Upload
dianti-wulandari
View
100
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Perkembangan hewan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lazimnya poduk-poduk akhir langsung dari meiosis tidak merupakan
gamet atau spora yang telah berkembang sepenuhnya. Biasanya ada suatu periode
pematangan yang menyusul meiosis. Pada tumbuhan, dibutuhkan satu atau
beberapa pembelahan mitosis untuk menghasilkan spora-spora reproduktif,
sedang pada hewan produk-produk meiosis berkembang langsung menjadi gamet
melalui pertumbuhan dan/atau diferensiasi. Seluruh proses produksi gamet-gamet
atau spora-spora matang dimana pembelahan meiosis merupakan bagian penting,
disebut gametogenesis.
Fertilisasi merupakan suatu proses awal terbentuknya suatu kehamilan.
Proses ini berlanjut dengan pembelahan sampai terjadinya implantasi. Sesorang
dapat dinyatakan hamil apabila hasil konsepsi tertanam di dalam rahim ibu, yang
biasa disebut dengan kehamilan intra uterin. Jika hasil konsepsi tertanam di luar
rahim, hal itu disebut kehamilan ekstra uterin.
Apabila fertilisasi, proses pembelahan dan implantasi tidak berlangsung
baik, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya abortus ataupun kelainan pada
bayi. Sehingga fertilisasi merupakan tonggak awal penciptaan seorang manusia.
Untuk lebih mempermudah pemahaman akan materi ini, materi yang harus
dikuasai adalah pemahaman tentang menstruasi, dan anatomi fisiologi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini meliputi:
1. Bagaimana proses pembelahan sel gamet secara meiosis dan mitosis
2. Bagaimana proses pembelahan sel gamet pada tumbuhan dan hewan
3. Apa Pengertian Fertilisasi
4. Bagaimana Proses Fertilisasi
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gametogenesis
Bila ada sel tubuh kita yang rusak maka akan terjadi proses penggantian
dengan sel baru melalui proses pembelahan mitosis, sedangkan sel kelamin atau
gamet sebagai agen utama dalam proses reproduksi manusia menggunakan proses
pembelahan meiosis. Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa mitosis
menghasilkan sel baru yang jumlah kromosomnya sama persis dengan sel induk
yang bersifat diploid (2n) yaitu 23 pasang/ 46 kromosom, sedangkan pada meiosis
jumlah kromosom pada sel baru hanya bersifat haploid (n) yaitu 23 kromosom.
Gametogenesis dibedakan menjadi 2, yaitu Spermatogenesis dan Oogenesis.
1. Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa (tunggal :
spermatozoon) yang terjadi di organ kelamin (gonad) jantan yaitu testis tepatnya
di tubulus seminiferus. Sel spermatozoa, disingkat sperma yang bersifat haploid
(n) dibentuk di dalam testis melewati sebuah proses kompleks. Spermatogenesis
mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan dan
diferensiasi sel. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian
disimpan dalam epididimis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel
germinal yang disebut spermatogonia (jamak). Spermatogonia terletak di dua
sampai tiga lapis luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia
berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk
sperma.
2
Pada proses spermatogenesis terjadi proses-proses dalam istilah sebagai
berikut :
a) Spermatositogenesis (spermatocytogenesis) adalah tahap awal dari
spermatogenesis yaitu peristiwa pembelahan spermatogonium menjadi
spermatosit primer (mitosis), selanjutnya spermatosit melanjutkan
pembelahan secara meiosis menjadi spermatosit sekunder dan
spermatid. Istilah ini biasa disingkat proses pembelahan sel dari
spermatogonium menjadi spermatid.
b) Spermiogenesis (spermiogensis) adalah peristiwa perubahan spermatid
menjadi sperma yang dewasa.Spermiogenesis terjadi di dalam
epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari. Terbagi menjadi
tahap 1) Pembentukan golgi, axonema dan kondensasi DNA, 2)
Pembentukan cap akrosom, 3) pembentukan bagian ekor, 4) Maturasi,
reduksi sitoplasma difagosit oleh sel Sertoli.
c) Spermiasi (Spermiation) adalah peristiwa pelepasan sperma matur dari
sel sertoli ke lumen tubulus seminiferus selanjutnya ke epididimidis.
Sperma belum memiliki kemampuan bergerak sendiri (non-motil).
