Upload
usman-cyio-cahyono
View
32
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ok
Citation preview
ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI BERDASARKAN ASPEK PEKERJAAN
PADA PEKERJA LAUNDRY SEKTOR USAHA INFORMAL
DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2012
SKRIPSI
OLEH :
GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO
NIM : 105101003230
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI BERDASARKAN ASPEK PEKERJAAN
PADA PEKERJA LAUNDRY SEKTOR USAHA INFORMAL
DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh :
GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO
NIM : 105101003230
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juni 2012
Giri Carakan Rojo Angkoso, NIM : 105101003230
Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Aspek Pekerjaan Pada Pekerja
Laundry Sektor Usaha Informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012
xvii + 204 halaman, 37 tabel, 43 gambar
ABSTRAK
Gerakan tubuh yang berlebihan (overexertion), gerakan yang berulang ulang (repetitive motions) dan postur janggal pada pekerjaan laundry memiliki risiko yang
dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat
mempengaruhi produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan alat
penilaian observasi postur Rapid Entire Body Assessment (REBA) untuk mengetahui
tingkat risiko ergonomi melalui penilaian terhadap postur janggal (leher, tulang
punggung, kaki, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan), beban, genggaman
tangan dan aktifitas pada pekerja laundry sektor informal. Penelitian ini dilaksanakan
di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan pada bulan Mei Juni 2012.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses
penimbangan, pencucian dan pemerasan serta pengemasan dengan posisi berdiri
dalam kategori risiko menengah. Sedangkan, pada proses pengeringan dan
penyetrikaan dalam kategori risiko tinggi. Pada proses pengemasan dengan posisi
duduk dalam kategori risiko rendah. Saran untuk penelitian ini adalah alat timbangan
diletakkan diatas meja, dimana tinggi meja harus disesuaikan tinggi dan jangkauan
pekerja saat dilakukan penimbangan, mesin pengering pakaian yang digunakan
diberikan dudukan pada kaki mesin, menggunakan wadah pakaian yang memiliki
desain pegangan yang baik, mendesain tempat duduk yang dapat disesuaikan dengan
ketinggian meja setrika dan antropometri pekerja.
Daftar Bacaan : 30 (1989 2010)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
COMMUNITY HEALTH STUDY
SAFETY AND HEALTH
Thesis, June 2012
Giri Carakan Angkoso Rojo, NIM: 105101003230
Ergonomics Risk Level Analysis Based on Aspect Work In Laundry Workers in
the Informal Sector in Ciputat Timur District, South Tangerang City in 2012
xvii + 204 pages, 37 tables, 43 pictures
ABSTRACT
Excessive body movement (overexertion), repetitive movements and awkward
posture at work laundry has risks that can lead to musculoskeletal disorders in
workers. This can affect the productivity, efficiency and effectiveness of workers in
completing the work.
This research is a qualitative study using observation assessment tool posture
Rapid Entire Body Assessment (REBA) to determine the level of ergonomic risk
assessment through awkward posture (neck, spine, leg, upper arm, forearm, wrist),
weight, hand grip and activities in the informal sector laundry workers. This research
was conducted in Ciputat Timur District, South Tangerang City in May-June 2012.
The results of this study indicate that the level of risk in the process of
weighing, washing and packing in a standing position, in the medium risk category.
Meanwhile, the process of drying and ironing in the high risk category. In the
packaging process in a sitting position in the low risk category. Suggestions for this
study is a tool weight placed on the table where the high table should be adjustable in
height and outreach workers currently weighing is done, clothes dryers were used
given the stand on the feet, use a container that has a design clothes a good grip,
designed seat that can be adjusted the height of the ironing board and anthropometry
workers.
References: 30 (1989 - 2010)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama : Giri Carakan Rojo Angkoso
TTL : Tangerang, 08 Oktober 1987
Alamat : Jl. H. Jaung No. 06 RT. 04/01 Kelurahan Jurumudi
Kecamatan Benda Kota Tangerang Banten 15124
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Telepon / HP : (021) 5415495 / 085691344921
Email : [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
1993 1999 : SD Negeri Pegadungan 01 Pagi
1999 2002 : SMP Negeri 45 Jakarta
2003 2005 : SMA Negeri 84 Jakarta
2005 2012 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jurusan Kesehatan Masyarakat
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu
banyak nikmat, hidayah dan kesempatan kepada saya sehingga saya masih diberikan
amanah untuk dapat menyelesaikan studi ini. Shalawat serta salam, saya haturkan
kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua bisa bertemu dengan
Beliau di JannahNya. Amin.
Saya bersyukur kepada Allah SWT atas semua kemudahan-kemudahan,
pertolongan dan kekuatan sampai hari ini. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada kedua orang tua saya tercinta (Bapak Tukiman dan Ibu Asiyah) atas
doa, semangat, dukungan, kesabaran yang tiada pernah putus kepada saya sehingga
saya akhirnya bisa menyelesaikan studi ini selama 7 tahun. Selanjutnya kepada adik
saya, Fitrah All Burman, SE yang selalu memberikan doa dan semangat kepada saya.
Bidadari kecil saya My Little Mujahidah Anniza Hazzanova Corie yang
memotivasi saya untuk menjadi ayah yang baik.
Selama proses pengerjaan skripsi ini, saya berterima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu saya karena saya tidak mampu berjuang sendiri tanpa
motivasi dari semua pihak. Dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur yang
terdalam, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
viii
1. Ibu Ir. Febrianti M.Si, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat
FKIK UINSH Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk bisa menyelesaikan studi ini.
2. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing Skripsi I, yang telah
memberikan ilmu, kesempatan dan kesabaran untuk membimbing saya
sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini.
3. Ibu Minsarnawati, M.Kes, selaku Pembimbing Skripsi II, yang telah banyak
memotivasi, membimbing dan meluangkan waktu, pikiran dan kesabaran serta
doanya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.
4. Ibu Raihana N. Alkaff, M.MA, Ibu Yuli Amran, MKM, dan Ibu Dewi Utami
Iriani, PhD selaku Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan saran dan
masukan dalam penyempurnaan skripsi saya.
5. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat mulai dari tahun 2005
hingga kini, (Pak Baequni, Bu Narila Mutia, Bu Hoirun Nisa, Bu Fajar
Ariyanti, Bu Febrianti, Bu Catur Rosidati, Bu Iting Shofwati, Bu Ella, Pak
Farid Hamzens, Pak Yuli Prapanca Satar), yang telah membantu saya
menggali khazanah ilmu kesehatan masyarakat di FKIK UINSH Jakarta.
Semoga saya dapat mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat.
6. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu saya dalam administrasi kuliah.
7. Seluruh teman-teman yang banyak membantu saya selama studi di FKIK
mulai dari angkatan 2004 hingga 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, yang telah memotivasi, mendukung dan mendoakan saya untuk
menjadi insan yang lebih baik.
ix
8. Segenap keluarga besar Komda FKIK, KADAFI FKIK, LDK Syahid, BEMJ
Kesmas, BEM FKIK, DPMU, ISMKMI, dll. Terima Kasih atas Idealismenya.
9. Saudaraku yang senantiasa saling mengingatkan dalam kebaikan dan
kesabaran. Sang Murobbi Ka Hafidz, Salman, Syahru, Indra, Musoffa,
Furqon, Terima kasih atas ukhuwahnya.
10. Sahabat-sahabatku yang senantiasa membantu selama proses skripsi, Nurul,
Hari, Retno, Eka, Endah, Jeje, Jalil, Arif, dll. Terima kasih atas semangatnya.
11. Untuk Sahabatku Ka Umar Al Faruq dan Latifah Hariri (Ka Ipun) dan adik-
adik mujahidah di Alquran Center Ummu Habibah. Terima kasih atas doa
dan tilawahnya selama saya disana.
