen brake. Untuk menambahkan tekanan,
pekerja harus menekan tuas berkali-kali untuk memastikan bahwa tidak ada
kebocoran pada komponen brake tersebut. Total waktu yang dibutuhkan pekerja
untuk melakukan testing component brake ini adalah 450 detik.
2. Data Primer
Data primer adalah data yang didapatkan berdasarkan observasi proses
kerja. Pengumpulan data dalam penelitian ini berdasarkan tahap atau proses kerja
yang berada di unit TCW. Total waktu pengamatan dalam penelitian ini
68
berdasarkan pada satu siklus per tahap atau proses kerja. Setelah menentukan total
waktu pengamatan (satu siklus) lalu melakukan pengukuran dan penilaian terhadap
postur janggal dari posisi punggung, lengan, kaki, dan frekuensi repetitive. Berikut
merupakan penjelasan mengenai pengumpulan data primer :
a) Pengukuran dan Penilaian Postur Janggal REBA
1) Posisi Leher
(a) Alat ukur
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk menentukan
penilaian posisi atau postur leher pada pekerja, yakni sebagai berikut
(1) Kamera Digital
Gambar 4.1
Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang
dilakukan pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap
pekerjaan. Kamera digital yang digunakan bermerek SONY DSC
W800 20.1 MP5 x Optical Zoom Lensa 26mm wide-angle Teknologi
Picture Effect Dedicated Movie Button.
69
(2) Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengetahui total
waktu saat pengamatan atau observasi yang dilakukan berdasarkan
satu siklus per tahap atau proses kerja.
(3) MB Ruler
MB Ruler merupakan sebuah perangkat software yang
membantu peneliti dalam menghitung besarnya sudut pada posisi
atau postur leher pekerja saat bekerja.
(4) Gambar Posisi Leher (Gambar postur a.1)
Gambar 4.2 Postur a.1
Gambar postur a.1 digunakan peneliti sebagai alat bantu
peneliti dalam menetapkan kode posisi leher pada pekerja saat
bekerja
(b) Cara Ukur
Penilaian skor posisi leher dilakukan setelah merekam gambar
selama proses kerja berlangsung, setelah dilakukan perekaman tentukan
besarnya sudut yang terbentuk pada posisi leher pekerja saat bekerja
dengan bantuan software MB ruler. Setelah mendapatkan besarnya
sudut yang terbentuk pada posisi leher, lalu tentukan hasil skor atau
kode posisi pada leher.
70
(c) Hasil Ukur
Hasil pengukuran terhadap posisi leher sebagai berikut:
(1) Skor +1 : Lurus / tegak (<20o)
(2) Skor +2 : Fleksi / Ekstensi (>20o)
(3) Skor +1 : Miring ke samping
(4) Skor +2 : Miring ke samping + menggeleng
2) Posisi Badan
(a) Alat Ukur
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk menentukan
penilaian posisi atau postur badan pada pekerja, yakni sebagai berikut:
(1) Kamera Digital
Gambar 4.3
Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang
dilakukan pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap
pekerjaan. Kamera digital yang digunakan bermerek SONY DSC
W800 20.1 MP5 x Optical Zoom Lensa 26mm wide-angle Teknologi
Picture Effect Dedicated Movie Button.
71
(2) Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengetahui total
waktu saat pengamatan atau observasi yang dilakukan berdasarkan
satu siklus per tahap atau proses kerja.
(3) MB Ruler
MB Ruler merupakan sebuah perangkat software yang
membantu peneliti dalam menghitung besarnya sudut pada posisi
atau postur badan pekerja saat bekerja.
(4) Gambar Posisi Badan (Gambar postur a.2)
Gambar 4.4 Postur a.2
Gambar postur a.2 digunakan peneliti sebagai alat bantu
peneliti dalam menetapkan kode posisi badan pada pekerja saat
bekerja
(b) Cara Ukur
Penilaian skor posisi badan dilakukan setelah merekam gambar
selama proses kerja berlangsung, setelah dilakukan perekaman tentukan
besarnya sudut yang terbentuk pada posisi badan pekerja saat bekerja
dengan bantuan software MB ruler. Setelah mendapatkan besarnya
sudut yang terbentuk pada posisi badan, lalu tentukan hasil skor atau
kode posisi pada badan.
72
(c) Hasil Ukur
Hasil pengukuran terhadap posisi badan sebagai berikut:
(1) Skor1 : Lurus / tegak
(2) Skor 2 : Fleksi / Ekstensi 00 dan 20
0
(3) Skor3 : Fleksi 200 – 60
0 dan ekstensi >20
0
(4) Skor 4 : Fleksi >600
(5) Skor +1 : Badan membungkuk dan memuntir
3) Posisi Kaki
(a) Alat Ukur
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk menentukan
penilaian posisi atau postur kaki pada pekerja, yakni sebagai berikut:
(1) Kamera Digital
Gambar 4.5
Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang
dilakukan pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap
pekerjaan. Kamera digital yang digunakan bermerek SONY DSC
W800 20.1 MP5 x Optical Zoom Lensa 26mm wide-angle Teknologi
Picture Effect Dedicated Movie Button.
73
(2) Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengetahui total
waktu saat pengamatan atau observasi yang dilakukan berdasarkan
satu siklus per tahap atau proses kerja.
(3) MB Ruler
MB Ruler merupakan sebuah perangkat software yang
membantu peneliti dalam menghitung besarnya sudut pada posisi
atau postur kaki pekerja saat bekerja.
(4) Gambar Posisi Kaki (Gambar postur a.3)
Gambar 4.6 Postur a.3
Gambar postur a.3 digunakan peneliti sebagai alat bantu
peneliti dalam menetapkan kode posisi kaki pada pekerja saat
bekerja.
(b) Cara Ukur
Penilaian skor posisi kaki dilakukan setelah merekam gambar
selama proses kerja berlangsung, setelah dilakukan perekaman tentukan
kode posisi pada kaki pekerja saat bekerja.
(c) Hasil Ukur
Hasil pengukuran terhadap posisi kaki sebagai berikut:
74
(1) Skor 1 : Posisi kedua kaki bertopang dilantai
(2) Skor 2 : Posisi salah satu kaki tidak bertopang
(3) Skor +1 : Jika lutut fleksi 30-600
(4) Skor +2 : Jika lutut fleksi >600
4) Posisi Lengan
(a) Alat Ukur
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk menentukan
penilaian posisi atau postur lengan pada pekerja, yakni sebagai berikut:
(1) Kamera Digital
Gambar 4.7 Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang
dilakukan pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap
pekerjaan. Kamera digital yang digunakan bermerek SONY DSC
W800 20.1 MP5 x Optical Zoom Lensa 26mm wide-angle Teknologi
Picture Effect Dedicated Movie Button.
(2) Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengetahui total
waktu saat pengamatan atau observasi yang dilakukan berdasarkan
satu siklus per tahap atau proses kerja.
75
(3) MB Ruler
MB Ruler merupakan sebuah perangkat software yang
membantu peneliti dalam menghitung besarnya sudut pada posisi
atau postur lengan pekerja saat bekerja.
(4) Gambar Posisi Lengan (Gambar postur a.4)
Gambar 4.8 Postur a.4
Gambar postur a.4 digunakan peneliti sebagai alat bantu
peneliti dalam menetapkan kode posisi lengan pada pekerja saat
bekerja.
(b) Cara Ukur
Penilaian skor posisi lengan dilakukan setelah merekam gambar
selama proses kerja berlangsung, setelah dilakukan perekaman tentukan
besarnya sudut dan berikan kode posisi pada lengan pekerja saat
bekerja.
(c) Hasil Ukur
Hasil pengukuran terhadap posisi lengan sebagai berikut:
(1) Skor 1 : Posisi lengan fleksi/ekstensi antar 0-200
(2) Skor 2 : Posisi lengan fleksi 21-450 atau ekstensi >20
0
(3) Skor 3 : Posisi lengan fleksi antara 46-900
(4) Skor 4 : Posisi lengan fleksi >900
76
(5) Skor +1 : Jika bahu diangkat atau lengan diputar
(6) Skor +1 : Jika lengan diangkat menjauh dari badan
(7) Skor -1 : Jika berat lengan ditopang untuk menahan gravitasi
5) Posisi Lengan Bawah
(a) Alat Ukur
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk menentukan
penilaian posisi atau postur lengan bawah pada pekerja, yakni sebagai
berikut :
(1) Kamera Digital
Gambar 4.9 Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang
dilakukan pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap
pekerjaan. Kamera digital yang digunakan bermerek SONY DSC
W800 20.1 MP5 x Optical Zoom Lensa 26mm wide-angle Teknologi
Picture Effect Dedicated Movie Button.
(2) Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengetahui total
waktu saat pengamatan atau observasi yang dilakukan berdasarkan
satu siklus per tahap atau proses kerja.
77
(3) MB Ruler
MB Ruler merupakan sebuah perangkat software yang membantu
peneliti dalam menghitung besarnya sudut pada posisi atau postur
lengan bawah pekerja saat bekerja.
(4) Gambar Posisi Lengan Bawah (Gambar postur a.5)
Gambar 4.10 Postur a.5
Gambar postur a.5 digunakan peneliti sebagai alat bantu
peneliti dalam menetapkan kode posisi lengan bawah pada pekerja
saat bekerja
(b) Cara Ukur
Penilaian skor posisi lengan bawah dilakukan setelah merekam
gambar selama proses kerja berlangsung, setelah dilakukan perekaman
tentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi lengan bawah
pekerja saat bekerja dengan bantuan software MB ruler. Setelah
mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi lengan bawah,
lalu tentukan hasil skor atau kode posisi pada lengan bawah.
(c) Hasil Ukur
Hasil pengukuran terhadap posisi lengan bawah sebagai berikut:
(1) Skor 1 : Lengan bawah fleksi antara 60-100o
(2) Skor 2 : Lengan bawah fleksi <60o atau >100
0
78
6) Posisi Pergelangan Tangan
(a) Alat Ukur
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk menentukan
penilaian posisi atau postur pergelangan tangan pada pekerja, yakni
sebagai berikut :
(1) Kamera Digital
Gambar 4.11 Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang
dilakukan pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap
pekerjaan. Kamera digital yang digunakan bermerek SONY DSC
W800 20.1 MP5 x Optical Zoom Lensa 26mm wide-angle Teknologi
Picture Effect Dedicated Movie Button.
(2) Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengetahui total
waktu saat pengamatan atau observasi yang dilakukan berdasarkan
satu siklus per tahap atau proses kerja.
(3) MB Ruler
MB Ruler merupakan sebuah perangkat software yang
membantu peneliti dalam menghitung besarnya sudut pada posisi
atau postur pergelangan tangan pekerja saat bekerja.
79
(4) Gambar Posisi Pergelangan Tangan (Gambar postur a.6)
Gambar 4.12 Postur a.6
Gambar postur a.6 digunakan peneliti sebagai alat bantu
peneliti dalam menetapkan kode posisi pergelangan tangan pada
pekerja saat bekerja
(b) Cara Ukur
Penilaian skor posisi pergelangan tangan dilakukan setelah
merekam gambar selama proses kerja berlangsung, setelah dilakukan
perekaman tentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi
pergelangan tangan pekerja saat bekerja dengan bantuan software MB
ruler. Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi
pergelangan tangan, lalu tentukan hasil skor atau kode posisi pada
pergelangan tangan.
(c) Hasil Ukur
Hasil pengukuran terhadap posisi pergelangan tangan sebagai
berikut:
(1) Skor 1 : Fleksi atau Ekstensi 0-150
(2) Skor 2 : Fleksi atau Ektensi >150
(3) Skor +1 : Mengalami torsi atau deviasi
80
7) Skor A
Pada tahap selanjutnya cocokkan hasil pengukuran skor A yaitu, postur
badan, postur leher, postur kaki, dan beban. Pada tahap ini akan menghasilkan
satu nilai yang akan dicocokkan kembali pada tahap setelahnya. Besar kecilnya
skor untuk pembebanan atau force akan sangat tergantung dari berat ringannya
beban ynag dikerjakan oleh pekerja. Penilaian skor A dapat dilihat pada :
Tabel 4.1 Tabel Penilaian Skor A
Badan Leher
1 2 3
Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Beban
0 1 2 +1
<5 Kg 5 – 10 Kg >10 Kg Penambahan beban
secara tiba – tiba
Sumber : Hignett dan Mc.Atamney, 2009
8) Skor B
Pada tahap selanjutnya cocokkan hasil pengukuran skor B yaitu, lengan
atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan pegangan. Jenis pegangan akan
dapat meningkatkan skor pada grup B. Keempat pengukuran tersebut
dicocokkan dengan tabel penilaian skor B (Tabel 4.2). pada tahap ini akan
menghasilkan satu nilai yang akan dicocokkan kembali pada tahap setelahnya.
Berikut dibawah ini merupakan tabel penilaian skor B :
81
Tabel 4.2 Tabel penilaian skor B
Lengan bawah
Lengan atas 1 2
Pergelangan 1 2 3 1 2 3
1 1 2 3 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
Pegangan
0 – Good 1 – Fair 2 – Poor 3 - Unacceptable
pegangan pas dan
tepat ditengah,
genggaman kuat
pegangan
tangan bisa
diterima tapi
tidak ideal
pegangan tangan
tidak bias
diterima walau
memungkinkan
dipaksakan
pegangan yang
tidak aman
Sumber : Hignett dan Mc. Atamney, 2009
9) Skor C
Pada tahap selanjutnya cocokkan hasil penilaian skor A dan hasil
penilaian skor B dengan tabel penilaian skor C (Tabel 4.3), lalu lakukan
penilaian terhadap Activity score, setelah itu lakukan penjumlahan antara hasil
penilaian skor C dengan nilai pada Activity score. Pada tahap ini akan
menghasilkan satu nilai yang akan dicocokkan kembali pada tahap setelahnya.
Berikut dibawah ini merupakan tabel penilaian skor C :
82
Tabel 4.3 Tabel Penilaian Skor C
Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Skor B
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity score
+1 = jika 1 atau lebih
bagian tubuh statis,
ditahan lebih dari 1 menit
+1 = jika ada pengulangan
gerakan dalam rentang
waktu singkat, diulang
lebih dari 4 kali per menit
(tidak termasuk berjalan)
+1 = jika gerakan
menyebabkan perubahan
atau pergeseran postur
yang cepat dari posisi awal
Sumber : Hignett dan Mc.Atamney, 2009
10) Tingkat Risiko dan Perbaikan REBA
Pada tahap terakhir ini cocokkan nilai hasil dari keseluruhan tahap yang
telah dilewati dengan tabel level risiko dan tindakan. Level risiko dan tindakan
korektif yang diperlukan dapat dilihat pada tabel 4.4:
Tabel 4.4 Tabel Level Risiko dan Tindakan Perbaikan REBA
Level action Skor REBA Level Risiko Tindakan Perbaikan
0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu
1 2-3 Rendah Mungkin perlu
2 4-7 Sedang Perlu
3 8-10 Tinggi Perlu segera
4 11-15 Sangat Tinggi Perlu saat ini juga
Sumber : Hignett dan Mc.Atamney, 2009
83
b) Pengukuran dan Penilaian Postur Janggal OWAS
1) Posisi Punggung
(a) Alat ukur
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk menentukan penilaian
posisi atau postur punggung pada pekerja, yakni sebagai berikut :
(1) Kamera Digital
Gambar 4.13 Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang
dilakukan pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap
pekerjaan. Kamera digital yang digunakan bermerek SONY DSC W800
20.1 MP5 x Optical Zoom Lensa 26mm wide-angle Teknologi Picture
Effect Dedicated Movie Button.
(2) Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengetahui total
waktu saat pengamatan atau observasi yang dilakukan berdasarkan satu
siklus per tahap atau proses kerja.
(3) MB Ruler
MB Ruler merupakan sebuah perangkat software yang membantu
peneliti dalam menghitung besarnya sudut pada posisi atau postur
punggung pekerja saat bekerja.
84
(4) Gambar Posisi Punggung (Gambar postur a.7)
Gambar 4.14 Postur a.7
Gambar postur a.7 digunakan peneliti sebagai alat bantu peneliti
dalam menetapkan kode posisi punggung pada pekerja saat bekerja
(b) Cara Ukur
Penilaian skor posisi punggung dilakukan setelah merekam gambar
selama proses kerja berlangsung, setelah dilakukan perekaman tentukan
besarnya sudut yang terbentuk pada posisi punggung pekerja saat bekerja
dengan bantuan software MB ruler. Setelah mendapatkan besarnya sudut
yang terbentuk pada posisi punggung, lalu tentukan hasil skor atau kode
posisi pada punggung.
