15
PENDAHULUAN – PENCEGAHAN PADA PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA Industri dan produknya mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia. Di satu pihak akan memberikan keuntungan berupa terciptanya lapangan pekerjaan , mempermudah komunikasi dan transportasi serta akhirnya terjadi peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Di pihak lain timbul dampak negatif karena pajanan bahan-bahan yang terjadi pada proses industri atau oleh karena produk-produk hasil industri tersebut. Pajanan bahan- bahan tersebut mempengaruhi kesehatan lingkungan antara lain berupa pencemaran air, karena pembuangan limbah, pencemaran udara oleh bahan-bahan yang diolah atau karena asap pabrik tersebut. Penyakit akibat akibat kerja disebabkan oleh pajanan terhadap bahan kimia dan biologis, serta bahaya fisis di tempat kerja . Meskipun angka kejadiannya tampak lebih kecil dibandingkan dengan penyakit -penyakit utama penyebab cacat lain, terdapat bukti bahwa penyakit ini mengenai banyak cukup banyak orang, khususnya di negara-negara yang giat mengembangkan industri. Berbagai kelainan dan penyakit dapat timbul dan mengenai berbagai organ tubuh, seperti kelainan kulit, gangguan gastointestinal, kelainan mata, serta penyakit dan kelainan saluran napas. Kelainan yang terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai kerusakan berat sehingga menimbulkan kecacatan pada penderitanya. Berdasarkan data lnternational Labor Organitation (lLO) Penyakit Akibat Kerja (PAK) mengakibatkan kematian sebesar 2 juta orang pertahun. Data didapat berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) di lima benua tahun 1999 memperlihatkan penyakit paru akibat pekerjaan menempati urutan ke 3 dalam PAK sementara National lnstitute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memperkirakan 28,5 juta penduduk Amerika yang bekerja di industri berisiko mengalami penyakit paru akibat kerja (PPAK). Penyakit paru akibat kerja disebabkan pajanan debu, uap dan gas organik dan anorganik yang terhirup pekerja di tempat kerja. Kelainan yang timbul tergantung dari jenis zat, debu, gas atau asap yang terhirup.ldentifikasi penyebab di tempat kerja dan

gangguan jiwa

  • Upload
    made044

  • View
    19

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hh

Citation preview

Page 1: gangguan jiwa

PENDAHULUAN – PENCEGAHAN PADA PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA

Industri dan produknya mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia. Di satu pihak akan memberikan keuntungan berupa terciptanya lapangan pekerjaan, mempermudah komunikasi dan transportasi serta akhirnya terjadi peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Di pihak lain timbul dampak negatif karena pajanan bahan-bahan yang terjadi pada proses industri atau oleh karena produk-produk hasil industri tersebut. Pajanan bahan-bahan tersebut mempengaruhi kesehatan lingkungan antara lain berupa pencemaran air, karena pembuangan limbah, pencemaran udara oleh bahan-bahan yang diolah atau karena asap pabrik tersebut.

Penyakit akibat akibat kerja disebabkan oleh pajanan terhadap bahan kimia dan biologis, serta bahaya fisis di tempat kerja. Meskipun angka kejadiannya tampak lebih kecil dibandingkan dengan penyakit-penyakit utama penyebab cacat lain, terdapat bukti bahwa penyakit ini mengenai banyak cukup banyak orang, khususnya di negara-negara yang giat mengembangkan industri. Berbagai kelainan dan penyakit dapat timbul dan mengenai berbagai organ tubuh, seperti kelainan kulit, gangguan gastointestinal, kelainan mata, serta penyakit dan kelainan saluran napas. Kelainan yang terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai kerusakan berat sehingga menimbulkan kecacatan pada penderitanya.  Berdasarkan data lnternational Labor Organitation (lLO) Penyakit Akibat Kerja (PAK) mengakibatkan kematian sebesar 2 juta orang pertahun. Data didapat berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) di lima benua tahun 1999 memperlihatkan penyakit paru akibat pekerjaan menempati urutan ke 3 dalam PAK sementara National lnstitute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memperkirakan 28,5 juta penduduk Amerika yang bekerja di industri berisiko mengalami penyakit paru akibat kerja (PPAK).

