Upload
berkatnu-indrawan-janguk
View
42
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
GAstritis
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu masalah emergensi di
bidang gastroenterologi. Manifestasi klinisnya dapat bervariasi mulai dari
ringan, hanya sedikit muntahan bahan warna hitam seperti kopi atau
sedikit gumpalan darah dalam bahan muntahan, sampai dengan perdarahan
masif dan menimbulkan renjatan. Angka kematian relatif tinggi walaupun
modalitas terapeutik semakin berkembang. Di Indonesia, dengan dominasi
perdarahan varises esofagus dapat diprediksi angka kematian lebih tinggi.
Hal ini disebabkan disamping kematian karena perdarahan sendiri. Juga
dipengaruhi oleh perjalanan dan keadaaan penyakit dasarnya umumnya
sirosis hepatis.
Meningkatnya pemakaian anti koagulan atau aspirin juga mempengaruhi
kekrapan terjadinya perdarahan saluran cerna.Angka morbiditas dan
mortalitas juga sangat dipengaruhi oleh bagaimana optimalnya tatalaksana
kasus dalam 24-48 jam pertama di sarana pelayanan kesehatan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. 1 PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
( HEMATEMESIS MELENA)
1. 1. 1 Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas(scba) adalah kehilangan darah dalam
lumen saluran cerna, dimana saja, mulai dari esofagus sampai dengan
duodenum(dengan batas anatomik di ligamentum treizt).
1.1.2 Etiologi
Etiologi Perdarahan SCBA :
Pecahnya varises esofagus, gaster, duodenum
Tukak esofagus, gaster, duodenum
Gastritis erosiva
Keganasan SCBA
Robeknya esofagus(Boerhaave’s syndrome)
Esofagitis
Sobekan daerah esofago-gastric junction( Mallory Weiss tears)
Tukak pada anastomosis
Hemobilia
Fistula vaskular-enterik
1. 1. 3 Patofisiologi
Mekanisme kehilangan darah mulai dari perdarahan tersamar intermitten( yang
hanya dapat dideteksi adanya darah samar pada feses atau adanya anemia
defisiensi besi) sampai dengan manifestasi perdarahan masif yang disertai
renjatan.
2
1. 1. 4 Tahapan Diagnosis
Pencari penyebab perdarahan adalah penting, terutama unutuk menentukan modalitas terapi definitifnya.Tapi menghentikan perdarahan, apapun penyebabnya merupakan langkah usaha awal yang penting. Secara umum tatalaksana perdarahan SCBA terdiri dari 1) Penilaian hemodianmik disertai resusitasi cairan dan stabilisasi hemodinamik, 2) Penilaian onset dan derajat perdarahan, 3) usaha menghentikan perdarahan secara umum( stop gap treatment), 4) usaha identifikasi lokasi sumber perdarahan dengan modalitas sarana penunjang yang tersedia, 5) Mengatasi sumber perdarahan secara definitif, 6) Minimalisasi komplikasi yang dapat terjadi dan 7) Upaya pencegahan terjadinya perdarahan ulang dalam jangka pendek maupun jangka panjang
AnamensisRiwayat pemakaian aspirin, nsaid, anti koagulan, riwayat tukak sebelumnya, bahkan pemakaian obat tradisional yang bersifat penhilang nyeri merupakan petunjuk yang bermanfaat.
Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik(termasuk didalamnya penilaian colok dubur) merupakan petunjuk yang bermanfaat akan adanya sigmata penyakit hati kronis atau diastesis hemoragis.
Pemasangan nasogastric tubePemasangan ngt merupakan langkah awal interevensi diagnostik. Perasat ini minimal untuk mengetahui benar atau tidaknya terdapat perdarahan saluran cerna, aktifnya proses perdarahan atau sudah berhentinya perdarahan, perkiraan volume darah yang hilang, atau tidak jarang kita dapat menilai ada tidak kemungkinan gangguan hemostasis.
LaboratoriumPemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan terutama untuk menilai kadar hemoglobin, fungsi hemostasis, fungsi hati, dan kimia darah yang berhubungan dengan status hemodinamik.Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit dilakukan secara serial(setiap 6-8) jam, agar dapat dilakukan antisipasi transfusi secara lebih tepat serta untuk memantau proses perdarahan
Endoskopi diagnostikEndoskopi gastrointestinal atas merupakan modalitas diagnostik yang paling akurat untuk mengidentifikasi sumber perdarahan dan bukan hanya untuk mengidentifikasi lesi atau kelainan yang ada pada SCBA. Kemungkinan ditemukan sumber perdarahan yang aktif atau tanda bekas berdarah(stigmata of recent bleeding) akan dipengaruhi oleh waktu atau kapan pemeriksaan itu dikerjakan
3
Endoskopi terapeutikBerbagai modalitas terapeutik dapat dilakukan melalui endoskopi pada waktu proses endoskopi diagnostik dilakukan. Perdarahan ulkus dapat diatasi mulai dengan teknik relatif sederhana seperti injeksi epinephrin 1/10.000, cairan hipertonik/alkohol, pemasangan klip, termal elektro koagulasi sampai laser foto koagulasi. Untuk kasus varises esofagus dapat dilakukan teknik sklero terapi atau ligasi varises per endoskopis
Penilaian Faktor resikoTeridentifikasi bahwa faktor usia >60 tahun, datang dalam keadaan renjatan, perdarahan terjadi dalam masa perawatan dirumah sakit, adanya komorbid, adanya perdarahan aktif, adanya perdarahan yang terjadi berulang serta adanya koagulopati akan meningkatkan angka mortalitas
1. 1. 5 Membedakan perdarahan SCBA dan SCBB
Perdarahan SCBA Perdarahan SCBBManifetasi klinik Hematemesis/Melena HematokesiaAspirasi Nasogastrik Beradarah JernihRasio (Bun/Kreatinin) Meningkat > 35 < 35Auskultasi Usus Hiperaktif Normal
1. 1. 5 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, tatalaksana perdarahan SCBA terdiri dari beberapa tahapan
yang dalam implementasinya merupakan alur kontinyu walaupun dalam algoritem
seolah terkotakkan
1. Penilaian keadaan awal pasien waktu datang yang terdiri dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium
2. Menstabilkan hemodinamik, prinsip airway-breathing-circulation dan
pemasangan jalur intra vena untuk mengantisipasi kebutuhan resusitasi
cairan yang optimal
3. Mempertahankan hemodiamik stabil dalam pemantauan ketat
4. Ketika hemodinamik stabil, lakukan resusitasi cairan(kristaloid atau
koloid) tanpa menunggu data pendukung lainnya dan transfusi harus
segera dilakukan. Pertimbangkan toleransi pasien( misalnya usia tua ,
4
komorbid dengan penyakit jantung dsbnya). Evaluasi potensi koagulopati
serta antisipasinya.
5. Terapi medikamentosa umum untuk suatu kejadiaan perdarahan dapat
dilakukan segera pemberian obat anti sekresi lambung dan obat
hemostatika umum
6. Bila keadaan hemodinamik sudah stabil dan memungkinkan , maka
dilanjutkan dengan usaha diagnostik(endoskopi) mencari sumber
perdarahan definitif
7. Terapi definitif disesuaikan etiologi perdarahan
1.1. 6 Tatalaksana Khusus
Secara praktis, tatalaksana perdarahan SCBA dibagi atas 2 kelompok : Kelompok
perdarahan non viseral dan kelompok perdarahan viseral
Tatalaksana Perdarahan Non Viseral
Etiologi sumber perdarahan ini baik dalam kepustakaan barat maupun di
Indonesia di dominasi oleh gastritis erosiva(terutama pada pemakaian obat
NSAID) dan ulkus gaster/duodenum. Penyakit penyerta biasanya dikaitkan
dengan pemakaian aspirin/NSAID dan anti- koagulan. Tatalaksana sesuai prinsip
pedoman umum dengan beberapa variasi terutama dalam terapi definitifnya.
Prinsip terapi medikamentosa adalah menciptakan situasi ph lambung diatas 4
agar proses koagulasi dapat tercipta optimal dan mencegah terjadi fibrinolisis
pada bekuan darah yang sudah terjadi.Hal ini dapat dicapai dengan pemberian
obat injeksi golongan penghambat pompa proton.
Gastritis erosif dan Gastropati NSAID
Pemakaian obat NSAID telah lama diketahui menimbulkan lesi mukosal
terutama pada SCBA. Patogenesisnya melewati jalur hambatan produksi
prostaglandin oleh obat NSAID sehingga terjadi penurunan faktor defensif
mukosa SCBA, dimana diketahui bahwa prostaglandin berfungis
memelihara integritas mukosa SCBA. Lesi mukosa juga dapat disebabkan
5
oleh efek topikal langsung dari obat aspirin/NSAID yang menimbulkan
kerusakan lambung( konsep ion trapping)
Pada dasarnya, terapi definitf berupa pemberian obat penghambat pompa
proton dan obat yang meningkatkan faktor defensif mukosa lambung,
disamping menghentikan sementara obat yang mencetuskan perdarahan
tersebut.