(c) Hasil Ukur
Hasil pengukuran terhadap posisi punggung sebagai berikut:
(1) Posisi 1 : Lurus / tegak (<20o)
(2) Posisi 2 : Bungkuk ke depan (>20o)
(3) Posisi 3 : Miring ke samping (miring >20o)
(4) Posisi 4 : Bungkuk ke depan & miring ke samping
(miring & bungkuk >20o) (Grzybowska, 2010)
85
2) Posisi Lengan
(a) Alat ukur
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk menentukan penilaian posisi
atau postur lengan pada pekerja, yakni sebagai berikut:
(1) Kamera Digital
Gambar 4.15 Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang dilakukan
pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap pekerjaan. Kamera
digital yang digunakan bermerek SONY DSC W800 20.1 MP5 x Optical
Zoom Lensa 26mm wide-angle Teknologi Picture Effect Dedicated Movie
Button.
(2) Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengetahui total waktu
saat pengamatan atau observasi yang dilakukan berdasarkan satu siklus per
tahap atau proses kerja.
(3) Gambar Posisi Lengan (Gambar postur a.8)
Gambar 4.16 Postur a.8
86
Gambar postur a.8 digunakan peneliti sebagai alat bantu peneliti
dalam menetapkan kode posisi lengan pada pekerja saat bekerja.
(b) Cara Ukur
Penilaian skor posisi lengan dilakukan setelah merekam gambar
selama proses kerja berlangsung, setelah dilakukan perekaman tentukan
kode posisi pada lengan pekerja saat bekerja.
(c) Hasil Ukur
Hasil pengukuran terhadap posisi lengan sebagai berikut:
(1) posisi 1 : Kedua tangan dibawah bahu
(2) posisi 2 : Satu tangan pada atau diatas bahu
(3) posisi 3 : Kedua tangan pada atau diatas bahu
3) Posisi Kaki
(a) Alat Ukur
Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk menentukan penilaian posisi
atau postur kaki pada pekerja, yakni sebagai berikut :
(1) Kamera Digital
Gambar 4.17 Kamera Digital
87
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang dilakukan
pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap pekerjaan. Kamera
digital yang digunakan bermerek SONY DSC W800 20.1 MP5.
(2) Stopwatch
Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengetahui total waktu
saat pengamatan atau observasi yang dilakukan berdasarkan satu siklus per
tahap atau proses kerja.
(3) MB Ruler
MB Ruler merupakan sebuah perangkat software yang membantu
peneliti dalam menghitung besarnya sudut pada posisi atau postur kaki
pekerja saat bekerja.
(4) Gambar Posisi Kaki (Gambar postur a.9)
Gambar 4.18 Postur a.9
Gambar postur a.9 digunakan peneliti sebagai alat bantu peneliti
dalam menetapkan kode posisi kaki pada pekerja saat bekerja.
(b) Cara Ukur
Penilaian skor posisi kaki dilakukan setelah merekam gambar selama
proses kerja berlangsung, setelah dilakukan perekaman tentukan besarnya sudut
yang terbentuk pada posisi kaki pekerja saat bekerja dengan bantuan software
88
MB ruler. Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi kaki,
lalu tentukan hasil skor atau kode posisi pada kaki.
(c) Hasil Ukur
Hasil pengukuran terhadap posisi kaki sebagai berikut:
(a) posisi 1: Duduk
(b) posisi 2: Berdiri dengan kedua kaki lurus dengan sudut lutut
>150o
(c) posisi 3: Berdiri dengan bertumpu pada satu kaki lurus dan sudut
satu kaki lainnya >150o
(d) posisi 4: Berdiri atau jongkok dengan kedua lutut dengan sudut
≤150o
(e) posisi 5: Berdiri atau jongkok satu lutut dengan sudut ≤1500
(f) posisi 6: Berlutut pada satu atau dua lutut yang berada di tanah /
lantai
(g) posisi 7: Berjalan atau bergerak
c) Pengukuran dan Penilaian Frekuensi Relatif
1) Alat Ukur
(a) Kamera Digital
Gambar 4.19 Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk merekam proses kerja yang dilakukan
pekerja selama satu siklus dari masing-masing tahap pekerjaan. Kamera
digital yang digunakan bermerek SONY DSC W800 20.1 MP5.
89
(b) Tabel OWAS Frekuensi Relatif
Tabel 4.5
Tabel OWAS Frekuensi Relatif
Punggung
Punggung
lurus/tegak
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Punggung
membungkuk
2 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3
Punggung
memuntir
3 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3
Punggung
membungkuk &
memuntir
4 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4
Lengan
Kedua lengan
dibawah bahu
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Satu lengan diatas
bahu
2 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3
Kedua lengan diatas
bahu
3 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3
Kaki
Duduk 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
Berdiri kedua kaki
lurus
2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2
Berdiri dengan satu
kaki ditekuk
3 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3
Berdiri atau
jongkok dengan
kedua lutut
4 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4
Berdiri atau
jongkok satu lutut
5 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4
Berlutut pada satu
atau dua lutut
menyentuh lantai
6 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3
Berjalan/bergerak 7 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2
FREKUENSI RELATIF
(%)
≤
10%
≤
20%
≤
30%
≤
40%
≤
50%
≤
60%
≤
70%
≤
80%
≤
90%
≤
100%
Sumber : Tarwaka, 2013
90
2) Cara Ukur
Penilaian frekuensi relatif dilakukan setelah merekam gambar selama
proses kerja berlangsung, setelah dilakukan perekaman, lakukan perhitungan
terhadap jumlah repetitive dari setiap posisi yang dominan terjadi pada punggung,
lengan dan kaki dalam kaitannya dengan posisi lainnya selama total waktu
pengamatan. Setelah perhitungan ini maka sebagai langkah terakhir dari metode
ini, adalah menentukan kategori risiko yang mencakup setiap posisi.
3) Hasil Ukur
Berikut merupakan tingkat kategori risiko berdasarkan frekuensi relative
dari masing-masing posisi punggung, lengan, dan kaki :
(a) Skor 1 (Normal Postur) : Posisi normal tanpa efek yang dapat mengganggu
sistem musculoskeletal (risiko rendah) – tidak diperlukan tindakan perbaikan
(b) Skor 2 (Slightly Harmful) : Posisi yang berpotensi menyebabkan kerusakan
pada sistem musculoskeletal (risiko sedang) - Tindakan perbaikan mungkin
diperlukan
(c) Skor 3 (Distincly Harmful) : Posisi dengan efek berbahaya pada sistem
musculoskeletal (risiko tinggi) - Tindakan korektif diperlukan segera
(d) Skor 4 (Extremely Harmful) : Posisi dengan efek sangat berbahaya pada sistem
musculoskeletal (risiko sangat tinggi) - Tindakan korektif diperlukan sesegera
mungkin
91
d) Keluhan MSDs
1 Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan peneliti dalam menentukan besarnya keluhan MSDs
yang dirasakan oleh para pekerja yakni dengan kuesioner NBM (Nordic Body
Map).
2 Hasil Ukur
Hasil ukur yang tingkat keluhan MSDs diperoleh dari kuesioner NBM
adalah:
Tabel 4.6
Klasifikasi Tingkat Risiko MSDs Berdasarkan Total Skor Individu
Tingkat
Risiko
Total Skor
Individu
Tingkat
Risiko
Tindakan Perbaikan
1. 28-49 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan
perbaikan
2. 50-70 Sedang Mungkin diperlukan tindakan
dikemudian hari
3. 71-91 Tinggi Diperlukan tindakan segera
4. 92-112 Sangat
Tinggi
Diperlukan tindakan menyeluruh
sesegera mungkin
Sumber : Tarwaka, 2013
3 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil telaah dokumen milik PT
GMF AeroAsia. Data sekunder yang dibutuhkan ialah data atau manual book
mengenai spesifikasi atau objek dan peralatan kerja untuk memperoleh informasi
92
mengenai berat beban dari objek dan peralatan kerja yang digunakan di unit TCW PT
GMF AeroAsia.
a) Beban objek
1) Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan peneliti dalam menentukan besarnya beban
objek yang diangkat atau angkut oleh pekerja saat bekerja adalah dokumen
mengenai spesifikasi dari objek atau alat kerja yang digunakan pekerja selama
bekerja di unit TCW.
2) Hasil Ukur
Hasil ukur dari telaah dokumen spesifikasi objek atau alat kerja yang
telah digunakan, lalu dikategorikan sebagai berikut :
Gambar 4.20 Beban a.10
(a) Skor 1 = apabila berat beban <10 kg (0 kg - 9,9kg)
(b) Skor 2 = apabila berat beban <20kg (10kg -19,9kg)
(c) Skor 3 = apabila berat beban >20 kg
E. Pengolahan Data
Setelah merekan gambar dengan menggunakan kamera digital, lalu
penentuan skor pada posisi punggung, kaki, lengan, beban objek, serta frekuensi
93
relative dengan metode OWAS yang didasarkan pada hasil pengamatan dari
berbagai posisi yang diambil pada pekerja selama melakukan pekerjaannya,
langkah selanjutnya yaitu menentukan kategori tingkat risiko dengan
mengkalkulasikan masing-masing posisi punggung, lengan, kaki dan beban, yakni
sebagai berikut :
Tabel 4.7
Tabel OWAS Kombinasi Posisi
Sumber : Tarwaka, 2013
Cara penggunaan tabel OWAS kombinasi posisi yakni, misalnya seorang
pekerja selama bekerja dengan posisi membungkuk, maka kode posisi untuk
94
punggung adalah 2. Posisi salah satu lengan pekerja selama bekerja dalam keadaan
diatas bahu, maka kode posisi untuk lengan adalah 2. Sementara itu, selama bekerja
berlangsung dilakukan dengan berjalan, maka kode posisi untuk kaki adalah 7, dan
pekerjaan yang dilakukan adalah mengangkat beban lebih dari 20kg, maka kode posisi
beban dan force adalah 3. Dari hasil pengkodean tersebut maka dengan menggunakan
tabel kalkulasi OWAS, didapatkan kategori risiko 4. Berdasarkan kategori risiko
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa posisi tubuh selama kerja mempunyai efek
sangat berbahaya pada sistem musculoskeletal, dengan demikian tindakan korektif
perlu dilakukan sesegera mungkin.
Metode ini tidak hanya terbatas pada klasifikasi posisi sesuai dengan risiko
yang ditimbulkan pada sistem musculoskeletal, tetapi juga menyediakan analisis
frekuensi relative dari posisi yang berbeda pada bagian punggung, lengan dan kaki
yang telah diamati dan dicatat setiap kode posisi. Oleh karena itu, harus dihitung
jumlah repetitive dari setiap posisi (punggung, lengan, kaki) dalam kaitannya dengan
posisi lainnya selama total waktu pengamatan, yaitu frekuensi relative pekerjaan.
Setelah perhitungan maka sebagai langkah terkahir dari metode OWAS ini adalah
menentukan kategori risiko yang mencakup setiap posisi. Berikut merupakan tabel
OWAS Frekuensi Relatif
95
Tabel 4.8
Tabel OWAS Frekuensi Relatif
Punggung
Punggung
lurus/tegak
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Punggung
membungkuk
2 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3
Punggung
memuntir
3 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3
Punggung
membungkuk &
memuntir
4 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4
Lengan
Kedua lengan
dibawah bahu
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Satu lengan diatas
bahu
2 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3
Kedua lengan
diatas bahu
3 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3
Kaki
Duduk 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
Berdiri kedua
kaki lurus
2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2
Berdiri dengan
satu kaki ditekuk
3 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3
Berdiri sedikit
jongkok dengan
kedua lutut
4 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4
Berdiri atau
jongkok satu lutut
5 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4
Berlutut pada satu
atau dua lutut
menyentuh lantai
6 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3
Berjalan/bergerak 7 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2
FREKUENSI
RELATIF
(%)
≤
10%
≤
20%
≤
30%
≤
40%
≤
50%
≤
60%
≤
70%
≤
80%
≤
90%
≤
100%
Sumber : Tarwaka, 2013
96
Cara penggunaan tabel OWAS frekuensi relative adalah, misal seorang
pekerja selama kerja yang dominan dengan posisi punggung membungkuk, maka kode
posisi untuk punggung adalah 2, dimana posisi punggung membungkuk tersebut
dilakukan dengan frekuensi repetitive ≤ 60%, maka kategori risiko untuk punggung
adalah “2”. Kedua lengan pekerja selam beraktivitas dominan dibawah bahu, maka
kode posisi untuk lengan adalah 1, dimana posisi lengan demikian dilakukan dengan
frekuensi repetitive ≤ 90%, maka kategori risiko untuk lengan adalah “1”. Sementara
itu, selama bekerja dilakukan dengan berdiri namun sedikit jongkok dengan kedua
lutut, maka kode posisi untuk kaki adalah 4, posisi tersebut dilakukan dengan
frekuensi relative ≤ 70%, maka kategori risiko untuk kaki adalah “3”. Berdasarkan
hasil perhitungan kategori risiko yang didasarkan pada frekuensi repetitive pada
masing-masing posisi tubuh tersebut, disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah pada
posisi lengan, namun pada posisi punggung berpotensi menyebabkan cedera dan posisi
kaki menyebabkan risiko tinggi terjadinya gangguan sistem musculoskeletal. Dengan
demikian, prioritas tindakan perbaikan untuk memperbaiki posisi kaki. Apabila
terdapat anggota tubuh yang memiliki tingkat risiko yang sama dengan anggota tubuh
lainnya, maka yang dipilih ialah anggota tubuh yang memiliki risiko postur lebih besar
dalam proses kerja Berikut merupakan kategori risiko dan tindakan perbaikan :
97
Tabel 4.9
Kategori Risiko dan Tindakan Perbaikan OWAS
Kategori
Risiko
Efek Pada Sistem Muskuloskeletal Tindakan Perbaikan
Skor 1
(Normal
Posture)
Posisi normal tanpa efek yang dapat
mengganggu sistem musculoskeletal
(risiko rendah)
Tidak diperlukan
perbaikan
Skor 2
(Slightly
Harmful)
Posisi yang berpotensi menyebabkan
kerusakan pada sistem
musculoskeletal (risiko sedang)
Tindakan perbaikan
mungkin diperlukan
Skor 3
(Distincly
Harmful)
Posisi dengan efek berbahaya pada
sistem musculoskeletal (risiko tinggi)
Tindakan perbaikan
diperlukan segera
Skor 4
(Extremely
Harmful)
Posisi dengan efek sangat berbahaya
pada sistem musculoskeletal (risiko
sangat tinggi)
Tindakan perbaikan
diperlukan sesegera
mungkin
Sumber : Tarwaka, 2013
F. Manajemen Data
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan diolah dengan
menggunakan software program komputer meliputi :
1. Menyunting Data (Editing)
Proses ini meliputi pengecekan terhadap foto posisi pekerja yang dilakukan
selama proses pengumpulan data yang bertujuan untuk memastikan bahwa
seluruh sudut yang akan dihitung sudah terdapat dalam foto tersebut. Selain itu
dilakukan pengecekan data terhadap lembaran kuisioner NBM yang dilakukan
selama proses pengumpulan data yang bertujuan untuk memastikan bahwa
seluruh data mengenai identitas pribadi pekerja dan pertanyaan keluhan pada
seluruh anggota tubuh pekerja suda terisi semua. Selama proses editing
dilakukan penyuntingan data oleh peneliti agar data yang salah atau meragukan
98
dapat langsung di hitung kembali besar sudut dan ditelusuri kembali kepada
pekerja yang bersangkutan.
2. Mengkode Data (Coding)
Proses pendeskripsian data dan pemberian kode pada jawaban responden,
dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah pengolahan data
selanjutnya. Adapun kode yang diberikan adalah sebagai berikut :
a. Identitas pribadi pekerja diberi kode A
b. Skor postur leher pekerja diberi kode B
c. Skor postur punggung pekerja diberi kode C
d. Skor postur lengan pekerja diberi kode D
e. Skor postur kaki pekerja diberi kode E
f. Skor beban objek diberi kode F
g. Tingkat kategori risiko dengan metode OWAS diberi kode G
h. Tingkat kategori risiko dengan metode REBA diberi kode H
i. Tingkat kategori keluhan MSDs diberi kode I
j. Tingkat kategori risiko frekuensi relative diberi kode J
3. Memasukkan data (Entry)
Data yang sudah diberikan kode kemudian dimasukkan dalam program
software statistic untuk dilakukan analisa data. Data yang di entry adalah usia
pekerja, masa kerja, skor postur leher, skor postur punggung, skor postur
lengan, skor postur kaki, skor berat beban, skor frekuensi relative, dan keluhan
MSDs yang dikeluhkan pekerja.