Penyakit paru akibat kerja disebabkan pajanan debu, uap dan gas organik dan anorganik yang terhirup pekerja di tempat kerja. Kelainan yang timbul tergantung dari jenis zat, debu, gas atau asap yang terhirup.ldentifikasi penyebab di tempat kerja dan monitoring merupakan hal penting karena menjadi dasar pencegahan PPAK yang pada akhirnya menurunkan angka kesakitan.

 DEFINISI PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA

Definisi penyakit paru akibat kerja adalah penyakit atau kelainan paru yang timbul sehubungan dengan pekerjaannya. Berbagai bahan berupa debu, serat dan gas dapat timbul pada proses industri. Tergantung pada jenis bahan tersebut maka penyakit yang ditimbulkannya pun bermacam-macam. Definisi PPAK merupakan hal penting karena akan menentukan diagnosis dan pada akhirnya menentukan terapi yang tepat. Penting juga diingat bahwa PAK tidak hanya semata-mata masalah medis, persoatan hukum termasuk dalarn pelaporan yang diperlukan dan kompensasi termasuk di dalamnya.

 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA

Page 2: gangguan jiwa

Penyakit paru akibat kerja terdiri dari pneumokoniosis (angka prevalens di Amerika dan lnggris antara 2,5-30%), silikosis (lebih dari 60% pekerja pabrik di Amerika menderita silikosis antara 1987 sampai 1995), asbestosis (prevalens di dunia sekitar 0,04%) bisinosis (79,3%), asma kerja, beriliosis, farmer’s lung disease, penumonitis hipersensitif, kanker paru akibat asbes dan lain-lain.

Penelitian epidemiologi antara pekerja dan lingkungan menunjukkan hubungan antara pajanan tertentu dan efek merugikan yang ditimbulkan.Harus disadari bahwa penelitian epidemiologi penting untuk mengetahui proses patologis yang pada akhimya menimbulkan gerakan pencegahan, penatalaksanaan atau kompensasi. Untuk menegakkan apakah penyakit paru yang diderita berasal dari pekerjaan atau lingkungan, pertama haruslah dipastikan sejauh mana paparan atau pajanan berkontribusi terhadap penyakit.

MEKANISME PERTAHANAN PARU TERHADAP PARTIKEL TERINHALASI

Sistem pertahanan tubuh terhadap partikel yang terinhalasi meliputi 3 sistem pertahanan yang saling berkaitan dan bekerja sama yaitu:

1. Garis pertahanan pertama adalah pertahanan mekanik yang terdiri dari hidung dan jalan napas ekstratoraks yang meluas sarnpai ke glotis. Hidung adalah penyaring luas yang efisien dan kebanyakan partikel berdiameter lebih dari 15µm berdeposit di dalamnya. Reseptor saluran napas kemudian menimbulkan konstriksi otot polos bronkus terhadap iritasi kimia dan fisik, menurunkan penetrasi partikel dan gas berbahaya serta mencetuskan bersin dan batuk.

2. Garis pertahanan ke-2 adalah pertahanan selular yang terdapat dijalan napas konduksi seperti ruang rugi atau trakea dan bronkus sampai bronkiolus terminal. Partikel yang lebih kecil yaitu, partikel ukuran 5-15 µm dapat mencapai saluran napas bawah. Di daerah ini akan dikeluarkan cairan yang melapisi saluran napas dan alveoli serta mekanisme bersihan silia. Cairan tersebut berfungsi sebagai barier fisik dan kimia berisi bahan yang mempunyai sifat bakterisidal dan detoksifikasi.

