Upload
indah-saraswati
View
201
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
guaifenesin
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Umum Gliseril Guaiakolat
Rumus Bangun :
OH
OCH2CHCH2
OCH3
3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol [93-14-1]
Nama Kimia : Guaifenesin
Rumus Molekul :
Berat Molekul : 198,22
Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai agak kelabu; bau khas lemah; rasa
pahit.
Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform dan dalam
propilen glikol; agak sukar larut dalam gliserin.
Syarat kadar : mengandung , tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM,
1995).
2.1.1. Tablet Gliseril Guaiakolat
Tablet Gliseril Guaiakolat atau disebut juga Guaifenesin adalah derivat-
guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam berbagai jenis
sediaan batuk populer. Pada dosis tinggi bekerja merelaksasi otot (Tjay, 2007).
Ekspektoran adalah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari
saluran napas (ekspektoransi). Penggunaan obat Gliseril Guaiakolat hanya
didasarkan tradisi dan kesan subyektif pasien dan dokter. Belum ada bukti bahwa
obat bermanfaat pada dosis yang diberikan (Setiabudy, 2007).
Batuk berfungsi untuk melindungi tubuh dengan mengeluarkan dan
membersihkan jalan napas dari zat-zat asing. Obat batuk termasuk salah satu cara
penanganan batuk disamping cara lainnya seperti minum banyak cairan. Obat ini
berfungsi untuk meredakan gejala penyakit saja.
Tablet Gliseril Guaiakolat termasuk jenis obat batuk basah. Obat batuk ini
digunakan untuk batuk yang memiliki ciri berlendir, dahak mudah dikeluarkan
dan terasa ringan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan Gliseril
Guaiakolat:
- Jangan gunakan lebih dari 7 hari tanpa izin dokter
- Minumlah 1 gelas air setiap minum obat ini
- Tidak diperbolehkan untuk alergi
Contoh Merek Obat : Guaipim, Pasaba, Pectorin, Phenex, Probat, Triadex
Expektoran (Widodo, 2004).
Golongan/Kelas Terapi : Obat untuk saluran napas
Indikasi : Penggunaan untuk batuk yang membutuhkan
pengeluaran dahak.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap produk Guaifenesin.
Dosis : Oral 4−6 dd 100−200 mg
Dewasa : Sehari 3 kali 1−2 tablet
Anak-anak : Sehari 3 kali tablet.
Efek samping : Berupa iritasi lambung (mual, muntah) yang dapat
dikurangi bila diminum dengan segelas air.
Stabilitas Penyimpanan : Serbuk Guaifenesin cenderung menggumpal pada saat
penyimpanan. Simpan dalam wadah yang tertutup
rapat.
Mekanisme kerjanya : Merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang
kemudian meningkatkan kegiatan kelenjar-sekresi dari
saluran lambung-usus & sebagai refleks memperbanyak
sekresi dari kelenjar yang berada disaluran napas (Tjay,
2007).
2.2. Tablet
2.2.1. Tablet secara umum
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat
berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek
lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya.
Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989).
Untuk membuat tablet diperlukan bahan tambahan berupa :
a. Bahan pengisi (diluent)
Bahan ini dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Zat-zat yang
digunakan seperti : Saccharum Lactis, Amylum, Calcii Phosphas, Calcii
Carbonas.
b. Bahan pengikat (binder)
Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak pecah dan dapat merekat. Zat-zat
yang digunakan seperti : Mucilago Gummi Arabici 10-20%, Mucilago
Amyli 10%, larutan Gelatin 10-20% (panas), larutan Methylcellulose 5%.
c. Bahan penghancur (disintegrator)
Bahan ini dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Zat-zat yang
digunakan seperti : Amilum kering, Gelatin, Agar-agar, Natrium Alginat.
d. Bahan pelicin (lubricant)
Bahan ini dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan (matrys). Zat-
zat yang digunakan seperti : Talcum , Magnesii Stearas, Asam Stearat.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat dan bahan tambahan, kecuali
bahan pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak
mengisi cetakan dengan baik. Dengan dibuat granul akan terjadi “free flowing”,
mengisi cetakan secara tetap dan dapat dihindari tablet menjadi “capping” (retak)
(Anief, 1987).