12. Serta semua pihak yang mungkin belum saya sebutkan dan tidak dapat saya
sebutkan satu persatu. Terima kasih atas doanya.
13. Semoga Allah SWT mempertemukan kita semua di dalam naungan Ridho dan
JannahNya. Amin.
Saya menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih sangat jauh dari
sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada pada skripsi ini, saya dengan senang
hati menanti saran, kritik dan rekomendasi yang membangun dari Bapak, Ibu dan
rekan-rekan serta pembaca untuk memperbaiki dan melengkapi skripsi ini agar
skripsi ini bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan ini.
Jakarta, Januari 2013
Hormat Saya,
Giri Carakan Rojo Angkoso
x
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1.Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3.Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 6
1.4.Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.4.1.Tujuan Umum........................................................................ 7
1.4.2.Tujuan Khusus ....................................................................... 7
1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
1.5.1. Bagi Peneliti ......................................................................... 8
1.5.2. Bagi Tempat Penelitian ........................................................ 9
1.5.3. Bagi Institusi......................................................................... 9
1.6.Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11
2.1. Ergonomi ........................................................................................ 11
2.1.1. Definisi Ergonomi ................................................................ 11
2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi .................................................... 14
2.1.3. Tujuan Ergonomi .................................................................. 18
2.1.4. Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi ............................ 19
xi
2.2. Faktor Faktor Risiko Ergonomi ................................................... 22
2.2.1 Berdasarkan Pekerjaan .......................................................... 22
2.2.1.1. Postur ....................................................................... 22
2.2.1.2. Frekuensi .................................................................. 34
2.2.1.3. Durasi ....................................................................... 35
2.2.1.4. Beban ....................................................................... 35
2.2.1.5. Peregangan Otot Yang Berlebihan ........................... 36
2.2.2. Faktor Lingkungan ................................................................ 37
2.2.2.1. Getaran ..................................................................... 37
2.2.2.2. Mikroklimat ............................................................. 37
2.2.3. Faktor Perorangan ................................................................. 38
2.2.3.1. Umur ........................................................................ 38
2.2.3.2. Jenis Kelamin ........................................................... 39
2.2.3.3. Kebiasaan Merokok ................................................. 39
2.2.3.4. Kesegaran Jasmani ................................................... 40
2.3. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ............................................... 40
2.3.1. Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap
Bagian Tubuh ......................................................................... 41
2.4. Pengendalian Risiko Ergonomi ...................................................... 45
2.5. Metode Penilaian Risiko Ergonomi ............................................... 48
2.5.1. Rapid Upper Limb Assessment (RULA) ............................. 48
2.5.2. The Ovako Working Analysis System (OWAS) .................. 50
2.5.3. Ergonomic Assessment Survey (EASY) .............................. 52
2.5.4. Base Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) ...... 52
2.5.5. Rapid Entire Body Assessment (REBA) .............................. 53
2.5.6 Alasan Pemilihan Metode REBA ......................................... 67
2.6. Kerangka Teori ............................................................................... 69
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........ 71
3.1. Kerangka Konsep ........................................................................... 71
3.2. Definisi Operasional ....................................................................... 73
xii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 76
4.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 76
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 76
4.3. Objek Penelitian ............................................................................. 76
4.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................... 77
4.4.1. Pengumpulan Data ............................................................... 77
4.4.2. Alat Pengumpulan Data........................................................ 78
4.4.3. Pengolahan Data ................................................................... 78
4.4.4. Analisis Data ........................................................................ 84
BAB V HASIL ................................................................................................. 86
5.1. Karakteristik Lingkungan Kerja ..................................................... 86
5.2. Gambaran Proses Kerja .................................................................. 87
5.2.1.Penimbangan ......................................................................... 87
5.2.2.Pencucian dan Pemerasan ..................................................... 87
5.2.3.Pengeringan ........................................................................... 88
5.2.4.Setrika dan Pelipatan ............................................................ 88
5.2.5.Pengemasan ........................................................................... 89
5.3. Gambaran Postur Tubuh Pekerja Laundry .................................... 89
5.3.1. Penimbangan ........................................................................ 90
5.3.2. Pencucian dan Pemerasan .................................................... 92
5.3.3. Pengeringan .......................................................................... 96
5.3.4. Setrika dan Pelipatan ............................................................ 100
5.3.5. Pengemasan .......................................................................... 104
5.4. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja
Laundry ......................................................................................... 106
5.5. Analisis REBA Terhadap Keseluruhan Tubuh Yang Digunakan
Pekerja ........................................................................................... 111
5.5.1. Penimbangan ........................................................................ 111
5.5.2. Pencucian dan Pemerasan .................................................... 115
5.5.3. Pengeringan .......................................................................... 122
xiii
5.5.4. Setrika dan Pelipatan ............................................................ 130
5.5.5. Pengemasan .......................................................................... 137
BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 142
6.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 142
6.2. Pembahasan Langkah Kerja ........................................................... 142
6.2.1.Penimbangan ........................................................................ 142
6.2.2. Pencucian dan Pemerasan .................................................... 149
6.2.3.Pengeringan ........................................................................... 161
6.2.4.Setrika dan Pelipatan ............................................................. 173
6.2.5.Pengemasan ........................................................................... 185
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 191
7.1. Simpulan ......................................................................................... 191
7.2. Saran ............................................................................................... 192
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 194
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Tabel REBA Kelompok A ................................................................. 63
Tabel 2.2. Tabel REBA Kelompok B ................................................................. 64
Tabel 2.3. Tabel REBA Kelompok C ................................................................. 65
Tabel 4.1. Tabel REBA Kelompok A ................................................................. 80
Tabel 4.2. Tabel REBA Kelompok B ................................................................. 82
Tabel 4.3. Tabel REBA Kelompok C ................................................................. 83
Tabel 5.1. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja
Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan .............................................................................. 106
Tabel 5.2. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan
Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 111
Tabel 5.3. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan
Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 113
Tabel 5.4. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian ke Dalam
Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 115
Tabel 5.5. Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin
Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 117
Tabel 5.6. Analisis REBA Pada Proses Membilas di Laundry Sektor Usaha
Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ........... 119
Tabel 5.7. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam
Wadah Di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 120
xv
Tabel 5.8. Analisis REBA Pada Proses Mengangkat Wadah Pakaian di
Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan .............................................................................. 123
Tabel 5.9. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam
Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 125
Tabel 5.10. Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin
Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 126
Tabel 5.11. Analisis REBA Pada Proses Penjemuran Pakaian di Laundry
Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan ................................................................................................ 128
Tabel 5.12. Analisis REBA Pada Proses Setrika Dan Pelipatan Dengan Posisi
Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi di Laundry
Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan ................................................................................................ 130
Tabel 5.13. Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi
Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan Sandaran
Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 133
Tabel 5.14. Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi
Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa Sandaran
Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 135
Tabel 5.15. Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Berdiri