3. Garis pertahanan ke-3 adalah pertahanan spesifik paru atau imuniti yang terdapat di parenkim paru, tempat terjadi pertukaran gas di dalamnya. Pertahanan spesifik paru terbagi atas 2 sistem utama yaitu imuniti humoral (produksi antibodi) dan imuniti seluler (limfosit T). Hanya partikel berukuran 0,5-5 µm (debu respirabel) yang dapat mencapai saluran napas terminal dan alveoli.

KONSEP PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA

Proses terjadinya PPAK menurut teori ekologi dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor agen (penyebab penyakit), faktor penjamu dan faktor lingkungan. Dahulu konsep ini hanya digunakan untuk penyakit-penyakit infeksi namun setelah terjadi pergeseran penyakit, konsep ini juga tenyata dapat diterapkan pada penyakit lain, salah satunya PPAK.

Faktor Agen

Page 3: gangguan jiwa

Agen adalah bahan yang terhirup oleh pekerja di tempat keria. Agen dapat berupa debu, uap ataupun gas. Agen yang dihasilkan dari lokasi tempat kerja mempunyai bentuk dan sifat yang bervariasi. Respons jaringan tubuh seseorang terhadap agen yang diinhalasi dipengaruhi faktor-faktor;.

1. Sifat fisik

1. Keadaan fisik partikel, uap, debu atau gas. Sulfur dioksida diabsorbsi oleh partikel karbon dan dibawa masuk ke jalan napas distal

2. Bentuk dan berat jenis partikel, menentukan tempat mengendap3. Kelarutan

i.        Partikulat, agen-agen yang tidak larut seperti asbes, menghasilkan aksi lokal, sementara agen terlarut seperti mangan mempunyai efek sistemik

ii.        Gas dan uap, agen yang relatif tidak terlarut seperti oksida dari nitrogen dihirup sampai saluran napas kecil, sementara agen terlarut seperti ammonia dan sulfur dioksida kadang melewati hidung dan nasofaring

1. Higroskopisiti, peningkatan ukuran partikel dalam saluran napas2. Kandungan listrik yang dapat mempengaruhi tempat endapan

2. Sifat Kimia

1. Keasaman dan kebasaan, mempunyai efek toksik pada silia, sel dan sistem enzim2. Kemampuan untuk berkombinasi dengan zat di paru dan jaringan. Agen seperti karbon

monoksida hidrogen sianida mempunyai efek sistemik sementara komponen fluorine mempunyai efek lokal dan sistemik

3. Fibrogenisiti, absetosis dan silika adalah contoh fibrogenik sementara besi dan karbon merupakan contoh nonfibrogenik

4. Antigenisiti, menstimulasi antibodi

Faktor Penjamu

Faktor penjamu dibagi menjadi genetik, umur, jenis kelamin ( perempuan lebih mudah sakit dibanding laki-laki) ras (ras minoritas mendapat pekerjaan yang lebih berbahaya dan tidak disukai daripada mayoritas), status gizi, pendidikan, kebiasaan merokok, obat-obatan, asap rokok, temperatur dan alkohol mempengaruhi fungsi silia dan makrofag, faktor anatomi dan fisiologi mempengaruhi pola pernapasan, keadaan imunologi dan kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD).

Secara genetik pertahanan paru meliputi bersihan siliari, pembentukan antibodi humoral dan faktor lain yang mungkin berperan terhadap pencegahan penyakit. Kecepatan bersihan ditentukan oleh faktor genetik yang luas. Seseorang mungkin dapat mempunyai gerakan siliaria cepat, seseorang lain dapat mempunyai gerakan siliaria pelan. Fungsi makrofag, bersihan mukosiliari dan sensitiviti otot polos dapat dipengaruhi oleh berbagai pengaruh luar. Perbedaan

Page 4: gangguan jiwa

status imun seseorang mempengaruhi respons agen terhirup sehingga terdapatnya atopy atau alergi dapat memperbesar terjadinya beberapa tipe asma akibat kerja.