Sperma non motil ini ditranspor dalam cairan testicular hasil sekresi sel
Sertoli dan bergerak menuju epididimis karena kontraksi otot
peritubuler. Sperma baru mampu bergerak dalam saluran epidimis
namun pergerakan sperma dalam saluran reproduksi pria bukan karena
motilitas sperma sendiri melainkan karena kontraksi peristaltik otot
saluran. Artikel Terkait
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa
hormon, diantaranya:
a) Kelenjer hipofisis menghasilkan hormon peransang folikel (Folicle
Stimulating Hormon/FSH) dan hormon lutein (Luteinizing
Hormon/LH).
b) LH merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormon testosteron.
Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat
kelamin sekunder.
3
c) FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen
Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai
spermatogenesis.
d) Hormon pertumbuhan, secara khusus meningkatkan pembelahan awal
pada spermatogenesis.
2. Oogenesis
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium.
Oogenesis dimulai dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut oogonia
(tunggal: oogonium). Pembentukan sel telur pada manusia dimulai sejak di dalam
kandungan, yaitu di dalam ovari fetus perempuan. Pada akhir bulan ketiga usia
fetus, semua oogonia yang bersifat diploid telah selesai dibentuk dan siap
memasuki tahap pembelahan. Semula oogonia membelah secara mitosis
menghasilkan oosit primer. Pada perkembangan fetus selanjutnya, semua oosit
primer membelah secara miosis, tetapi hanya sampai fase profase. Pembelahan
miosis tersebut berhenti hingga bayi perempuan dilahirkan, ovariumnya mampu
menghasilkan sekitar 2 juta oosit primer mengalami kematian setiap hari sampai
masa pubertas. Memasuki masa pubertas, oosit melanjutkan pembelahan miosis I.
hasil pembelahan tersebut berupa dua sel haploid, satu sel yang besar disebut oosit
sekunder dan satu sel berukuran lebih kecil disebut badan kutub primer.
Pada tahap selanjutnya, oosit sekunder dan badan kutub primer akan
mengalami pembelahan miosis II. Pada saat itu, oosit sekunder akan membelah
menjadi dua sel, yaitu satu sel berukuran normal disebut ootid dan satu lagi
berukuran lebih kecil disebut badan polar sekunder. Badan kutub tersebut
4
bergabung dengan dua badan kutub sekunder lainnya yang berasal dari
pembelahan badan kutub primer sehingga diperoleh tiga badan kutub sekunder.
Ootid mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi ovum matang, sedangkan
ketiga badan kutub mengalami degenerasi (hancur). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada oogenesis hanya menghasilkan satu ovum.
Proses pembentukan oogenesis dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon,
diantaranya:
Pada wanita usia reproduksi terjadi siklus menstruasi oleh aktifnya aksis
hipothalamus-hipofisis-ovarium. Hipothalamus menghasilkan hormon GnRH
(gonadotropin releasing hormone) yang menstimulasi hipofisis mensekresi
hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (lutinuezing hormone). FSH
dan LH menyebabkan serangkaian proses di ovarium sehingga terjadi sekresi
hormon estrogen dan progesteron. LH merangsang korpus luteum untuk
menghasilkan hormon progesteron dan meransang ovulasi. Pada masa pubertas,
progesteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder.FSH merangsang ovulasi
dan meransang folikel untuk membentuk estrogen, memacu perkembangan
folikel. Hormon prolaktin merangsang produksi susu.
Mekanisme umpan balik positif dan negatif aksis hipothalamus hipofisis
ovarium. Tingginya kadar FSH dan LH akan menghambat sekresi hormon GnRH
oleh hipothalamus. Sedangkan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dapat
menstimulasi (positif feedback, pada fase folikuler) maupun menghambat
(inhibitory/negatif feedback, pada saat fase luteal) sekresi FSH dan LH di
hipofisis atau GnRH di hipothalamus.
B. Proses Fertilisasi
Gambar :terjadinya proses fertilisasi
5
Fertilisasi (pembuahan) adalah proses penyatuan gamet pria dan
wanita,terjadi di ampulla tuba fallopi. Bagian ini adalah bagian terluas dari saluran
telur dan terletak dekat dengan ovarium. Spermatozoa dapat bertahan hidup di
dalam saluran reproduksi wanita selama kira-kira 24 jam.
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk
ke dalam saluran telur. Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot
uterus dan tuba. Perlu diingat bahwa pada saat sampai di saluran kelamin wanita,
spermatozoa belum mampu menbuahi oosit. Mereka harus mengalami kapasitasi
dan reaksi akrosom.
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi
wanita,yang pada manusia berlangsung kira-kira 7 jam. Selama waktu itu,suatu
selubung glikoprotein dari protein-protein plasma semen dibuang dari selaput
plasma, yang membungkus daerah akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang
mengalami kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi
akrosom.
Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona pellusida dan
diinduksi oleh protein-protein zona. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim-
enzim yang diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan
zat-zat serupa tripsin.
Pada fertilisasi mencakup 3 fase :
1. penembusan korona radiata
2. penembusan zona pelusida
3. fusi oosit dan membrane sel sperma
Gambar : proses fertilisasi
6
fase 1 : penembusan korona radiata
Dari 200-300 juta spermatozoa yang dicurahkan ke dalam saluran kelamin
wanita, hanya 300-500 yang mencapai tempat pembuahan. Hanya satu
diantaranya yang diperlukan untuk pembuahan, dan diduga bahwa sperma-sperma
lainnya membantu sperma yang akan membuahi untuk menembus sawar-sawar
yang melindungi gamet wanita. Sperma yang mengalami kapasitasi dengan bebas
menembus sel korona.
Fase 2 : penembusan zona pelusida
Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein di sekeliling telur yang
mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi reaksi
akrosom. Pelepasan enzim-enzim akrosom memungkinkan sperma menembus
zona pelusida, sehingga akan bertemu dengan membrane plasma oosit.
Permeabilitas zona pelusida berubah ketika kepala sperma menyentuh permukaan
oosit. Hal ini mengakibatkan pembebasan enzim-enzim lisosom dari granul-
granul korteks yang melapisi membrane plasma oosit. Pada gilirannya, enzim-
enzim ini menyebabkan perubahan sifat zona pelusida (reaksi zona) untuk
menghambat penetrasi sperma dan membuat tak aktif tempat tempat reseptor bagi
spermatozoa pada permukaan zona yang spesifik spesies. Spermatozoa lain
ternyata bisa menempel di zona pelusida tetapi hanya satu yang menembus oosit.
Fase 3 : penyatuan oosit dan membrane sel sperma
Segera setelah spermatozoa menyentuh membrane sel oosit, kedua selaput
plasma sel tersebut menyatu. Karena selaput plasma yang menbungkus kepala
akrosom telah hilang pada saat reaksi akrosom, penyatuan yang sebenarnya terjadi
adalah antara selaput oosit dan selaput yang meliputi bagian belakang kepala
sperma. Pada manusia, baik kepala dan ekor spermatozoa memasuki sitoplasma
oosit, tetapi selaput plasma tertingal di permukaan oosit.
Segera setelah spermatozoa memasuki oosit, sel telur menanggapinya dengan 3
cara yang berbeda :
1. reaksi kortikal dan zona : sebagai akibat terlepasnya butir-butir kortikal
oosit.
a. selaput oosit tidak dapat ditembus lagi oleh spermatozoa lain
7
b. zona pelusida mengubah struktur dan komposisinya untuk
mencegah penambatan dan penetrasi sperma
dengan cara ini terjadinya polispermi dapat dicegah.
2. melanjutkan pembelahan meiosis kedua. Oosit menyelesaikan pembelahan
meiosis keduanya segera setelah spermatozoa masuk. Salah satu dari sel
anaknya hamper tidak mendapatkan sitoplasma dan dikenal sebagai badan
kutub kedua, sel anak lainnya adalah oosit definitive. Kromosomnya
(22+X) tersusun di dalam sebuah inti vesikuler yang dikenal sebagai
pronukleus wanita.
3. penggiatan metabolic sel telur. Factor penggiat diperkirakan dibawa oleh
spermatozoa. Penggiatan setelah penyatuan diperkirakan untuk
mengulangi kembali peristiwa permulaan seluler dan molekuler yang
berhubungan dengan awal embriogenesis.
Sementara itu, spermatozoa bergerak maju terus hingga dekat sekali
dengan pronukleus wanita. Intinya membengkak dan membentuk pronukleus pria
sedangkan ekornya terlepas dan berdegenerasi. Secara morfologis, pronukleus
wanita dan pria tidak dapat dibedakan dan sesudah itu mereka saling rapat erat
dan kehilangan selaput inti mereka. Salama masa pertumbuhan, baik pronukleus
wanita maupun pria (keduanya haploid) harus menggandakan DNA-nya. Jika
tidak,masing-masing sel dalam zigot tahap 2 sel tersebut akan mempunyai DNA
separuh dari jumlah DNA normal.