di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan ..................................................................... 137
Tabel 5.16. Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Duduk
Dilantai di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 140
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya 15
Gambar 2.2. Konsep Dasar Dalam Ergonomi .................................................... 20
Gambar 2.3. Postur Pinch Grip Pada Jari-jari Tangan ....................................... 25
Gambar 2.4. Postur Janggal Tangan, Finger Press ............................................ 25
Gambar 2.5. Posisi Deviasi Ulnar (a) dan Posisi Deviasi Radial (b)
Pada Pergelangan Tangan.............................................................. 25
Gambar 2.6. Posisi Fleksi (a) dan Posisi Ekstensi (b) Pada Pergelangan
Tangan ........................................................................................... 26
Gambar 2.7. Postur Power Grip ........................................................................ 26
Gambar 2.8. Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan Bawah Rotasi
(a) dan Siku Ekstensi Penuh (b) ................................................... 27
Gambar 2.9 Posisi Janggal Pada Bahu, Bahu Diangkat Sebesar 45 (a)
dan Posisi Bahu ke Arah Belakang (b) .......................................... 28
Gambar 2.10. Posisi Leher Menunduk 20 ....................................................... 28
Gambar 2.11. Posisi Leher Miring ....................................................................... 29
Gambar 2.12. Posisi Leher ke ke Arah Belakang/Mendongak ke Atas ............... 30
Gambar 2.13. Posisi Leher Memutar ke Samping................................................ 30
Gambar 2.14. Gerakan Punggung Membungkuk 20 ke Depan ....................... 31
Gambar 2.15. Punggung Deviasi ke Samping ...................................................... 32
Gambar 2.16 Posisi Punggung Deviasi ke Samping ........................................... 32
Gambar 2.17. Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri
dengan Bertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c) ..... 33
xvii
Gambar 2.18. Postur Leher................................................................................... 58
Gambar 2.19. Postur Punggung ............................................................................ 60
Gambar 2.20. Postur Kaki .................................................................................... 60
Gambar 2.21. Postur Lengan Bagian Atas ........................................................... 61
Gambar 2.22. Postur Lengan Bagian Bawah ....................................................... 62
Gambar 2.23. Postur Pergelangan Tangan ........................................................... 62
Gambar 2.24. Skor REBA .................................................................................... 66
Gambar 2.25. REBA Decision ............................................................................. 66
Gambar 2.26. Kerangka Teori .............................................................................. 70
Gambar 3.1. Kerangka Konsep .......................................................................... 72
Gambar 4.1. Skor REBA ................................................................................... 80
Gambar 5.1. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan
Menggunakan Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha
Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 90
Gambar 5.2. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan
Menggunakan Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha
Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 91
Gambar 5.3. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke
Dalam Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 92
Gambar 5.4. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian
Dari Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 93
Gambar 5.5. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pembilasan di Laundry
Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan ......................................................................... 94
Gambar 5.6. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke
Dalam Wadah di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ......................................... 95
xviii
Gambar 5.7. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengangkat Wadah
Pakaian Untuk Dibawa ke Mesin Pengering di Laundry
Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan ......................................................................... 96
Gambar 5.8. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke
Dalam Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 97
Gambar 5.9. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian
Dari Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 98
Gambar 5.10. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penjemuran Pakaian di
Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan ................................................................ 99
Gambar 5.11. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan
Dengan Posisi Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa
Kursi di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan ..................................................... 100
Gambar 5.12. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan
Dengan Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi
Dengan Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha
Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 102
Gambar 5.13. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan
Dengan Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi
Tanpa Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha
Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 103
Gambar 5.14. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan
Posisi Berdiri di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ......................................... 104
Gambar 5.15. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan
Posisi Duduk di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ......................................... 105
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industrialisasi menuntut dukungan penggunaan teknologi maju dan
canggih, yang di satu pihak akan memberi kemudahan dalam proses produksi
dan meningkatkan produktivitas. Di lain pihak cenderung meningkatkan risiko
kecelakaan dan penyakit yang timbul sehubungan dengan pekerjaan. Selain itu,
di tempat kerja terdapat banyak potensi bahaya, yaitu bahaya fisik, kimia,
biologi, ergonomi dan psikososial yang berdampak pada kesehatan pekerja
(Kurniawati, 2009).
Bahaya tersebut merupakan hasil interaksi antar elemen-elemen yang
terlibat yaitu pekerja, alat/mesin yang digunakan dalam melakukan pekerjaan
maupun lingkungan kerja. Interaksi antara ketiga elemen ini menghasilkan
dampak langsung maupun tidak langsung terhadap pekerja yang meliputi bahaya
terhadap keselamatan kerja maupun kesehatan kerja. Salah satu masalah
kesehatan kerja yang jarang diperhatikan adalah masalah ergonomi.
Ergonomi adalah studi ilmiah terapan mengenai manusia terhadap desain
objek, sistem, lingkungan untuk aplikasi kerja manusia (Pheasant, 1991). Sistem
kerja yang tidak ergonomi seringkali kurang mendapat perhatian atau dianggap
2
sepele. Sebagai contoh adalah pada cara, sikap dan posisi kerja yang tidak benar,
fasilitas kerja yang tidak sesuai, dan faktor lingkungan kerja yang kurang
mendukung. Hal ini secara sadar maupun tidak akan berpengaruh terhadap
produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya
(Budiono, 2003).
Penerapan ergonomi yang kurang diperhatikan dapat menyebabkan
timbulnya masalah-masalah yang ergonomi. Salah satu gejala umum yang timbul
akibat kerja adalah gangguan musculoskeletal. Gangguan musculoskeletal adalah
keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai
dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban
statis secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat
menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan gangguan
musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal
(Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka 2004).
Menurut Tarwaka (2004), studi tentang MSDs pada beberapa jenis industri
telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang
sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu,
lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.
Berdasarkan laporan the Bureau of Labur Statistics (LBS) tahun 1994,
terdapat sekitar 32 % (705.800 kasus) merupakan penyakit akibat kerja yang
3
berasal dari pekerjaan berat (overexertion) dan pergerakan kerja yang berulang-
ulang (repetitive motion) dalam pekerjaan manual handling. (NIOSH, 1997).
Besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti
belum dapat diketahui. Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh
NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah
mencapai 13 milyar US dollar setiap tahun (Tarwaka, 2004).
Salah satu sektor industri yang memiliki potensi menimbulkan gangguan
musculoskeletal pada pekerja yaitu industri laundry. Perkembangan industri ini
meningkat pesat setiap tahunnya, khususnya di wilayah perkotaan. Industri ini
awalnya hanya dikelola oleh hotel, rumah sakit, dll. Namun seiring dengan
tingginya kebutuhan akan jasa laundry ini, maka industri ini mulai dikelola oleh
masyarakat umum khususnya sektor informal.
Menurut laporan data OHSAH (1999) selama tahun 1995 hingga 1999,
terdapat 577 kasus gangguan musculoskeletal pada pekerja di sektor industri jasa
laundry, dimana 491 kasus tersebut disebabkan gerakan tubuh yang berlebihan
(overexertion), gerakan yang berulang ulang (repetitive motions) dan postur
janggal. Selain itu, biaya kompensasi untuk keluhan musculoskeletal tersebut
mencapai 3.666.260 dollar.
Hasil studi Departemen Kesehatan tentang profil masalah kesehatan di
Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5 persen penyakit yang
diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang
4
dialami pekerja, menurut studi yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12
kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa penyakit musculoskeletal (16%),
kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan
gangguan THT (1,5%) (Triawan, 2007). Selain itu, hasil Pusat Studi Kesehatan
dan Ergonomi ITB tahun 2006 2007 diperoleh data sebanyak 40%-80% pekerja
melaporkan keluhan pada bagian musculoskeletal sesudah bekerja (Yassierli,
2008).
Menurut Bird (2005), untuk mengatasi masalah gangguan musculoskeletal
(MSDs) dapat dilakukan dengan melakukan intervensi ergonomi secara proaktif
dan reaktif. Intervensi secara proaktif melibatkan penilaian ergonomi terhadap
stasiun kerja atau proses kerja dengan menilai lingkungan dan proses kerja untuk
mengidentifikasi faktor-faktor risiko ergonomi. Selain itu, intervensi secara
reaktif melibatkan penilaian dalam merespon keluhan pekerja (misalnya rasa
sakit dan kelelahan) atau bukti efisiensi kerja yang buruk (misalnya kerusakan
peralatan).
Tahun 1994, NOHSC menghasilkan National Code of Practice for the
Prevention of Occupational Overuse Syndrome untuk memberikan pedoman
praktis dalam mencegah risiko, mengidentifikasi, penilaian (assessment) dan
pengendalian risiko yang berasal dari pekerjaan yang dilakukan dilingkungan
kerja.