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan adalah tingkat pajanan debu dan lama pajanan yang diperhitungkan dalam masa kerja. Faktor lingkungan sangat berperan terhadap terjadinya penyakit paru akibat kerja. Faktor lingkungan diklasifikasikan menjadi:

1. Safety hazards yang dihasilkan melalui pemindahan energi yang tidak terkontrol kepada resepien dari sumber seperti listrik, panas, kinetik atau radiasi

2. Health hazards yang dihasilkan dalam lingkungan atau pekerjaan yang , termasuk: 1. Hazards kimia seperti timbal, merkuri atau pestisida2. Hazards fisis termasuk kebisingan, getaran, suhu ekstrim dan radiasi3. Hazards biokimia termasuk mengangkat beban berat dan berulang4. Hazards biologis termasuk HlV, hepatitis B dan C, TB5. Stress psikologis termasuk tuntutan pekerjaan yang tinggi

PENCEGAHAN PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA

Pencegahan adalah upaya yang lebih penting daripada pengobatan. Eliminasi atau modifikasi vektor yang diduga sebagai penyebab yang dapat menurunkan insidens penyakit, contohnya kontrol air terpolusi, mengeluarkan tar dari rokok. Pencegahan penyakit akibat kerja tergantung kejasama antara pemerintah, manajemen industri dan pekerja. Ada dua faktor mengapa penyakit akibat kerja mudah dicegah.

1. Bahan penyebab penyakit dapat diidentifikasi, diukur dan dikontrol2. Populasi yang berisiko mudah didatangi, dapat diawasi secara teratur dan diobati.

Upaya pencegahan dibagi menjadi 3 tahap yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.

PENCEGAHAN PRIMER

Strategi pencegahan paling efektif adalah pencegahan primer. Tujuan pencegahan primer adalah mencegah pajanan bahan yang menyebabkan sensitisasi di lingkungan kerja. Pencegahan primer utamanya terdiri dari penghilangan atau modifikasi risiko dari pajanan bahan berbahaya sebelum penyakit terjadi.Pencegahan primer memerlukan eliminasi dan reduksi pajanan zat berbahaya dan ditujukan pada timbulnya penyakit dengan menghindari bahan penyebab, pemakaian alat pelindung diri, meningkatkan kapasiti pekerja yang dapat meminimalisasi risiko sebelum sensitisasi terjadi. Prinsip dasar pencegahan primer adalah:

1.    Regulasi

Pemerintah dalam meregulasikan bahan berbahaya di tempat kerja menitik beratkan pada dua hal yaitu untuk mencegah kerusakan yang timbul dan menyediakan rancangan yang seragam. Pencegahan dan kontrol kerusakan pada PPAK dicapai dengan berbagai strategi contohnya

Page 5: gangguan jiwa

mengontrol hazard, memberikan patokan nilai ambang batas hazard, pemeriksaan kesehatan berkala, program kompensasi, pelatihan dan edukasi pekerja.

Nilai ambang batas debu

Penyakit Paru Akibat Kerja sangat erat berhubungan dengan kontak debu karena sifat inhalasinya. American Conference of Governmental lndustrial Hygienist (ACGHIH) mengeluarkan pedoman yang dikenal sebagai Threshold Limit Values (TLVs) dan Biological Exposure lncides (BEls) dalam membuat keputusan kadar pajanan yang aman terhadap berbagai macam zat kimia dan agen fisik di tempat kerja. Contoh untuk nilai ambang batas debu total adalah 10 mg/m3 time weight average (TWA) untuk partikulat tanpa mengandung asbestos dan kristalin silika < 1%, sementara untuk debu tambang batu bara nilai ambang batasnya adalah 2.0 mg/m3 TWA.

2.    Seleksi calon pekerja

Seleksi calon pekerja dilakukan dengan mengidentifikasi faktor risiko dengan pemeriksakan kesehatan sebelum bekerja untuk mengetahui riwayat kesehatan individu. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dilakukan sebelum seseorang dipekerjakan atau ditempatkan pada tempat kerja dengan bahaya-bahaya kesehatan yang mungkin terjadi.11 Prinsip dasar paru kerja adalah menerapkan keamanan pada tempat kerja pada seluruh karyawan. Contoh dalam hal ini adalah individu yang telah diketahui mengidap asma merupakan faktor risiko penting untuk terjadi asma kerja sehingga tidak ditempatkan di tempat terpajan debu.