Tablet harus mempunyai bentuk dan ukuran yang sesuai dan bebas dari
kerusakan. Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk menentukan kualitas dari
tablet adalah : keseragaman bobot, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur,
penetapan kadar zat berkhasiat dan disolusi (Ditjen POM, 1995).
2.2.2. Persyaratan Tablet
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dan sumber-sumber lainnya, tablet
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Keseragaman Bobot
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot untuk menjamin
keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet yang bobotnya seragam
diharapkan memiliki kandungan bahan obat yang sama, sehingga
mempunyai efek terapi yang sama.
b. Kekerasan
Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan
terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan dan pengangkutan. Uji
ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Hardness Tester.
Tablet diletakkan diantara alat penekan punch dan dijepit dengan memutar
sekrup pengatur sampai tanda lampu menyala, lalu ditekan tombol
sehingga tablet pecah. Tekanan dapat ditunjukkan melalui skala yang
tertera. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4-8 kg.
c. Kerenyahan
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet, karena tablet yang
rapuh dan rusak kandungan zat berkhasiatnya berkurang sehingga
mempengaruhi efek terapi. Kerenyahan ditandai dengan massa partikel
yang berjatuhan dari tablet. Uji ini menggunakan alat yang disebut Roche
Friabilator yang terdiri dari sebuah tabung yang berputar, kearah radial
disambungkan sebuah bilah lengkung. Tablet dimasukkan kedalam drum
tersebut, dihidupkan alat maka drum berputar dan tablet bergulir jatuh
sampai pada putaran berikutnya dipegang kembali oleh bilah. Pemutaran
dilakukan 100 kali dengan persyaratan tablet tidak boleh kehilangan berat
lebih dari 0,8 %.
d. Waktu Hancur
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur
yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara
bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua
periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas diantara periode
pelepasan tersebut. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan
atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Interval waktu hancur yaitu 5-30
menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila tidak ada sisa sediaan
yang tidak larut tertinggal pada kasa.
e. Penetapan Kadar Zat Berkhasiat
Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah tablet tersebut
memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak
memenuhi syarat, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang
baik dan tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan
menggunakan cara-cara yang sesuai tertera pada monografi antara lain di
Farmakope Indonesia.
f. Disolusi
Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat
kedalam larutan pada suatu medium. Uji ini digunakan untuk mengetahui
kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi pada
sediaan tablet kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah
atau tidak memerlukan uji disolusi.
Ada tiga kegunaan uji disolusi :
1. Menjamin keseragaman satu batch.
2. Menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan.
3. Uji disolusi diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru.
Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman bobot, kekerasan,
kerenyahan, waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat
menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus
dilakukan pada setiap produksi tablet.
2.3. Disolusi
Disolusi didefenisikan proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut
menghasilkan suatu larutan (proses zat padat melarut).
Kecepatan disolusi obat merupakan tahap sebelum obat berada dalam
darah. Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, bahan berkhasiat
harus terlarut, sesudah itu barulah obat tersebut dapat melewati membran saluran
cerna. Obat yang larut baik dalam air akan melarut cepat dan berdifusi secara
pasif. Sebaliknya, obat yang kelarutannya kecil kecepatan disolusi tidak larut atau
disintegrasi sediaan relatif karena pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif
(Syukri, 2002).
2.3.1. Alat Uji Disolusi
Dari jenis alat, ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera
dalam masing-masing monografi:
a. Alat 1 (Tipe Keranjang).
Alat terdiri dari wadah bertutup yang terbuat dari kaca, suatu batang logam
yang digerakkan oleh motor dan wadah disolusi (keranjang) berbentuk
silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm−175 mm, diameter 98
mm−106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam berada pada
posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap
titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus dan tanpa
goyangan. Sebuah tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat kecil
yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang digerakkan oleh
motor yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan sebagian di
dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu
dalam wadah pada ± C selama pengujian dan menjaga agar
gerakan air halus dan tetap. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar,
untuk mencegah penguapan digunakan suatu penutup yang pas.
b. Alat 2 (Tipe Dayung).
Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang
terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Daun melewati
diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi
spesifikasi dengan jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dasar
wadah yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat
dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai
berputar. Gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk
mencegah mengapungnya sediaan (Ditjen POM, 1995).
2.3.2. Prosedur Pengujian Disolusi
Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti
yang tertera dalam masing-masing monografi) kedalam wadah, pasang alat dan
dibiarkan media disolusi mencapai temperatur C. Satu tablet atau lebih
dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah,
kemudian pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam
monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada
daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari
keranjang berputar atau daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding
wadah untuk analisis kimia dari bagian obat yang terlarut. Tablet harus memenuhi
syarat seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ditjen
POM, 1995).
2.3.3. Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang
diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga tahap.
Pada tahap 1 (S1), 6 tablet diuji. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka
akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 tablet
tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan
lagi ke tahap 3 (S3
Tabel. 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi
). Pada tahap ini 12 tablet tambahan diuji lagi. Kriteria
penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan tabel dibawah ini.
Tahap Jumlah
Sediaan yang diuji
Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%
S2 6
Rata – rata dari 12 unit (S1+ S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%
S3 12
Rata – rata dari 24 unit (S1+ S2+ S3 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidbak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%
Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah
yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar
pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali
dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk
penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam waktu 45 menit dengan
menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm (Lachman, 1994).
2.3.4. Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Zat Aktif
Faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan, antara lain:
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat
Sifat-sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi :
kelarutan zat aktif, bentuk kristal, kompleksasi serta ukuran partikel. Sifat
fisikokimia lain seperti kekentalan dapat menimbulkan masalah disolusi.
b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan
Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan
cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi
tergantung kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya.
Penggunaan bahan tambahan sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur
dan pelicin dalam proses formulasi dapat menghambat atau mempercepat
laju disolusi tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cara pengolahan
bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam
formulasi sediaan padat peroral juga berpengaruh terhadap laju disolusi.
Waktu pengadukan lama pada granulasi basah dapat menghasilkan granul-
granul besar, keras dan padat sehingga pada proses pencetakan dihasilkan
tablet dengan waktu hancur dan disolusi yang lama. Faktor formulasi yang
mempengaruhi laju disolusi diantaranya : kecepatan disintegrasi, interaksi
obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan.
c. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji
Faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan meliputi :
kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang
digunakan. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan
tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak
dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif.
Zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium
disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. Pemilihan kondisi pH
pada percobaan in vitro penting karena kondisi pH akan berbeda pada
lokasi obat disaluran cerna. Metode penentuan laju disolusi yang berbeda
dapat menghasilkan laju disolusi sama atau berbeda, tergantung pada
metode uji yang digunakan (Syukri, 2002).
2.4. Penetapan Kadar
Setelah pengambilan sampel uji disolusi, dilanjutkan dengan proses
analisis penetapan kadar zat aktif dalam sampel (Siregar, 2008).
Penetapan kadar dipilih berdasarkan fungsi sifat senyawa dan prosedur
penetapan kadar senyawa dalam cairan. Untuk penetapan kadar dapat dilakukan
dengan metode fisikokimia yaitu spektrofotometri UV Visibel, fluorometri dan
konduktometri (Devissaquest, 1993).
Metode yang dipilih dalam penetapan kadar uji disolusi tablet Gliseril
Guaiakolat yaitu Spektrofotometri UV. Spektrofotometer UV-Vis adalah
pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak
yang diabsorbsi oleh sampel. Metode ini biasanya digunakan untuk molekul dan
ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai
bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang didapatkan,
tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif
(Dachriyanus, 2004).
Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk
digunakan pada kadar yang sangat rendah. Senyawa yang dianalisis harus
mempunyai gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat
membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).
Umumnya pelarut yang sering dipakai untuk analisis Spektrofotometri
adalah air, etanol, sikloheksana dan isopropanol. Dalam pemilihan pelarut, yang
perlu diperhatikan yaitu polaritas pelarut yang dipakai karena sangat berpengaruh
terhadap pergeseran spektrum molekul yang dianalisis (Mulja, 1995).