Gigi Tiruan Jembatan

  • Upload
    athiyafr

  • View
    1.223

  • Download
    151

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gigi tiruan jembatan (prostodonsi)

Citation preview

  • 4

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1 Penegakkan Diagnosis dan Rencana Perawatan

    Penegakan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang sangat

    penting dilakukan oleh dokter gigi karena hal tersebut akan mempengaruhi

    ketepatan dan keberhasilan perawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam

    menegakkan diagnosis dan membuat rencana perawatan maka terdapat 4 tahap

    yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi yaitu S (pemeriksaan subyektif), O

    ( pemeriksaan obyektif), dan P (treatment) (Underwood, 1999).

    3.1.1 Pemeriksaan Subyektif

    Pemeriksaan subyektif setidak-tidaknya berkaitan dengan 7 hal, yaitu

    identitas pasien, keluhan utama, present illness, riwayat medic, riwayat dental,

    riwayat keluarga, dan riwayat social.

    a) Identitas Pasien/ Data demografis

    Data identitas pasien ini diperlukan bila sewaktu-waktu dokter gigi

    perlu menghubungi pasien pasca-tindakan, dapat pula sebagai data

    ante-mortem (dental forensic). Data identitas pasien ini meliputi :

    1) Nama (nama lengkap dan nama panggilan),

    2) Tempat Tanggal Lahir,

    3) Alamat Tinggal,

    4) Golongan Darah,

    5) Status Pernikahan,

    6) Pekerjaan,

    7) Pendidikan,

    8) Kewarganegaraan, serta

    9) Nomor telepon/ handphone yang 4act dihubungi.

    b) Keluhan Utama (Chief Complaint/ CC)

    Berkaitan dengan apa yang dikeluhkan oleh pasien dan 4actor4

    pasien 4actor ke dokter gigi. Keluhan utama dari pasien akan

  • 5

    berpengaruh terhadap pertimbangan dokter gigi dalam menentukan

    prioritas perawatan.

    c) Present illness (PI)

    Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka diperlukan pula

    pengembangan akar masalah yang ada dalam keluhan utama, yaitu

    dengan mengidentifikasi keluhan utama. Misalnya dengan mencari

    tahu kapan rasa sakit/ rasa tidak nyaman itu pertama kali muncul,

    apakah keluhan itu bersifat intermittent (berselang) atau terus

    menerus, jika intermittent seberapa sering, adakah 5actor

    pemicunya, dan sebagainya.

    d) Riwayat Medik (Medical History/MH)

    Riwayat medic perlu ditanyakan karena hal itu akan berkaitan

    dengan diagnosis, treatment, dan prognosis. Beberapa hal yang

    penting ditanyakan adalah :

    1) Gejala umum seperti demam, penurunan berat badan, serta

    gejala umum lainnya.

    2) Gejala yang dikaitkan dengan system didalam tubuh,

    seperti batuk dengan system respirasi, lesi oral dengan

    kelainan gastrointestinal dan lesi kulit, kecemasan, depresi

    dengan kelainan kejiwaan.

    3) Perawatan bedah dan radioterapi yang pernah dilakukan.

    4) Alergi makanan dan obat

    5) Penyakit yang pernah diderita sebelumnya

    6) Riwayat rawat inap

    7) Anestesi

    8) Problem medic spesifik seperti terapi kortikosteroid,

    diabetes, kecenderungan perdarahan, penyakit jantung, dan

    resiko endocarditis yang dapat mempengaruhi prosedur

    oprasi.

    e) Riwayat Dental (Dental History/ DH)

    Selain riwayat medic, riwayat dental juga perlu ditanyakan karena

    akan mempengaruhi seorang dokter gigi dalam menentukan

  • 6

    rencana dan manajemen perawatan yang akan dilakukan. Beberapa

    riwayat dental yang dapat ditanyakan yaitu :

    1) Pasien rutin ke dokter gigi atau tidak

    2) Sikap pasien kepada dokter gigi saat dilakukan perawatan

    3) Problem gigi trakir yang relevan

    4) Perawatan restorasi/ pencabutan gigi terakir

    f) Riwayat Keluarga (Family History/ FH)

    Ini berkaitan dengan problem herediter yang berkaitan dengan

    kondisi keluarga seperti kasus amelogenesis imperfekta, hemofili,

    angiodeme herediter, recurrent aphtous stomatitis (RAS) dan

    diabetes.

    g) Riwayat social (Social History/ SH)

    Riwayat social yang dapat diungkap antara lain :

    1) Apakah pasien masih memiliki keluarga

    2) Keadaan sosio-ekonomi pasien

    3) Pasien bepergian ke luar negri (berkaiatan dengan beberapa

    penyakit infeksi, misalnya penyakit di daerah tropis atau

    wabah di Negara tertentu).