99
4. Membersihkan data (Cleaning)
Pembersihan data atau pengecekan kembali dilakukan untuk memastikan tidak
ada kesalahan dalam melakukan pengkodean atau pada saat melakukan entry
data. Variabel yang dilakukan pengecekan adalah usia pekerja, masa kerja, skor
postur leher, skor postur punggung, skor postur lengan, skor postur kaki, skor
berat beban, skor frekuensi relative, dan keluhan MSDs yang dikeluhkan
pekerja.
G. Analisa Data
1. Analisis Per Variabel
Analisis per variabel dilakukan untuk mendeskripsikan frekuensi dari masing-
masing variabel independen dan variabel dependen. Adapun variabel dalam
penelitian ini adalah usia pekerja, masa kerja, skor postur leher, skor postur
punggung, skor postur lengan, skor postur kaki, skor berat beban, skor frekuensi
relative, dan keluhan MSDs. Hasil analisis per variabel disajikan dalam bentuk
grafik dan tabel.
2. Analisis Tabulasi Silang (Cross Tab)
Analisis tabulasi silang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi antara
variabel independen (masa kerja, usia kerja, skor postur leher, skor postur
punggung, skor postur lengan, skor postur kaki, skor berat beban objek, tingkat
kategori risiko OWAS, dan REBA, tingkat kategori risiko frekuensi relative)
dengan variabel dependen (keluhan MSDs). Untuk melihat distribusi frekuensi
100
antara variabel independen dengan variabel dependen digunakan uji chi-square
menggunakan program software. Hasil dari analisis tabulasi silang atau cross
tab pada penelitian disajikan dalam bentuk tabel.
101
BAB V
HASIL
A. Profil PT GMF AeroAsia
1. Sejarah PT. GMF AeroAsia
Direktorat teknik Garuda Indonesia yang telah didirikan sejak tahun 1949, PT.
GMF AeroAsia pada tahun 1984 bertransformasi menjadi divisi Maintenance &
Engineering (M&E) yang kemudian dikembangkan menjadi unit bisnis mandiri.
Bisnis utama PT. GMF AeroAsia adalah penyediaan jasa perawatan dan perbaikan
pesawat terbang yang mencakup rangka pesawat, mesin, komponen, dan jasa
pendukung lainnya secara terintegrasi atau dikenal dengan bisnis Maintenance,
Repair, dan Overhaul (MRO).
PT. GMF AeroAsia merupakan salah satu fasilitas perawatan pesawat terbesar
di Indonesia dan telah disertifikasi dibanyak Negara serta mendapatkan banyak
penghargaan. PT. GMF AeroAsia melayani berbagai maskapai penerbangan baik
penerbangan domestik maupun penerbangan internasional. Layanan jasa yang
meliputi pelayanan dasar dan pemeliharaan berat, cargo convensional,
pemeliharaan mesin, pemeliharaan komponen, line maintenance, engineering
service, perdagangan, dan manajemen aset. Pelanggan utama PT. GMF Aero Asia
adalah PT. Garuda Indonesia.
102
2. Gambaran Umum Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia
Unit Wheel, Brake, dan Landing Gear yang selanjutnya disebut unit TCW
merupakan salah satu unit di PT. GMF AeroAsia yang bertugas untuk menangani
kegiatan perawatan atau maintenance roda pesawat terbang. Unit ini dipimpim oleh
seorang General Manager dan dibantu oleh dua Manager crew A dan B Wheel,
Brake & Landing Gear dan satu Manager Production Engineering Planning &
Control. Crew A dan Crew B ini merupakan pekerja yang berada di unit produksi
yang terdiri dari dua shift. Pembagian shift antara crew A dan B ini terdiri dari
pukul 06.30-14.30 wib dan 14.30-22.30 wib.
Dalam proses produksi yang berlangsung di unit TCW, terdapat 10 alur
proses kerja yang dilakukan pada proses perawatan atau maintenance wheel dan
brake. Proses kerja yang berada di unit TCW menggunakan objek kerja dengan
ukuran yang besar, memiliki berat yang berlebih, serta banyak terjadi gerakan
repetitive atau gerakan berulang yang dilakukan oleh pekerja. Selain itu, ditemukan
postur janggal pada pekerja selama melakukan proses kerja tersebut.
Alur poduksi untuk proses wheel maintenance dapat dilihat pada gambar 5.1
dan alur produksini untuk proses brake maintenance dapat dilihat pada gambar 5.2
dibawah ini :
103
Gambar 5.1
Alur Proses Produksi Wheel Unit TCW PT GMF AeroAsia
1.Disassembly Wheel:
- mengurangi tekanan nitrogen
(membawa ban ke area press, pressing tire,
membawa ban ke area disassembly)
- membuka bolt
- memisahkan velg dengan ban (memukul
ban, mencungkil velg, mengeluarkan velg,
mengangkat velg)
-membawa velg ke area cleaning
2.Cleaning Wheel
- mencuci & menyikat velg
- pemberian soda api
- memindahkan velg dengan
crane
- merontokkan sisa cat yang
menempel
3. Inspeksi Bearing
Wheel
- inspeksi bearing
- lubrikasi bearing
4. Overhaul Wheel
- measuring bolt hole
- memindahkan hub dari
painting area
5. Assembly Wheel
- membersihkan sisa-sisa primer
- membawa tire ke assembly area
- install tire
- install hub
- install bolt
- install nut
- menyamakan nilai momentum
- membawa wheel ke tempat inflation
6. Inflation Process
- install core
- fill with dry nitrogen
104
Gambar 5.2
Alur Proses Produksi Brake Unit TCW PT GMF AeroAsia
2. Cleaning Brake
- membersihkan
komponen piston pada
brake
1. Disassembly Brake
- membuka nut pada brake
- memindahkan komponen heatsink
- drilling untuk membuka linning
- membuang cairan skydroll piston housing
3. Assembly Brake
- install and tighten piston sleeve
- install and tighten accessories
- torsi komponen bolt
- memindahkan complete piston housing ke
heatsink assy
- locking wire of bolt
4. Testing Brake
- mempompa tuas tekanan
hidrolik
105
B. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW Di PT GMF AeroAsia Tahun 2015
Pada penelitian ini melakukan penilaian tingkat risiko ergonomi yang
bertujuan unutk melihat terjadinya keluhan MSDs pada pekerja mekanik unit
produksi TCW di PT GMF AeroAsia. Penilaian tingkat risiko ergonomi
menggunakan metode OWAS dan REBA. Kategori tingkat risiko ergonomi dibagi
menjadi 4, yakni; skor 1 untuk tingkat risiko rendah terhadap terjadinya MSDs, skor
2 untuk tingkat risiko sedang terhadap terjadinya MSDs, skor 3 untuk risiko tinggi
terhadap terjadinya MSDs, dan skor 4 untuk risiko sangat tinggi terhadap terjadinya
MSDs. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil observasi
terhadap pekerja.
Kuesioner Nordic Body Map (NBM) digunakan untuk mengukur keluhan
MSDs pada pekerja. Kategori tingkat keluhan MSDs dibagi menjadi 4 yakni : skor 1
untuk tingkat risiko rendah terhadap terjadinya MSDs, skor 2 untuk tingkat risiko
sedang terhadap terjadinya MSDs, skor 3 untuk risiko tinggi terhadap terjadinya
MSDs, dan skor 4 untuk risiko sangat tinggi terhadap terjadinya MSDs. Hasil
distribusi frekuensi tingkat risiko ergonomi terhadap terjadinya keluhan MSDs pada
pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat
pada tabel 5.1 dan tabel 5.2 :
106
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Risiko Ergonomi Dengan
Menggunakan Metode OWAS Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pada
Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
No. Tingkat OWAS
Tingkat Keluhan MSDs TOTAL
Rendah Sedang
N % N % n %
1. Rendah 5 83.3% 1 16.7% 6 100%
2. Sedang 21 84% 4 16.% 25 100%
3. Tinggi 21 91.3% 2 8.7% 23 100%
4. Sangat Tinggi 1 100% 0 0% 1 100%
TOTAL 48 87.3% 7 12.7% 55 100%
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa pekerja yang memiliki tingkat risiko
ergonomi rendah maupun sangat tinggi, kebanyakan yang memiliki tingkat keluhan
MSDs yang rendah.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Risiko Ergonomi Dengan
Menggunakan Metode REBA Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pada
Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
No. Tingkat REBA
Tingkat Keluhan MSDs TOTAL
Rendah Sedang
N % N % n %
1. Rendah 4 80.3% 1 20.0% 5 100%
2. Sedang 21 84.0% 4 16.0% 25 100%
3. Tinggi 22 91.7% 2 8.3% 24 100%
4. Sangat Tinggi 1 100.0% 0 0.0% 1 100%
TOTAL 48 87.3% 7 12.7% 55 100%
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang memiliki tingkat risiko
ergonomi rendah maupun sangat tinggi, kebanyakan yang memiliki tingkat keluhan
MSDs yang rendah.
107
C. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Dengan Metode OWAS dan REBA Pada
Pekerja Mekanik Unit TCW di PT. GMF AeroAsia Tahun 2015
Pada penelitian ini melakukan penilain pada tingkat risiko ergonomi dengan
menggunakan metode OWAS dan REBA. Skor tingkat risiko berdasarkan metode
OWAS didapatkan dari kombinasi posisi punggung, lengan, kaki dan beban berat
objek kerja yang digunakan oleh pekerja. Kategori tingkat risiko menurut OWAS
dibedakan menjadi empat, yakni; skor 1 untuk tingkat risiko rendah terhadap
terjadinya MSDs, skor 2 untuk tingkat risiko sedang terhadap terjadinya MSDs, skor
3 untuk risiko tinggi terhadap terjadinya MSDs, dan skor 4 untuk risiko sangat tinggi
terhadap terjadinya MSDs. Sedangkan skor tingkat risiko berdasarkan metode
REBA didapatkan dari kombinasi skor A (badan, leher, kaki dan beban) ditambah
dengan skor B (lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan coupling).
Kategori tingkat risiko menurut REBA dibedakan menjadi lima, yakni; skor 0 untuk
tingkat risiko sangat rendah, skor 1 untuk tingkat risiko rendah, skor 2 untuk tingkat
risiko sedang, skor 3 untuk tingkat risiko tinggi, dan skor 4 untuk tingkat risiko
sangat tinggi. Hasil distribusi frekuensi berdasarkan tingkat risiko OWAS dan
REBA berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 pada gambar 5.3 :
108
Gambar 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Risiko OWAS Dan
REBA Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW
PT GMF Aeroasia Tahun 2015
Berdasarkan Gambar 5.3, dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 sub proses yang
memiliki tingkat risiko yang berbeda, yakni pada sub proses pressing tire-
disassembly wheel, install nut dan membawa wheel ke inflation process – assembly
wheel, serta torsi komponen bolt pada assembly brake.
0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%1.81%
3.63%3.63%
0.00%0.00%0.00%0.00%0.00%1.81%
0.00%0.00%
3.63%3.63%
0.00%0.00%1.81%
0.00%0.00%0.00%
7.09%5.45%
10.90%
10.90%
3.63%3.63%
3.63%3.63%
5.45%
5.45%
0.00%0.00%
5.45%5.45%
0.00%0.00%
14.54%
16.36%
1.81%1.81%
12.72%
12.72%
10.90%
10.90%
0.00%0.00%
10.90%
10.90%5.45%
3.63%
3.63%3.63%
0.00%0.00%
3.63%3.63%
0.00%0.00%
0.00%0.00%
0.00%0.00%
0.00%0.00%
0.00%0.00%
0.00%0.00%
1.81%1.81%
0.00%0.00%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%Ju
mla
h S
ub
Pro
ses
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
109
D. Gambaran Keluhan MSDs Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT
GMF AeroAsia Tahun 2015
Pada penelitian ini melakukan penilain pada keluhan MSDs pada pekerja.
Keluhan tersebut berupa rasa nyeri, rasa pegal, rasa kebas, rasa panas, rasa
kesemutan, dan rasa tidak nyaman pada bagian anggota tubuh pekerja. Hasil
distribusi frekuensi tingkat keluhan MSDs pada pekerja mekanik di unit TCW dapat
dilihat pada tabel sebelumnya, yakni pada tabel 5.1 dan tabel 5.2.
Hasil distribusi frekuensi keluhan MSDs berdasarkan anggota tubuh pada
pekerja mekanik unit produksi TCW PT. GMF AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat
pada gambar 5.4 :
Gambar 5.4 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.4 diketahui bahwa sebesar 96.4% dari sub proses yang di
observasi pekerja mengeluhkan adanya keluhan MSDs pada bagian punggung.
Hasil distribusi frekuensi keluhan MSDs per anggota tubuh berdasarkan proses
pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT. GMF AeroAsia Tahun 2015 dapat
dilihat gambar 5.5 :
41.80%
96.40%
44% 40%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Leher Punggung Lengan Kaki
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Keluhan MSDs
Leher
Punggung
Lengan
Kaki
110
Gambar 5.5 Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Sub Proses
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.5 diketahui bahwa keluhan tertinggi pada leher terdapat di
proses assembly brake sebesar 10,90%, keluhan tertinggi pada punggung terdapat
dip roses disassembly wheel sebesar 20%, keluhan tertinggi pada lengan terdapat di
proses disassembly wheel sebesar 30%, dan keluhan tertinggi pada kaki terdapat di
proses cleaning wheel, disassembly brake, dan assembly brake sebesar 9.09%.
0%
9.09%
2% 4% 3.63%0%
9.09%
2%
10.90%
1.81%
20.00%
18.18%
3.63%
10.90%7.27%
3.63%
10.90%
3.63%
16.36%
2%
30% 15%
0%
11%
9%
0%
9%
2%
16%
2%
4%
9%
1.81%
4%
4%
0%
9.09%
0%
9.09%
2%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Kaki
Lengan
Punggung
Leher
111
E. Gambaran Postur Leher Menggunakan Metode REBA Pada Pekerja Mekanik
Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
Pada penelitian ini melakukan penilaian pada postur leher pada pekerja.
Kategori penilaian skor leher menggunakan REBA dibagi menjadi 2, yakni; skor 1
untuk postur leher menunduk kurang dari 200, skor 2 untuk postur leher menunduk
lebih dari 200
dan skor 2 untuk posisi leher ekstensi ke belakang. Apabila posisi
leher memutar maka skor sebelumnya ditambahkan 1, dan apabila leher yang
memutar ditambah dengan miring kesamping ditambah 2. Data diperoleh melalui
observasi dan melakukan penilaian sudut leher dengan menggunakan MB Ruler.
Hasil distribusi frekuensi skor postur leher dengan menggunakan metode REBA
berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3 :
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Skor Postur Leher Dengan Menggunakan
Metode REBA Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
No. Postur Leher Skor Jumlah Sub
Proses (n)
Persentase
(%)
1. Menunduk <200
1 3 5,45
2. Menunduk / Ekstensi >200
2 49 89,1
3. Menunduk <200 + Miring 2 0 0
4. Menunduk >200 + Miring 3 3 5,45
5. Menunduk <20
0 + Miring +
Memutar 3 0 0
6. Menunduk >20
0 + Miring +
Memutar 4 0 0
Total 55 100
112
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebanyak 3 atau sebesar 5.45% sub proses
yang di observasi, pekerja bekerja dengan risiko yang lebih besar yakni dengan
postur leher menunduk lebih dari 200
dan leher dalam keadaan miring.
Hasil distribusi frekuensi skor postur leher dengan menggunakan metode
REBA berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 pada gambar 5.6 :
Gambar 5.6 Distribusi Frekuensi Skor Postur Leher Dengan Menggunakan
Metode REBA Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.6 diketahui bahwa dari seluruh sub proses kerja yang berada
di unit TCW sebanyak 4% sub proses yang memiliki risiko lebih besar, yakni postur
leher menunduk >200 dan miring berada di proses assembly brake.
Hasil distribusi frekuensi skor postur leher terhadap terjadinya keluhan di leher
pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 dapat
dilihat pada tabel 5.4 :
2% 1.8% 0.0% 0.0% 1.8% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.8%
18.1% 16.4%
3.6%
10.9% 9.1%
3.6%
9.1%
3.6%
12.7%
0.0%
0%0%
0%
0% 0%
0%
2%
0%
4%
0%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring
Menunduk / Ekstensi >20
Menunduk <20
113
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Skor Postur Leher Terhadap Terjadinya
Keluhan di Leher Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 :
No. Postur Leher
Keluhan Leher TOTAL
Ya Tidak
n % n % n %
1. Menunduk <200 1 33.3% 2 66.7% 3 100%
2. Menunduk/Ekstensi >200 19 38.8% 30 61.2% 49 100%
3. Menunduk >200 + Miring 3 100% 0 0% 3 100%
TOTAL 23 41.8% 32 58.2% 55 100%
Berdasarkan tabel 5.4, dapat disimpulkan bahwa semua sub proses atau sebesar
100% yang bekerja dengan postur leher menunduk lebih dari 200 dan miring
mengalami adanya keluhan MSDs pada leher.