3.    Eliminasi

Eliminasi adalah menghilangkan salah satu atau lebih bahan/zat yang dinilai berbahaya. Contoh dalam hal ini menghilangkan silika atau crystalline silica di industri terutama semen karena terbukti dapat menyebabkan silikosis. Bahkan ILO/WHO meluncurkan program eliminasi global total silika di dunia pada tahun 2030.

4.    Substitusi

Substitusi adalah mengganti material menjadi kurang berbahaya atau mengganti hasil akhir produk menjadi kurang berbahaya atau mengganti proses berbahaya menjadi kurang berbahaya. Contoh substitusi adalah pada deterjen bentuk serbuk lebih berbahaya dari pada bentuk pelet9

kemudian substiusi sarung tangan latex dengan protein rendah atau sarung tangan latex bebas tepung atau sarung tangan non latex karena terbukti menginduksi asma kerja di beberapa negara.

5.    Ventilasi

Ventilasi yaitu memindahkan debu atau sisa pembakaran dengan ventilasi yang sesuai. Udara dialirkan satu arah dengan lubang jendela yang berbeda tingginya sehingga udara dapat mengalir dengan baik.

6.    Modifikasi

Page 6: gangguan jiwa

Modifikasi hampir sama dengan ventilasi namun digunakan untuk zat-zat yang  lebih berbahaya. Contohnya adalah membuat penutupan ventilasi (enclosure) pada debu silika yang dihasilkan pada pabrik semen.

7.    Perlindungan personal

Perlindungan personal biasa disebut alat pelindung diri (APD). Contoh APD adalah masker atau respirator. Perlindungan personal mempunyai kekurangan karena menyebabkan ketidaknyamanan, kurang efisien, membutuhkan keahlian dan perawatan teratur, sehingga sangat tergantung pada kepatuhan pekerja.15 Perlindungan personal dalam hal ini masker dijabarkan lebih jelas pada bagian dibawah ini.

Alat pelindung dlri

Alat pelindung diri (APD) merupakan hal penting bagi para pekerja. Digunakan untuk meminimalkan pajanan terhadap berbagai macam bahaya. Contoh APD adalah sarung tangan, sepatu khusus lapangan, kacamata khusus lapangan dan baju pelindung. Penggunaan APD memerlukan pemahaman pekerja akan pentingnya APD karena biasanya menyebabkan ketidaknyamanan sehingga APD merupakan jalan terakhir pada pencegahan di tempat kerja. Selain itu diperlukan juga pemahaman tentang jenis-jenis APD, mengetahui cara menilai bahaya di tempat kerja, memilih APD yang sesuai dengan berbagai keadaan dan mengerti cara menggunakan APD dengan benar serta cara memelihara APD.

Alat pelindung diri pernapasan yang digunakan di tempat kerja adalah masker dan respirator. Masker dan respirator memainkan peranan sangat penting dalam perlindungan pekerja dan intinya adalah pekerja harus memahami penggunaannya secara benar. Semua masker dan respirator harus disetujui oleh US National lnstitute for Ocupational Safety and Health (NIOSH). Respirator dibagi menjadi 2 kategori yaitu pemurni udara dan pemasok udara. Respirator biasa digunakan bersama masker, contoh-contoh yang biasa digunakan adalah:

-       Masker debu (Half-Face Mask): jenis ini banyak digunakan dengan respirator pemurni udara dan beberapa dengan system pemasok udara

-       Masker penuh (Full Face Mask); biasa digunakan dengan pemurni udara dan respirator pemasok udara, menutup seluruh wajah dan memberikan perlindungan lebih menyeluruh dibanding masker lain

-       Respirator pemurni udara (Air-Purifyng Respirators), menggunakan filter, catridges atau canister untuk memindahkan partikel, uap air dan/atau gas yang terkandung dalam udara. Jenis respirator ini dilengkapi dengan masker separuh atau penuh wajah atau helm.