    4) Riwayat sexual pasien

    5) Kebiasaan merokok, minum alcohol, pengguna obat-

    obatan, dll

    6) Informasi tentang diet makanan pasien (Underwood, 1999).

    3.1.2 Pemeriksaan Obyektif

    Pemeriksaan obyektif yang dilakukan secara umum ada dua macam, yaitu

    pemeriksaan ektra oral dan pemeriksaan intra oral (Underwood, 1999).

    a. Pemeriksaan Ekstra oral

    Pemeriksaan ektraoral ini bertujuan untuk melihat penampakan

    secara umum dari pasien, misalnya pembengkakan di muka dan

    leher, pola skeletal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara palpasi

    limfonodi, otot-otot mastikasi dan pemeriksaan TMJ

    b. Pemeriksaan Intra oral

  • 7

    Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan yang dilakukan

    dalam rongga mulut. Pemeriksaan intraoral berkaitan dengan gigi

    dan jaringan sekitar (jaringan lunak maupun keras). Beberapa

    gambaran yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan intra oral

    sebagai berikut :

    Bagian yang

    diperiksa

    Gambaran yang dapat ditemukan

    Bibir Sianosis (pada pasien dengan penyakit respirasi

    atau jantung), angular cheilitis, Fordyce spots,

    mucocele.

    Mukosa Labial Normalnya tampak lembab dan prominent

    Mukosa Bukal Kaca mulut dapat digunakan untuk melihat

    mukosa bukal, dalam keadaan normal kaca

    mulut licin bila ditempelkan dan diangkat. Bila

    menempel di mukosa, maka bisa disimpulkan

    adanya xerostomia.

    Dasat mulut

    dan bagian

    ventral lidah

    Bila terdapat adanya benjolan, maka

    kemungkinan ada permulaan penyakit tumor.

    Bagian dorsal

    lidah

    Tes indra pengecap dapat dilakukan dengan

    mengaplikasikan gula,garam, dilusi asam asetat

    dan 5% asam sitrat pada lidah dengan

    menggunakan cotton bud atau sotton swab.

    Dengan menggunakan kaca mulut juga dapat

    dilihat keadaan posterior lidah, orofaring, tonsil.

    Palatum

    (palatum keras

    dan palatum

    lunak)

    Rugae terletak pada papilla incisivus. Bisa

    dilihat pula adanya benjolan atau tidak. Pada

    palatum dapat dilihat adanya tidaknya torus

    palatine.

    Gigi geligi Dilihat adanya ekstra teeth (supernumery teeth),

  • 8

    kurang gigi (hypodontia, oliodontia), atau tidak

    adanya gigi sama sekali (anodonsia), karies,

    penyakit periodontal, polip, impaksi, malformasi,

    hipoplasi, staining, kalkulus, dan kelainan gigi

    lainnya.

    3.1.3 Pemeriksaan Penunjang

    a. Radiografi

    Dental radiografi memegang peranan penting dalam menegakkan

    diagnosis, merencanakan perawatan, dan mengevaluasi hasil

    perawatan untuk melihat keadaan gigi secara utuh. Dalam mempelajari

    radiologi oral ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yakni :

    1) Tehnik atau cara untuk mendapatkan hasil yang optimal

    2) Interpretasi atau menafsirkan radiogram yang telah dibuat

    Ada 2 macam radiografi yang digunakan dalam kedokteran gigi, yaitu:

    1) Radiografi Intral oral : tahnik periapikal, tehnik bite wing atau

    sayap gigit, tehnik oklusal.

    2) Radiografi ekstra oral : Panoramic, oblique lateral, posteroanterior

    (PA) jaw, reverse towns projection

    b. Pemeriksaan laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk evaluasi pasien

    dengan sakit atau tanda dan gejala pada orofacial yang menjurus

    kearah penyakit ottorinologik, kelenjar saliva atau penyakit jaringan

    adneka lainnya.