F. Gambaran Postur Punggung Menggunakan Metode OWAS Pada Pekerja
Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
Pada penelitian ini melakukan pengukuran dan penilaian postur punggung.
Kategori penilaian skor postur punggung menurut metode OWAS terdapat menjadi
empat kategori, yakni; skor 1 untuk posisi punggung lurus atau tegak <200, skor 2
untuk posisi punggung membungkuk ke depan atau >200, skor 3 untuk posisi
punggung miring ke samping >200, dan skor 4 untuk posisi punggung membungkuk
ke depan dan miring ke samping >200. Data diperoleh melalui observasi dan
melakukan pengukuran dan penilaian besarnya sudut dengan menggunakan MB
ruler. Hasil distribusi frekuensi postur punggung dengan menggunakan metode
OWAS berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.5 :
114
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Postur Punggung Dengan Menggunakan
Metode OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
No. Postur Punggung Skor Jumlah Sub Proses (n) Persentase (%)
1. Tegak <200 1 12 21,81
2. Membungkuk >200
2 39 70,91
3. Miring >200
3 0 0
4. Membungkuk & Miring >200 4 4 7,28
Total 55 100
Berdasarkan Tabel 5.5, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 4 atau sebesar 7.28% sub
proses yang di observasi, pekerja bekerja dengan risiko yang lebih besar yakni
dengan postur punggung membungkuk dan miring lebih dari 200.
Berikut ini adalah hasil distribusi frekuensi postur punggung dengan
menggunakan metode OWAS berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit
produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 pada gambar 5.7 :
Gambar 5.7 Distribusi Frekuensi Postur Punggung Dengan Menggunakan
Metode OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
1.81%3.63%
0% 0%
5.45%
0%
7.27%
0%
3.63%1.81%
18.10%16.36%
1.81%
10.90%
5.45%
3.63%
1.81%
3.63%
9.09%
0
0% 0%
1.81%
0% 0%
0%
1.81%
0%
3.63%
0
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
115
Berdasarkan gambar 5.7 diketahui bahwa dari seluruh sub proses kerja yang berada
di unit TCW sebanyak 3,83% sub proses yang memiliki risiko lebih besar, yakni
postur punggung membungkuk dan miring lebih dari 200 terdapat pada assembly
brake.
Hasil distribusi frekuensi skor postur punggung terhadap terjadinya keluhan
di punggung pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun
2015 dapat dilihat pada tabel 5.6 :
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Skor Postur Punggung Terhadap Terjadinya
Keluhan di Punggung Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 :
No. Postur Punggung
Keluhan Punggung TOTAL
Ya Tidak
n % n % n %
1. Tegak <200 11 91.7% 1 8.3% 12 100%
2. Membungkuk >200 38 97.4% 1 2.6% 39 100%
3. Membungkuk + Miring >200 4 100% 0 0% 4 100%
TOTAL 53 96.4% 2 3.6% 55 100%
Berdasarkan tabel 5.6, dapat disimpulkan bahwa semua sub proses atau sebesar
100% yang bekerja dengan postur punggung membungkuk dan miring lebih dari 200
mengalami keluhan MSDs pada punggung.
G. Gambaran Postur Lengan Menggunakan Metode OWAS Pada Pekerja
Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
Pada penelitian ini melakukan penilaian terhadap postur lengan. Kategori
penilaian skor postur lengan menurut metode OWAS terdapat menjadi tiga kategori,
116
yakni; skor 1 untuk posisi kedua lengan berada di bawah bahu, skor 2 untuk posisi
salah satu lengan berada di atas bahu, dan skor 3 untuk posisi kedua lengan berada
diatas bahu. Data diperoleh melalui observasi dan melakukan penilaian posisi lengan
pekerja tersebut. Hasil distribusi frekuensi berdasarkan postur lengan dengan
menggunakan metode OWAS berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit
produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.7 :
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Postur Lengan Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW
PT GMF Aeroasia Tahun 2015
No. Postur Lengan Skor Jumlah Sub
Proses (n)
Persentase
(%)
1. Kedua lengan di bawah bahu 1 45 81,81
2. Satu lengan di atas bahu 2 10 18,19
3. Kedua lengan di atas bahu 3 0 0
Total 55 100
Berdasarkan Tabel 5.7, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 10 atau sebesar 18,19%
sub proses yang di observasi, pekerja bekerja dengan risiko yang lebih besar yakni
dengan posisi salah satu lengan berada diatas bahu.
Hasil distribusi frekuensi postur lengan dengan menggunakan metode OWAS
berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 5.8 :
117
Gambar 5.8 Distribusi Frekuensi Postur Lengan Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF
Aeroasia Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.8 diketahui bahwa dari seluruh proses kerja yang berada di
unit TCW sebanyak 3 sub proses atau 5.45% pada proses disassembly brake dan
assembly brake bekerja dengan postur salah satu lengan berada diatas bahu.
Hasil distribusi frekuensi skor postur lengan terhadap terjadinya keluhan di
lengan pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
dapat dilihat pada tabel 5.8 :
16.36%14.54%
3.63%
10.90% 10.90%
3.63%
7.27%
3.63%
10.90%
1.81%
3.63%
3.63%
1.80%
0% 0%
0%
5.45%
0%
5.45%
0%
0%
0%
0%
0% 0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahu
Satu lengan diatas bahu
Kedua lengan dibawah bahu
118
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Skor Postur Lengan Terhadap Terjadinya
Keluhan di Lengan Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 :
No. Postur Lengan
Keluhan Lengan TOTAL
Ya Tidak
n % n % n %
1. Kedua lengan dibawah
bahu 33 73.3% 12 26.7% 45 100%
2. Satu lengan diatas bahu 10 100% 0 0% 10 100%
TOTAL 43 78.2% 12 21.8% 55 100%
Berdasarkan tabel 5.8, dapat disimpulkan bahwa semua sub proses atau sebesar
100% yang bekerja dengan postur satu lengan berada di atas bahu mengalami
keluhan MSDs pada lengan.
H. Gambaran Postur Kaki Menggunakan Metode OWAS Pada Pekerja Mekanik
Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
Pada penelitian ini melakukan pengukuran dan penilaian postur kaki. Kategori
penilaian skor postur kaki menurut metode OWAS terdapat menjadi tujuh kategori,
yakni; skor 1 dengan posisi kaki duduk, skor 2 dengan posisi kaki berdiri kedua kaki
sudut membentuk >1500, skor 3 dengan posisi kaki berdiri bertumpu pada satu kaki
dan kaki lainnya >1500, skor 4 dengan posisi kaki berdiri atau jongkok dengan
kedua lutut ≤1500, skor 5 dengan posisi kaki berdiri atau jongkok satu lutut ≤150
0,
skor 6 dengan posisi kaki berlutut satu atau kedua kaki, dan skor 7 dengan posisi
kaki berjalan. Dari ketujuh skor postur pada kaki tersebut, postur yang memiliki
risiko tinggi yakni pada skor 4 dengan posisi kaki berdiri atau jongkok dengan kedua
lutut ≤1500, dan skor 5 dengan posisi kaki berdiri atau jongkok satu lutut ≤150
0.
119
Data diperoleh melalui observasi, melakukan pengukuran dan penilaian
besarnya sudut menggunakan MB ruler. Hasil distribusi frekuensi postur kaki
dengan menggunakan metode OWAS berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik
unit produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.9:
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Postur Kaki Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW
PT GMF Aeroasia Tahun 2015
No. Postur Kaki Skor Jumlah Sub
Proses (n)
Persentase
(%)
1. Duduk 1 1 1,82
2. Berdiri kedua kaki >1500
2 27 49,10
3. Berdiri bertumpu 1 kaki &
kaki lainnya >1500
3 1 1,82
4. Berdiri/jongkok ≤1500 4 13 23,63
5. Berdiri/jongkok 1 lutut
≤1500
5 2 3,63
6. Berlutut 1 atau 2 lutut 6 2 3,63
7. Berjalan 7 9 16,37
Total 55 100
Berdasarkan Tabel 5.9, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 15 atau sebesar 27,27%
sub proses yang telah di observasi, pekerja yang bekerja dengan risiko lebih besar
yakni dengan postur kaki berdiri/jongkok ≤1500 dan berdiri atau jongkok dengan
satu lutut ≤1500.
Hasil distribusi frekuensi postur kaki dengan menggunakan metode OWAS
berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 5.9 :
120
Gambar 5.9 Distribusi Frekuensi Skor Postur Kaki Dengan Menggunakan
Metode OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.9 diketahui bahwa dari seluruh sub proses kerja yang berada di
unit TCW sebesar 9,09% pekerja dengan postur kaki berdiri atau jongkong ≤1500
terdapat pada proses disassembly wheel.
0% 0%1.81%
0% 0% 0% 0%
3.63%
10.90%
0%
7.27%
12.72%
1.81%
1.81% 1.81%0%
3.63%
1.81%
5.45%
1.81%
0%
0%
0%
0% 0%
0%
1.81%0%
0%
0%
9.09%
5.45%
0%1.81%
3.63%
1.81%
0% 0%
0%
0%
0%
0%
0% 0%
1.81%
0%
0% 0%
0%
0%
0%
0%
0%1.81%
1.81%
0%
0% 0%
0%
0%
3.63% 0%
0%
7.27%1.81%
1.81%
0% 0%
0%
0%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Berjalan
Berlutut
Berdiri/jongkok 1 lutut ≤150
Berdiri/jongkok ≤150
Berdiri 1 kaki >150
Berdiri kedua kaki >150
Duduk
121
Hasil distribusi frekuensi skor postur kaki terhadap terjadinya keluhan di kaki
pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 dapat
dilihat pada tabel 5.10 :
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Skor Postur Kaki Terhadap Terjadinya
Keluhan di Kaki Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 :
No. Postur Kaki
Keluhan Kaki TOTAL
Ya Tidak
n % n % n %
1. Duduk 0 0% 1 100% 1 100%
2. Berdiri kedua kaki >1500 16 59.3% 11 40.7% 27 100%
3. Berdiri 1 kaki & kaki
lainnya >1500
1 100% 0 0% 1 100%
4. Berdiri/jongkok ≤1500 1 7.7% 12 92.3% 13 100%
5. Berdiri/jongkok 1 lutut
≤1500
1 50% 1 50% 2 100%
6. Berlutut 1 atau 2 kaki 2 100% 0 0% 2 100%
7. Berjalan 1 11.1% 8 88.9% 9 100%
TOTAL 22 40% 33 60% 55 100%
Berdasarkan tabel 5.10, dapat disimpulkan bahwa sebesar 50% sub proses yang
bekerja dengan postur berdiri atau jongkok satu lutut ≤1500 mengalami keluhan
MSDs pada kaki.
I. Gambaran Skor Beban Menggunakan Metode OWAS Pada Pekerja Mekanik
Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
Pada penelitian ini melakukan penilain pada berat beban objek yang digunakan
pekerja, baik beban yang diangkut,diangkat, di dorong dan alat yang digunakan oleh
122
pekerja. Kategori penilaian skor beban menurut OWAS dibagi menjadi tiga, yakni;
skor 1 untuk berat beban <10kg, skor 2 untuk berat beban <20kg, dan skor 3 untuk
berat beban >20kg. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari
dokumen mengenai spesifikasi dari alat, dan objek yang berada di unit produksi
TCW tersebut. Hasil distribusi frekuensi skor berat beban dengan menggunakan
metode OWAS berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit produksi TCW
PT GMF AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.11 :
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Berat Beban Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW
PT GMF Aeroasia Tahun 2015
No. Berat Beban Skor Jumlah Sub
Proses (n)
Persentase
(%)
1. Berat <10kg 1 30 54,54
2. Berat <20kg 2 3 5,46
3. Berat >20kg 3 22 40
Total 55 100
Berdasarkan Tabel 5.11, dapat diketahui bahwa sebanyak 22 sub proses atau sebesar
40% menggunakan berat beban lebih dari 20kg.
Hasil distribusi frekuensi berat beban dengan menggunakan metode OWAS
berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 5.10 :
123
Gambar 5.10 Distribusi Frekuensi Berat Beban Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW
PT GMF Aeroasia Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.10 diketahui bahwa dari seluruh proses kerja unit TCW
sebanyak 9 sub proses cleaning wheel atau sebesar 16% memiliki risiko lebih besar
karena menggunakan berat beban lebih dari 20kg.
Hasil distribusi frekuensi skor berat beban terhadap terjadinya keluhan MSDs
pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015 dapat
dilihat pada tabel 5.12 :
7%
1.8%3.6%
1.8%
5.5%
1.8%
10.9%
3.6%
16.4%
1.8%
5.5%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
7%
16%
0%
9%
5%
5%
0%
0%
0%
0%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
124
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Skor Berat Beban Terhadap Terjadinya
Keluhan MSDs Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia
Tahun 2015 :
No. Berat Beban
Keluhan MSDs TOTAL
Ya
n % n %
1. Berat <10 Kg 30 100% 1 100%
2. Berat <20 Kg 3 100% 27 100%
3. Berat >20Kg 22 100% 1 100%
TOTAL 55 100% 55 100%
Berdasarkan tabel 5.12, dapat disimpulkan bahwa seluruh pekerja yang bekerja pada
sub proses kerja yang menggunakan berat beban lebih dari 20Kg mengalami adanya
keluhan MSDs.
J. Gambaran Skor Tingkat Risiko Berdasarkan Skor Frekuensi Relatif Pada
Pekerja Mekanik Unit TCW di PT. GMF AeroAsia Tahun 2015
Pada penelitian ini melakukan penialain frekuensi relative pada pekerja.
Penilaian frekuensi relative menurut metode OWAS dibagi menjadi empat, yakni;
skor 1 untuk tingkat risiko rendah terhadap terjadinya MSDs, skor 2 untuk tingkat
risiko sedang terhadap terjadinya MSDs, skor 3 untuk risiko tinggi terhadap
terjadinya MSDs, dan skor 4 untuk risiko sangat tinggi terhadap terjadinya MSDs.
Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil observasi proses
kerja terhadap pekerja. Hasil distribusi frekuensi tingkat risiko berdasarkan skor
frekuensi relative pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF AeroAsia
Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.13 :
125
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Skor Frekuensi Relatif Dengan Mengguakan
Metode OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi
TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
No. Tingkat Risiko Jumlah Sub Proses (n) Persentase (%)
1. Rendah 2 3,63
2. Sedang 26 47,27
3. Tinggi 14 25,45
4. Sangat Tinggi 13 23,64
Total 55 100
Berdasarkan Tabel 5.13, dapat diketahui bahwa sebanyak 26 sub proses memiliki
skor frekuensi relative sedang terhadap terjadinya keluhan MSDs.
Hasil distribusi skor frekuensi relatif dengan menggunakan metode OWAS
berdasarkan sub proses pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF
AeroAsia Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 5.11 :
Gambar 5.11 Distribusi Skor Frekuensi Relatif Dengan Menggunakan Metode
OWAS Berdasarkan Sub Proses Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW
PT GMF Aeroasia Tahun 2015
9.1% 9.1%
3.6%7.3%
1.8%0.0%
5.5%
0.0%
10.9%
1.8%
1.8%3.6%
0.0%
0.0%
0.0%0.0%
3.6%
0.0%
3.6%
0.0%
9.1% 5.5%
0.0%
3.6%
9.1%
3.6%
1.8%
3.6%
1.8%
0.0%0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Kaki
Lengan
Punggung
126
Berdasarkan gambar 5.11 diketahui bahwa sebesar 10,9% tindakan perbaikan
diprioritaskan pada punggung di proses assembly brake, sebesar 3,6% tindakan
perbaikan diprioritaskan pada lengan diproses cleaning wheel, disassembly brake,
dan assembly brake, serta sebesar 9,1% tindakan perbaikan diprioritaskan pada kaki
diproses disassembly wheel dan assembly wheel.
Hasil distribusi frekuensi prioritas perbaikan terhadap terjadinya keluhan
MSDs pada pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015
dapat dilihat pada tabel 5.14 :
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Prioritas Perbaikan Terhadap Terjadinya
Keluhan MSDs Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF AeroAsia
Tahun 2015 :
No. Prioritas Perbaikan
Keluhan MSDs TOTAL
Ya
N % n %
1. Punggung 27 100% 27 100%
2. Lengan 7 100% 7 100%
3. Kaki 21 100% 21 100%
TOTAL 55 100% 55 100%
Berdasarkan tabel 5.14, dapat disimpulkan bahwa sebesar 27 atau sebesar 49,09%
sub proses kerja dengan skor frekunsi relative tertinggi pada punggung mengalami
adanya keluhan MSDs.