Segera sesudah sintesis DNA, kromosom tersusun dalam gelendong untuk
mempersiapkan pembelahan mitosis yang normal.23 kromosom ibu dan 23
kromosom ayah membelah memanjang pada sentromer, dan kromatid-kromatid
yang berpasangan tersebut saling bergerak kea rah kutub yang berlawanan,
sehingga menyiapkan sel zigot yang masing-masing mempunyai jumlah
kromosom dan DNA yang normal. Sementara kromatid-kromatid berpasangan
bergerak kearah kutub yang berlawanan, muncullah satu alur yang dalam pada
permukaan sel, berangsur-angsur membagi sitoplasma menjadi 2 bagian.
8
1. Hasil utama pembuahan
a) pengembalian menjadi jumlah kromosom diploid lagi, separuh dari
ayah dan separuhnya dari ibu. Olah karena itu, zigot mengandung
kombinasi kromosom baru yang berbeda dari kedua orang tuanya.
b) penentuan jenis kelamin individu baru. Spermatozoa pembawa X
akan menghasilkan satu mudigah wanita (XX), dan spermatozoa
pembawa Y menghasilkan satu mudigah pria (XY). Oleh karena itu,
jenis kelamin kromosom mudigah tersebut ditentukan pada saat
pembuahan.
c) dimulainya pembelahan. Tanpa pembuahan,oosit biasanya akan
berdegenerasi 24 jam setelah ovulasi.
Selama berhubungan seksual jumlah semen yang diejakulasikan rata-rata
adalah 3.5 ml dan tiap 1 ml semen mengandung 120 juta spermatozoon.Jumlah ini
diperlukan mengingat tingkat kematian spermatoon sangat tinggi.Hanya sekitar
100 spermatozoon yang mampu bertahan hidup untuk mendekati ovom di tuba
fallofi.Sekitar 20% spermatozoon akan kehilangan kemampuan membuahi ovum
ada juga yang mati karena keasaman vagina dan ada juga yang tidak dapat
menjangkau leher rahim.Jadi hanya beberapa sperma saja yang memiliki kualitas
baik yang mampu menembus ovum.Ovum tidak hanya dilapisi oleh membran
plasma tetapi oleh lapisan-lapisan lain,sehingga sperma memerlukan waktu yang
lama agar dapat menembus masuk ke dalam ovum.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gametogenesis merupakan proses pembentukan sel-sel gamet di dalam
organ pembiakan lelaki dan wanita. Gametogenesis merangkumi spermatogenesis
yang berlaku di dalam testis dan oogenesis yang berlaku di dalam ovari.
Bilangan kromosom dalam sel soma manusia ialah 46, iaitu 2n=46. Ini
bermakna bilangan kromosom di dalam setiap sel soma seorang lelaki dan seorang
wanita masing-masing ialah 46. Jika sperma dan ovum yang dihasilkan masing-
masing mengandungi 46 kromosom, maka zigot yang terbentuk melalui
persenyawaan sperma dengan ovum tersebut akan mengandungi 92 kromosom.
Ini bukan zigot amnusia. Zigot manusia mempuyai 46 kromosom.
Bagaimanankah masalah ini diatasi? Kita bersyukur kepada Tuhan kerana telah
mewujudkan gametogenesis yang melibatkan proses meiosis. Ini bermakna
sperma dan ovum yang dihasilkan mengandungi 23 kromosom. Dengan demikain,
zigat yang terbentuk melalui persenyawaan sperma dengan ovum akan
mengandungi 46 kromosom.
Fertilisasi adalah suatu proses penyatuan antara sel mani / sperma dengan
sel telur di tuba falopii. Fertilisasi dapat terjadi pada rentang masa subur dari
seorang wanita. Proses fertilisasi dimulai dengan masuknya sperma yang
diejakulasikan ke dalam vagina. Sperma tersebut bergerak masuk ke dalam kavum
uteri dan tuba sampai akhirnya bertemu dengan ovum di ampula / infundibulum
tuba.
Hasil utama pembuahan :
1. Penggenapan kembali jumlah kromosom
2. Penentuan jenis kelamin
3. Permulaan embriogenesis
10
DAFTAR PUSTAKA
http://marwanard.blogspot.com/2011/11/makalah-gametogenesis.html
http://wanenoor.blogspot.com/2012/05/gametogenesis-proses-spermatogenesis. html #.UHAK25jMiE4
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/04/makalah-fertilisasi-dan-implantasi.html
Cunningham, et all, Obstetri William, Edisi 18, Jakarta, EGC, hal 99 – 100.
Llewellyn, 2002, Dasar – Dasar Obstetri Ginekologi, Jakarta, Hipokrates, hal 17 – 20.
11