    Prosedur laboratorium biasanya dikelompokkan menurut devisi

    dari pelayanan laboratorium yang melakukan satu kelompok tes

    tertentu, yaitu hematologi, kimia darah, urinalisis, histopatologi dan

    sitology, mikrobiologi dan imunologi (Underwood, 1999).

    3.2 Gigi Tiruan Cekat (GTC)

    Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada

    gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis

  • 9

    restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan (Shilingburg,

    dkk,1997).

    3.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Pemakaian GTC

    Adapun indikasi dan kontraindikasi dari GTC, yaitu (Jubhari, 2007):

    1. Kehilangan satu atau lebih gigi

    2. Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah

    edentulous

    3. Gigi di sebelah daerah edentulus miring

    4. Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup

    untuk dietsa.

    Kontraindikasi pemakaian GTC :

    1. Pasien yang tidak kooperatif

    2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang

    3. Kelainan jaringan periodonsium

    4. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga

    5. Diastema yang panjang

    6. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama

    7. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.

    3.2.2 Komponen-Komponen Gigi Tiruan Cekat

    Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik,

    retainer, konektor, abutment, dan sadel, yang dapat diuraikan sebagai

    berikut (Allan dan Foreman, 1994):

    a. Pontik adalah: gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang

    hilang. Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau

    gabungan dari bahan-bahan ini. Beberapa macam bentuk pontic

    adalah:

    1. Saddle pontic

    Merupakan pontic yang paling dapat menjamin estetika,

    seluruh pontic tersebut mengganti dari seluruh bebntuk gigi

    yang hilang. Kekurangan bnetuk ini sering menimbulkan

    inflamasi jaringan lunak dibawah pontic tersebut, karena

    menutup seluruh edentulous ridge.

  • 10

    2. Ridge lap pontic

    Pontic ini tidak menempel edentulous ridge pada permukaan

    palatinal/llingual, sedang permukaan bukal/labialnya

    menenmpel . Keadaan ini untuk memperkecil terjadinya impaksi

    dan akumulasi makanan, tetapi tidak mengabaikan faktor

    estetik, biasanya digunakan untuk gigi anterior.

    3. Hygiene pontic

    Pontic ini sama sekali tidak menenmpel pada permukaan

    edentulous ridge, sehingga self cleansing sangat terjamin.

    Bisanya untuk gigi posterior bawah.

    4. Conical pontic

    Pontic ini hampir sama dengan hygiene pontic tetapi pada jenis

    ini ada bagian yang bersinggungan dengan edentulous ridge ,

    sehingga sering disebut bullet/shperoid pontic mahkota

    sementara.

    b. Retainer adalah: restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer dapat

    dibuat intrakoronal atau ekstrakoronal.

    c. Konektor adalah: bagian yang mencekatkan pontik ke retainer.

    Konektor dapat berupa sambungan yang disolder, struktur cor

    (alumina derajat tinggi, jika terbuat dari porselen seluruhnya).

    d. Abutment adalah: gigi penyangga dapat bervariasi dalam

    kemampuan untuk menahan gigitiruan cekat dan tergantung pada

    faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang serta

    jumlah akar.

    e. Sadel adalah: daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutama

    adalah tulang alveolar yang ditutupi oleh jaringan lunak. Tulang

    alveolar akan berubah kontur selama beberapa bulan setelah

    hilangnya gigi. Kontur dan tekstur sadel akan mempengaruhi desain

    pontik.

  • 11

    3.2.3 Macam-Macam Desain GTC

    Adapun 5 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada

    dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain

    ini adalah (Barclay danWalmsley, 2001):

    a. Fixed-fixed bridge

    Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada

    kedua sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi

    yang hilang yang terhubung dengan gigi penyangga, harus

    mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. GTC

    merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan

    gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa

    gigi yang hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan

    fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung

    dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional

    dari gigi yang hilang. Seperti pada gambar 2.5, Fixed-fixed

    bridge dengan menggunakan bahan porselen pada gigi insisivus

    sentralis.

    Gambar 2.5 Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi Insisivus

    sentralis

    b. Semi fixed bridge

  • 12

    Suatu gigi tiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi,

    biasanya pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi

    penyangga. Satu gigi penyangga akan menahan perlekatan

    intracoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan

    antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi

    Gambar 2.6 Gambaran semi fixed bridge pada gigi Insisivus

    sentralis

    c. Cantilever bridge

    Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu

    atau lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga

    dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan.