-       Respirator pemasok udara (Supplied Air Respirators), seperti namanya, memberikan udara bersih dari sumber bebas baik yang dibawa pengguna (self-containing breathing apparatus/ScuBA) atau dihantarkan ke pengguna melalui selang pemasok udara, biasanya juga ditambahkan daya dari baterai.

Page 7: gangguan jiwa

Contoh masker dan respirator yang biasa digunakan di tempat kerja terlihat pada gambar-gambar di bawah ini.

Berdasarkan Japan lndustrial Safety and Health Association pemilihan masker debu harus dipastikan telah lulus uji model, harus sesuai dengan tugas atau pekerjaan dan harus pas di wajah. Masker debu tidak dapat digunakan di tempat dengan saturasi oksigen kurang dari 18%. Selalu melakukan inspeksi sebelum dan sesudah menggunakannya untuk memastikan tidak ada kebocoran. Pastikan tidak ada ruang antara wajah dan masker dan dilarang menyelipkan benda apapun karena dapat mengganggu fungsi masker. Bila dirasakan sulit bernapas saat menggunakan rnasker debu, maka harus diganti dengan filter.

PENCEGAHANSEKUNDER

Pencegahan sekunder ditujukan untuk menilai dampak dari pekerjaan dan menemukan penyakit sedini mungkin dengan mengidentifikasi perubahan preklinik dari suatu penyakit. Cara yang dilakukan pada pencegahan sekunder adalah dengan pemeriksaan secara berkala meliputi kuesioner, pemeriksaan fisis terutama pemeriksaan paru, radiologis serta spirometri.13,17

Pemeriksaan berkala dilakukan dengan selang waktu tertentu yang teratur dengan cakupan keberkalaan dan pemeriksaan didasarkan pada sifat dan luasnya risiko yang terjadi. Fokus pemeriksaan lebih ditujukan pada organ dan sistim tubuh yang paling mungkin terpengaruh di tempat kerja.

 Evaluasi gangguan fungsi dan kecacatan

Evaluasi gangguan fungsi dan kecacatan paru dilakukan secara bertahap yaitu menilai derajat sesak dan uji faal paru kemudian menilai pengaruh gangguan fungsi terhadap aktivitas kehidupan atau kemampuan melakukan pekerjaan. Pendekatan klinis secara menyeluruh diperlukan untuk evaluasi gangguan fungsi dan penilaian kecacatan yang disebabkan oleh penyakit paru kerja meliputi pemeriksaan secara subjektif dan objektif yaitu anamnesis yang detail, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan yang sudah standar seperti spirometri, kapasitas difusi untuk menentukan derajat beratnya penyakit. Foto toraks dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pada beberapa kasus terkadang dilakukan pula cardiopulmonary exercise testing (CPET)/uji latih jantung paru dan analisis gas darah (AGDA).

Anamnesis

Gejala utama gangguan respirasi adalah batuk, sesak napas, rasa nyeri atau berat di dada. Batuk merupakan mekanisme pertahanan terhadap bahan iritan, benda  asing ataupun untuk mengeluarkan produksi sputum yang berlebihan. Batuk merupakan gejala nonspesifik, dapat disebabkan berbagai macam faktor. Batuk dapat dibagi menjadi akut dan kronik berdasarkan

Page 8: gangguan jiwa

lama batuk. Batuk akut umumnya <3 minggu sedangkan batuk kronik >3 minggu. Weezing atau mengi merupakan tanda terdapatnya sumbatan jalan napas. Anamnesis frekuensi, faktor pencetus dan respons gejala tersebut terhadap terapi sangat diperlukan.