Tukak Peptik
Konsep patogenesis tukak peptik dapat dikaitkan dengan infeksi
Helicobacter pylori, hipersekresi asam lambung, keadaan iskemia mukosal
dan akhir-akhir ini kekerapannya meningkat pada pemakaina aspirin dan
obat NSAID. Peran endoskopis diagnostik pada perdarahan tukak peptik
mempunyai nilai prognostik. Lesi endoskopis yang memperlihatkan
adanya perdarahan arteriel aktif mempunyai prediksi kemungkinan
perdarahan berulang sebesar 55-90%( mortalitas sebesar
11%),dibandingkan temuan ulkus dengan dasar-dasar ulkusnya ditutupi
bekuan darah yang mempunyai prediksi perdarahan ulang sebesar 20-
35%(7%), tampaknya pembuluh darah didasar ulkus(visible vessel)
sebesar 40-50%(11%). Sedangkan bila temuan endoskopis berupa ulkus
dengan dasar yang bersih, resiko perdarahan berulang <5% dengan angka
mortalitas 2%.
Dalam kasus perdarahan tukak/ulkus peptik, peranan endoskopi terapeutik
sangat besar, disamping pemberian obat anti sekresi asam lambung.
Dimulai dengan teknik sederhana seperti penyuntikan larutan epinefrin
1:10.000, penyuntikan zat sklerosant, dan agen trombogenik pada tempat
perdarahan sampai teknik endoskopi terapeutik canggih seperti teknik
pemasangan klip, elektrokoagulasi, termal fotokoagulasi sampai teknik
fotokoagulasi laser
Malorry Weiis Tears
Malorry Weiis Tears adalah laserasi mukosa gaster atau esofagus dekat
esophago-gastric junction. Hal ini sering terjadi akibat proses muntah atau
retching. Klinis biasnaya hematemesis terjadi setelah episode muntah-
6
muntah yang hebat.Endoskopi merupakan sarana yang baku untuk
menegakkan diagnosa ini.
Tatalaksana Perdarahan Viseral
Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus, varises kardia/fundus atau
perdarahan gastropati akibat adanya hipertensi portal merupakan penyebab yang
tersering di Indonesia dan mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang
bermakna
Perdarahan Varises Esofagus dan Kardia/Fundus
Pada umumnya varises esofagus disebabkan oleh adany hipertensi portal.
Hipertensi portal dapat didefinisikan sebagai tekanan diatas normal(> 10
mmHg). Berdasarkan penyebabnya, dapat diklasifikasikan dalam
prehepatik( misalnya yang disebabkan trombosis vena splenika atau vena
porta), intrahepatik( Sirosis hati dll) dan post hepatik ( misalnya obstruksi
vena hepaika dan atau vena cava/Budd-Chiari syndrome). Dan di
Indonesia, lebih kurang 70% penyebab perdarahan adalah pecahnya
varises esofagus dan juga termasuk didalamnya kemungkinan adanya
perdarahan gastropati hipertensi portal.
Biasanya varises pecah apabila hepatic venous pressure lebih dari 12
mmHg atau tekanan varises lebih dari 15 mmHg. Meningkatnya tekanan
ini disebabkan oleh perubahan pola sistem vaskular intrahepatik akibat
adanya proses fibrosis dan regenarasi nodul disamping hati, di samping
juga adanya perubahan hemodinamik akibat adanya kontraksi myoblast
dan otot polos pembuluh darah.Ditambah lagi dengan adanya peningkatan
aliran vena porta akibat vasodilatasi arteriolar splanikus yang terjadi
bersamaan dengan terbentuknya sistem kolateral. Terjadinya varises
esofagus(+/- varises karida/fundus) dapat dihubungkan dengan derajat
7
beratnya penyakit sirosis hati. Terbentuknya varises bergantung pada
tekanan vena portal, tapi bila sudah terbentuk maka pecahnya varises
dipengaruhi oleh besarnya varises, ada tidaknya red whale sign dan tingkat
derajat penyakit hati. Diagnosa pasti adanya varises esofagus adalah
sarana endoskopi gastrointestinal bagian atas.Pemeriksaan usg dapat
memvisualisasikan adanya pelebaran vena porta akan memperkuat dugaan
suatu perdarahan varises.
Kasus perdarahan viseral harus medapatkan pengobatan untuk
mengentikan atau mengurangi perdarahan dengan medikamentosa sebelum
pengobatan definit per endoskopi. Antibiotik sebaiknya diberikan untuk
mengurangi komplikasi dan mortalitas. Dulu vasopresin sering digunakan
untuk menurunkan aliran vena porta. Tapi, karena efek vasokonstriksinya
sering menimbulkan efek samping, maka obat ini ditinggalkan. Studi yang
terbanyak adalah penggunaan somatostatin dan analognya(oktreotid) yang
untuk menurunkan aliran darah portal, sehingga golongan obat ini baku
dipakai pada awal pengobatan untuk menghentikan proses perdarahan
sebelum terapi definit dilaksanakan.
Terapi endoskopis merupakan pengobatan baku pada perdarahan viseral.