5
Identifikasi risiko ergonomi yang meliputi analisis penyakit akibat kerja
dan dokumen kecelakaan, konsultasi dengan pekerja dan observasi langsung
terhadap pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja. Penilaian risiko ergonomi
meliputi penilaian terhadap lingkungan kerja dan desain kerja, postur kerja,
durasi dan frekuensi aktifitas kerja, tekanan yang diterima, organisasi kerja,
tingkat kemampuan dan pengalaman pekerja serta faktor individu (Lingard dan
Rowlinson, 2005).
Sumber gangguan musculoskeletal di sektor industri jasa laundry, dapat
disebabkan dari desain kerja, desain lingkungan kerja, peralatan kerja, mesin
maupun peralatan lainnya yang seringkali didesain tanpa mempertimbangkan
faktor ergonomi khususnya pada pekerja yang akan mengoperasikannya. Hal ini
dapat menimbulkan masalah seperti masalah ketinggian permukaan yang tidak
sesuai, postur kerja yang janggal. Beberapa problem tersebut dapat menyebabkan
masalah ergonomi seperti gangguan musculoskeletal. Pekerjaan laundry
umumnya meliputi mendorong, menarik, melipat, mengangkat dan membawa
material (manual handling) dapat menimbulkan efek pada kesehatan, baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang (OHSAH, 1999).
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 5 pekerja laundry
yang terdapat di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa seluruh
pekerja laundry mengeluhkan sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuh seperti
leher, punggung dan tangan pada saat bekerja maupun setelah bekerja. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya penilaian risiko ergonomi terhadap proses
6
pekerjaan di industri jasa laundry khususnya di sektor usaha informal dengan
melihat aktifitas kerja yang dilakukan para pekerja.
Penilaian dilakukan berdasarkan aspek pekerjaan yang dinilai sebagai
parameter risiko ergonomi berdasarkan postur tubuh, tekanan beban yang
digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan posisi tangan saat
bersentuhan dengan objek. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang analisis tingkat risiko ergonomi berdasarkan
aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor usaha informal di Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2012.
1.2. Rumusan Masalah
Pekerjaan pada industri laundry memiliki risiko ergonomi yang dapat
berisiko terjadinya gangguan musculoskeletal yang terkait dengan postur tubuh
pekerja pada saat melakukan aktifitas kerjanya. (Laraswati, 2009). Berdasarkan
penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 5 pekerja laundry yang terdapat di
wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa seluruh pekerja laundry
mengeluhkan sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuh seperti leher, punggung
dan tangan pada saat bekerja maupun setelah bekerja. Oleh karena itu, sebagai
langkah pengendalian risiko gangguan musculoskeletal, maka dilakukan
penilaian terhadap risiko ergonomi khususnya pada pekerja laundry sektor
informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan menggunakan
metode REBA (Rapid Entire Body Assesment).
7
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran identifikasi proses kerja laundry sektor informal di
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?
2. Bagaimana skor penilaian postur yang meliputi leher, punggung, kaki lengan
atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan pada pekerja laundry sektor
informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?
3. Bagaimana skor penilaian berat beban, coupling, dan nilai aktifitas pada
pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012?
4. Bagaimana tingkat risiko ergonomi berdasarkan penilaian Rapid Entire Body
Assement (REBA) pada pekerjaan laundry sektor informal di Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya tingkat risiko ergonomi berdasarkan aspek pekerjaan pada
pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran identifikasi proses kerja laundry sektor informal
di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.
8
2. Diketahuinya skor penilaian postur yang meliputi leher, punggung, kaki
lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan pada pekerja
laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan Tahun 2012.
3. Diketahuinya skor penilaian berat beban, coupling, dan nilai aktifitas
pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012.
4. Diketahuinya tingkat risiko ergonomi berdasarkan penilaian Rapid
Entire Body Assement (REBA) pada pekerjaan laundry sektor informal
di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
1. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, baik yang telah dipelajari di
perkuliahan dan pengalaman serta kemampuan khususnya dalam
mengenali faktor risiko ergonomi.
2. Dapat mengidentifikasi dan menganalisa tingkat risiko ergonomi
khususnya pada aspek pekerjaan dengan menggunakan metode Rapid
Entire Body Assessment (REBA) pada pekerja laundry sektor informal
di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
9
1.5.2. Bagi Tempat Penelitian
1. Mengetahui informasi mengenai adanya dan besaran mengenai faktor
risiko ergonomi yang dialami pekerja laundry yang memiliki
kemungkinan adanya masalah risiko ergonomi pada pekerja akibat
pekerjaan.
2. Memberikan gambaran mengenai penilaian risiko khususnya risiko
ergonomi, sehingga pemilik usaha dapat melakukan tindakan
pengendalian dan pencegahan terkait risiko ergonomi dalam rangka
meningkatkan produktifitas kerja, efisiensi serta kenyamanan pekerja.
1.5.3. Bagi Institusi
Menjadi bahan referensi dalam pengembangan keilmuan bagi
program studi kesehatan masyarakat khususnya peminatan keselamatan
dan kesehatan kerja.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat risiko ergonomi
berdasarkan aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan
oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni
2012. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain
10
studi kasus pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Timur Kota
Tangerang Selatan terkait dengan pekerjaannya dimana peneliti melakukan
pengamatan pada setiap pekerjaan yang dilakukan pekerja untuk melihat besaran
potensi risiko ergonomi dengan penilaian observasi postur menggunakan metode
Rapid Entire Body Assesment (REBA). Metode ini digunakan untuk
mendapatkan tingkat risiko ergonomi terkait postur janggal, beban, genggaman
dan aktifitas yang dibantu dengan kamera digital dan handycam, sehingga
didapatkan hasil tingkat risiko ergonomi dari masing-masing pekerjaan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ergonomi
Istilah ergonomi diperkenalkan oleh W.B. Jastrzebowski tahun 1857,
dimana terminologi dari kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu
Ergon yang artinya kerja dan nomos yang berarti peraturan / hukum. Secara
harfiah, ergonomi diartikan sebagai ilmu tentang kerja (Budiono, 2003). Studi
terhadap aspek pekerjaan dimulai sejak peralihan menuju abad 20 dimana
pengembangan terhadap pengukuran ini dikembangkan oleh Frank dan Lilian
Gilbreth serta Frederick Taylor. Dalam ruang lingkup yang luas, ergonomi
adalah sebuah studi multidisiplin mengenai hukum yang mengatur interaksi
antara manusia, mesin, dan lingkungan. Menurut International Ergonomics
Association (IEA), seorang ahli ergonomi berkontribusi dalam mendesain dan
mengevaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem untuk
menciptakan keserasian terhadap kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan
manusia (Rom, 2007).
2.1.1. Definisi Ergonomi
Definisi mengenai ergonomi telah banyak dijabarkan oleh peneliti
maupun lembaga. Oleh karena itu, untuk lebih memahami pengertian
12
mengenai ergonomi, maka penulis akan menjelaskan berbagai macam
definisi ergonomi yang berasal dari dari beberapa literatur, antara lain :
a) Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau yang
setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-
optimalnya, hal ini meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga
kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja
(Sumamur, 1989).
b) Ergonomi adalah studi ilmiah terapan mengenai manusia terhadap
desain objek, sistem, lingkungan untuk aplikasi kerja manusia
(Pheasant, 1991).
c) Ergonomi adalah ilmu pengetahuan untuk menganalisa efek dari
proses kerja, desain kerja, dan lingkungan kerja terhadap kinerja atau
performa dan kesehatan manusia (Bird, 2005).
d) Ergonomi adalah sudut pandang keilmuan, berpikir tentang manusia
dan bagaimana interaksinya dengan seluruh aspek di dalam
lingkungan, peralatan dan situasi kerja (Oborne, 1995).
e) Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari mengenai interaksi antara
manusia dan objek yang mereka pergunakan serta lingkungan kerjanya
(Pulat, 1997).
f) Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusahan
menyerasikan pekerja dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya
13
dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-
tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin (Budiono,
2003).
g) Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia
dengan mesin serta faktor faktor yang mempengaruhi interaksi
tersebut (Bridger, 2003).
h) Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk
menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang
digunakan baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental
sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik
(Tarwaka, 2004).
i) Ergonomi adalah istilah yang digunakan sebagai dasar studi dan desain
hubungan antara manusia dan mesin untuk mencegah penyakit dan
cidera serta meningkatkan prestasi atau kinerja (ACGIH, 2007).
j) Ergonomi didefinisikan sebagai penerapan ilmu biologi yang sejalan
dengan ilmu rekayasa yang bertujuan agar didapatkan penyesuaian
yang saling menguntungkan antara pekerja dengan pekerjaannya
secara optimal dengan tujuan agar bermanfaat untuk efisiensi dan
kesejahteraan (ILO, 1998).