Sesak napas merupakan kesulitan atau rasa tak nyaman saat bernapas. Sesak napas merupakan gejala respirasi yang sensitif tetapi tidak spesifik dan merupakan gejala utama saat sudah terjadi kecacatan paru. Klasifikasi derajat sesak napas dapat dilakukan sesuai dengan ATS. Derajat sesak napas terkadang berkorelasi buruk dengan hasil pemeriksaan objektif. Pemeriksaan objektif yang tidak konsisten dengan derajat sesak napas tidak berarti bahwa keluhan pasien tidak valid. Faktor yang turut berperan antara lain keterbatasan skala derajat sesak serta banyak faktor yang dapat menyebabkan sesak misalkan faktor fisiologis, psikologis seperti ansietas, gangguan jantung dan lain-lain oleh karena itu klinisi sebaiknya juga mencari penyebab sesak napas di luar paru bila hasil uji fungsi paru tidak sesuai dengan derajat sesak.

Anamnesis secara detail diperlukan untuk menegakkan diagnosis antara lain anamnesis pekerjaan yang dilakukan secara kronologis termasuk mulai bekerja pekerjaan paruh waktu dan hobi. Anamnesis terhadap pajanan agen yang spesifik di tempat kerja seperti asap, debu dan lain-lain beserta waktu, lama dosis pajanan dan penggunaan alat pelindung diri. Keluhan dari sesama pekerja juga menolong penegakkan diagnosis dan etiologi penyakit paru kerja Merokok merupakan penyebab utama atau faktor yang berperan besar untuk penyakit paru dan harus didapatkan lengkap mengenai jenis rokok, mulai merokok, jumlah, lama merokok serta pajanan asap rokok.

Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan gangguan fungsi paru obstruksi atau restriksi yang melibatkan paru, dinding dada atau otot pernapasan serta menentukan apakah kelainan bersifat unilateral, bilateral, lokal ataupun difus. Frekuensi, pola pernapasan, kualitas bunyi, penggunaan otot bantu pernapasan, sianosis dan gejala kor pulmonal dapat menilai derajat beratnya gangguan fungsi. Manifestasi ekstraparu yang penting adalah jari tabuh. Jari tabuh merupakan tanda hipoksia kronik, terdapat pada fibrosis paru, bronkiektasis, karsinoma bronkogenik dan mesotelioma.

Uji Faal Paru

Spirometri digunakan untuk mengukur secara objektif gangguan respirasi Kapasitas vital paksa (KVP), volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan perbandingan VEP1/KVP merupakan nilai yang penting dalam penilaian gangguan fungsi paru serta membutuhkan kerjasama dari pasien. Uji ini bersifat reliable dan reproducible menggunakan alat yang sederhana, murah dan banyak tersedia di tempat praktek. Spirometri dapat digunakan untuk membedakan kelainan paru obstruktif atau restriktif serta menilai derajat beratnya gangguan fungsi paru. Spirometi dilakukan oleh seseorang yang sudah terlatih dengan teknik yang sudah standar. Hasil VEP1 dan KVP pasien kemudian dibandingkan dengan nilai prediksi. Hasil pengukuran ini sebaiknya selalu dibandingkan dengan hasil uji sebelumnya terutama uji saat sebelum pekerja mendapat pajanan.

Page 9: gangguan jiwa

Pengukuran kapasitas difusi menggunakan karbonmonoksida (CO) dapat dilakukan dengan manuver single breathhold (DLco) dalam ml/kg/menit pada suhu dan tekanan standar. Kapasitas difusi menunjukkan perpindahan oksigen (O2) dari alveoli ke sel darah merah dalam kapiler paru yang tergantung dari luas permukaan tempat pertukaran gas, ketebalan jaringan interstisial juga jarak epitel alveoli dan endotel pembuluh darah serta sel darah merah. Volume paru, distribusi ventilasi, volume plasma dan konsentasi hemoglobin juga mempengaruhi kapasitas difusi. Pemeriksaan ini tidak spesifik tapi cukup sensitif dan berguna untuk menilai gangguan restriksi serta lebih sensitif dibandingkan pengukuran volume paru. Kapasitas difusi dan spirometri digunakan untuk mengklasifikasikan derajat gangguan fungsi respirasi. Derajat sesak napas berkorelasi baik dengan Dlco dan berkorelasi buruk dengan parameter fungsional seperti VEP1.