127
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko dari
postur kerja di unit produksi TCW PT GMF AeroAsia dan besarnya tingkat risiko
terjadinya keluhan MSDs sebagai pencegahan terjadinya kasus ini dengan alat
penilaian observasi postur OWAS dan REBA. Penelitian ini memiliki keterbatasan-
keterbatasan, yaitu; Pada beberapa proses kerja terdapat beberapa hambatan seperti
tidak adanya pekerjaan yang dilakukan diproses tersebut diakibatkan oleh belum
dilakukannya inspeksi awal terhadap objek yang akan dikerjakan, sehingga
menyulitkan peneliti saat pengambilan rekaman secara berulang.
B. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pada Pekerja Mekanik Unit TCW di PT. GMF AeroAsia Tahun 2015.
Unit Wheel and Brake yang selanjutnya disebut unit TCW merupakan
salah satu unit di PT. GMF AeroAsia yang bertugas untuk menangani kegiatan
perawatan atau maintenance roda pesawat terbang. Didalam unit TCW memiliki
beberapa proses kerja, diantaranya adalah disassembly wheel, cleaning wheel,
inspeksi bearing, overhaul wheel, assembly wheel, inflation process, disassembly
brake, cleaning brake, assembly brake, dan testing component brake. Pada
128
penelitian ini untuk mengukur dan menilai besarnya tingkat risiko ergonomi
menggunakan dua metode yakni, metode OWAS dan metode REBA, sedangkan
pada pengukuran tingkat keluhan MSDs menggunakan kuesioner Nordic Body Map
(NBM).
Berdasarkan hasil pengukuran dan penilaian tingkat risiko ergonomi pada
proses kerja yang ada di unit TCW PT GMF AeroAsia dengan menggunakan
metode REBA dan OWAS, diketahui bahwa terdapat 4 sub proses di unit TCW yang
memiliki tingkat risiko ergonomi yang berbeda. Perbedaan sub proses tersebut
terdapat diproses pressing tire-disassembly wheel, install nut dan membawa wheel
ke inflation process-assembly wheel, serta torsi komponen bolt pada assembly brake.
Terdapat perbedaan tingkat risiko dengan menggunakan dua metode yakni OWAS
dan REBA, dikarenakan pada metode REBA terdapat pengukuran pada postur leher,
lengan, pergelangan tangan, serta jenis pegangan pada objek yang digunakan
pekerja, sedangkan pada metode OWAS tidak memperhatikan hal tersebut. Metode
REBA pada dasarnya memiliki kelebihan dalam menilai postur lengan secara
spesifik, dan hal tersebut tidak terdapat pada metode OWAS. Pada sub proses
pressing tire, install nut, membawa wheel ke inflation process, serta torsi komponen
bolt postur lengan sangat mempengaruhi pekerjaanya. Dengan adanya pengukuran
lengan yang secara spresifik pada metode REBA, sehingga dapat mempengaruhi
hasil akumulasi pada tingkat risiko ergonomi tersebut.
Berdasarkan hasil penilaian tingkat risiko ergonomi dengan menggunakan
metode OWAS dan REBA diketahui bahwa pekerja dengan sub proses yang
memiliki tingkat risiko ergonomi rendah maupun sangat tinggi kebanyakan yang
129
mengalami tingkat keluhan MSDs yang rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan
teori yang mengatakan bahwa semakin besar tingkat risiko ergonomi seseorang
maka semakin besar pula tingkat keluhan MSDs yang diderita pekerja tersebut.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan MSDs pada
pekerja, seperti usia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di unit TCW, diketahui bahwa
sebanyak 90,09% pekerja memiliki usia muda atau dibawah 30 tahun. Usia atau
umur adalah waktu atau masa hidup seseorang selama masih hidup di dunia yang
dihitung mulai dari seseorang itu dilahirkan. Usia berkaitan dengan kinerja
seseorang tersebut karena pada usia yang meningkat akan diikuti dengan proses
degenerasi dari organ sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun.
Dengan adanya penurunan kemampuan organ, maka hal ini akan menyebabkan
tenaga kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan, dan akhirnya berpotensi
menyebabkan keluhan MSDs (Pheasant, 1991).
Oleh karena itu, peneliti melakukan pengukuran dan penilaian pada
masing-masing postur anggota tubuh yakni, postur leher, postur punggung, postur
lengan, dan postur kaki. Pengukuran dan penilaian postur leher menggunakan
metode REBA, sedangkan untuk pengukuran dan penilaian postur punggung,
lengan, dan kaki menggunakan metode OWAS.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebanyak 3 sub proses atau
sebesar 5,45% pekerja bekerja dengan risiko yang lebih besar yakni dengan postur
leher menunduk lebih dari 200 dan leher dalam keadaan miring yang terdapat pada
sub proses drilling untuk membuka linning, install and tighten piston sleeve, serta
130
install and tighten accessories. Semua atau sebesar 100% pekerja yang bekerja pada
sub proses dengan postur leher menunduk lebih dari 200 dan miring mengalami
adanya keluhan MSDs pada leher.
Keluhan MSDs tertinggi pada leher berada pada sub proses install and
tighten piston sleeve dan install and tighten accessories yang terjadi di assembly
brake. Pada proses install and tighten piston sleeve dan install and tighten
accessories letak ketinggian meja brake berada tidak sejajar dengan ketinggian leher
sehingga membuat pekerja harus menunduk ke bawah dan sedikit miring untuk
melihat dari samping permukaan piston sleeve dan aksesoris yang hendak dipasang
oleh pekerja pada piston assy, sehingga terbentuklah postur janggal pada leher
pekerja. Sikap kerja yang tidak alamiah atau yang disebut dengan postur janggal
adalah sikap kerja yang mampu menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh yang
bergerak menjauhi posisi alamiah. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat
gravitasi tubuh maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan sistem
musculoskeletal (Tarwaka, 2013).
Semua sikap tubuh yang tidak alami atau postur janggal seharusnya
dihindarkan, Untuk tindakan perbaikan yang dapat dilakukan, saran dari peneliti
adalah dengan menyeimbangkan pengaturan waktu kerja dan istirahat yang
seimbang. Karena pada proses assembly brake tidak memungkinkan untuk
dilakukan perubahan desain tempat kerja. Pada proses assembly brake sudah
menggunakan meja sebagai landasan brake, akan tetapi ketinggian meja tersebut
masih membuat pekerja harus menunduk ke bawah. Jika meja kerja tersebut
ditinggikan sejajar dengan tinggi leher, di khawatirkan akan menimbulkan bahaya
131
baru seperti menimbulkan postur janggal pada lengan karena lengan harus bekerja
sengan ketinggian diatas bahu. Sehingga dalam hal ini peneliti menyarankan untuk
menyeimbangkan pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang. Menurut
Grandjean (2000) pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang serta
disesuaikan dengan kondisi pekerjaan dan lingkungan akan dapat mencegah paparan
yang berlebihan terhadap sumber bahaya (Grandjean, 2000). Saran lain yang dapat
diberikan dalam masalah ini adalah sosialisasi training dan pelatihan mengenai
bahaya ergonomi di tempat kerja untuk menghindari berbagi faktor yang dapat
mempengaruhi besarnya tingkat risiko ergonomi yang diterima pekerja. Menurut
Cascio (2003) training adalah program terencana yang di desain untuk
meningkatkan kemampuan individu, grup, maupun suatu lingkaran organisasi.
Training dapat memungkinkan perusahaan untuk dapat memberikan pembelajaran
terhadap pekerja (Cascio, 2003).
Selain melakukan pengukuran pada postur leher, pada penelitian ini juga
melakukan pengukuran pada postur punggung. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, diketahui bahwa sebanyak 4 sub proses atau sebesar 7,39% pekerja
bekerja dengan risiko yang lebih besar yakni dengan postur punggung membungkuk
dan miring lebih dari 200
yang terdapat pada sub proses lubrikasi bearing, drilling
untuk membuka linning, install and tighten piston sleeve, serta install and tighten
accessories.
Sebanyak 100% pekerja pada sub proses dengan postur membungkuk dan
miring lebih dari 200 mengalami keluhan MSDs. Keluhan MSDs tertinggi pada
punggung terdapat pada proses disassembly wheel yakni sebesar 20%. Disassembly
132
wheel merupakan proses awal dari sebuah maintenance roda pesawat. Proses
disassembly wheel terdiri dari membawa wheel menuju pressing tire, pressing tire,
membawa wheel menuju disassembly wheel, membuka baut, memukul ban,
mencungkil dan mengeluarkan velg, lalu memindahkan velg menuju roller conveyer
yang selanjutnya akan masuk ke tahap cleaning. Pada tahap disassembly wheel
semua prosesnya dikerjakan dibawah tanpa menggunakan meja, sehingga pekerja
harus membungkuk karena bekerja diluar zona ketinggian yang aman. karena
menurut NOHSC zona kerja aman dengan ketinggian objek berada pada pada
ketinggian titik tengah paha hingga bahu, atau lebih aman jika berada pada
ketinggian pinggang hingga letak engsel bahu (NIOSH, 2010). Postur janggal
(berlutut, berjongkok dan membungkuk) pada pinggang atau punggung dapat
berisiko menimbulkan kelainan pada punggung dan nyeri pada pinggang (NOHSC,
2005).
Selain bekerja dengan zona aman, penggunaan beban yang berlebih selama
proses kerja berlangsung juga mempengaruhi posisi punggung pekerja. Penggunaan
beban yang berlebihan sehingga membuat pekerja sedikit membungkuk untuk
mendapatkan tenaga lebih selama bekerja dengan beban yang berlebih. Hal ini
sesuai dengan yang dikatakan oleh Adam dan Hutton (2000) membuktikan bahwa
adanya gerakan fleksi yang sedikit pada tulang belakang akan menambah kekuatan,
sehingga keadaan anaerob dalam tubuh dapat dikendalikan (Dwigiarti, 2009).
Menurut Chaffin dalam Rahmawati (2009) bahwa kegiatan mengangkat beban
dengan sering dapat berisiko menimbulkan peradangan di tendon (tendonitis)
(Rahmawati, 2009). Selain itu, frekuensi repetitive aktivitas kerja yang berasal dari
133
kegiatan membuka komponen baut pada velg roda pesawat tersebut. Kegiatan
repetitif ini berlangsung lebih dari enam kali dalam waktu kurang dari satu menit.
Pekerjaan repetitif dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sisa metabolisme
dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasanya terjadi pada tangan atau
lengan bawah ketika melakukan kegiatan berulang, gerakan yang kasar dan kuat
termasuk pekerjaan yang berisiko tinggi (Tarwaka, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebanyak 27 sub proses kerja
yang memiliki tingkat frekuensi relatif yang tertinggi pada postur punggung, dengan
demikian maka postur punggung merupakan prioritas dari tindakan perbaikan.
Aktivitas yang ada pada proses disassembly wheel ini dominan dilakukan dengan
postur janggal membungkuk. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah atau postur
janggal seharusnya dihindarkan. Hal ini bisa dilakukan dengan perubahan pada
postur tubuh untuk menghindari sikap tubuh yang tidak alami. Untuk tindakan
perbaikan yang dapat dilakukan, saran dari penelitin adalah dengan
menyeimbangkan pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang. Karena pada
proses disassembly wheel tidak memungkinkan untuk dilakukan perubahan desain
tempat kerja. Karena menurut Grandjean (2000) pengaturan waktu kerja dan
istirahat yang seimbang serta disesuaikan dengan kondisi pekerjaan dan lingkungan
akan dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya (Grandjean,
2000).
Selain mengukur postur leher, punggung, postur selanjutnya adalah postur
lengan. Postur lengan dilakukan pengukuran dan penilaian dengan menggunakan
metode OWAS. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa
134
sebanyak 9 sub proses yang terdiri dari 10 pekerja, bekerja dengan risiko lengan
yang lebih besar yakni dengan posisi salah satu lengan berada di atas bahu.
Sebanyak 100% pekerja pada sub proses dengan postur salah satu lengan berada di
atas bahu mengalami keluhan MSDs pada lengan.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa keluhan MSDs tertinggi
pada lengan berada pada proses disassembly wheel yakni sebesar 30%. Disassembly
wheel merupakan proses awal dari sebuah maintenance roda pesawat. Proses
disassembly wheel terdiri dari membawa wheel menuju pressing tire, pressing tire,
membawa wheel menuju disassembly wheel, membuka baut, memukul ban,
mencungkil dan mengeluarkan velg, lalu memindahkan velg menuju roller conveyer
yang selanjutnya akan dilanjutkan ke tahap cleaning.
Pada sub proses memukul ban dengan besi posisi lengan pekerja berada di
atas bahu karena pekerja harus melakukan pukulan pada ban tersebut. Postur lengan
pada proses ini yaitu satu lengan berada diatas bahu saat melakukan pemukulan ban
dengan besi. Menurut beberapa ahli bahwa aktivitas yang terdapat postur fleksi atau
abduksi >600 yang disertai atau tidak disertai rotasi pada bahu dan postur tangan
yang terangkat 30-1200 secara repetitive atau dipertahankan berisiko menimbulkan
rotator cuff tendonitis, shoulder tendinitis, dan bicipital tendonitis pada bahu
(NIOSH, 2010). Sedangkan pada sub proses lainnya yang berada pada disassembly
wheel seperti pada membawa wheel, pekerja harus menekukkan pergelangan
tangannya saat membawa wheel sehingga menimbulkan efek fleksi atau ekstensi
pada lengan, seperti hal nya dengan sub proses membuka baut, memukul ban,
135
mecungkil dan mengeluarkan velg yang menggunakan banyak gerakan kedua lengan
selama bekerja, sehingga menimbulkan efek fleksi atau ekstensi pada lengan.
Terjadinya keluhan MSDs pada lengan juga disebabkan oleh penggunaan
beban yang ada dalam proses disassembly wheel. Beban yang digunakan berasal dari
wheel atau roda yang didorong oleh pekerja, dimana roda tersebut memiliki berat
lebih dari 10kg, serta penggunaan tools selama proses kerja berlangsung. Tools yang
digunakan memiliki berat kurang dari 5kg.
Menurut Stanton (2005), berat beban yang kurang dari 5kg tidak memiliki
tingkat risiko. Walaupun beban yang diangkat oleh pekerja tidak berat tapi kegiatan
ini dilakukan secara repetitive dalam kurun waktu kurang dari 1 menit dan memiliki
perubahan gerakan yang cepat dari postur punggung dan bahu (Stanton and Neville,
2005). Pekerjaan repetitive dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sisa
metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasanya terjadi pada
tangan atau lengan bawah ketika melakukan kegiatan berulang, gerakan yang kasar
dan kuat termasuk pekerjaan yang berisiko tinggi (Tarwaka, 2013).Hal ini didukung
oleh Humantech, yang mengatakan bahwa risiko MSDs yang berkaitan dengan berat
beban juga dipengaruhi oleh durasi dan frekuensi beban yang akan ditangani.
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah atau postur janggal seharusnya
dihindarkan. Hal ini bisa dilakukan dengan perubahan pada postur tubuh untuk
menghindari sikap tubuh yang tidak alami. Untuk tindakan perbaikan yang dapat
dilakukan, saran dari penelitin adalah dengan menyeimbangkan pengaturan waktu
kerja dan istirahat yang seimbang. Karena pada proses disassembly wheel tidak
memungkinkan untuk dilakukan perubahan desain tempat kerja. Karena menurut
136
Grandjean (2000) pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang serta
disesuaikan dengan kondisi pekerjaan dan lingkungan akan dapat mencegah paparan
yang berlebihan terhadap sumber bahaya (Grandjean, 2000).
Postur terkahir yang dilakukan pengukuran dan penilaian adalah postur
kaki. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa sebanyak 15
atau sebesar 27,27% sub proses yang telah di observasi, pekerja yang bekerja
dengan risiko kaki lebih besar yakni dengan postur kaki berdiri atau jongkok ≤1500
dan berdiri atau jongkok dengan satu lutut yang membentuk ≤1500. Sebanyak 50%
sub proses yang bekerja dengan postur berdiri atau jongkok dengan satu lutut
membentuk ≤1500 mengalami keluhan MSDs pada kaki.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa keluhan
MSDs tertinggi MSDs pada kaki terdapat di proses cleaning wheel, disassembly
brake, dan assembly brake masing-masing sebesar 9,09%. Pada proses cleaning
wheel, disassembly wheel, dan assembly brake postur kaki berdiri dengan kedua kaki
lebih dari 1500. Meskipun postur berdiri dengan kedua kaki lebih dari 150
0
mempunyai risiko yang lebih kecil daripada postur kaki berdiri atau jongkok ≤1500
dan berdiri atau jongkok dengan satu lutut yang membentuk ≤1500.