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
ergonomi adalah suatu konsep keilmuan dimana pusat kajiannya adalah
14
manusia yang didasarkan pada keterbatasan terhadap kemampuan maupun
kapasitas manusia sehingga dibutuhkan penyerasian antara lingkungan
kerja dan pekerjaan, dengan manusia yang berinteraksi dengan elemen
tersebut sebagai upaya untuk mencegah cidera maupun gangguan,
meningkatkan produktifitas dan upaya efisiensi serta efektifitas pada aspek
manusia.
2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi
Ergonomi merupakan bidang antar cabang ilmu pengetahuan yang
melibatkan konsep-konsep yang terkait dengan biomekanik, rekayasa
faktor manusia, kinesiologi, keselamatan dan kedokteran (Bird, 2005).
Ergonomi merupakan perpaduan antara beberapa bidang ilmu, antara lain;
ilmu faal, anatomi dan kedokteran, psikologi faal, ilmu fisika dan teknik.
Ilmu faal dan anatomi memberikan gambaran bentuk tubuh manusia,
kemampuan tubuh/anggota gerak untuk mengangkat atau ketahanan
terhadap suatu gaya yang diterimanya, satuan ukuran besaran panjangnya
suatu anggota tubuh.
Psikologi faal memberikan gambaran terhadap fungsi otak dan
sistem persyarafan dalam kaitannya dengan tingkah laku, sementara
eksperimental mencoba memahami suatu cara bagaimana mengambil
sikap, memahami, mempelajari, mengingat serta mengendalikan proses
motorik. Sedangkan ilmu fisika dan teknik memberikan informasi yang
15
sama untuk disain dan lingkungan dimana pekerja melakukan pekerjaannya
(Oborne, 1995).
Gambar 2.1.
Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya
Sumber : Budiono (2003)
Menurut International Ergonomist Association (IEA), dalam Rom
(2007), disipin keilmuan ergonomi terdiri dari 3 (tiga) bidang spesialisasi,
antara lain :
1. Physical Ergonomics
Physical ergonomics lebih menekankan pada anatomi manusia,
antropometri, fisiologi, dan karakteristrik biomekanik yang berkaitan
dengan aktifitas fisik. Bahasan yang terkait meliputi postur kerja,
material handling, pergerakan pekerjaan repetitif (berulang), gangguan
muskuloskeletal akibat kerja, layout kerja, keselamatan dan kesehatan
kerja.
16
2. Cognitive ergonomics
Cognitive ergonomics lebih menekankan pada proses-proses mental
seperti persepsi, memori, alasan, dan respon motorik yang
berhubungan dengan manusia lain dan elemen-elemen lain di dalam
sistem. Bahasan yang terkait meliputi beban kerja, pengambilan
keputusan, kinerja kerja, interaksi manusia-komputer, reliabilitas,
stress kerja, dan training.
3. Organizational ergonomics
Organizational ergonomics lebih menekankan pada optimalisasi
sistem sosioteknikal, termasuk struktur organisasi, kebijakan dan
proses mereka.
Studi mengenai ergonomi fisik (physical ergonomics) disusun dalam
ke dalam tiga area bahasan utama :
1. Antropometri
Antropometri adalah ilmu pengetahuan mengenai pengukuran
dan ilmu terapan yang membentuk geometri fisika, keterangan massa,
dan kemampuan kekuatan dari tubuh manusia. Hal ini merupakan
informasi penting yang tersedia untuk mendesain furnitur, mesin,
peralatan dan pakaian.
17
2. Fisiologi
Fisiologi kerja lebih menekankan pada respons tubuh terhadap
kebutuhan metabolism saat bekerja, Dengan mengukur aktifitas
kardiovaskuler, respirasi dan sistem otot saat bekerja, informasi ini
berguna untuk mencegah kelelahan pada beberapa bagian maupun
seluruh tubuh.
3. Biomekanik
Biomekanik mempertimbangkan penerapan mekanisme normal
dalam menganalisis sistem biologi. Aspek berbeda dari biomekanik
adalah menggunakan beberapa bagian yang berbeda dari penerapan
mekanika. Kebutuhan tersebut digunakan untuk meningkatkan kinerja
pekerja dalam meminimalisir dampak gangguan muskuloskeletal yang
terjadi dalam disiplin ilmu terapan, biomekanika pekerjaan. Hal
tersebut merupakan penerapan pada bidang prinsip fisika dan konsep
teknikal dalam meneliti interaksi fisik pekerja dengan peralatan, mesin,
dan material. Dengan mengukur faktor tekanan kerja terhadap tubuh,
maka dihasilkan informasi mengenai nilai toleransi dari sistem
muskuloskeletal dan risiko kecelakaan.
18
2.1.3. Tujuan Ergonomi
Menurut Tarwaka (2004), secara umum tujuan dari penerapan
ergonomi adalah :
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya
pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban
kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan dan kepuasan
kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas
kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna
dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia
produktif maupun setelah tidak produkif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu
aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem
kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas
hidup yang tinggi.
Selain itu, menurut Bird (2005), tujuan dari ergonomi terapan
adalah untuk mengurangi stressor pada tubuh manusia yang disebabkan
oleh tugas-tugas kerja dan atau lingkungan kerja untuk mencegah
masalah-masalah kesehatan dan meningkatkan efisiensi maupun
produktifitas kerja.
19
Tujuan ergonomi menurut Budiono (2003), adalah bagaimana
mengatur kerja agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya dengan
rasa aman, selamat, efisien, efektif dan produktif, disamping juga rasa
nyaman serta terhindar dari bahaya yang mungkin timbul ditempat kerja.
2.1.4. Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi
Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya
untuk menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,
kebolehan dan segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat
berkarya secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya. Dari
sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja
harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performa kerja
yang tinggi. Dalam kata lain, tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu
rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload).
Karena keduanya, baik underload maupun overload akan menyebabkan
stress.
Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja dengan tuntutan tugas
tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar dibawah :
20
Gambar 2.2.
Konsep Dasar Dalam Ergonomi
Sumber : Tarwaka (2004)
1. Kemampuan kerja
Kemampuan kerja seseorang sangat ditentukan oleh :
a) Personal capacity (karakteristik pribadi) : meliputi faktor usia,
jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status
sosial, agama, dan kepercayaan, status kesehatan, kesegaran
tubuh.
b) Physiological capacity (kemampuan fisiologis) : meliputi
kemampuan dan daya tahan kardio-vaskuler, syaraf, otot, panca
indera.
21
c) Psycological capacity (kemampuan psikologis) : berhubungan
dengan kemampuan mental, waktu reaksi, kemampuan adaptasi,
stabilitas emosi.
d) Biomechanical capacity (kemampuan bio-mekanik) berkaitan
dengan kemampuan dan daya tahan sendi dan persendian,
tendon, dan jalinan tulang.