Uji faal paru standar dengan mengukur KVP, VEP1 dan DLco sebenarnya cukup untuk menilai kecacatan paru pada sebagian besar pekerja. American Medical Association, ATS dan American College of Occupational and Environmental Medicine (ACOEM) merekomendasikan penggunaan spirometri dan kapasitas difusi sebagai elemen utama untuk menilai gangguan fungsi paru. Cotes dkk mempunyai hipotesis bahwa keterbatasan latihan karena gangguan fungsi paru memerlukan penilaian yang akurat dengan melakukan pengukuran volume paru dinamik dan kapasi difusi. Uji latih jantung paru dilakukan untuk mengukur konsumsi O2 maksimal yang digunakan saat latihan (VO2max) dan sebagai baku emas dalam menilai kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Pemeriksaan ini selain berguna untuk menilai kecacatan paru juga untuk mengetahui derajat gangguan fungsi paru khususnya pada penyakit interstisial yang mengalami desaturasi O2 saat latihan sehingga uji ini lebih sensitif daripada uji faal paru konvensional.

Radiologi

Foto toraks merupakan pemeriksaan standar untuk menilai gangguan respirasi. Pada sebagian besar kasus, penilaian kecacatan tidak menggunakan foto toraks karena korelasi antara fungsi paru dan kelainan radiologi terkadang tidak sesuai walaupun pada foto toraks sering ditemukan kelainan dengan kecacatan yang berarti misalkan pasien penyakit paru obstruktif gambaran radiologis dengan derajat abnormalitas gangguan fungsi paru berkorelasi buruk begitu pula pada pasien asma persisten berat hanya memperlihatkan kelainan minimal pada foto toraks. Foto toraks kurang berperan untuk menentukan kerusakan yang terjadi sehingga tidak digunakan untuk evaluasi kecacatan akan tetapi pemeriksaan ini penting dalam menegakkan diagnosis.

PENCEGAHAN TERSIER

Pencegahan tersier ditujukan untuk meminimalkan komplikasi, menghindari kecacatan dan meningkatkan kualitas hidup agar dapat menjalani kehidupan secara normal dan dapat diterima oleh lingkungan. Prinsip pencegahan tersier adalah:

1. Membatasi gangguan fisis dan sosial yang diakibatkan pekerjaannya sehingga timbul gejala dan PPAK. Pada derajat ini yang dilakukan adalah tatalaksana dan terapi pada penyakit paru kerja yang telah terjadi. Pencegahan tersier disempumakan dengan meminimalkan dampak klinis merugikan kesehatan. Contohnya adalah tatalaksana asma

Page 10: gangguan jiwa

akibat keria, tujuannya adalah membatasi gejala dan penyakit atau ketidaknyamanan, meminimalkan cedera dan memaksimalkan fungsi kapasiti.

2. Mutasi, merupakan salah satu cara pencegahan tersier, pekerja yang telah diketahui terkena PPAK dipindahkan ke bagian lain yang terhindar dari pajanan sebelumnya.

3. Rehabilitasi, dimulai sejak awal pengobatan. Tujuan rehabilitasi adalah bila terjadi kecacatan baik sementara atau menetap, keadaan sosial dan pekerjaannya dapat diminimalisir.

4. Kompensasi kecacatan permanen seperti pada kasus asbestosis.

KESIMPULAN

1. Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kelainan paru yang timbul sehubungan dengan pekerjaannya

2. Sistim pertahanan tubuh terhadap partikel terinhalasi meliputi pertahanan mekanik, selular dan imuniti

3. Konsep PPAK merupakan trias yang terdiri dari agen, penjamu dan lingkungan4. Pencegahan terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier5. Pencegahan primer adalah pencegahan dini dari penyakit dengan mengontrol pajanan

sebagai penyebab penyakit6. Pencegahan sekunder adalah pencegahan dini komplikasi melalui diagnosis dini dan

intervensi7. Pencegahan tersier adalah pencegahan kompensasi