    Gambar 2.7. Gambaran cantilever bridge

  • 13

    d. Spring cantilever bridge

    Suatu gigi tiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan

    ke gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi

    sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang,tergantung

    pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan

    gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum

    untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini

    digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu

    gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang

    hilang.

    Gambar 2.8 Gambaran spring cantilever bridge

    Compound bridge

    Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam

    gigitiruan cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan.

    3.3. Syarat Preparasi

    a. Kemiringan dinding-dinding aksial

    Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk

    menentukan arah pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi

    retainer sehingga jembatan tidak bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu,

    dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah oklusal. Craige (1978) mengatakan

    bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar 10-15 derajat. Sementara

    menurut Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding

  • 14

    aksial preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang

    kemiiringan dinding aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling

    ideal. Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan

    daerah gerong yang tidak terlihat dan menyebabkan retainer tidak merapat ke

    permukaan gigi. Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial

    preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi

    sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi melebihi 30 derajat.

    Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan terlalu banyak jaringan gigi yang

    dibuang sehingga dapat menyebabkan terganggunya vitalitas pulpa seperti

    hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose pulpa. Kebanyakan literatur

    mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7 derajat, namun

    kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral.

    b. Ketebalan preparasi

    Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan

    preparasi kita harus mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan

    preparasi berbeda sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai

    retainer maka ketebalan pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm

    sedangkan jika menggunakan logam porselen pengambilan jaringan gigi berkisar

    antara 1,5 2 mm. Pengambilan jaringan gigi yang terlalu berlebihan dapat

    menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan

    nekrosis pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat mengurangin

    retensi retainer sehingga menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah.

    c. Kesejajaran preparasi

    Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama

    antara satu gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan

    harus dipilih yang paling sedikit mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat

    menyebabkan jembatan duduk sempurna pada tempatnya.

    d. Preparasi mengikuti anatomi gigi

    Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan

    vitalitas pulpa juga dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan

    tersebut. Preparasi pada oklusal harus disesuaikan dengan morfologi oklusal.

  • 15

    Apabila preparsai tidak mengukuti morfologi gigi maka pulpa dapat terkena

    sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa.

    e. Pembulatan sudut-sudut preparasi

    Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan

    pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut

    yang tajam dapat menimbulkan tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam

    pemasangan jembatan.

    3.4 Hal-hal yang Harus Diperhatikan Dalam Pembuatan Gigi Tiruan

    Jembatan

    Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan gigi tiruan jembatan adalah

    sebagai berikut (Lesmana, 1999):

    1. Oklusi gigi

    Bila pasien kehilangan satu atau beberapa gigi dalam satu area didalam

    rongga mulut, bila tidak dibuatkan fixed bridge, maka gigi-gigi yang

    ada di antara gigi yang hilang tersebut akan bergerak ke daerah yang

    kosong, sedangkan gigi lawannya (oklusinya) akan cenderung

    memanjang karena tidak ada gigi yang menopangnya pada saat oklusi.

    Bergeraknya gigi kedaerah yang kosong dinamakan shifting/drifting,

    sedangkan gigi yang memanjang dinamakan elongation/extrusion. Bila

    kondisi ini berlanjut, maka akan menyebabkan :

    a. Sakit pada rahang (terutama pada TMJ/Temporo Mandibular

    Joint)

    b. Retensi sisa-sisa makanan diantara gigi-gigi (food Impaction)

    dan dapat menyebabkan penyakit periodontal.

    c. Berakhir dengan pencabutan pada gigi-gigi dan juga gigi

    lawannya. Beban fungsional pada oklusal pontik terutama gigi

    posterior dapat dikurangi dengan mempersempit lebar buko-

    lingual atau buko palatal untuk mengurangi beban oklusi yang

    dapat merusak gigi tiruan pada pasien-pasien tertentu

    2. Oral hygiene

    3. Jaringan periodontal

  • 16

    Hukum Ante menyatakan bahwa daerah membran periodontal pada

    akar-akar dari gigi abutment harus sekurang-kurangnya sama dengan

    daerah membran periodontal yang ada pada gigi-gigi yang akan

    diganti.