2. Tuntutan Tugas
Tuntutan tugas pekerjaan / aktifitas tergantung pada :
a) Task and material characteristic (karakteristik tugas dan
material) : ditentukan oleh karakteristik peralatan dan mesin,
tipe, kecepatan dan irama kerja.
b) Organization characteristics ; berhubungan dengan jam kerja
dan jam istirahat, kerja malam, dan bergilir, cuti dan libur,
manajemen.
c) Environmental characteristic ; berkaitan dengan manusia teman
setugas, suhu dan kelembaban, bising dan getaran, penerangan,
sosio-budaya, tabu, norma, adat dan kebiasaan, bahan-bahan
pencemar.
22
3. Performa
Performa atau tampilan seseorang sangat tergantung kepada
rasio dari besarnya tuntutan tugas dengan besarnya kemampuan yang
bersangkutan. Dengan demikian, apabila :
a) Bila rasio tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuan
seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan
akhir berupa ketidaknyamanan, overstress, kelelahan,
kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan tidak produktif.
b) Sebaliknya, bila tuntutan tugas lebih rendah daripada
kemampuan seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan
terjadi penampilan akhir berupa understress, kebosanan,
kejemuan, kelesuan, sakit dan tidak produktif.
c) Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya
keseimbangan dinamis antara tuntutan tugas dengan kemampuan
yang dimiliki sehingga tercapai kondisi dan lingkungan yang
sehat, aman, nyaman dan produktif.
2.2. Faktor - Faktor Risiko Ergonomi
2.2.1. Berdasarkan Pekerjaan
2.2.1.1. Postur
Postur adalah pergerakan aktif dan merupakan hasil dari
banyak pergerakan tubuh , yang sebagian besar memiliki karakter
23
yang saling menguatkan (Bridger, 2003). Postur adalah istilah lain
dari berbagai macam posisi anggota tubuh dalam beberapa aktifitas
(OHSCO, 2007).
Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi
tubuh dan pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam
ergonomi terdiri dari :
1. Posisi netral (Neutral posture), yaitu postur dimana seluruh
anggota tubuh berada pada posisi yang wajar dan kontraksi pada
otot tidak berlebihan sehingga anggota tubuh, jaringan syaraf
lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran, pembebanan dan
kontraksi yang berlebihan.
2. Postur Janggal (awkward posture) yaitu postur dimana posisi
tubuh (lutut, sendi dan punggung) secara signifikan menyimpang
dari posisi netral pada saat melakukan aktifitas yang disebabkan
oleh keterbatasan tubuh manusia dalam menghadapi beban
dalam waktu yang lama. Selain itu, postur janggal membutuhkan
energi yang lebih besar, oleh karena itu, semakin banyak energi
yang dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi janggal
tersebut, sehingga dampak pada kerusakan otot rangka semakin
besar (Bridger, 1995).
Hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan risiko terhadap
postur janggal antara lain :
24
1. Persendian yang bergerak melebihi posisi netral.
2. Otot berkontraksi pada level tekanan tinggi.
3. Banyaknya gerakan postur tersebut.
4. Lamanya waktu terhadap postur janggal (OHSCO, 2007).
Berikut ini adalah yang termasuk postur berisiko dalam bekerja
berdasarkan BRIEF Survey dari Humantech Inc. (1995) :
1) Postur tangan dan pergelangan tangan
Postur normal atau netral pada tangan dan pergelangan
tangan dalam melakukan proses kerja adalah dengan posisi
sumbu lengan terletak satu garis lurus dengan jari tengah.
Apabila sumbu tangan tidak lurus tetapi mengarah ke berbagai
posisi, maka dapat dikatakan posisi tersebut janggal atau tidak
netral.
Beberapa contoh posisi tangan yang berisiko adalah:
a) Pinch grip, posisi menggenggam menggunakan jari-jari
tangan dengan penekanan yang kuat pada jari-jari tangan
ketika melakukan posisi ini. Posisi ini dilakukan pekerja
seperti menjepit benda-benda seperti jarum, kertas, obeng
dan sebagainya.
25
Gambar 2.3. Postur Pinch Grip Pada Jari-jari Tangan Sumber: Humantech, 1995
b) Finger press, posisi jari-jari tangan menekan benda/obyek.
Gambar 2.4. Postur Janggal Tangan, Finger Press Sumber: Humantech, 1995
c) Deviasi ulnar dan radial. deviasi ulnar yaitu posisi tangan
yang miring menjauhi ibu jari dan deviasi radial adalah
posisi tangan yang miring mendekati ibu jari.
(a) (b)
Gambar 2.5. Posisi Deviasi Ulnar (a) dan Posisi Deviasi
Radial (b) Pada Pergelangan Tangan
Sumber: Humantech, 1995
26
d) Fleksi dan Ekstensi, fleksi yaitu posisi pergelangan tangan
yang menekuk kearah dalam dan membentuk sudut 45.
Sedangkan ekstensi berlawanan dari fleksi yaitu posisi
pergelangan tangan yang menekuk kearah luar/punggung
tangan dengan membentuk sudut 45.
(a) (b)
Gambar 2.6. Posisi Fleksi (a) dan Posisi Ekstensi (b)
Pada Pergelangan Tangan
Sumber: Humantech, 1995
e) Power grip, posisi tangan menggenggam benda dengan
melingkarkan seluruh jari-jari pada benda yang dipegang.
Posisi ini termasuk janggal apabila benda yang digenggam
memiliki beban 10 lbs (4,5 kg) (Humantech, 1995).
Gambar 2.7. Postur Power Grip Sumber: Humantech, 1995
27
2) Postur Siku
Posisi janggal pada siku tangan terjadi jika bagian tangan
bawah (dari siku sampai jari-jari) melakukan gerakan
memutar/rotasi. Pergerakan ini dapat ditemukan pada pekerja
yang menggunakan obeng (screwdriver) untuk memutar mur
atau benda lainnya. Gerakan lainnya pada siku adalah gerakan
ekstensi penuh (full extension) dimana siku digerakkan secara
berulang kali ke arah atas dan bawah, contoh dari postur ini
adalah gerakan ketika memalu (hammering) atau mencangkul.
(a) (b)
Gambar 2.8. Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan
Bawah Rotasi (a) dan Siku Ekstensi Penuh (b)
Sumber: Humantech, 1995
3) Postur bahu
Bahu termasuk posisi berisiko apabila posisi mengangkat
pada bahu memebentuk sudut sebesar 45 dari arah vertikal
sumbu tubuh, baik ke samping tubuh maupun ke arah depan
tubuh. Posisi ini biasanya dilakukan pekerja jika obyek
pekerjaannya berada jauh di depan atau samping dari tubuh
pekerja. Selain itu, postur bahu yang janggal apabila bahu
28
melewati garis vertical sumbu tubuh. Pekerja melakukan posisi
ini apabila obyek berada di belakang tubuhnya seperti menarik
benda yang berada di belakang.
(a) (b)
Gambar 2.9 Posisi Janggal Pada Bahu, Bahu Diangkat
Sebesar 45 (a)dan Posisi Bahu ke Arah Belakang (b) Sumber: Humantech, 1995
4) Postur Leher
a) Menunduk, postur janggal pada leher jika leher menunduk
memebentuk sudut 20 dari garis vertikal dengan ruas
tulang leher. Posisi menunduk dilakukan pekerja jika obyek
yang sedang dikerjakannya berada lebih dari 20 di bawah
pandangan mata, sehingga pekerja harus menundukkan
kepala untuk melihat obyek tersebut.
Gambar 2.10. Posisi Leher Menunduk 20 Sumber: Humantech, 1995
29
b) Miring (sideways), setiap gerakan dari leher yang miring,
baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut
yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas
tulang leher. Posisi miring biasanya dilakukan jika
benda/obyek yang dikerjakannya tidak tepat berada di depan
pekerja, melainkan berada di samping kanan atau kiri atau
berada di atas maupun bawah.