Dapat menggunakan metode terapi injeksi zat sklerosant atau teknik ligasi
varises. Modalitas terapi lain adalah teknik pemasangan balon tamponade,
hanya tindakan ini mempunyai resiko terjadinya komplikasi ruptur
esofagus.
8
BAB III
LAPORAN KASUS
3. 1 Data Subjektif
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Danar
Umur : 75 tahun
Alamat : Bangkalan
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Madura/Indonesia
2. Anamnesis
1. Keluhan utama
Nyeri perut
2. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri perut sejak kemarin dengan terasa seperti ditusuk, tidak
berpindah, di daerah ulu hati ,makan minum menurun,badan terasa
lemas.Ketika datang rasa nyeri hanya bisa berbaring dan tidak kuat
untuk duduk.Nyeri dirasakan pertama kali.Terasa mual muntah ketika
mau makan.Tadi pagi muntah berwarna kehitaman agak kecoklatan.
Terdapat panas sejak 3 hari yang lalu, terus menerus dan terasa badan
lemas. Bab hitam seperti kopi sejak tadi pagi berbau dan lengket,
kencing normal. Batuk- pilek -
3. Riwayat penyakit dahulu
- Nyeri dilutut akibat jatuh dari tangga 2 tahun yang lalu
- Riwayat darah tinggi, kencing manis di sangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
9
- Tidak ada riwayat darah tinggi, kencing manis, tumor
- Tidak ada keluarga yang mengalami kondisi serupa
5. Riwayat obat-obatan
- riwayat minum obat penghilang rasa nyeri ketika lutut merasa sakit
3. 2 Data Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
Keadaan umum : kurang aktif
Kesadaran : compos mentis GCS 456
2. Vital sign
TD : 100/60 mmhg
Nadi : 95 kali/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36, 50 C
3. Status umum
Kepala : AICD = +/-/-/-
Leher : pembesaran kelenjar getah bening -,
Struma -
Thoraks (Jantung, Paru) : S1S2 tunggal m- g- ,
Simetris, sonor/sonor Ves/Ves, wh: -/-,
Rh:-/-
Abdomen : Nyeri tekan di daerah epigastrium,
distended (+), Bu + menurun,
distended(+), Meteorismus(+)
Ekstremitas atas dan bawah : Akral hangat +/+, edema -, crt < 2 detik
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
10
Wbc : 10,4 Neu : 83,2 %
Lym : 11,7 % Mono : 3,1%
Eos : 1,22% Baso : .792%
Rbc : 2,16 Hgb : 5,74
Hct : 18,4 Mcv : 85,1
Mch : 26,5 Mchc : 31,2
Rdw : 14,6 % Plt : 336
USG abdomen : Hepar, GB, Lien, Pancreas, Ren kanan, Ren kiri, Buli dan
Prostat tampak tidak ada kelainan, Kesan adanya
meteorismus
3. 3 Diagnosa
Hematemesis dan Melena ec s Gastritis Erosiva
3. 4 Terapi
-O2 nasal
- Pasang NGT
-inf Rl/Asering 20 tpm
-Omeprazole 3 x 1
- Sukralfat 3x1
- Cek Dl, Ast/Alt, Albumin, Ul
- Pro tansfusi prc 1 kolf/hari
- Inj Cefotaxim 3x1 ampul
11
- KIE hindari pemakaian obat-obat yang mencetuskan dan bahan-bahan yang
mencetuskan
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam kasus ini didapatkan pasien Tn Danar 70 tahun datang dengan keluhan
nyeri perut sejak kemarin yang dirasakan pasien cukup nyeri sehingga ketika
nyeri hanya bisa berbaring dan baru pertama kali mengalami sakit seperti ini.
Nafsu makan menurun ,mual dan muntah terasa ketika mau makan. Merasa panas
sejak 3 hari yang lalu dan belum turun sampe sekarang.Tadi pagi pasien
mengalami muntah berwana hitam kecoklatan dan berak berwarna seperti kopi
yang lengket dan berbau.Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, riwayat darah
tinggi dan kencing manis disangkal,riwayat sakit lain disangkal kecuali pernah
jatuh dari ketingian dan sehabis itu mengalami nyeri lutut sejak 2 tahun yang lalu.
Setiap kali merasa sakit sering mengkonsumsi obat yang mengurangi rasa nyeri
yang menurut penuturan pasien didapatkan dari puskesmas terdekat.Pemeriksaan
fisik didapatkan yang positif adalah adanya anemis, distended, meteorismus
sedangkan yang lain dalam batas normal.
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik maka penulis membuat diagnosa
kearah hematemesis dan melena karena adanya nyeri perut, disertai muntah
berwana hitam kecoklatan dan bab yang seperti kopi dan berbau. Disertai ada
kemungkinan pasien sering mengkonsumsi obat untuk penghilng rasa nyeri
dilutut.
12
13