    4. Posisi gigi dan kesejajaran gigi

    Abutment yang melibatkan gigi anterior hanya gigi gigi insisivus

    biasanya mempunyai inklinasi labial yang serupa dan tidak terlalu sulit

    untuk menyusun kesejajarannya. Apabila abutment melibatkan

    gigianterior seperti caninus dan gigi posterior seperti premolar kedua

    atas supaya diperoleh kesejajaran, kaninus harus dipreparasi pada arah

    yang sama seperti

    5. Jumlah dan lokasi kehilangan gigi

    6. Kegoyangan gigi

    7. Frekwensi karies

    8. Discoloration (Lesmana, 1999).

    3.5 Tahap-Tahap Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan (GTJ)

    Pembuatan gigi tiruan jembatan ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu

    sebagai berikut (Prajitno, 1994).

    1. Preparasi

    Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi

    untuk tujuan menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau

    sebagian pegangan gigi tiruan jembatan (Smith dan Howe, 2007).

    Tujuan preparasi:

    Menghilangkan daerah gerong

    Memberi tempat bagi bahan retainer atau mahkota

    Menyesuaikan sumbu mahkota

    Memungkinkan pembentukan retainer sesuai bentuk anatomi

    Membangun bentuk retensi

    Menghilangkan jaringan yang lapuk oleh karies jika ada (Prajitno,

    1994).

    Persyaratan preparasi:

  • 17

    1. Kemiringan dinding-dinding aksial

    Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit

    untuk menentukan arah pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit

    keluar dari tepi retainer sehingga jembatan tidak bisa duduk sempurna

    pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang sedikit konus ke

    arah oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding

    aksial optimal berkisar 10-15 derajat. Sementara menurut Martanto

    (1981), menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding aksial

    preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang

    kemiiringan dinding aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan

    yang paling ideal. Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena

    dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan

    menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi

    sangat berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial preparasi

    meningkat. Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi

    sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi melebihi 30

    derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan terlalu

    banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan

    terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan

    bahkan nekrose pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan

    dinding aksial preparasi berkisar 5-7 derajat, namun kenyataaannya

    sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral (Prajitno,

    1994).

    2. Ketebalan preparasi

    Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan

    preparasi kita harus mengambil jaringan gigi seminimal mungkin.

    Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang

    digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan jaringan gigi

    berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen

    pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 2 mm. Pengambilan

    jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat menyebakan terganggu

    vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan nekrosis

  • 18

    pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat mengurangi

    retensi retainer sehingga menyebabkan perubahan bentuk akibat daya

    kunyah (Prajitno, 1994).

    3. Kesejajaran preparasi

    Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama

    antara satu gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah

    pemasangan harus dipilih yang paling sedikit mengorbankan jaringan

    keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk sempurna pada

    tempatnya (Prajitno, 1994).

    4. Preparasi mengikuti anatomi gigi

    Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan

    vitalitas pulpa juga dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan

    jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal harus disesuaikan dengan

    morfologi oklusal. Apabila preparasi tidak mengukuti morfologi gigi

    maka pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada

    pulpa (Prajitno, 1994).

    5. Pembulatan sudut-sudut preparasi

    Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang

    merupakan pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus

    dibulatkan karena sudut yang tajam dapat menimbulkan tegangan atau

    stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan jembatan (Prajitno,

    1994).

    3.6 Tahap-tahap preparasi gigi penyangga:

    1. Pembuatan galur

    Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila

    gigi bagian labiopalatal cukup tebal. Galur berguna untuk

    mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan berguna untuk

    mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada

    gigi anterior dapat dibuat dengan bur intan berbentuk silinder

    (Prajitno, 1994).

    2. Preparasi bagian proksimal

  • 19

    Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi

    sesuai dengan arah pasang jembatannya. Selain itu untuk

    mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang

    menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal

    dilakukan dengan menggunakan bur intan berbentuk kerucut.

    Pengurangan bagian proksimal membentuk konus dengan

    kemiringan 5-10 derajat (Prajitno, 1994).

    3. Preparasi permukaan insisal atau oklusal

    Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk

    tonjolnya. Preparasi permukaan oklusal untuk memberi tempat

    logam bagian oklusal pemautnya, yang menyatu dengan bagian

    oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies,

    iritasi, serta fraktur (Prajitno, 1994).

    4. Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual

    Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk

    silinder. Preparasi permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh

    ruangan yang cukup untuk logam pemaut yang memberi kekuatan

    pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan

    (Prajitno, 1994).

    5. Pembulatan sudut preparasi bidang aksial

    6. Pembentukan tepi servikal

    Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan

    pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:

    a.Tepi demarkasi (feater edge)

    b.Tepi pisau (knife edge)

    c.Tepi lereng (bevel)

    d.Tepi bahu liku (chamfer )

    e.Tepi bahu (shoulder) (Prajitno, 1994).