Gambar 2.11. Posisi Leher Miring Sumber: Humantech, 1995
c) Ke arah belakang/mendongak (backwards), posisi leher
deviasi ke arah belakang yang nyata pada postur leher.
Setiap postur dari leher yang tengadah (mendongak) ke atas
tanpa melihat besar sudut yang dibentuk oleh garis vertikal
dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur seperti ini
biasanya ditemukan pada pekerjaan dimana obyek kerjanya
berada di atas pandangan mata pekerja atau di atas kepala.
30
Gambar 2.12. Posisi Leher ke ke Arah
Belakang/Mendongak ke Atas
Sumber: Humantech, 1995
d) Memutar (twisted), postur leher yang berputar, baik ke arah
kanan maupun kiri, tanpa menilai besarnya sudut rotasi yang
dilakukan. Biasanya pekerja melakukan posisi leher
memutar jika obyek jauh berada di samping kanan atau kiri
pekerja atau di belakang tubuh pekerja.
Gambar 2.13. Posisi Leher Memutar ke Samping
Sumber: Humantech, 1995
5) Postur punggung
a) Membungkuk, merupakan gerakan atau posisi tubuh ke arah
depan sehingga antara sumbu badan bagian atas akan
membentuk sudut 20 dengan garis vertikal. Posisi ini
terjadi apabila benda berada jauh di depan tubuh atau dibawah
31
garis horizontal tubuh sehingga pekerja membungkuk untuk
dapat meraih benda tersebut.
Gambar 2.14.
Gerakan Punggung Membungkuk 20 ke Depan Sumber: Humantech, 1995
b) Miring (sideways), yaitu deviasi bidang median tubuh dari
garis vertikal pada punggung tanpa memperhitungkan
besarnya sudut yang dibentuk. Postur ini terjadi jika obyek
yang sedang dikerjakan berada di samping kanan atau kiri
tubuh pekerja.
Gambar 2.15. Punggung Deviasi ke Samping
Sumber: Humantech, 1995
c) Memutar (twisted), yaitu postur punggung yang berputar
baik ke kanan maupun ke kiri dimana garis vertikal menjadi
sumbu tanpa memperhitungkan besarnya o rotasi yang
dibentuk. Gerakan seperti ini dapat ditemukan pada
32
pekerjaan memindahkan barang dari satu sisi ke sisi lainnya
dari tubuh pekerja.
Gambar 2.16 Posisi Punggung Deviasi ke Samping
Sumber: Humantech, 1995
6) Postur kaki
Postur janggal pada kaki antara lain posisi jongkok.
Pekerja melakukan pekerjaannya sambil berjongkok, biasanya
obyek yang dikerjakannya berada di bawah horizontal tubuh.
Posisi lainnya yaitu berdiri dengan bertumpu pada satu kaki dan
kaki lainnya tidak dibebankan. Pekerja melakukan gerakan ini
untuk meraih obyek yang berada melebihi jangkauan tangannya
misalnya jauh di atas kepalanya.
Contoh dari gerakan ini adalah pekerja yang mengambil
atau meletakkan benda di rak yang letaknya tinggi. Kaki juga
dapat dikatakan janggal apabila posisinya berlutut atau salah satu
atau kedua lutut dijadikan tumpuan ketika sedang bekerja.
33
(a) (b) (c)
Gambar 2.17.
Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri
denganBertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c)
Sumber: Humantech, 1995
Sedangkan berdasarkan pergerakan, postur kerja dalam ergonomi
terdiri dari :
1) Postur statis yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar tubuh
tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan. Postur
statis dalam jangka waktu lama menyebabkan otot berkontraksi
secara terus menerut dan dapat menyebabkan tekanan pada
anggota tubuh. (Bridger, 2003) dan dapat menyebabkan pekerjaan
yang tidak efektif, kesakitan dan gangguan terhadap pekerja di
akhir pekerjaan dan masalah kesehatan dalam jangka panjang.
2) Postur dinamis yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar
anggota tubuh bergerak. Walaupun pergerakan tubuh yang wajar
membantu dalam mencegah masalah yang ditimbulkan postur
statis, pergerakan yang berlebihan khususnya dalam mengangkat
34
beban berat dapat menyebabkan masalah kesehatan dan performa
(Corlett, 1998).
2.2.1.2. Frekuensi
Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang
dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan
dilakukan secara berulang, maka dapat disebut sebagai repetitif.
Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai
kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas sebagai gerakan
yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.
Posisi/postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering
dapat menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat,
inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi
terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi
pergerakan pengulangan dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan
otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-
menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger,
1995).
Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan pengulangan
pergerakan (frekuensi pergerakan) antara lain :
1. Jumlah dan kecepatan pergerakan.
2. Otot yang digunakan untuk menangani tekanan pergerakan.
35
3. Persendian yang bergerak jauh dari posisi netral (OHSCO,
2007).
2.2.1.3. Durasi
Durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh
faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja /
hari pekerja terpajan risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai
pajanan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan
faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada
faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya (Kurniawati, 2009).
Menurut Bird (2005), durasi didefinisikan sebagai berikut :
a) Durasi singkat : < 1 jam / hari.
b) Durasi sedang : 1-2 jam / hari.
c) Durasi lama : > 2 jam / hari.
Beberapa penelitian menemukan dugaan adanya hubungan
antara meningkatnya level atau durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs
pada bagian leher (NIOSH, 1997).
2.2.1.4. Beban
Beban dapat diartikan sebagai beban muatan (berat) dan
kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam
newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari
kapasitas kekuatan individu (NIOSH, 1997). Pembebanan fisik pada
36
pekerjaan dapat mempengaruhi terjadinya kesakitan pada
musculoskeletal tubuh. Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah
pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja
maksimum yenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan
peraturan jam kerja yang berlaku. Semakin berat beban maka
semakin singkat waktu pekerjaan (Sumamur, 1989).
Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk
diangkat oleh seseorang adalah 23 25 kg. Bentuk dan ukuran objek
juga mempengaruhi hal tersebut. Ukuran objek harus cukup kecil
agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh. Lebar objek yang
besar dapat membebani otot pundak/ bahu adalah lebih dari 300
400 mm, panjang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari
450 mm (Kurniawati, 2009).
2.2.1.5. Peregangan Otot Yang Berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada
umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya
menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti mengangkat,
mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot
yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan
melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering
dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot,
37
bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal (Tarwaka,
2004).
2.2.2. Faktor Lingkungan
2.2.2.1. Getaran
Bahaya getaran secara potensial ada jika menggunakan alat-alat
listrik (getaran ekstrimitas) dan ketika berdiri atau duduk diatas
sebuah mesin yang bergetar (getaran tubuh yang menyeluruh).
Getaran meningkatkan gerakan otot, menarik pembuluh darah dan
mengganggu ujung syaraf. Keterpaparan manusia oleh alat-alat atau
peralatan yang bergetar harus dikurangi bilamanapun
memungkinkan.
Getaran ekstrimitas dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah dan jaringan pada jari-jari (misalnya sindrom jari putih) dan
dapat mengakibatkan kondisi kondisi seperti Carpal Tunnel
Syndrome. Keterpaparan tubuh secara menyeluruh, khususnya ketika
sedang duduk, dapat mengakselerasikan pemburukan piringan sendi
di tulang belakang (Bird, 2005).
2.2.2.2. Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan
pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan
38
menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992;
Wilson & Corlett, 1992 dalam Tarwaka, 2004). Demikian juga
dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan
suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang
ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi
dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan
pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai
energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar,
suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat
menyebabkan rasa nyeri otot (Sumamur, 1982; Grandjean, 1993
dalam Tarwaka, 2004).