Keluhan MSDs pada kaki yang terjadi pada proses cleaning wheel,
disassembly wheel, dan assembly wheel karena waktu yang dibutuhkan untuk proses
tersebut lebih lama daripada proses lainnya. Sehingga kemungkinan keluhan MSDs
dapat muncul pada pekerja yang bekerja dengan postur kaki berdiri dengan kedua
kaki membentuk sudut lebih dari 1500 akibat dari kelelahan tersebut yang
ditimbulkan dari kerja otot statis. Kerja otot statis adalah kerja otot yang tidak
137
bergerak atau dengan kata lain otot hanya diam. Biasanya kerja otot statis akan lebih
cepat mengalami kelelahan dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Karakteristik
kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaa yang dilakukan
(Tarwaka, 2013). Walaupun demikian kerja otot statis tidak bisa di hilangkan dalam
melakukan suatu aktivitas pekerjaan. Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk
melakukan istirahat yang cukup, karena rasa lelah dapat diturunkan dengan
memberikan istirahat yang cukup. Menurut Grandjean (2000) pengaturan waktu
kerja dan istirahat yang seimbang serta disesuaikan dengan kondisi pekerjaan dan
lingkungan akan dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
Setelah melakukan pengukuran dan penilaian pada postur tubuh pekerja,
faktor lain yang diteliti adalah berat beban pada objek yang digunakan oleh pekerja
selama melakukan pekerjaannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
diketahui bahwa sebanyak 22 atau sebesar 40% sub proses yang berada di unit TCW
menggunakan berat beban lebih dari 20kg. Sebanyak 100% pekerja yang bekerja
dengan sub proses yang menggunakan berat beban lebih dari 20kg mengeluhkan
adanya keluhan MSDs pada anggota tubuh mereka. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan, diketahui bahwa dari seluruh proses kerja unit TCW sebanyak 9 sub
proses atau sebesar pada cleaning wheel memiliki risiko lebih besar karena
menggunakan berat beban lebih dari 20kg.
Penggunaan beban dalam proses kerja yang berada di unit TCW berasal
dari wheel dan brake dari pesawat yang hendak dilakukan maintenance di PT GMF
AeroAsia. Beban tersebut memiliki berat lebih dari 20 kg atau sebesar 35kg untuk
masing-masing outer hub dan inner hub. Menurut International Labour Organization
138
(ILO), berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25kg. Ruas tulang belakang
hanya diperbolehkan untuk menanggung beban kurang dari 20 lb atau 9 kg.
Sedangkan pada tangan, siku, bahu, dan kaki hanya diperbolehkan mengangkat
beban kurang dari 10 lb atau 4,5 kg. Beban yang dijepit pada tangan tidak boleh
melebihi dari 2 lb atau 0,9 kg dengan durasi tidak melebihi 10 detik dan durasi pada
kaki tidak boleh dilakukan lebih dari 30% jam kerja selama satu hari. Frekuensi
pengangkutan beban pada ruas tulang belakang tidak boleh melebihi 2x per menit
dan untuk tangan atau pergelangan tangan tidak melebihi 30x per menit
(Humantech, 1995). Menurut Chaffin dalam Rahmawati (2009) bahwa kegiatan
mengangkat beban dengan sering dapat berisiko menimbulkan peradangan di tendon
(Rahmawati, 2009).
Untuk tindakan perbaikan yang dapat dilakukan yakni dengan
menggunakan alat bantu saat manual handling. Dengan menggunakan alat bantu
dapat mengurangi berat beban yang diterima oleh pekerja. Karena prinsip dalam
ergonomi adalah beban tambahan akibat lingkungan sebaikanya ditekan menjadi
sekecil kecilnya. Selain pengunaan alat bantu saat manual handling, saran lain yang
dapat dilakukan yakni dengan menyeimbangkan pengaturan waktu kerja dan
istirahat yang seimbang. Karena tidak memungkinkan untuk merubah desain kerja
pada aktivitas ini. Karena menurut Grandjean (2000) pengaturan waktu kerja dan
istirahat yang seimbang serta disesuaikan dengan kondisi pekerjaan dan lingkungan
akan dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
Meskipun seorang pekerja yang memiliki tingkat risiko ergonomi rendah
maupun tinggi kebanyakan yang memiliki tingkat keluhan MSDs yang rendah, akan
139
tetapi saat dilakukan analisis dari masing-masing postur leher, punggung, lengan,
dan kaki serta beban yang digunakan selama pekerja melakukan aktivitas tersebut
ada kecendrungan yang dilihat berdasarkan dengan postur yang memiliki risiko
lebih besar dari postur lainnya yang menyebabkan terjadinya keluhan MSDs pada
pekerja mekanik unit produksi TCW PT GMF AeroAsia.
140
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pekerja mekanik di
unit TCW PT GMF AeroAsia dapat disimpulkan bahwa :
1. Pekerja yang memiliki tingkat risiko ergonomi rendah memiliki tingkat keluhan
MSDs yang rendah.
2. Terdapat empat sub proses yang memiliki tingkat risiko yang berbeda yakni pada
sub proses pressing tire-disassembly wheel dimana pada REBA memiliki tingkat
sedang pada OWAS rendah; install nut-assembly wheel dimana pada REBA
memiliki tingkat tinggi pada OWAS sedang; membawa wheel ke inflation
process-assembly wheel dimana pada REBA memiliki tingkat sedang pada
OWAS rendah; serta torsi komponen bolt pada assembly brake dimana pada
REBA memiliki tingkat rendah pada OWAS sedang.
3. Keluhan tertinggi pada leher terdapat di proses assembly brake, keluhan tertinggi
pada punggung terdapat di proses disassembly wheel, keluhan tertinggi pada
lengan terdapat di proses disassembly wheel, dan keluhan tertinggi pada kaki
terdapat di proses assembly brake.
4. Semua sub poses yang bekerja dengan postur leher menunduk lebih dari 200 dan
miring mengalami adanya keluhan MSDs pada leher.
141
5. Semua sub proses yang bekerja dengan postur punggung membungkuk dan
miring lebih dari 200 mengalami keluhan MSDs pada punggung.
6. Semua sub proses yang bekerja dengan postur satu lengan berada di atas bahu
mengalami keluhan MSDs pada lengan.
7. Sebagian besar sub proses yang bekerja dengan postur berdiri atau jongkok
dengan satu lutut membentuk sudut ≤1500 mengalami keluhan MSDs pada kaki.
8. Seluruh pekerja yang bekerja pada sub proses yang menggunakan berat beban
lebih dari 20kg mengalami adanya keluhan MSDs.
9. Postur punggung merupakan anggota tubuh yang memiliki prioritas perbaikan di
27 sub proses kerja, dan dari 27 sub proses kerja tersebut mengalami keluhan
MSDs.
B. Saran
1. Perusahaan
Dianjurkan bagi perusahaan adalah dengan menerapkan pengendalian bahaya
ergonomi yang meliputi; Modifikasi pekerjaan dengan meninggikan landasan
kerja atau meja kerja, serta memberikan training kepada pekerja terhadap faktor
risiko ergonomi.
2. Pekerja
Saran bagi pekerja adalah memodifikasi cara kerja dengan cara :
a. Mengurangi gerakan postur janggal pada anggota tubuh pekerja, seperti:
142
1) Mengurangi gerakan atau postur miring dengan menghilangkan
jangkauan horizontal yang besar seperti yang terdapat pada sub proses
pressing tire, mendorong tire, membuka seluruh bolt, memukul ban
dengan besi, mencungkil velg, mengeluarkan velg, mencuci dan menyikat
velg, merontokkan sisa primer, inpeksi bearing, measuring bolt hole,
membawa hub, membersihkan primer, install tire, install hub to tire,
install bolt, install core, memindahkan komponen heatsink, drilling,
membuang cairan skydroll, membersihkan komponen brake, install and
tighten piston sleeve, install and tighten accessories , memindahkan
complete piston, install complete brake assy.
2) Menaruh dan menyimpan semua objek kerja pada ketinggian posisi kerja
seperti yang terdapat pada sub proses membuka semua bolt, merontokkan
sisa primer, measuring bolt hole, membawa hub, install tire, install bolt,
drilling, membersihkan komponen brake, install and tighten piston
sleeve, install and tighten accessories.
3) Mengurangi postur berputar dengan menaruh semua objek kerja didepan
tubuh pekerja seperti yang terdapat pada sub proses memberikan pelumas
pada bearing, drilling, install and tighten piston sleeve, install and
tighten accessories.
4) Mengurangi postur menjangkau dengan menaruh peralatan atau objek
kerja yang berat sedekat mungkin dengan tubuh pekerja, usahakan
memegang objek kerja dengan tubuh pekerja dan mengusahakan pekerja
dapat mengitari objek kerja sehingga pekerja leluasa mengjangkaunya,
143
5) Mengurangi penggunaan gaya saat menaikkan atau menurunkan objek
kerja dengan menaikkan ketinggian objek kerja.
b. Melakukan istirahat yang seimbang dan cukup saat bekerja.
144
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, C. 1997. Elements of Ergonomics Programs A Primer Based on Workplace
Evaluations of Musculoskeletal Disorders, America, U.S. Departement of Health
and Human Services.
Aryanto, P. D. 2008. Gambaran Risiko Ergonomi Terhadap WMSDs Pada Pekerja PT.
X Tahun 2008. Universitas Indonesia.
Bridger, R. S. 1995. Introduction to Ergonomics, Singapore, mcGraww Hill, Inc.
Bukhori, E. 2010. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan Dengan Terjadinya Keluhan
Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Tukang Angkut Beban Penambang
Emas Di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak Tahun 2010. UIN Syahid
Jakarta.
Cascio, W. F. 2003. Managing Human Resources, Colorado Mc Graw - Hill.
CCOHS. 2015. Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs). Diakses Dari:
http://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/rmirsi.html [Accessed 23 Maret 2015].
Dwigiarti, A. 2009. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Aspek Pekerjaan Di
Bagian Assembling G-Line Pada Pekerja Instrumen Panel PT Indomobil Suzuki
International Plant Tambun II Bekasi Tahun 2009. UIN Syarif Hidayatullah.
Grandjean, E. 2000. Fitting The Task to The Man. A Textbook of Occupational
Ergonomics, London, Taylor & Francis.
Grzybowska, K. 2010. An OWAS-Based Analysis of Storekepeer Workloads. Logistics
and Transport.
Hignett & Mcatamney 2009. REBA Employee Assessment Worksheet: Based on
Technical Note: Rapid Entire Body Assessment (REBA), Applied Ergonomics
31 201-205.
Humantech 1995. Applied Ergonomics Manual, Chaffind and Wiley & Sons Inc.
ILO. 2013. The Prevention of Occupational Diseases [Online]. Diakses Dari:
www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/wcms_204755.pdf.
Karhu, O., Harkonen, R., Sorvaii, P. & Vepsalainen, P. 1985. Observing Working
Posture In Industry : Examples of OWAS Application. Applied Ergonomics.
145
Kurniawati, I. 2009. Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi Terhadap Keluhan MSDs Pada
Pekerja di PT. X Tahun 2009. Universitas Indonesia.
MacLeod, D. 1999. The Ergonomic Edge : Inproving safety, Quality, and
Produktivity.
Maijunidah, E. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan Muskuloskeletal
Disorders (MSDs) Pada Pekerja Assembling PT. X Bogor Tahun 2010. UIN
Syahid Jakarta.
Mariana, E. 2010. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Pada Proses Produksi Catering Di
CV. Pundi Berkat Jati Makmur Bekasi Tahun 2010. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
NIOSH. 2010. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors : A Critical Review of
Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of The
Neck, Upper Extremity, and Low Back [Online]. US Department of Health and
Human Service, Public Health Service Centrefor Disease and Prevention.
NOHSC. 2005. National Code of Practice for Manual Handling [Online].
Oliveira, Nogueira, Diniz & Barbieri 2012. Psychososial Indicators Among Aircraft
Maintenance Workers With And Without Neck And Shoulder Musculoskeletal
Symptoms. Pubmed.gov.
OSHA. 2002. Ergonomi : The Study of Work. US Departement of Labor Occupational
Safety and Health Administration OSHA 3125.
Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work, and Health, USA, Aspen Publiser Inc.
Piedrahita, H. 2006. International Journal of Occupational Safety and Ergonomics
(JOSE) 2006 : Costs of Work-Related Musculoskeletal Disorders (MSDs) in
Developing Countries : Colombia Case. Lulea University.
Pollock, C. M. & Straker, L. M. 1993. Ergonomics in a Changing World, Perth,
Australia.
Rahmawati, S. 2009. Analisa Tingkat Risiko Terjadinya Muskuloskeletal Disorders
(MSDs) Pada Aktivitas Pekerjaan di Unit Produksi Donat Pd. Safari Donat
Tahun 2009. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
146
Selvianti, R. 2009. Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Terhadap Keluhan MSDs Di
PT. X Tahun 2009. Universitas Indonesia.
Siagian, M. E. 2014. Analisis Faktor Risiko Work Related Muskuloskeletal Disorders
(WMSDs) Pada Pekerja PT. Arwana Anugerah Keramik Tbk Ogan Ilir Tahun
2014. Universitas Sriwijaya.
Stanton & Neville 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methode USA,
CRC Press
Tarwaka 2013. Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan Aplikasi Di Tempat Kerja,
Surakarta.
Peter Vi. 2000. Musculoskeletal Disorders.
http://www.csao.org/uploadfiles/magazine/vol.11no3/musculo.html
USA Departemen of Labour and Industries - Workplace Health and Safety Buletin :
Lifting and Handling Loads - Part 2 Assessing Ergonomic Hazards : 2005
[Online].
147
LAMPIRAN
148
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum wr. wb
Dengan hormat,
Bersama kuisioner ini, saya selaku dari Mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ingin melakukan penelitian terkait “Gambaran Tingkat Risiko
Ergonomi Terhadap Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada
Pekerja Mekanik di Unit TCW PT GMF AeroAsia Tahun 2015”. Saya berharap
kepada responden agar meluangkan waktu nya untuk mengisi kuesioner ini dengan
baik dan tepat. Mohon maaf apabila ada kekurangan dalam penyajian kuisioner ini.
Terima kasih.
CP : daily lintang – 085692480515
Tangerang, Juni 2015
Hormat saya,
(Daily Lintang Anggraeni)
Petunjuk pengisian :
Berikan tanda checklist (√ ) pada jawaban yang anda pilih
Isilah dengan benar mengenai data pribadi responden
Data Pribadi Responden
Nama : ………………………………………………..
Tempat & Tanggal Lahir : ………………………………………………..
Usia : ………… Tahun
No. Telepon : ……………………………………………….
Proses Kerja : ……………………………………………….
149
KUESIONER KELUHAN MSDs
No Pertanyaan Iya Tidak Keterangan
1. Apakah anda merasakan adanya keluhan
berupa nyeri, rasa tidak nyaman pada anggota
tubuh ?
2. Apakah keluhan tersebut dirasakan setelah
bekerja sebagai mekanik?
3. Terletak dimanakah keluhan tersebut? (NBM)
4. Sudah berapa lama anda merasakan keluhan
tersebut?
5. Apakah selama 1 tahun merasakan keluhan di
angota tubuh tersebut?
6. Apakah selama 1 bulan terakhir merasakan
keluhan di anggota tubuh tersebut?
7. Apakah selama 1 minggu terakhir merasakan
keluhan di anggota tubuh tersebut?
8. Nyeri atau sakit yang dirasakan sering timbul
setiap bulan atau seminggu sekali?
9. Apakah anda pernah mengalami kecelakaan?
10. Apakah anda pernah mengalami kecelakaan
akibat kerja?
Jika iya, di anggota tubuh bagian mana?
Berapa minggu/bulan/tahun yang lalu?
11. Apakah anda pernah menjalani operasi?
Jika iya, di bagian anggota tubuh yang mana?
Berapa minggu/bulan/tahun yang lalu?