    7. Boxing Dan Pembuatan Basis

    Dengan menggunakan selembar wax cetakan diboxing hingga

    setinggi ujung pin yang telah diberi bulatan wax. Aduk gips putih

  • 20

    kemudian tuangkan kedalam cetakan yang telah diboxing setelah

    keras kemudian dilepas dari cetakan (Smith dan Howe, 2007).

    Pembuatan Pola Lilin

    Yang diartikan dengan pola lilin atau wax-pattern ialah: suatu

    model dari retainer atau restorasi yang dibuat dari lilin yang

    kemudian direproduksi menjadi logam atau akrilik (Smith dan

    Howe, 2007).

    Tujuan pembuatan pola lilin:

    Mendapatkan retainer atau restorasi yang tepat, pas dan

    mempunyai adaptasi yang sempurna dengan preparasi.

    Memperoleh bentuk anatomi.

    Menghasilkan suatu coran (casting) yang merupakan reproduksi

    yang tepat (bentuk dan ukuran) dari pola lilin itu.

    Mencapai hubungan yang tepat dengan gigi sebelahnya dan gigi

    lawan.

    Membuat pola lilin dapat dengan cara :

    Langsung (direct).

    Tidak langsung (indirect).

    Langsung - tidak langsung (direct indirect) (Prajitno,

    1994).

    Lilin pola:

    Lilin pola sebagai model di kedokteran gigi mempunyai sifat

    sanggup dibentuk dalam keadaan plastis pada suhu antara cair dan kaku.

    Ada 2 macam tipe lilin pola yang biasa dipakai :

    Untuk cara langsung dipilih type 1 yang mempunyai sifat

    menjadi sangat plastis pada suhu sedikit lebih tinggi di atas

    suhu mulut, sehingga dapat memasuki sela-sela preparasi.

    Untuk pola-pola indirect sebaiknya dipakai type II yang

    membeku keras pada suhu kamar. (Prajitno, 1994).

    Lilin pola yang baik harus dapat memenuhi persyaratan-

    persyaratan yang tercantum dalam American Dental Association

  • 21

    Specification No. 4 for Dental Inlay casting wax, mengenai pemuaian,

    penciutan, flow elastisitas, dan plastisitas (Prajitno, 1994).

    Selain dari sifat-sifat tersebut di atas, suatu lilin inlay harus:

    Mempunyai warna yang menyolok supaya dapat mudah

    terlihat di antara jaringan gigi dan gusi.

    Bersifat kohesif jika dilunakan.

    Dapat dipotong atau di ukir tanpa patah atau rempil.

    Menguap habis jika dibakar/dipanasi suhu tertentu

    (Prajitno, 1994).

    Distorsi pola lilin disebabkan oleh:

    1. Perubahan-perubahan ukuran karena naik turunnya suhu.

    2. Perbesaran tegangan (stress relese atau relaxation) yang

    secara kodrat ada di dalam pola lilin, seperti:

    o Pengisutan pada waktu pembekuan atau penurunan

    suhu.

    o Adanya hawa, gas atau air di dalam massa lilin yang

    mengisut/memuai, menarik atau mendorong lilin

    yang masih lunak akibat dari pengukiran,

    penambahan lilin cair, atau pengambilan kelebihan

    lilin dengan alat yang panas (Prajitno, 1994).

    3. Flow atau mengalirnya lilin sebagai bahan amorph pada

    suhu kamar, lebih tinggi suhunya, lebih besar flownya, jadi

    juga lebih besar distorsinya. Sebagian dari distorsi dapat

    dicegah atau dikurangi dengan cara:

    o Menggunakan lilin inlay yang memenuhi syarat

    A.D.A Specification No. 4 dan sesuai dengan teknik

    yang dipakai. (type I atau type II).

    o Sedapat mungkin mencegah penambalan lilin cair

    pada pola atau mencairkan permukaan lilin

    setempat.