2.2.3. Faktor Perorangan
2.2.3.1. Umur
Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada
umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu
25 65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35
tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur (Tarwaka, 2004). Riihimaki (1989) menjelaskan
bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan
otot terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli
39
lainnya yang menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama
terjadinya keluhan otot (Tarwaka 2004).
2.2.3.2. Jenis Kelamin
Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli
tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal,
namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan
bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan
otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita
memang lebih rendah daripada pria. Astrand &Rodahl (1977)
menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga
kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2004).
2.2.3.3. Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan
merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan
dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat
kaitannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin
lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula
tingkat keluhan otot yang dirasakan (Tarwaka, 2004).
40
2.2.3.4. Kesegaran Jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada
seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup
waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang kesehariannya
melakukan pekerjaan yang cukup istirahat, hampir dapat dipastikan
akan terjadi keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan
mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan
meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik (Tarwaka,
2004).
2.3. Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan musculoskeletal disorders
adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari
jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup sistem syaraf, tendon, otot
dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. MSDs dapat berupa
peradangan dan penyakit degeneratif yang meyebabkan melemahnya fungsi
tubuh. MSDs mempunyai nama lain seperti repetitive strain injury, repetitive
motion injury, cumulative trauma disorders, occupational cervicoskeletal
disorders, overuse syndrome, dan lainnya (Canada OH&S, 2005 dalam
Kurniawati, 2009).
MSDs adalah cidera pada otot, syaraf, tendon, ligamen, sendi,kartilago atau
spinal disc. MSDs muncul tidak secara spontan atau langsung melainkan butuh
waktu yang lama dan bertahap sampai gangguan musculoskeletal mengurangi
41
kemampuan tubuh manusia dengan menimbulkan rasa sakit. MSDs menjadi
suatu masalah disebabkan karena (Bird, 2005) :
a) Waktu kerja yang hilang karena sakit umumnya disebabkan penyakit otot
rangka.
b) MSDs terutama yang berhubungan dengan punggung merupakan masalah
penyakit akibat kerja yang penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi
c) MSDs menimbulkan rasa sakit yang amat sangat sehingga membuat pekerja
menderita dan menurunkan produktivitas kerja.
d) Penyakit MSDs bersifat multikausal sehingga sulit untuk menentukan
proporsi yang semata-mata akibat hubungan kerja.
2.3.1. Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap Bagian Tubuh
Macam-macam gejala kesehatan dirasakan pekerja disebabkan
faktor risiko MSDs yang memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memilki
risiko ergonomi dan gangguan kesehatan yang dapat mengakibatkan
melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja. Bagian-bagian
tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung dan kaki merupakan bagian
tubuh yang sering digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya.
Berikut ini adalah beberapa jenis cidera yang mungkin dialami pekerja
disebabkan pekerjaannya (NIOSH, 2007):
a) Cidera Pada Tangan
Cidera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa
disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga
42
memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi
yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari
peralatan/ material kerja. Sembilan belas studi menyatakan bahwa
pekerjaan repetitif berpengaruh pada cidera pada tangan dan
pergelangan tangan misalnya CTS (Bernard et al, 1997).
1. Tendinitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi pada tendon,
biasanya terjadi pada titik dimana otot melekat pada tulang.
Keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon terus
menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak biasa
seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan
pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan
pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan
ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis.
2. Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Penekanan yang terjadi pada
syaraf tengah yang terletak pada pergelangan tangan yang
dikelilingi jaringan dan tulang. Penekanan tersebut disebabkan
oleh pembengkakan dan iritasi dari tendon dan lapisan
penyelubung tendon. CTS biasanya ditandai dengan gejala
seperti rasa sakit pada pergelangan tangan, perasaan tidak
nyaman pada jari-jari, dan mati rasa/kebas. CTS dapat
menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada
tangannya.
43
3. Trigger finger. Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat
menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana menekan
tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan
mengakibtakan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.
4. Epicondylitis. Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku.
Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada
lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan.
Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfers elbbow.
5. Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS). Cidera akibat
penggunaan tangan, pergelangan tangan, dan lengan pada
peralatan kerja yang memiliki getaran.vibrasi. Menggunakan
peralatan yang memilki vibrasi secara terus menerus dapat
mengekibatkan timbulnya gejala-gejala antar lain jari-jari pucat,
perasaan geli, dan mati rasa/kebas.
b) Cidera Pada Bahu dan Leher
Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang
besar dalam menyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut.
Beberapa postur bahu seperti merentang lebih dari 45 atau
mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama
dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu.
Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs
pada bahu dan leher, studi lainnya menyatakan bahwa kejadian cidera
44
bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur janggal dan
beban yang diangkat (Bernard et al, 1997).
1. Bursitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi
pada jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit
ini akibat posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di
atas kepala dan bekerja dalam waktu yang lama.
2. Tension Neck Syndrome. Gejala ini terjadi pada leher yang
mengalami ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur
leher menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini
mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa
sakit yang menyebar ke bagian leher.
c) Cidera Pada Punggung dan Lutut
Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau
mengangkat beban yang menyebabkan postur punggung tidak netral.
Posisi berlutut, membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkan sakit
pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam
waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius
pada otot dan sendi (NIOSH, 2007).
1. Low Back Pain. Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot
tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung
membungkuk. Diskus (discs) mengalami tekanan yang kuat dan
menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk syaraf.
45
Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus,
maka diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan
putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation.
2. Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan
dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan
yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan
tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau
biasa disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan
tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit
(tendinitis).
2.4. Pengendalian Risiko Ergonomi
Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health
Administration (OSHA), tindakan ergonomi untuk mencegah adanya sumber
penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik (desain stasiun dan alat
kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja) (Grandjean, 1993;
Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996; Manuaba, 2000; Peter Vi,
2000 dalam Tarwaka, 2004). Langkah preventif ini dimaksudkan untuk
mengeliminir overexertion dan mencegah adanya sikap kerja yang tidak alamiah.
1. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa
alternatif sebagai berikut :
46
a) Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal
ini jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang
mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.
b) Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru
yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan
prosedur penggunaan peralatan.
c) Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan
pekerja, sebagai contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan
ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran.
d) Ventilasi yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi risiko
sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan
sebagai berikut :
a) Pendidikan dan pelatihan
Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih
memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat
melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya
upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat kerja.
b) Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang
Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam
arti disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik
47
pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan
terhadap sumber bahaya.
c) Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan
pencegahan secara lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya risiko
sakit akibat kerja.
Sebagai gambaran, berikut ini diberikan contoh tindakan untuk
mencegah / mengatasi terjadinya keluhan otot skeletal pada berbagai
kondisi / aktifitas seperti yang dijabarkan berikut ini :
1. Aktifitas angkat-angkut material secara manual
a. Usahakan meminimalkan aktifitas angkat-angkut secara manual.
b. Upayakan agar lantai kerja tidak licin.
c. Upayakan menggunakan alat bantu kerja yang memadai seperti
crane, kereta dorong, pengungkit.
d. Gunakan alas apabila harus mengangkat diatas kepala atau bahu.
e. Upayakan agar beban angkat tidak melebihi kapasitas angkat
pekerja.
2. Berat bahan dan alat
a. Upayakan untuk menggunakan bahan dan alat yang ringan.
b. Upayakan menggunakan wadah / alat angkut dengan kapasitas <
50 kg.
48
3. Alat tangan
a. Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar
genggam pekerja dan karakteristik pekerjaan (pekerjaan berat
atau ringan).
b. Pasang lapisan peredam getaran pada pegangan tangan.
c. Upayakan pemeliharaan yang rutin sehingga alat selalu dalam
kondisi layak pakai.
d. Berikan pelatihan sehinga pekerja terampil dalam
mengoperasikan alat.