150
SKALA I:
1 2 3 4
Sumber : Wong-Baker Pain Intensity scale
Keterangan :
1. Tidak Sakit
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
151
Lembar Observasi OWAS
Nama Pekerja :
Usia :
Masa Kerja :
Sub Proses :
Postur Gambar Postur Pekerja
Posisi Punggung
Posisi 1 : Lurus / tegak (<20
o)
Posisi 2 : Bungkuk ke depan (>20o)
Posisi 3 : Miring ke samping (miring >20o)
Posisi 4 : Bungkuk ke depan & miring ke samping
Posisi Lengan
Posisi 1 : Kedua tangan dibawah bahu
Posisi 2 : Satu tangan pada atau diatas bahu
Posisi 3 : Kedua tangan pada atau diatas bahu
Posisi Kaki
Posisi 1 : Duduk
Posisi 2 : Berdiri kedua kaki >1500
Posisi 3 : Berdiri satu kaki >1500
Posisi 4 : Berdiri / jongkok kedua lutut ≤150o
Posisi 5 : Berdiri / jongkok satu lutut ≤1500
Posisi 6 : Berlutut satu atau dua lutut
Posisi 7 : Berjalan atau bergerak
Beban
Skor 1 : berat <10kg
Skor 2 : berat 10-20kg
Skor 3 : >20kg
Tingkat Risiko
Frekuensi Relatif
152
Tabel OWAS
Tabel Frekuensi Relatif
Punggung
Punggung lurus/tegak 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Punggung membungkuk 2 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3
Punggung memuntir 3 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3
Punggung membungkuk & memuntir 4 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4
Lengan
Kedua lengan dibawah bahu 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Satu lengan diatas bahu 2 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3
Kedua lengan diatas bahu 3 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3
Kaki
Duduk 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
Berdiri kedua kaki lurus 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2
Berdiri dengan satu kaki ditekuk 3 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3
Berdiri sedikit jongkok dengan kedua lutut 4 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4
Berdiri atau jongkok satu lutut 5 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4
Berlutut pada satu atau dua lutut menyentuh lantai 6 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3
Berjalan/bergerak 7 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2
FREKUENSI RELATIF
(%)
≤
10
%
≤
20
%
≤
30
%
≤
40
%
≤
50
%
≤
60
%
≤
70
%
≤
80
%
≤
90
%
≤
100
%
153
LEMBAR OBSERVASI REBA
Nama Pekerja :
Usia :
Masa Kerja :
Grup A
Postur Gambar Postur Pekerja
Badan
Skor 1 = lurus
Skor 2 = ekstensi/fleksi <200
Skor 3 = fleksi 20=600
Skor 4 = fleksi >600
Skor +1 jika miring/memutar
Leher
Skor 1 = Fleksi / Ekstensi <200
Skor 2 = Fleksi / Ekstensi >200
Skor +1 = Memutar / Miring
Kaki
Skor 1 = kaki tertopang, bobot tersebar
merata jalan atau duduk
Skor 2 = kaki tidak tertopang/postur tidak
stabil
Skor +1 = jika lutut antara 30o - 60
o flexion
Skor +2 = Jika lutut >60o flexion tidak
ketika duduk
Beban
Skor 0 = <5kg
Skor 1 = 5-10kg
Skor 2 = >10kg
Skor +1 = Ada pembebanan secara
tiba-tiba
154
Grup B
Postur Gambar Postur Pekerja
Postur Lengan Atas
Skor 1 = 0-20° Fleksi/
Ekstensi
Skor 2 = > 20° ekstensi /
20-45° Fleksi
Skor 3 = 45-90° Fleksi
Skor 4 = >90° Fleksi
Skor +1 = Lengan adducted atau
rotated
Skor +1 = Bahu ditinggikan
Skor +1 = Bersandar bobot lengan
ditopang sesuai gravitasi
Postur Lengan Bawah
Skor 1 = 60°-100° Fleksi Atau
Ekstensi
Skor 2 = <20° Fleksi Atau >100°
Ekstensi
Postur Pergelangan Tangan
Skor 1 = 0°-15° Fleksi atau Ekstensi
Skor 2 = >15° Fleksi Atau Ekstensi
Skor +1 = Jika tangan memutar ke
kanan/kiri
Pegangan
Skor 1 = Pegangan pas
Skor 2 = Pegangan dapat diterima
tidak ideal
Skor 3 = Pegangan tangan tidak bias
diterima walau mungkin
Skor 4 = Dipaksakan pegangan yang
tidak aman
155
Tabel Skor A
Punggung Leher
1 2 3
Kaki 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Beban
0 1 2 +1
<5 Kg 5 – 10 Kg >10 Kg Penambahan beban secara tiba – tiba
Tabel Skor B Lengan bawah
Lengan atas Pergelangan 1 2
1 2 3 1 2 3
1 1 2 3 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
Pegangan
0 – Good 1 – Fair 2 – Poor 3 – Unacceptable
pegangan pas dan tepat
ditengah, genggaman
kuat
pegangan tangan bisa
diterima tapi tidak ideal
pegangan tangan tidak bias
diterima walau
memungkinkan
dipaksakan
pegangan yang
tidak aman
Tabel Skor C
Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Skor B
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity score
+1 = jika 1 atau lebih
bagian tubuh statis,
ditahan lebih dari 1 menit
+1 = jika ada pengulangan gerakan dalam
rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4
kali per menit (tidak termasuk berjalan)
+1 = jika gerakan menyebabkan
perubahan atau pergeseran postur
yang cepat dari posisi awal
156
1. Analisis Univariat
KatOWAS * KatMSDsbaru Crosstabulation
KatMSDsbaru
Total 1 2
KatOWAS 1 Count 5 1 6
% within KatOWAS 83.3% 16.7% 100.0%
2 Count 21 4 25
% within KatOWAS 84.0% 16.0% 100.0%
3 Count 21 2 23
% within KatOWAS 91.3% 8.7% 100.0%
4 Count 1 0 1
% within KatOWAS 100.0% .0% 100.0%
Total Count 48 7 55
% within KatOWAS 87.3% 12.7% 100.0%
KatREBAA * KatMSDsbaru Crosstabulation
KatMSDsbaru
Total
1 2
KatREBAA 1 Count 4 1 5
% within KatREBAA 80.0% 20.0% 100.0%
2 Count 21 4 25
% within KatREBAA 84.0% 16.0% 100.0%
3 Count 22 2 24
% within KatREBAA 91.7% 8.3% 100.0%
4 Count 1 0 1
% within KatREBAA 100.0% .0% 100.0%
Total Count 48 7 55
% within KatREBAA 87.3% 12.7% 100.0%
Katumur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid muda 50 90.9 90.9 90.9
tua 5 9.1 9.1 100.0
Total 55 100.0 100.0
157
KatREBAA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 5 9.1 9.1 9.1
2 25 45.5 45.5 54.5
3 24 43.6 43.6 98.2
4 1 1.8 1.8 100.0
Total 55 100.0 100.0
KatOWAS
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 6 10.9 10.9 10.9
2 25 45.5 45.5 56.4
3 23 41.8 41.8 98.2
4 1 1.8 1.8 100.0
Total 55 100.0 100.0
skorleher * Kelleher Crosstabulation
Kelleher
Total Ya tidak
skorleher 1 Count 1 2 3
% within skorleher 33.3% 66.7% 100.0%
2 Count 19 30 49
% within skorleher 38.8% 61.2% 100.0%
3 Count 3 0 3
% within skorleher 100.0% .0% 100.0%
Total Count 23 32 55
% within skorleher 41.8% 58.2% 100.0%
skorpunggung * Kelpunggung Crosstabulation
Kelpunggung
Total ya tidak
Skorpunggung
1 Count 11 1 12
% within skorpunggung 91.7% 8.3% 100.0%
2 Count 38 1 39
% within skorpunggung 97.4% 2.6% 100.0%
4 Count 4 0 4
% within skorpunggung 100.0% .0% 100.0%
Total Count 53 2 55
% within skorpunggung 96.4% 3.6% 100.0%
158
skorlengan * Kellengan Crosstabulation
Kellengan
Total Ya Tidak
Skorlengan 1 Count 33 12 45
% within skorlengan 73.3% 26.7% 100.0%
2 Count 10 0 10
% within skorlengan 100.0% .0% 100.0%
Total Count 43 12 55
% within skorlengan 78.2% 21.8% 100.0%
skorkaki * Kelkaki Crosstabulation
Kelkaki
Total ya Tidak
Skorkaki 1 Count 0 1 1
% within skorkaki .0% 100.0% 100.0%
2 Count 16 11 27
% within skorkaki 59.3% 40.7% 100.0%
3 Count 1 0 1
% within skorkaki 100.0% .0% 100.0%
4 Count 1 12 13
% within skorkaki 7.7% 92.3% 100.0%
5 Count 1 1 2
% within skorkaki 50.0% 50.0% 100.0%
6 Count 2 0 2
% within skorkaki 100.0% .0% 100.0%
7 Count 1 8 9
% within skorkaki 11.1% 88.9% 100.0%
Total Count 22 33 55
% within skorkaki 40.0% 60.0% 100.0%
skorbeban * KelUmumMSDs Crosstabulation
KelUmumMSDs
Total Ya
skorbeban 1 Count 30 30
% within skorbeban 100.0% 100.0%
2 Count 3 3
% within skorbeban 100.0% 100.0%
3 Count 22 22
% within skorbeban 100.0% 100.0%
Total Count 55 55
% within skorbeban 100.0% 100.0%
159
skorbeban * KatMSDsbaru Crosstabulation
KatMSDsbaru
Total 1 2
skorbeban 1 Count 27 3 30
% within skorbeban 90.0% 10.0% 100.0%
2 Count 3 0 3
% within skorbeban 100.0% .0% 100.0%
3 Count 18 4 22
% within skorbeban 81.8% 18.2% 100.0%
Total Count 48 7 55
% within skorbeban 87.3% 12.7% 100.0%
Skorfrekrelatif
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid punggung 27 49.1 49.1 49.1
lengan 7 12.7 12.7 61.8
kaki 21 38.2 38.2 100.0
Total 55 100.0 100.0
Skorfrekrelatif * KelUmumMSDs Crosstabulation
KelUmumMSDs
Total ya
Skorfrekrelatif punggung Count 27 27
% within Skorfrekrelatif 100.0% 100.0%
lengan Count 7 7
% within Skorfrekrelatif 100.0% 100.0%
kaki Count 21 21
% within Skorfrekrelatif 100.0% 100.0%
Total Count 55 55
% within Skorfrekrelatif 100.0% 100.0%
160
katumur * KatMSDsbaru Crosstabulation
KatMSDsbaru
Total 1 2
Katumur muda Count 44 6 50
% within katumur 88.0% 12.0% 100.0%
tua Count 4 1 5
% within katumur 80.0% 20.0% 100.0%
Total Count 48 7 55
% within katumur 87.3% 12.7% 100.0%
katmasakerja * KatMSDsbaru Crosstabulation
KatMSDsbaru
Total 1 2
katmasakerja baru Count 42 4 46
% within katmasakerja 91.3% 8.7% 100.0%
lama Count 6 3 9
% within katmasakerja 66.7% 33.3% 100.0%
Total Count 48 7 55
% within katmasakerja 87.3% 12.7% 100.0%
161
Proses Kerja Di Unit TCW PT GMF AeroAsia
A. DisAssembly Wheel
1.Membawa ban ke area press
(20 detik)
2. Pressing tire main wheel
(55 detik)
3. Pressing tire nose wheel
(10 detik)
4. Mendorong ban menuju
disassembly area (10 detik)
5. Membuka semua bolt
(40 detik)
6. Memukul ban dengan besi
(10 detik)
7. Mencungkil velg
(12 detik)
8. Mengeluarkan velg
(6 detik)
9. Mengangkat velg
(55 detik)
10. Memindahkan velg menuju
cleaning area (80 detik)
11. Memindahkan velg menuju
cleaning area (80 detik)
162
B. Cleaning Wheel
1. Mencuci & menyikat velg
(240 detik)
2. Mencuci & menyikat velg
(240 detik)
3. Mencuci & menyikat velg
(240 detik)
4. Stripping
(360 detik)
5. Stripping
(360 detik)
6. Memindahkan velg
(76 detik)
7. Merontokkan sisa primer
(750 detik)
8. Merontokkan sisa primer
(750 detik)
9. Merontokkan sisa primer
(750 detik)
10. Membilas dengan air bersih
(117 detik)
163
C. Inspeksi Bearing
1. Inspeksi bearing
(95 detik)
2. Lubrikasi
(45 detik)
3. Lubrikasi
(45 detik)
D. Overhaul Wheel
1. measuring bolt hole
(6 detik)
2. membawa hub
(40 detik)
3. install accessories
(40 detik)
4. membersihkan sisa primer
(180 detik)
5. membawa tire ke assembly area
(30 detik)
164
E. Assembly Wheel
1. Install tire
(50 detik)
2. Install hub to tire
(30 detik)
3. Install bolt
(30 detik)
4. Install nut
(40 detik)
5. Menyamakan nilai momentum
(4 detik)
6. Membawa wheel ke inflation
(15 detik)
F. Inflation Process
1. Install core
(15 detik)
2. Fill with dry nitrogen
(90 detik)
165
G. Disassembly Brake
1. Membuka bolt
(120 detik)
2. Menahan bolt
(120 detik)
3. Memindahkan komponen
(15 detik)
4. Drilling
(360 detik)
5. Drilling
(360 detik)
6. Drilling
(360 detik)
7. Membuang cairan skydroll
(120 detik)
H. Cleaning Brake
1. Membersihkan komponen
(400 detik)
2. Membersihkan komponen
(400 detik)
166
I. Assembly Brake
1. Install & tighten piston sleeve
(40 detik)
2. Install & tighten piston sleeve
(40 detik)
3. Install & tighten piston sleeve
(40 detik)
4. Install & tighten piston sleeve
(40 detik)
5. Install & tighten accessories
(15 detik)
6. Install & tighten accessories
(15 detik)
7. Torsi bolt
(5 detik)
8. Memindahkan complete piston
(67 detik)
9. Install complete brake assy
(90 detik)
10. Install complete brake assy
(90 detik)
11. Locking wire of bolt
(120 detik)
12. Testing komponen
(450 detik)
167
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Leher Dengan Menggunakan Metode OWAS
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
1. Disasssembly Wheel
2. Cleaning Wheel
2% 1.8% 3.6%0.0% 1.8% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
18.1% 16.4%
0.0%10.9% 9.1%
3.6%9.1%
3.6%
12.7%
1.8%
0%0%
0%
0% 0%
0%
0%
0%
0%
0%0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring +
Memutar
Menunduk <20 + Miring +
Memutar
Menunduk >20 + Miring
0% 0%
2%
0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
1.8% 1.8%
0.0%
1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8%
3.6%0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring +
MemutarMenunduk <20 + Miring +
MemutarMenunduk >20 + Miring
Menunduk <20 + Miring
Menunduk/Ekstensi >20
0% 0%2%
0% 0%
5.5%3.6% 0.0%
5.5%
1.8%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
2%
4%
6%
Mencuci &
Menyikat
Stripping Memindahkan
velg
Merontokkan
sisa cat
Membilas
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring +
MemutarMenunduk <20 + Miring +
MemutarMenunduk >20 + Miring
Menunduk <20 + Miring
168
3. Inspeksi Bearing
4. Overhaul Wheel
5. Assembly Wheel
6. Inflation Proccess
0% 0%1.8% 1.8%0% 0%
-1%
1%
3%
5%
Inspeksi Bearing Memberikan Pelumas
Per
sen
tase
Su
b
Pro
ses
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring +
MemutarMenunduk <20 + Miring +
MemutarMenunduk >20 + Miring
0% 0% 0% 0% 0%
1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8%
0% 0% 0% 0% 0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Measuring bolt
hole
Menurunkan hub Install accessories Membersihkan
sisa cat
Membawa tirePer
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring +
Memutar
Menunduk <20 + Miring +
Memutar
Menunduk >20 + Miring
Menunduk <20 + Miring
0% 0% 0% 0% 0%
2%1.8% 1.8% 1.8% 1.8% 1.8%
0.0%0% 0% 0% 0% 0% 0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Install tire Install hub to
tire
Install bolt Install nut Menyamakan
nilai
Membawa
wheel
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring +
MemutarMenunduk <20 + Miring +
MemutarMenunduk >20 + Miring
Menunduk <20 + Miring
Menunduk/Ekstensi >20
0% 0%
1.8% 1.8%
0% 0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Install core Fill with dry nitrogen
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring +
MemutarMenunduk <20 + Miring +
MemutarMenunduk >20 + Miring
Menunduk <20 + Miring
169
7. Disassembly Brake
8. Cleaning Brake
9. Assembly Brake
10. Testing Component
2% 2% 2% 2% 2%
0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%0% 0% 0% 0% 0%0% 0% 0%
2%
0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Membuka nut Menahan bolt Memindahkan
komponen
Drilling Membuang
skydroll
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring +
MemutarMenunduk <20 + Miring +
MemutarMenunduk >20 + Miring
Menunduk <20 + Miring
3.6%
0%
1%
3%
5%
Membersihkan komponen
Per
sen
tase
Su
b
Pro
ses
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring
+ Memutar
Menunduk <20 + Miring
+ Memutar
0% 0% 0% 0% 0% 0%
3.6%
0.0%
1.8% 1.8% 1.8% 1.8%