  • 22

    o Melunakkan lilin dengan seksama sampai seluruh

    massa lilin menjadi lunak dengan cara memutar-

    mutar sebatang lilin di atas nyala api.

    o Menyimpan pola di tempat yang dingin, jika tidak

    mungkin dilakukan pemendaman dengan segera.

    o Memendam pola selekas mungkin setelah

    dikeluarkan radi mulut atau setelah jadi dibentuk

    pada die (Prajitno, 1994).

    a. Pembentukan mahkota lilin untuk mahkota penuh menurut cara

    tidak langsung (indirect)

    Sebagai pedoman dapat dipakai model penelitian (study model)

    yang menunjukkan dentuk gigi sebelum direparasi. Yang perlu

    diperhatikan ialah kecembungan permukaan bukal dan lingual,

    bentuk dan ukuran bonjolan-bonjolan(cusp) dan letaknya daerah

    kontak diproksimal (Prajitno, 1994)

    b. Pembentukan mahkota lilin untuk mahkota penuh menurut cara

    langsung (direct)

    Dalam teknik langsung, penempatan saluran logam atau sprue

    dapat dilakukan di luar atau di dalam mulut. Sedikit lilin

    ditambahkan kepada pola ditempat di mana sprue akan

    dilekatkan, dengan demikian pada waktu sprue pin yang panas di

    tempatkan, lilin tambahan ini akan mengalir menghubungkan

    pola dengan sprue pin dan pola tidak terganggu (Prajitno, 1994).

    c. Pembuatan pola lilin secara langsung-tidak langsung (direct-

    indirect)

    Dalam cara kerja ketiga yang merupakan paduan dari methoda

    langsung dan tidak langsung, dilakukan percobaan/

    checking di mulut dari pola lilin yang telah dibentuk pada model

    kerja (die) (Prajitno, 1994).

    8. Processing mahkota dan bridge

    1. Flasking

    2. Wax elimination

  • 23

    3. Packing

    4. Prosessing

    5. Deflasking

    6. Finishing

    7. Polishing (Smith dan Howe, 2007).

    9. Penyemenan jembatan

    Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen

    pada gigi penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga

    sebelum penyemenan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya

    untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang

    mungkin juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu

    pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh operator (Smith dan Howe,

    2007).

    Semen yang digunakan untuk melekatkan jembatan ialah zinc

    phosphatesemen, semen silikofosfat, semen alumina EBA, semen

    polikarboksilat, serta semen resin komposit. Pemilihan dilakukan

    berdasarkan sifat biologic, biofisik serta pengaruh pada estetiknya

    (Smith dan Howe, 2007).

    Tata cara penyemenan dengan menggunakan zinc phosphate

    cement :

    1. Bubuk semen serta cairan diletakkan diatas glass pad

    2. Campurkan bubuk pada cairan sedikit demi sedikit, di aduk merata

    sampai 90 detik.

    3. Adukan diratakan melebar pada kaca seluas mungkin

    4. Adonan kemudian diisikan kedalam pemaut meliputi dinding

    dalamnya tpis-tipis dan merata, sedang lekuk pada preparasi (bila

    ada) diisi juga dengan adonan semen.

    5. Jembatan kemudian ditempatkan pada penyangganya didalam

    mulut dan ditekan dengan jari secara kuat ; dapat juga dipakai

    pemakai kayu untuk lebih menekan jembatan pada tempatnya

    6. Pasien diminta menggigit keras pada jembatannya, untuk

    mengecek apakah oklusi sudah baik

  • 24

    7. Pasien diminta membuka mulut sebentar dan diminta menggigit

    gulungan kapas, yang diletakkan pada oklusal gigi geligi.

    8. Setelah semen keras, kelebihan semen dihilangkan dengan scaller

    9. Sekali lagi, oklusi diperiksa dan sebelum pasien pulang, operator

    perlu memberitahu cara membersihkan jembatan tersebut (Prajitno,

    1994).

    3.7 Kegagalan

    Adapun beberapa bentuk kegagalan dari pemakaian gigi tiruan jembatan yang

    dapat ditemukan antara lain :

    1. Intrusi gigi pendukung, perubahan yang terjadi dimana posisi gigi pendukung,

    menjauhi bidang oklusal.

    2. Karies gigi pendukung, umumnya disebabkan karena pinggiran restorasi

    rtetainer yang terlampau panjan,kurang panjang atau tidak lengkap serta terbuka.

    Sebab lain, yaitu terjadi kerusakan pada bahna mahkota retainer yang lepas,

    embrasure yang terlalu sempit, pilihan tipe retainer yang salah, serta mahkota

    sementara yang merusajk atau ,mendorong gingival terlalu lama.

