Upload
estyjayanti
View
5
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kumpulan gejala klinis dan diagnosa GBS
Citation preview
GEJALA KLINIS GBS
1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara
natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-
otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot
pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin
ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu.
Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan
ventilasi.
2. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-VII dan
IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah
droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia,
serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan
orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-
Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau
perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia
umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya
tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran,
proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan
nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah
dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan
dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit
mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi
shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas.
Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya
yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri
visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf,
ulkus dekubitus).
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup
sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi
ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan
dismotilitas usus dapat ditemukan.
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau
orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat
aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang
memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa
waktu selama perjalanan penyakit mereka.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP
serial;
- jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS
setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi saraf
bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.
DIAGNOSA
Diagnosa GBS terutama ditegakkan secara klinis. GBS ditandai dengan timbulnya suatu
kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua
atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan
gangguan sensorik dan motorik perifer.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of Neurological
and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:
I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
Terjadinya kelemahan yang progresif
Hiporefleksi
II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
Ciri-ciri klinis:
a. Gejala gangguan sensibilitas ringan, biasanya terjadi beberapa hari sebelum
timbul kelemahan, dimulai dari bagian distal dan simetris.
b. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4
minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan
90% dalam 4 minggu.
c. Relatif simetris
d. Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak
lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan,
kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
e. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang
sampai beberapa bulan.
f. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan
gejala vasomotor.
g. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
a. Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada
LP serial
b. Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
c. Varian: Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa: perlambatan konduksi
saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal
Gejala klinis
GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia
pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang bersifat
asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.1,2) Refelks fisiologis akan menurun dan
kemudian menghilang sama sekali. 2,10)
Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar
secara progresif 8), dalam hitungan jam, hari maupun minggu, 7) ke ekstremitas atas, tubuh
dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada
yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus,
biasanya berupa facial diplegia. 8) Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan 12) dan bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. 2,8) Anak anak
biasanya menjadi mudah terangsang dan progersivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk
berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia . 1)
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan
kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. 8) Gejala
yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. 11)
Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi. 5) terutama pada anak
anak. Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak
yang dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis. 7,8)
Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian.
Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac
arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat. 11)
Hipertensi terjadi pada 10 – 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30 % dari pasien. 10)
Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam
berbicara, 9) dan yang paling sering ( 50% ) adalah bilateral facial palsy. 4)
Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk mulai BAK,
inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat
menarik napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions). 3)
Dafpus:
Korinthinberg R, Scheal J, Kiracher J. (2007). Clinical Presentasion and course of childhood
Guilllain Barre Syndrome: a prospective multicentre study. Neuropediatrics; 38:10 17
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi Klinis Dasar,
Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000.