0%
0%
0% 0% 0% 0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
Install piston Install
accessories
Torsi komponen Memindahkan
complete piston
Install complete
brake
Locking wire of
bolt
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses kerja
Menunduk >20 + Miring +
MemutarMenunduk <20 + Miring +
MemutarMenunduk >20 + Miring
Menunduk <20 + Miring
Menunduk/Ekstensi >20
Menunduk <20
1.8%0%
Memompa tuas tekanan
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Menunduk >20 + Miring +
Memutar
Menunduk <20 + Miring +
Memutar
Menunduk >20 + Miring
Menunduk <20 + Miring
170
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Postur Punggung Dengan Menggunakan Metode OWAS
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
1. DisassemblyWheel
2. Cleaning Wheel
1.81%3.63%
0% 0%
5.45%
0%
7.27%
0%3.63%
1.81%
18.10%16.36%
1.81%
10.90%
5.45%
3.63%
1.81%
3.63%
9.09%
0
0% 0%
1.81%
0% 0%
0%
1.81%
0%
3.63%
00%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
0%
1.81%
0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
1.81%
0%
1.81% 1.81% 1.81% 1.81% 1.81% 1.81% 1.81%
3.63%0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
1.81% 1.81%
5.45%
3.63%
5.45%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
Mencuci &
menyikat velg
Pemberian
soda api
(Stripping)
Memindahkan
velg dengan
crane
Merontokkan
sisa cat yang
menempel
Membilas
dengan air
bersih
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
171
3. Inspeksi Bearing
4. Overhaul Wheel
5. Assembly Wheel
6. Inflation Process
1.81% 1.81%0%1%2%3%4%5%
Inspeksi Bearing Memberikan pelumas / lubrikasi
pada bearing
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
1,81% 1,81%1.81%
3.63%
1.81%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Measuring bolt
hole
Memindahkan
hub dari painting
area
Install accessories Membersihkan
sisa-sisa primer
Membawa tire ke
assembly area
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
1,81% 1.81% 1.81%1.81% 1.81% 1,81%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Install tire Install hub to
tire (O/B)
Install bolt Install nut Menyamakan
nilai
momentum pada nut
Membawa
wheel ke
inflation process
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
1.81% 1,81%0%
1%
2%
3%
4%
5%
Inspeksi Bearing Memberikan pelumas / lubrikasi pada
bearing
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
172
7. Disassembly Brake
8. Cleaning Brake
9. Assembly Brake
10. Testing Brake
1,81% 1,81%1,81% 1,81% 1,81%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Membuka nut pada
brake dengan
menggunakan gun
Menahan baut Memindahkan
komponen heatsink
ke dalam peti kemas secara manual
Drilling untuk
membuka linning
Membuang cairan
skydroll dari piston
housing
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
3.63%
0%1%2%3%4%5%
Membersihkan komponen piston pada brake dengan sabun khususPer
sen
tase
Su
b
Pro
ses
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
1,81% 3,63% 1.81%
3.63%
1,81%
1.81%
1.81%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
Install and
tighten piston
sleeve
Install and
tighten
accessories
Torsi Komponen
Bolt dengan
torque wrench
Memindahkan
complete piston
housing ke heat sink assy
Install complete
brake assy
Locking wire of
bolt
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
1.81%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Memompa tuas tekanan hidrolik yang berada pada testing komponenPer
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Membungkuk & Miring
Miring
Membungkuk
Tegak
173
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Postur Lengan Dengan Menggunakan Metode OWAS Pada
Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
1. Disassembly Wheel
2. Cleaning Wheel
16.36%14.54%
3.63%
10.90% 10.90%
3.63%
7.27%
3.63%
10.90%
1.81%
3.63%
3.63%
1.80%
0% 0%
0%
5.45%
0%
5.45%
0%
0%0%
0%
0% 0%
0%
0%
0%
0%
0%0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
senta
se S
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahu
Satu lengan diatas bahu
Kedua lengan dibawah bahu
1.81% 1.81% 1.81% 1.81% 1.81%
0.00%
1.81% 1.81%
0.00%
1.81%
0.00% 0.00% 0.00% 0% 0%
2%
0.00% 0%
1.81%
0%0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0%
1%
2%
3%
4%
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahu
Satu lengan diatas bahu
Kedua lengan dibawah bahu
5.45%3.63%
0.00%
5.45%
0.00%
0.00%
0.00%
1.81%
0.00%
1.81%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
2%
4%
6%
Mencuci &
Menyikat
Stripping Memindahkan
velg
Merontokkan
sisa cat
Membilas
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahuSatu lengan diatas bahu
174
3. Inspeksi Bearing
4. Overhaul Wheel
5. Assembly Wheel
6. Inflation Process
1.81% 1.81%
0.00% 0.00%0% 0%
0%
2%
4%
Inspeksi Bearing Memberikan Pelumas
Per
sen
tase
Su
b
Pro
ses
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahu
1.81%
3.63%
1.81% 1.81% 1.81%
0.00%
0.00%
0.00% 0.00% 0.00%0%
0%
0% 0% 0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Measuring bolt
hole
Menurunkan hub Install accessories Membersihkan sisa
primer
Membawa tire
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahuSatu lengan diatas bahuKedua lengan dibawah bahu
1.81% 1.81% 1.81% 1.81% 1.81% 1.81%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%0% 0% 0% 0% 0% 0%
0%
1%
2%
3%
4%
Install tire Install hub to
tire
Install bolt Install nut Menyamakan
nilai
momentum
Membawa
wheel
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahuSatu lengan diatas bahuKedua lengan dibawah bahu
1.81% 1.81%
0.00% 0.00%0% 0%
0%
1%
2%
3%
4%
Install core Fill dry nitrogenPer
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahu
Satu lengan diatas bahu
175
7. Disassembly Brake
8. Cleaning Brake
9. Assembly Brake
10. Testing Brake
1.81%
0.00%
1.81% 1.81% 1.81%
0.00%
1.81%
0.00%
1.81%
0.00%0% 0% 0%
0%
0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Membuka nut Menahan bolt Memindahkan
komponen
Drilling Membuang
skydroll
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahu
Satu lengan diatas bahu
3.63%
0.00%0%
0%
5%
Membersihkan komponen piston
Per
senta
se
Sub
Pro
ses
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahu
5.45%
1.81% 1.81%
0.00% 0.00% 0.00%
0.00%
0.00% 0.00%
1.81%
3.63%
1.81%
0%
0% 0% 0%
0%
0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
Install &
tighten piston
Install &
tighten
accessories
Torsi
komponen bolt
Memindahkan
complete
piston
Install
complete brake
assy
locking wire of
bolt
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahu
Satu lengan diatas bahu
Kedua lengan dibawah bahu
1.81%
0.00%0%
0%
1%
2%
3%
4%
Memompa tuas hidrolik
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Kedua lengan diatas bahu
Satu lengan diatas bahu
Kedua lengan dibawah bahu
176
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Postur Kaki Dengan Menggunakan Metode OWAS Pada
Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
1. Disassembly Wheel
0% 0%1.81%
0% 0% 0% 0%
3.63%
10.90%
0%
7.27%
12.72%
1.81%
1.81% 1.81%0%
3.63%
1.81%
5.45%
1.81%
0%
0%
0%
0% 0%
0%
1.81%0%
0%
0%
9.09%
5.45%
0%1.81%
3.63%
1.81%
0% 0%
0%
0%
0%
0%
0% 0%
1.81%
0%
0% 0%
0%
0%
0%
0%
0%1.81%
1.81%
0%
0% 0%
0%
0%
3.63% 0%
0%
7.27%1.81%
1.81%
0% 0%
0%
0%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Berjalan
Berlutut
Berdiri/jongkok 1 lutut ≤150
Berdiri/jongkok ≤150
Berdiri 1 kaki >150
Berdiri kedua kaki >150
Duduk
0% 0% 0.00% 0% 0% 0% 0% 0.00% 0.00% 0%0.00%
1.81% 1.81%
0.00% 0.00%
2%
0.00%
1.81%
0.00% 0.00%0%
0% 0%
0% 0%
0%
0.00%
0%
0% 0%0.00%
0.00% 0%
0.00%
1.81%
0.00%
2%
0%
2%
0%0%
0% 0%
0%
0.00% 0% 0% 0% 0%
0%0%
0% 0%
0.00%
0.00% 0% 0% 0% 0%
0%
1.81%
0% 0%
1.81%
0.00% 0.00% 0% 0% 0% 4%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
Berjalan
Berlutut
Berdiri/jongkok 1 lutut ≤150
Berdiri/jongkok ≤150
Berdiri 1 kaki >150
Berdiri kedua kaki >150
Duduk
177
2. Cleaning Wheel
3. Inspeksi Bearing
4. Overhaul Wheel
5. Assembly Wheel
0% 0% 0.00% 0% 0%
5.45% 5.45%
1.81%0.00%
1.81%
0% 0%
0%
0%
0%
0.00% 0.00%
0%5.45%
0.00%
0% 0%
0%
0%
0.00%
0% 0%
0%
0.00%
0.00%
0.00% 0%
0%
0.00%
0.00%
0%
2%
4%
6%
Mencuci &
Menyikat
Pemberian soda
api
Memindahkan
velg
Merontokkan sisa
cat
Membilas
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
BerjalanBerlututBerdiri/jongkok 1 lutut ≤150Berdiri/jongkok ≤150Berdiri 1 kaki >150
2%
0%
0.00%
1.81%
0% 0%0.00% 0.00%0% 0%0% 0%0.00% 0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Inspeksi Bearing Pemberian pelumas
Per
sen
taas
eS
ub
Pro
ses
Proses kerja
Berjalan
Berlutut
Berdiri/jongkok 1 lutut ≤150
Berdiri/jongkok ≤150
Berdiri 1 kaki >150
Berdiri kedua kaki >150
Duduk
0% 0% 0.00% 0% 0%0.00% 0.00%
1.81%
0.00% 0.00%0% 0%
0%
0% 0%
1.81%
0.00%
0%
0.00% 0.00%
0%
0%
0%
0% 0.00%
0%
0%
0%
1.81% 1.81%
0.00% 4% 0% 0.00%
1.81%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Measuring bolt hole Menurunkan hub Install accessories Membersihkan sisa
primer
Membawa tire ke
assembly area
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
BerjalanBerlututBerdiri/jongkok 1 lutut ≤150Berdiri/jongkok ≤150Berdiri 1 kaki >150Berdiri kedua kaki >150Duduk
0% 0% 0.00% 0% 0% 0%0.00%
1.81%
0.00% 0.00% 0.00% 0%0%
0%
0% 0% 0% 0%0.00%
0.00%
2% 1.81%
0.00% 0.00%0%
0% 0% 0%
1.81%
0%
2%
0% 0% 0.00% 0.00%
0%
0.00% 0% 0% 0.00% 0.00%
1.81%
0%
1%
2%
3%
4%
Install core Fill with dry
nitrogen
Install bolt Install nut Menyamakan
nilai momentum
Membawa
wheel
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses kerja
Berjalan
Berlutut
Berdiri/jongkok 1 lutut ≤150
Berdiri/jongkok ≤150
Berdiri 1 kaki >150
Berdiri kedua kaki >150
Duduk
178
6. Infaltion Process
7. Disassembly Brake
8. Cleaning Brake
9. Assembly Brake
10. Testing Brake
0% 0%0.00% 0.00%0% 0%1.81%
0.00%
0%
0%
0%
0%
0.00%2%
0%
5%
Install core Fill with dry nitrogen
Per
sen
tase
Su
b
Pro
ses
Proses kerja
BerjalanBerlututBerdiri/jongkok 1 lutut ≤150Berdiri/jongkok ≤150Berdiri 1 kaki >150Berdiri kedua kaki >150
0% 0% 0.00% 0% 0%
1.81% 1.81%
0.00%
1.81% 1.81%
0% 0%2%
0% 0%0.00% 0.00% 0% 0.00% 0.00%0% 0% 0%2%
0.00%0% 0% 0%
0.00%
0.00%0.00% 0% 0%
0.00%
0.00%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Membuka nut Menahan bolt Memindahkan
komponen
Drilling Membuang
skydroll
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
BerjalanBerlututBerdiri/jongkok 1 lutut ≤150Berdiri/jongkok ≤150Berdiri 1 kaki >150Berdiri kedua kaki >150
0%
3.63%
0%0.00%0%0%0.00%
0%
5%
Membersihkan komponen
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
BerjalanBerlututBerdiri/jongkok 1 lutut ≤150Berdiri/jongkok ≤150Berdiri 1 kaki >150Berdiri kedua kaki >150Duduk
0% 0% 0.00% 0% 0% 0%
5.45%
1.81% 1.81% 1.81%3.63%
0%
0%
0% 0% 0%
0%
0%
0.00%
0.00% 0% 0.00%
0.00%
1.81%
0%
0% 0% 0%
0.00%
0%
0%
0% 0% 0.00%
0.00%
0%
0.00%
0% 0% 0.00%
0.00%1.81%
0%
2%
4%
6%
8%
Install &
tighten piston
Install &
tighten
accessories
Torsi
komponen bolt
Memindahkan
complete
piston
Install
complete brake
assy
locking wire
bolt
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses Kerja
BerjalanBerlututBerdiri/jongkok 1 lutut ≤150Berdiri/jongkok ≤150Berdiri 1 kaki >150Berdiri kedua kaki >150
0%1.81%
0%0.00%0%0%0.00%
0%
2%
4%
memompa tuas tekanan
Per
sen
tase
Su
b
Pro
ses
Proses Kerja
BerjalanBerlututBerdiri/jongkok 1 lutut ≤150Berdiri/jongkok ≤150Berdiri 1 kaki >150Berdiri kedua kaki >150Duduk
179
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Berat Beban Dengan Menggunakan Metode OWAS
Pada Pekerja Mekanik Unit Produksi TCW PT GMF Aeroasia Tahun 2015
1. Disassembly Wheel
2. Cleaning Wheel
7%
1.8% 3.6% 1.8%5.5%
1.8%
10.9%
3.6%
16.4%
1.8%
5.5%
0.0%0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
7%
16%
0%
9%5%
2%
0%
0%
0%
0%0%
5%
10%
15%
20%
25%
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
0% 0.0% 0.0% 0.0%
1.8% 1.8% 1.8%
0.0%
1.8%
0.0%
1.8%
0.0%
1.8% 1.8%
0.0% 0.0% 0.0%
0.0%
0.0% 3.6%0%
2%
0% 0% 0% 0% 0%
2%
0%
0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
0% 0.0%1.8%
0.0% 0.0%0.0% 0.0%
0.0%
0.0% 0.0%
5% 5%0%
5% 5%
0%
2%
4%
6%
Mencuci &
Menyikat
Stripping Memindahkan
velg
Merontokkan sisa
cat
Membilas Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
180
3. Inspeksi Bearing
4. Overhaul Wheel
5. Assembly Wheel
6. Inflation Proccess
2% 1.8%0.0% 0.0%0% 0%
0%
2%
4%
Inspeksi Bearing Memberikan Pelumas
Per
sen
tase
Su
b
Pro
ses
Proses kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
0% 0.0%
1.8%
0.0% 0.0%0.0% 0.0%
0.0%
0.0% 0.0%2%
4% 0%2%
5%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
Measuring bolt
hole
Menurunkan hub Install
accessories
Membersihkan
sisa primer
Membawa tire
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
0% 0.0%
1.8% 1.8% 1.8% 1.8%
0.0% 0.0%
0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
2% 2%
0% 0% 0%
2%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Install tire Install hub to
tire
Install bolt Install nut Menyamakan
nilai
Membawa
wheel
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
2%
0.0%
0.0%
0.0%
0%2%
0%
2%
4%
Install core Fill with dry nitrogen
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
181
7. Disassembly Brake
8. Cleaning Brake
9. Assembly Brake
10. Testing Brake
2% 1.8% 1.8%
3.6%
1.8%
0.0% 0.0% 0.0%
0.0%
0.0%0% 0% 0%
0%
0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Membuka
seluruh bolt
Menahan bolt Memindahkan
komponen
Drilling Membuang
skydroll
Per
senta
seS
ub
Pro
ses
Proses Kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
4%
0.0%0%
0%
2%
4%
Membersihkan komponen
Per
sen
tase
Su
b
Pro
ses
Proses kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
5%
1.8% 1.8% 1.8%
3.6%
1.8%
0.0%
0.0% 0.0% 0.0%
0.0%
0.0%
0%
0% 0% 0%
0%2%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
Install &
tighten piston
Install &
tighten
accessories
Torsi
komponen
Memindahkan
component
piston
Install
complete
brake assy
Locking wire
of bolt
Per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg
2%
0.0%0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
Memompa tuas tekanan
per
sen
tase
Su
b P
rose
s
Proses kerja
Berat >20kg
Berat 10-20kg
Berat <10kg