    3. Periodontitis jaringan pendukung

    4. Konektor patah.

    5. Penderita mengeluh akan adanya perasaan yang tidak enak. Hal yang dapat

    menyebabkan gangguan ini adalah kontak prematur atau oklusi yang tidak sesuai,

    bidang oklusi yang terlalu luas dan atau penimbunan sisa makanan antara pontik

    dan retainer, tekanan yang berlebih pada gingiva. Daerah servikal yang sakit, shok

    termis oleh karena pasien belum terbiasa.

    6. Retainer atau jembatan lepas dari gigi penyangga. Adakalanya satu jembatan

    yang lepas secara keseluruhan dapat disemen kembali setelah penyebab dari

    lepasnya restorasi tersebut diketahui dan dihilangkan. Jika tidak semua retainer

    lepas maka jembatan dikeluarkan dengan cara dirusak dan dibuatkan kembali

    jembatan yang baru, jika sesuatu dan kondisi memungkinkan

  • 25

    7. Jembatan kehilangan dukungan, dapat terganggu oleh karena jembatan, luas

    permukaan oklusal, bentuk embrasure, bentuk retainer, kurang gigi penyangga,

    trauma pada periodontium dan teknik pencetakan.

    8. Terjadi perubahan pada pulpa, dapat disebabkan oleh cara preparasi, preparasi

    yang tidak dilindungi dengan mahkota sementara, karies yang tersembunyi,

    rangsangan dari semen serta terjadinya perforasi.

    9. Jembatan patah. Dapat diakibatkan oleh hubungan oleh shoulder atau bahu

    yang tidak baik, teknik pengecoran yang salah serta kelelahan bahan.

    10. Kehilangan lapisan estetik

    11. Sebab-sebab lain yang menyebabkan jembatan tidak berfungsi

    Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah berbagai

    kegagalan tersebut dapat berupa pemilihan jumlah dan distribusi gigi pendukung,

    aplikasi bahan pelapis lunak, pemakaian stres absorbing elemen dan pemakaian

    konektor non rigid. Perbedaan gerakan gigi dan implan dapat menyebabkan

    berbagai bentuk kegagalan pemakaian gigi tiruan jembatan dukungazn gigi dan

    implan. Usaha yang paling penting untuk diperhatikan dalam mencegah berbagai

    bentuk kegagalan tersebut adalah dengan mencegah terjadinya tekanan berlebihan

    pada pendukung gigi tiruan jembatan yang timbul akibat perbedaan pergerakan

    tersebut.

    3.8 Hukum Ante

    Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan sebaiknya berpatokan pada

    hukum Ante. Hukum Ante adalah konsep yang dikemukakan pada tahun 1800an

    dan masih digunakan sampai sekarang. Hukum ante menyatakan bahwa "Luas

    area permukaan akar gigi penyangga harus sama atau lebih besar dari luas area

    permukaan akar gigi yang hilang atau daerah anodonsia"

    ` Dalam keadaan tertentu, kita tidak perlu mentaati hukum Ante dalam

    keadaan:

    1. Akar gigi penyangga (abutment teeth) panjang, kokoh dan tertanam baik dalam

    proc. Alveolaris 2. Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali,

  • 26

    misal gigi lawan merupakan removable denture, sehingga tekanan kunyah tidak

    akan sama dengan gigi asli 3. Bentuk akar gigi penyangga yang tebal dan besar

    Gambar. Menunjukkan ilustrasi dari dua gigi hilang (akar abu-abu) yang akan

    digantikan dengan bridge. Biasanya, kita akan memiliki retainer (crown atau cap

    yang merupakan bagian dari bridge) pada setiap ujung jembatan yang melekat

    pada gigi penyangga yang ditunjukkan oleh panah biru. Karena kedua gigi

    penyangga memiliki luas area permukaan akar yang kurang jika dibandingkan

    dengan luas permukaan dua gigi yang akan digantikan, maka jembatan akan

    cenderung gagal.

    Gambar. Ilustrasi hukum ante

    Alternatif yang sering digunakan untuk kasus diatas adalah dengan

    menambahkan satu atau lebih gigi penyangga tambahan (disebut double abutting)

    untuk mendukung jembatan. Dalam hal ini, kita bisa menambahkan gigi yang

    ditunjuk panah hitam. Hal ini akan memberikan kita satu retainer di belakang dan

    dua retainer di depan jembatan. Total luas area permukaan ketiga gigi sekarang

    melebihi luas permukaan dua gigi yang hilang, dan jembatan ini akan memiliki

    prognosis baik.